HASIL DAN PEMBAHASAN Algoritma Cepat Penduga GS Sebagaimana halnya dengan algoritma cepat penduga S, algoritma cepat penduga GS dikembangkan dengan mengkombinasikan algoritma resampling dan algoritma I-step. Dalam hal ini, algoritma resamping dan algoritma I-step yang digunakan dalam algoritma cepat penduga S dimodifikasi guna menyelaraskan formula yang diterapkan dengan rumusan yang dipakai dalam penghitungan penduga GS. Inti dari modifikasi ini terletak pada penggantian skala sisaan dengan skala selisih sisaan dalam semua penghitungan. Untuk algoritma resampling, hasil modifikasi dimaksud diintegrasikan dalam langkah penghitungan algoritmik yang dibahas pada paragraf di bawah ini. Sementara untuk algoritma I-step, formula iteratif yang telah dimodifikasi dapat dilihat pada Persamaan (8) dan Persamaan (9). Algoritma resampling untuk algoritma cepat penduga GS diawali dengan pengambilan secara acak resampel berukuran dari data untuk mendapatkan dan yang merupakan nilai awal kandidat dugaan kekar parameter regresi dan kandidat dugaan kekar skala sisaan pada resampel ke- dengan 1,,. Dalam hal ini, adalah dugaan kuadrat terkecil yang dihitung dengan data resampel dan ialah dugaan kekar skala selisih sisaan yang diperoleh dengan data asli dengan rumus,1. Proses ini diilustrasikan dengan. diagram alir Gambar 6. Sementara itu, untuk algoritma I-step, formula iteratif penghitungan dugaan kekar skala sisaan ke- 1, yang dirumuskan sebagai: 1, 8
22 Start Untuk 1sampai dengan Ambil subsampel berukuran Hitung dugaan kuadrat terkecil berdasarkan data resampel ke- Dengan data asli, hitung sisaan Hitung selisih sisaan Hitung dugaan kekar skala End Gambar 6 Diagram alir algoritma resampling untuk penduga GS dan dugaan kekar regresi dari penyelesaian persamaan:, 0 9 dengan,,1 dimana untuk fungsi pada Persamaan (3). Misalkan hasil yang diperoleh di sini dilambangkan dengan dan. Diagram alir algoritma I-step dalam konteks ini diilustrasikan pada Gambar 7 dan proses penghitungannya dijabarkan sebagai berikut: Untuk 0,1, hitung: 1 bobot,,1 ;
23 2 dengan menyelesaikan persamaan, 0; 3 sisaan,1 ; 4 selisih sisaan,1 ; 5 skala selisih sisaan yang diperbaiki. Start Untuk 1 sampai dengan Masukkan Untuk 0, 1, 2, Hitung bobot,,1, 0, 1, 2, Hitung dari, 0 Hitung sisaan, 1 Hitung selisih sisaan, 1 Hitung End Gambar 7 Diagram alir algoritma I-step untuk penduga GS
24 Seperti yang diterapkan pada penduga S, hasil yang diperoleh dengan algoritma resampling dan algoritma I-step, yang diterapkan sebanyak 3 ulangan, dalam membangun algoritma cepat penduga GS merupakan kandidat dugaan yang mesti diperbaiki dengan penghitungan lebih lanjut hingga hasil yang dapat bersifat konvergen. Dalam hal ini, penghitungan juga dilakukan hanya untuk 5 kandidat dugaan terbaik dan proses dilalui dijabarkan sebagai berikut: 1 Untuk 1, hitung dan, 0,1,2,, hingga konvergen dengan algoritma I-step untuk nilai awal dan, bangun gugus pasangan dugaan,, 1 dan misalkan max ; 2 untuk, jika maka hitung dan hingga konvergen dengan algoritma I-step, perbaharui gugus pasangan, yang sudah ada dengan mensubstitusi nilai dugaan dan yang baru diperoleh dan mengeluarkan pasangan yang hasilkan pada iterasi sebelumnya, dan hitung kembali max ; 3 ulangi langkah 2 hingga. Misalkan dugaan regresi dan dugaan kekar skala sisaan yang dihasilkan pada tahap ini adalah dan, 1. Diagram alir untuk pendekatan di atas diilustrasikan pada Gambar 8.
25 Start Untuk 1sampai dengan Masukkan nilai dan Ya Hitung dengan I-step dan, hingga konvergen Tidak Bangun gugus pasangan dugaan, Hitung sebagai max Ya Hitung dengan I-step hingga konvergen dan Tidak Perbaharui gugus pasangan dugaan dengan substitusi nilai yang baru diperoleh, Hitung kembali sebagai max End Gambar 8 Diagram alir penghitungan kandidat terbaik dalam algoritma cepat penduga GS
26 Berdasarkan pembahasan di atas, algoritma cepat penduga GS untuk pendugaan parameter model regresi linear berganda dapat disarikan seperti berikut: 1 ambil resampel berukuran yang tidak kolinear dari data asli, hitung dugaan, 1,, dengan metoda kuadrat terkecil dengan menggunakan data resampel, dan hitung dengan data asli; 2 terapkan kali I-step dengan nilai awal dan untuk memperoleh dugaan regresi dan dugaan kekar skala selisih sisaan yang diperbaiki yang dilambangkan dengan dan ; 3 hitung dugaan regresi dan dugaan kekar skala selisih sisaan menerapkan I-step untuk kandidat penduga yang memenuhi syarat hingga konvergen dengan nilai awal dan dan menghasilkan dan, 1 ; 4 ambil dugaan dengan dugaan kekar skala selisih sisaan yang minimal sebagai dugaan regresi. Diagram alir untuk langkah di atas diilustrasikan dengan Gambar 9. Dugaan parameter yang dihasilkan pada langkah di atas kemudian digunakan dalam pendugaan intersep yang dipandang sebagai sisaan. Dugaan intersep didapatkan dengan menggunakan pendugaan M lokasi dengan dugaan skala diketahui. Formula yang dipakai dalam penghitungan ini didasarkan pada pendekatan yang dikemukakan Maronna et al. (2006, 39). Berikut ini proses yang dimaksud. 1 Masukkan nilai. 2 Hitung sisaan, dugaan awal intersep med, skala. med, dan bobot awal, di mana untuk fungsi pada
27 Persamaan (3) namun tuning constant yang digunakan pada fungsi adalah 4.68. 3 Untuk 0, 1, 2, a hitung,, b hitung, ; ; c berhenti jika 10. Diagram alir untuk langkah penghitungan ini diilustrasikan dengan Gambar 10 dan kode R untuk semua langkah di atas dilampirkan pada Lampiran 1. Start Masukkan data ambil resampel berukuran, hitung dugaan, 1,, terapkan kali I-step untuk memperoleh dan dengan nilai awal dan hitung dugaan dan, 1 dengan I-step untuk kandidat penduga yang memenuhi syarat hingga konvergen dengan nilai awal dan ambil dugaan dengan dugaan kekar skala sisaan yang minimal sebagai dugaan regresi End Gambar 9 Diagram alir algoritma cepat penduga GS
28 Start Masukkan Hitung sisaan Hitung dugaan awal intersep med Hitung skala med. Hitung bobot awal, Misalkan eps = 1e-20, error = 1, dan 0 Tidak error > eps? Ya Hitung,, Hitung, Hitung Hitung 1 End Gambar 10 Diagram alir penghitungan intersep pada algoritma cepat penduga GS
29 Dengan merangkum ulasan tentang penduga S, algoritma cepat penduga S, penduga GS, dan algoritma cepat penduga GS yang telah dikemukakan sebelumnya, perbandingan proses penghitungan keempat pendekatan tersebut dapat ditunjukkan dengan Tabel 1. Tabel 1 Perbandingan cara kerja penduga S, algoritma cepat penduga S, penduga GS, dan algoritma cepat penduga GS Metoda Komputasi Keterangan Metoda projection pursuit Dikemukakan oleh Rousseeuw dan Yohai (1984) Penduga S Kombinasi algoritma resampling Dikemukakan oleh dan langkah perbaikan lokal Ruppert (1992 diacu dalam Salibian- Barrera dan Yohai 2006) Algoritma cepat Penduga S Penduga GS Algoritma cepat Penduga GS Kombinasi algoritma resampling dan algoritma I-step Kombinasi algoritma resampling dan langkah perbaikan lokal Kombinasi algoritma resampling dan algoritma I-step Dikemukakan oleh Salibian-Barrera dan Yohai (2006) Dikemukakan oleh Croux et al. (1994) Selanjutnya, perbedaan spesifik antara penduga S dan penduga GS dapat disarikan seperti Tabel 2. Tabel 2 Perbedaan Penduga S dan Penduga GS Kriteria Penduga S Penduga GS Besaran skala yang Skala sisaan Skala selisih sisaan digunakan Tuning constant dalam fungsi biweight Tukey Aplikasi pada model dengan atau tanpa intersep Dugaan intersep 1.547 0.9958 Bisa digunakan untuk pendugaan model dengan atau tanpa intersep Diperoleh bersamaan dengan parameter yang lain Hanya bisa digunakan untuk model dengan intersep Tidak bisa dihitung secara langsung dalam pendugaan parameter melainkan diduga secara terpisah dengan dugaan kekar lokasi
30 Pembangkitan Data Data dibangkitkan dengan menggunakan model regresi 1 untuk jumlah peubah penjelas 2 dan 1 untuk 5. Pada kedua kondisi, data yang dibangkitkan berukuran contoh 60 untuk kasus tanpa nilai pencilan dan dengan nilai pencilan, yakni dengan proporsi 0.05, dan 0.15. Pencilan yang dibangkitkan adalah pencilan sisaan dengan rataan 10 dan 100 dan ragam 1 dan 3. Di samping itu, data juga dibangkitkan dengan mengunakan model 0.5 3 2 untuk jumlah peubah penjelas 2 dan 12 1.5 0.5 0.5 1.5 untuk 5. Data yang dibangkitkan yang berukuran contoh 60 untuk kasus tanpa nilai pencilan dan dengan nilai pencilan dengan proporsi 0.05, dan 0.15, namun data hanya memuat pencilan sisaan dengan rataan 10 dan ragam 1. Berdasarkan salah satu gugus data yang dibangkitkan untuk data dengan model 1 untuk nilai seeding 1, diperoleh plot terhadap dan plot seperti Gambar 11 s.d. 14. Residuals vs Fitted 58 Residuals 0 5 10 60 59-1 0 1 2 3 Fitted values lm(y1 ~ x) Gambar 11 Plot terhadap untuk data yang dibangkitkan dengan ukuran contoh 60, jumlah peubah 2, model 1, dan proporsi pencilan 5% yang memiliki rataan 10 dan ragam 1
31 Normal Q-Q Standardized residuals -1 0 1 2 3 4 5 59 60 58-2 -1 0 1 2 Theoretical Quantiles lm(y1 ~ x) Gambar 12 Plot untuk satu data yang dibangkitkan dengan ukuran contoh 60, jumlah peubah 2, model 1, dan proporsi pencilan 5% yang memiliki rataan 10 dan ragam 1 Residuals vs Fitted Residuals -5 0 5 10 58 53 56 0 1 2 3 4 Fitted values lm(y2 ~ x) Gambar 13 Plot terhadap untuk satu data yang dibangkitkan dengan ukuran contoh 60, jumlah peubah 2, model 1, dan proporsi pencilan 15% yang memiliki rataan 10 dan ragam 1
32 Normal Q-Q Standardized residuals -1 0 1 2 3 56 58 53-2 -1 0 1 2 Theoretical Quantiles lm(y2 ~ x) Gambar 14 Plot untuk satu data yang dibangkitkan dengan ukuran contoh 60, jumlah peubah 2, model 1, dan proporsi pencilan 15% yang memiliki rataan 10 dan ragam 1 Plot yang diperoleh pada Gambar 11 dan 12 menunjukkan bahwa pembangkitan data dengan 5% nilai pencilan sisaan menghasilkan tepat 5% (tiga data) pencilan sisaaan. Sedangkan Gambar 13 dan 14 memperlihatkan bahwa pembangkitan data dengan 15% nilai pencilan sisaan tidak tepat menghasilkan 15% (sembilan data) yang juga nilai pencilan sisaaan. Akan tetapi, secara visual sembilan data tersebut tidak mengikuti pencaran 51 data yang lain. Kondisi yang serupa juga ditemukan pada pembangkitan data dengan ukuran contoh 60 dan jumlah peubah 5, model 1, dan proporsi pencilan 5%, 15%. Efisiensi Relatif Algoritma Cepat Penduga S dan Algoritma Cepat Penduga GS Berdasarkan simulasi di atas, kinerja algoritma cepat penduga GS dibandingkan dengan algoritma cepat S dengan memperhatikan nilai efisiensi relatif dugaan yang diperoleh yang dihitung untuk data tanpa pencilan dan pada data dengan 5% pencilan. Dalam hal ini pembandingan dilakukan pada dua kondisi, yakni kasus dengan jumlah peubah penjelas 2 dan 5.
33 Pembandingan pada kasus pertama dilakukan dengan menggunakan data yang dibangkitkan dengan model 1 untuk nilai pencilan dengan rataan 10 dan 100 dan ragam 1 dan 3. Hal yang sama juga dilakukan pada kasus dengan jumlah peubah penjelas 5 yang menggunakan model pembangkit 1. Hasil penghitungan untuk 2 ditampilkan pada Tabel 3 dan untuk 5 pada Tabel 4. Tabel 3 Efisiensi relatif untuk data dengan dua peubah penjelas Proporsi Pencilan Rataan Pencilan Ragam Pencilan Efisiensi Relatif FAST S FAST GS Simp Simp Rataan Rataan Baku Baku 1 2.542 0.260 2.525 0.256 10 3 2.639 0.411 2.621 0.412 5% 1 23.130 2.321 23.129 2.318 100 3 23.174 2.369 23.174 2.370 tanpa pencilan 1.068 0.050 1.012 0.013 Tabel 4 Efisiensi relatif untuk data dengan lima peubah penjelas Proporsi Pencilan Rataan Pencilan Ragam Pencilan Efisiensi Relatif FAST S FAST GS Simp Simp Rataan Rataan Baku Baku 1 2.576 0.263 2.514 0.241 10 3 2.629 0.448 2.571 0.436 5% 1 23.312 2.259 23.291 2.250 100 3 23.307 2.234 23.286 2.224 tanpa pencilan 1.179 0.164 1.020 0.108 Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4, algoritma cepat penduga GS memiliki rataan efisiensi relatif yang lebih kecil dari pada algoritma cepat penduga S dalam semua kondisi. Hasil ini menunjukkan bahwa algoritma cepat penduga GS memiliki efisiensi yang lebih baik dari pada algoritma cepat penduga S. Sehingga aplikasi algoritma cepat penduga GS pada data yang tidak begitu jauh menyimpang dari asumsi normalitas galat memberikan hasil yang lebih mendekati hasil yang diperoleh dengan metoda kuadrat terkecil dari pada aplikasi algoritma cepat penduga S. Bahkan untuk data tanpa pencilan algoritma cepat penduga GS
34 memiliki kinerja yang baik yang ditandai dengan efisiensi relatif yang mendekati 1. Berbeda dengan hasil yang diperoleh untuk dugaan yang akan diulas pada bagian berikut, nilai efisiensi relatif dipengaruhi oleh nilai rataan dan ragam pencilan yang ditunjukkan oleh perbedaan rataan nilai efisiensi relatif yang signifikan antara data tanpa pencilan, data dengan pencilan yang mempunyai rataan 10, dan data dengan pencilan yang memiliki rataan 100 untuk kedua kasus pada Tabel 3 dan Tabel 4. Perbedaan ini terjadi karena kekekaran penduga S dan penduga GS hanya untuk dugaan bukan untuk nilai fitted. Namun demikian, kondisi ini tidak menjadi masalah karena aspek yang diperhatikan pada tinjauan tentang efisiensi relatif hanya pada perilaku hasil penghitungan untuk data yang tidak begitu menyimpang dari asumsi normalitas atau bahkan dengan sempurna memenuhi asumsi normalitas. Proporsi, rataan, dan ragam pencilan bukanlah aspek yang dipertimbangkan dalam melihat efisiensi relatif. Perbandingan Metoda Kuadrat Terkecil, Algoritma Cepat Penduga S, dan Algoritma Cepat Penduga GS Data simulasi di atas, kinerja algoritma cepat penduga GS juga dapat dibandingkan dengan algoritma cepat S dan metoda kuadrat terkecil dengan memperhatikan nilai dugaan yang diperoleh dari ketiga pendekatan. Dalam hal ini pembandingan dilakukan pada dua kondisi, yakni kasus dengan model yang sama dan model yang berbeda. Pembandingan pada kasus model yang sama dilakukan dengan menggunakan data yang dibangkitkan dengan model 1 untuk jumlah peubah penjelas 2 dan dengan model 1 untuk 5. Hasil dimaksud ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Sedangkan pembandingan pada kasus dua model yang berbeda dilaksanakan dengan menggunakan data yang dibangkitkan dengan model 1 dan 0.53 2 untuk jumlah peubah penjelas 2 dan dengan model 1 dan 12 1.5 0.5 0.5 1.5 untuk 5. Namun hasil yang diamati hanya pada data
35 dengan nilai pencilan yang memiliki rataan 10 dan ragam 1. Hasil pembandingan yang kedua ini ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 5 Perbandingan dugaan untuk data dengan nilai pencilan Rataan Pencilan Ragam Pencilan OLS Fast S Fast GS 2 peubah penjelas dengan 5% data pencilan 10 1 0.671 0.459 0.294 3 0.672 0.459 0.296 100 1 6.549 0.459 0.294 3 6.539 0.459 0.294 2 peubah penjelas dengan 15% data pencilan 10 1 1.664 0.441 0.353 3 1.675 0.446 0.356 100 1 16.651 0.441 0.354 3 16.649 0.441 0.355 5 peubah penjelas dengan 5% data pencilan 10 1 0.873 0.661 0.403 3 0.921 0.670 0.392 100 1 8.092 0.669 0.392 3 8.120 0.669 0.392 5 peubah penjelas dengan 15% data pencilan 10 1 1.883 0.646 0.446 3 1.951 0.642 0.449 100 1 18.826 0.640 0.437 3 18.839 0.640 0.444 Berdasarkan Tabel 5, dugaan yang diperoleh dengan algoritma cepat penduga GS lebih kecil dari pada yang didapatkan dengan metoda kuadrat terkecil dan algoritma cepat penduga S untuk jumlah peubah penjelas, proporsi, rataan, dan ragam pencilan yang sama. Hasil ini menunjukkan bahwa dugaan yang diperoleh dengan algoritma cepat penduga GS untuk data dengan pencilan mempunyai efisiensi yang lebih baik dari pada yang diperoleh dengan metoda metoda kuadrat terkecil dan algoritma cepat penduga S dalam semua kondisi. Hal ini sesuai dengan teori penduga GS mempunyai efisiensi yang lebih baik dari pada penduga S.
36 Tabel di atas juga memperlihatkan bahwa dugaaan yang diperoleh dengan algoritma cepat penduga GS maupun algoritma cepat penduga S pada suatu proporsi pencilan tertentu memiliki nilai yang sama meskipun data dibangkitkan dengan pencilan yang mempunyai rataan dan ragam yang berbeda. Hasil ini menunjukkan perilaku kekekaran penduga GS dan penduga S. Kedua penduga resisten terhadap pencilan. Namun tidak demikian halnya dengan dugaan yang diperoleh dengan metoda kuadrat terkecil. Dugaan kuadrat terkecil sangat sensitif terhadap pencilan. Sehingga peningkatan rataan pencilan mengakibatkan peningkatan dugaan secara signifikan. Akan tetapi peningkatan ragam pencilan hanya mengakibatkan sedikit menurunkan nilai. Penurunan nilai ini disebabkan oleh fakta bahwa peningkatan ragam menyebabkan nilai pencilan yang dihasilkan lebih menyebar sehingga pencilan yang diperoleh akan mendekati data yang bukan pencilan. Di sisi lain, Tabel 5 juga menunjukkan bahwa pertambahan jumlah peubah penjelas juga diikuti dengan peningkatan nilai dugaan yang diperoleh dari ketiga pendekatan. Peningkatan ini lebih dipengaruhi oleh bertambahnya suku positif pada penjumlahan yang digunakan dalam penghitungan karena merupakan jumlah kuadrat. Sehingga penambahan jumlah peubah penjelas mengakibatkan peningkatan suku positif yang dijumlahkan. Peningkatan nilai juga seiring dengan pertambahan proporsi pencilan untuk dugaan yang dihasilkan dengan algoritma cepat penduga GS dan metoda kuadrat terkecil. Sebaliknya, nilai dugaan yang didapatkan dengan algoritma cepat penduga S cenderung menurun, namun bila dibandingkan dengan dugaan dari algoritma cepat GS maka nilai yang dihasilkan tetap lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa algoritma cepat penduga GS mempunyai efisiensi yang semakin baik bila digunakan pada data dengan proporsi pencilan yang semakin rendah. Kondisi yang lebih ekstrim dapat ditemukan pada data tanpa pencilan. Pada data tanpa pencilan, dugaan yang diperoleh dengan algoritma cepat penduga GS mendekati nilai yang diperoleh dengan metoda kuadrat terkecil. Sementara itu, nilai yang diperoleh dengan algoritma cepat penduga S lebih besar
37 dari apa yang diperoleh dari kedua pendekatan tersebut. Fakta ini sesuai dengan perilaku penduga S yang merupakan penduga kekar yang memiliki nilai titik breakdown yang tinggi namun mempunyai efisiensi yang rendah. Penggunaan penduga S untuk pendugaan parameter model pada data yang tidak begitu jauh menyimpang dari asumsi normalitas menghasilkan nilai dugaan yang tidak baik. Perbandingan dugaan pada data tanpa pencilan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Perbandingan dugaan untuk data tanpa nilai pencilan Jumlah Peubah Penjelas OLS Fast S Fast GS 2 0.221 0.467 0.287 5 0.327 0.697 0.392 Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pembangkitan data dalam penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan model yang berbeda. Tabel 7 menampilkan perbandingan dugaan yang diperoleh dari ketiga pendekatan. Tabel 7 Perbandingan dugaan untuk dua model berbeda Model OLS Fast S Fast GS 2 peubah penjelas dengan 5% data pencilan 1 0.671 0.459 0.294 2 0.671 0.459 0.294 2 peubah penjelas dengan 15% data pencilan 1 1.664 0.441 0.353 2 1.664 0.441 0.353 5 peubah penjelas dengan 5% data pencilan 3 0.873 0.661 0.403 4 0.873 0.661 0.403 5 peubah penjelas dengan 15% data pencilan 3 1.883 0.646 0.446 4 1.883 0.643 0.446 Keterangan : 1 : 1 2 : 0.53 2 3 : 1 4 : 12 1.5 0.5 0.5 1.5
38 Tabel 7 memperlihatkan bahwa jika data dibangkitkan secara simultan dengan rataan dan ragam pencilan yang bernilai sama, maka dugaan yang diperoleh untuk dua model yang berbeda akan bernilai sama pula. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa perbedaan model yang digunakan pada pembangkitan data hanya mengakibatkan penambahan atau pengurangan pada nilai dugaan. Sebagai contoh, misalkan data dibangkitkan dengan menggunakan model yang berkoefisien,, dan menghasilkan dugaan,,, maka untuk,, dengan diperoleh,, dengan dimana sebarang konstanta dan 1,,1. Akibatnya,.