Verifikasi Perhitungan Partial Wave untuk Hamburan!! n
|
|
- Deddy Widjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Verifikasi Perhitungan Partial Wave untuk Hamburan n L dy Mascow Abdullah, Imam Fachruddin, Agus Salam 1. Departemen Fisika, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Fisika, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 3. Departemen Fisika, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia ldymascow@yahoo.com Abstrak Hamburan n dihitung dengan menggunakan teknik standar partial wave dan juga teknik tiga dimensi(3d). Hasil perhitungan partial wave dibandingkan terhadap hasil perhitungan 3D untuk mem-verifikasi konvergensi perhitungan partial wave. Observable yang dihitung yaitu penampang lintang diferensial, polarisasi, dan depolarisasi. Interaksi yang dipakai berdasarkan pertukaran meson dan hyperon sampai orde 2. Partial-Wave Calculation Verification for n Scaterring Abstract n scattering is calculated by applying the standar partial wave technique and a 3D technique. The partial-wave calculations are compared to the 3D calculations in order to verify the convergence of the partial-wave calculations. The observables being calculated are differential cross section, polarization, depolarization. Interactions being used is the one based on meson and hyperon exchange up to second order. Keywords: K+n Scattering, 3D technique, Partial-Wave technique Gambar 1: Kinematika hamburan Kaon-Nukleon dalam kerangka laboratorium (kiri) dan kerangka pusat massa (kanan)
2 Pendahuluan Metode hamburan merupakan salah satu cara yang digunakan dalam penelitian fisika nuklir dan partikel. Pada tahun , Ernest Rutherford bersama muridnya Hans Geiger dan ErnstMarsden melakukan eksperimen dengan menembakan partikel alpha ke sebuah lempeng tipis yang terbuat dari emas. Hasil pengamatan Rutherford bahwa partikel memiliki inti. Eksperimen Rutherford memulai bidang baru dalam fisika, yaitu fisika nuklir. Seiring berjalannya waktu, eksperimen dengan metode hamburan menggunakan teknologi yang semakin canggih membuat para fisikawan mendapatkan data yang semakin akurat. Penelitian fisika nuklir dan partikel baik dengan eksperimen maupun teori terus dikembangkan hingga saat ini untuk mengetahui stuktur dan sifat dari partikel-partikel tersebut [1]. Pada penelitian ini kami menghitung hamburan partikel kaon-nukleon (K+n). Hamburan K+n merupakan salah satu contoh hamburan elastik [2]. Pada saat reaksi berlangsung, struktur partikel tidak berubah [3]. Pada hamburan ini dengan energi rendah dapat ditinjau menggunakan mekanika kuantum nonrelativistik. Persamaan untuk menghitung hamburan ini yaitu persamaan Lipmann-Schwinger untuk matriks T. Teori Dasar Kinematika Dalam penelitian ini, kami menggunakan dua kerangka, yaitu kerangka laboratorium (Lab.) dan kerangka pusat massa (P.M.). Kami menyatakan adalah massa partikel satu yang merupakan massa proyektil dan adalah massa partikel dua yang merupakan massa target. Dalam kerangka Lab, adalah momentum awal partikel satu dan adalah momentum awal partikel dua. Dalam kerangka P.M, dimana momentum relatif awal adalah. Dalam keadaan akhir,kami menggunakan ʹ dan ʹ sebagai momentum akhir dalam kerangka Lab. dan p dalam kerangka P.M. Hubungan antara momentum dalam kerangka laboratorium dan momentum dalam kerangka pusat massa adalah sebagai berikut:
3 = (1) Pada keadaan awal, Kaon bergerak menuju Nukleon yang berada dalam keadaan diam relatif terhadap kerangka laboratorium. sehingga =0. Maka: = (2) dimana µ adalah massa tereduksi: = + (3) Energi total dalam kerangka pusat massa.. dan energi total dalam kerangka laboratorium "#. adalah: "#. = = + (4) = 2 = 2 (5) Hubungan antara energi total dalam kerangka pusat massa dengan energi total dalam kerangka laboratorium adalah: "#. =.. (6) Pada gambar 2.1 bagian kiri adalah skema hamburan di kerangka Lab. dan pada bagian kanan adalah skema hamburan di kerangka P.M. Dalam proses hamburan, proyektil datang dari arah sumbu-z dengan momentum = dan = dan hamburan tersebut terjadi pada bidang -
4 . Berikut adalah hubungan antara kedua sudut hamburan antara sudut hamburan kerangka laboratorium dengan sudut hamburan kerangka pusat massa:.. = "#. + arcsin "# "#. (7) dan sebaliknya: "#. = arctan "#.. "#.. + (8) Teknik Tiga Dimensi Keadaan Basis 3D Kami mulai dengan mendefinisikan suatu keadaan bebas yang terdiri dari bagian momentum dan bagian spin sebagai keadaan basis [4] = (9) Inilah yang dinamakan dengan dengan keadaan basis 3D dengan merupakan keadaan eigen (eigenstate) untuk operator spin-1/2 s yang terkuantisasi pada sumbu z, = = (10) Keadaan basis 3D memiliki sifat ortogonalitas, = = (11) dan relasi kelengkapan, = 1 (12) Elemen Matriks T Elemen matriks transisi pada keadaan basis 3D (9) didefinisikan sebagai berikut,, (, ) (13) yang memenuhi persamaan Lippmann-Schwinger dengan bentuk,
5 (, ) = (, ) + (, ) (, ) (14) dengan adalah free propagator, ( ) = lim 1 + " (15) dan adalah energi non-relativistik, = 2 (16) = 2 (17) mengingat =,, (, ) =, (, ) + lim (, ) + "# (, ) (18) Karena elemen matriks, invarian terhadap rotasi, bergantung pada dan tidak bergantung pada dan secara terpisah. Hal ini menunjukan bahwa dan mengarah kemanapun, nilai ( (, )) tidak berubah selama tidak berubah. Dengan = kami akan mendapatkan bahwa elemen matriks, (, ) memiliki sifat azimutal, yaitu dengan,(,, ) =,(,, ) + lim, (, ) = ( ), (,, ) (19) (, ) + "
6 x ( ), (,, ) (20) Bisa didefinisikan suatu ekspresi elemen matriks potensial (,,, ) berupa, (,,, ) = sehingga persamaan (20) dapat kami sederhanakan menjadi, (,, ) = (,, ) + 2 lim (, ) ( ) (21) + " x cos (,,, ) (,, ) (22) Kami juga dapat menentukan,,, yaitu (,, ) = ( ), (,, ) (23) Teknik Partial Wave Basis yang digunakan pada teknik Partial Wave adalah 1 2 ; " (24) Basis ini memiliki nilai momentum angular total J: = + dengan s = 1/2 dan nilai m adalah proyeksi pada sumbu-z Elemen matriks-t dan potensial pada basis gelombang parsial: 1 2 ; 1 2 ; " (25) 1 2 ; 1 2 ; " (26) Karena konservasi momentum angular total J, maka matriks-t dan potensial bersifat diagonal untuk nilai j dan m:
7 1 2 ; 1 2 ; " = ", (27) 1 2 ; 1 2 ; " = ", (28) dengan nilai ", dan ", ", = 1 2 ; " 1 2 ; " (29) ", = 1 2 ; " 1 2 ; " (30) Dengan demikian, persamaan Lippmann-Schwinger untuk matriks-t (??), pada basis gelombang parsial menjadi: ", = ", ; () 1 2 ; " = ", ; 1 2 ; 1 2 ; () 1 2 ; 1 2 ; 1 2 ; " (31) dengan menggunakan persamaan (28), ", = ", + ", 1 2 ; () 1 2 ; "
8 ", (32) Sekarang kami akan mencari propagator dalam basis gelombang parsial ; " Karena propagator tidak berpengaruh pada spin, maka kami bisa mengerjakan dengan cara menggunakan relasi kelengkapan sebagai berikut: Dengan memasukkan persamaan elemen matriks propagator (33) ke persamaan (32), menjadi: ", = ", + 2 lim ", + " ", (34) Persamaan (34) merupakan persamaan Lippmann-Schwinger untuk matriks-t pada basis gelombang parsial. Mengingat nilai j adalah bilang ganjil dikali 1/2, maka l l = 0 atau 1. Karena kekekalan parity hanya mengizinkan l l = 0 atau l = l. Dengan demikian, persamaan (34) menjadi, ", = ", + 2 lim ", + " ", (35) Untuk menghitung observable diperlukan,,. Elemen matriks,, bisa diperoleh dari elemen matriks partial wave ", dengan menggunakan relasi berikut:
9 ,, = " , (36) 1 2 ; ( ) 1 2 ; 0, (, 0) Besaran Spin (Spin Observables) Rumus umum untuk mencari besaran spin = 1 2 (4 ) " (,, ) (,, ) (37) dengan, = 0,1,2,3 (38) Persamaan (37) menghubungkan variasi polarisasi spin pada keadaan awal dan keadaan akhir, adalah matriks identitas 2 2 yang tidak terpolarisasi. sedangkan,, adalah operator spin Pauli. vektor satuan keadaan awal, = dengan vektor satuan untuk keadaan akhir, = = = (39) = = = (40) Besaran penampang lintang diferensial rata-rata spin (spin average differential cross section observables) dihitung dengan rumus, " = 1 2 (4 ) " (,, ) (,, )
10 = (4 ) (,, ) + (,, ) (41) Besaran lain yang dihitung adalah polarisasi Py yang dihitung ketika spin awal tidak terpolarisasi sedangkan keadaan akhir terpolarisasi kearah sumbu-y, maka menggunakan persamaan 1 (4 ) " (,, ) (,, ) 2 = 2 (4 ) " (,, ) (,, ) (42) Ketika spin awal dan spin setelah terhambur tidak terpolarisasi, besaran yang dihitung adalah depolarisasi 1 (4 ) " (,, ) (,, ) 2 = 1 (4 ) (,, ) (,, ) cos "# +2" (,, ) sin "# (43) 1 2 (4 ) " (,, ) (,, ) = 1 (4 ) (,, ) (,, ) sin "# 2" (,, ) cos "# (44) 1 2 (4 ) " (,, ) (,, ) = 1 (45) 1 2 (4 ) " (,, ) (,, ) = (46)
11 1 2 (4 ) " (,, ) (,, ) = (47) Isospin Kaon dan nukleon memiliki spin bernilai 1/2, maka isospin total τ bisa bernilai 0 atau bernilai 1. Untuk komponen z isospin total ν bernilai 1 atau bernilai -1, maka isospin total yang mungkin hanya τ = 1. Untuk ν bernilai 0, isospin total yang mungkin τ = 0 dan τ = 1. Untuk sistem K+p ν isospin yang mungkin bernilai 1, untuk sistem K0n dan K n ν isospin yang mungkin bernilai -1, sehingga yang mungkin hanya τ = 1. Untuk sistem K0p, K p dan K+n ν = 0, sehingga yang mungkin τ = 0 dan τ =1. Karena penelitian ini menggunakan partikel K+n maka isospin total yang digunakan bernilai 0. Pada elemen matriks (V maupun T) perlu dibubuhkan label τ dan ν. Begitu juga dengan ",,. " (, ) " ". (48) Elemen matriks T akhir, yaitu yang dipakai untuk menghitung observables, adalah yang memperhitungkan semua isospin total yang mungkin untuk nilai ν tertentu. Jadi, untuk menghitung observables ambil T-matrix elements (,, )yang didefinisikan sebagai berikut: Untuk ν = 1 atau ν = -1: Untuk ν = 0: (,, ) ; (,, ). (49) (,, ) = (,, ). (50) (,, ) = 1 2 (,, ) + " (,, ). (51) Hal yang sama juga berlaku untuk perhitungan menggunakan teknik partial wave.
12 Metode Penelitian Diagram Feynmann Diagram Feynman merepresentasikan lintasan partikel dari suatu proses interaksi,seperti hamburan. Lintasan partikel dapat berupa garis yang berlekuk atau yang lurus, tergantung jenis partikel apa yang berinteraksi. Dan sebuah titik dimana garis yang satu terhubung dengan garis yang lain disebut dengan verteks. Verteks merupakan simpul pertemuan dan interaksi antar partikel. Pada titik ini bisa terjadi pemancaran atau penyerapan partikel baru, pembelokan satu sama lain atau mengubah partikel[2]. Dalam penulisan diagram Feynman, bagian kiri merupakan kondisi awal sebelum tumbukan dan bagian kanan merupakan kondisi akhir setelah tumbukan. Sebuah bosonic propagator digambarkan oleh garis putus-putus. Sedangkan fermion propagator digambarkan oleh garis yang utuh[3]. Kami pilih model pertukaran meson dan hyperon untuk orde-dua yang terdapat pada [5]. Kami peroleh diagram feynman untuk model pertukaran meson dan hyperon yang ditunjukan pada gambar (2) Gambar 2: Diagram Feynman Pertukaran Meson a) Skalar, vektor ; b) pseudovektor, Pertukaran skalar meson () () = " " " " ( ) " ( ) ( ) (, )(, ) 1 + " " (52)
13 Pertukaran vektor meson ω dan ρ () () " " ( )" ( ) = (" + " ) 32 ( ) ( + ), (, ) ( + ) (, )(, ) + " + 2 " 1 + " (53) dengan faktor isospin τ1 τ2 untuk pertukuran ρ Pertukaran Baryon dan () () = "# "# ( ) (, )( )(, ) 32 ( ) 1 + " (54) dengan faktor isospin (1 + ) [5] untuk Γ = Λ Dan (3 ) [5] untuk Γ = Σ. Hasil dan Pembahasan Kami menampilkan hasil perhitungan penampang lintang difensial (differential cross section), polarisasi (polarization), depolarisasi (depolarization) untuk beberapa energi, yaitu 50 MeV, 100 MeV, 150 MeV, hingga 500 MeV dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu teknik 3D dan teknik PW. Penampang Lintang Difensial Kami akan menampilkan data perhitungan penampang lintang difensial (differential cross section) menggunakan teknik 3D dan teknik PW. Data yang kami tampilkan menggunakan teknik 3D dan PW pada energi 50 MeV sampai 500 MeV dengan interval 50 MeV. Dari data tersebut, kami bisa melihat bahwa semakin besar nilai energi, grafik penampang lintang difensial (differential cross section) akan memiliki nilai (titik) puncak yang semakin tinggi dan pada sudut yang lebih kecil, jika energi semakin besar maka memiliki nilai yang lebih besar juga
14 kemungkinan terhamburnya proyektil pada sudut-sudut kecil. Penampang lintang difensial (differential cross section) akan mencapai konvergensi dengan momentum angular total yang berbeda-beda tiap energi. Kami menampilkan hasilnya pada tabel (1), Kami membandingkan hasil perhitungan menggunakan teknik 3D dan menggunakan teknik PW. Dari grafik tersebut terlihat bahwa nilai Penampang lintang difensial (differential cross section) 3D lebih besar dengan teknik PW yang ditunjukan oleh gambar (3) - (5). Berikut kami tampilkan data hasil perhitungan, Pada gambar (6), kami membandingkan hasil penampang lintang total terhadap energi
15 Polarisasi dan Depolarisasi Kami akan menampilkan data perhitungan penampang lintang difensial (differential cross section) menggunakan teknik 3D dan teknik PW. Data yang kami tampilkan menggunakan teknik 3D dan PW pada energi 50 MeV sampai 500 MeV dengan interval 50 MeV. Untuk polarisasi, semakin besar nilai energi, semakin besar nilai polarisasinya yang berarti kemungkinan partikel neutron terhambur searah sumbu-y dan grafik polarisasi (polarization) akan mengalami penurunan pada sudut yang semakin besar. Karena kemungkinan terhamburnya searah sumbu-y lebih besar pada sudut kecil. Grafik depolarisasi xx menggambarkan peluang terjadinya depolarisasi dari arah x (sebelum hamburan) ke arah x (setelah terhambur), sedangkan grafik depolarisasi zx menggambarkan peluang depolarisasi dari arah x ke arah z. Berikut kami menampilkan data perhitungan polarisasi yang ditunjukan pada gambar (7) - (9), depolarisasi bidang xx yang ditunjukan pada gambar (10) - (12)dan depolarisasi bidang zx yang ditunjukan pada gambar (13) dan (15). Grafik tersebut merupakan hasil dari perhitungan menggunakan teknik 3D dan teknik PW. Polarisasi akan mencapai konvergensi dengan momentum angular total yang berbedabeda tiap energi Kami menampilkan hasilnya pada tabel (2),
16 Depolarisasi XX akan mencapai konvergensi dengan momentum angular total yang berbeda-beda tiap energi. Kami menampilkan hasilnya pada tabel (3), Depolarisasi ZX akan mencapai konvergensi dengan momentum angular total yang berbeda-beda tiap energi. Kami menampilkan hasilnya pada tabel (4)
17
18 Kesimpulan dan Saran Kami mengerjakan persamaan Lippmann-Schwinger untuk matriks T dalam basis 3D dan basis PW. Lalu kami menghitung besaran seperti penampang lintang diferensial, polarisasi, dan depolarisasi. kami menyertakan form factor dalam perhitungan agar dalam perhitungan, mendapatkan hasil konvegen dengan jumlah np dan nx yang relatif sedikit. Semakin besar nilai energi semakin banyak juga jumlah np dan nx. Akan tetapi karena jumlah titik yang perlu ditambahkan pun relatif sedikit dan tidak memberikan pengaruh yang berarti pada efisiensi perhitungan numerik. Maka, perhitungan numerik tidak akan menjadi sangat jauh lebih lama jika kita menentukan np dan nx yang lebih banyak agar lebih konvergen dan grafik yang dihasilkan lebih halus. Semakin besar nilai energi, grafik penampang lintang difensial (differential cross section) akan memiliki nilai (titik) puncak yang semakin tinggi dan pada sudut yang lebih kecil, jika energi semakin besar maka memiliki nilai yang lebih besar juga kemungkinan terhamburnya proyektil pada sudut-sudut kecil.
19 Untuk polarisasi, semakin besar nilai energi, semakin besar nilai polarisasinya yang berarti kemungkinan partikel neutron terhambur searah sumbu-y dan grafik polarisasi (polarization) akan mengalami penurunan pada sudut yang semakin besar. Karena kemungkinan terhamburnya searah sumbu-y lebih besar pada sudut kecil. Sedangkan depolarisasi bidang XX dan bidang ZX, jika semakin besar nilai energi akan mengalami pergeseran fase. Perhitungan partial-wave dan perhitungan 3D semua nilai hampir sama. tetapi semakin besar nilai energi, kami membutuhkan nilai gelombang parsial yang lebih banyak untuk mencapai nilai yang konvergen. Pada energi sampai 500 MeV, perhitungan menggunakan teknik partial wave telah terverifikasi. DAFTAR ACUAN 1. Krane, K.S. (1988). Introductory Nuclear Physics. Wiley, New York. 2. Davydov, A.S., dan Haar, D.T. (1976). Quantum Mechanics. Pergamon Press, New York. 3. Glockle, W. (1983). The Quantum Mechanical Few-Body Problem. Springer Verlag, Berlin. 4. Fachruddin, I., dan Salam, A. (2013). KN scattering in 3D formulation. Few-Body Systems 54, 1625, DOI: /s Buttgen, R., Holinde, K., Muller-Groeling, A., Speth, J., dan Wyborny, P. (1989). A Meson Exchange Model for the K+N Interaction. Nuclear Physics A 506, A. Mueller-Groeling, K. Holinde, and J. Speth., 1990, Nuc. Phys. A5113, 557
Efek Relativistik Pada Hamburan K + n
Efek Relativistik Pada Hamburan K + n Putu Adi Kusuma Yudha l, Dr. Agus Salam 2, Dr. Imam Fachruddin 3 1. Departemen Fisika, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Fisika, Universitas
Lebih terperinciHamburan Partikel Berspin-0 dan Berspin-! pada Energi Tinggi. Abstrak
Hamburan Partikel Berspin-0 dan Berspin- pada Energi Tinggi Muzakkiy Putra Muhammad Akhir Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia muzakkiy.putra@sci.ui.ac.id Abstrak Hamburan
Lebih terperinciBAHASAN DAN RUJUKAN. Minggu ke- Pokok Bahasan Subpokok Bahasan
BAHASAN DAN RUJUKAN Minggu ke- Pokok Bahasan Subpokok Bahasan 1 Pendahuluan a. gambaran sederhana b. definisi dan makna fisis penampang lintang hamburan c. penjelasan tentang perkuliahan (buku acuan, dll)
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur atom Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran
Lebih terperinciFOTOPRODUKSI MESON-ETA PADA PROTON
FOTOPRODUKSI MESON-ETA PADA PROTON Alhidayatuddiniyah T.W. Program Studi Informatika, Universitas Indraprasta PGRI alhida.dini@gmail.com Abstrak Telah diinvestigasi reaksi fotoproduksi γp ηp dengan tujuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi
Lebih terperinciAgus Suroso. Pekan Kuliah. Mekanika. Semester 1,
Agus Suroso 14 Pekan Kuliah B Mekanika ( C a t a t a n K u l i a h F I 2 1 0 4 M e k a n i k a B ) Semester 1, 2017-2018 Sistem Partikel (2) 10 10 1 Gerak relatif pada sistem dua partikel 10 2 Tumbukan
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA MODEL PERTUKARAN HYPERON DAN SIGMA UNTUK HAMBURAN KAON-NUKLEON TESIS. Agus Jarwanto
UNIVERSITAS INDONESIA MODEL PERTUKARAN HYPERON DAN SIGMA UNTUK HAMBURAN KAON-NUKLEON TESIS Agus Jarwanto 07067655 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MAGISTER
Lebih terperinciPERHITUNGAN PENAMPANG LINTANG DIFERENSIAL PROSES PRODUKSI HIPERON-SIGMA TAK BERMUATAN PADA HAMBURAN ELEKTRON-NETRON
PERHITUNGAN PENAMPANG LINTANG DIFERENSIAL PROSES PRODUKSI HIPERON-SIGMA TAK BERMUATAN PADA HAMBURAN ELEKTRON-NETRON TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister SIDIKRUBADI
Lebih terperinciFOTOPRODUKSI η-meson PADA NUKLEON DENGAN MODEL ISOBAR
FOTOPRODUKSI η-meson PADA NUKLEON DENGAN MODEL ISOBAR Maya Puspitasari Izaak 1, Agus Salam 1 1 Departemen Fisika, FMIPA-UI, Kampus UI Depok 16424 mayaizaak@yahoo.co.id, agussalam@yahoo.com Abstrak Telah
Lebih terperinciKB.2 Fisika Molekul. Hal ini berarti bahwa rapat peluang untuk menemukan kedua konfigurasi tersebut di atas adalah sama, yaitu:
KB.2 Fisika Molekul 2.1 Prinsip Pauli. Konsep fungsi gelombang-fungsi gelombang simetri dan antisimetri berlaku untuk sistem yang mengandung partikel-partikel identik. Ada perbedaan yang fundamental antara
Lebih terperinciSOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII
SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII 1. Tumbukan dan peluruhan partikel relativistik Bagian A. Proton dan antiproton Sebuah antiproton dengan energi kinetik = 1,00 GeV menabrak proton
Lebih terperinciEKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD
Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R3 EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD Dosen Pembina : Herlik Wibowo, S.Si, M.Si Septia Kholimatussa diah* (080913025), Mirza Andiana
Lebih terperinciSetelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di. dapat dihitung sebagai beriktut: h δl l'
Rangkuman: bawah ini! Setelah Anda mempelajari KB-1 di atas, simaklah dan hafalkan beberapa hal penting di 1. Elemen-elemen matrik L lm,l'm' = h l ( l +1) δ ll' L l m, l 'm' dapat dihitung sebagai beriktut:
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi
Lebih terperinciEFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON
DOI: doi.org/10.21009/0305020501 EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON Alrizal 1), A. Sulaksono 2) 1,2 Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424 1) alrizal91@gmail.com, 2) anto.sulaksono@sci.ui.ac.id
Lebih terperinciLAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder:
LAMPIRAN A.TRANSFORMASI KOORDINAT 1. Koordinat silinder Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder: Vector kedudukan adalah Jadi, kuadrat elemen panjang busur adalah: Maka: Misalkan
Lebih terperinciAdapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon
F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon di dalam inti atom yang menggunakan potensial Yukawa. 2. Dapat
Lebih terperinciDAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)
DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik
Lebih terperinciFUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON
FUNGSI GELOMBANG DAN RAPAT PROBABILITAS PARTIKEL BEBAS 1D DENGAN MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICOLSON Rif ati Dina Handayani 1 ) Abstract: Suatu partikel yang bergerak dengan momentum p, menurut hipotesa
Lebih terperinciHamburan Partikel Ber-Spin 0 dan 1 2 Dalam Basis Momentum-Helicity
Hamburan Partikel Ber-Spin dan Dalam Basis Momentum-Helicity Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains oleh: Irga Abdulrahman 3336 Departemen Fisika Fakultas Matematika
Lebih terperinciSOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1
SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen
Lebih terperinciBAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.
BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. Kriteria apa saa yang dapat digunakan untuk menentukan properti
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA STOPPING POWER PARTIKEL BERMUATAN DENGAN EFEK PENTALAN INTI SKRIPSI INDRIAS ROSMEIFINDA
UNIVERSITAS INDONESIA STOPPING POWER PARTIKEL BERMUATAN DENGAN EFEK PENTALAN INTI SKRIPSI INDRIAS ROSMEIFINDA 0906529905 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK DESEMBER
Lebih terperinciDualisme Partikel Gelombang
Dualisme Partikel Gelombang Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso10.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 017 Pada pekan ke-10 kuliah
Lebih terperinciFENOMENA HALO BERDASARKAN MODEL RELATIVISTIC MEAN FIELD (RMF)
FENOMENA HALO BERDASARKAN MODEL RELATIVISTIC MEAN FIELD (RMF) A. M. Nugraha 1*), J. P. Diningrum 1 ), N. Liliani 1 ), T. Sumaryada 2 ), A. Sulaksono 1 ) 1 Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia,
Lebih terperinciMOMENTUM DAN IMPULS FISIKA 2 SKS PERTEMUAN KE-3
MOMENTUM DAN IMPULS FISIKA 2 SKS PERTEMUAN KE-3 By: Ira Puspasari BESARAN-BESARAN PADA BENDA BERGERAK: Posisi Jarak Kecepatan Percepatan Waktu tempuh Energi kinetik Perpindahan Laju Gaya total besaran
Lebih terperinciKARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL
KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL Annisa Fitri 1, Anto Sulaksono 2 1,2 Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424 1 annisa.fitri11@sci.ui.ac.id 2 anto.sulaksono@sci.ui.ac.id
Lebih terperinciPenentuan Fungsi Struktur Proton dari Proses Deep Inelastic Scattering e + p e + X dengan Menggunakan Model Quark - Parton
Penentuan Fungsi Struktur Proton dari Proses Deep Inelastic Scattering e + p e + X dengan Menggunakan Model Quark - Parton M.Fauzi M., T. Surungan, dan Bangsawan B.J. Departemen Fisika, Universitas Hasanuddin,
Lebih terperinciHAMBURAN PARTIKEL BER-SPIN 1/2 DAN 3/2 DALAM BASIS MOMENTUM-HELISITAS SKRIPSI
HAMBURAN PARTIKEL BER-SPIN 1/2 DAN 3/2 DALAM BASIS MOMENTUM-HELISITAS SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains HAMDANI PASARIBU 030801048 DEPARTEMEN FISIKA
Lebih terperinciCATATAN KULIAH ATOM, INTI DAN RADIOAKTIF. Diah Ayu Suci Kinasih Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016
CATATAN KULIAH ATOM, INTI DAN RADIOAKTIF Diah Ayu Suci Kinasih -24040115130099- Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016 FISIKA NUKLIR Atom, Inti dan Radioaktif 1. Pekembangan Teori Atom
Lebih terperinciENERGETIKA KESTABILAN INTI. Sulistyani, M.Si.
ENERGETIKA KESTABILAN INTI Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id PENDAHULUAN Apakah inti yang stabil itu? Apakah inti yang tidak stabil? Bagaimana menyatakan kestabilan U-238 berdasarkan reaksi
Lebih terperinciSpektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 16, No. 2, Oktober 2015
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol. 16, No., Oktober 15 Analisis Persamaan Dirac untuk Potensial Pöschl-Teller Trigonometrik dan Potensial Scarf Trigonometrik pada Kasus Spin Simetri Bagian Radial
Lebih terperinciBAB IV PERBANDINGAN HASIL DAN ANALISA NUMERIK SPEKTRA EMISI NEUTRON DARI PENEMBAKAN HAMBURAN PROTON
, /. BAB IV PERBANDINGAN HASIL DAN ANALISA NUMERIK SPEKTRA EMISI NEUTRON DARI PENEMBAKAN HAMBURAN PROTON Pada tugas akhir ini dilakukan perhitungan ulang dari tugas akhir sebelumnya [1]. Adapun program
Lebih terperinciFisika Umum (MA 301) Topik hari ini. Fisika Atom & Inti
Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini Fisika Atom & Inti 8/14/2007 Fisika Atom Model Awal Atom Model atom J.J. Thomson Bola bermuatan positif Muatan-muatan negatif (elektron)) yang sama banyak-nya menempel
Lebih terperinciSATUAN ACARA PERKULIAHAN
Mata Kuliah : Fisika Kuantum Kode : SKS : 2 sks Semester : VIII/VII Nama Dosen : Drs. Iyon Suyana, M.Si Pustaka : Buku utama SATUAN ACARA PERKULIAHAN Standar Kompotensi : Menguasai pengetahuan yang mendalam
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein
BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang
Lebih terperinciAPLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON. Ade S. Dwitama
APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON Ade S. Dwitama PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciSIFAT GELOMBANG PARTIKEL DAN PRINSIP KETIDAKPASTIAN. 39. Elektron, proton, dan elektron mempunyai sifat gelombang yang bisa
SIFAT GELOMBANG PARTIKEL DAN PRINSIP KETIDAKPASTIAN 39. Elektron, proton, dan elektron mempunyai sifat gelombang yang bisa diobservasi analog dengan foton. Panjang gelombang khas dari kebanyakan partikel
Lebih terperinciPendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan
1 Pendahuluan Tujuan perkuliahan Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1. Mengetahui gambaran perkuliahan. Mengerti konsep dari satuan alamiah dan satuan-satuan dalam fisika partikel 1.1.
Lebih terperinciPENGARUH PARAMETER PENTAL DAN ENERGI KINETIK PARTIKEL DATANG TERHADAP SUDUT HAMBURAN DAN TAMPANG LINTANG HAMBURAN SKRIPSI
PENGARUH PARAMETER PENTAL DAN ENERGI KINETIK PARTIKEL DATANG TERHADAP SUDUT HAMBURAN DAN TAMPANG LINTANG HAMBURAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang
Lebih terperinciKontribusi keadaan akhir kaon-hyperon pada momen magnetik nukleon
Kontribusi keadaan akhir kaon-hyperon pada momen magnetik nukleon Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Fisika oleh: Suharyo Sumowidagdo NPM: 0394027051 Jurusan Fisika
Lebih terperinciProgram Studi Teknik Mesin S1
SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : KINEMATIKA DAN DINAMIKA TEKNIK KODE / SKS : IT042243 / 2 SKS Program Studi Teknik Mesin S1 Pokok Bahasan Pertemuan dan TIU 1 Pendahuluan memahami tentang pengertian
Lebih terperinciTheory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah.
Q3-1 Large Hadron Collider (10 poin) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Pada soal ini, kita akan mendiskusikan mengenai fisika dari
Lebih terperinciLATIHAN UJIAN NASIONAL
LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka
Lebih terperinciSP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan
SP FISDAS I Perihal : Matriks, pengulturan, dimensi, dan sebagainya. Bisa baca sendiri di tippler..!! KINEMATIKA : Gerak benda tanpa diketahui penyebabnya ( cabang dari ilmu mekanika ) DINAMIKA : Pengaruh
Lebih terperinciBAB IV. METODE PENELITIAN
BAB V. ETODE PENELTAN Pada penelitian ini terbagi dalam dua kegiatan utama. Pertama pengukuran intensitas cahaya menggunakan metode eksperimen laboratorium. Kedua pengamatan implementasi perangkap cahaya
Lebih terperinciSaat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda
1 Benda tegar Pada pembahasan mengenai kinematika, dinamika, usaha dan energi, hingga momentum linear, benda-benda yang bergerak selalu kita pandang sebagai benda titik. Benda yang berbentuk kotak misalnya,
Lebih terperinciPERHITUNGAN CROSS SECTION HAMBURAN ELEKTRON-ATOM DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS GELOMBANG PARSIAL SKRIPSI TONI APRIANTO MANIK
PERHITUNGAN CROSS SECTION HAMBURAN ELEKTRON-ATOM DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS GELOMBANG PARSIAL SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains TONI APRIANTO MANIK
Lebih terperinciRENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS)
RENCANA PROGRAM KEGIATAN PERKULIAHAN SEMESTER (RPKPS) Kode / Nama Mata Kuliah : E123101 / FISIKA DASAR 1 Revisi 3 Satuan Kredit Semester : 3 SKS Tgl revisi : 05 Januari 2012 Jml Jam kuliah dalam seminggu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb
Lebih terperinciPELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).
PELURUHAN GAMMA ( ) Peluruhan inti yang memancarkan sebuah partikel seperti partikel alfa atau beta, selalu meninggalkan inti pada keadaan tereksitasi. Seperti halnya atom, inti akan mencapai keadaan dasar
Lebih terperinciHamburan Kaon-Nukleon Dalam Model Pertukaran Hyperon
Hamburan Kaon-Nukleon Dalam Model Pertukaran Hyperon Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Ryky Nelson 030300678 Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciPERHITUNGAN MASSA KLASIK SOLITON
PERHITUNGAN MASSA KLASIK SOLITON ALHIDAYATUDDINIYAH T.W. alhida.dini@gmail.com Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indraprasta PGRI Abstrak.
Lebih terperinciBAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS
BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan
Lebih terperinciXpedia Fisika. Soal Fismod 2
Xpedia Fisika Soal Fismod Doc. Name: XPPHY050 Version: 013-04 halaman 1 01. Peluruhan mana yang menyebabkan jumlah neutron di inti berkurang sebanyak satu? 0. Peluruhan mana yang menyebabkan identitas
Lebih terperinciBAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika
25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan
Lebih terperinciTUJUAN :Mahasiswa memahami konsep ilmu fisika, penerapan besaran dan satuan, pengukuran serta mekanika fisika.
MATA KULIAH : FISIKA DASAR TUJUAN :Mahasiswa memahami konsep ilmu fisika, penerapan besaran dan satuan, pengukuran serta mekanika fisika. POKOK BAHASAN: Pendahuluan Fisika, Pengukuran Dan Pengenalan Vektor
Lebih terperinci3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,
3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik
Lebih terperinciOperasi Eliminasi Gauss. Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-nilai di dalam
Operasi Eliminasi Gauss Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-nilai di dalam matriks sehingga menjadi matriks yang lebih sederhana (ditemukan oleh Carl Friedrich Gauss). Caranya adalah
Lebih terperinciPERUBAHAN FUNGSI GELOMBANG ELEKTRON PADA MULTIPLE SCATTERING UNTUK SUDUT HAMBUR NOL
Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol. 17, No. 4, Oktober 2014, hal 145-150 PERUBAHAN FUNGSI GELOMBANG ELEKTRON PADA MULTIPLE SCATTERING UNTUK SUDUT HAMBUR NOL Taat Guswantoro *, Muhammad Nur dan Vincencius
Lebih terperinciKEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM Program Studi : Pendidikan Fisika/Fisika Nama Mata Kuliah :Fisika Inti Kode
Lebih terperinci16 Mei 2017 Waktu: 120 menit
OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) Tingkat Nasional Bidang Fisika: FISIKA MODERN & MEKANIKA KUANTUM (Tes 4) 16 Mei 2017 Waktu: 120 menit Petunjuk
Lebih terperinciBAB IV OSILATOR HARMONIS
Tinjauan Secara Mekanika Klasik BAB IV OSILATOR HARMONIS Osilator harmonis terjadi manakala sebuah partikel ditarik oleh gaya yang besarnya sebanding dengan perpindahan posisi partikel tersebut. F () =
Lebih terperincijadi olahragawan, jadi wartawan, jadi pengusaha, jadi anggota DPR, jadi menteri, atau mungkin juga jadi presiden. Bagi mereka itu pemahaman ilmu
ix K Tinjauan Mata Kuliah emajuan dalam bidang teknologi pengajaran rupanya berjalan sangat cepat. Kalau kita menengok hal itu lewat internet misalnya, sudah ada program yang dinamakan Visual Quantum Mechanics,
Lebih terperinciPERHITUNGAN PENAMPANG HAMBURAN ELASTIK PADA REAKSI ep ep DENGAN DUA MACAM FAKTOR BENTUK : GALSTER DAN MILLER ADI AGUS KURNIAWAN
PERHITUNGAN PENAMPANG HAMBURAN ELASTIK PADA REAKSI ep ep DENGAN DUA MACAM FAKTOR BENTUK : DAN ADI AGUS KURNIAWAN DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciCROSS SECTION REAKSI INTI. Sulistyani, M.Si.
CROSS SECTION REAKSI INTI Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Tampang Lintang (Cross Section) Reaksi Nuklir Kemungkinan terjadinya reaksi nuklir disebut penampang lintang (σ) yang mempunyai dimensi
Lebih terperinciPERHITUNGAN TAMPANG LINTANG DIFERENSIAL HAMBURAN ELASTIK ELEKTRON-ARGON PADA 10,4 EV DENGAN ANALISIS GELOMBANG PARSIAL
PERHITUNGAN TAMPANG LINTANG DIFERENSIAL HAMBURAN ELASTIK ELEKTRON-ARGON PADA 10,4 EV DENGAN ANALISIS GELOMBANG PARSIAL Paken Pandiangan (1), Suhartono (2), dan A. Arkundato (3) ( (1) PMIPA FKIP Universitas
Lebih terperinciOleh : Rahayu Dwi Harnum ( )
LAPORAN PRAKTIKUM EKSPERIMEN FISIKA II SPEKTRUM ATOM SODIUM Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Eksperimen Fisika II Dosen Pengampu : Drs. Parlindungan Sinaga, M.Si Oleh : Rahayu Dwi Harnum
Lebih terperinciBAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor
BAB 1 BESARAN VEKTOR TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahan vektor secara grafis dan matematis 3. Melakukan perkalian vektor
Lebih terperinciBAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR
A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar
Lebih terperinciInti Atom dan Penyusunnya. Sulistyani, M.Si.
Inti Atom dan Penyusunnya Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Eksperimen Marsden dan Geiger Pendahuluan Teori tentang atom pertama kali dikemukakan oleh Dalton bahwa atom bagian terkecil dari
Lebih terperinci2. Deskripsi Statistik Sistem Partikel
. Deskripsi Statistik Sistem Partikel Formulasi statistik Interaksi antara sistem makroskopis.1. Formulasi Statistik Dalam menganalisis suatu sistem, kombinasikan: ide tentang statistik pengetahuan hukum-hukum
Lebih terperinciKaji Ulang Model Nilsson untuk Proton atau Neutron dengan Z, N 50
Jurnal Fisika Indonesia Tri Sulistyani dan Candra Dewi Vol. 19 2015) No. 57 p.76-81 ARTIKEL RISET Kaji Ulang Model Nilsson untuk Proton atau Neutron dengan Z, N 50 Eko Tri Sulistyani * dan Nilam Candra
Lebih terperinciBESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor
BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan
Lebih terperinciSIFAT-SIFAT INTI. PERTEMUAN KEEMPt
SIFAT-SIFAT INTI PERTEMUAN KEEMPt Sifat-sifat inti atom Tidak Bergantung pada waktu: Muatan inti (electric charge) Massa inti (mass) Jari-jari (radius) Momentum sudut (angular momentum) Momen magnetik
Lebih terperinciGERAK LURUS Kedudukan
GERAK LURUS Gerak merupakan perubahan posisi (kedudukan) suatu benda terhadap sebuah acuan tertentu. Perubahan letak benda dilihat dengan membandingkan letak benda tersebut terhadap suatu titik yang diangggap
Lebih terperinciEFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI
EFEK PAIRING PADA ISOTOP Sn (N>82) DALAM TEORI BCS MENGGUNAKAN SEMBILAN TINGKAT ENERGI ALPI MAHISHA NUGRAHA alpi.mahisha@gmail.com Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu
Lebih terperinciPENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN
PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN Maksud dan tujuan kuliah ini adalah memberikan dasar-dasar dari fenomena radiaktivitas serta sumber radioaktif Diharapkan agar dengan pengetahuan dasar ini kita akan mempunyai
Lebih terperinciBINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.
BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET Hani Nurbiantoro Santosa, PhD hanisantosa@gmail.com 2 BAB 1 PENDAHULUAN Atom, Interaksi Fundamental, Syarat Matematika, Syarat Fisika, Muatan Listrik, Gaya Listrik, Pengertian
Lebih terperinciSILABUS MATAKULIAH. Revisi : 3 Tanggal Berlaku : 02 Maret 2012
SILABUS MATAKULIAH Revisi : 3 Tanggal Berlaku : 02 Maret 2012 A. Identitas 1. Nama Matakuliah : Fisika Dasar1 2. Program Studi : Teknik Industri 3. Fakultas : Teknik 4. Bobot sks : 3 SKS 5. Elemen Kompetensi
Lebih terperinciBENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta
1/36 FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) BENDA TEGAR Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Rotasi Benda Tegar Benda tegar adalah sistem partikel yang
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. A. Kemagnetan Bahan. Secara garis besar, semua bahan dapat dikelompokkan ke dalam bahan magnet. seperti terlihat pada Gambar 2.
BAB II DASAR TEORI A. Kemagnetan Bahan Secara garis besar, semua bahan dapat dikelompokkan ke dalam bahan magnet seperti terlihat pada Gambar 2. Gambar 2: Diagram pengelompokan bahan magnet (Stancil &
Lebih terperinciReaksi nuklir 17 O + P
Reaksi nuklir Jika partikel energi dari sebuah reaktor atau akselerator (atau bahkan dari sumber radioaktif) diperbolehkan untuk jatuh pada zat yang besar, ada kemungkinan terjadi reaksi nuklir. Reaksi
Lebih terperinciANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor
ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran
Lebih terperinciKAJIAN TAMPANG LINTANG HAMBURAN ELEKTRON DENGAN ION MELALUI TEORI HAMBURAN BERGANDA ( MULTIPLE SCATTERING THEORY)
Youngster Physics Journal ISSN : 2302-7371 Vol. 3, No. 4, Oktober 2014, Hal 351-356 KAJIAN TAMPANG LINTANG HAMBUAN ELEKTON DENGAN ION MELALUI TEOI HAMBUAN BEGANDA ( MULTIPLE SCATTEING THEOY) Nouval Khamdani,
Lebih terperinciPELURUHAN SINAR GAMMA
PELURUHAN SINAR GAMMA Pendahuluan Radioaktivitas disebut juga peluruhan radioaktif, yaitu peristiwa terurainya beberapa inti atom tertentu secara spontan yang diikuti dengan pancaran partikel alfa (inti
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Meneguhkan Peran Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam Memuliakan Martabat Manusia
ANALISIS SIFAT-SIFAT PION DALAM REAKSI INTI DALAM TERAPI PION R. Yosi Aprian Sari Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY; ryosia@uny.ac.id, 081578010933 Abstrak Pion dapat dihasilkan dari interaksi proton
Lebih terperinciDinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya.
Dinamika Page 1/11 Gaya Termasuk Vektor DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. GAYA TERMASUK VEKTOR, penjumlahan gaya = penjumlahan
Lebih terperinciBAB 19 A T O M. A. Pendahuluan
BAB 19 A T O M A. Pendahuluan Pemikiran ke arah penemuan atom dan inti atom telah berkembang di setiap peradaban sejak manusia mengenal tulisan atau yang lebih dikenal sebagai zaman permulaan sejarah.
Lebih terperinciSoal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013
Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat
Lebih terperinciFONON I : GETARAN KRISTAL
MAKALAH FONON I : GETARAN KRISTAL Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendahuluan Fisika Zat Padat Disusun Oleh: Nisa Isma Khaerani ( 3215096525 ) Dio Sudiarto ( 3215096529 ) Arif Setiyanto ( 3215096537
Lebih terperinciPENDAHULUAN FISIKA KUANTUM. Asep Sutiadi (1974)/( )
PENDAHULUAN FISIKA KUANTUM FI363 / 3 sks Asep Sutiadi (1974)/(0008097002) TUJUAN PERKULIAHAN Selesai mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pada kondisi seperti apa suatu permasalahan
Lebih terperinciPENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA
PENYELESAIAN MASALAH STURM-LIOUVILLE DARI PERSAMAAN GELOMBANG SUARA DI BAWAH AIR DENGAN METODE BEDA HINGGA oleh FIQIH SOFIANA M0109030 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh
Lebih terperinciPROTON DRIPLINE PADA ISOTON N = 28 DALAM MODEL RELATIVISTIC MEAN FIELD (RMF)
PROTON DRIPLINE PADA ISOTON N = 28 DALAM MODEL RELATIVISTIC MEAN FIELD (RMF) J. P. Diningrum *), A. M. Nugraha, N. Liliani, A. Sulaksono Departemen Fisika Murni dan Terapan, FMIPA, Universitas Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang menyertainya.
Lebih terperinciDr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY
SISTEM-SISTEM KOORDINAT Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY Sistem Koordinat Kartesian Dalam sistem koordinat Kartesian, terdapat tiga sumbu koordinat yaitu sumbu x, y, dan z. Suatu titik
Lebih terperinciDERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)
DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan
Lebih terperinciINTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI
INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI Disusun Oleh : ERMAWATI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA 1999 1 ABSTRAK Dalam mendesain semua sistem nuklir, pelindung radiasi, generator isotop, sangat tergantung dari jalan
Lebih terperinci