BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI. Jenis data Data Cara pengumpulan Sumber data 1. Jenis dan jumlah produk yang dihasilkan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Permintaan Konsumen

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Seiring dengan meningkatknya pangsa pasar, permintaan konsumen juga menjadi

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

BAB V ANALISA HASIL. Berdasarkan data permintaan produk Dolly aktual yang didapat (permintaan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. future. Forecasting require historical data retrieval and project into the

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113

BAB III METODE PENELITIAN. Indonesia yaitu PT. Indosat, Tbk yang beralamat di jalan Daan Mogot KM 11

USULAN PENENTUAN TEKNIK LOT SIZING TERBAIK DENGAN MINIMASI BIAYA DALAM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN KEBUTUHAN CANVAS EP 200 CONVEYOR BELT DI PT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

OPTIMASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU DI PT. SIANTAR TOP TBK ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Kriteria optimasi yang digunakan dalam menganalisis kebutuhan produksi

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA HASIL. Pada bab sebelumnya telah dilakukan pengolahan data-data yang

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 METODE PEMECAHAN MASALAH

Manajemen Operasi Aulia Ishak, ST, MT

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengendalian Persediaan Bahan Kimia di UBOH PLTU Banten 1 Suralaya PT. Indonesia Power

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

TINJAUAN PUSTAKA II.1 Peramalan...7

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh konsumen sehingga produk tersebut tiba sesuai dengan waktu yang telah

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebelum penggunaan MRP biaya yang dikeluarkan Rp ,55,- dan. MRP biaya menjadi Rp ,-.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dan bekerja sama untuk memproses masukan atau input yang ditunjukkan kepada

MANAJEMEN PERSEDIAAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PENGENDALIAN PERSEDIAN : INDEPENDEN & DEPENDEN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

OPTIMASI PERENCANAAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU PRODUKSI MIE DENGAN METODE SILVER MEAL (Studi Kasus di PT. Surya Pratista Hutama manufactory, Sidoarjo)

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN TEKNIK LOTTING DI PT AGRONESIA INKABA BANDUNG

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISA HASIL. Januari 2008 sampai dengan Desember 2008 rata-rata permintaan semakin

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

MANAJEMEN PERSEDIAAN

OPTIMASI UKURAN LOT PEMESANAN YANG EKONOMIS PADA PERMINTAAN DETERMINISTIK DINAMIS MENGGUNAKAN METODE HEURISTIK SILVER-MEAL DI PT.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Operasional

MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 1. Pendahuluan. Keadaan perekonomian di Indonesia telah mengalami banyak perubahan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia usaha saat ini semakin ketat. Hal ini disebabkan tuntutan

Pembahasan Materi #7

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA HASIL. yang digunakan untuk meramalkan keadaan yang akan datang memiliki. penyimpangan atau kesalahan dari keadaan aslinya.

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Manajemen Operasional

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAJA MS DI DIREKTORAT PRODUKSI ATMI CIKARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab 2 LANDASAN TEORI

1 Pendahuluan. 2 Metode Penelitian

BAB 2 LANDASAN TEORI

Manajemen Persediaan. Perencanaan Kebutuhan Barang (MRP) PPB. Christian Kuswibowo, M.Sc. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Kriteria optimasi yang digunakan dalam menganalisis kebutuhan produksi pada

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Diagram Pareto Berdasarkan Stan (2010) pada tahun 1906, seorang ekonom Italia bernama Vilfredo Pareto membuat sebuah rumus matematika untuk menjelaskan distribusi yang tidak seimbang kekayaan di negaranya, diketahui bahwa 20% dari populasi Negara Italia menguasai sekitar 80% dari total kekayaan negara tersebut. Pada akhir 1940 Dr. Joseph M. Juran menghubungkan sebuah prinsip 80/20 kepada prinsip Pareto, dan menyebutnya sebagai prinsip Pareto. Nilai dari prinsip Pareto adalah untuk berfokus kepada 20% kepada masalah yang menghasilkan 80% dari hasil akhir. Dengan berfokus dalam menyelesaikan 20% masalah tersebut maka akan menimbulkan efiensi waktu dan biaya untuk mendapatkan hasil sebesar 80%. 2.2 Jenis Permintaan Jenis permintaan ada 2 yaitu permintaan yang dependen dan indenpenden. 1. Permintaan Dependen Menurut Rushton, Croucher, & Baker (2014), permintaan yang dependen merupakan permintaan suatu barang yang secara langsung berhubungan dengan barang yang lain. Biasanya. jenis permintaan ini terdapat pada barang mentah atau raw material, komponen, dan subperakitan. Karena hal tersebut, ada batasan persyaratan untuk meramalkan permintaan pada elemen-elemen sebagai kebutuhan aktual yang secara langsung berhubungan dengan finished goods. 2. Permintaan Independen Menurut Toomey (2012), permintaan independen didefinisikan sebagai permintaan yang tidak berhubungan dengan permintaan barang lainnya. Persediaan pada permintaan yang independen disebut dengan distribution inventory, sedangkan permintaan yang dependen disebut sebagai manufacturing inventory. Dasar teori dari distribusi normal disebutkan untuk memperlihatkan bentuk rumit dari probability density function. Tujuannya adalah untuk menghitung peluang pada variabel acak yang normal. Pendekatan yang terbaik untuk nilai peluang tidak lebih dari 0,05. (Montgomery & Runger, 2011) 2.3 Peramalan Permintaan Menurut Chopra & Meindl (2010), metode peramalan diklasifikasikan berdasarkan 4 tipe, yaitu: 5

6 1. Qualitative Metode peramalan qualitative pada umumnya bersifat subjektif dan berdasarkan kepada penilaian manusia. Metode ini dapat dipakai jika data historical yang tersedia sedikit atau ketika para ahli memiliki market intelligence yang dapat mempengaruhi peramalan. 2. Time Series Peramalan time series menggunakan data permintaan historical untuk membuat peramalan. Metode ini mengasumsikan bahwa data permintaan historical merupakan indikator yang bagus untuk permintaan masa depan. 3. Causal Metode peramalan causal mengasumsikan bahwa peramalan permintaan sangat berkaitan dengan faktor-faktor tertentu dalam lingkungan (status ekonomi, suku bunga, dll). Metode causal ini menganggap korelasi tersebut antara permintaan dan faktor lingkungan dan menggunakan estimasi bahwa faktor lingkungan tersebut dapat menjadi peramalan untuk masa depan. 4. Simulation Metode peramalan simulasi menirukan pilihan konsumen yang memberikan peningkatan permintaan pada peramalan. Dengan menggunakan simulasi. perusahaan dapat mengkombinasikan metode time-series dan causal. Manfaat dari model-model peramalan permintaan dengan akurasi yang tinggi melambangkan kecilnya ketidakpastian pada pengambilan keputusan. Perusahaan dapat melakukan perbaikan penting seperti pengurangan persediaan pada barang jadi dan barang mentah, perbaikan pada production planning, alokasi tenaga kerja yang lebih baik, serta pengurangan kerugian financial secara keseluruhan. (Paulo, 2010) 2.3.1 Metode Peramalan Statis 1. Time Series Decomposition Menurut Chopra & Meindl (2010), metode statis mengasumsikan bahwa estimasi pada level, trend, dan seasonality dalam komponen yang sistematis tidak bervariasi ketika permintaan baru diamati. Pada kasus ini, diestimasikan masing-masing parameter berdasarkan kepada data historical dan menggunakan nilai yang sama untuk semua peramalan masa depan. Dalam metode ini dibahas mengenai peramalan yang statis untuk digunakan ketika permintaan memiliki trend yang sama dengan komponen seasonality. Diasumsikan komponen sistematis dari permintaan merupakan campuran, yakni:

7 Komponen sistematis = (level + trend) x seasonal factor L = level pada t = 0 (deseasonalized demand diestimasikan sepanjang periode t = 0) T = trend (pertambahan atau pengurangan pada permintaan dalam periode) S t = seasonal factor untuk periode t D t = permintaan aktual yang diamati pada periode t F t = peramalan permintaan pada periode t Pada model peramalan statis, peramalan pada periode t untuk permintaan pada periode t + 1 dirumuskan: F t + 1 = [L + (t + l) T] S t + 1 Deseasonalized demand merepresentasikan permintaan yang telah diamati tanpa adanya fluktuasi seasonal. Periode p adalah jumlah periode pada siklus permintaan yang berulang. D t = L + T t D t = deseasonalized demand Regresi linier untuk mencari level dan trend: Y = a + bx X = periode t Y = permintaan aktual a = y b x b = Hasil dari a dan b merupakan level dan trend. Seasonal factor: S i = 2.3.2 Metode Peramalan Adaptif 1. Simple Moving Average Metode ini digunakan jika permintaan tidak memiliki trend atau seasonality yang diamati. Pada model ini, level pada periode t diestimasikan sebagai permintaan rata-rata selama N periode.

8 L t = (D t + D t 1 +.. + D t N + 1 ) / N F t + n = L t 2. Simple Exponential Smoothing Metode ini digunakan jika permintaan tidak memiliki trend atau seasonality yang diamati. Estimasi pertama pada level, L 0, didapatkan untuk menjadi rata-rata dari semua data historical karena permintaan diasumsikan tidak memiliki trend atau seasonality. L 0 = F t + n = L t 3. Trend-Corrected Exponential Smoothing (Holt s Model) Metode ini sesuai jika permintaan diasumsikan memiliki level dan trend tetapi tidak memiliki seasonality. Estimasi pertama untuk level dan trend ditentukan dengan menghitung regresi linier antara permintaan D t dan periode t dalam bentuk: D t = at + b Nilai b merepresentasikan L 0 dan a merepresentasikan T 0. F t + 1 = L t + T t dan F t+n = L t + nt t Setelah mendapatkan permintaan untuk periode t. maka level dan trend direvisi sebagai berikut: L t+1 = α D t+1 + (1 α) (L t + T t ) T t+1 = β (L t+1 L t ) + (1 β) T t α = smoothing constant untuk level, 0 < α < 1 β = smoothing constant untuk trend, 0 < β < 1 4. Trend and Seasonality-Corrected Exponential Smoothingv (Winter s Model) Metode ini sesuai jika permintaan diasumsikan memiliki level, trend, dan seasonality. Diasumsikan periode siklus dari permintaan adalah p. Tahap pertama adalah menentukan estimasi awal untuk level dan trend. serta seasonal factors (S 1.. S p ). F t+1 = (L t + T t ) S t+1 Setelah mendapatkan permintaan untuk periode t, maka level dan trend direvisi sebagai berikut: L t+1 = α(d t+1 /S t+1 ) + (1 α)(l t + T t) T t+1 = β(l t+1 L t ) + (1 β)t t S t+p+1 = γ(d t+1 /L t+1 ) + (1 γ)s t+1

9 α = smoothing constant untuk level. 0 < α < 1 β = smoothing constant untuk trend. 0 < β < 1 γ = smoothing constant untuk seasonal factor. 0 < γ < 1 2.3.3 Pengukuran Error pada Peramalan Error pada peramalan dapat dihitung dengan: E t = F t - D t Metode pengukuran: 1. Mean Squared Error (MSE) MSE n = MSE berkaitan dengan variasi dari forecast error. Dampaknya adalah dapat diestimasikan bahwa komponen acak dari permintaan memiliki rata-rata 0 dan variasi senilai MSE. 2. Mean Absolute Deviation (MAD) Definisikan absolute deviation pada periode t, A t merupakan nilai absolut dari error pada periode t, yaitu: A t = E t MAD n = Standar deviasi dari komponen acak adalah: σ = 1,25 MAD 3. Mean Absolute Percentage Error (MAPE) 4. Bias MAPE n = 5. Tracking Signal (TS) Bias n = TS t = 2.4 Model Persediaan Menurut Muckstadt & Sapra (2010), salah satu peran persediaan adalah untuk memenuhi permintaan dari stok yang telah ada sebelumnya karena adanya siklus natural pada pasokan mendatang persediaan. Menurut Muller (2011), persediaan mencakup bahan mentah, work in process, perlengkapan yang digunakan pada operasional, dan barang jadi.

10 Beberapa hal penting yang menjadi alasan untuk menyimpan persediaan adalah: Predictability: untuk menyesuaikan perencanaan kapasitas dan penjadwalan produksi, dibutuhkan kontrol tentang berapa banyak barang mentah dan berapa banyak bagian sub perakitan yang diproses pada waktu tertentu. Persediaan menyediakan apa yang dibutuhakn dari proses tersebut. Fluctuation in demand: pasokan untuk persediaan on hand merupakan perlindungan, artinya kebutuhan terhadap materi tidak selalu dapat diketahui, di saat permintaan harus tetap terpenuhi. Ketika perilaku konsumen diketahui, maka fluktuasi pada permintaan lebih dapat diprediksi. Unreliability of supply: persediaan dapat melindungi dari pemasok yang kurang dapat dipercaya atau ketika pasokan barang tidak dapat dipastikan. Price protection: membeli sejumlah persediaan pada waktu yang tepat membantu menghindari inflasi pada biaya, karena banyak pemasok yang lebih memilih mengirim barang secara periodik dibandingkan dengan mengirim barang selama pelayanan dilakukan. Buffer/safety inventory: jenis persediaan ini bertujuan untuk mengkompensasi ketidakpastian dari permintaan dan pemasokan serta decoupling dan memisahkan materi yang berbeda pada operasi sehingga materi tersebut tidak bergantung pada bagian yang lain. Anticipation stock: persediaan ini diproduksi sebagai antisipasi untuk periode mendatang, seperti hari natal, hari valentine, dan lain-lain. Transit inventory: persediaan ini diartikan sebagai material yang bergerak pada suatu channel distribusi, keluar dari suatu fasilitas atau barang yang dikirim ke konsumen. Menurut Adeyemi & Salami (2010), tujuan utama dari manajemen persediaan mencakup keseimbangan ekonomi atas pertimbangan apakah ingin menyimpan terlalu banyak stok atau tidak. Menurut Wisner, Tan, & Leong (2015), biaya-biaya yang berhubungan dengan persediaan adalah: 1. Holding cost Holding cost merupakan biaya yang dikenakan untuk menyimpan barang pada persediaan. 2. Order cost Order cost adalah variabel langsung yang berhubungan dengan melakukan pemesanan dengan supplier. 2.4.1 Economic Order Quantity (EOQ) Lot Sizing Pada tahun 1915, F.W. Harris memperkenalkan EOQ untuk membantu para penyimpan stok dalam menentukan berapa banyak barang yang harus dipesan. (Muller, 2011)

Menurut Anbazhagan & Vigneshwaran (2010), pada metode ini suatu barang harus dipesan ketika tingkat persediaan mencapai tingkat reorder dan ketika barang dalam satu kelompoknya dipesan, maka barang lainnya pada persediaan yang setingkat atau dibawahnya dapat dipesan pula. Annual ordering cost dan annual holding cost dapat dirumuskan sebagai berikut: 11 Annual ordering cost = C Annual holding cost = H Sedangkan rumus untuk mencari EOQ adalah sebagai berikut: EOQ = Q* = Dimana: D = Permintaan per tahun S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan h = Biaya penyimpanan per unit per tahun dalam fraksi C = Harga per unit Menurut Toomey (2012), reorder point didefinisikan sebagai material yang dipesan saat jumlah stok mencapai titik dimana jumlah stok tersebut mencukupi untuk memenuhi permintaan hingga persediaan yang baru datang. Perhitungan reorder point juga dapat diartikan sebagai level persediaan pada saat replenishment dibutuhkan ketika persediaan on-hand mencapai atau dibawah level tersebut. Perhitungan reorder point: Reorder point = D x L D = permintaan L = lead time

12 Gambar 2.1 Economic Order Quantity Model Sumber: http://flylib.com/books/3/287/1/html/2/images/16fig01.jpg Karena model persediaan ini berkaitan dengan biaya-biaya, maka perhitungan total biaya tahunan adalah: Total annual cost = Annual purchase cost + Annual ordering cost + Annual holding cost atau TC = DC + S + H Dimana: TC = total biaya tahunan D = permintaan C = harga per unit Q = jumlah yang harus dipesan (jumlah optimal yang telah ditentukan menggunakan konsep EOQ) S = order cost H = holding cost per unit 2.4.2 Silver Meal (SM) Lot Sizing Menurut Baciarello, D Avino, Onori, & Schiraldi (2013), masalah pada lot-sizing dimodelkan dalam berbagai macam model dan solusi. Untuk incapacitated single item lot size problem (USILP) mewakilkan titik awal untuk tiap perumusan penelitian pada masalah lot-sizing, tetapi implikasi single item atau incapacitated tidak selalu membatasi model pada kenyataan sesungguhnya.

Menurut Axsäter (2015), prinsip dasar heuristik adalah silver meal, silver meal merupakan pendekatan metode yang paling mudah digunakan dan dari pengerjaannya akan didapatkan hasil yang baik apabila dibandingkan dengan heuristik yang lainnya. Pengerjaan metode silver meal ini memiliki persamaan perhitungan economic order quantity (EOQ). Metode silver meal mencoba mencari biaya rata-rata minimal pada setiap periode, tetapi belum tentu optimal. Rumus silver meal yang digunakan adalah sebagai berikut: 13 C(t) = (S + H. D 2 + 2 H. D 3 +... + (t - 1) H. D t ) / t D t C(s) t S H = permintaan pada periode m = rata-rata per unit waktu = periode = biaya pesan = biaya simpan/periode 2.4.3 Least Unit Cost (LUC) Lot Sizing Least unit cost adalah metode dengan pendekatan trial and error. Penentuan jumlah pesanan dengan mempertimbangkan apakah pesanan dibuat dengan kebutuhan periode sebelumnya atau dengan menambahkan untuk menutupi kebutuhan periode-periode selanjutnya. (Axsäter, 2015) Biaya periode unitnya dihitung untuk masing-masing tahap dengan cara membagi total biaya pesan dan biaya penyimpanan dengan jumlah lot cumulative pada setiap tahapnya. Keputusan akhir dari metode ini berdasarkan pada biaya periode unit yang terendah. Rumus least unit cost adalah sebagai berikut: C(t) = (S + H. D 2 + 2 H. D 3 + + (t - 1) H. D t ) / (D 1 +D 2 + D t ) D t C(s) t S H = permintaan pada periode m = rata-rata per unit waktu = periode = biaya pesan = biaya simpan/periode 2.4.4 Part Period Balancing (PPB) Lot Sizing Menurut Axsäter (2015), metode PPB yang sering juga disebut metode Part Period Algorithm adalah pendekatan jumlah lot untuk menentukan jumlah pemesanan berdasarkan keseimbangan antara biaya pesan dan biaya simpan. Oleh karena itu metode ini disebut juga Part Period Balancing (PPB) atau total biaya terkecil. Metode ini menseleksi jumlah periode untuk mencukupi pesanan tambahan berdasarkan akumulasi biaya

14 simpan dan biaya pesan. Tujuannya adalah menentukan jumlah lot untuk memenuhi periode kebutuhan. Penentuan jumlah pesanan dilaksanakan dengan mengakumulasikan permintaan dari periode-periode yang berdampingan kedalam suatu lot tunggal sampai biaya pesan kumulatifnya melampaui atau sama dengan setup cost. Pertama mengkonversikan ongkos pesan menjadi Equivalent Part Period (EPP). 2.4.5 Wagner-Whitin (WW) Lot Sizing Metode Wagner-Whitin ditemukan pada tahun 1958 oleh Wagner dan Whitin. Metode Wagner-Whitin adalah pengembangan dari Dynamic Programming yang sudah ditemukan sebelumnya pada tahun 1957 oleh Richard Bellman. Metode Wagner-Whitin juga sering digunakan dalam pengenalan Dynamic Programming. (Axsäter, 2015) Salah satu kelebihan dari metode Wagner-Whitin adalah memiliki solusi optimal yang terjamin untuk permasalahan statis. Metode ini dimulai dari model deterministik dengan jumlah demand yang diketahui per periode. Biaya pemesanan dapat fluktuatif dan stok barang dari satu period ke periode juga diketahui. Pendekatan yang dilakukan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur optimasi program linear bersifat matematis. Fokus utama dalam menyelesaikan masalah ini adalah melakukan pengurangan penggabungan ongkos total dari order cost dan holding cost. Kemudian mengusahakan agar kedua ongkos itu mendekati nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan yang dilakukan. 2.5 Enterprise Resource Planning (ERP) Menurut Wagner dan Monk (2013) Enterprise Resource Planning (ERP) systems adalah sebuah program yang digunakan oleh sebuah perusahaan untuk melakukan koordinasi dan mengintegrasi informasi di setiap aspek bisnis. Program ERP membantu sebuah organisasi mengatur bisnis perusahaan menggunakan sebuah database dan informasi tersebut dapat dibagikan kepada pihak manajemen sebagai dasar sebuah laporan. Sebuah bisnis proses adalah sekelompok aktivitas yang membutuhkan satu atau lebih input dan menghasilkan sebuah output, seperti report dan forecast yang akan berguna untuk meningkatkan pelayanan untuk konsumen di masa yang akan datang. Program ERP membantu untuk menciptakan operasional yang lebih efisien dari sebuah bisnis proses dengan melakukan integrasi terkait kebutuhan yang dibutuhkan oleh divisi sales, marketing, manufacturing, logistics, dan accounting. Ketika suatu perusahaan menghadapi kompeksitas bisnis sehari-hari, seperti barang apa yang akan dikirim, berapa besar kapasitas yang dibutuhkan, kapan dan kemana aktivitas dilaksanakan dan aktivitas terkait

lainnya, maka saat itulah Enterprise Resource Planning (ERP) dapat digunakan. ERP membantu perusahaan untuk merencanakan perencanaan dan pengenadalian atas keputusan-keputusan. ERP juga dapat menyediakan pemahaman atas implikasi yang ditimbulkan dari perubahan-perubahan pada rencana tersebut. (Aisyah, 2011) Ray (2011) menyatakan bahwa keberhasilan dan kegagalan dari sebuah program ERP dapat disebabkan oleh bermacam-macam alasan. Berikut merupakan penyebab dari keberhasilan maupun kegagalan dari sebuah program ERP: a) Alasan dari gagalnya program ERP adalah program tidak dapat menunjang perkembangan dari bisnis perusahaan, kurangnya dukungan dari top management, pengguna menolak menggunakan ERP, kurangnya pelatihan yang diberikan untuk menggunakan program, dan mengubah program terlalu berlebihan. b) Alasan dari suksesnya program ERP adalah dapat membatasi scope permasalahan dengan tepat, melakukan prioritas pengguna, memiliki hubungan baik antara vendor ERP dan client, memiliki data ter-update, dan dapat mengambil keputusan dengan tepat. 15