BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK ATAS BIAYA KOMERSIAL UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT. BM

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Alasan Perusahaan dalam Strategi tax planning PPh 21 Lebih. Memilih Menggunakan Natura dan kenikmatan.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK DALAM BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PT.APT

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ABS INDUSTRI INDONESIA

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian maka dapat ditarik kesimpulan:

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY

BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN UNTUK MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK PADA PT BPR WS

PERENCANAAN PAJAK BERDASARKAN REVIEW REKONSILIASI FISKAL PADA PT JP

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penghasilan badan yang dilakukan oleh PT Bank MAJU, maka dengan hasil penelitian

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO)

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Soal Kasus Pembukuan atau Pencatatan( contoh ini menggunakan aturan lama untuk ptkpnya lebih baik lihat aturan terbaru)

BAB IV EVALUASI ATAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 KARYAWAN PADA PT ADIMITRA KARYA

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Evaluasi Perhitungan PPh Pasal 21 Karyawan

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. berhubungan dengan penghasilan juga berhubungan dengan Pajak

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan yang terdapat pada bab 4,

BAB IV PEMBAHASAN. melakukan perubahan-perubahan pada peraturan perpajakan di Indonesia. Perubahan

BAB 4 EVALUASI ATAS EFEKTIFITAS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DALAM MEMINIMALISASIKAN BEBAN PAJAK UNTUK MENGOPTIMALISASIKAN LABA

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PERUM DAMRI. Rekonsiliasi Laporan Fiskal pada PERUM DAMRI

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah pembahasan pada bab sebelumnya dimana dilakukan evaluasi

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui.

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Tax Planning pada Rumah Sakit Pondok Indah

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Ketentuan Formal Perpajakan PT Cipta Sukma Mandiri Nomor Pokok Wajib Pajak

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian, pembahasan dan evaluasi yang telah dilakukan penulis

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT CRS

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK SEBAGAI METODE UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN. (Studi Kasus pada Perum Pegadaian Pusat)

ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING ATAS BIAYA KESEJAHTERAAN KARYAWAN SEBAGAI UPAYA PENGHEMATAN PEMBAYARAN PAJAK PADA PT GORONTALO CEMERLANG

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dimana persaingan menjadi semakin ketat dan bersifat global,

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV ANALISIS PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA PT. TS INDONESIA. Analisis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 EVALUASI PERHITUNGAN PPh PASAL 21 KARYAWAN. karyawannya dan PT. pelangi elasindo menanggung semua PPh Pasal 21 yang

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

Berdasarkan data penghasilan karyawan selama setahun pada tabel 4.1 dan tabel

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran negara yang ditujukan

BAB III PROSES PENGUMPULAN DATA. pesat guna meningkatkan standar hidup berbangsa dan bernegara. Semua pihak baik

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT Multi Indocitra Tbk

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

By Afifudin PSP FE Unisma 2

KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN. Aris Munandar, SE., M.Si

MODUL V REKONSILIASI FISKAL

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PADA FA TRICO PAINT FACTORY

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN USAHA JASA KONSTRUKSI PADA PT. NCP

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan membangun negara untuk lebih berkembang dan maju, termasuk

BAB IV. Analisis Hasil Dan Pembahasan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang. diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net

BAB IV PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI BIAYA FISKAL PERUSAHAAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan Laba/Rugi Komersial PT Persada Aman Sentosa. sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Abstrak. Kata-kata kunci: PPh Pasal 21, gross up, PPh terutang. vii. Universitas Kristen Maranatha

EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK PENERAPAN PPh BADAN PADA PT. MEKAR KARYA PRATAMA TAHUN E-Journal. Disusun oleh : Yeni Syamsiardi

BAB III PEMBAHASAN. A. Penerapan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21. metode pembebanan PPh Pasal 21 pada perusahaan (net), metode pembebanan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah laporan laba rugi PT XYZ tahun 2009 :

BAB. V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian-uraian yang telah diberikan pada bab-bab sebelumnya,

BAB IV EVALUASI LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL. UNTUK MENGEFISIENSIKAN PPh BADAN PADA PT AIDC

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada Negara

BAB IV PEMBAHASAN. Perhitungan Laba Kena Pajak Berdasarkan Penerapan Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan nasional, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama di Indonesia

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT AMD

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ.

PENGHASILAN. Oleh Iwan Sidharta, MM.

Transkripsi:

BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari Pengetahuan atas ketentuan perpajakan yang benar, sangat mutlak diperlukan oleh Wajib Pajak karena dengan pengetahuan itu Wajib Pajak akan dapat melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar pula. Bahkan Wajib Pajak dapat memanfaatkan ketentuan perpajakan itu sebagai suatu hal yang menguntungkan bagi dirinya. Paling tidak Wajib Pajak akan dapat memanfaatkan ketentuan yang membuat pemenuhan kewajiban perpajakannya menjadi sehemat mungkin dengan tidak melanggar ketentuan perpajakan itu sendiri. Dalam rangka meminimalkan beban pajak untuk masa mendatang, maka PT ANUGRAH SETIA LESTARI menerapkan perencanaan pajak penghasilan. Penerapan ini dimaksudkan agar transaksi-transaksi keuangan yang terjadi dapat disesuaikan dengan peraturan perpajakan yang berlaku sehingga rekonsiliasi yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan antara akuntansi komersil dan akuntasi fiskal dapat dilakukan dengan semestinya dan berkesinambungan. Meskipun PT Anugrah Setia Lestari telah melakukan perencanaan pajak dengan selalu memenuhi peraturan perpajakan yaitu dengan cara menghitung, memotong, dan menyetor pajak tepat waktu agar tidak dikenakan sanksi dan agar tidak dilakukan pemeriksaan, namun penulis menyimpulkan perencanaan pajak yang telah dilakukan oleh PT Anugrah Setia Lestari belum begitu maksimal karena dalam laporan rekonsiliasi 48

laba rugi fiskal ditemukan banyak koreksi positif atas akun biaya komersial yang menyebabkan laba perusahaan bertambah sehingga dengan bertambahnya laba tersebut menyebabkan bertambahnya jumlah Pajak Penghasilan Badan yang harus dibayar oleh perusahaan. Untuk mendapatkan laba fiskal dalam menghitung Pajak Penghasilan Badan, maka diperlukan suatu analisis atas biaya komersial untuk menentukan apakah biayabiaya komersial tersebut termasuk dalam biaya fiskal atau biaya non fiskal, dimana biaya non fiskal tersebut harus dilakukan koreksi positif. Dalam pengertian perpajakan ada dua macam koreksi fiskal, yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal positif adalah koreksi yang mengakibatkan peningkatan penghasilan yang diakibatkan pengurangan biaya yang diakui dalam laporan laba rugi komersial. Sedangkan koreksi fiskal negatif adalah koreksi yang mengakibatkan penurunan penghasilan yang diakibatkan oleh penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi komersial. Sebelum dilakukan koreksi fiskal, perlu dilakukan analisis terhadap objek pajak penghasilan dan biaya-biaya pada PT ANUGRAH SETIA LESTARI. Berikut ini bebanbeban yang telah dikeluarkan oleh PT ANUGRAH SETIA LESTARI secara umum dari tahun 2007 2009 adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan mengeluarkan biaya Gaji dan THR kepada karyawannya. Gaji tersebut diberikan kepada karyawannya berdasarkan golongan atau jabatan masing-masing karyawan, dan THR diberikan kepada karyawan dan buruhnya sekali dalam setahun. 49

2. Perusahaan melakukan pemberian pulsa kepada 3 orang karyawan dengan jabatan tertentu berupa biaya telepon sebesar Rp. 300.000,00 per bulan. Pemberian natura ini dibiayakan pada pos biaya listrik, air, dan telepon perusahaan yang juga digunakan untuk operasional perusahaan. 3. Biaya pemeliharaan dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai pemeliharaan peralatan kantor, pemeliharaan gedung, kendaraan bermotor perusahaan yang rusak dll. Untuk biaya pemeliharaan ini perusahaan menggunakan jasa dari pihak lain. 4. Biaya perlengkapan dan ATK dikeluarkan perusahaan untuk membeli perlengkapan kantor dan alat-alat tulis untuk keperluan kantor. 5. Biaya listrik, air, dan telepon dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai pemakaian listrik, air, dan telepon yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan. 6. Biaya Bahan Bakar Minyak dan tol dikeluarkan perusahaan sehubungan dengan operasi perusahaan dimasukan dalam akun beban pokok pendapatan. 7. Biaya entertainment berupa jamuan tamu dipakai perusahaan untuk menjamu pelanggan, maupun kolega-kolega bisnis perusahaan. 8. Biaya Rumah Tangga digunakan untuk keperluan pembelian rumah tangga kantor seperti air minum, pewangi ruangan, alat untuk kebersihan, tissue, dll 9. Perusahaan mengeluarkan biaya pengobatan karyawan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menanggung biaya pengobatan karyawan yang sakit ringan maupun yang dirawat dirumah sakit. 50

10. Perusahaan mengeluarkan biaya lain-lain, antara lain: biaya membeli parsel untuk klien, sumbangan untuk karyawan menikah atau meninggal, biaya sumbangan untuk membantu karyawan yang sedang mengalami musibah dan sumbangan kepada RT setempat untuk memeriahkan acara tujuh belas agustus atau acara-acara lainnya. IV.2 Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Laba Rugi dari Hasil Analisis Biaya Tabel IV.1 Koreksi Fiskal terhadap Laporan Laba Rugi Dari Hasil Analisis Biaya Tahun 2007 PT ANUGRAH SETIA LESTARI REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2007 (Dalam Rupiah) Keterangan Komersial Koreksi Penulis Perusahaan PENDAPATAN Pendapatan usaha 5,884,659,100 5,884,659,100 5,884,659,100 Beban Pokok Pendapatan (4,265,884,129) (4,265,884,129) (4,265,884,129) Laba Kotor 1,618,774,971 1,618,774,971 1,618,774,971 Biaya Usaha Biaya gaji dan tunjangan (627,780,550) (627,780,550) (627,780,550) Biaya PPh Pasal 21 (34,138,800) 34,138,800 0 0 Biaya PPh Pasal 23 (27,500,000) 27,500,000 0 0 Biaya pemeliharaan (139,726,829) 21,625,000 (118,101,829) (139,726,829) Biaya perlengkapan dan ATK (15,684,400) (15,684,400) (15,684,400) Biaya air, listrik, dan telepon (38,165,900) 5,400,000 (32,765,900) (38,165,900) Biaya makan dan minum karyawan (20,534,000) 20,534,000 0 (20,534,000) Biaya entertainment (23,590,290) 23,590,290 0 0 51

Biaya keamanan dan kebersihan (3,124,500) 3,124,500 0 (3,124,500) Biaya Rumah Tangga Kantor (12,156,847) 12,156,847 0 (12,156,847) Biaya kesehatan karyawan (14,750,000) 14,750,000 0 (14,750,000) Biaya penyusutan (123,130,650) (123,130,650) (123,130,650) Biaya lain-lain (14,661,278) 14,661,278 0 0 Total Biaya (1,094,944,044) (917,463,329) (995,053,676) PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN Pendapatan lain-lain 69,087,500 (69,087,500) 0 0 Beban Lain-lain (32,600,570) 13,817,500 (18,783,070) (32,600,570) 36,486,930 18,783,070 (32,600,570) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 560,317,857 720,094,712 591,120,725 PPh Tahun 2007* Laba Setelah Pajak Penghasilan (150,595,100) 409,722,757 (198,528,200) 521,566,512 (159,836,000) 431,284,725 *PPh Badan Tahun 2007 yang terhutang setelah dikoreksi fiskal didapat dari : 10% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00 15% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00 30% x Rp. 620.094.000,00 = Rp. 186.028.200,00 Rp. 198.528.200,00 Sedangkan pajak terhutang tahun 2007 menurut PT Anugrah Setia Lestari adalah sebesar Rp. 159.836.000,00 didapat dari koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan sehingga penghasilan kena pajaknya menjadi lebih besar, yaitu sebesar Rp. 591.120.000,00. Berikut ini merupakan rincian koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan untuk penghasilan yang kena pajak berakhir tanggal 31 Desember 2007. 52

Laba (Rugi) bersih sebelum pajak Rp. 560.317.857,00 Koreksi Positif: Biaya PPh Pasal 21 Rp. 34.138.800,00 Biaya PPh Pasal 23 Rp. 27.500.000,00 Biaya entertainment Rp. 23.590.290,00 Biaya lain lain Rp. 14.661.278,00 Koreksi Negatif: Pendapatan Lain lain Rp. (69.087.500,00) Laba Kena Pajak (Pembulatan) Rp. 591.120.000,00 Perhitungan PPh Badan : 10% x Rp 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00 15% x Rp 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00 30% x Rp 491.120.000,00 = Rp. 147.336.000,00 Rp 159.836.000,00 53

Tabel IV.2 Koreksi Fiskal terhadap Laporan Laba Rugi Dari Hasil Analisis Biaya Tahun 2008 PT ANUGRAH SETIA LESTARI REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2008 (Dalam Rupiah) PENDAPATAN Komersial Koreksi Penulis Perusahaan Pendapatan usaha 6,210,874,600 6,210,874,600 6,210,874,600 Beban Pokok Pendapatan (4,294,420,952) (4,294,420,952) (4,294,420,952) Laba Kotor 1,916,453,648 1,916,453,648 1,916,453,648 Biaya Usaha Biaya gaji dan tunjangan (660,205,350) (660,205,350) (660,205,350) Biaya PPh Pasal 21 (36,837,100) 36,837,100 0 0 Biaya PPh Pasal 23 (29,127,500) 29,127,500 0 0 Biaya pemeliharaan (133,522,180) 23,500,000 (110,022,180) (133,522,180) Biaya perlengkapan dan ATK (19,865,030) (19,865,030) (19,865,030) Biaya air, listrik, dan telepon (42,500,650) 5,400,000 (37,100,650) (42,500,650) Biaya makan dan minum karyawan (21,639,700) 21,639,700 0 (21,639,700) Biaya entertainment (22,462,387) 22,462,387 0 0 Biaya keamanan dan kebersihan (3,250,000) 3,250,000 0 (3,250,000) Biaya Rumah Tangga Kantor (13,765,500) 13,765,500 0 (13,765,500) Biaya kesehatan karyawan (16,850,000) 16,850,000 0 (16,850,000) Biaya penyusutan (137,435,050) (137,435,050) (137,435,050) Biaya lain-lain (17,545,460) 17,545,460 0 0 Total Biaya (1,155,005,907) (964,628,260) (1,049,033,460) PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN Pendapatan lain-lain 62,780,775 (62,780,775) 0 0 Beban Lain-lain (30,638,388) 12,556,155 (18,082,233) (30,638,388) 32,142,387 (18,082,233) (30,638,388) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 793,590,128 933,743,155 836,781,800 PPh tahun 2008* Laba Setelah Pajak Penghasilan (220,577,000) 573,013,128 (262,622,900) 671,120,255 (233,534,300) 603,247,500 54

*PPh Badan Tahun 2008 yang terhutang setelah dikoreksi fiskal didapat dari : 10% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00 15% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00 30% x Rp. 833.743.000,00 = Rp 250.122.900,00 Rp. 262.622.900,00 Pajak terhutang tahun 2008 menurut PT Anugrah Setia Lestari adalah sebesar Rp 233.534.300,00 didapat dari koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan sehingga penghasilan kena pajaknya menjadi lebih besar, yaitu sebesar Rp. 836.781.000,00. Berikut ini merupakan rincian koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan untuk penghasilan yang kena pajak berakhir tanggal 31 Desember 2008. Laba (Rugi) bersih sebelum pajak Rp. 793.590.128,00 Koreksi Positif: Biaya PPh Pasal 21 Rp. 36.837.100,00 Biaya PPh Pasal 23 Rp. 29.127.500,00 Biaya entertainment Rp. 22.462.387,00 Biaya lain lain Rp. 17.545.460,00 Koreksi Negatif: Pendapatan Lain lain Rp. (62.780.775,00) Laba Kena Pajak (Pembulatan) Rp. 836.781.000,00 55

Perhitungan PPh Badan : 10% x Rp 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00 15% x Rp 50.000.000,00 = Rp. 7.500.000,00 30% x Rp 736.781.000,00 = Rp. 221.034.300,00 Rp 233.534.300,00 Tabel IV.3 Koreksi Fiskal terhadap Laporan Laba Rugi Dari Hasil Analisis Biaya Tahun 2009 PT ANUGRAH SETIA LESTARI REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2009 (Dalam Rupiah) PENDAPATAN Komersial Koreksi Penulis Perusahaan Pendapatan usaha 6,880,828,400 6,880,828,400 6,880,828,400 Beban Pokok Pendapatan (4,562,089,805) (4,562,089,805) (4,562,089,805) Laba Kotor 2,318,738,595 2,318,738,595 2,318,738,595 Biaya Usaha Biaya gaji dan tunjangan (682,428,550) (682,428,550) (682,428,550) Biaya PPh Pasal 21 (37,649,200) 37,649,200 0 0 Biaya PPH Pasal 23 (32,489,000) 32,489,000 0 (32,489,000) Biaya pemeliharaan (140,170,300) 26,127,000 (114,043,300) (140,170,300) Biaya perlengkapan dan ATK (16,640,910) (16,640,910) (16,640,910) Biaya air, listrik, dan telepon (45,120,700) 5,400,000 (39,720,700) (45,120,700) Biaya makan dan minum karyawan (24,179,800) 24,179,800 0 (24,179,800) Biaya entertainment (24,682,150) 24,682,150 0 0 Biaya keamanan dan kebersihan (3,412,500) 3,412,500 0 (3,412,500) Biaya Rumah Tangga Kantor (11,710,850) 11,710,850 0 (11,710,850) 56

Biaya penyusutan (135,814,250) (135,814,250) (135,814,250) Biaya kesehatan karyawan (13,925,000) 13,925,000 0 (13,925,000) Biaya lain-lain (18,105,126) 18,105,126 0 0 Total Biaya (1,186,328,336) (988,647,710) (1,105,891,860) PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN Pendapatan lain-lain 66,129,720 (66,129,720) 0 0 Beban Lain-lain (30,018,373) 13,225,944 (16,792,429) (30,018,373) Laba Sebelum Pajak Penghasilan PPh Tahun 2009* Laba Setelah Pajak Penghasilan 36,111,347 (16,792,429) (30,018,373) 1,168,521,606 1,313,298,456 1,182,828,362 (213,065,020) (239,463,348) (215,673,778) 955,456,586 1,073,835,108 967,154,584 *PPh Badan tahun 2009 yang terutang setelah dikoreksi fiskal didapat dari : PKP Fasilitas = Rp. 4,8 Milyar / Rp. 6.880.828.400,00 x Rp. 1.313.298.456,00 = Rp. 916.144.427,00 Non Fasilitas = Rp. 1.313.298.456,00 Rp. 916.144.427,00 = Rp. 397.154.030,00 PPh Terutang 14% x Rp. 916.144.427,00 = Rp. 128.260.220,00 28% x Rp. 397.154.030,00 = Rp. 111.203.128,00 Rp. 239.463.348,00 57

Dikarenakan peredaran bruto PT Anugrah Setia Lestari lebih dari Rp. 4,8 Milyar tetapi tidak melebihi Rp. 50 Milyar, maka PKP yang mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% hanya bagian peredaran bruto sanpai dengan Rp. 4,8 Milyar. Pajak terutang tahun 2009 menurut PT Anugrah Setia Lestari sebesar Rp. 215.673.778,00 didapat dari koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan sehingga penghasilan kena pajaknya menjadi lebih besar yaitu sebesar Rp. 1.182.828.362,00. Berikut ini merupakan rincian koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan untuk penghasilan kena pajak yang berakhir tanggal 31 Desember 2009: Laba (Rugi) bersih sebelum pajak Rp. 1.168.521.606,00 Koreksi Positif: Biaya PPh Pasal 21 Rp. 37.649.200,00 Biaya Lain-Lain Rp. 18.105.126,00 Biaya entertainment Rp. 24.682.150,00 Koreksi Negatif: Pendapatan Lain-Lain Rp. ( 66.129.720,00) Laba Kena Pajak Rp. 1.182.828.362,00 PKP Fasilitas = Rp. 4,8 Milyar / Rp. 6.880.828.400,00 x Rp. 1.182.828.362,00 = Rp. 825.129.738,00 Non Fasilitas = Rp. 1.182.828.362,00 - Rp. 825.129.738,00 = Rp. 357.698.624,00 58

PPh Terutang 14% x Rp. 825.129.738,00 = Rp. 115.518.163,00 28% x Rp. 357.698.624,00 = Rp. 100.155.615,00 Rp. 215.673.778,00 Besarnya koreksi fiskal terhadap laporan laba rugi PT Anugrah Setia Lestari untuk tahun 2007,2008, dan 2009 adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan usaha Pendapatan usaha merupakan kegiatan utama perusahaan dalam memperoleh penghasilan. Pendapatan usaha berupa jasa yang diberikan perusahaan, yaitu: jasa pengangkutan barang (trucking). Perusahaan memilih metode accrual basis sebagai metode pengakuan pendapatan karena sebagian besar kegiatan pembayaran atas pemberian jasa perusahaan dilakukan secara kredit. Menurut pajak, penghasilan diakui dengan metode accrual basis, sehingga perusahaan telah melakukan penerapan metode pengakuan pendapatan sesuai dengan ketentuan perpajakan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, PT Anugrah Setia Lestari telah melaporkan pendapatan atas pemberian jasa didalam SPT Masa PPN dan hasilnya sesuai dengan Undang-undang Perpajakan sehingga tidak perlu dilakukan koreksi fiskal atas pendapatan tersebut. Pendapatan atas pemberian jasa untuk tahun 2007 2009 antara lain sebagai berikut: 59

2007 2008 2009 Bulan Pendapatan PPN Pendapatan PPN Pendapatan PPN Jan 567,100,850 56,710,085 518,085,400 51,808,540 598,497,200 59,849,720 Feb 503,842,500 50,384,250 508,487,000 50,848,700 558,484,150 55,848,415 Mar 485,739,100 48,573,910 498,965,250 49,896,525 560,748,500 56,074,850 Apr 486,549,300 48,654,930 513,763,200 51,376,320 532,914,000 53,291,400 Mei 495,082,600 49,508,260 502,786,400 50,278,640 548,326,600 54,832,660 Jun 451,863,700 45,186,370 491,638,600 49,163,860 510,748,050 51,074,805 Jul 464,395,200 46,439,520 487,650,700 48,765,070 581,772,100 58,177,210 Ags 474,086,400 47,408,640 498,531,800 49,853,180 592,423,000 59,242,300 Sep 490,974,050 49,097,405 507,475,400 50,747,540 593,420,100 59,342,010 Okt 488,249,900 48,824,990 527,469,750 52,746,975 580,132,800 58,013,280 Nov 468,627,500 46,862,750 560,178,500 56,017,850 595,146,250 59,514,625 Des 508,148,000 50,814,800 595,842,600 59,584,260 628,215,650 62,821,565 Total 5,884,659,100 588,465,910 6,210,874,600 621,087,460 6,880,828,400 688,082,840 2. Biaya Gaji dan Tunjangan Biaya Gaji dan Tunjangan dikeluarkan perusahaan untuk membayar gaji, bonus, tunjangan kepada karyawan sesuai dengan golongan atau jabatan masing-masing karyawan. Atas biaya gaji dan tunjangan ini tidak perlu dikoreksi karena sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 (a) Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008 tentang biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Biaya gaji dan tunjangan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, seperti: biaya gaji, upah, honorium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang tidak perlu dikoreksi karena biaya-biaya tersebut dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. 60

3. Biaya PPh Pasal 21 Berdasarkan UU PPh Pasal 9 ayat 1 (h) yaitu mengenai pajak penghasilan yang bukan merupakan pengurang penghasilan bruto. Dalam hal ini perusahaan menanggung PPh Pasal 21 karyawannya, maka atas biaya PPh Pasal 21 tersebut harus dilakukan koreksi secara keseluruhan karena PPh Pasal 21 bukan merupakan biaya fiskal. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah sebesar Rp. 34.138.800,00 untuk tahun 2007, Rp. 36.837.100,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 37.649.200,00 untuk tahun 2009. 4. Biaya PPh Pasal 23 Pada tahun 2007, 2008, dan 2009 perusahaan menggunakan jasa teknik untuk melakukan perbaikan kendaraan usaha yang rusak. Oleh karena itu perusahaan memotong PPh Pasal 23 atas jasa dan membiayakan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut. Berdasarkan Undang-undang PPh Pasal 9 ayat 1 (h) pemotongan PPh Pasal 23 tersebut tidak dapat dibiayakan. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah sebesar Rp. 27.500.000,00 untuk tahun 2007, Rp. 29.127.500,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 32.489.000,00 untuk tahun 2009. 5. Biaya Pemeliharaan Biaya pemeliharaan dikeluarkan perusahaan untuk pemeliharaan kendaraan bermotor yang dapat dibawa pulang, pemeliharaan gedung, dan pemeliharaan peralatan kantor. Atas biaya pemeliharaan kendaraan, perusahaan mencatat pengeluaran atas perbaikan dan perawatan kendaraan operasional perusahaan yang rusak. Biaya ini perlu dikoreksi sebesar 50% karena mulai 18 April 2002 61

berdasarkan KEP-220/PJ/2002 tentang perlakukan pajak penghasilan atas kendaraan perusahaan dan semua aktiva tetap perusahaan yang dapat dibawa pulang, dan bisa menjadi pengurang penghasilan bruto sebesar 50%, sehingga biaya pemeliharaan kendaraan dikoreksi positif 50% sebesar Rp. 21.625.000,00 untuk tahun 2007, Rp. 23.500.000,00 untuk tahun 2008, dan Rp 26.127.000,00 untuk tahun 2009. 6. Biaya Perlengkapan dan ATK Biaya pelengkapan dan alat tulis kantor dikeluarkan oleh perusahaan untuk membeli perlengkapan kantor dan alat-alat tulis untuk keperluan kantor, materai, dan perangko. Biaya perlengkapan dan alat tulis kantor tidak perlu dikoreksi karena biaya tersebut dikeluarkan untuk pekerjaan dan dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto. 7. Biaya air, listrik, dan telepon Biaya air, listrik dan telepon adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar pemakaian listrik, air, dan telepon untuk kegiatan operasional perusahaan. Atas biaya air dan listrik perusahaan tidak perlu melakukan koreksi karena biaya tersebut seluruhnya digunakan untuk kegiatan usaha perusahaan. Tetapi dalam biaya telepon, perusahaan harus melakukan koreksi positif sebagian karena perusahaan menanggung pulsa handphone dari tiga orang pemegang saham sebesar Rp. 300.000,00 perbulan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak nomor 138/KMK.03/2002 menyatakan atas biaya pengisian pulsa atau perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan 62

perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian pulsa dalam tahun pajak yang bersangkutan. Adapun besarnya koreksi setiap tahunnya atas biaya telepon dari tahun 2007 2009 tersebut adalah sebesar Rp. 10.800.000,00 yang didapat dari: Rp. 300.000,00/bulan x 3 orang = Rp. 900.000,00/bulan Rp. 900.000,00/bulan x 12 bulan = Rp. 10.800.000,00 8. Biaya makan dan minum karyawan Biaya makan dan minum karyawan ini diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan sehingga tidak dapat dikurangkan dalam menghitung pajak penghasilan yang terutang. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008 yaitu yang tidak boleh dikurangkan adalah penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan kenikmatan. Makanan dan minuman tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto karena biaya ini termasuk biaya yang bersifat grey area yang tidak termasuk didalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan. Grey Area normal dalam bisnis tetapi berpotensi untuk dilakukan koreksi positif karena makanan dan minuman berbentuk natura atau kenikmatan hanya bisa dinikmati oleh pegawai tertentu, misalnya karyawan yang lembur diberikan makanan. Sehingga untuk makan dan minum perlu dilakukan koreksi positf dengan rincian sebagai berikut: - Tahun 2007 dikoreksi sebesar Rp. 20.534.000,00 63

- Tahun 2008 dikoreksi sebesar Rp. 21.639.700,00 - Tahun 2009 dikoreksi sebesar Rp. 24.179.800,00 9. Biaya Entertainment Perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif atas biaya entertainment karena atas biaya yang dibebankan tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang memadai terkait dengan biaya tersebut. Dalam hal ini perusahaan tidak membuatkan daftar nominatif atas biaya entertainment tersebut sehingga biayabiaya tersebut dianggap fiktif. Berdasarkan SE-27/PJ.22/1986 yang menyatakan biaya entertainment, representasi, jamuan tamu, dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan obyek PPh dan tidak terkena PPh Final dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dengan syarat dibuatkan daftar nominatif dan dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh. Oleh karena itu, biaya entertainment harus dikoreksi adalah sebesar Rp. 23.590.290,00 untuk tahun 2007, Rp. 22.462.387,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 24.682.150,00 untuk tahun 2009. 10. Biaya keamanan dan kebersihan Setiap bulannya perusahaan membayar iuran biaya keamanan dan kebersihan kepada petugas yang diperkerjakan oleh RT di lingkungan setempat. Sebenarnya biaya ini bisa menjadi biaya fiskal karena biaya tersebut masih berkaitan dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (Pasal 6 ayat (1) UU PPh tetapi apabila biaya tersebut dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang rinci dan jelas. Atas biaya ini, maka perusahaan harus mengkoreksi seluruhnya. 64

Adapun rincian koreksi atas biaya keamanan dan kebersihan adalah sebagai berikut: - Tahun 2007 dikoreksi sebesar Rp. 3.124.500,00. - Tahun 2008 dikoreksi sebesar Rp. 3.250.000,00. - Tahun 2009 dikoreksi sebesar Rp. 3.412.500,00. 11. Biaya Rumah Tangga Kantor Biaya rumah tangga kantor dikeluarkan perusahaan untuk keperluan pembelian rumah tangga kantor, seperti: air minum, pewangi ruangan, alat untuk kebersihan, dan lain lain. Biaya ini tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto karena menurut Peraturan Perpajakan, biaya-biaya ini termasuk biaya yang bersifat grey area yang tidak termasuk didalam pasal 6 ayat 1 Undang-undang Pajak Penghasilan tentang biaya-biaya yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto sehingga berpotensi untuk dilakukan koreksi fiskal positif. Grey area dalam hal ini merupakan suatu masalah deductability pengeluaran didalam pajak penghasilan. Salah satu masalah deductability pengeluaran adalah biaya rumah tangga. Koreksi fiskal positif yang dilakukan untuk Tahun 2007, 2008, dan 2009 adalah - Tahun 2007 dikoreksi sebesar Rp. 12.156.847,00 - Tahun 2008 dikoreksi sebesar Rp. 13.765.500,00 - Tahun 2009 dikoreksi sebesar Rp. 11.710.850,00 65

12. Biaya Kesehatan Karyawan Perusahaan menanggung pengobatan karyawannya yang sakit, baik yang sakit ringan maupun dirawat dirumah sakit. Selain itu, perusahaan menetapkan biaya pengobatan dengan sistem reimbursement, dimana setiap karyawannya dapat meminta penggantian atas pengobatan yang dilakukan dirumah sakit/klinik/apotik lain dengan cara menunjukkan kwitansi permbayaran atas biaya pengobatan tersebut. Kwitansi ini harus dilengkapi dengan nama karyawan, jumlah nominal biaya pengobatan, nama dan tanda tangan dokter, nama dan jenis penyakit, nama dan alamat serta stempel rumah sakit/apotik/klinik. Dilihat dari sudut pandang perpajakan biaya ini harus dikoreksi seluruhnya karena merupakan pemberian natura/kenikmatan kepada karyawan sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, sehingga atas biaya tersebut harus dilakukan koreksi sebesar Rp. 14.750.000,00 untuk tahun 2007, Rp. 16.850.000,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 13.925.000,00 untuk tahun 2009. 13. Biaya lain-lain merupakan akun yang mencatat pengeluaran lain lain perusahaan, seperti: biaya membeli parsel untuk klien, sumbangan untuk karyawan menikah atau meninggal, biaya sumbangan untuk membantu karyawan yang sedang mengalami musibah dan sumbangan kepada RT setempat untuk memeriahkan acara tujuh belas agustus atau acara-acara lainnya. Atas biaya tersebut perusahaan tidak dapat merinci isi dari biaya lain-lain (tidak memiliki daftar nominatif). Sumbangan yang dapat dijadikan biaya fiskal antara lain adalah sumbangan yang memenuhi pengecualian dari pasal 9 ayat 1 huruf g UU PPh, sumbangan 66

yang diberikan oleh Wajib Pajak dalam rangka bantuan kemanusiaan untuk bencana alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 609/PMK.03/2004 dan bencana gempa bumi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Provinsi Jawa Tengah serta gempa bumi dan tsunami di Pesisir Pantai Selatan Pulau Jawa sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 94/PMK.03/2006, serta sumbangan dalam rangka bantuan GNOTA sesuai SE-33/PJ.421/1996. Oleh karena itu, biaya lainlain dikoreksi positif dengan rincian sebagai berikut: - Tahun 2007 dikoreksi sebesar Rp. 14.661.278,00 - Tahun 2008 dikoreksi sebesar Rp. 17.545.460,00 - Tahun 2009 dikoreksi sebesar Rp. 18.105.126,00 14. Beban Lain-lain Beban lain-lain yang ditanggung oleh perusahaan adalah beban bunga dan administrasi bank. Beban bunga merupakan beban yang dikenakan atas pendapatan jasa giro yang sudah dikenakan PPh final. Oleh karena itu, biaya pajak atas pendapatan jasa giro tersebut tidak diperbolehkan untuk dijadikan biaya oleh perusahaan. Dengan demikian, perusahaan harus mengkoreksi fiskal positif sebesar 20% dari pendapatan bunga (Pendapatan jasa giro x tarif PPh final 20%) sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001. Besarnnya koreksi yang harus dilakukan adalah sebesar: Tahun 2007: Rp. 69.087.500,00 x 20% = Rp. 13.817.500,00 67

Tahun 2008: Rp. 62.780.775,00 x 20% = Rp. 12.556.155,00 Tahun 2009: Rp. 66.129.720,00 x 20% = Rp. 13.225.944,00 Selain melakukan koreksi fiskal positif, dari laporan rekonsiliasi laba rugi diatas juga terdapat koreksi fiskal negatif, yaitu: 1. Pendapatan Lain-lain Pendapatan lain-lain perusahaan didapat dari pendapatan jasa giro bank dan pendapatan bunga deposito. Atas hal ini, perusahaan harus melakukan koreksi fiskal negatif atas jasa giro yang diterimanya. Berdasarkan PP 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2000 menyatakan bahwa atas jasa giro dan bunga deposito merupakan penghasilan yang dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat 2. Dengan demikian, perusahaan harus mengkoreki pendapatan ini karena sudah dikenakan pajak final. Besarnya koreksi negatif yang dilakukan adalah Rp. 69.087.500,00 untuk tahun 2007, Rp. 62.780.775,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 66.129.373,00 untuk tahun 2009. 68

IV.3 Perencanaan Pajak yang dapat diterapkan Pada PT Anugrah Setia Lestari Undang-undang perpajakan dan segala peraturannya berkembang secara dinamis seiring dengan kondisi perekonomian yang selalu berubah-ubah. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak selalu berusaha mempersempit celah bagi wajib pajak untuk melalukan penghindaran pajak, baik secara legal (tax avoidance) maupun secara tidak legal (tax evasion) dengan cara merevisi undang-undang dan peraturan perpajakan yang ada. Oleh karena itu perusahaan yang sebagai wajib pajak harus benar-benar memperhatikan peraturan perpajakan yang berlaku sebelum melakukan perencanaan pajak agar terhindar dari sanksi - sanksi perpajakan. Setelah dilakukan koreksi fiskal terdapat perbedaan laba sebelum pajak, dimana jumlah yang dihasilkan semakin meningkat. Untuk dapat mengatasi kenaikan laba maka biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan harus dapat dijadikan sebagai biaya pengurang bruto (biaya fiskal). Perencanaan pajak yang akan dilakukan tentu saja menggunakan cara-cara yang legal dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari sanksi-sanksi perpajakan maupun dengan melihat setiap celah-celah yang ada didalam peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Perencanaanperencanaan yang mungkin dapat diterapkan oleh perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Mengingat adanya perbedaan antara perlakuan akuntansi secara komersial dengan perlakuan akuntansi secara fiskal, maka sebaiknya perusahaan dalam 69

menentukan besarnya pajak penghasilan terhutang tidak hanya mengandalkan laporan keuangan komersial saja. Sebaiknya perusahaan membuat laporan keuangan fiskal yang sudah melalui tahap koreksi fiskal yang didasarkan pada Undang-undang perpajakan yang berlaku saat sekarang agar dapat dilalukan perencanaan pajak yang tepat dan efektif. 2. Selama ini PT Anugrah Setia Lestari belum memiliki karyawan yang benarbenar menguasai dan memahami perpajakan sehingga yang menangani masalah perpajakan hanya staf keuangan yang tidak memiliki keahlian khusus dibidang perpajakan. Sebaiknya untuk meningkatkan kualitas pelaporan perpajakan serta tetap menjaga efesiensi pembayaran pajak, maka perusahaan harus memiliki karyawan professional yang ahli dalam bidang perpajakan atau menggunakan jasa professional konsultan akuntansi. 3. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka kesejahteraan karyawan. Karyawan merupakan salah satu aset penting dalam perusahaan. Karena itu, tidak heran bahwa setiap perusahaan mengeluarkan biaya tambahan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Tapi perlu diperhatikan bahwa tidak semua biaya dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Karena itu, sebaiknya perusahaan mengupayakan semaksimal mungkin untuk memberikan kesejahteraan kepada karyawannya dalam bentuk tunjangan karena biaya ini merupakan biaya fiskal yang sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh. 70

a. Biaya kesehatan karyawan Perusahaan menetapkan sistem reimbursement dalam hal biaya kesehatan karyawan, dimana biaya ini harus dilakukan koreksi fiskal positif karena merupakan pemberian natura/kenikmatan kepada karyawan sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah Rp. 14.750.000,00 untuk tahun 2007, Rp. 16.850.000,00 untuk tahun 2008, dan Rp. 13.925.000,00 untuk tahun 2009. Untuk itu perencanaan pajak seharusnya dilakukan oleh perusahaan adalah dengan memberikan tunjangan kesehatan bagi karyawannya. Bagi karyawannya tunjangan ini bisa menjadi tambahan penghasilan (take home pay) sesuai dengan KEP-545/PJ/2000 dan bagi perusahaan bisa menjadi pengurang penghasilan bruto (deductible expense) sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 (a) UU PPh. b. PPh Pasal 21 Selama ini perusahaan menanggung PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawannya yang menurut Undang Undang Perpajakan hal itu tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan sesuai dengan Undang-Undang PPh Pasal 9 ayat 1 (h). Sebenarnya bagi perusahaan, PPh Pasal 21 yang ditanggung seluruhnya oleh perusahaan ini akan memberatkan perusahaan karena perusahaan selain membayar PPh Pasal 21 tanpa dipotong dari jumlah gaji karyawan, PPh Pasal 21 juga bukan merupakan biaya fiskal yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang karyawan, PPh Pasal 21 yang ditanggung seluruhnya oleh perusahaan akan meringankan beban 71

karyawan karena gaji yang akan dibawa pulang oleh karyawan tidak harus dipotong PPh Pasal 21. Perencanaan yang sebaiknya dilakukan perusahaan adalah dengan cara melakukan gross up. Artinya, perusahaan memberikan tunjangan pajak sebesar jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dan menjadikannys sebagai penambah penghasilan bruto karyawan yang akan dipotong PPh Pasal 21 sesuai KEP-545/PJ/2000 pasal 5 tanggal 29-12-2000. Metode ini akan menguntungkan bagi pihak karyawan maupun perusahaan karena jumlah pendapatan yang dibawa pulang karyawan besar tanpa dipotong pajak, sedangkan bagi perusahaan pemberian tunjangan pajak tersebut dapat menjadi biaya fiskal sehingga dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 (a) UU PPh. Mengacu pada Djuanda dan Lubis (2006), rumus metode gross up untuk menentukan besarnya tunjangan pajak adalah sebagai berikut : (masih berdasarkan ketentuan di UU PPh yang lama) 1. Lapisan I Untuk PKP antara Rp. 0 s/d Rp. 25.000.000,00 Tunjangan PPh = (PKP setahun x 5%) / 0.95 2. Lapisan II Untuk PKP diatas Rp. 25.000.000,00 s/d Rp. 50.000.000,00 Tunjangan PPh ={(PKP setahun x 10%) Rp. 1.250.000,00} / 0.90 3. Lapisan III Untuk PKP diatas Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 100.000.000,00 Tunjangan PPh = {(PKP setahun x 15%) Rp. 3.750.000,00} / 0.85 72

4. Lapisan IV Untuk PKP diatas Rp. 100.000.000,00 s/d Rp. 200.000.000,00 Tunjangan PPh = {(PKP setahun x 25%) Rp. 13.750.000,00} / 0.75 5. Lapisan V Untuk PKP diatas Rp. 200.000.000,00 Tunjangan PPh = {(PKP setahun x 35%) Rp. 33.750.000,00} / 0.65 Contoh perhitungan PPh Pasal 21 dengan perencanaan pajak berupa Tunjangan Pajak: Bapak Herri merupakan staff pada PT Anugrah Setia Lestari yang memperoleh gaji Rp. 4.000.000,00. Bapak Herri telah bekerja dengan masa kerja 3 (tiga) tahun dan memiliki status (K/2). Selama setahun, Bapak Herri menerima Tunjangan berupa Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar 1 bulan gaji yaitu Rp. 4.000.000,00. Setelah perencanaan pajak, perusahaan memberikan tunjangan pajak sebesar jumlah yang harus dibayar dan tunjangan kesehatan Rp. 250.000,00/bulan. Besarnya tunjangan pajak dengan perhitungan metode gross up adalah sebesar Rp. 2.711.556,00, dengan rincian sebagai berikut: Gaji setahun Rp. 48.000.000,00 THR Rp. 4.000.000,00 Tunjangan Kesehatan Rp. 3.000.000,00 Total Penghasilan Bruto setahun Rp. 55.000.000,00 73

Biaya Jabatan max Rp. 1.296.000 (Rp 1.296.000,00) Total Penghasilan Neto setahun Rp. 53.704.000,00 PTKP Tahun 2007 (K/2) (Rp. 16.800.000,00) Penghasilan Kena Pajak RP. 36.904.000,00 Gross up: Penghasilan kena pajak Rp. 36.904.000,00 masuk kedalam lapisan ke-2 Lapisan ke-2 ={(PKP setahun x 10%) Rp. 1.250.000,00} / 0.90 Tunjangan Pajak = (Rp. 36.904.000,00 x 10%) Rp. 1.250.000,00 0.90 = Rp. 2.711.556,00 74

Tabel IV.4 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan Perencanaan Pajak berupa Tunjangan Keterangan Gaji Tunjangan Hari Raya Tunjangan Kesehatan Tunjangan Pajak Total Penghasilan Bruto Biaya Jabatan 5%, max Rp. 1.296.000,00 Penghasilan Neto PTKP Sebelum Perencanaan (Rupiah) 48.000.000,00 4.000.000,00 52.000.000,00 (1.296.000,00) 50.704.000,00 16.800.000,00 Setelah Perencanaan (Rupiah) 48.000.000,00 4.000.000,00 3.000.000,00 2.711.556,00 57.711.556,00 (1.296.000,00) 56.415.556,00 16.800.000,00 PKP 33.904.000,00 39.615.556,00 Tarif: 5% x Rp. 25.000.000,00 10% x Rp. 8.904.000,00 10% x Rp. 14.615.556,00 Total PPh Perkiraan penghematan PPh Badan: Dari tunjangan kesehatan x 30% 1.250.000,00 890.400,00 2.140.400,00 1.250.000,00 1.461.556,00 2.711.556,00 Dari tunjangan Pajak x 30% 1.200.000,00 813.467,00 Selisih lebih pembayaran PPh Pasal 25 2.013.467,00 Selisih lebih pembayaran PPh Pasal 21 (2.711.556 2.140.400) (571.156,00) Penghematan Beban Pajak 1.442.311,00 75

Dari perhitungan PPh Pasal 21 diatas diketahui tunjangan PPh didapat dari formulasi gross up lapisan II. Dengan adanya perencanaan pajak berupa metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang besarnya sama besar dengan jumlah yang dipotong dari karyawan (gross up method) dapat menghasilkan penghematan sebesar Rp. 1.442.331,00. Dengan menggunakan metode ini, perusahaan dapat membebankan biaya tunjangan tersebut sebagai deductible expense, sehingga dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Dengan ketentuan, selama didukung adanya penjurnalan didalam pembukuan perusahaan serta tercantum dalam slip gaji karyawan. 4. Transaksi yang berhubungan dengan withholding tax Dalam menggunakan jasa pihak ketiga, perusahaan tidak pernah melakukan pemotongan PPh Pasal 23, seperti jasa pemeliharaan peralatan kantor, pemeliharaan gedung, kendaraan bermotor perusahaan yang rusak yang digunakan perusahaan ditahun 2007, 2008, dan 2009. Pada prinsipnya, perusahaan sebagai wajib pajak badan berkewajiban melakukan pemotongan pajak atas withholding tax tersebut. Perencanaan yang dapat dilakukan perusahaan adalah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan cara memberikan tunjangan dengan metode gross up. Dengan metode ini, maka perusahaan harus menggross up besarnya penghasilan atas jasa terlebih dahulu kemudian dari hasil penghasilan jasa setelah di gross up, dikalikan dengan tarif tunjangan pajak. Tarif tunjangan dengan metode ini disesuaikan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-70/PJ/2007 yang 76

mengatur mengenai jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan neto atas jasa tehnik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang atas imbalannya dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU PPh. a. Evaluasi perhitungan dengan menggunakan metode gross up untuk transaksi yang berkaitan dengan withholding tax (PPh Pasal 23) Tabel IV.5 Evaluasi Metode Gross Up transaksi Withholding Tax Tahun 2007 (Rupiah) Keterangan Sebelum Setelah Perencanaan Perencanaan Jasa pemeliharaan kendaraan 43,250,000 Jasa pemeliharaan peralatan kantor 16,308,500 Jasa pemeliharaan gedung 80,168,329 Total biaya 139,726,829 Gross up: Rp. 43,250,000 / 0.94 46,010,638 Rp. 16,308,500 / 0.94 17,349,468 Rp. 80,168,329 / 0.94 85,285,456 Total gross up 148,645,563 PPh Pasal 23 yang harus disetor: tarif 6% atas jasa pemeliharaan kendaraan 2,595,000 2,760,638 tarif 6% atas jasa pemeliharaan peralatan 978,510 1,040,968 tarif 6% atas jasa pemeliharaan gedung 4,810,100 5,117,127 Total PPh Pasal 23 yang harus disetor 8,383,610 8,918,734 Pengurangan PPh Badan karena biaya 139,726,829 148,645,563 Selisih kurang PPh Badan: 30% x (Rp. 148,645,563 - Rp. 139,726,829) 2,675,620 Selisih lebih pembayaran PPh Pasal 23: (Rp. 8,918,734 - Rp. 8,383,610) (535,124) Penghematan Beban Pajak 2,140,496 77

Tabel IV.6 Evaluasi Metode Gross Up transaksi Withholding Tax Tahun 2008 (Rupiah) Keterangan Sebelum Setelah Perencanaan Perencanaan Jasa pemeliharaan kendaraan 47,000,000 Jasa pemeliharaan peralatan kantor 19,084,250 Jasa pemeliharaan gedung 67,437,930 Total biaya 133,522,180 Gross up: Rp. 47,000,000 / 0.94 50,000,000 Rp. 19,084,250 / 0.94 20,302,394 Rp. 67,437,930 / 0.94 71,742,479 Total gross up 142,044,872 PPh Pasal 23 yang harus disetor: tarif 6% atas jasa pemeliharaan kendaraan 2,820,000 3,000,000 tarif 6% atas jasa pemeliharaan peralatan 1,145,055 1,218,144 tarif 6% atas jasa pemeliharaan gedung 4,046,276 4,304,549 Total PPh Pasal 23 yang harus disetor 8,011,331 8,522,692 Pengurangan PPh Badan karena biaya 133,522,180 142,044,872 Selisih kurang PPh Badan: 30% x (Rp. 142,044,872 - Rp. 133,522,180) 2,556,808 Selisih lebih pembayaran PPh Pasal 23: (Rp. 8,522,692 - Rp. 8,011,331) (511,361) Penghematan Beban Pajak 2,045,447 78

Tabel IV.7 Evaluasi Metode Gross Up transaksi Withholding Tax Tahun 2009 (Rupiah) Keterangan Sebelum Setelah Perencanaan Perencanaan Jasa pemeliharaan kendaraan 52,254,000 Jasa pemeliharaan peralatan kantor 22,183,400 Jasa pemeliharaan gedung 65,732,900 Total biaya 140,170,300 Gross up: Rp. 52,254,000 / 0.94 55,589,362 Rp. 22,183,400 / 0.94 23,599,362 Rp. 65,732,900 / 0.94 69,928,617 Total gross up 149,117,340 PPh Pasal 23 yang harus disetor: tarif 6% atas jasa pemeliharaan kendaraan 3,135,240 3,335,362 tarif 6% atas jasa pemeliharaan peralatan 1,331,004 1,415,962 tarif 6% atas jasa pemeliharaan gedung 3,943,974 4,195,717 Total PPh Pasal 23 yang harus disetor 8,410,218 8,947,041 Pengurangan PPh Badan karena biaya 140,170,300 149,117,340 Selisih kurang PPh Badan: 30% x (Rp. 149,117,340 - Rp. 140,170,300) 2,684,112 Selisih lebih pembayaran PPh Pasal 23: (Rp. 8,947,041 - Rp. 8,410,218) (536,823) Penghematan Beban Pajak 2,147,289 79

5. Atas pengeluaran biaya entertainment berupa biaya jamuan tamu perusahaan, maka perencanaan pajak yang dapat dilakukan perusahaan adalah membuat daftar nominatif untuk biaya entertainment agar biaya tersebut tidak dianggap fiktif sehingga bisa dibiayakan oleh perusahaan untuk mengurangi penghasilan bruto. Daftar nominatif harus dibuat secara lengkap atas transaksi yang terjadi dan dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh. Isi dari daftar nominatif sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 sebagai berikut: Tabel IV.8 Daftar Nominatif Biaya entertainment dan sejenisnya No Tahun Pajak: Relasi usaha yang diberikan Pemberian entertainment dan sejenisnya entertainment dan sejenisnya Tanggal Tempat Alamat Jenis Jumlah NPWP Nama Posisi Nama Jenis (Rp) Perusahaan Usaha Keterangan 6. Untuk biaya rumah tangga kantor yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka memenuhi setiap kebutuhan dari keperluan perusahaan seperti tissue, pewangi ruangan, alat-alat kebersihan, dan lain-lain tidak dapat dijadikan biaya dalam laporan keuangan pajak. Biaya ini merupakan biaya yang masuk 80

dalam area grey area, sehingga berpotensi untuk dilakukannya koreksi fiskal positif. Oleh karena itu perencanaan pajak yang dapat dilakukan atas biaya rumah tangga adalah dengan melampirkan bukti-bukti terkait dengan transaksi maka biaya rumah tangga kantor dapat diakui sebagai biaya karena perpajakan dapat mengakui suatu transaksi apabila transaksi tersebut mempunyai bukti-bukti terkait yang mendukung dan kuat. 7. Untuk biaya lain-lain yang sebagian besar mencakup sumbangan yang dikeluarkan perusahaan tidak boleh dijadikan sebagai pengurang bruto, karena sumbangan tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan. Perencanaan yang dapat dilakukan perusahaan atas biaya sumbangan ini agar dapat dibiayakan adalah dengan memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang diatur dalam SE-33/PJ.421/1996 yaitu sumbangan untuk beasiswa dalam rangka GNOTA dan Peraturan Menteri Keuangan No. 609/KMK.03/2004 yaitu sumbangan untuk korban bencana alam yang dikategorikan sebagai bencana nasional oleh pemerintah seperti bencana tsunami di Aceh. 8. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan perusahaan atas biaya makan dan minum karyawan adalah dengan cara memberikan tunjangan kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk uang tunai. Misalnya: jika karyawan lembur melebihi jam kerja, perusahaan jangan memberikan makanan karena makanan tidak dapat menjadi biaya pengurang penghasilan bruto karena 81

merupakan natura atau kenikmatan yang diberikan hanya untuk karyawan tertentu, melainkan perusahaan sebaiknya memberikan tunjangan kesejahteraan (berupa bonus misalnya: lembur 1 jam = Rp. 50.000,00). Hal ini sesuai dengan pasal 6 ayat 1 huruf (a) Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008. 9. Biaya kemanan dan kebersihan Biaya keamanan dan kebersihan dikeluarkan oleh perusahaan harus dikoreksi fiskal positif karena perusahaan tidak memiliki bukti-bukti pembayaran secara rinci atas pengeluaran tersebut sehingga tidak atas biaya kemanan dan kebersihan tidak termasuk di dalam pasal 6 ayat (1) UU PPh. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan adalah dengan cara meminta bukti-bukti pembayaran dari RT/RW setempat sehingga pengeluaran ini dapat dibuktikan benar-benar ada dan jelas. 10. Biaya listrik, air, dan telepon merupakan biaya fiskal yang pada dasarnya dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto jika biaya-biaya tersebut dikeluarkan perusahaan dalam rangka kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan melakukan koreksi positif dikarenakan biaya telepon yang dikeluarkan perusahaan untuk biaya voucher/pulsa para pemegang saham. Biaya ini dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan sebagaimana telah dimaksud dalam Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 tentang perlakuan Pajak Penghasilan atas biaya pemakaian telepon seluler. 82

Untuk mengatasi masalah ini, perencanaan pajak yang seharusnya dilakukan oleh perusahaan adalah dengan mengganti biaya voucher handphone para pemegang saham menjadi tunjangan komunikasi dalam bentuk uang tunai kepada para pemegang saham tersebut. Bagi para pemegang saham, hal ini bisa menjadi penambah penghasilan akan tetapi bagi perusahaan menjadi pengurang penghasilan sehingga dapat menghemat beban pajak penghasilan. Tunjangan ini dapat dijadikan pengurang biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Hal ini sesuai dengan UU PPh No. 36 Tahun 2008 tentang biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto, salah satunya adalah tunjangan dalam bentuk uang tunai. 11. Untuk biaya pemeliharaan, khususnya biaya pemeliharaan kendaraan bermotor perlu dikoreksi sebesar 50%. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan untuk biaya pemeliharaan kendaraan bermotor agar seluruh biaya pemeliharaan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto adalah dengan cara memberikan tunjangan lain-lain dalam bentuk uang tunai kepada karyawan. Hal ini sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 huruf (a) Undang-undang Pajak Penghasilan tentang biaya-biaya yang bisa menjadi pengurang penghasilan bruto, yang salah satunya adalah tunjangan dalam bentuk uang tunai. 83

IV.4 Rekonsiliasi Fiskal Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak Rekonsiliasi fiskal terjadi karena adanya perbedaan pengakuan antara penghasilan dan biaya secara akuntansi komersial dan fiskal karena laporan komersial mengacu pada PSAK dimana semua biaya komersial dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan sedangkan laporan fiskal mengacu pada peraturan perpajakan dimana tidak semua biaya komersial dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Atas biaya yang tidak dapat dikurangkan ini harus dilakukan koreksi fiskal. Koreksi fiskal pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif dimana koreksi fiskal positif atas biaya komersial akan mengakibatkan laba kena pajak perusahaan semakin besar dan pada akhirnya jumlah Pajak Penghasilan Badan yang harus dibayarkan juga akan bertambah besar, sedangkan koreksi fiskal negatif atas biaya komersial akan menyebabkan berkurangnya laba kena pajak dan Pajak Penghasilan Badan juga nilainya semakin kecil. Perencanaan pajak yang dilakukan perusahaan yang maksimal adalah dengan meminimalkan koreksi fiskal positif atas biaya-biaya komersial dan memaksimalkan koreksi fiskal negatif. Dalam rekonsiliasi fiskal sebelum dan sesudah perencanaan pajak akan terlihat perbedaan antara laba komersial dan laba fiskal. 84

Tabel IV.9 PT ANUGRAH SETIA LESTARI REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2007 (Rupiah) Sebelum Perencanaan Pajak Setelah Perencanaan Pajak Komersial koreksi Tax fiskal fiskal Planning Fiskal PENDAPATAN Pendapatan usaha 5,884,659,100 5,884,659,100 5,884,659,100 Beban Pokok Pendapatan (4,265,884,129) (4,265,884,129) (4,265,884,129) Laba Kotor 1,618,774,971 1,618,774,971 1,618,774,971 Biaya Usaha Biaya gaji dan tunjangan (627,780,550) (627,780,550) (627,780,550) Biaya PPh Pasal 21 (34,138,800) 34,138,800 0 0 Biaya PPh Pasal 23 (27,500,000) 27,500,000 0 0 Biaya pemeliharaan (139,726,829) 21,625,000 (118,101,829) 8,918,734 (127,020,563) Biaya perlengkapan dan ATK (15,684,400) (15,684,400) (15,684,400) Biaya air, listrik, dan telepon (38,165,900) 5,400,000 (32,765,900) (32,765,900) Biaya makan dan minum karyawan (20,534,000) 20,534,000 0 20,534,000 (20,534,000) Biaya entertainment (23,590,290) 23,590,290 0 23,590,290 (23,590,290) Biaya keamanan dan kebersihan (3,124,500) 3,124,500 0 3,124,500 (3,124,500) Biaya Rumah Tangga Kantor (12,156,847) 12,156,847 0 12,156,847 (12,156,847) Biaya kesehatan karyawan (14,750,000) 14,750,000 0 0 Biaya penyusutan (123,130,650) (123,130,650) (123,130,650) 85

Biaya lain-lain (14,661,278) 14,661,278 0 14,661,278 (14,661,278) Tunjangan Pajak 34,138,800 (34,138,800) Tunjangan Kesehatan karyawan 14,750,000 (14,750,000) Tunjangan Komunikasi 5,400,000 (10,800,000) Total biaya (1,094,944,044) (917,463,329) (1,060,137,778) PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN Pendapatan lain-lain 69,087,500 (69,087,500) 0 Beban lain-lain (32,600,570) 13,817,500 (18,783,070) (18,783,070) 36,486,930 18,783,070 (18,783,070) Laba Sebelum Pajak Penghasilan 560,317,857 720,094,712 539,854,123 86

Tabel IV.10 Perhitungan PPh Badan Tahun 2007 (Rupiah) Keterangan Sebelum Perencanaan Pajak Setelah Perencanaan Pajak Persentase Penghematan Penghasilan Kena Pajak 720,094,712 539,854,123 25.03% PPh Badan: 10% x Rp. 50,000,000.00 5,000,000 5,000,000 15% x Rp. 50,000,000.00 7,500,000 7,500,000 30% x Rp. 620,094,000.00* 186,028,200 30% x Rp. 439,854,000.00* 131,956,200 198,528,200 144,456,200 27.24% *Pembulatan ke ribuan rupiah 87

Tabel IV.11 PT ANUGRAH SETIA LESTARI REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2008 (Rupiah) Sebelum Perencanaan Pajak Setelah Perencanaan Pajak komersial koreksi fiskal Tax Fiskal PENDAPATAN fiskal Planning Pendapatan usaha 6,210,874,600 6,210,874,600 6,210,874,600 Beban Pokok Pendapatan (4,294,420,952) (4,294,420,952) (4,294,420,952) Laba Kotor 1,916,453,648 1,916,453,648 1,916,453,648 Biaya Usaha Biaya gaji dan tunjangan (660,205,350) (660,205,350) (660,205,350) Biaya PPh Pasal 21 (36,837,100) 36,837,100 0 0 Biaya PPh Pasal 23 (29,127,500) 29,127,500 0 0 Biaya pemeliharaan (133,522,180) 23,500,000 (110,022,180) 8,522,692 (118,544,872) Biaya perlengkapan dan ATK (19,865,030) (19,865,030) (19,865,030) Biaya air, listrik, dan telepon (42,500,650) 5,400,000 (37,100,650) (37,100,650) Biaya makan dan minum karyawan (21,639,700) 21,639,700 0 21,639,700 (21,639,700) Biaya entertainment (22,462,387) 22,462,387 0 22,462,387 (22,462,387) Biaya keamanan dan kebersihan (3,250,000) 3,250,000 0 3,250,000 (3,250,000) Biaya Rumah Tangga Kantor (13,765,500) 13,765,500 0 13,765,500 (13,765,500) Biaya kesehatan karyawan (16,850,000) 16,850,000 0 0 Biaya penyusutan (137,435,050) (137,435,050) (137,435,050) Biaya lain-lain (17,545,460) 17,545,460 0 17,545,460 (17,545,460) Tunjangan Pajak 36,837,100 (36,837,100) Tunjangan Kesehatan Karyawan 16,850,000 (16,850,000) 88