KAJIAN SWAKONSISTEN TENTANG KEMUNCULAN EFEK HALO PADA INTI BERMASSA SEDANG DENGAN MODEL SKYRME-HARTREE-FOCK

dokumen-dokumen yang mirip
PERHITUNGAN ARAS-ARAS TENAGA PARTIKEL TUNGGAL INTI BOLA DENGAN POTENSIAL SAXON-WOODS

PENGGUNAAN PARAMETRISASI BARU POTENSIAL WOODS- SAXON UNTUK PERHITUNGAN SPEKTRUM TENAGA INTI Pb 208

Pengujian Parametrisasi Baru Potensial Woods-Saxon dengan Perhitungan Spektrum Tenaga Keadaan Dasar Inti Pb 208

PROTON DRIPLINE PADA ISOTON N = 28 DALAM MODEL RELATIVISTIC MEAN FIELD (RMF)

FENOMENA HALO BERDASARKAN MODEL RELATIVISTIC MEAN FIELD (RMF)

EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI

KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Efek Relativistik Pada Hamburan K + n

Verifikasi Perhitungan Partial Wave untuk Hamburan!! n

Kaji Ulang Model Nilsson untuk Proton atau Neutron dengan Z, N 50

KB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini. Fisika Atom & Inti

Struktur Molekul:Teori Orbital Molekul

Teori Fungsonal Densitas dan Penerapannya pada Struktur Atom

SIFAT-SIFAT INTI. PERTEMUAN KEEMPt

ENERGI TOTAL KEADAAN EKSITASI ATOM LITIUM DENGAN METODE VARIASI

PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN

ENERGETIKA KESTABILAN INTI. Sulistyani, M.Si.

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

ENERGI TOTAL KEADAAN DASAR ATOM BERILIUM DENGAN TEORI GANGGUAN


PERHITUNGAN TAMPANG LINTANG DIFERENSIAL HAMBURAN ELASTIK ELEKTRON-ARGON PADA 10,4 EV DENGAN ANALISIS GELOMBANG PARSIAL

LAPORAN PENELITIAN KAJIAN KOMPUTASI KUANTISASI SEMIKLASIK VIBRASI MOLEKULER SISTEM DIBAWAH PENGARUH POTENSIAL LENNARD-JONES (POTENSIAL 12-6)

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi

OPTIMASI PARAMETER POTENSIAL NUKLIR BAGI REAKSI FUSI ANTAR INTI-INTI BERAT

BAB I INTI ATOM 1. STRUKTUR ATOM

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STRUKTUR INTI ATOM DAN BINDING ENERGY RIDA SNM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit

POSITRON, Vol. VI, No. 2 (2016), Hal ISSN :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

PENGARUH PAIRING PADA ISOTOP Sn MENGGUNAKAN PEMODELAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI ALPI MAHISHA NUGRAHA

Simulasi Struktur Energi Elektronik Atom, Molekul, dan Nanomaterial dengan Metode Ikatan Terkuat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON

ATOM DAN SISTEM PERIODIK UNSUR

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-16

4 Metoda untuk sistem atom banyak dan penerapannya

BAB 2 STRUKTUR ATOM PERKEMBANGAN TEORI ATOM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

MEKANIKA KUANTUM DALAM TIGA DIMENSI

kimia KONFIGURASI ELEKTRON

BAB 1 PERKEMBANGAN TEORI ATOM

Inti Atom dan Penyusunnya. Sulistyani, M.Si.

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 16, No. 2, Oktober 2015

STRUKTUR ATOM. Perkembangan Teori Atom

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

TUGAS KIMIA UMUM. yang identik dan berbeda untuk unsur yang berbeda

Pendahuluan Fisika Inti. Oleh: Lailatul Nuraini, S.Pd, M.Pd

Persamaan Dirac, Potensial Scarf Hiperbolik, Pseudospin symetri, Coulomb like tensor, metode Polynomial Romanovski PENDAHULUAN

CROSS SECTION REAKSI INTI. Sulistyani, M.Si.

CATATAN KULIAH ATOM, INTI DAN RADIOAKTIF. Diah Ayu Suci Kinasih Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIRAC UNTUK POTENSIAL ROSEN MORSE HIPERBOLIK DENGAN COULOMB LIKE TENSOR UNTUK SPIN SIMETRI MENGGUNAKAN METODE HIPERGEOMETRI

Muatan Listrik dan Hukum Coulomb

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

ANALISIS ENERGI RELATIVISTIK DAN FUNGSI

2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel

MAKALAH APLIKASI NUKLIR DI INDUSTRI

Ikatan Kimia & Larutan

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK

PERKEMBANGAN MODEL ATOM DI SUSUN OLEH YOSI APRIYANTI A1F012044

Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l'

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

Chap 7a Aplikasi Distribusi. Fermi Dirac (part-1)

LAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder:

BAB 2 LANDASAN TEORI

III PEMBAHASAN. Berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16), fungsi kontinu dan masing-masing sebagai berikut : dan = 3

BAB II PROSES-PROSES PELURUHAN RADIOAKTIF

SOLUSI PERSAMAAN DIRAC DENGAN PSEUDOSPIN SIMETRI UNTUK POTENSIAL ROSEN MORSE PLUS COULOMB LIKE TENSOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE POLYNOMIAL ROMANOVSKI

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

Fisika EBTANAS Tahun 1996

PENGOPTIMUMAN MATRIKS POTENSIAL INTERAKSI PASANGAN PADA ISOTOP Sn MENGGUNAKAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION MIKO SAPUTRA

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford.

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

Answer: (Buku Ajar Kimia Umum,hal 9)

SOLUSI PERSAMAAN DIRAC PADA KASUS SPIN SIMETRI UNTUK POTENSIAL SCARF TRIGONOMETRIK PLUS COULOMB LIKE TENSOR DENGAN METODE POLINOMIAL ROMANOVSKI

PENGEMBANGAN AWAL KODE KOMPUTER METODA MONTE CARLO: SIMULASI INTERAKSI NEUTRON PERTAMA PADA GEOMETRI SILINDER. Topan Setiadipura, Anik Purwaningsih *

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

BAB I PENDAHULUAN (1-1)

BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB I STRUKTUR ATOM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Mekanika Kuantum. Orbital dan Bilangan Kuantum

DAFTAR PUSTAKA. 1. Dra. Sukmriah M & Dra. Kamianti A, Kimia Kedokteran, edisi 2, Penerbit Binarupa Aksara, 1990

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

J. Ind. Soc. Integ. Chem., 2013, Volume 5, Nomor 2 PERHITUNGAN MOMEN DWIKUTUB MOLEKUL AIR DENGAN TEORI GRUP

Bilangan Kuantum Utama (n)

MODUL KIMIA SMA IPA Kelas 10

Alpiana Hidayatulloh Dosen Tetap pada Fakultas Teknik UNTB

Transkripsi:

Berkala Fisika Indonesia Volume 7 Nomor Juli 05 KAJIAN SWAKONSISTEN TENTANG KEMUNCULAN EFEK HALO PADA INTI BERMASSA SEDANG DENGAN MODEL SKYRME-HARTREE-FOCK Raden Oktova Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Kampus II, Jl. Pramuka 4, Yogyakarta 556 E-mail: R.Oktova@uad.ac.id Intisari Telah dilakukan kaian tentang kemunculan efek halo pada inti-inti bermassa sedang dengan menggunakan metode perhitungan swakonsisten ( self-consistent) dalam ruang koordinat dengan menggunakan model Skyrme-Hartree-Fock ( SHF). Kaian difokuskan pada isotop-isotop Cr dan Sn. Pada perhitungan ari-ari rms muatan inti dan ari-ari rms neutron untuk rantai isotop Cr dengan dengan nomor massa A = 50-8 dan rantai isotop Sn pada A = 00-70, hasil perhitungan swakonsisten SHF dengan himpunan parameter Z σ, dan SkIII secara umum cukup sesuai dengan data eksperimental dan perhitungan sebelumnya, sedangkan hasil SkM* sama sekali berbeda dan menyimpang secara sistematik sangat auh dari data eksperimental serta semua hasil perhitungan lain. Hasil perhitungan sebelumnya memprediksi efek halo teradi untuk isotop Cr pada A = 80, namun dari ketiga hasil perhitungan swakonsisten SHF hanya perhitungan dengan himpunan parameter SkIII menunukkan adanya efek halo, itupun tidak teradi pada A = 80 melainkan pada A = 8; dan sesuai dengan hasil perhitungan sebelumnya, ketiga hasil perhitungan swakonsisten SHF menunukkan adanya lonakan (kink) yang dimulai dari A = 74. Hasil perhitungan swakonsisten SHF dengan ketiga himpunan parameter pada rantai isotop Sn tidak memprediksi adanya inti halo, sesuai dengan hasil perhitungan sebelumnya. Kata kunci: kaian swakonsisten, efek halo, inti bermassa sedang, model Skyrme-Hartree-Fock. A SELF-CONSISTENT STUDY ON THE DEVELOPMENT OF HALO EFFECT IN MEDIUM-MASS NUCLEI USING THE SKYRME-HARTREE-FOCK MODEL Abstract A self-consistent study on the development of halo effect in medium-mass nuclei has been performed using the Skyrme-Hartree-Fock ( SHF) model in coordinate space, taking Cr and Sn isotope chains as samples. The nuclear charge rms radii and neutron rms radii obtained from SHF calculations using the Z σ, and SkIII parameter sets for the Cr chain with mass numbers A = 50-8 and for the Sn chain with A = 00-70 show agreement with experimental data and results from a previous study, while the calculated results for the same isotope chains using the SkM* parameter set systematically differ from experimental data and the results of all other calculations. A previous study predicted a neutron halo effect for a Cr isotope at A = 80, however from all three parameter sets only the SkIII parameter set gives a halo effect, and not at A = 80 as previously predicted but at A = 8; moreover, in agreement with results of a previous calculation, all three self-consistent calculations using the SHF model are successful in reproducing a kink starting from A = 74. All results of SHF calculations for Sn isotopes do not show any halo effect, in agreement with the prediction of a previous study. Keywords: self-consistent study, halo effect, medium-mass nuclei, Skyrme-Hartree-Fock model. I. PENDAHULUAN Kaian tentang kemunculan efek halo dalam inti atom ( Tanihata dkk., 988, Hansen dan Johnson, 987) amat penting untuk pengembangan ilmu, khususnya fisika inti, karena dapat menelaskan perilaku inti-inti atom pada keadaan ekstrem auh dari daerah kestabilan namun masih di luar garis leleh. Selama ini kaian serupa banyak difokuskan pada inti-inti atom ringan (misal Sharma, dkk., 0), di mana perilaku kemunculan efek halo telah dapat dielaskan dengan cukup baik (misal Sánchez, dkk., 006). Namun demikian kaian serupa di daerah massa sedang (medium mass) belum banyak dilakukan, bahkan secara eksperimental efek halo di daerah 49

EFEK HALO PADA INTI BERMASSA SEDANG massa sedang belum pernah teramati. Khususnya kaian tentang kaitan antara kemunculan efek halo dan perubahan atau pergeseran struktur kulit inti di daerah massa sedang belum pernah dilakukan. Dari latar belakang di atas tampak bahwa kaian tentang inti halo masih aktual, namun kemudian timbul pertanyaan bagaimanakah menelaskan mekanisme teradinya efek halo pada inti. Untuk itu diperlukan perhitungan yang swakonsisten, agar dapat ditarik kesimpulan umum yang bukan hanya berlaku untuk inti-inti halo yang sudah dikenal, melainkan uga untuk memberikan prediksi yang cukup teliti akan inti-inti halo yang belum ditemukan. Jika diasumsikan potensial inti mempunyai simetri bola, perhitungan swakonsisten tsb. dapat dilakukan secara iteratif menggunakan model Hartree-Fock yang memerlukan suatu fungsional kerapatantenaga (untuk selanutnya disebut fungsional saa). Dalam kaian ini digunakan fungsional Skyrme, mengingat fungsional ini telah digunakan secara luas untuk menelaskan berbagai sifat keadaan dasar inti bola dalam berbagai daerah peta inti (Bender, dkk., 003). Dalam pada itu, kaian efek halo di daerah massa inti sedang belum banyak dilakukan, dan efek halo di daerah massa sedang belum pernah teramati secara eksperimental. Juga belum elas bagaimanakah mekanisme kemunculan efek halo dalam kaitannya dengan struktur kulit dan kerapatan inti. Agar dapat dibuat prakiraan perilaku inti yang teliti, diperlukan metode perhitungan yang swakonsisten. Karenanya menarik sekali untuk dilakukan kaian tentang kemunculan efek halo dan kaitannya dengan struktur kulit inti pada inti-inti bermassa sedang dengan menggunakan metode perhitungan swakonsisten dalam ruang koordinat dengan menggunakan model Skyrme-Hartree-Fock (SHF). Masalah yang dikai dalam penelitian ini adalah (a) Apakah perhitungan ari -ari muatan inti secara swakonsisten dengan model SHF untuk inti ringan dapat memberikan hasil yang sesuai dengan data eksperimental yang ada? (b) Apakah perhitungan ari -ari muatan inti dan ari-ari rms neutron secara swakonsisten dengan model SHF untuk inti-inti bermassa sedang dapat memberikan hasil yang sesuai dengan data eksperimental yang ada dan hasil perhitungan sebelumnya? (c) Apakah perhitungan ari -ari muatan inti dan ari-ari rms neutron secara swakonsisten dengan model SHF untuk inti-inti bermassa sedang memberikan gambaran tentang kemunculan efek halo yang sama dengan model yang digunakan sebelumnya (Rotival dan Duguet, 009)? (d) Di antara ketiga himpunan parameter Skyrme yang digunakan, manakah yang memberikan hasil paling teliti? Sebagai bahan kaian awal, penelitian ini difokuskan pada rantai isotop di daerah massa sedang, yaitu Cr dan Sn, mengingat untuk rantai isotop tsb. tersedia data hasil perhitungan atau prakiraan sebelumnya tentang adanya sifat halo. II. KAJIAN PUSTAKA a. Penelitian Sebelumnya Salah satu geala menarik pada inti-inti eksotik di dekat garis leleh (drip line) nukleon adalah efek halo (Hansen dan Johnson, 987), yaitu inti mempunyai ari-ari auh lebih besar dari ramalan ari-ari inti dalam model tetes cairan (Ring dan Schuck, 000:3) karena adanya nukleon yang terikat lemah. Inti Li misalnya adalah salah satu inti dengan struktur halo yang sudah dikenal baik, yaitu dua buah neutron yang secara longgar mengelilingi suatu teras 9 Li (Jensen, dkk., 004). Eksperimen mutakhir tentang ari -ari muatan inti isotopisotop Li dilakukan oleh Sánchez dkk.(006), yaitu dengan kombinasi pengukuran pergeseran isotop dan perhitungan pergeseran massa; dan hasilnya menunukkan bahwa ari-ari muatan menurun secara kontinu terhadap nomor massa inti dari 6 Li ke 9 Li, kemudian naik dari 9 Li ke Li; selain itu, diperoleh nilai eksperimental ari-ari rms muatan inti Li sebesar,467(37) fm. Meng, Tanihata dan Yamai (998) menghitung tampang lintang interaksi untuk reaksi inti A Na + C, dan berupaya menelaskan kaitan antara kemunculan efek halo pada isotop-isotop Na dan struktur kulit inti. Inti ringan baru yang diketahui secara eksperimental mempunyai struktur halo antara lain C (Sharma, dkk., 0). Jika kaian efek halo banyak difokuskan pada inti-inti ringan (isotop-isotop Li sampai dengan P), kaian pada daerah massa inti sedang akhir-akhir ini mulai pula dilakukan, walaupun belum menyentuh kaitan antara kemunculan efek halo dan struktur kulit inti. Prakiraan adanya efek halo pada inti-inti bermassa sedang ditunukkan oleh Rotival dan Duguet (009) dengan cara membuat metode analisis baru yang memunculkan faktor-faktor halo yang dapat digunakan untuk menentukan ada-tidaknya efek halo; sealan dengan itu Capel, Johnson dan Nunes (0) mengembangkan cara baru untuk menentukan apakah suatu inti mempunyai efek halo atau tidak, yaitu dengan metode nisbah (ratio method). Sebagai suatu kaian kecil di Indonesia tentang inti halo, Oktova (0) melakukan perhitungan secara swakonsisten distribusi muatan pada inti halo ringan dengan fungsional kerapatan-tenaga Skyrme dengan contoh pada isotop Li, dan hasilnya menunukkan semua hasil perhitungan ari-ari rms muatan inti auh lebih kecil daripada nilai acuan dan ketidaktelitian ini diduga karena Li adalah inti ringan, di mana gaya tiga-benda cukup penting (Moya de Guerra, Garrido dan Sarriguren, 00, Garrido dan Moya de Guerra, 000), sedangkan ketiga himpunan parameter Skyrme yang dikai diperoleh dengan parametrisasi pada inti-inti 50

Raden Oktova bermassa sedang hingga besar. Jika dalam menerapkan metode baru analisisnya Rotival dan Duguet (009) menggunakan program HFBRAD yang dikembangkan oleh Bennaceur dan Dobaczewski (005) untuk perhitungan keadaan dasar inti bola dengan model Hartree-Fock-Bogolyubov (HFB) nonrelativistik, pada penelitian ini uga digunakan model SHF seperti pada penelitian kami sebelumnya (Oktova, 0), karena lebih cepat dan perhitungan lebih sederhana. b. Fungsional Kerapatan-Tenaga Skyrme dan Model SHF Dalam perhitungan keadaan dasar inti bola dengan model SHF, tenaga total inti dapat dituliskan sebagai E E Skyrme E coul E pair E cm, () dengan suku-suku pada ruas kanan berturut-turut adalah tenaga Skyrme, Coulomb, pasangan, dan pusat massa, dan E merupakan suku yang dominan. Skyrme Secara singkat metode perhitungan keadaan dasar inti bola secara swakonsisten dengan model SHF (Reinhard, 99) adalah sbb. Perhitungan keadaan dasar secara swakonsisten didasarkan pada persamaan Hartree-Fock, Hˆ ˆ HF T ˆ, N () V a dengan subskrip a menunukkan fungsi gelombang bersifat antisimetrik. Persamaan ini dapat diungkapkan dalam wakilan koordinat sebagai U H ( x) ( x) dx U EX ( x, x ) ( x ) ( x), m (3) dengan Hamiltonian Hartree-Fock Uˆ H ( x) N Ĥ HF dan suatu potensial nonlokal atau pertukaran Uˆ EX ( x, x ) dapat dipisahkan menadi potensial lokal atau Hartree berbentuk dx * ( x ) Vˆ( x, x ) ( x ), (4) N *( x ) Vˆ( x, x ) ( x ). (5) Potensial Skyrme menyaikan suatu gaya berangkauan nol yang bergantung pada kerapatan dan momentum, VSkyrme t0( x0px ) ( ri r ) t( xp ) ) ( ) x pi p ri r ( ri r )( pi p ) t( xpx )( pi p ) ( ri r )( pi p ) it ( p p ) ( r r )( ) ( p p ), x 4 i P adalah operator pertukaran ruang i i i ( i r 0, x0, t, x, t, x, t3, x3,, t 6 t ( x P ) 3 3 x ( r) ( r r ) i ( r, vektor matriks spin Pauli, dan r r i r ) /, dan parameterparameter t ditentukan secara empiris dari data ari-ari rms dan tenaga ikat inti. 4 Bentuk potensial sederhana tsb. memungkinkan nilai harap tenaga untuk determinan-determinan Slater dapat dihitung dari besaran-besaran kerapatan dan arus partikel berikut, ρ (r) i (r) w (r) (r) (r) (r), (7) τ (r) w (r) (r), J (r) i w w (r) (r), (r) σ (r), (6) 5

EFEK HALO PADA INTI BERMASSA SEDANG dengan adalah fungsi gelombang partikel-tunggal keadaan, dan indeks isospin meliputi keadaankeadaan proton dan neutron. Peluang pengisian keadaan adalah w.bila suatu kulit sepenuhnya terisi, maka w, namun nilai-nilai pecahan dapat teradi untuk inti-inti tanpa bilangan aaib ( nonmagic nuclei), dan pengisian ini dapat dihitung dengan skema perhitungan gaya pasangan. Khusus untuk keadaan dasar inti bola, dalam koordinat bola fungsi gelombang partikel-tunggal dapat dipisahkan, R ( r) ( r) Y (, ), (8) m r dengan Y (, ) adalah fungsi-fungsi harmonik bola spinor. Fungsi gelombang radial (r) tidak m bergantung pada bilangan kuantum E Skyrme 4 6 4 t ( 3 0 x ) 3 t ( m. Fungsional tenaga Skyrme dapat dinyatakan dalam bentuk t ( x ) t( x) t ( x ) t( x) 4 3t ( x ) t( x) 3t ( x ) t( x) 6 t4 J dr r m J, t ( 0 3 x ) 3 x ) 0 t ( 0 x ) 0 dengan r r r, kerapatan total proton neutron, neutron, kerapatan arus total J J proton J neutron, dan J J proton J neutron. Untuk keadaan dasar arus nol, sedangkan besaranbesaran kerapatan dan arus dalam pers. (7) menadi fungsi radial r dan turunannya. proton Dalam wakilan bola, persamaan Hartree-Fock untuk R (r) dapat diungkapkan sebagai h R R, (0) dengan Hamiltonian medan rata-rata (Hartree-Fock) h dengan operator B r B, r U U U dan ls ls, σ, U, merupakan fungsi dari,, R (9) () J, dan J. Perlu diperhatikan bahwa pers. (0) bersifat nonlinier dalam fungsi gelombang R (r) melalui Hamiltonian medan rata-rata h yang bergantung pada kerapatan. Karena nukleon yang terikat lemah pada inti halo mempunyai kontribusi penting dalam gerak pusat massa, koreksi pusat massa perlu diperhitungkan untuk inti halo. Prosedur pertama adalah dengan suatu koreksi diagonal, dapat dihitung koreksi massa efektif m eff m. () A dan operator dua-benda tenaga kinetik pusat massa dihampiri dengan operator satu-benda, p cm p ). ( i Prosedur ini mungkin baik untuk perhitungan keadaan dasar namun dapat menghasilkan parameter massa yang kurang tepat untuk translasi, rotasi, vibrasi dan fisi. Suatu koreksi pusat massa yang lebih konsisten adalah dengan tetap menggunakan massa nukleon bebas namun tenaga dari perhitungan Hartree-Fock dikurangi dengan tenaga titik nol translasi (zero-point-motion energy, ZPE 5

Raden Oktova dengan p cm Z trans p cm, (3) Am adalah operator momentum pusat massa. Pemilihan prosedur ini konsisten dengan koreksi ZPE dalam perhitungan-perhitungan kolektif inti (Giraud dan Grammaticos, 975), namun memerlukan waktu lama dalam perhitungan komputasi. Jika telah diperoleh penyelesaian pers. Hartree-Fock (0 ), dan diperoleh nilai w, dapat dihitung tenaga sistem dari fungsional E Skyrme. Namun sebagian besar informasi tenaga dapat diperoleh dari tenaga partikel-tunggal. Gaya Coulomb mempunyai angkauan tak terhingga, sehingga akan sangat menghabiskan waktu ika suku pertukaran dihitung secara eksak; bagian ini dihitung dengan hampiran Slater, dan diperoleh tenaga Coulomb, 3 3 ECoul e d r d r ρc(r) ρc(r') ECoul,exch, (4) r r' dengan suku pertukaran E Coul, exch / 3 3 3 4/ 3.4 pr, 4 dr r 0 dan sumbangannya pada potensial Hartree-Fock dapat dihitung dengan variasi U U U, (6) dengan suku langsung Coul Coul,dir Coul,exch (5) U U Coul, dir Coul, exch 4 e 3 / 3 C, / 3 pr. (7) Perhitungan dalam kaian ini menggunakan gaya pasangan sederhana (skematik) dengan fungsional berbentuk Epair G w ( w ), (8.a) dengan unsur matriks gaya pasangan G adalah konstan dengan bentuk G proton / A G neutron 9/ A, dan w dihitung secara iteratif dengan hampiran BCS w ( w G A w. ), (8.b) Kerapatan muatan inti dihitung dengan transformasi invers Fourier-Bessel terhadap faktor bentuk proton dan neutron dan r) c ( dk k 0 ( kr) F C ( k), dengan 0 fungsi Bessel bola orde nol, dan diperoleh ari-ari rms muatan inti rc F 3 (0) C d FC ( k) dk k0. (9) (0) 53

EFEK HALO PADA INTI BERMASSA SEDANG Sebagai perbandingan dapat dihitung cari-cari muatan inti dalam model tetes cairan R r A /3 0, () dengan r 0 suatu konstanta empiris sebesar,,5 fm. III. METODE PENELITIAN Dalam fisika inti, tidak dikenal batas-batas yang taam antara inti-inti ringan, inti-inti bermassa sedang, dan inti-inti berat. Penelitian ini mengkai rantai-rantai isotop di daerah massa sedang, yaitu secara teknis berupa inti-inti yang mempunyai nomor massa antara 40 s.d. 40. Sampel inti pada kaian ini didasarkan hasil analisis awal oleh Rotival dan Duguet (009), yaitu rantai isotop Cr dan Sn. Dari hasil analisis mereka, rantai isotop Sn tidak menunukkan efek halo yang signifikan, sehingga selain rantai isotop Cr, rantai isotop Sn dikai sebagai pembanding. Khusus untuk ari-ari rms muatan inti bermassa sedang, tersedia data pembanding eksperimental (Angeli, 004) untuk satu isotop Cr dan beberapa isotop Sn. Untuk membantu perhitungan numerik, program Fortran 77 HAFOMN, yaitu program perhitungan keadaan dasar inti secara swakonsisten dalam ruang koordinat dengan fungsional kerapatan-tenaga Skyrme (Reinhard, 99) digunakan pada komputer pribadi dengan bahasapemrograman Windows Compa Visual Fortran Professional Edition 6.5. Himpunan parameter fungsional Skyrme yang dapat digunakan adalah Z, SkM*, dan SkIII (Friedrich dan Reinhard, 986), dan nilai parameter ditunukkan dalam Tabel I. Gaya pasangan dihampiri dengan gaya konstan (pers. 8) dan sumbangan tenaganya dihitung secara iteratif dengan hampiran BCS (pers. 8.a, 8.b). Proses iteratif untuk menyelesaikan persamaan HF radial (pers. 0) dan persamaan BCS (pers. 8.a, 8.b) guna mendapatkan keadaan dasar inti dimulai dengan potensial osilator harmonik isotropik sebagai tebakan awal (Bertsch, 99). Ruang koordinat radial dibagi menadi 9 titik kisi, dengan ukuran langkah 0,3 fm. Cacah kulit partikel-tunggal osilator yang digunakan, n max dihitung sedemikian rupa sehingga seluruh cacah nukleon (proton atau neutron) dapat tertampung dalam aras -aras tersebut. Misalnya, dalam kaian awal untuk mengui ketelitian model SHF dengan menggunakan rtantai isotop beryllium dari nomor massa A = 7 sebagai bahan penguian, semua proton dan neutron tertampung dalam orbital-orbital s /, p 3/, dan p /. Dari eigennilai dan eigenfungsi Hamiltonian dengan potensial awal, diperoleh tebakan awal kerapatan normal dan kerapatan tensor (,, ), yang selanutnya digunakan untuk menghitung potensial partikel-tunggal, V n/p ( r) dengan fungsional kerapatan-tenaga Skyrme (pers. 6). Pada langkah selanutnya, eigennilai dan eigenfungsi radial Hamiltonian partikel-tunggal dengan potensial partikel-tunggal, V n/p ( r) tsb. dihitung dan digunakan untuk menghasilkan nilai baru (,, ), dst. Jika iterasi konvergen, langkah iterasi dihentikan ketika terpenuhi dua syarat sekaligus: (a) selisih nilai tenaga total partikel -tunggal (pers. ) pada dua langkah berurutan lebih kecil atau sama dengan nilai toleransi tenaga tertentu, dan (b) selisih nilai ari-ari muatan pada dua langkah berurutan lebih kecil atau sama dengan nilai toleransi ari-ari tertentu. Dalam penelitian ini digunakan nilai toleransi tenaga dan ari-ari berturut-turut sama dengan 0,00 MeV dan 0,00 fm. Jika konvergensi telah tercapai, diperoleh himpunan keadaan partikel-tunggal swakonsisten. Nilai-nilai kerapatan (,, ), fungsi gelombang radial (pers. 8), potensial partikel-tunggal V n/p ( r) dan nilai-nilai lain yang bergantung pada arak radial r (misalnya diferensial terhadap r) disimpan dalam kisi radial dengan titik-titik kisi berarak sama. Prosedur dasar perhitungan numerik keadaan dasar secara swakonsisten ini digambarkan pada diagram alir dalam Gambar. Uraian terinci subrutin-subrutin yang disebutkan dalam diagram alir serta parameter kisi ruang koordinat dsb.dapat dilihat pada Reinhard (99). Cacah titik kisi yang digunakan adalah NGRID, yang nilainya dihitung untuk menyesuaikan dengan cacah nukleon dalam inti, dengan lebar langkah sama dengan 0,3, yang diharapkan dapat memberikan ketelitian tenaga dan ari-ari sebesar 0, %. Kecuali dikatakan lain, perhitungan yang lengkap memperhitungkan semua suku fungsional tenaga total dalam pers. (), khususnya fungsional tenaga Skyrme pers. (9), dengan memperhitungkan sumbangan tenaga Coulomb lengkap (suku langsung dan tidak langsung) sesuai pers. (4-7), suku pasangan (8) diperhitungkan dengan skema BCS. Perhitungan kerapatan muatan inti ) secara lengkap memperhitungkan pembungkusan (folding) muatan nukleon bebas dengan faktor bentuk (pers. 9), dan koreksi gerak pusat massa dilakukan secara lengkap (dengan operator du a-benda) menggunakan pers. (3). c(r 54

Raden Oktova Gambar. Diagram alir untuk perhitungan numerik keadaan dasar secara swakonsisten. Tabel I. Parameter fungsional Skyrme untuk himpunan parameter Z, SkM*, dan SkIII Parameter SkM* SkIII t 0 t t t 3 t 4 x 0 x x 3 Z -983,76-645,0-8,75 36,5 40,0 395,0-04,7-35,0-95,0 86,4 5595,0 4000,0 3,69 30,0 0,0,77 0,09 0,45 0 0 0 0 0 0,760 0,0 0,5 0,6667,0 Sebagaimana disampaikan di muka, proses iteratif untuk menyelesaikan persamaan Hartree-Fock radial (pers. 0) guna mendapatkan keadaan dasar inti dimulai dengan potensial osilator harmonik isotropik sebagai 55

EFEK HALO PADA INTI BERMASSA SEDANG tebakan awal. Cacah aras partikel-tunggal yang digunakan, n max dihitung sedemikian rupa sehingga seluruh cacah nukleon (proton atau neutron) dapat tertampung dalam aras-aras tersebut. Kecuali dikatakan lain, perhitungan yang lengkap memperhitungkan semua suku fungsional tenaga total dalam pers. (), khususnya fungsio nal tenaga Skyrme pers. (9), dengan memperhitungkan sumbangan tenaga Coulomb lengkap (suku langsung dan tidak langsung) sesuai pers. (3-4), suku pasangan (7) c (r) diperhitungkan dengan skema BCS. Perhitungan kerapatan muatan inti secara lengkap memperhitungkan folding muatan nukleon bebas dengan faktor bentuk (pers. 9), dan koreksi gerak pusat massa dilakukan secara hampiran dengan menggunakan pers. (). Hasil perhitungan keadaan dasar swakonsisten isotop-isotop untuk suatu rantai tertentu (misal Cr) digunakan untuk melakukan analisis kemunculan efek halo. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Melengkapi data hasil-hasil perhitungan sebelumnya oleh Rotival dan Duguet (009), perhitungan ariari rms muatan inti dan ari-ari rms neutron untuk inti-inti bermassa sedang dilakukan pada rantai isotop Cr dengan A = 50-8 dan rantai isotop Sn dengan A = 00-70. Pada Tabel II dan Gambar ditunukkan hasil perhitungan ari-ari rms muatansecara swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Cr dengan A = 50-8. Sebagai pembanding ditunukkan pula data dari dua acuan: yang pertama adalah hasil perhitungan swakonsisten Rotival dan Duguet (009) dengan model HFB nonrelativistik untuk inti bola ( Bennaceur dan Dobaczewski, 005), dan yang kedua adalah sebuah data eksperimental untuk A = 54 dari kumpulan data 799 ari-ari muatan inti keadaan dasar dari berbagai eksperimen hamburan elektron elastik, sinar X atom muonik, geseran isotopik K α dan geseran isotopik optis hingga Januari 004 (Angeli, 004). Tabel II. Hasil perhitungan ari-ari rms muatan secara swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Cr. Sebagai pembanding ditunukkan pula data hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) dan data eksperimental (Angeli, 004). A Perhitungan SHF Z σ SkM* SkIII 50 3,6 3,99 3,678 Perhitungan lain (Rotival dan Duguet, 009) Eksperimen (Angeli, 004) 5 3,69 3,930 3,687 54 3,649 3,97 3,76 3,70 3,6604 56 3,67 3,987 3,739 3,7 58 3,695 4,006 3,76 60 3,70 4,07 3,785 3,76 6 3,745 4,049 3,809 64 3,766 4,070 3,89 3,83 66 3,784 4,089 3,847 68 3,797 4,06 3,86 3,88 70 3,807 4, 3,876 7 3,86 4,38 3,890 3,90 74 3,85 4,55 3,905 76 3,855 4,80 3,95 3,94 78 3,85 4,97 3,930 80 3,86 4,4 3,945 3,96 8 3,875 4,3 3,96 Terlihat dari Gambar bahwa titik eksperimental untuk A = 54 sesuai dengan hasil perhitungan swakonsisten dengan model SHF dengan himpunan parameter Z σ, dan mendekati hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) dan hasil perhitungan swakonsisten dengan model SHF dengan himpunan parameter SkIII. Hasil perhitungan swakonsisten dengan model SHF dengan himpunan parameter SkM* sama sekali berbeda dan menyimpang secara sistematik sangat auh dari semua hasil perhitungan lain dan data eksperimental; kesimpulan ini sangat berbeda dengan kesimpulan dari hasil perhitungan swakonsisten dengan model SHF untuk rantai isotop beryllium (Gambar ) di mana himpunan parameter SkM* terbukti yang paling teliti. Suatu geala menarik ditunukkan oleh perhitungan swakonsisten dengan model SHF dengan himpunan parameter SkIII, yaitu kemunculan puncak dan penurunan ari-ari muatan inti pada A = 8 atau cacah neutron sama 56

Raden Oktova dengan 58, namun geala serupa tidak ditunukkan oleh hasil perhitungan lain dengan model SHF, sehingga kemunculan efek halo pada A = 8 diragukan. Terlihat uga bahwa hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) cukup sesuai dengan hasil perhitungan swakonsisten dengan model SHF dengan himpunan parameter SkIII dan Z σ. Jari-ari muatan, r c (fm) 4.5 4.0 Z σ SkM* SkIII Eksp. Rotival-Duguet Cr 3.5 50 55 60 65 70 75 80 85 Nomor massa, A Gambar. Hasil perhitungan ari-ari rms muatan secara swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Cr. Sebagai pembanding ditunukkan pula data hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) dan data eksperimental (Angeli, 004). Pada Tabel III dan Gambar 3 ditunukkan hasil perhitungan ari-ari rms neutron secara swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Cr. Sebagai pembanding ditunukkan pula data hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009), dan untuk ini tidak tersedia data eksperimental. Tabel III. Hasil perhitungan ari-ari rms neutron secara swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Cr. Sebagai pembanding ditunukkan pula data hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009). A Perhitungan SHF Z σ SkM* SkIII 50 3.508 3.835 3.586 Perhitungan lain (Rotival dan Duguet, 009) 5 3.547 3.889 3.638 54 3.66 4.05 3.77 3.70 56 3.680 4.09 3.79 3.76 58 3.735 4.57 3.85 60 3.784 4.9 3.906 3.90 6 3.833 4.8 3.959 64 3.876 4.337 4.006 4.04 66 3.9 4.390 4.049 68 3.94 4.440 4.089 4.0 70 3.965 4.487 4.7 7 3.986 4.53 4.63 4.8 74 4.004 4.578 4.98 76 4.63 4.84 4.376 4.3 78 4.9 4.876 4.430 80 4.56 4.97 4.484 4.58 8 4.74 4.953 4.5 8 4.9 4.978 4.536 84 4.33 5.08 4.98 Seperti halnya pada perhitungan ari-ari muatan inti (Gambar ), terlihat dari Gambar 3 bahwa hasil perhitungan swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Cr dengan himpunan parameter SkM* sama sekali berbeda dan menyimpang secara sistematik sangat auh dari semua hasil perhitungan lain. Terlihat uga 57

EFEK HALO PADA INTI BERMASSA SEDANG bahwa hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) cukup sesuai dengan hasil perhitungan swakonsisten dengan model SHF dengan himpunan parameter SkIII namun berbeda dari hasil perhitungan swakonsisten dengan model SHF dengan himpunan parameter Z σ terutama untuk nomor massa besar. Hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) memprediksi efek halo teradi pada A = 80, dan untuk melakukan pengecekan secara halus dalam perhitungan swakonsisten SHF diperhitungkan uga A = 79 dan A = 8, namun dari ketiga hasil perhitungan swakonsisten SHF hanya perhitungan dengan himpunan parameter SkIII menunukkan adanya efek halo, itupun tidak teradi pada A = 80 melainkan A = 8. Sesuai dengan hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009), ketiga hasil perhitungan swakonsisten SHF menunukkan adanya lonakan (kink) yang dimulai dari A = 74. Jari-ari rms neutron, rn (fm) Z σ SkM* SkIII Rotival-Duguet Cr Nomor massa, A Gambar 3. Hasil perhitungan ari-ari rms neutron secara swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Cr. Sebagai pembanding ditunukkan pula data hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) dan data eksperimental (Angeli, 004). Pada Tabel IV dan Gambar 4 ditunukkan hasil perhitungan ari-ari rms muatan secara swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Sn dengan A = 04-60. Sebagai pembanding ditunukkan pula data hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) dan data eksperimental (Angeli, 004). Tabel IV. Hasil perhitungan ari-ari rms muatan secara swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Sn. Sebagai pembanding ditunukkan pula data hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) dan data eksperimental (Angeli, 004). Perhitungan SHF Perhitungan A lain (Rotival Z σ SkM* SkIII dan Duguet, 009) 04 4.48 4.886 4.584 4.5 Eksperimen (Angeli, 004) 08 4.57 4.95 4.6 4.5607 0 4.535 4.93 4.637 4.5807 4.55 4.945 4.653 4.5943 4 4.569 4.959 4.669 4.603 6 4.584 4.973 4.684 4.64 4.666 8 4.598 4.987 4.698 4.643 0 4.6 5.00 4.7 4.6543 4.63 5.04 4.75 4.7 4.6657 4 4.634 5.06 4.738 4.6759 46 4.766 5.03 4.899 4.85 60 4.859 5.3 4.999 4.96 Hasil perhitungan ari-ari rms muatan oleh Rotival dan Duguet (009) tidak memprediksi adanya efek halo proton, dan hal ini dipertegas oleh hasil perhitungan swakonsisten dengan model SHF dengan ketiga himpunan parameter, seperti terlihat dari Gambar 4. Terlihat uga bahwa data eksperimental sesuai dengan hasil 58

Raden Oktova perhitungan Rotival dan Duguet (009) untuk daerah massa A =08-4 yang ditunukkan, namun hasil perhitungan swakonsisten SHF dengan himpunan parameter SkIII dan Z σ secara sistematik berturut-turut sedikit lebih besar dan sedikit lebih kecil dari data eksperimental dan hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009), kecuali untuk A = di mana hasil perhitungan swakonsisten SHF dengan himpunan parameter SkIII sesuai dengan hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009). Seperti halnya pada perhitungan ari -ari muatan inti dan ari-ari rms neutron untuk isotop-isotop Cr (Gambar dan 4), terlihat dari Gambar 4 bahwa hasil perhitungan swakonsisten dengan model SHF dengan himpunan parameter SkM* sama sekali berbeda dan menyimpang secara sistematik sangat auh dari semua hasil perhitungan lain dan data eksperimental. Gambar 4. Hasil perhitungan ari-ari rms muatan secara swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Sn. Sebagai pembanding ditunukkan pula data hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) dan data eksperimental (Angeli, 004). Pada Tabel V dan Gambar 5 ditunukkan hasil perhitungan ari-ari rms neutron secara swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Sn pada A = 00-70. Sebagai pembanding ditunukkan pula data hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009). Tabel V. Hasil perhitungan ari-ari rms neutron secara swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Sn. Sebagai pembanding ditunukkan pula data hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009). Perhitungan SHF Perhitungann lain A (Rotival dan Z σ SkM* SkIII Duguet, 009) 00 4..85 4.669 4.390 4.35 4 4..55 4.985 4.660 4.50 8 4..68 5.7 4.86 4.86 4 4..88 5.543 5. 5.0 56 5..044 5.788 5.3 5.36 70 5..4 5.995 5.476 5.55 Seperti halnya pada hasil perhitungan ari-ari muatan inti dan ari-ari rms neutron untuk isotop-isotop Cr (Gambar dan 4) dan hasil perhitungan ari-ari muatan inti untuk isotop-isotop Sn (Gambar 4), terlihat dari Gambar 5 bahwa hasil perhitungann swakonsisten ari-ari rms neutron untuk isotop-isotop Sn dengan model SHF dengan himpunan parameter SkM* sama sekali berbeda dan menyimpang secara sistematik sangat auh dari semua hasil perhitungan lain. 59

EFEK HALO PADA INTI BERMASSA SEDANG Mirip dengan perhitungan ari-ari rms neutron untuk isotop-isotop Cr (Gambar 3), pada Gambar 5 terlihat bahwa hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) sesuai dengan hasil perhitungan swakonsisten dengan model SHF dengan himpunan parameter SkIII, kecuali pada A = 4 di mana hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) sesuai dengan hasil perhitungan swakonsisten SHF dengan himpunan parameter Z σ. Hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009) tidak memprediksi efek halo untuk isotop -isotop Sn, dan hal ini dipertegas oleh semua hasil perhitungan swakonsisten SHF dengan ketiga himpunan parameter. Sesuai dengan hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009), ketiga hasil perhitungan swakonsisten SHF tidak menunukkan adanya lonakan. 6. 5.8 Z σ SkM* SkIII Sn Jari-ari rms neutron, r n (fm) 5.4 5.0 4.6 Rotival-Duguet 4. 95 05 5 5 35 45 55 65 75 Nomor massa, A Gambar 5. Hasil perhitungan ari-ari rms neutron secara swakonsisten dengan model SHF untuk isotop-isotop Sn. Sebagai pembanding ditunukkan pula data hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009). KESIMPULAN DAN SARAN Pada perhitungan ari-ari muatan inti secara swakonsisten dengan model SHF untuk inti ringan dengan mengambil contoh rantai isotop beryllium dengan nomor massa A = 7- dan tiga himpunan parameter Skyrme (Z σ, SkM*, and SkIII), hasil perhitungan dengan ketiga himpunan parameter Skyrme menghasilkan kecenderungan sistematik yang sesuai data eksperimental, dalam arti ari-ari muatan mengecil dari 7 Be ke 0 Be lalu membesar untuk inti halo -neutron Be, kemudian naik lebih banyak lagi untuk Be, namun hanya berhasil memunculkan titik balik kedua dan gagal memunculkan titik balik pertama. Selain itu,himpunan parameter SkM* memberikan hasil perhitungan paling teliti seauh menyangkut simpangan rata-rata terhadap data eksperimental terbaru. Pada perhitungan ari-ari rms muatan inti dan ari-ari rms neutron untuk inti-inti bermassa sedang pada rantai isotop Cr dengan dengan A = 50-8 dan rantai isotop Sn pada A = 00-70, ternyata hasil perhitungan swakonsisten SHF dengan himpunan parameter Z σ, dan SkIII secara umum cukup sesuai dengan data eksperimental yang ada dan perhitungan sebelumnya, sedangkan hasil SkM* sama sekali berbeda dan menyimpang secara sistematik sangat auh dari data eksperimental yang ada serta semua hasil perhitungan lain. Hasil perhitungan sebelumnya memprediksi efek halo teradi untuk isotop Cr pada A = 80, namun dari ketiga hasil perhitungan swakonsisten SHF hanya perhitungan dengan himpunan parameter SkIII menunukkan adanya efek halo, itupun tidak teradi pada A = 80 melainkan A = 8. Sesuai dengan hasil perhitungan Rotival dan Duguet (009), ketiga hasil perhitungan swakonsisten SHF menunukkan adanya lonakan ( kink) yang dimulai dari A = 74. Hasil perhitungan swakonsisten SHF dengan ketiga himpunan parameter pada rantai isotop Sn tidak memprediksi adanya inti halo, sesuai dengan hasil perhitungan sebelumnya. 60

Raden Oktova Perhitungan swakonsisten dengan model SHF dengan ketiga himpunan parameter pada inti-inti bermassa sedang memberikan hasil paling teliti dengan himpunan parameter Z σ dan SkIII, berbeda dengan hasil perhitungan swakonsisten pada inti ringan di mana yang paling teliti adalah himpunan parameter SkM*. Penelitian yang telah dilakukan barulah tahap awal dengan mengkai hubungan antara ari-ari inti (muatan dan neutron) dan nomor massa, dan belum mengkai secara lebih mendalam tentang hubungan antara kemunculan efek halo (inti halo) dan struktur kulit. Untuk penelitian lebih lanut perlu dikai hubungan antara kemunculan efek halo, khususnya pada rantai isotop Cr, dan struktur kulit secara lebih mendalam, misalnya dengan menggunakan kriteria baru yang sudah dirintis oleh Rotival dan Duguet. UCAPAN TERIMA KASIH Publikasi ini merupakan bagian kegiatan Penelitian Fundamental DPM Diten Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dibiayai melalui Kopertis Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta, Nomor Kontrak 4.5/K5/KL/03, tanggal Mei 03. DAFTAR PUSTAKA Angeli, I., 004, A consistent set of nuclear rms charge radii: properties of the radius surface R(N,Z), Atomic Data and Nuclear Data Tables, 87(), 85-06. Bender, M., Heenen, P.-H., dan Reinhard, P.-G., 003, Self-consistent mean-field models for nuclear structure, Rev. Mod. Phys., 75, -80. Bennaceur, K. dan Dobaczewski, J., 005, Coordinate-space solution of the Skyrme-Hartree-Fock- Bogolyubov euations within spherical symmetry. The program HFBRAD (v.0), Comput. Phys. Commun., 68, 96-. Capel, P., Johnson, R. C., dan Nunes, F. M., 0, Nuclear halo structure by the ratio method, preprint arxiv:04.8v [nucl-th] Apr 0. Friedrich, J. dan Reinhard, P.-G., 986, The nonlinearity of the scalar field in a relativistic mean-field theory, Phys. Rev., C33, 335-35. Garrido, E. dan Moya de Guerra, E., 000., Phys. Lett., B488, 68. Hansen, P.G. and Johnson, B., 987, The neutron halo of extremely neutron-rich nuclei Europhys. Lett., 4, 409-44. Jensen, A. S., Riisager, K., Fedorov, D. V., halos. Rev. Mod. Phys., 76, 5-6. dan Garrido, E., 004, Structure and reactions of uantum Meng, J., Tanihata, I., dan Yamai, S., 998, The proton and neutron distributions in Na isotopes: the development of halo and shell structure, Phys. Lett. B, B49 (-4), -6. Moya de Guerra, E., Garrido, E., dan Sarriguren, P., 00, dalam Challenges of Nuclear Structure, Proc. 7th International Spring Seminar on Nuclear Physics, A. Covello (ed.), Singapore: World Scientific, p. 63. Oktova, R., 0, Perhitungan distribusi muatan inti halo Li secara swakonsisten dengan metode Skyrme- Hartree-Fock, Jurnal Fisika, (), 59-65. Reinhard, P.-G., 99, The Skyrme-Hartree-Fock model of the nuclear ground state, dalam Computational Nuclear Physics : Nuclear structure, K. Langanke, J.A. Maruhn, dan S.E. Koonin (ed.), Berlin: Springer Verlag, pp. 8-50. Ring, P. dan Schuck, P., 000, The Nuclear Many-Body Problem, Berlin: Springer, cetakan kedua edisi pertama. Rotival, V. dan Duguet, T., 009, New analysis method of the halo phenomenon in finite many-fermion systems: First applications to medium-mass atomic nuclei, Phys. Rev., C79, 054308-05433. Sánchez, R., Nörtershäuser, W., Ewald, G., Albers, D., Behr, J., Bricault, P., Bushaw, B., Dax, A., Dilling, J., Dombsky, M., Drake, G.W.F., Götte, S., Kirchner, R., Kluge, H.-J., Kühl, Th., Lassen, J., Levi, C.D.P., Pearson, M.R., Prime, E., Rykov, V., Wotaszek, A., Yan, Z.-C., dan Zimmermann, C., 006, Nuclear charge radii of 9, Li: the influence of halo neutrons, Phys. Rev. Lett., 96, 03300. Sharma, M., Bhagwat, A., Khan, Z., Haider, W., dan Gambhir, Y., 0, Neutron density distribution and the halo structure of C, Phys. Rev. C. 6

EFEK HALO PADA INTI BERMASSA SEDANG Tanihata, I., Kobayashi, T., Yamakawa, O., Shimoura, S., Ekuni, K., Sugimoto, K., Takahashi, N., Shimoda, T., Sato, H., 988, Measurement of interaction cross sections using isotope beams of Be and B and isospin dependence of the nuclear radii, Phys. Lett. B, 06, 59-596. 6