BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perhitungan Laba Rugi Secara Komersial Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan secara wajar keadaan atau posisi keuangan dari hasil usaha dan kinerja perusahaan. Dalam penyajian informasi keuangan memerlukan proses penetapan dan penandingan (matching) secara periodik antara pendapatan dan beban sehingga dapat menentukan besarnya laba (rugi) komersial. Laporan laba (rugi) komersial merupakan salah satu tolak ukur dalam menilai kinerja suatu perusahaan. Perusahaan yang kondisi keuangannya baik terlihat dari pendapatan usaha lebih besar dari beban usaha yang disebut dengan keuntungan (laba), sebaliknya jika pendapatan usaha lebih kecil dari beban usaha maka kondisi keuangan perusahaan tersebut buruk karena mengalami kerugian (rugi). Laporan laba rugi secara komersial merupakan dasar dalam menghitung jumlah pajak terutang setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal. Laporan laba rugi setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal akan menghasilkan laba rugi usaha yang berbeda, karena laba rugi fiskal mengacu kepada undang - undang perpajakan dimana terdapat perbedaan pengakuan antara pendapatan dan beban. Laporan keuangan PT. Asuransi Bintang Tbk terdiri dari neraca dan laba rugi yang telah dikonsolidasi yang dilaporkan setiap akhir tahun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Berikut adalah perhitungan laba rugi yang dimiliki oleh Asuransi Bintang untuk tahun 2008, 2009, dan

2 Berikut adalah rincian laporan laba rugi komersial PT. Asuransi Bintang Tbk untuk periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2008 : Pendapatan Underwiting Rp Beban Underwriting ( ) Laba Bruto Rp Pendapatan Lain - Lain Beban Usaha ( ) Laba Bersih Sebelum Pajak Rp Berikut adalah rincian laba rugi komersial untuk periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2009 : Pendapatan Underwriting Rp Beban Underwriting ( ) Laba Bruto Rp Pendapatan Lain - Lain Beban Usaha ( ) Rugi Bersih Sebelum Pajak Rp ( ) 67

3 Berikut adalah laporan laba rugi untuk periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2010 dengan rincian sebagai berikut : Pendapatan Underwriting Rp Beban Underwriting ( ) Laba Bruto Rp Pendapatan Lain - Lain Beban Usaha ( ) Rugi Bersih Sebelum Pajak Rp ( ) Dari perhitungan laba rugi di atas, terdapat beberapa kemungkinan biaya maupun penghasilan yang perlu dilakukan koreksi untuk menentukan penghasilan kena pajak dan pajak terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Karena laba rugi secara komerisal belum tentu sama dengan laba rugi secara fiskal IV.2. Perhitungan Laba Rugi Secara Fiskal Penyusunan laporan keuangan secara fiskal dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan komersial sesuai dengan ketentuan undang - undang perpajakan khususnya Undang - Undang Pajak Penghasilan. Laporan keuangan komersial terutama laba rugi perlu dilakukan analisis mendalam karena terdapat beberapa perbedaan, yang disebabkan karena tidak semua pendapatan boleh dijadikan sebagai penghasilan dan tidak semua biaya boleh dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto di dalam laporan keuangan fiskal. 68

4 Berdasarkan laporan keuangan komerisal PT. Asuransi Bintang pada tahun 2008 perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp maka dari keuntungan tersebut dapat dihitung pajak terutang untuk tahun Tetapi pada tahun 2005, 2006, dan 2007 memperoleh kerugian, oleh karena itu kerugian pada tahun sebelumnya baru dapat dikompensasikan pada tahun Sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) Undang- Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 yaitu apabila penghasilan bruto setelah pengurangan yang diperkenankan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto selama 5 (lima) tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya setelah tahun didapatkan kerugian tersebut. Sehingga atas kerugian yang diderita pada tahun 2005 Asuransi Bintang dapat melakukan kompensasi kerugian dengan laba fiskal yang diperoleh selama 5 (lima) tahun berturut-turut. Namun jika kerugian tersebut telah lewat dari 5 (lima) tahun, maka kerugian tersebut tidak dapat untuk dikompensasikan ke laba bersih tahun berikutnya. Sedangkan untuk tahun pajak 2009 dan 2010 perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp , dan Rp , maka perusahaan tidak dapat menghitung jumlah pajak terutang tahun yang bersangkutan atau NIHIL. Berdasarkan rugi fiskal tahun 2009 dan 2010 Wajib Pajak dapat melakukan kompensasi dengan laba bersih fiskal pada tahun berikutnya selama 5 (lima) tahun berturut-turut, namun jika lewat dari 5 (lima) tahun maka kerugian tersebut tidak dapat untuk dikompensasikan ke laba bersih fiskal tahun berikutnya. 69

5 IV.3. Rekonsiliasi Fiskal Dalam menyusun laporan keuangan fiskal diperlukan rekonsiliasi fiskal untuk mengetahui dan menganalisis pendapatan serta biaya yang boleh diakui berdasarkan Peraturan Undang - Undang Perpajakan. Rekonsiliasi fiskal dibuat untuk menyesuaikan laporan keuangan komersial menjadi laporan keuangan fiskal untuk mempermudah Wajib Pajak mengetahui penghasilan kena pajak yang menjadi dasar dalam menghitung besarnya jumlah pajak terutang dalam satu tahun pajak. Rekonsiliasi fiskal memiliki tujuan untuk menghilangkan perbedaan antara laporan keuangan komersial yang berdasarkan pada Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dengan peraturan undang - undang perpajakan. Pokok-pokok yang dilakukan rekonsiliasi tidak terbatas pada penghasilan saja tetapi juga terhadap biaya pada satu periode tertentu. Perbedaan dapat terjadi pada saat pengakuan biaya dan penghasilan yang berbeda atau perbedaan dalam menggunakan metode, sehingga menghasilkan biaya menurut fiskal lebih rendah dibandingkan dengan perhitungan biaya menurut metode akuntansi komerisal. Akibat perbedaan pengakuan dan perbedaan metode menyebabkan jumlah angka yang bersifat temporer (beda waktu) dan bersifat permanen (beda tetap). Perbedaan permanen terjadi karena dalam pajak menghitung penghasilan dan biaya secara fiskal berbeda dengan menghitung penghasilan dan biaya secara komersial yang disebabkan karena prinsip - prinsip yang dianut tanpa dilakukan koreksi. Sedangkan perbedaan temporer adalah perbedaan yang bersifat sementara, terjadi karena adanya ketidaksamaan dalam menggunakan metode pengakuan penghasilan atau biaya secara fiskal dan komersial. Oleh karena itu dalam rekonsiliasi fiskal harus dilakukan koreksi atau penyesuaian baik koreksi fiskal yang bersifat positif maupun negatif. Koreksi fiskal 70

6 positif terjadi apabila biaya yang diakui secara komersial lebih besar atau secara fiskal tidak diakui sehingga menyebabkan jumlah pajak yang terutang akan bertambah karena pengurangan biaya. Sebaliknya koreksi fiskal negatif terjadi apabila biaya yang diakui secara komersial lebih kecil dari pada biaya secara fiskal, sehingga akan menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar menjadi lebih kecil karena terjadi penambahan biaya. IV.3.1. Koreksi Positif atas Biaya Karena Perbedaan Permanen (permanen difference) Perbedaan tetap atau permanen terjadi karena dalam pajak menghitung penghasilan dan biaya fiskal berbeda dengan penghasilan dan biaya pada pembukuan (standar akuntansi) yang disebabkan karena perbedaan dasar penyusunan laporan keuangan. Berikut penulis akan menganalisa koreksi fiskal yang telah dilakukan oleh PT. Asuransi Bintang Tbk untuk tahun pajak 2008, 2009, dan 2010 sebagai berikut : 1. Beban Pemasaran Dalam beban pemasaran yang dikeluarkan oleh perusahaan terdapat biaya - biaya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan pemasaran, seperti biaya pemasaran souvenir, kontes keagenan, dan pendaftaran tender. Biaya souvenir merupakan pemberian hadiah kepada customer jika customer tersebut ikut bergabung dalam asuransi yang ditawarkan oleh perusahaan, sedangkan kontes keagenan merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pemilihan agen terbaik, dan untuk biaya pendaftaran tender merupakan biaya lelang. Dari segi akuntansi biaya tersebut merupakan salah satu pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai biaya, namun berbeda dengan ketentuan perpajakan. Berdasarkan Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan 71

7 perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun 2008 biaya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan tidak memenuhi kriteria 3M (mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan) tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto. Selain itu juga dalam Pasal 9 ayat (1) huruf (e) menyatakan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor KEP 213/PJ./2001 tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Berikut adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan berupa beban pemasaran souvenir, beban kontes keagenan, dan beban pendaftaran tender untuk tahun : Tahun 2008 : - beban pemasaran souvenir Rp beban kontes keagenan Rp Total Rp Tahun 2009: - beban pemasaran souvenir Rp beban kontes keagenan Rp beban pendaftaran tender Rp Total Rp

8 Tahun 2010 : - beban pemasaran souvenir Rp beban kontes keagenan Rp beban pendaftaran tender Rp Total Rp Tetapi perusahaan masih melakukan kesalahan dalam koreksi fiskal yaitu hanya mengoreksi biaya pendaftaran tender saja. Oleh karena itu koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan harus dilakukan pembetulan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 2. Biaya entertainment PT. Asuransi Bintang Tbk. mengelompokan biaya entertainment menjadi 3 bagian yaitu biaya sponsor olahraga, fasilitas dan hadiah, serta representasi. Dalam laporan keuangan komersial biaya entertainment dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto atau biaya yang diperkenankan untuk dibebankan (deductible expense). Tetapi dalam laporan keuangan fiskal biaya entertainment merupakan grey area yang artinya biaya tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila sesuai dengan peraturan perpajakan yang terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 yang ditegaskan lagi dalam Surat Dirjen Pajak Nomor S-334/PJ.312/2003 yaitu : a. Biaya entertainment representasi, jamuan tamu dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang - Undang Pajak Penghasilan 1984; b. Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan 73

9 kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil); c. Dibuatkan daftar nominatif dan dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh, yang memuat: nomor urut. tanggal entertainment dan jenis entertainment yang telah diberikan. nama tempat, alamat, jenis, dan jumlah (Rp) entertainment dan sejenisnya yang telah diberikan. nama relasi, posisi, nama perusahaan, dan jenis usaha yang diberikan entertainment dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut diatas. Namun Asuransi Bintang masih melakukan kesalahan yaitu : 1. Pada tahun 2008 kesalahan yang dilakukan oleh PT. Asuransi Bintang Tbk adalah : i. biaya sponsor olahraga sebesar Rp dikoreksi fiskal sebesar Rp tetapi perusahaan melakukan kesalahan yaitu tidak teliti dalam menulis nilai nominal yang seharusnya dikoreksi. Biaya sponsor olahraga seharusnya dikoreksi sebesar Rp sesuai dengan daftar nominatif yang dilampirkan oleh Wajib Pajak dalam SPT. ii. biaya berupa fasilitas dan hadiah yaitu sebesar Rp tetapi Wajib Pajak melakukan kesalahan dalam penulisan nilai nominal. Jumlah biaya fasilitas dan hadiah yang seharusnya 74

10 adalah Rp sesuai dengan nominal yang terdapat dalam worksheet laporan laba/rugi. Untuk koreksi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan sudah benar sesuai dengan daftar nominatif yang dibuat yaitu sebesar Rp Pada tahun 2009 PT. Asuransi Bintang masih melakukan kesalahan yaitu: i. Wajib Pajak melakukan kesalahan koreksi fiskal terhadap biaya fasilitas dan hadiah yaitu tidak melakukan koreksi atas akun ini, padahal tedapat rincian berupa daftar nominatif yang dilampirkan dalam SPT Tahunan sebesar Rp Oleh karena itu Wajib Pajak harus melakukan koreksi fiskal positif sebesar jumlah yang terdapat dalam daftar nominatif. ii. untuk biaya representasi sebesar Rp Wajib Pajak juga masih melakukan kesalahan dalam melakukan koreksi fiskal positif yaitu Wajib Pajak mengoreksi biaya representasi sebesar Rp yang seharusnya Rp sesuai dengan rincian yang terdapat dalam daftar nominatif yang dibuat oleh Wajib Pajak yang dilampirkan daam SPT. 3. Untuk tahun 2010 kesalahan yang dilakukan yaitu Wajib Pajak salah dalam melakukan koreksi fiskal terhadap biaya sponsor olahraga. Biaya sponsor olahraga yang dikoreksi oleh Wajib Pajak sebesar Rp tetapi jumlah yang seharusnya dikoreksi fiskal positif adalah sebesar Rp sesuai dengan dokumen pendukung yang dibuat oleh perusahaan berupa daftar nominatif yang dilampirkan dalam SPT. 75

11 2. Sumbangan Sumbangan yang dikeluarkan oleh perusahaan berupa sumbangan pegawai, sumbangan kegiatan sosial dan kegiatan sosial karyawan. Dengan rincian sebagai berikut : Tahun 2008 : - Kegiatan Sosial Karyawan Rp Sumbangan Pegawai Rp Sumbangan Kegiatan Sosial Rp Rp Tahun 2009 : - Kegiatan Sosial Karyawan Rp Sumbangan Pegawai Rp Sumbangan Kegiatan Sosial Rp Rp Tahun 2010 : - Kegiatan Sosial Karyawan Rp Sumbangan Pegawai Rp Sumbangan Kegiatan Sosial Rp Rp Dari segi akuntansi akun ini dapat dijadikan sebagai biaya atau biaya yang diperkenankan untuk dibebankan. Tetapi menurut ketentuan perpajakan hal tersebut berbeda, berdasarkan Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf (g) yang menjelaskan bahwa sumbangan tidak dapat 76

12 dijadikan biaya atau dikecualikan yang dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah No.93 Tahun 2010, serta zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah yang ketentuannya diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah. Oleh karena itu dalam laporan keuangan fiskal seluruh jumlah sumbangan tersebut harus dikoreksi positif dan Wajib Pajak sudah melakukan koreksi fiskal dengan benar sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. 3. Beban umum lainnya Dalam beban umum lainnya terdapat biaya denda pajak, biaya ini merupakan sanksi administrasi yang diperoleh perusahaan karena Wajib Pajak terlambat melapor dan terlambat membayar SPT Tahunan. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf (k) Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun 2008 dengan jelas menyatakan bahwa sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan perundang - undangan di bidang perpajakan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Untuk tahun pajak 2008 perusahaan memperoleh denda sebesar Rp , tahun pajak 2009 perusahaan tidak mendapatkan denda pajak karena Wajib Pajak tidak telat dalam menyampaikan kewajibannya, sedangkan untuk tahun pajak 2010 perusahaan memperoleh denda sebesar Rp Oleh karena itu biaya tersebut harus dilakukan koreksi fiskal positif, dan perusahaan telah 77

13 melakukan koreksi fiskal dengan benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku sehingga tidak perlu dilakukan pembetulan. 4. Beban Pegawai Beban pegawai perusahaan terdiri dari : a. Biaya Gaji Pegawai; b. Biaya Tunjangan Pajak Penghasilan (PPh 21); c. Biaya Tunjangan Uang Makan; d. Biaya Tunjangan Transportasi Karyawan; e. Biaya Tunjangan Kesehatan; f. Bonus & THR; g. Biaya Pakaian Pegawai; h. Biaya Honorarium; i. JAMSOSTEK; j. Biaya Iuran Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Biaya pakaian pegawai yang terdapat dalam beban pegawai menurut akuntansi dapat dijadikan sebagai biaya namun menurut ketentuan perpajakan berbeda. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-213/PJ/2001 Pasal 3 menyatakan bahwa biaya seragam pegawai yang dapat diakui secara fiskal adalah pakaian yang diwajibkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Pemerintah daerah setempat dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, keamanan dan keselamatan kerja, atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja. Berikut adalah rincian biaya pakaian pegawai yang dikeluarkan oleh perusahaan : 78

14 Tahun 2008 sebesar Rp Tahun 2009 sebesar Rp Tahun 2010 sebesar Rp Oleh karena itu Wajib Pajak harus melakukan koreksi fiskal positif secara keseluruhan dari biaya tersebut sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 5. Biaya Reparasi dan Pemeliharaan Mobil Biaya reparasi dan pemeliharaan mobil yang terdapat dalam akun beban administrasi merupakan biaya pemeliharaan mobil dewan direksi. Dari segi akuntansi biaya tersebut dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto namun berbeda dengan ketentuan perpajakan, sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP 220/PJ./2002 Pasal 3 ayat (1) atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan. Besarnya biaya reparasi dan pemeliharaan mobil yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto yaitu sebesar : Tahun 2008 : Rp x 50% = Rp Tahun 2009 : Rp x 50% = Rp Tahun 2010 : Rp x 50% = Rp Tetapi PT. Asuransi Bintang tidak melakukan koreksi atas biaya tersebut, maka harus dilakukan pembetulan atau koreksi sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 79

15 6. Rugi Anak Perusahaan Rugi dari anak perusahaan apabila dilihat dari ketentuan perpajakan tidak seharusnya diperhitungkan kedalam laporan laba rugi fiskal PT. Asuransi Bintang Tbk. Karena keuntungan maupun kerugian yang diperoleh dari anak perusahaan tersebut akan dikenakan pajak secara terpisah, maka perlu dilakukan koreksi positif atas akun ini di laporan keuangan induk perusahaan. Untuk tahun pajak 2008 didapat kerugian anak perusahaan yaitu sebesar Rp tahun 2009 yaitu Rp dan untuk tahun 2010 sebesar Rp Atas akun tersebut Wajib Pajak telah melakukan koreksi fiskal pada induk perusahaan dengan benar sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. 7. Kenaikan (penurunan) Investasi Saham Kenaikan atau penurunan investasi saham tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto sesuai dengan Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun Pada tahun 2008 kenaikan (penurunan) investasi saham yang diperoleh perusahaan adalah sebesar Rp sedangkan untuk tahun 2009 dan 2010 perusahaan tidak mengeluarkan biaya tersebut. Oleh karena itu atas biaya tersebut harus dikoreksi positif dalam rekonsiliasi fiskal dan PT. Asuransi Bintang sudah benar dalam melakukan koreksi fiskal sehingga tidak perlu dilakukan pembetulan. 80

16 IV.3.2. Koreksi Negatif atas Pendapatan Karena Perbedaan Permanen (permanent difference) 1. Penghasilan Bunga dan Jasa Giro Berdasarkan aturan perpajakan khususnya Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2) huruf (a) menerangkan bahwa penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi dikenakan pajak bersifat final, yang lebih jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah No.131 Tahun 2000 mengenai pemotongan pajak yang bersifat final atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Penghasilan bunga yang diperoleh perusahaan terdiri dari bunga deposito dan bunga obligasi. Pada tahun 2008 bunga deposito yang diperoleh perusahaan sebesar Rp dan bunga obligasi sebesar Rp untuk tahun 2009 bunga deposito yang diperoleh perusahaan sebesar Rp dan bunga obligasi sebesar Rp sedangkan untuk tahun 2010 penghasilan bunga deposito yang diperoleh perusahaan yaitu sebesar Rp dan bunga obligasi yaitu sebesar Rp Selain penghasilan bunga, perusahaan juga memperoleh penghasilan lainnya berupa jasa giro dengan rincian : 81

17 Tahun 2008 Rp Tahun 2009 Rp Tahun 2010 Rp Total Rp Oleh karena itu pendapatan yang diterima oleh Wajib Pajak berupa penghasilan bunga dan jasa giro harus dilakukan koreksi fiskal negatif karena tidak dapat dijadikan sebagai tambahan penghasilan dalam laporan keuangan fiskal sesuai dengan peraturan perpajakan dan Wajib Pajak telah melakukan koreksi negatif atas pendapatan tersebut dengan benar. 2. Sewa Ruangan Kantor Penghasilan sewa yang diperoleh perusahaan yaitu dengan menyewakan ruangan kantor. Penghasilan sewa yang diperoleh perusahaan untuk tahun 2008 yaitu sebesar Rp dan pada tahun 2009 diperoleh penghasilan sewa sebesar Rp sedangkan untuk tahun 2010 sebesar Rp Dari penghasilan sewa tersebut tidak dapat dijadikan sebagai tambahan penghasilan dalam laporan keuangan fiskal sebagaimana dijelaskan dalam Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun 2008 dalam Pasal 4 ayat (2) huruf (d) menyatakan penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan dikenakan pajak bersifat final. Maka penghasilan sewa tersebut harus dikoreksi fiskal sesuai dengan ketentuan perpajakan dan perusahaan sudah benar dalam melakukan koreksi atas akun ini. 82

18 3. Dividen Atas Reksadana Berdasarkan peraturan perpajakan khususnya Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3) huruf (f) menjelaskan bahwa dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri bukan merupakan objek pajak. Oleh karena itu penghasilan yang diterima perusahaan berupa dividen dari hasil reksadana tidak dapat dijadikan sebagai tambahan penghasilan, maka harus dikoreksi negatif atas penghasilan tersebut, dan Wajib Pajak sudah melakukan koreksi dengan benar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berikut dividen atas reksadana yang diperoleh perusahaan untuk tahun 2008 sampai dengan Pada tahun 2008 perusahaan memperoleh dividen yaitu sebesar Rp untuk tahun 2009 dan tahun 2010 perusahaan tidak memperoleh dividen atas reksadana. 4. Laba Penjualan Investasi Saham PT. Asuransi Bintang Tbk. memperoleh laba dari penjualan investasi saham/reksadana pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp tahun 2009 laba yang diterima perusahaan dari penjualan investasi saham adalah sebesar Rp sedangkan pada tahun 2010 laba yang diperoleh perusahaan dari penjualan investasi saham menurun yaitu sebesar Rp Dalam laporan keuangan komersial laba atas penjualan dari investasi saham/reksadana dapat dijadikan sebagai tambahan penghasilan. Namun menurut ketentuan perpajakan tidak boleh dijadikan sebagai tambahan penghasilan perusahaan dalam laporan keuangan fiskal. Berdasarkan Undang - 83

19 Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2) huruf (c) menjelaskan bahwa penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham dikenakan pajak bersifat final. Maka penghasilan yang diterima perusahaan dari penjualan investasi saham harus dikoreksi seluruhnya dan perusahaan sudah melakukan koreksi fiskal dengan benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 5. Laba atas penilaian harga saham Berdasarkan Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2) huruf (c) menjelaskan bahwa penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham dikenakan pajak bersifat final. Pada tahun 2008 penghasilan atas penilaian harga saham yang diperoleh sebesar Rp untuk tahun 2009 adalah sebesar Rp dan pada tahun 2010 diperoleh penghasilan yaitu sebesar Rp Maka penghasilan yang diterima perusahaan dari penjualan investasi saham tidak dapat dijadikan sebagai tambahan penghasilan dalam laporan keuangan fiskal karena dikenakan pajak final dan harus dikoreksi seluruhnya, dan Wajib Pajak sudah melakukan koreksi fiskal dengan benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 84

20 IV.3.3. Koreksi Positif - Negatif Atas Pendapatan Karena Perbedaan Temporer (temporary difference) Dalam penjualan aktiva tetap terdapat perbedaan waktu pencatatan antara nilai buku aktiva secara komersial dengan nilai buku aktiva secara fiskal. Maka atas laba penjualan aktiva ini harus dilakukan koreksi sesuai dengan perbedaan nilai buku dari aktiva yang dijual tersebut. Pada tahun 2008 penjualan aktiva tetap sebesar Rp dan dilakukan koreksi positif sebesar Rp untuk tahun 2009 sebesar Rp dilakukan koreksi negatif sebesar Rp sedangkan untuk tahun 2010 penjualan aktiva tetap sebesar Rp dan dilakukan koreksi positif sebesar Rp Koreksi fiskal yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak sudah benar sehingga tidak perlu dilakukan pembetulan. IV.3.4. Koreksi Positif atas Biaya Karena Perbedaan Temporer (temporary difference) Perbedaan waktu merupakan perbedaan biaya tiap tahun atau tahun buku karena perbedaan metode yang digunakan tetapi secara keseluruhan jumlah yang dibebankan sebagai biaya adalah sama dengan syarat harus taat azas. Biaya yang dikoreksi dalam laporan keuangan fiskal dalam kategori perbedaan waktu adalah penyusutan aktiva tetap. Peraturan yang mengatur mengenai penyusutan terdapat dalam Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun Dalam Pasal 11 dan Pasal 11A menjelaskan secara rinci tentang perhitungan penyusutan, masa manfaat, tarif penyusutan, kelompok- kelompok harta berwujud, dan metode 85

21 penyusutan yang harus dilakukan secara taat azas (konsisten). Setelah dilakukan analisis oleh penulis, ternyata perusahaan melakukan kesalahan dalam menghitung penyusutan. Kesalahan yang dilakukan oleh perusahaan yaitu : a. Menggunakan masa manfaat yang berbeda dengan masa manfaat yang ditentukan oleh Undang - Undang Pajak Penghasilan. Masa manfaat yang digunakan oleh perusahaan adalah: Aktiva Tetap Masa Manfaat Bangunan Perabot dan peralatan kantor Kendaraan bermotor 15 tahun 8 tahun 5 tahun b. Metode yang digunakan untuk penyusutan berbeda (tidak taat azas) yaitu dalam laporan keuangan komersial menggunakan metode Garis Lurus (straight-line method) sedangkan dalam laporan keuangan fiskal menggunakan metode Saldo Menurun (declining balance method). c. Dalam mengelompokkan harta berwujud perusahaan tidak memperinci lebih detail tentang jenis - jenis harta yang dikelompokkan, sehingga menyulitkan penulis dalam melakukan analisa, apakah perusahaan sudah benar mengelompokkan harta berwujud tersebut sesuai dengan kelompok penyusutannya. Masa manfaat yang digunakan oleh perusahaan berbeda dengan peraturan perpajakan, seperti kelompok harta berupa kendaraan bermotor dimana perusahaan menggunakan masa manfaat 5 tahun sedangkan menurut UU PPh 86

22 Pasal 11 ayat (6) masa manfaat kendaraan bermotor (Kelompok 1) adalah 4 tahun. Menurut kebijakan akuntansi hal tersebut diperbolehkan karena biaya yang disusutkan menjadi lebih kecil karena masa manfaat aktiva tetap tersebut menjadi lebih panjang, namun berdasarkan UU PPh hal tersebut tidak diperbolehkan karena tidak ada peraturan yang mengatur mengenai perpanjangan masa manfaat. Oleh karena itu perhitungan penyusutan yang dilakukan oleh PT. Asuransi Bintang harus dilakukan pembetulan (koreksi) karena jika tidak dilakukan pembetulan maka Negara akan dirugikan dan perusahaan akan dilakukan pemeriksaan ataupun dikenakan sanksi karena hal tersebut. Sedangkan untuk metode penyusutan yang digunakan oleh perusahaan juga berbeda, seperti yang sudah penulis jelaskan di atas bahwa perusahaan tidak taat azas dalam menggunakan metode perhitungan penyusutan. Maka dari itu penulis melakukan perhitungan ulang dengan melakukan teknik sampling. Asumsi sampling : Total penyusutan dikalikan 30% (tiga puluh persen) dengan perhitungan sebagai berikut : Tahun 2008 : a. Penyusutan kelompok harta berwujud : = Rp x 30% = Rp b. Penyusutan kelompok harta tidak berwujud (Amortisasi) = Rp x 30% = Rp Tahun 2009 a. Penyusutan kelompok harta berwujud : = Rp x 30% = Rp

23 b. Penyusutan kelompok harta tidak berwujud (Amortisasi) = Rp x 30% = Rp Tahun 2010 a. Penyusutan kelompok harta berwujud : = Rp x 30% = Rp b. Penyusutan kelompok harta tidak berwujud (Amortisasi) = Rp x 30% = Rp Dari perhitungan yang sudah penulis lakukan dengan menggunakan metode sampling maka hasil penyusutan tersebut yang seharusnya dikoreksi dalam laporan laba rugi fiskal. Selain akun - akun yang penulis sebutkan diatas PT. Asuransi Bintang juga memiliki akun - akun yang tidak perlu dilakukan koreksi fiskal pada laporan laba rugi yaitu : 1. Pendapatan Underwriting Pendapatan underwriting yang diperoleh PT. Asuransi Bintang merupakan premi asuransi. Maka atas akun ini tidak perlu dilakukan koreksi fiskal karena dalam Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) huruf n mejelaskan bahwa premi asuransi merupakan Objek Pajak Penghasilan. 2. Pendapatan lain - lain Pendapatan lain - lain yang diperoleh perusahaan berupa : a. Dividen saham dalam negeri b. Bunga pinjaman karyawan 88

24 c. Keuntungan selisih kurs d. Pendapatan ongkos polis e. Rupa - rupa Pendapatan tersebut merupakan objek pajak penghasilan maka dapat dijadikan sebagai tambahan penghasilan sesuai dalam Pasal 4 ayat (1) Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun Beban Underwriting Beban underwriting perusahaan terdiri dari klaim reasuransi dan cadangan klaim dimana berdasarkan Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir Undang - Undang No.36 Tahun 2008 Pasal 9 ayat (1) huruf (c) cadangan klaim untuk perusahaan asuransi dapat dijadikan biaya yang diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 Tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya. 4. Biaya - biaya, yang terdiri dari : a. Beban Pemasaran, yaitu : Biaya reklame dan advertising; Biaya pemasaran media elektronik; Biaya Cetakan polis. b. Beban administrasi, yaitu : Biaya telepon; Biaya listrik; 89

25 Biaya administrasi; Biaya cetakan; Biaya materai; Biaya photocopy; Biaya pemeliharaan alat kantor; Biaya expedisi; Biaya perlengkapan kantor; Biaya alat tulis kantor; Biaya keperluan dapur; Biaya pajak; Biaya sewa gedung kantor; Biaya perangko; Biaya pemeliharaan gedung; Biaya komunikasi internet; Biaya bahan bakar & oli; Biaya pembelian perabot kantor; Biaya parkir & tol; Biaya asuransi mesin kantor & gedung. c. Beban lain-lain Bunga pinjaman Biaya bank kerugian selisih kurs 90

26 Biaya - biaya diatas merupakan biaya yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan seperti yang dijelaskan dalam Pasal 6 Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang - Undang No.36 Tahun 2008 bahwa biaya tersebut di atas dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. IV.4. Rekonsiliasi Fiskal Atas Laporan Keuangan PT. Asuransi Bintang Tbk Setelah melakukan analisis atas biaya - biaya dan penghasilan yang terdapat dalam laporan laba rugi komersial PT. Asuransi Bintang maka dapat diketahui koreksi fiskal atas laporan keuangan Asuransi Bintang sehingga dapat dihitung Penghasilan Kena Pajak. Berikut adalah rekonsiliasi fiskal yang dilakukan oleh perusahaan dan analisis yang telah penulis lakukan atas perbedaan tetap dan temporer dalam rekonsiliasi fiskal Wajib Pajak. 91

27 URAIAN TABEL IV.1 PT. ASURANSI BINTANG Tbk. REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI FISKAL UNTUK SATU TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2008 (Dalam Rupiah) KOMERSIA L Koreksi Fiskal Koreksi Fiskal Wajib Pajak Temporer Permanen Penulis Pendapatan Underwriting Beban Underwriting 80,610,184, ,610,184, ,610,184,6 35 Klaim Reasuransi 35,182,894, ,182,894, ,182,894,1 24 Cadangan Klaim 14,094,499, ,094,499, ,094,499,0 00 Laba Bruto Pengurang Penghasilan Bruto 31,332,791, ,332,791, ,332,791,5 11 Beban Pemasaran 897,353, ,353,405 8,667, ,685,784 Representasi 124,442,100 5,648, ,793, ,793,648 Fasilitas dan Hadiah 130,491,047 53,174,338 77,316,709 77,316,709 Sponsor Olahraga 43,093,424 12,353,825 30,739,599 14,238,825 28,854,599 Total Beban Pemasaran Beban Umum 1,195,379,9 76 1,124,203,36 1 1,113,650,74 0 Beban Pegawai 22,436,911, ,436,911,2 80 9,112,500 22,427,798,7 80 2,057,993, ,700 2,057,475,19 5 Beban Umum Lainnya Kegiatan Sosial Karyawan 76,027,591 76,027, Sumbangan Pegawai 3,968,800 3,968, Sumbangan Kegiatan Sosial 19,612,500 19,612, ,057,475,19 5 Total Beban Umum Beban Administrasi 24,594,514, ,494,386, ,485,273,9 75 Biaya Telepon 785,097, ,097, ,097,965 Biaya Listrik 802,396, ,396, ,396,844 Biaya Administrasi 742,656, ,656, ,656,931 Biaya Cetakan 64,954,425 64,954,425 64,954,425 Biaya Materai 4,146,205 4,146,205 4,146,205 Biaya Photocopy 134,363, ,363, ,363,984 92

28 Biaya Pemeliharaan alat Kantor 55,998,665 55,998,665 55,998,665 Biaya Reparasi dan pemeliharaan mobil 130,431, ,431,481 65,215,741 65,215,741 Biaya Expedisi 158,824, ,824, ,824,326 Biaya Perlengkapan Kantor 520,528, ,528, ,528,610 Biaya Alat Tulis Kantor 211,155, ,155, ,155,347 Biaya Keperluan Dapur 67,785,215 67,785,215 67,785,215 Biaya Pajak 169,103, ,103, ,103,537 Biaya Sewa Gedung Kantor 1,061,596,5 49 1,061,596,54 9 1,061,596,54 9 Biaya Perangko 2,135,600 2,135,600 2,135,600 Biaya Pemeliharaan Gedung kantor 498,539, ,539, ,539,186 Biaya Komunikasi - internet 274,043, ,043, ,043,917 Biaya Bahan Bakar & Oli 483,345, ,345, ,345,725 Biaya Pembelian 28,185,413 28,185,413 28,185,413 perabot kantor Biaya Parkir & Tol 22,520,768 22,520,768 22,520,768 Biaya Asuransi Mesin Kantor dan Gedung 45,041,537 45,041,537 Biaya Lain - lain 188,371, ,371, Total Beban Administrasi Beban Penyusutan &Amortisasi 6,451,224,0 45 6,262,852,23 1 6,152,594,95 3 Penyusutan Aktiva Tetap 2,396,189, ,296,930 1,855,892, ,856,8 83 1,677,332,72 6 Amortisasi Perangkat Lunak 295,215,155 6,007, ,207,253 88,564, ,650,609 Total Beban Penyusutan & Amortisasi Beban Lain - Lain 2,691,404,7 64 2,145,099,93 2 1,883,983,33 5 Bunga Pinjaman 35,544,593 35,544,593 35,544,593 Biaya Bank 190,000, ,000, ,000,373 2,764,589,1 24 2,764,589,12 4 Kerugian Selisih Kurs Rugi Anak Perusahaan 74,022,990 74,022, Kenaikan (Penurunan) 2,764,589,

29 Investasi saham 14,272,883, ,272,883, Beban Rupa - rupa 246,997, ,997, Total Beban Lain - Lain Pendapatan Lain - Lain 17,584,038, 045 2,990,134,09 0 2,990,134,09 0 Jasa Giro 812,837, ,837, Sewa Ruangan Kantor 975,990, ,990, Bunga Deposito 2,112,846,1 82 2,112,846,1 82-2,468,000,8 79 2,468,000, Bunga Obligasi Dividen Atas Reksadana 164,868, ,868, Dividen Saham dalam negeri 427,475, ,475, ,475,691 Laba (rugi) penjualan Aktiva Tetap 51,793,901 96,306,557 (44,512,656) (44,512,656) Bunga Pinjaman Karyawan 2,380,512 2,380,512 2,380,512 Laba Bersih Penjualan investasi Saham 14,091,004, 044 Laba atas Penilaian Harga Saham 7,898,174,4 83 Keuntungan Selisih Kurs Pendapatn Ongkos Polis 5,450,606,4 60 1,026,442, ,091,004, 044 7,898,174, ,450,606,46 0 1,026,442,52 0 5,450,606,46 0 1,026,442,52 0 Rupa - rupa 1,019,814,8 94 1,019,814,89 4 1,019,814,89 4 Total Pendapatan 36,502,235, 290 7,882,207,42 1 7,882,207,42 1 Lain - Lain Laba (Rugi) Sebelum Pajak 15,318,465, 905 2,198,322,84 3 2,589,361,

30 TABEL IV.2 PT. ASURANSI BINTANG Tbk. REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI FISKAL UNTUK SARU TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2009 (Dalam Rupiah) URAIAN KOMERSIAL Koreksi Fiskal Koreksi Fiskal Wajib Pajak Temporer Permanen Penulis Pendapatan Underwriting Beban Underwriting 60,817,520, ,817,520, ,817,520,8 60 Klaim Reasuransi 25,755,614, ,755,614, ,755,614,0 96 Cadangan Klaim 14,006,366, ,006,366, ,006,366,2 40 Laba Bruto Pengurang Penghasilan Bruto 21,055,540, ,055,540, ,055,540,5 24 Beban Pemasaran 1,095,235,75 8 1,314,900 1,093,920, ,700,519 1,055,535,23 9 Representasi 170,746,378 64,989, ,756,530 70,974,857 99,771,521 Fasilitas dan Hadiah 139,700, ,700,054-5,989, ,711,054 Sponsor Olahraga 44,965,332 31,513,460 13,451,872 13,451,872 Total Beban Pemasaran Beban Umum 1,450,647,52 2 1,213,129,26 0 1,302,469,68 6 Beban Pegawai 27,734,130, ,734,130,1 34 9,449,300 27,724,680,8 34 Beban Umum Lainnya 2,599,807,60 3 2,599,807,60 3 2,599,807,60 3 Kegiatan Sosial Karyawan 412,767, ,767, Sumbangan Pegawai 230,890, ,890, Sumbangan Kegiatan Sosial 643,436, ,436, Total Beban Umum Beban Administrasi 31,621,031, ,333,937, ,324,488,4 37 Biaya Telepon 1,123,552,93 7 1,123,552,93 7 1,123,552,93 7 Biaya Listrik 919,770, ,770, ,770,494 Biaya Administrasi 735,693, ,693, ,693,011 Biaya Cetakan 94,859,030 94,859,030 94,859,030 Biaya Materai 24,801,294 24,801,294 24,801,294 95

31 Biaya Photocopy 168,447, ,447, ,447,317 Biaya Pemeliharaan alat Kantor 64,993,094 64,993,094 64,993,094 Biaya Reparasi dan pemeliharaan mobil 165,662, ,662,773 82,831,387 82,831,387 Biaya Expedisi 135,808, ,808, ,808,352 Biaya Perlengkapan Kantor 365,050, ,050, ,050,136 Biaya Alat Tulis Kantor 196,745, ,745, ,745,144 Biaya Keperluan Dapur 77,654,065 77,654,065 77,654,065 Biaya Pajak 263,651, ,651, ,651,023 Biaya Sewa Gedung Kantor 1,149,150,10 9 1,149,150,10 9 1,149,150,10 9 Biaya Perangko 3,761,000 3,761,000 3,761,000 Biaya Pemeliharaan Gedung kantor 587,693, ,693, ,693,305 Biaya Komunikasi - internet 222,143, ,143, ,143,782 Biaya Bahan Bakar & Oli 436,365, ,365, ,365,513 Biaya Pembelian 36,212,568 36,212,568 36,212,568 perabot kantor Biaya Parkir & Tol 114,465, ,465, ,465,052 Biaya Asuransi Mesin Kantor dan Gedung 253,892, ,892, ,892,375 Biaya Lain - lain 209,284, ,284, Total Beban Administrasi Beban Penyusutan &Administrasi 7,349,656,59 0 7,140,372,37 4 7,057,540,98 7 Penyusutan Aktiva Tetap 2,063,447, ,678,274 1,723,769, ,034,2 75 1,444,413,30 7 Amortisasi Perangkat Lunak 1,074,268,50 4 3,193,063 1,071,075, ,280, ,987,953 Total Beban Penyusutan & Amortisasi Beban Lain - Lain 3,137,716,08 6 2,794,844,74 9 2,196,401,26 0 Bunga Pinjaman 39,612,406 39,612,406 39,612,406 Biaya Bank 205,313, ,313, ,313,267 5,926,177,32 7 5,926,177,32 7 Kerugian Selisih Kurs Rugi Anak Perusahaan 77,677,317 77,677, ,926,177,

32 Kenaikan (Penurunan) Investasi saham Beban Rupa - rupa 633,311, ,311, Total Beban Lain - Lain Pendapatan Lain - Lain 6,882,092,13 7 6,171,103,00 0 6,171,103,00 0 Jasa Giro 35,601,582 35,601, Sewa Ruangan Kantor 232,485, ,485, Bunga Deposito 868,179, ,179, ,712,667,74 2 1,712,667, Bunga Obligasi Dividen Saham Dalam Negeri 375,065, ,065, ,065,084 Dividen Atas Reksadana Laba (rugi) Penjualan Aktiva tetap 463,096,284 (187,254,629) 650,350, ,350,913 Bunga Pinjaman Karyawan 2,329,720 2,329,720 2,329,720 Laba Bersih Penjualan Investasi Saham 12,911,126,6 37 Laba atas Penilaian Harga Saham 1,406,683,11 7 Keuntungan Selisih kurs Pendapatan Ongkos Polis 5,392,095,15 1 1,011,960, ,911,126,6 37 1,406,683, ,392,095,15 1 1,011,960,24 1 5,392,095,15 1 1,011,960,24 1 Rupa - Rupa 2,408,901,47 9 Total Pendapatan 2,408,901,47 9 2,408,901,47 9 Lain - Lain 26,820,191,3 56 9,840,702,58 8 9,840,702,58 8 Laba (Rugi) Sebelum Pajak (2,565,411,99 3) (16,757,144, 008) (16,155,760, 259) 97

33 URAIAN TABEL IV.3 PT. ASURANSI BINTANG Tbk. REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI FISKAL UNTUK SARU TAHUN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2010 (Dalam Rupiah) KOMERSIA L Koreksi Fiskal Koreksi Fiskal Wajib Pajak Temporer Permanen Penulis Pendapatan Underwriting Beban Underwriting 73,200,777, ,200,777, ,200,777,7 32 Klaim Reasuransi 26,482,960, ,482,960, ,482,960,5 22 Cadangan Klaim 12,650,449, ,650,449, ,650,449,0 42 Laba Bruto Pengurang Penghasilan Bruto 34,067,368, ,067,368, ,067,368,1 68 Beban Pemasaran 2,518,539,5 55 5,266,500 2,513,273, ,324,368 2,497,215,18 7 Representasi 300,785,752 Fasilitas dan Hadiah 187,584, ,758, ,027, ,027, ,382, ,202,860 58,202,860 Sponsor Olahraga 59,313,073 55,653,653 3,659,420 46,149,518 13,163,555 Total Beban Pemasaran Beban Umum 3,066,223,3 76 2,738,162,39 8 2,731,608,66 5 Beban Pegawai 27,882,682, ,882,682, ,864,100 27,855,818,4 14 Beban Umum Lainnya 4,640,569, ,334,580 4,626,234,92 8 4,626,234,92 8 Kegiatan Sosial Karyawan 450,488,285 Sumbangan Pegawai 419,854,124 Sumbangan Kegiatan Sosial 374,885, ,488, ,854, ,885, Total Beban Umum Beban Administrasi 33,768,479, ,508,917, ,482,053,3 42 Biaya Telepon 2,233,118,5 61 2,233,118,56 1 2,233,118,56 1 Biaya Listrik 977,039, ,039, ,039,884 98

34 Biaya Administrasi 739,091, ,091, ,091,049 Biaya Cetakan 169,414, ,414, ,414,586 Biaya Materai 10,694,806 10,694,806 10,694,806 Biaya Photocopy 120,127, ,127, ,127,774 Biaya Pemeliharaan alat Kantor 651,062, ,062, ,062,007 Biaya Reparasi dan pemeliharaan mobil 155,738, ,738,168 77,869,084 77,869,084 Biaya Expedisi 168,488, ,488, ,488,413 Biaya Perlengkapan Kantor 101,447, ,447, ,447,134 Biaya Alat Tulis Kantor 318,964, ,964, ,964,927 Biaya Keperluan Dapur 79,494,160 79,494,160 79,494,160 Biaya Pajak 226,518, ,518, ,518,565 Biaya Sewa Gedung Kantor 1,294,327,8 34 1,294,327,83 4 1,294,327,83 4 Biaya Perangko 4,621,082 4,621,082 4,621,082 Biaya Pemeliharaan Gedung kantor 416,712, ,712, ,712,866 Biaya Komunikasi - internet 253,639, ,639, ,639,835 Biaya Bahan Bakar & Oli 401,745, ,745, ,745,086 Biaya Pembelian 32,451,200 32,451,200 32,451,200 perabot kantor Biaya Parkir & Tol 118,599, ,599, ,599,200 Biaya Asuransi Mesin Kantor dan Gedung 50,950,235 50,950,235 50,950,235 Biaya Lain - lain 188,769, ,769, Total Beban Administrasi Beban Penyusutan & Administrasi 8,713,016,9 80 8,524,247,37 3 8,446,378,28 9 Penyusutan Aktiva Tetap 1,990,327, ,126,72 7 1,748,200, ,098,23 9 1,393,229,22 5 Amortisasi Perangkat Lunak 1,071,990,3 68 3,909,921 1,068,080, ,597, ,393,258 Total Beban Penyusutan & Amortisasi Beban Lain - Lain 3,062,317,8 32 2,816,281,18 4 2,143,622,48 2 Bunga Pinjaman 7,203,407 7,203,407 7,203,407 99

35 Biaya Bank 230,971, ,971, ,971,554 1,784,739,4 56 1,784,739,45 6 Kerugian Selisih Kurs Rugi Anak Perusahaan 22,799,733 22,799, Kenaikan (Penurunan) Investasi saham ,784,739,45 6 Beban rupa - rupa 261,616, ,616, Total Beban Lain - Lain Pendapatan Lain - Lain 2,307,330,4 29 2,022,914,41 7 2,022,914,41 7 Jasa Giro 39,726,347 39,726, Sewa Ruangan Kantor 23,368,374 23,368, Bunga Deposito 931,849, ,849, ,848,456,7 26 1,848,456, Bunga Obligasi Dividen Saham dalam negeri 136,617, ,617, ,617,794 Dividen Atas Reksadana Laba (rugi) penjualan 1,984,093, ,553,917,84 6 Aktiva Tetap Bunga Pinjaman Karyawan Laba Bersih Penjualan 1,553,917,84 6 Investasi Saham 1,971,653,5 07 Laba atas Penilaian 1,971,653, Harga Saham Keuntungan Selisih kurs Pendapatan Ongkos Polis Rupa - Rupa Total Pendapatan 463,266,149 2,031,456,1 35 1,022,616, ,266, ,031,456,13 5 1,022,616,29 7 2,031,456,13 5 1,022,616, ,501, ,501, ,501,654 Lain - Lain 11,095,605, 575 5,387,109,72 6 5,387,109,72 6 Laba (Rugi) Sebelum Pajak (5,754,394,3 87) (9,156,044,92 0) (8,372,099,30 2) 100

36 IV.5. Perhitungan Penghasilan Pajak Terutang Setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal terhadap laporan keuangan khususnya laporan laba rugi PT. Asuransi Bintang Tbk diperoleh laba (rugi) bersih sebelum pajak menurut perhitungan perusahaan dengan rincian sebagai berikut : Tahun pajak 2008 memperoleh laba bersih sebesar Rp Tahun pajak 2009 memperoleh rugi bersih sebesar (Rp ) Tahun pajak 2010 memperoleh rugi bersih sebesar (Rp ) Atas laba bersih yang diperoleh perusahaan pada tahun pajak 2008 dapat dihitung jumlah Pajak Penghasilan Terutang dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf (b) sesuai dengan Undang - Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 yaitu : 10% x Rp = Rp % x Rp = Rp % x Rp = Rp Pajak Penghasilan Terutang Rp Laba bersih sebelum pajak tahun 2008 Rp Pajak Penghasilan Terutang Rp Laba bersih setelah Pajak tahun 2008 Rp

37 Setelah dilakukan anlisis dan koreksi fiskal oleh penulis maka jumlah laba yang diperoleh perusahaan menjadi lebih besar sedangkan rugi yang diderita perusahaan menjadi lebih kecil, dengan rincian sebagai berikut : Tahun pajak 2008 memperoleh laba bersih sebesar Rp Tahun pajak 2009 memperoleh rugi bersih sebesar (Rp ) Tahun pajak 2010 memperoleh rugi bersih sebesar (Rp ) Berikut adalah perhitungan Pajak Penghasilan Terutang tahun 2008 menurut penulis dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf (b) Undang Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000 dengan perhitungan sebagai berikut : 10% x Rp = Rp % x Rp = Rp % x Rp = Rp Pajak Penghasilan Terutang Rp Laba bersih sebelum pajak tahun 2008 Rp Pajak Penghasilan Terutang Rp Laba bersih setelah Pajak tahun 2008 Rp Jumlah Pajak Penghasilan Terutang PT. Asuransi Bintang untuk tahun pajak 2008 menurut perhitungan Wajib Pajak sendiri adalah sebesar Rp namun Wajib Pajak memiliki kompensasi kerugian pada tahun - tahun sebelumnya maka 102

38 menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan berkurang atau mungkin tidak terutang pajak. Kompensasi kerugian yang dimiliki perusahaan yaitu : a. Tahun Pajak 2005 Wajib Pajak memiliki sisa kompensasi kerugian yaitu sebesar Rp b. Tahun Pajak 2006 Wajib Pajak memiliki kompensasi kerugian sebesar Rp c. Tahun Pajak 2007 Wajib Pajak memiliki kompensasi kerugian yaitu sebesar Rp Sisa kompensasi kerugian tahun pajak 2005 baru dapat dikompensasikan pada tahun pajak 2008, namun kompensasi pajak tahun 2008 belum dapat menutupi seluruh sisa kompensasi kerugian tahun Perhitungan kompensasi kerugian sebagai berikut: Laba Sebelum Pajak Rp Pajak Terutang Rp Laba Bersih Setelah Pajak Kompensasi Kerugian Tahun 2005 Sisa Kompensasi Kerugian Tahun 2005 Rp (Rp ) (Rp ) Maka sisa kompensasi tahun pajak 2005 dapat dikompensasikan lagi pada tahun pajak berikutnya selama 5 (lima) tahun berturut-turut, namun jika kerugian tersbut telah lewat dari 5 (lima) tahun maka kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan ke laba bersih tahun berikutnya. Untuk tahun pajak 2009 dan 2010 Wajib Pajak menderita kerugian, maka Wajib Pajak tidak terutang pajak atau NIHIL sehingga tidak ada kewajiban pajak yang harus dilunasi. 103

39 IV.6. Penyampaian dan Pembetulan SPT Tahunan PT. Asuransi Bintang Dalam Undang Undang KUP No.28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (11) yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan atau SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan. Setiap Wajib Pajak diwajibkan untuk mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. SPT Tahunan yang telah diisi secara benar, lengkap, jelas dan ditandatangani harus disampaikan selambat - lambatnya 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak atau pada tanggal 30 April sesuai dengan Undang Undang KUP No.28 Tahun 2007 Pasal 3 ayat (3). Setelah dilakukan penelitian oleh penulis, ternyata PT. Asuransi Bintang Tbk tidak dapat menyampaikan SPT Tahunan tepat pada waktunya yang telah ditentukan yaitu empat bulan setelah berakhirnya Tahun Pajak (30 April) dikarenakan masalah masalah teknik yang terjadi dalam penyusunan laporan keuangan. Oleh Karena itu sesuai dengan UU KUP Pasal 3 ayat (4) PT. Asuransi Bintang dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan agar tidak dikenakan sanksi administrasi atau denda pajak. Perpanjangan penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur 104

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk IV.1 Laba Rugi Secara Komersial Keuntungan (laba) atau kerugian adalah salah satu tolak ukur

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan. Hal

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT Setelah dievaluasi biaya dan penghasilan dalam laporan laba rugi komersial terdapat perbedaan pengakuan biaya dan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata

BAB IV PEMBAHASAN. Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata BAB IV PEMBAHASAN Penjelasan mengenai akun akun dalam laporan keuangan PT Mitra Wisata Permata dan beberapa kebijakan akuntansi dan fiskal dalam menjalankan kegiatan bisnisnya yang perlu diketahui agar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Metode Perolehan Aktiva Tetap Aktiva tetap berwujud sebagai salah satu aktiva penting yang dimiliki perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan

Lebih terperinci

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL A. Adanya Pengeluaran atau Beban yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto akan Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF. 1. Pembagian laba dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Perusahaan Dalam Menghitung Penyusutan. 1. Dasar Penyusutan Masing Masing Aktiva dan Metode Penyusutan Yang Digunakan Oleh Perusahaan Setiap aktiva yang

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS Pada laporan rugi laba yang telah dibuat oleh PT TGS yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 menunjukkan adanya unsur penjualan yang telah berhasil

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Beban dan Pendapatan Perusahaan Langkah pertama yang dilakukan penulis adalah dengan melakukan koreksi fiskal atas laporan laba rugi perusahaan sesuai dengan undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI BAB IV PEMBAHASAN IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan laba menurut standar akuntansi keuangan menurut ketentuan peraturan perpajakan.

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisiensi perusahaan pada PT SNI, penulis akan menguraikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan salah satu pungutan negara terhadap rakyatnya. Pada hakekatnya, pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta Wajib

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO)

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO) BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO) Perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS Perbedaan antara perlakuan akuntansi dan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban akan mengakibatkan perbedaan laba

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV PEMBAHASAN Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisien PT.KBI, penulis akan menguraikan perencanaan pajak yang berhubungan dengan kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA IV. 1 Penerapan Akuntansi dalam Perhitungan Laba Kena Pajak dan Pajak yang Terutang Laba adalah selisih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 Pasal 1 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba Rugi Fiskal Dalam Menentukan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT. XYZ PT. XYZ menyajikan informasi yang menyangkut hasil kegiatan operasinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak II.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Soemitro. R yang dikutip oleh Mardiasmo (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. HAKIKAT REKONSILIASI Pelaksanaan pembukuan berdasar kebijakan akuntansi perusahaan menyimpang dari ketentuan perpajakan. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. Penyesuaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

MODUL V REKONSILIASI FISKAL

MODUL V REKONSILIASI FISKAL MODUL V REKONSILIASI FISKAL A. Dosen memberikan pengantar sesuai dengan Satuan Acara Perkuliahan ( S. A. P.) yang menjelaskan secara umum sebagai berikut : 1. Definisi Rekonsiliasi (koreksi) Fiskal. 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai, maka semua faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai, maka semua faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan pada umumnya menjalankan kegiatan operasionalnya selain bertujuan mencari laba juga mempertahankan pertumbuhan perusahaan itu sendiri. Agar

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY Pada bab ini penulis akan mengevaluasi atas keadaan perpajakan seperti yang telah diuraikan dalam Bab 3. Evaluasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi 1. Pendapatan Menurut Akuntansi Suatu perusahaan didirikan untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak Salah satu sumber penerimaan negara yang paling potensial untuk membiayai pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-34/PJ/2010

Lebih terperinci

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan

bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 perpajakan, prodi akuntansi-feuii MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan bambang kesit, 2010 halaman 1 dari 10 MODUL : TEKNIK REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PPh Badan 5.1 Pengertian PPh Badan PPh Badan yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima badan usaha

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN Pada prinsipnya terdapat perbedaan perhitungan penghasilan dan beban menurut Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan peraturan

Lebih terperinci

BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI

BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI BAB. 1V MANAJEMEN PAJAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN PADA PERUSAHAAN PI Pajak merupakan salah satu beban yang sangat material. Oleh karena itu, manajemen pajak harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung Dalam menghitung laporan laba rugi perusahaan, terdapat perbedaan antara laporan laba rugi berdasarkan peraturan yang sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT.

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB. IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MENGEFISIENSIKAN BIAYA PAJAK BADAN PADA PT. UB IV.1. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. UB Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas Laporan Laba Rugi Komersial Dalam Penentuan PPh Terhutang Pada PT. Mutiara Intrareksa

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO IV.I Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. PRIMA SINDO Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Di Indonesia, pajak atas penghasilan sudah dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu. Dimulai dari dikenalkannya Paten Recht

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT) BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisa, pembahasan, dan evaluasi yang dilakukan oleh penulis untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN. Aris Munandar, SE., M.Si

KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN. Aris Munandar, SE., M.Si KLASIFIKASI BIAYA DAN KOMPENSASI KERUGIAN Aris Munandar, SE., M.Si Tujuan Pembelajaran Jenis biaya yang diperkenankan bagi WP DN dan BUT untuk dibebankan sebagai biaya Jenis yang tidak diperkenankan bagi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2010, 2011, dan 2012 PT. PAS merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi alat laboratorium, reagen kimia klinik dan seluruh perlengkapan

Lebih terperinci

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK PENGHASILAN PASAL 25/29 MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PERENCANAAN PAJAK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah diharapkan muncul kesadaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 62 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Koreksi Fiskal atas Laporan Laba Rugi Komersial dalam Penentuan Penghasilan Kena Pajak Laporan keuangan yang dibuat oleh PT. Madani Securities bertujuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pajak a) Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS

BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS BAB IV EVALUASI PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN BEBAN PAJAK PADA PT ADIS IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak pada PT ADIS Dalam rangka meminimalkan beban pajak yang terutang, PT ADIS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada PT. Yusonda Mahayasa Nusantara Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT. Yusonda Mahayasa Nusantara tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Setia Lestari Pengetahuan atas ketentuan perpajakan yang benar, sangat mutlak diperlukan oleh Wajib Pajak karena dengan pengetahuan itu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan 1 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan pada PT. Trillion Glory International Setiap badan usaha diwajibkan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1. Pengertian Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak baik orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kewajiban Perpajakan PT.Klinik Sejahtera PT.Klinik Sejahtera adalah salah satu klien dari KKP Adiyanto Consultant Management dimana wajib pajak badan ini bergerak di bidang kesehatan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK IDENTITAS PERHATIAN TAHUN PAJAK FORMULIR SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK

Lebih terperinci

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17/2000 adalah setiap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan 58 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan laba rugi fiskal Sebagai Dasar penghitungan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan pada PT. Nutricircle World Setiap badan usaha diwajibkan menggunakan pembukuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Singkat PT. Kencana Megah Logistik PT. Kencana Megah Logistik didirikan oleh Ibu Anggrek Meice pada tahun 2005 dan mulai menjalankan bisnis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

LAMPIRAN - I. SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

LAMPIRAN - I. SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PERHATIAN HALAMAN - I LAMPIRAN - I PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN SEBELUM MENGISI BACALAH BUKU PETUNJUK PENGISIAN NPWP NAMA WAJIB

Lebih terperinci

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati Abstrak Perbedaan antara laba menurut akuntansi dengan laba menurut pajak, untuk mengatasi perbedaan

Lebih terperinci

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Penghitungan PPh diakhir tahun bagi WP Badan didasarkan atas LK Fiskal (Laba Rugi Fiskal) Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Pengertian Umum Pajak Definisi pajak menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH. dalam Resmi (2007) adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara

Lebih terperinci

SISTEMATIKA. Konsep Rekonsiliasi. Rincian Item Rekonsiliasi. Kasus dan Ilustrasi

SISTEMATIKA. Konsep Rekonsiliasi. Rincian Item Rekonsiliasi. Kasus dan Ilustrasi 1 SISTEMATIKA 1. 2. 3. Konsep Rekonsiliasi Rincian Item Rekonsiliasi Kasus dan Ilustrasi 3 Bagan Pajak Perusahaan Dipotong PPh 23 atas penghasilan jasa Penghitungan Pajak Perusahaan Penghasilan XXX Beban

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 7-1983 lihat: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1991 PAJAK. Warga Negara. UU. No. 7 Tahun 1983. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Perencanaan Pajak Sebagai Upaya Meminimalkan Beban Pajak Pada PT Abadi Karya Mulia Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT Abadi Karya Mulia tidak dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1993 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Perbedaan antara Laba Komersial dan Laba Fiskal. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha diwajibkan untuk menyusun

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Perbedaan antara Laba Komersial dan Laba Fiskal. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha diwajibkan untuk menyusun BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perbedaan antara Laba Komersial dan Laba Fiskal Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan setiap akhir periode, dan laporan keuangan

Lebih terperinci

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b.

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b. 77 DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN h SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN h ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dengan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT

BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM. diwajibkan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebagai Wajib Pajak badan, PT BAB IV EVALUASI PENERAPAN PERENCANAAN PAJAK PPH BADAN PT LAM IV.1. Evaluasi Pelaksanaan PPh Badan PT LAM Sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, setiap Wajib Pajak diwajibkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B. PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR TAHUN PAJAK KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui.

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Penyajian Data Agar penyajian data dapat diketahui setiap kurun waktu (periode akuntansi) tertentu perusahaan perlu menyusun laporan keuangan. Penyusunan laporan keuangan adlah tahap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Tax Planning Pada PT. XYZ Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT. XYZ tidak dapat dipisahkan dengan upayaupaya yang dilakukan pihak manajemen untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d.

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d. 1771 - III/$ LAMPIRAN - III KREDIT PAJAK DALAM NEGERI NO. NAMA DAN NPWP OBJEK PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PEMOTONG / PEMUNGUT PAJAK JENIS PENGHASILAN / TRANSAKSI PAJAK PENGHASILAN BUKTI PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL PADA PT CITRA TUMBUH LESTARI TAHUN PAJAK 2013

ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL PADA PT CITRA TUMBUH LESTARI TAHUN PAJAK 2013 ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL PADA PT CITRA TUMBUH LESTARI TAHUN PAJAK 2013 B. Soehakso Notohatmodjo Politeknik Sawunggalih Aji Abstract The study aims to look at the PT. Citra

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PERHATIAN 0 MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DARI PENGHASILAN LAIN SPT YANG DIKENAKAN

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU.

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU. BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) IV.1 Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU. Hal paling utama dalam melaksanakan perencanaan pajak

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN FORMULIR 1771 KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK

Lebih terperinci

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan PERPAJAKAN II Modul ke: Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN D. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771 SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PERHATIAN 770 BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL; DAN/ATAU PEMBUKUAN PENCATATAN DALAM NEGERI LAINNYA/LUAR NEGERI.

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA X PADA 1771/$ PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO. BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO. IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak PT Artha Daya Coalindo Perbedaan antara perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL 25 BERIKUTNYA E. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B. PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR 1770 MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI

Lebih terperinci