BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :

ANALISA KEEFEKTIFAN MESIN OVERHEAD CRANE DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DI PT BUKAKA TEKNIK UTAMA DIVISI BOARDING BRIDGE

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS EFEKTIFITAS MESIN OVERHEAD CRANE DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DI PT. BTU, DIVISI BOARDING BRIDGE

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisa Total Productive Maintenance pada Mesin Machining Center pada PT. Hitachi Power System Indonesia (HPSI) Dengan Menggunakan Metode

BAB IV METODE PENELITIAN

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN:

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pemeliharaan (Maintenance) Pengertian Pemeliharaan (Maintenance)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk

Analisis Overall Equipment Effectiveness dalam Meminimalisasi Six Big Losses pada Area Kiln di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.

Jl. Kaliurang Km 14.4 Sleman, DIY ,2) ABSTRAK

Sistem Manajemen Maintenance

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Total Productive Maintenance (TPM) Sistem Perawatan TIP FTP UB Mas ud Effendi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE).

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA

BAB V ANALISA HASIL Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan)

BAB III METODE PENELITIAN. ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data-data. penelitian ini meliputi proses

Analisis Overall Equipment Effectiveness pada Mesin Wavetex 9105 di PT. PLN Puslitbang

Kata Kunci Life Cycle Cost (LCC), Overall Equipment Effectiveness (OEE), Six Big Losses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, adalah sebagai berikut :

1. Tingkat efectivitas dan efisiensi mesin yang diukur adalah dengan Metode Overall

Universitas Widyatama

1 BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena tim perbaikan tidak mendapatkan dengan jelas

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan. Perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan keutungan bagi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengajuan... ii Halaman Pengesahan... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel...

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH

PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI)

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) UNTUK PENINGKATAN EFESIENSI PRODUKSI DI PT. SINAR SOSRO

Industrial Management Analisis Overall Equipment Effectiveness (OEE) dalam Meminimalisir Six Big Losses Pada Mesin Produksi di UD.

ANALISA FAKTOR-FAKTOR SIX BIG LOSSES PADA MESIN CANE CATTER I YANG MEMPENGARUHI EFESIENSI PRODUKSI PADA PABRIK GULA PTPN II SEI SEMAYANG

Nia Budi Puspitasari, Avior Bagas E *) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang

Implementasi Metode Overall Equipment Effectiveness Dalam Menentukan Produktivitas Mesin Rotary Car Dumper

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam mesin/peralatan produksi, misalnya mesin berhenti secara tiba-tiba,

KARYA AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan. Oleh TENGKU EMRI FAUZAN

BAB I PENDAHULUAN. industri baik dalam bidang teknologi maupun dalam bidang manajemen,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah performance mesin yang digunakan (Wahjudi et al., 2009). Salah

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

BAB II KAJIAN LITERATUR...

PERHITUNGAN DAN ANALISIS NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA MESIN MESPACK DI PT. UNILEVER INDONESIA DEA DERIANA

Penerapan Total Productive Maintenance Pada Mesin Electric Resistance Welding Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan

PENGUKURAN MANAJEMEN PERAWATAN MENGGUNAKAN METODE TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari pemeliharaan pencegahan

HASBER F. H. SITANGGANG

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA TURNTABLE VIBRRATING COMPACTOR GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (Persero)

BAB III METODELOGI PENELITIAN

SKRIPSI ANALISIS PENINGKATAN EFEKTIFITAS MESIN SEWING MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DI PT.

Nama : Teguh Windarto NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr.Ir Rakhma Oktavina, MT

Universitas Bakrie BAB I

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA LINI PRODUKSI MESIN PERKAKAS GUNA MEMPERBAIKI KINERJA PERUSAHAAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN PERBAIKAN EFEKTIVITAS MESIN SPINNING DENGAN MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS DAN GREY FMEA DI PT XYZ

BAB III METODE PENELITIAN

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGUKURAN PRODUKTIVITAS MESIN CNC DI PT. RAJA PRESISI SUKSES MAKMUR DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE)

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2017

BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN

WASTE. If it doesn t add value, it s waste. - from Henry Ford s book: Today and Tomorrow, 1922 PEMBOROSAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam pengertian paling luas, manajemen operasi berkaitan dengan

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2016

BAB II LADASAN TEORI 2.1 Defenisi Perawatan Mesin ( Maintenance 2.2 Manajemen Perawatan

Iyain Sihombing, Novie Susanto*, Hery Suliantoro

Analisis Efektivitas Mesin Stripping Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis

PENINGKATAN EFEKTIVITAS LINI PRODUKSI PADA SISTEM PRODUKSI KONTINYU DENGAN PENDEKATAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

Perancangan Aktivitas Pemeliharaan Dengan Reliability Centered Maintenance II (Studi Kasus : Unit 4 PLTU PT. PJB Gresik)

Nadia Cynthia Dewi. Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang.

PENJADWALAN PERAWATAN MESIN PAKU DI PT. PRIMA WARU INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PT. PP LONDON SUMATERA INDONESIA Tbk BAGERPANG POM SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi. Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

SISTEM PEWRAWATAN TERPADU (INTEGRATED MAINTENANCE SYSTEM)

dalam pembahasan sehingga hasil dari pembahasan sesuai dengan tujuan yang

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi maintenance Maintenance (perawatan) menurut Wati (2009) adalah semua tindakan teknik dan administratif yang dilakukan untuk menjaga agar kondisi mesin/peralatan tetap baik dan dan dapat melakukan segala fungsinya dengan baik, efisien, dan ekonomis sesuai dengan tingkat keamanan yang tinggi. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2006:3), yang menyatakan bahwa all activities necessary to keep a system and all of its components in working order. Sehingga dapat dikatakan bahwa seiring berlalunya waktu fungsi mesin serta peralatan yang digunakan untuk produksi semakin lama akan berkurang. Namun dengan adanya suatu sistem perawatan yang baik, maka usia kegunaan mesin dapat diperpanjang dengan melakukan perawatan secara berkala dengan perawatan yang tepat. Terdapat dua hasil yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu : 9

10 a) Condition maintenance, yaitu aktivitas perawatan untuk mempertahankan keadaan mesin/peralatan agar dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan usia ekonomis mesin itu. b) Replacement maintenance, yaitu aktivitas perawatan untuk perbaikan dan penggantian komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan. 2.2 Tujuan maintenance Kegiatan Maintenance (perawatan) secara garis besar dilakukan untuk mencegah kerusakan mesin/peralatan yang digunakan untuk kegiatan produksi terlalu cepat, selain itu kegiatan perawatan haruslah memiliki kriteria efektif, efisien, serta berbiaya rendah. Berikut ini beberapa tujuan kegiatan perawatan menurut Wati (2009), antara lain : a) Memperpanjang usia pakai dari mesin/peralatan. b) Menjaga fungsi dari mesin/peralatan agar tetap baik. c) Menjamin ketersediaan optimum mesin/peralatan. d) Menjamin kesiapan operasional mesin/peralatan. e) Mengurangi downtime mesin/peralatan (memaksimalkan ketersediaan) f) Menjamin keselamatan user mesin/peralatan tersebut. g) Menjamin kepuasan pelanggan.

11 2.3 Total Productive Maintenance (TPM) 2.3.1 Definisi Total Productive Maintenance (TPM) Definisi Total Productive Maintenance (TPM) menurut Wireman (2004:1), is maintenance activities that are productive and implemented by all employees. Jadi TPM merupakan suatu aktivitas perawatan yang produktif serta diimplementasikan oleh seluruh lapisan karyawan pada suatu perusahaan atau organisasi. Metode ini melibatkan seluruh elemen dari organisasi, yaitu : a) Departemen Maintenance b) Operasional c) Fasilitas d) Desain e) Pelaksana proyek f) Kontruksi g) Persediaan dan penyimpanan h) Pembelian i) Accounting dan Finance. j) Manajemen di pabrik dan area lapangan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Panneerselvam (2005:469), Total Productive Maintenance (TPM) is a management system for optimizing the productivity of manufacturing equipment thruogh systematic equipment maintenance involving employees at all levels. Dimana semua karyawan dari

12 berbagai level dan tingkatan, serta berbagai divisi ikut bertanggung jawab atas kegiatan perawatan agar kegiatan manufaktur berjalan secara optimal. 2.3.2 Pilar dari Total Productive Maintenance (TPM) Pada sistem Total Productive Maintenance (TPM) memiliki dasar pondasi yang menjadi ciri khas sistem ini, dasar pondasi tersebut di sebut juga pilar, pilar ini terdiri dari delapan metode yang menjadi penyokong berjalannya suatu sistem TPM, dimana delapan pilar ini saling terkait antara satu sama lain. Delapan pilar tersebut menurut Ahuja dan Kahamba ( 2008 ) antara lain yaitu : a) Autonomous maintenance b) Focussed Improvement c) Planned maintenance d) Quality maintenance e) Education and Training f) Development Management g) Safety, health, and environment h) Office TPM Dalam pilar-pilar tersebut diatas dapat dijelaskan secara singkat maksud atau pengertian dari masing-masing item yaitu : a) Autonomous maintenance atau dalam bahasa Jepang Jishu Hozen adalah pemeliharaan yang independent yang artinya pekerjaan maintenance yang

13 biasanya pekerjaan dilakukan oleh bagian maintenance dapat dialihkan ke bagian lain dalam hal ini operator peralatan yang tentunya sesuai dengan kapasitasnya sebagai supporting maintenance, yang bertujuan meningkatkan kemampuan operator dalam merawat peralatan dan terlibat dalam proses perbaikan yang terkait dengan aspek produksi dengan perbaikan pada operasi dan manajemen peralatan yang termasuk dalam lingkup gerakan 5S. b) Focused Improvement dan proses improvement ( Kobetsu Kaizen ) adalah perbaikan secara terus menerus atau berkesinambungan dalam tiap aspek penting dari setiap departemen yang menjalankan, yang bertujuan untuk meminimalisir berbagai kerugian atau losses untuk mendapatkan hasil efektifitas yang lebih baik dalam bentuk OEE, baik dengan perbaikan metode kerja maupun standar proses dan mesin. c) Planned Maintenance bertujuan untuk mengontrol kerusakan dari peralatan setelah jam kerja operasi yang cukup lama sebelum terjadi kerusakan yang lebih parah yang dasar pelaksanaannya dengan mengunakan histori data atau pengalaman-pengalaman sebelumnya. d) Quality Maintenance adalah sistem pengaturan terhadap kualitas yang bertujuan untuk memiliki pengetahuan dan standar untuk membuat produk yang sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan sehingga penyimpangan kualitas dalam proses dapat segera untuk diperbaiki dengan mengaitkan

14 faktor faktor dalam proses seperti 4M yaitu Manusia, Mesin, Metode, dan Material. e) Education and Training adalah suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan skill atau kemampuan dari tiap personil terhadap suatu bidang kerja nya, salah satu bentuk training tersebut adalah training 5S, pengoperasian mesin baru dan teknik perawatan yang baik dan program training lainnya. f) Development Management adalah yang berkaitan dengan pengembangan mesin untuk efektifitas yang tinggi serta proses cepat untuk pengembangan hal baru. g) Safety, health and environmental terkait dengan masalah kesehatan, keselamatan dan kenyamanan lingkungan dalam bekerja bagi si pekerja dengan pemakaian alat pelindung kerja dan penerapan tanda-tanda yang menunjukkan area atau proses yang berbahaya yang beresiko untuk mencapai zero accident. h) Office TPM adalah terkait dengan peranan administrasi dalam pengumpulan dan penyajian data yang diperlukan tiap departemen untuk pengambilan keputusan lebih lanjut, serta kantor yang berorientasi untuk dukungan yang sangat baik serta meningkatkan efisiensi jam kerja operator.

15 2.3.3 Tujuan Total Productive Maintenance (TPM) Berikut ini merupakan tujuan dari maintenance menurut Wireman (2004:2), antara lain yaitu : a) Meningkatkan efektifitas dari mesin/peralatan. Memastikan bahwa suatu mesin/peralatan bekerja sesuai dengan fungsi dan spesifikasinya secara efektif. b) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari perawatan. Memfokuskan pada kegiatan perawatan yang efektif dan efisien pada saat melakukan perawatan pada mesin/peralatan. c) Manajemen perawatan yang tepat. Tujuannya adalah untuk mengurangi tingkat perawatan dari suatu mesin/peralatan, agar biaya perawatan keseluruhan tidak membengkak. d) Melakukan pelatihan untuk meningkatkan keahlian kepada semua orang yang terlibat, dan dapat berkontribusi dalam kegiatan perawatan. Tidak hanya melibatkan anggota maintenance department, tapi juga pada seluruh operator, serta karyawan lainnya. e) Melibatkan operator pada setiap kegiatan perawatan rutin. Kegiatan ini bertujuan agar seluruh operator dapat memahami serta menangani setiap masalah yang mungkin timbul.

16 2.4 Biaya perawatan Riset menunjukkan bahwa banyak perusahaan di sana yang menghabiskan banyak biaya hanya untuk kegiatan perawatan, dimana hal ini tentu saja sangat boros dan tidak perlu. Menurut Wireman (2004), ada beberapa hal mempengaruhi biaya dari perawatan, antara lain : a) Penjadwalan perawatan. b) Perekrutan dan pelatihan teknisi perawatan. c) Breakdown yang terlalu banyak. d) Kurangnya dukungan dari manajemen tingkat atas. Sebenarnya beberapa pengeluaran yang tidak penting dapat dihindari dengan menerapkan metode perawatan yang baik, sehingga akan mengurangi biaya perawatan, yang berakibat meningkatnya profit. Oleh karena itu pada setiap perusahaan sebaiknya dicari suatu kondisi yang ideal untuk melakukan suatu perbaikan secara optimal pada kegiatan perawatan. Level optimum dari tindakan pencegahan merupakan suatu titik dimana biaya total (biaya yang berhubungan dengan perawatan pencegahan ditambah biaya perbaikan peralatan rusak) berada pada titik minimum, seperti pada gambar berikut.

17 Optimum Preventive Maintenance Costs Repair and Breakdown Level of Maintenance commitment Grafik 2.1. Perbandingan biaya pada level perawatan yang berbeda (Sumber : Stephens, 2006) Dari gambar diatas diketahui bahwa perbandingan antara program perawatan dengan biaya total perawatan (biaya perbaikan kerusakan) berbanding lurus. Selanjutnya dapat diketahui juga bahwa biaya total perawatan dan breakdown menunjukkan penurunan seiring dengan penerapan program perawatan yang tepat, atau dapat dikatakan berbanding terbalik. Variasi dari beberapa faktor seperti jenis dan usia mesin/peralatan, tipe industri, tingkat skill teknisi dapat mempengaruhi kemiringan kurva preventive maintenance (PM). Perubahan dari kemiringan kurva PM juga akan merubah posisi dari titik optimum. Untuk lebih paham, contohnya pada gambar dibawah ini.

18 Preventive Maintenance Costs Preventive Maintenance Repair and Breakdown Level of Maintenance commitment Grafik 2.2. Perbandingan biaya perawatan dengan variasi kemiringan PM. (Sumber : Stephens, 2006) Maka dari itu kebijakan perawatan yang tepat sangat penting bagi suatu perusahaan agar biaya yang dikeluarkan untuk perawatan dapat terkendali dengan baik, dan dalam level optimum yang baik pula. 2.5 Jenis maintenance 2.5.1 Planned maintenance Planned maintenance atau disebut juga dengan perawatan terencana merupakan suatu bagian dari pilar pada Total Productive Maintenance (TPM). Menurut Panneerselvam (2005:469), tujuan dari metode ini adalah Planned maintenance aims to have trouble free machines and equipments to produce defect free products to fully satisfy customers requirements. Sehingga dapat dikatakan bahwa planned maintenance bertujuan untuk menciptakan suatu

19 kondisi mesin yang bebas masalah dan menghasilkan suatu produk yang bebas cacat, sehingga kepuasan pelanggan dapat terpenuhi. Lalu definisi Planned maintenance menurut Wati (2009), pemeliharaan yang diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi dapat dikatakan Planned maintenance merupakan jenis perawatan yang telah telah diorganisir, direncanakan, dijadwalkan, serta dilakukan pencatatan pada setiap prosesnya. Pada Planned maintenance mempunyai tiga bentuk tipe perawatan, yaitu : a) Reactive atau Corrective maintenance (repair and breakdown) Perawatan perbaikan ini dilakukan tepat pada saat terjadi kegagalan mesin atau pada saat mesin benar-benar rusak. Perawatan ini menuntut operator serta teknisi untuk melakukan hal-hal yang mencakup : 1) Mencatat hasil yang timbul dari kerusakan yang terjadi secara detail dan terperinci, sehingga operator dan teknisi dapat menganalisa kerusakan dan mencari penyebabnya. 2) Ikut memberikan masukan-masukan setelah melakukan pencatatan serta menganalisanya, yang tujuannya adalah mencegah kejadian serupa terjadi kembali pada mesin/peralatan

20 b) Preventive maintenance Perawatan jenis ini adalah kebalikan dari perawatan perbaikan, perawatan ini dilakukan untuk mencegah dan memperbaiki masalah sebelum terjadi kegagalan mesin/peralatan. Dalam hal ini pemeriksaan merupakan kegiatan yang penting untuk pembuatan laporan dan merencanakan perawatan yang rutin untuk kegiatan selanjutnya agar lebih tepat dan cepat. Langkah-langkah standar yang dilakukan untuk melakukan perawatan jenis ini adalah : 1) Membersihkan area dekat mesin/peralatan, seperti membersihkan debu, membersihkan sisa pelumas yang tercecer, membersihkan sisa-sisa scrap, dan lain-lain. 2) Inspeksi mesin/peralatan setelah digunakan, seperti memeriksa tingkat ketinggian oli, memeriksa apakah ada baut di mesin yang lepas, atau kabel yang lepas serta terbuka, dan lain-lain. 3) Pelumasan terhadap bagian mesin/peralatan yang mungkin memerlukannya. c) Predictive maintenance Perawatan ini merupakan perkembangan dari Preventive maintenance, perawatan ini dilakukan pada interval waktu yang telah ditentukan berdasarkan prediksi hasil analisa. Data yang digunakan untuk dianalisa dalam sistem perawatan ini dapat berupa temperatur, getaran, bahan kimia pelumas dan lain-lain.

21 2.5.2 Autonomous maintenance Suatu sistem pemeliharaan mandiri, dimana kegiatan perawatan mesin/peralatan dilakukan oleh operator sendiri, seperti yang dikatakan oleh Panneerselvam (2005:469), to prepare the operators to take care of routine maintenance task which will help to free the core maintenance personnel to concentrate on high end maintenance activities. Namun hanya berlaku pada perawatan ringan saja yang dilakukan oleh operator tersebut. Beberapa tujuan dari Autonomous maintenance adalah sebagai berikut : a) Mencegah dan mengurangi lama waktu mesin/peralatan downtime. b) Mencegah defect dari proses mesin. c) Mempercepat penanganan mesin downtime. d) Meningkatkan ketahanan mesin. e) Menjaga kondisi mesin dalam keadaan prima. f) Mencegah kerusakan mesin yang lebih parah. g) Meningkatkan pemahaman operator dan skill tentang mesin. h) Mengurangi resiko kecelakaan kerja, karena operator lebih paham dengan sistem safety dari mesin. 2.6 Reliability Centered Maintenance (RCM) RCM menurut Moubray (1992:7), a process used to determine what must be done to ensure that any physical asset continues to do what its user

22 want it to do in its present operating context. Sehingga dapat dikatakan sistem ini diciptakan untuk menentukan langkah yang diperlukan dan menentukan perawatan yang efektif untuk menjamin seluruh fasilitas fisik berjalan dengan baik dan sesuai fungsinya. Metode ini merupakan suatu metode pendekatan perawatan yang mengkombinasikan praktek dan strategi dari seluruh elemen planned maintenance (Preventive maintenance dan corrective maintenance) untuk memaksimalkan umur mesin/peralatan dengan biaya yang minimal (minimum cost). Untuk menerapkan metode RCM maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut : a) Identifikasi mesin/peralatan yang penting untuk di lakukan tindakan maintenance, dengan menggunakan metode : Failure, Mode, Effect, Criticality Analysis (FMECA). Fault Tree Analysis (FTA). MTBF (Mean Time Between Failure), MTTR (Mean Time To Repair) dan MTTF (Mean Time To Failure). b) Menentukan penyebab terjadinya kegagalan, untuk hal ini diperlukan data histori yang lengkap. c) Mengklasifikasi tingkatan maintenance. d) Mengimplementasikan keputusan berdasarkan RCM e) Melakukan evaluasi.

23 2.7 Overall Equipment Effectiveness (OEE) Efektivitas suatu sistem produksi berpengaruh terhadap keuntungan yang akan di peroleh perusahaan. Salah satu metode yang umum digunakan untuk mengukur dan memaksimalkan efektifitas adalah dengan Overall Equipment Effectiveness ( OEE ). OEE merupakan pengukuran efektifitas secara keseluruhan untuk mengevaluasi seberapa capaian performansi dan reliability peralatan. OEE merupakan indikator performansi produktivitas yang didasarkan pada level tertentu dari performansi yang diharapkan. Besarnya kesempatan untuk memperbaiki produktivitas yang diidentifikasi dengan menggunakan OEE tergantung pada langkah yang tepat yang diambil oleh perusahaan. Dengan OEE dapat diketahui dan diukur penyebab melemahnya kinerja peralatan. Tujuan dari OEE adalah sebagai alat ukur performa dari suatu sistem maintenance, dengan menggunakan metode ini maka dapat diketahui ketersediaan mesin/peralatan, efisiensi produksi, dan kualitas output mesin/peralatan. Penggunaan OEE sebagai performance indicator, mengambil periode basis waktu tertentu, seperti shiftly, harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan. Pengukuran OEE lebih efektif digunakan pada suatu peralatan produksi. OEE dapat digunakan dalam beberapa tingkatan pada sebuah lingkungan perusahaan. OEE dapat dipergunakan sebagai benchmark untuk mengukur rencana perusahaan dalam performasi. Nilai OEE, perkiraan dari suatu aliran produksi, dapat digunakan untuk

24 membandingkan garis performansi melintang dari perusahaan, maka akan terlihat aliran yang tidak penting. Selain digunakan untuk mengetahui performa peralatan, suatu ukuran OEE dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk keputusan pembelian peralatan baru. Dalam hal ini, pihak pengambil keputusan mengetahui dengan jelas kapasitas peralatan yang ada sehingga keputusan yang tepat dapat diambil dalam rangka memenuhi permintaan pelanggan. Untuk itu OEE dapat dirumuskan dengan melihat hubungan antara ketiga elemen produktifitas tersebut dapat dilihat pada rumus dibawah ini, dimana : OEE % = A x P x Q x 100% Dimana : A = Avalability (waktu ketersediaan mesin/peralatan). P = Performance effectiveness. Q = Quality. Menurut Hansen ( 2001 ) dalam Overall Equipment Effectiveness ( OEE ) dapat dikategorikan menjadi : < 65% tidak dapat diterima 65-75 % cukup baik, hanya ada kecenderungan adanya peningkatan tiap kuartalnya

25 75 85 % sangat bagus, lanjutkan hingga world class level ( > 85% untuk batch type process dan > 90% untuk continuous discrate process ) Untuk ideal parameter OEE adalah availability > 90%, Performance Efficiency > 95%, Quality rate product > 99% Faktor-faktor yang mempengaruhi OEE atau biasa disebut dengan six big losses disajikan dalam tabel berikut ini : Six Big Losses Category OEE Loss Category OEE Factor Equipment Failure Setup and adjustment Idling and minor stoppages Reduced Speed Reduce Yield Quality Defect Downtime Losses Availability ( A ) Speed Losses Performance ( P ) Defect Losses Quality ( Q ) Tabel 2.1 Six Big Losses ( Sumber : Jurnal Performance Measurement of Mining Equipment by Utilizing OEE, 2010 ) Enam kerugian atau six big losses yang mengakibatkan downtime dibagi dalam beberapa hal berikut : Kerugian karena peralatan berhenti beroperasi 1. Kerusakan peralatan : diakibatkan oleh kerusakan yang tidak terduga

26 2. Setup dan penyesuaian ( Setup and adjustment ). Kerugian atas waktu yang dibutuhkan untuk equipment setup dan adjustment terlalu lambat sehingga akan mengurangi produktivitas. Kerugian karena memperlambat operasi 3. Berhenti sebentar atau tiba-tiba berhenti (Idling and Minor Stoppages) 4. Pengurangan kecepatan ( Reduce Speed ). Kerugian karena kecepatan alat lambat. Kerugian karena menghasilkan produk rusak 5. Cacat dalam proses ( Defect in process ) 6. Berkurangnya hasil produksi ( Reduce yield ). Kerugian antara saat produksi dimulai hingga produksi berlangsung lancar/stabil. Berikut ini merupakan parameter perhitungan OEE. Dimana untuk mencapai efektivitas yang tinggi dari peralatan maka nilai dari masing-masing parameter harus mencapai nilai yang tinggi.

27 Gambar 2.1 OEE Parameter ( Sumber : Jurnal Performance Measurement of Mining Equipment by Utilizing OEE, 2010 ) 2.7.1 Availability Availability masuk dalam kategori lost time dimana hal-hal yang termasuk didalamnya antara lain faktor-faktor yang menyebabkan adanya waktu jeda dalam kinerja peralatan, misalnya kerusakan pada peralatan, waktu menunggu dan lainlain. Sehingga, availability dapat dirumuskan sebagai berikut : Availability = Net Available Time Downtime Losses x 100 % Net Available Time Dimana Net Available Time adalah waktu yang tersedia (total availability time) perhari atau perbulan yang dikurangi dengan downtime peralatan yang direncanakan (scheduled downtime).

28 Net Available Time = total availability time scheduled downtime Dimana scheduled downtime adalah jumlah downtime yang direncanakan dalam rencana produksi, termasuk didalamnya terdapat downtime peralatan untuk perawatan. 2.7.2 Performance Efficiency Performance masuk dalam kategori speed loss dimana faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah hal-hal yang menyebabkan peralatan beroperasi kurang dari kecepatan maksimal yang seharusnya. Kondisi ini dapat di sebabkan oleh beberapa hal antara lain, material, pengoperasian dari operator, dan lain-lain. Sehingga, performance dapat dirumuskan sebagai berikut : Performance = Operating Time Speed Losses x 100 % Operating Time Dimana operating time adalah waktu yang tersedia dari net available time dikurangi dengan downtime losses. 2.7.3 Rate of Quality Rate of quality merupakan suatu perbandingan yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan

29 standar. Persamaan yang digunakan untuk pengukuran rasio ini adalah sebagai berikut : Rate of Quality = Good Output x 100 % Actual Output 2.8 Kegagalan ( Failure ) Kegagalan dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang tidak memuaskan. Dalam konteks pemeliharaan, kegagalan didefinisikan sebagai ketidakmampuan menghasilkan pekerjaa-pekerjaan dengan cara yang tepat, bukan ketidakmampuan untuk menghasilkan pekerjaan. 2.8.1 Penyebab Kegagalan Kegagalan operasi sebuah sistem ataupun komponen tidak hanya berpengaruh Terhadap komponen atau sistem tersebut serta keberlangsungan dari proses produksi dimana sistem atau komponen tersebut dioperasikan. Lebih jauh lagi, kegagalan tersebut dapat berpengaruh terhadap keselamatan operator maupun lingkungan sekitar dimana proses produksi tersebut dilakukan. Dengan demikian, efek dari kegagalan dari suatu komponen kecil di dalam sistem akan dapat mengakibatkan kerugian yang besar baik materi maupun jiwa manusia serta lingkungan. Untuk mencegah terjadinya kegagalan, pengetahuan tentang penyebab kegagalan sangatlah diperlukan. Beberapa penyebab kegagalan operasi ini antara lain, kelalaian manusia, pemeliharaan yang buruk, kesalahan dalam penggunaan, kurangnya perlindungan terhadap tekanan lingkungan yang berlebihan. Secara garis

30 besar ada empat faktor yang berperan besar terhadap kegagalan suatu peralatan atau sistem yaitu : 1. Design tidak memadai ( engineering design ) 2. Kegagalan komponen 3. Penanganan yang buruk waktu mengoperasikan atau memelihara alat 4. Buruknya para pekerja ( un-trained ) dan amat jarangnya pemeriksaan Kegiatan pemeliharaan pencegahan pada suatu industry manufaktur diarahkan untuk mencegah kegagalan ( failure ) sarana produksi dan dilaksanakan dengan memeriksa peralatan pada selang waktu teratur dan ditentukan sebelumnya, pelaksanaan reparasi selanjutnya tergantung pada apa yang ditemukan selama pemeriksaan. 2.9 Mean Time Between Failure ( MTBF ) Mean Time Between Failure ( MTBF ) adalah waktu rata-rata diantara kerusakan / breakdown satu dengan kerusakan / breakdown berikutnya pada peralatan. Dengan adanya perhitungan MTBF ini, maka dapat terlihat fluktuasi antara kerusakan satu dengan kerusakan yang lainnya bervariasi untuk masing-masing peralatan unit electric forklift. Rumus dari perhitungan MTBF sebagai berikut : MTBF = Operation time Frekuensi Breakdown

31 2.10 Mean Time To Repair ( MTTR ) Mean Time To Repair ( MTTR ) adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki suatu mesin pada saat terjadi kerusakan / breakdown. MTTR diperlukan untuk mengetahui kemampuan ( skill maintenance ) dalam menangani setiap kerusakan mesin atau komponen / parts, juga untuk mendeteksi permasalahan serta pengambilan tindakan untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan adanya perhitungan MTTR ini, maka dapat dilihat fluktuasi antara kerusakan satu dengan kerusakan yang lain bervariasi untuk masing-masing peralatan. Rumus dari perhitungan MTTR adalah sebagai berikut ini : 2.11 Diagram Pareto MTTR = waktu kerusakan mesin Frekuensi kerusakan mesin Analisis pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri dan seterusnya hingga sampai masalah yang paling sedikit, ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah ditempatkan disisi paling kanan. Pada dasarnya diagram pareto digunakan sebagai alat interpretasi untuk menentukan frekuensi relative dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada. Langkah-langkah yang digunakan untuk melaksanakan analisis tersebut adalah : 1. Identifikasi tipe-tipe kerusakan 2. Tentukan frekuensi untuk berbagai kategori

32 3. Daftar kerusakan menurut frekuensi nya menurun 4. Teliti presentase frekuensi untuk setiap kategori dan frekuensi kumulatif nya diranking 5. Buatlah skala untuk diagram pareto, skala pada sisi kiri menunjukkan frekuensi kejadian yang sebenarnya didalam sampel, skala di sisi kanan berlaku untuk presentase frekuensi kumulatif Manfaat dari diagram pareto adalah sebagai berikut : 1. Menunjukkan masalah utama 2. Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan terhadap keseluruhan 3. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan perbaikan pada daerah yang terbatas 4. Menunjukkan masing-masing persoalan sebelum dan setelah perbaikan.