BAB II TUNANETRA (LOW VISION)

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERIKSAAN VISUS MATA

TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI

Bangun yang memiliki sifat-sifat tersebut disebut...

Konsep Dasar Geometri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan

LAMPIRAN. Berikut ini adalah pertanyaan wawancara yang dilakukan dengan Bapak Gabriel

Inisiasi 2 Geometri dan Pengukuran

DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN BANDUNG BARAT UJI KOMPETENSI KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Mata Pelajaran : Matematika

3. Daerah yang dibatasi oleh dua buah jari-jari dan sebuah busur pada lingkaran adalah

LAYANAN TERPADU LOW VISION DALAM MENDUKUNG INKLUSI

PEND. ANAK LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. Ita Witasari, 2013

C oleh lingkaran seperti pada gambar. Keliling lingkaran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GEOMETRI BANGUN RUANG

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

KATALOG MATEMATIKA ALAT PERAGA PENDIDIKAN UNTUK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

KETERAMPILAN DASAR DALAM PENANGANAN PENYANDANG LOW VISION. Irham Hosni PLB FIP UPI PUSAT PELAYANAN TERPADU LOW VISION BANDUNG

TABEL SITUASI DIDAKTIS, PREDIKSI RESPON SISWA DAN ANTISIPASINYA (LESSON DESIGN REVISI)

KONSEP DASAR LOW VISION DAN KEBUTUHAN LAYANANNYA

BAB I PENDAHULUAN. terdapat perkembangan teknologi augmented reality (AR). Augmented reality

Geometri Ruang (Dimensi 3)

KISI KISI PENULISAN SOAL UKK TAPEL 2012/2013SMP PROVINSI DKI JAKARTA. Mata Pelajaran : Matematika Kurikulum : StandarIsi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP 1) : Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya

Untuk lebih jelasnya buatlah sebuah tabel untuk membuktikan kaidah euler!

Beberapa Benda Ruang Yang Beraturan

Pemberlakuan UU No. 20 Tahun 2003 berpengaruh terhadap sistem. pendidikan di Indonesia terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,

1 C17. C. Rp B. Rp

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

A. MENGHITUNG LUAS BERBAGAI BANGUN DATAR

kacamata lup mikroskop teropong 2. menerapkan prnsip kerja lup dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan

LATIHAN PERSIAPAN UJIAN KENAIKAN KELAS (UKK) MATEMATIKA 8 TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Bahan Bacaan 3.3 Volume Bangun Ruang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. adalah luas daerah tertutup suatu permukaan bangun datar.

Dari pengertian WHO diatas tentang Low Vision dapat ditangkap hal sebagai berikut:

PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAH KOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGKESETARAANDIFABEL

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan

A.2 TABEL SITUASI DIDAKTIS, PREDIKSI RESPON SISWA DAN ANTISIPASINYA (LESSON DESIGN AWAL)

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

Perkalian & Pembagian Pecahan

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Standar Operasional Prosedur Untuk Kader Katarak

PREDIKSI SOAL UJIAN NASIONAL MATEMATIKA SMP/MTs DAN PEMBAHASAN

Geometri (bangun ruang)

TUKPD TAHAP II PAKET B (JAWAB ) Pilihlah jawaban yang paling tepat! (Y 5) + (A 5) = 54 Y + A 10 = 54 Y + A = Y + A = 64...

KESEHATAN MATA DAN TELINGA

Sifat-Sifat Bangun Datar dan Bangun Ruang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJABARAN KISI-KISI UJIAN NASIONAL BERDASARKAN PERMENDIKNAS NOMOR 75 TAHUN SKL Kemampuan yang diuji Alternatif Indikator SKL

MATA KULIAH PROYEKSI DAN PERSPEKTIF. Arsianti Latifah, S.Pd., M.Sn. Program Studi Pendidikan Seni Rupa FBS UNY

Siswa dapat menyebutkan dan mengidentifikasi bagian-bagian lingkaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda

17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah


BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang

ALAT ALAT OPTIK MATA KAMERA DAN PROYEKTOR LUP MIKROSKOP TEROPONG

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

UN SMP Matematika (A) 53 (B) 57 (C) 63 (D) 67

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG

Pembahasan Matematika SMP IX

DIMENSI TIGA. 3. Limas. Macam-macam Bangun Ruang : 1. Kubus : 1 luas alas x tinggi. Volume Limas = 3. = luas alas + luas bidang sisi tegak

BANGUN RUANG BAHAN BELAJAR MANDIRI 5

Bagian-bagian yang melindungi mata: 1. Alis mata, berguna untuk menghindarkan masuknya keringat ke mata kita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. B. Tujuan. D. Rumusan Masalah

GEOMETRI DIMENSI TIGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

MAKALAH. GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam

C D Tanda yang tepat untuk kalimat : 3,2 x ( 4,3 + 0,7 )... ( 4,3-0,3 ) x 0,4 adalah... A. B. <

Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifikasi International Classification of Functioning for Disability and Health (ICF)

Menghitung Luas dan Volume

GEOMETRI RUANG 2. A. Beberapa Benda Ruang 11/21/2015. A. Beberapa Benda Ruang. Peta Konsep. Unsur-unsur pada kubus :

PERANCANGAN APLIKASI PEMBELAJARAN BANGUN DATAR DAN BANGUN RUANG DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT VISUAL BASIC 6.0 TUGAS AKHIR M. DZAKY ARRAUF

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Memiliki kondisi fisik yang cacat bukanlah hal yang diinginkan oleh setiap

PEMBELAJARAN BANGUN RUANG (1)

LAMPIRAN A Siti Sarah, 2014 Desain didaktis

Copyright Hak Cipta dilindungi undang-undang

LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME BANGUN RUANG SISI DATAR. Kompetensi Dasar. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

3.1. Sub Kompetensi Uraian Materi MODUL 3 MENGGAMBAR BENTUK BIDANG

adalah. 7. Barisan aritmatika dengan suku ke-7 = 35 dan suku ke-13 = 53. Jumlah 27 suku pertama

MAKALAH BANGUN RUANG. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Guru Bidang Matematika. Disusun Oleh: 1. Titin 2. Silvi 3. Ai Riska 4. Sita 5.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasanah, 2014

PERANCANGAN INTERIOR/ RUANG BELAJAR YANG ERGONOMIS UNTUK SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

3.1.3 menganalisis pembentukan bayangan pada lup,kacamata, mikroskop dan teropong

L e m b a r k e g i a t a n s i s w a

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB II TABUNG, KERUCUT, DAN BOLA. Memahami sifat-sifat tabung, kerucut dan bola, serta menentukan ukurannya

A. LATIHAN SOAL UNTUK KELAS 9A

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Kelas Problem Based Learning (PBL) Satuan Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : Matematika

PENGGUNAAN METODE FAST FEEDBACK MODEL INDIKASI WARNA PADA PEMBELAJARAN FISIKA TENTANG PEMBENTUKAN BAYANGAN PADA LENSA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

PENCAHAYAAN DAN WARNA RUANG UNTUK PENYANDANG LOW VISION USIA SEKOLAH DI SLB-A DAN MTSLB-A YAKETUNIS YOGYAKARTA JURNAL TUGAS AKHIR PENGKAJIAN

POLA INTERAKSI GURU DAN SISWA TUNANETRA SMPLB A BINA INSANI BANDAR LAMPUNG

dibangun rumah, 3. Urutan naik dari pecahan 15%, 0,3, dan 4 a. 0,3 ; 15% ; 4

Transkripsi:

BAB II TUNANETRA (LOW VISION) 2.1. Difabel. Difabel adalah sekelompok masyarakat yang memiliki kemampuan yang berbeda dengan masyarakat non-difabel, ada yang memiliki kelaianan pada fisiknya saja, ada juga yang mengalami gangguan pada mentalnya bahkan ada juga yang mengalami gangguan pada fisik dan mentalnya yang kita sebut sebagai tuna ganda. Kelainan yang ada pada difabel dikarenakan berbagai macam hal, ada yang dibawa semenjak lahir, ada juga yang dialami karena sakit pada saat bayi/balita dan anakanak, karena mendapat kecelakaan, karena faktor hereditas/keturunan, faktor sebelum lahir, faktor ketika lahir dan faktor sesudah bayi lahir. 2.2. Pengelompokan Difabel. Difabel atau person with different abilities merupakan sebutan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang berbeda dengan masyarakat non-difabel. Difabel menurut menurut UU No. 4 Tahun 1997, adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat menggaggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layaknya. Sedangkan difabel menurut deklarasi hak-hak penyandang cacat 3477 (XXXX), 9 desember 1975, adalah setiap orang, perempuan atau laki-laki yang tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan normal individu dan/atau kehidupan secara mandiri, sepenuhnya atau sebagian, sebagai akibat dari kekurangan fisik dan mental, baik yang dibawa sejak lahir atau tidak. Difabel terdiri dari tiga kelompok yaitu : 1. Difabel pada Fisik, meliputi : 5

a. Difabel pada Tubuh ( Tuna Daksa ) b. Difabel Netra ( Tuna Netra) c. Difabel Tuna Wicara/Runggu d. Difabel Bekas Penderita Penyakit Kronis/ Tuna Daksa LarKronis. 2. Difabel pada Mental, meliputi : a. Difabel Mental ( Tuna Grahita ) b. Difabel Eks Psikotik ( Tuna Laras ) 3. Difabel Fisik dan Mental atau cacat Ganda 2.3. Tunanetra Di dalam dunia medis dikenal dua bentuk cacat penglihatan, yaitu : Revesibel dan Irevesibel. Reversibel adalah kekeruhan media penglihatan sedangkan irevesibel adalah kelainan retina dan syaraf optik yang mengambil bentuk parsial dan total. Gangguan penglihatan revesibel adalah kekurangan penglihatan yang diakibatkan oleh kekeruhan media penglihatan, seperti kelainan kornea atau selaput bening dan lensa mata. Banyak jenis kebutuhan kekeruhan media penglihatan yang masih dapat diatasi seperti : Buta akibat kelainan selaput bening atau kornea Buta akibat kelainan lensa atau katarak Gangguan penglihatan irevesibel atau yang tidak dapat diperbaiki secara medis dapat memanfatkan rehabilitasi berdasarkan cacat penglihatan yang dinyatakan dengan tajam penglihatan. Dikenal nilai cacat penglihatan sebagai berikut : 1. Penglihatan Normal : Mata normal. Penglihatan dengan ketajaman 6/6-6/7.5 atau 95-100% 6

Penglihatan mata normal dan sehat 2. Hampir Normal : Penglihatan 6/9 6/21 atau 75 90% Tidak ada masalah gawat Perlu diketahui penyebab yang memungkinkan dapat diperbaiki 3. Low Vision sedang : Penglihatan 6/60 6/120 atau 10 20% Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum Mendapat kesukaran berlalu lintas dan melihat nomor mobil Membaca perlu memakai lensa kuat dan membaca menjadi lambat 4. Low Vision nyata : Penglihatan 6/240 atau 5% Gangguan masalah orientasi dan mobilitas Perlu tongkat putih untuk berjalan Umumnya memerlukan sarana baca dengan huruf Braille, radio dan pustaka kaset 5. Hampir Buta : Penglihatan menghitung jari kurang empat kaki Penglihatan tidak bermanfaat bagi orintasi mobilitas Harus memakai alat non visual 6. Buta Total : Tidak mengenal rangsangan sinar Seluruhnya bergantung pada alat indra selain mata. 7

Ket: ( 6/120 maksudnya adalah perbandingan antara orang normal penglihatan dengan cacat penglihatan, jika orang normal dapat melihat benda dengan jelas sejauh 120 meter maka perbandingannya bagi low vision adalah 6 meter ). 2.4. Low Vision Secara umum dapat dikatakan bahwa kebutaan adalah seseorang yang tidak dapat melihat atau nyata penglihatannya tidak bermanfaat, sedangkan Low Vision adalah seseorang dengan cacat penglihatan nyata yang masih memiliki sisa ketajaman penglihatan. Low vision atau penglihatan parsial adalah ketajaman penglihatan yang terletak antara 6/21 dengan 6/210 pada mata yang terbaik setelah diberi pengobatan, pembedahan atau koreksi dengan kaca mata. Efesiensi penglihatan ini adalah antara 5 60%. Pendidikan low vision atau penglihatan parsial sedikit berbeda dengan orang normal (awas) yang memerlukan penyesuaian pemakaian alat, memakai alat khusus, demikian pula organisasi metodologi untuk latihan. Penglihatan parsial memerlukan perhatian khusus dalam latihan pendidikannya, seperti tulisan besar, pencahayaan yang kuat, meja dan lingkungan diberikan warna yang ringan, kapur dengan papan tulis berwarna hijau atau dengan kontras yang besar. Pelayanan terhadap seseorang dengan cacat penglihatan tidak hanya dilihat dari klasifikasi di atas akan tetapi dari penampilannya sebagai seseorang dengan cacat penglihatan. Kebutaan adalah seseorang dengan tajam pengliahatan kurang 6/120, kebanyakan orang buta masih dapat melihat terang dan gelap, mengenal benda besar, melakukan perjalanan, akan tetapi tidak efesien untuk pendidikan sekolah. Seseorang low vision harus dapat 8

mengamati kodisi matanya untuk menentukan kekuatan dan kelemahan sisa penglihatannya. Penyandang Low vision adalah kelompok terbesar dari mereka yang tunanetra ( 60% 90% ) dan masih dapat menggunakan sisa penglihatannya untuk merencanakan dan atau melaksanakan tugastugasnya sehari-hari. Pandangan tentang low vision : Low Vision tidak buta ( Low Vision is not Blind) Lebih dari 9o% tunanetra memiliki sisa penglihatan yang dapat dirangsang untuk dapat digunakan dalam merencanakan dan atau melaksanakan gerak dan mobilitas Tidak semua tunanetra memerlikan huruf Braille dalam proses pendidikannya dan 60% tunanetra setelah melalui Assesment, latihan, bantuan alat dan modifikasi lingkungannya masih dapat menggunakan sisia penglihatannya dalam membaca dan menulis huruf awas atau latin. Low Vision bisa disandang oleh anak balita sampai orang tua, dari golongan miskin sampai golongan kaya. 2.6. Pendidikan Luar Biasa (PLB) Perkembangan PLB di Indonesia akhir-akhir ini cenderung mengalami perkembangan yang mengarah pada perubahan sistem yang telah ada. Para ilmuan PLB menghendaki agar pembelajaran PLB tidak dilakukan secara terpisah (segregated), melainkan secara terpadu ( integreted) dengan pendidikan umum. Dengan demikian anak penyandang cacat/ketunaan dapat belajar secara bersama-sama atau terpadu dengan anak normal lainnya pada jenjang pendidikan dasar 9

maupun menengah. Pelaksanaan pembelajaran terpadu khusunya bagi peserta didik penyandang tunanetra telah dimulai dilaksanakan di beberapa sekolah dasar reguler pada tahun 1987 (Sunardi, 1997). Hal tersebut telah ditetapkan pula dengan SK Mendikbud No. 0222/0/1979 tentang Penelenggaraan Perintisan dan Pengembangan Pendidikan Terpadu bagi Anak Luar Biasa pada sekolah dasar. Pada jenis pendidikan luar biasa dikenal satuan pendidikan : Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) Sekolah Menengah Tingkat Pertama Luar Biasa (SMLB) Bentuk lain yang ditetapkan oleh Mendikbud Bentuk lain ini antra lain berupa pendidikan terpadu, kelas khusus, dan guru kunjung, seperti tercantum pada Keputusan Mendikbud No. 0491/U19992 tentangpendidikan Luar Biasa. 2.5. Jalur Sekolah sistem Terpadu. Secara bebas pengertian pendidikan terpadu adalah suatu sistem pembelajaran di sekolah reguler di mana peserta didiknya terdiri atas anak normal di sekolah reguler, yang memiliki ketunaan, dan kesulitan belajar serta dilaksanakan secara terpadu atau lebih dikenal dengan integrated (Puslit, 1999). Hal ini sejalan dengan Surat Keputusan (SK) Mendikbud Nomor: 002/U/1986 Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa pendidikan terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan bersama-sama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan. Pendidikan terpadu merupakan pendidikan bagi anak yang berkelainan yang diselenggarakan bersama-sama anak-anak normal di 10

jalur pendidikan sekolah. Sedangkan jalur pendidikan sekolah meliputi Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tiangkat Pertama(SLTP), Sekolah Menengah Umum (SMU), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jadi suatu sekolah disebut terpadu bila memenuhi hal-hal sebagi berikut : Siswa mengikuti pendidikan di sekolah tersebut mencakup anak normal dan anak yang memiliki kecacatan (termasuk tunanetra) yang memiliki kemampuan intelektual rata-rata ke atas. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang digunkan untuk sekolah normal. Ada guru pembimbing bagi anak cacat. Idealnya, pada sekolah terpadu terrdapat ruang khusus yang dilengkapi dengan sarana khusus seperti mesin tik braille, reglet dan pena, alat peraga, serta buku brille jika sekolah terpadu iti diikuti siswa tunanetra. Dalam kenyataannya, kondisi ideal tersebut jarang terlaksana bahkan keberadaan guru pembimbing khususpun masih susah dipenuhi terutama di tingkat SLTP. Berdasarkan Undang- Undang No. 2 tahun 1989, penyelenggaraan pendidikan pada jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah dilakukan dalam satuan pendidikan. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajarmengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menegah, dan pendidikan tinggi (pasal 9 ayat (1), pasal 10 ayat (2), dan pasal 12 ayat (1) Undang Undang Nomor 2 Tahun 1989). Pada jalur sekolah terdapat 6 jenis pendidikan yaitu pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan akadenik dan pendidikan profesional. Dari keenam jenis pendidikan ini hanya dua jenis pendidikan yang umumnya diminati peserta 11

didik tunanetra, kedua jenis pendidikan tersebut adalah pendidikan umum dan pendidikan luar biasa. Dalam mengikuti pendidikan umum tunanetra menggunakan sisitem terpadu. 2.7. Gometris 3D matematika. 2.7.1. Dimensi Tiga. Dalam pelajaran Dimensi Tiga ini dibagi dalam 5 sub pembahasan lagi yaitu : Titik, Garis, dan Bidang Hubungan Garis, Titik dan Bidang Bangun ruang Bumi Sebagai Bola Bidang Banyak Beraturan 2.8. Bangun Ruang. 2.8.1. Kubus. Ialah bangun ruang yang dibatasi dengan /oleh enam bidang sisi yang berbentuk bujur sangkar. Nama lain kubus adalah 12

Heksaende ( Bidang enam beraturan). Kubus diberi nama menurut titik sudutnya, berurutan dari bidang alas ke bidang atasnya(tutup). Rusuk kubus ada 12 Sisi kubus ada 6 Jika sisi-sisi (panjang rusuk) kubus = a Maka rumus-rumus dalam kubus : Luas bidang sisi bidang kubus (bujur sangkar) Luas = a2 Luas permukaan kubus Luas = 6 (a2) Volume Kubus Volume = luas alas X tinggi = a2 X a = a3 2.8.2. Balok. Adalah bangun ruang yang dibatasi oleh enam bidang sisi yang terbentuk persegi panjang dan sepasang-sepasang kongruen. Keterangan : p = panjang balok l = lebar balok t = tinggi balok rumus-rumus yang terdapat dalam bangun balok : Luas balok Luas = jumlah sisi-sisinya = 2 ( pl + pt + lt ) Volume Balok Volume = luas alas X tinggi = p X l X t 13

2.8.3. Prisma. Adalah bangun ruang yang dibatasi dengan atau oleh dua bidang sejajar, dimana dua bidang sejajar disebut sebagai bidang alas dan bidang atas (tutup). Nama Prisma ditentukan oleh kedudukan rusuk tegak dan bentuk bidang alasnya. Jika bidang alas berbentuk segi n beraturan maka prisma tersebut disebut prisma segi n beraturan. Jika rusuk tegak, tegak lurus pada bidang alas maka disebut prisma tegak. Jika rusuk, tidak tegak lurus pada bidang alas disebut prisma miring. Pr is m a t e gak Pr is m a mi r ing Rumus-rumus yang terdapat dalam prisma : tegak prisma tegak luas bidang sisi prisma (luas permukaan) : luas = 2 X (luas alas + luas sisi tegak) Volume prisma : Prisma tegak = luas bidang alas X rusuk Prisma condong = luas bidang alas X tinggi = luasirisansiku-siku X rusuk 14

2.8.4. Limas. Limas adalah bangun ruang yang dibatasi oleh sebuah segi sebagai bidang alas dan beberapa bidang tegak berbentuk segitiga. Limas dibedakan menjadi dua macam yaitu limas segi n dan limas segi n sembarang. Lim a Se gitiga Li m a Se gi e m pat be rat ur an Rumus-rumus dalam bangun limas : Luas limas : Luas = luas bidang alas + alas n segitiga sisi tegak Volume limas : Volume = 1/3 X luas alas X tinggi. Jaring-jaring limas : Adalah rangkaian bidang alas dan bidang sisi limas dan merupakan bidang datar. 15

T A B D C D A C B Limas terpancung : Adalah limas yang dipotong oleh bidang yang sejajar dengan bidang datar (alas). Limas terpancung disebut juga limas terpotong T A B D C 2.8.5. Silinder. Adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua buah lingkaran yang berfungsi sebagai alas dan tutupnya. Keterangan : t = tinggi silider t T 16

r = jari-jari lingkaran Rumus-rumus dalam bangun ruang silinder adalah : Luas alas silinder (lingkaran) : Luas = n r2 Luas permukaan silinder : Luas 2n r2 + 2 n rt Volume silinder : Volume = luas alas X tinggi = n r2t 2.8.6. Kerucut. Adalah bangun ruang yang dibatasi oleh lingkaran pada bidang alasnya: Keterangan : t = tinggi kerucut r = jari-jari lingkaran alas t F 17

Rumus-rumus dalam bangun ruang kerucut : Luas alas silinder (lingkaran) : Luas = n r2 Volume kerucut : Volume = 1/3 X luas alas X tinggi = 1/3 n r2 t 2.8.8. Bola. Keterangan : r = jari-jari bola r Rumus-rumus yang terdapat dalam bangun ruang bola adalah : Luas permukaan bola : Luas = 4 n r2 Volume bola : Volume = 4/3 n nr2 18