HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENELITIAN

Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)

Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (ULASAN)

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : Esmay and Dixon (1986 )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) AHMAD YANI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) AHMAD YANI

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

BAB V KESIMPULAN UMUM

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

ANALISIS TEMPERATUR DAN ALIRAN UDARA PADA SISTEM TATA UDARA DI GERBONG KERETA API PENUMPANG KELAS EKONOMI DENGAN VARIASI BUKAAN JENDELA

ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) AHMAD YANI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

BAB IV PENGOLAHAN DATA

METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

III. METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

BAB III PERANCANGAN.

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

Ruang Lingkup Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SIDANG TUGAS AKHIR FITRI SETYOWATI Dosen Pembimbing: NUR IKHWAN, ST., M.ENG.

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Dr. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : L-. Aiidi Murfi, MSi.

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

KAJIAN SUHU DAN ALIRAN UDARA DALAM KEMASAN BERVENTILASI MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL DYNAMIC (CFD) Emmy Darmawati 1), Yudik Adhinata 2)

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. RUMAH TINGGAL PERUMAHAN YANG MENGGUNAKAN PENUTUP ATAP MATERIAL GENTENG CISANGKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

DADANG SUHERMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Studi Eksperimental Sistem Pengering Tenaga Surya Menggunakan Tipe Greenhouse dengan Kotak Kaca

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

Air dalam atmosfer hanya merupakan sebagian kecil air yang ada di bumi (0.001%) dari seluruh air.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse)

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada 6 08 LU sampai LS sehingga memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan pemanasan global yang berdampak pada alam seperti

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Karakteristik kandang sapi perah yang meliputi dimensi kandang, karakteristik bahan penyusun kandang, kemiringan atap kandang, sifat fisik udara di dalam dan luar kandang dijadikan input pada analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang sapi perah menggunakan CFD. Output CFD mengenai distribusi udara di dalam kandang ditampilkan dalam bentuk irisan kontur melintang dan vektor kecepatan aliran dan pembentukan suhu udara di dalam kandang dimana suhu udara ditampilkan dalam total temperature, sedangkan kelembaban udara diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan persamaan (21) sampai dengan persamaan (24). Data yang digunakan untuk analisis distribusi suhu dan kelembaban udara adalah hasil pengukuran tanggal 16 Juni 2007 yang dipilih mewakili cuaca cerah pada musim kemarau. Pemilihan waktu untuk analisis distribusi suhu dan RH serta simulasi dilakukan berdasarkan kondisi kecepatan angin dan suhu udara lingkungan yang relatif stabil pada waktu tertentu (± 30 detik) sehingga diperoleh aliran udara yang laminer dalam kandang (Lampiran 1). Aliran udara dalam kandang dengan bukaan yang sangat lebar dianggap sebagai aliran udara di atas bidang datar dan laminer apabila nilai bilangan Reynolds kurang dari 500.000 (Cengel, 2003). Berdasarkan pemilihan waktu tersebut, maka diperoleh waktu yang dapat mewakili pagi hari (09:20 WIB), siang hari (13:00 WIB) dan sore hari (15:20 WIB). Radiasi matahari pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB masing-masing sebesar 396,04 Watt/m 2, 506, 57 Watt/m 2 dan 317,32 Watt/m 2. Kecepatan dan arah angin pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB masing-masing sebesar 1,0 m/det dari arah depan kandang, 1,0 m/det dari arah kiri kandang dan 1,0 m/det dari arah depan kandang. Suhu udara lingkungan pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB masing-masing sebesar 28,8; 32,52 dan 31,8 o C dan RH lingkungan pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB masing-masing sebesar 74,5%, 57,6%

dan 56%. Radiasi matahari pada tanggal 16 Juni 2007 dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan suhu udara dan RH lingkungan disajikan pada Gambar 9. Dari Gambar 8 terlihat bahwa radiasi matahari meningkat dari pagi sampai siang hari dan turun pada sore harinya. Naik turunnya radiasi sangat mempengaruhi suhu udara dan RH lingkungan. Suhu udara lingkungan meningkat dari pagi hari sampai siang hari dan mencapai puncaknya pada pukul 13:00 WIB, sedangkan RH tinggi pada pagi hari kemudian turun pada siang hari dan meningkat kembali pada sore hari. Gambar 8 Radiasi matahari (Watt/m 2 ) pada tanggal 16 Juni 2007 Gambar 9 Suhu udara dan RH lingkungan pada tanggal 16 Juni 2007 Dari kondisi iklim mikro lingkungan di atas, analisis distribusi suhu dan RH dalam kandang dilakukan pada tiga waktu berbeda yaitu pada pagi hari (9:20 WIB); siang hari (13:00 WIB) dan sore hari (15:20 WIB). Data input untuk boundary condition pada fluent 6.2 untuk analisis ini dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Radiasi matahari (W/m 2 ) Suhu udara ( o C) dan RH (%) 600 500 400 300 200 100 0 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 6:00 7:00 0 6:00 7:00 8:00 8:00 9:00 10:00 11:00 9:00 10:00 12:00 13:00 Pukul (WIB) 11:00 Suhu udara 12:00 13:00 Pukul (WIB) 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 14:00 15:00 RH 16:00 17:00 18:00

Tabel 7 Nilai massa jenis, panas jenis dan konduktivitas bahan penyusun kandang Properties of material Satuan Concrete Asbestos Massa jenis (ρ) (kg/m 3 ) 2.310 1922 Panas jenis (Cp) (kj/kg o C) 879 1,00 Konduktivitas panas (K) (W/m o K) 1,2 4,0 Sumber : Cengel, 2003 Tabel 8 Data input boundary condition untuk fluent 6.2 pada tanggal 16 Juni 2007 Uraian Satuan Pukul 9:20 WIB 13:00 WIB 15:20 WIB Lingkungan Suhu udara o C 28,80 32,52 31,80 Kecepatan angin m/det 1,00 1,00 1,00 Arah angin depan kiri depan Atap kanan Tebal m 0,005 0,005 0,005 Heat fluks W/m 2 396,04 506,57 317,32 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 5,24 5,38 4,82 Suhu o C 42,00 56,80 48,60 Atap kiri Tebal m 0,005 0,005 0,005 Heat fluks W/m 2 396,04 506,57 317,32 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 5,14 4,13 3,90 Suhu o C 46,30 41,10 39,80 Tembok kanan Tebal m 0,155 0,155 0,155 Suhu o C 27,40 35,00 42,90 Free streem temperature o C 27,40 35,00 42,90 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 0,0 2,43 5,92 Tembok kiri Tebal m 0,155 0,155 0,155 Suhu o C 29,40 31,90 32,70 Free streem temperature o C 29,40 31,90 32,70 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 3,08 0,0 1,22 Lantai Tebal m 0,2 0,2 0,2 Suhu o C 28,50 32,50 35,90 Free streem velocity m/det 0,00 0,00 0,00 Free streem temperature o C 28,50 32,50 35,90 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 1,45 0,0 1,22 Bak air Tebal m 0,155 0,155 0,155 Suhu o C 29,40 33,90 34,70 Free streem temperature o C 29,40 33,90 34,70 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 6,03 3,41 3,73 Depan atas Tebal m 0,005 0,005 0,005 Heat fluks W/m 2 396,04 506,57 317,32 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 8,65 5,24 4,68 Suhu o C 34,90 38,20 36,60

Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang dilakukan pada ketinggian 0,6 (posisi sapi berbaring); 1,2 dan 1,6 m (posisi sapi berdiri) dari lantai kandang. Di dalam simulasi menggunakan CFD, material penyusun kandang seperti atap, dinding, lantai, penutup atas dianggap sebagai wall. merupakan bukaan ventilasi kandang yang tergantung dari arah angin. Pada saat arah angin (inlet) berasal dari depan bangunan kandang, maka outlet-nya adalah bagian bukaan ventilasi yang berada di sebelah kiri, kanan, belakang dan atas (atap). Pada saat angin berasal dari kanan kandang (inlet), outlet berada pada bagian bukaan ventilasi sebelah kiri, depan, belakang dan atas kandang. Suhu udara dalam kandang berasal dari suhu udara lingkungan yang naik pada pagi sampai siang hari dan menurun kembali pada sore hari. Pada pukul 09:20 WIB, suhu udara dalam kandang memiliki kecenderungan meningkat dari posisi dekat lantai menuju posisi dekat atap karena panas matahari yang diterima atap dihantarkan ke dalam kandang sehingga semakin dekat dengan atap suhu udara semakin tinggi. Berbeda dengan kelembaban udara, semakin tinggi suhu udara dalam kandang pada kondisi tekanan uap tetap dan kelembaban mutlak tetap dimana di dalam kandang terjadi proses pemanasan yang dianggap tidak terjadi penambahan uap air, apabila suhu udara meningkat maka terjadi penurunan kelembaban udara. Pada atap, suhu udara lebih tinggi karena radiasi matahari yang langsung mengenai atap, dimana suhu dalam kandang masih rendah sehingga panas dari radiasi matahari yang diterima atap dipindahkan secara konveksi ke dalam kandang. Tingginya suhu udara di bagian atap menyebabkan tekanan udara di sekitar atap meningkat dan dengan nilai koefisien tekanan negatif pada bukaan atas, udara terdorong ke luar melalui bukaan atas membawa udara panas dari sekitar atap dan dalam kandang (Gambar 10). Pada pukul 09:20 WIB suhu udara dalam kandang di tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 & 1,6 m) lebih rendah dari pada suhu udara lingkungan, karena radiasi matahari yang diterima atap dan konveksi panas dari material penyusun yang dihantarkan masih rendah (Tabel 9). Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa dengan suhu udara lingkungan yang masuk sebesar 28,8 o C, suhu udara dalam kandang pada ketinggian 0,6, 1,2 dan 1,6 m paling tinggi sebesar 28,7 o C. Sebaliknya, kelembaban udara dalam kandang lebih tinggi dari kelembaban udara lingkungan

karena proses pemanasan dalam kandang masih rendah sehingga uap air dalam kandang belum banyak yang terbuang karena efek panas dan angin lingkungan. Dengan kecepatan angin sebesar 1,0 m/detik dari depan (inlet) kandang pada pukul 09:20 WIB, daerah yang lebih rendah temperaturnya berada di dekat inlet, semakin jauh dengan inlet temperaturnya semakin tinggi. Pada ketinggian 0,6 m udara yang masuk ke kandang terhalang oleh bak penampung air di kanan dan kiri inlet. Dengan tinggi dinding pada bukaan kanan dan kiri sebesar 1,05 m, udara yang masuk tidak dapat keluar melalui outlet sebelah kanan dan kiri sehingga outlet belakang memiliki temperature yang paling tinggi. Pada ketinggian 1,2 dan 1,6 m, udara lingkungan dapat masuk melalui inlet depan sebesar 0,8 (bukaan), outlet kanan dan kiri juga dapat berperan sebagai inlet karena perbedaan suhu udara di dalam dan luar kandang menyebabkan arah gerakan angin sehingga mendorong angin yang berada di sekitar outlet kanan dan kiri masuk ke dalam kandang menuju outlet belakang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Takakura (1979), dimana perbedaan tekanan udara dan perbedaan temperatur lingkungan menyebabkan terjadinya pergerakan udara dengan laju yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin. Masuknya udara lingkungan dalam kandang menyebabkan RH udara dalam kandang juga berubah tergantung dari besarnya suhu udara di dalam dan luar kandang. Secara lebih jelas kontur dan vektor suhu udara dalam kandang pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m hasil simulasi CFD pada pukul 09:20 WIB dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12. Atap atas Atap kanan Penampung air Dinding kanan (1,05 m) Gambar 10 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007)

Belakang Belakang kiri kanan kiri kanan Depan Depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m Belakang kiri kanan Depan Z = 1,6 m Gambar 11 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007)

Belakang Belakang kiri kanan kiri kanan Depan Depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m Belakang kiri kanan Depan Z = 1,6 m Gambar 12 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007)

Tabel 9 Suhu udara dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD Ketinggian Suhu udara ( o C) Nilai z (m) 9:20 WIB 13:00 WIB 15:20 WIB 0,6 Minimum 28,65 32,37 32,20 Maksimum 28,70 32,65 32,44 Rata-rata 28,69 32,57 32,37 Coefficient of variance (%) 0,0244 0,0649 0,1382 1,2 Minimum 28,68 32,52 32,33 Maksimum 28,70 32,65 32,40 Rata-rata 28,69 32,61 32,38 Coefficient of variance (%) 0,0105 0,0000 0,0675 1,6 Minimum 28,68 32,55 32,36 Maksimum 28,70 32,65 32,39 Rata-rata 28,69 32,63 32,38 Coefficient of variance (%) 0,0070 0,0124 0,0460 Pada siang hari (pukul 13:00 WIB) dan sore hari (pukul 15:20 WIB) ketika komponen penyusun kandang (atap, lantai, dinding dan rangka) telah menyimpan dan menghantarkan panas, suhu udara dalam kandang lebih tinggi dari suhu lingkungan sehingga kelembaban udara (RH) dalam kandang menurun pada pukul 13:00 WIB dan meningkat kembali pada sore hari. Naik dan turunnya kelembaban udara dalam kandang dipengaruhi langsung oleh suhu udara lingkungan. Nilai kelembaban udara dalam kandang pada pukul 09:20; 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) di ketinggian 0,6, 1,2 dan 1,6 m berkisar antara 64,13-80,90% (Tabel 10) Tabel 10 RH udara dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD Ketinggian RH udara (%) Nilai z (m) 9:20 WIB 13:00 WIB 15:20 WIB 0,6 Minimum 80,70 64,13 68,00 Maksimum 80,90 65,00 68,80 Rata-rata 80,74 64,75 68,23 1,2 Minimum 80,70 64,59 68,14 Maksimum 80,78 65,00 68,37 Rata-rata 80,74 64,87 68,20 1,6 Minimum 80,70 64,69 68,17 Maksimum 80,78 65,00 68,27 Rata-rata 80,74 64,94 68,20

Pada pukul 13:00 WIB, dengan kecepatan angin 1,00 m/detik dan arah (inlet) dari kiri kandang, suhu udara dalam kandang terdistribusi hampir merata di bagian inlet dan outlet. Suhu udara terendah berada di dekat dinding kanan (bawah outlet) pada katinggian kurang dari 1,05 m. Rendahnya suhu udara di bawah dinding kanan disebabkan udara lingkungan yang masuk melalui inlet (bukaan kiri) langsung menuju outlet (bukaan sebelah kanan) dan akibat terhalangi tembok (1,05 m) yang berada di bukaan kanan, udara dibelokkan kembali ke tengah, arah inlet (bukaan kiri) dan atas untuk diteruskan ke outlet. Hal ini merupakan sifat dari udara yang akan membelokkan pola alirannya apabila mengenai suatu halangan yang tidak dapat dilewatinya. Pada pukul 13:00 WIB, dimana suhu udara dalam kandang lebih tinggi dari suhu udara lingkungan, dengan heat transfer coeficient (h) pada atap kiri yang lebih rendah (0,99 W/m 2. o C) dari pukul 09:20 WIB, suhu di dekat (bawah atap) relatif lebih rendah dari suhu di inlet dan outlet. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada siang hari (pukul 13:00 WIB) dimana suhu kandang lebih tinggi dari suhu udara lingkungan, suhu atap tidak berpengaruh secara signifikan terhadap suhu udara di bawahnya karena berfungsinya bukaan (outlet) atas sehingga proses pemanasan di bawah atap tereduksi oleh udara yang keluar melalui bukaan atas. Rendahnya proses pemanasan dalam kandang akibat panas yang dipindahkan secara konveksi oleh atap (pukul 13:00 WIB) menyebabkan nilai RH yang terdistribusi dalam kandang (64,85%) mendekati RH lingkungan (65,25). Sebaran udara dalam kandang pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007) disajikan pada Gambar 13. Atap atas Atap Penampung air Dinding kanan (1,05 m) Gambar 13 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007)

Pada pukul 13:00 WIB, di ketinggian (z=0,6 m) dengan kecepatan angin sebesar 1,0 m/detik dari arah kiri kandang (inlet), bukaan outlet di depan dan belakang kandang berfungsi dengan baik, sedangkan pada bukaan sebelah kanan karena terhalangi tembok (1,05 m) udara berubah arah ke bukaan depan dan belakang serta berbalik ke arah tembok kiri. Kondisi ini menyebabkan suhu udara tertinggi berada pada daerah dekat tembok kiri (inlet), sedangkan RH tertinggi berada pada daerah tembok kanan. Tingginya suhu udara di daerah dekat inlet dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan atap dan tembok sebalah kanan yang dibawa oleh gerakan angin yang berputar menuju inlet. Kondisi tersebut membuktikan bahwa luas bukaan ventilasi menjadi faktor yang cukup penting pada perhitungan distribusi udara dan RH di dalam kandang selain faktor kecepatan angin dan tekanan udara (Takakura, 1979). Pada z=1,2 dan 1,6 m, bukaan ventilasi yang berperan sebagai outlet adalah bukaan bagian kanan, karena udara dapat bergerak tanpa halangan (tembok). Pada bukaan ventilasi sebelah kiri, tekanan udara di luar kandang lebih tinggi dari tekanan udara di dalam kandang sehingga terjadi aliran udara ke dalam kandang dan keluar melalui inlet di bukaan sebalah kanan. Daerah bukaan sebelah kanan berfungsi sebagai outlet karena tekanan udara di dalam kandang lebih tinggi dari tekanan udara di luar kandang (sebelah kanan), bukaan ventilasi sebelah kanan merupakan daerah di atas bidang tekanan netral. Sementara pada bukaan ventilasi sebelah depan dan belakang memiliki tekanan udara yang sama dengan tekanan udara luar kandang sehingga dapat berfungsi sebagai bidang tekanan netral (Brockett & Albright, 1987). Hal ini terbukti dengan tidak keluarnya aliran udara pada bukaan sebelah depan dan belakang kandang. Pada kondisi seperti ini distribusi suhu udara dalam kandang lebih dominan dipengaruhi oleh efek termal daripada efek angin. Secara lebih jelas kontur dan vektor aliran udara dalam kadang hasil simulasi dengan CFD pada pukul 13:00 WIB di ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.

belakang belakang Kiri Kanan Kiri Kanan depan depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m belakang Kiri Kanan depan Z = 1,6 m Gambar 14 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007)

belakang belakang Kiri Kanan Kiri Kanan depan depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m belakang Kiri Kanan depan Z = 1,6 m Gambar 15 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007)

Pada pukul 15:20 WIB, dengan kecepatan angin 1,00 m/detik dan arah (inlet) dari depan kandang, suhu udara dalam kandang terdistribusi merata di bagian inlet dan outlet. Suhu udara terendah berada di dekat atap (penutup) sebelah depan karena tidak terkena radiasi matahari. Pada pukul 15:20 WIB, suhu material penyusun kandang (atap, tembok, lantai, penampung air) lebih tinggi dari suhu udara lingkungan. Tingginya suhu material penyusun atap menyebabkan kandang menjadi panas akibat panas yang dikonveksikan oleh material penyusun bahan kandang ke dalam kandang sehingga suhu di dalam kandang tersebar secara merata. Tingginya suhu di dalam kandang menyebakan tekanan dalam kandang meningkat sehingga udara terdorong ke luar kandang melalui outlet yang tersebar di bukaan belakang, kanan dan kiri (Bockett and Albright, 1987). Meningkatnya suhu udara dalam kandang akibat panas yang dikonveksikan material penyusun kandang menyebakan RH dalam kandang (68,21%) lebih rendah dari RH lingkungan (68,85%). Pada bagian atap, suhunya hampir sama dengan suhu pada semua bagian di dalam kandang yang menunjukkan bahwa proses pemanasan yang relatif kecil dalam kandang terjadi secara merata pada daerah sekitar material penyusun kandang (lantai, dinding kanan/kiri, penampung air dan atap). Sebaran udara dalam kandang pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007) disajikan pada Gambar 16 Atap atas Atap kanan Penampung air Dinding kanan (1,05 m) Gambar 16 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007) Pada pukul 15:20 WIB, dengan kecepatan angin sebesar 1,0 m/detik dan arah angin (inlet) dari depan kandang, bukaan outlet di belakang kandang berfungsi dengan baik (pada z=0,6 m), sedangkan pada bukaan sebelah kanan dan kiri udara yang dibawa angin terhalangi tembok (1,05 m). Suhu udara terendah berada di sebelah kanan

dan kiri bukaan, tertinggi berada di tengah kandang. Pada z=1,2 dan 1,6 m, bukaan ventilasi yang berperan sebagai outlet adalah bukaan bagian kanan, kiri dan belakang. Pada bukaan ventilasi sebelah depan, tekanan udara di luar kandang lebih tinggi dari tekanan udara di dalam kandang sehingga terjadi aliran udara ke dalam kandang dan keluar melalui inlet di bukaan sebalah kanan, kiri dan belakang. Distribusi suhu udara pada z=1,2 dan z=1,6 m tersebar merata di seluruh bidang pada kandang yang sangat dipengaruhi oleh efek termal yang ditimbulkan oleh radiasi matahari dan material bahan penyusun kandang yang mengeluarkan panas. Kondisi ini dapat dilihat dari berperannya bukaan ventilasi sebelah kanan, kiri dan belakang sebagai outlet yang menunjukkan bahwa tekanan udara dalam kandang (pada arah kanan, kiri dan belakang) lebih tinggi dari tekanan udara luar kandang. Secara lebih jelas kontur dan vektor aliran udara dalam kadang hasil simulasi dengan CFD pada pukul 15:20 WIB di ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18. Dari hasil analisis di atas, distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang sapi perah FH (tanggal 16 Juni 2007) pada pukul 09:20 dengan suhu dan kelembaban udara maksimum pada ketinggian 0,6, 1,2 dan 1,6 m sebesar 28,7 o C dan 90%, pada pukul 13:00 dengan suhu dan kelembaban udara pada ketiga ketinggian sebesar 32,65 o C dan 65% menyebabkan terjadi stress sedang pada sapi perah. Demikian juga dengan suhu dan kelembaban udara untuk ketiga ketinggian pada pukul 15:20 (masingmasing sebesar 32,44 o C dan 68,8%) menyebabkan sapi perah dalam kondisi stress sedang (Wierema, 1990). Stres tersebut akan menurunkan produktivitas sapi perah FH yang diindikasikan dengan: 1) penurunan nafsu makan; 2) peningkatan konsumsi minum; 3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme; 4) peningkatan pelepasan panas melalui penguapan; 5) penurunan konsentrasi hormon; 6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowell, 1972); 7) perubahan tingkah laku (Ingram & Dauncey, 1985); 8) meningkatkan intensitas berteduh sapi (Combs, 1996). Untuk mengurangi tingkat stres pada sapi perah FH dapat dilakukan melalui modifikasi disain kandang dengan cara merubah tinggi dan lebar kandang dan memperluas bukaan ventilasi kandang agar suhu dalam kandang lebih rendah.

Belakang Belakang kiri kanan kiri kanan Depan Depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m Belakang kiri kanan Depan Z = 1,6 m Gambar 17 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007)

Belakang Belakang kiri kanan kiri kanan Depan Depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m Belakang kiri kanan Depan Z = 1,6 m Gambar 18 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 15:20 (16 Juni 2007)

Validasi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah Validasi distribusi suhu udara dilakukan dengan cara membandingkan data suhu udara hasil pengukuran dengan data suhu udara hasil simulasi menggunakan CFD di 24 titik dalam kandang. Validasi dilakukan pada kondisi kandang tidak diisi sapi (kandang kosong) sebanyak 3 kali pada tanggal 16 Juni 2007 yaitu pada pagi hari (pukul 9:20 WIB), siang hari (pukul 13:00 WIB) dan sore hari (pukul 15:20 WIB). Hasil validasi distribusi suhu udara dalam kandang sapi perah menunjukkan kecenderungan hasil simulasi CFD mendekati hasil pengukuran dengan nilai standar deviasi dan error yang rendah (Lampiran 2). Nilai minimum, maksimum dan rata-rata standar deviasi hasil validasi pada pukul 09:20; 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai rata-rata error pada pukul 09:20; 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) masing-masing sebesar 1,90; 1,40 dan 1,28%. Pada beberapa titik terjadi perbedaan yang cukup mencolok karena terkait dengan penentuan jarak grid yang sedikit berbeda antara pengukuran dan simulasi, tetapi masih dalam batasan yang rendah (standar deviasi dan error < 5 o C). Nilai standar deviasi dan error yang rendah tersebut menunjukkan bahwa simulasi menggunakan CFD memiliki akurasi yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan acuan untuk perancangan kandang sapi perah FH dalam perspektif distribusi suhu. Selanjutnya, data input dalam solver untuk keperluan simulasi desain kandang diambil dari data pengukuran pada siang hari (pukul 13:00 WIB), karena pada siang hari radiasi matahari mencapai puncaknya, demikian juga dengan suhu udara dalam kandang. Validasi suhu udara hasil pengukuran dan hasil simulasi CFD di 24 titik pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) dapat dilihat pada Gambar 19 sampai dengan Gambar 21. Tabel 11 Hasil validasi suhu udara pengukuran dengan suhu udara hasil CFD dalam kandang Nilai standar deviasi ( o C) Nilai 9:20 WIB 13:00 WIB 15:20 WIB Minimum 0,00 0,02 0,03 Maksimum 1,13 0,79 0,74 Rata-rata 0,39 0,33 0,30

35.00 33.00 SD = 0,39 0 C; Error = 1,90% Suhu ( 0 C) 31.00 29.00 27.00 25.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Titik pengukuran T Simulasi T Ukur Gambar 19 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 09:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007) 35.00 33.00 SD = 0,33 0 C; Error = 1,40% Suhu ( 0 C) 31.00 29.00 27.00 25.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Titik pengukuran T Simulasi T Ukur Gambar 20 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 13:00 WIB, tanggal 16 Juni 2007)

35.00 33.00 SD = 0,30 0 C; Error = 1,28% Suhu ( 0 C) 31.00 29.00 27.00 25.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Titik pengukuran T Simulasi T Ukur Gambar 21 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 15:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007) Validasi kelembaban udara (RH) dalam kandang dilakukan dengan membandingkan RH ukur dengan RH hitung (didasarkan pada suhu hasil simulasi menggunakan CFD) di 3 titik pada tiga waktu (pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007). Validasi RH dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Nilai RH ukur dan RH hitung dan validasinya dapat dilihat pada Lampiran 3. Secara umum terdapat kecenderungan yang sama antara RH ukur dengan RH hasil perhitungan menggunakan CFD. Perbedaan secara umum dinyatakan dalam standar deviasi sebesar 2,44% dengan standar deviasi rata-rata pada pukul 09:20 WIB sebesar 3,85% (2,61 5,55%), pada pukul 13:00 WIB sebesar 2,12% (0,06 3,53%) dan pada pukul 15:20 WIB sebesar 1,37% (0,13 2,96%). Nilai error rata-rata antara RH hasil pengukuran dengan RH simulasi CFD pada pukul 09:20; 13:00 dan 15:20 WIB adalah sebesar 4,73%. Pada beberapa titik terdapat perbedaan yang mencolok akibat penentuan jarak grid yang sedikit berbeda antara pengukuran dengan simulasi, tetapi secara umum masih dalam batasan standar deviasi dan error yang rendah (standar deviasi dan error < 5%). Rendahnya nilai standar deviasi menunjukkan bahwa validasi RH memiliki akurasi yang tinggi sehingga dapat dijadikan acuan untuk perancangan kandang sapi perah FH dalam perspektif distribusi RH pada saat kandang tidak diisi sapi. Validasi RH ukur dengan RH hitung dapat dilihat pada Gambar 22.

90 80 SD = 2,44%; Error = 4,73% 70 60 RH (%) 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Titik pengukuran RH CFD RH ukur Gambar 22 Validasi RH hasil simulasi CFD terhadap RH pengukuran di 4 titik dalam kandang pada pukul 09:20 (titik 1-4), 13:00 (titik 5-8) dan 15:20 WIB (titik 9-12) pada tanggal 16 Juni 2007 Simulasi Disain Kandang Sapi Perah Simulasi dilakukan dengan melibatkan 20 ekor sapi perah yang ditempatkan dalam kandang. Rata-rata bobot badan sapi perah adalah 350 kg dengan rataan luas kulit sebesar 3,47 m 2 (Lampiran 4) yang diletakkan secara merata di dalam kandang (Lampiran 5). Peletakan kulit sapi (radiator) dalam simulasi menggunakan CFD dimodelkan dengan hamparan kulit berbentuk persegi panjang pada arah x (193 cm) dan arah y (900 cm) pada dua ketinggian (z) dengan jarak 20 cm dari tembok kiri dan kanan, 62 dan 125 cm dari lantai (Lampiran 6). Nilai koefisien pindah panas konveksi pada kulit sapi perah tergantung dari feed intake (Lampiran 7). Kondisi awal kandang sebelum dilakukan simulasi berupa kandang sapi perah FH dengan tinggi 5,75 m, lebar 6,3 m, tinggi dinding kanan dan kiri 1,05 m, sebelah depan dan belakang terdapat bak penampung air dengan tinggi 1,05 m akan disimulasikan dengan diisi sapi (Gambar 23) dengan kecepatan angin 0,7 m dari arah kiri/kanan dan depan/belakang. Data distribusi suhu yang diperoleh akan dibandingkan dengan hasil simulasi (merubah tinggi, lebar dan tinggi dinding kandang serta penempatan bak penampung air). Bentuk geometri kandang simulasi dapat dilihat pada Gambar 24. Data input untuk fluent 6.2 pada simulasi dapat dilihat pada Tabel 12.

Kiri 1 Belakang 1 Kanan Tembok kiri 1 Depan 1 Tembok kanan Kulit sapi Penampung air Gambar 23 Peletakan kulit sapi perah pada geometri kandang awal Tembok kiri (0,4 m) Tembok kanan (0,4 m) Gambar 24 Peletakan kulit sapi perah pada geometri kandang simulasi Simulasi dilakukan pada 9 disain kandang dengan dimensi: tinggi kandang (T1=5,25 m; T2=5,75 m & T3=6,25 m), lebar kandang (L1=6,3 m; L2=7,3 m & L3=8,3 m), tinggi dinding (0,4 m) dan posisi bak penampung air dipindah dari letak awal. Arah angin berasal dari depan/belakang kandang dan kanan/kiri kandang dengan kecepatan yang sama yaitu sebesar 0,7 m/detik.

Tabel 12 Data input boundary condition untuk fluent 6.2 untuk simulasi Uraian Satuan Nilai Lingkungan Suhu udara o C 32,25 Kecepatan angin m/det 0,70 Arah angin depan/belakang dan kanan/kiri Atap kanan Tebal m 0,005 Heat fluks W/m 2 597,2 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 1,16 Suhu o C 55,1 Atap kiri Tebal m 0,005 Heat fluks W/m 2 597,2 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 3,23 Suhu o C 35,9 Tembok kanan Tebal m 0,155 Suhu 0 C 32,7 Free streem velocity m/det 0,00 Free streem temperature o C 32,7 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 3,68 Tembok kiri Tebal m 0,155 Suhu o C 27,3 Free streem velocity m/det 0,00 Free streem temperature o C 27,3 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 0,0 Lantai Tebal m 0,2 Suhu o C 26,9 Free streem velocity m/det 0,00 Free streem temperature o C 26,9 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 0,0 Bak air Tebal m 0,155 Suhu o C 31,1 Free streem velocity m/det 0,00 Free streem temperature o C 31,1 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 0,0 Depan atas Tebal M 0,005 Heat fluks W/m 2 597,2 Heat transfer coeficient W/m 2. o C 2,31 Suhu o C 36,9 Kulit sapi Heat transfer coeficient W/m 2. o C 55,41 Suhu o C 36,21

Hasil Simulasi Kondisi Awal Arah Angin () dari Kanan Hasil simulasi distribusi suhu udara dalam kandang pada kondisi awal dengan arah angin (inlet) dari kanan/kiri menunjukkan bahwa suhu udara dalam kandang terdistribusi secara tidak merata pada tiap ketinggian (Gambar 25). Suhu tertinggi berada di dekat kulit sapi (radiator) yang tersebar dari arah inlet sampai outlet. Pada arah outlet (bukaan kiri) sebaran suhu udara tinggi lebih luas dari inlet (bukaan kanan) karena berfungsinya bukaan kiri sebagai outlet yang membuang panas dalam kandang. Tingginya suhu udara dalam kandang di sekitar radiator menunjukkan bahwa meningkatnya suhu dalam kandang didominasi oleh pengaruh kulit sapi yang memancarkan panas secara terus menerus dengan suhu kulit 36,21 o C dan heat transfer coefficient yang cukup tinggi (55,41 W/m 2. o C). Panas yang terkonveksi dari material penyusun kandang (atap, dinding kanan dan kiri) tidak signifikan meningkatkan suhu dalam kandang, selain disebabkan luasnya bukaan ventilasi, nilai heat transfer coefficient dari material penyusun kandang juga lebih rendah dibandingkan dengan kulit sapi perah FH sebagai radiator (Tabel 12). Tingginya suhu udara dalam kandang menyebabkan tekanan udara dalam kandang meningkat sehingga lebih tinggi dari tekanan udara di luar kandang menyebabkan udara panas dalam kandang keluar melalui bukaan kiri sebagai outlet (Bockett & Albright, 1987). Atap atas Atap depan Penampung air Dinding kanan (1,05 m) kanan Gambar 25 Sebaran suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada kondisi awal (arah angin (inlet) dari kanan) Suhu udara pada ketinggian 0,6 m lebih tinggi dari suhu udara pada ketinggian 1,2 dan 1,6 m (Tabel 13). Kondisi ini menunjukkan bahwa kulit sapi sebagai radiator yang ditempatkan pada ketinggian 0,62 dan 1,25 m dengan suhu

sebesar 36,21 o C cukup dominan dalam memberikan panas ke kandang walaupun suhu atap cukup tinggi (atap kanan 55,1 o C dan atap kiri 35,9 o C). Pada ketinggian 0,6 m, suhu udara tertinggi berada di tengah kandang, sedangkan suhu udara terendah berada di dekat inlet (bukaan sebalah kanan). Tingginya suhu udara di tengah kandang disebabkan oleh panas yang dihasilkan radiator menuju ke tengah kandang yang selanjutnya menuju bukaan di atas radiator (bukaan kanan, depan, belakang, atas) sebagai outlet (tekanan udara dalam kandang lebih besar dari tekanan udara di luar kandang). Arah distribusi udara menuju ke tengah dan bukaan atas disebabkan oleh kurangnya bukaan ventilasi di bagian kanan/kiri dan depan/belakang akibat dinding setinggi 1,05 m. Martalerz (1977) mengemukakan bahwa laju pertukaran udara dipengaruhi oleh total luas dan arah bukaan, kecepatan angin dan perbedaan temperatur di dalam dan di luar kandang. Secara lebih jelas kontur suhu udara dalam kandang hasil simulasi kondisi awal pada arah angin (inlet) dari bukaan kanan dapat dilihat pada Gambar 26. Tabel 13 Suhu udara ( o C) dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD pada kondisi awal dengan inlet dari kanan/kiri dan depan/belakang z (m) Nilai Kanan/kiri Depan/belakang 0,6 Minimum 34,030 32,250 Maksimum 34,520 35,618 Rata-rata 34,240 34,035 Coefficient of variance (%) 0,339 2,942 1.2 Minimum 33,380 32,250 Maksimum 34,420 34,988 Rata-rata 33,970 33,069 Coefficient of variance (%) 1,048 1,925 1.6 Minimum 32,830 32,250 Maksimum 34,030 35,596 Rata-rata 33,710 33,786 Coefficient of variance (%) 0,953 2,682

belakang belakang Kiri Kanan Kiri Kanan depan depan Z = 0,6 m Z = 1,2 m belakang Kiri Kanan depan Z = 1,6 m Gambar 26 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada kondisi awal simulasi (arah angin (inlet) dari kanan)

Pada ketinggian 1,2 m (diantara radiator 1 dan 2), suhu udara terendah berada di dekat inlet dan suhu udara tertinggi berada di dekat outlet. Udara lingkungan yang masuk ke kandang melalui bukaan kiri membawa panas yang dihasilkan kulit sapi dan pancaran panas dari material penyusun bahan ke outlet. Pada bagian kanan kandang, dimana tekanan udara lebih rendah dari tekanan udara dalam kandang berfungsi sebagai outlet. Sementara pada bukaan bagian depan dan belakang tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tekanan udara di dalam dan luar kandang sehingga tidak berfungsi sebagai outlet (Brockett & Albright, 1987). Pada ketinggian 1,6 m (di atas radiator), suhu udara dalam kandang memiliki nilai rata-rata terendah dibandingkan dengan ketinggian 0,6 dan 1,2 m. Rendahnya distribusi udara pada ketinggian ini diakibatkan udara panas yang dihembuskan kulit sapi tereduksi oleh udara lingkungan yang masuk dan keluar melalui bukaan inlet dan outlet. Besar kecilnya bukaan ventilasi berpengaruh terhadap laju aliran udara yang keluar dan masuk ke kandang (Martalerz, 1977). Rata-rata suhu udara dalam kandang pada ketinggian 1,6 (33,71 o C) lebih tinggi dari suhu udara lingkungan yang masuk (32,25 o C) sehingga sistem ventilasi belum berjalan dengan baik pada ketinggian 1,6 m. Gardjito (2002) menyatakan bahwa sistem ventilasi alamiah yang baik adalah sistem yang sanggup menurunkan suhu di dalam ruangan sampai sama dengan suhu udara luar yang sangat bergantung pada faktor iklim setempat dan faktor rancangan bangunan dengan sistem ventilasinya. Arah Angin () dari Depan Suhu udara dalam kandang simulasi (kondisi awal) dengan arah angin (inlet) dari depan terdistribusi secara tidak merata pada tiap sisi dan ketinggian kandang (Gambar 27). Suhu tertinggi berada di dekat sapi (radiator) karena sapi mengeluarkan panas dengan suhu kulit sebesar 36,21 o C dan heat transfer coefficient yang cukup besar (55,41 W/m 2. o C). Selain itu, adanya dinding penampung air di bukaan depan dan dinding bukaan kanan dan kiri menyebabkan udara panas dalam kandang terjebak karena udara tidak dapat melewati dinding dan berbelok kea rah tengah dan bukaan kanan. Panas yang terkonveksi dari material penyusun kandang (atap, dinding kanan dan kiri) tidak signifikan meningkatkan suhu dalam kandang, selain disebabkan luasnya bukaan ventilasi, nilai heat transfer coefficient dari material penyusun kandang juga

lebih rendah dibandingkan dengan kulit sapi perah FH sebagai radiator (Tabel 12). Meningkatnya suhu udara dalam kandang menyebabkan tekanan udara dalam kandang meningkat menyebabkan udara panas dalam kandang keluar melalui bukaan kanan dan bukaan belakang sebagai outlet. Atap atas Atap Penampung air Dinding kanan (1,05 m) kanan Gambar 27 Sebaran suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada kondisi awal (arah angin (inlet) dari depan) Suhu udara pada ketinggian 0,6 m lebih tinggi dari suhu udara pada ketinggian 1,2 dan 1,6 m (Tabel 13) yang menunjukkan bahwa kulit sapi sebagai radiator (0,62 dan 1,25 m) cukup dominan memberikan panas ke kandang. Pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m, suhu udara tertinggi berada di sekitar sapi sampai ke arah dinding kanan dan dinding kiri, sedangkan suhu udara terendah berada di tengah kandang mulai dari inlet (bukaan depan) sampai outlet (bukaan belakang). Rendahnya suhu udara di tengah kandang disebabkan oleh panas yang dihasilkan kulit sapi (radiator) yang menuju ke tengah kandang dapat segera dibuang oleh udara lingkungan yang masuk melalui outlet (bukaan belakang). Arah distribusi udara menuju ke tengah disebabkan oleh kurangnya bukaan ventilasi di bagian bukaan kanan dan kiri akibat terhalangi oleh sapi (radiator). Distribusi suhu udara pada kandang simulasi (kondisi awal) dengan arah angin (inlet) dari depan mengahasilkan nilai yang lebih rendah daripada pada saat inlet berasal dari bukaan kanan dengan selisih rata-rata di tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) sebesar 0,17 o C. Secara lebih jelas kontur suhu udara dalam kandang hasil simulasi kondisi awal pada arah angin (inlet) dari bukaan depan dapat dilihat pada Gambar 28.

Belakang Belakang kiri kanan kiri kanan Depan Depan Z = 0,6 m Belakang Z = 1,2 m kiri kanan Depan Z = 1,6 m Gambar 28 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada kondisi awal simulasi (arah angin (inlet) dari depan)

Hasil Simulasi dengan Arah Angin dari Depan/belakang dan Kanan/kiri Simulasi dilakukan pada 9 disain kandang dengan luas kulit sapi sebagai radiator yang sama. Disain kandang simulasi memiliki dimensi: tinggi kandang (T1=5,25 m; T2=5,75 m & T3=6,25 m), lebar kandang (L1=6,3 m; L2=7,3 m & L3=8,3 m), tinggi dinding (0,4 m) dan posisi bak penampung air dipindah dari letak awal. Arah angin berasal dari depan/belakang kandang dan kanan/kiri kandang dengan kecepatan yang sama yaitu sebesar 0,7 m/det. Hasil simulasi disain kandang pada ketinggian (z=0,6; 1,2 & 1,6 m) dengan arah angin dari depan/belakang disajikan pada Tabel 14, sedangkan hasil simulasi dengan arah angin dari kanan/kiri disajikan pada Tabel 15. Dari Tabel 14 dan 15 dapat dilihat bahwa distribusi suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m sangat dipengaruhi oleh luas bukaan ventilasi. Pada tinggi atap kandang 5,25 m, distrubusi suhu udara dalam kandang akan menurun dengan bertambah lebar bukaan inlet dan outlet dari depan/belakang kandang. Suhu udara tertinggi berada pada ketinggian 1,2 m karena berada pada dua radiator (kulit sapi) yang memancarkan panas sebesar 36,21 o C. Kondisi yang sama terjadi pada tinggi atap kandang 5,75 m dan 6,25 m. Semakin tinggi atap kandang maka bukaan ventilasi juga semakin luas sehingga suhu udara dalam kandang akan menurun. ventilasi yang semakin besar menyebabkan pertukaran udara di dalam dan luar kandang semakin tinggi sehingga suhu udara dalam kandang akan lebih cepat turun sebanding dengan bertambahnya bukaan ventilasi (Mastalerz, 1977). ventilasi pada simulasi diperluas dengan cara menurunkan dinding kanan dan kiri kandang dari 1,05 m menjadi 0,4 m, memindahkan tempat penampung air yang berada di depan dan belakang kandang (posisi awal setinggi 1,05 m menjadi 0 m). Udara lingkungan masuk ke kandang akibat perbedaan temperatur antara di luar (32,25 o C) dan di dalam kandang (> 33 o C) sehingga tekanan udara di dalam dan di luar kandang juga berbeda yang menyebabkan terjadinya aliran udara masuk ke kandang melalui bukaan inlet searah dengan arah angin. Laju masuknya udara lingkungan ke dalam kandang dipengaruhi oleh luas bukaan ventilasi, kecepatan angin, arah bukaan, perbedaan temperatur di dalam dan luar kandang.

Tabel 14 Distribusi suhu udara hasil simulasi CFD pada beberapa disain kandang dengan arah angin dari depan/belakang Z Nilai Tinggi Atap 5.25 m Tinggi Atap 5.75 m Tinggi Atap 6.25 m Kondisi (m) L1 L2 L3 L1 L2 L3 L1 L2 L3 awal 0.6 Minimum ( 0 C) 32.250 32.243 32.244 32.231 32.247 32.174 32.245 32.250 32.250 32.250 Maksimum ( 0 C) 34.212 34.426 34.775 34.051 34.426 34.159 34.143 34.212 33.937 35.618 Rata-rata ( 0 C) 33.017 32.897 32.835 32.944 32.890 32.776 32.842 33.017 32.857 34.035 Standard deviasi 0.565 0.586 0.613 0.641 0.590 0.731 0.665 0.565 0.658 1.001 Coefficient of variance (%) 1.711 1.781 1.868 1.956 1.794 2.220 2.024 1.712 2.003 2.942 1.2 Minimum ( 0 C) 32.250 32.250 32.250 32.250 32.250 32.244 32.250 32.250 32.250 32.250 Maksimum ( 0 C) 35.601 35.600 35.629 35.323 35.621 35.281 35.353 35.601 35.075 34.988 Rata-rata ( 0 C) 33.756 33.720 33.378 33.767 33.261 33.448 33. 767 33. 366 33.349 33.069 Standard deviasi 1.123 1.124 1.177 1.154 1.140 1.175 1.202 1.123 1.166 0.635 Coefficient of variance (%) 3.326 3.334 3.525 3.469 3.376 3.512 3.604 3.325 3.496 1.921 1.6 Minimum ( 0 C) 32.250 32.250 32.250 32.250 32.250 32.250 32.250 32.250 32.250 32.250 Maksimum ( 0 C) 35.698 35.634 35.593 35.433 35.634 35.015 35.164 35.567 35.033 35.596 Rata-rata ( 0 C) 33.688 33.455 33.232 33.350 33.455 32.820 32.943 33. 812 32.546 33.786 Standard deviasi 1.119 1.130 1.097 1.193 1.130 0.917 0.992 1.161 0.844 0.906 Coefficient of variance (%) 3.321 3.378 3.302 3.578 3.378 2.793 3.010 3.461 2.572 2.682 Rata-rata pada z=0.6, 1.2 dan 1.6 m 33.487 33.357 33.148 33.354 33.202 33.015 33.184 33.398 32.917 33.630

Tabel 15 Distribusi suhu udara hasil simulasi CFD pada beberapa disain kandang dengan arah angin dari kanan/kiri Z Nilai Tinggi Atap 5.25 m Tinggi Atap 5.75 m Tinggi Atap 6.25 m Kondisi (m) L1 L2 L3 L1 L2 L3 L1 L2 L3 awal 0.6 Minimum ( 0 C) 32.251 32.250 32.242 32.223 32.250 32.226 33.533 32.251 32.250 34.03 Maksimum ( 0 C) 35.855 35.809 35.788 35.890 35.800 35.852 35.729 35.855 35.775 34.52 Rata-rata ( 0 C) 34.234 34.164 34.135 34.242 34.193 34.170 34.823 34.234 34.264 34.24 Standard deviasi 1.144 1.102 1.088 1.116 1.117 1.071 0.715 1.144 1.080 0.12 Coefficient of variance (%) 3.342 3.226 3.186 3.263 3.263 3.134 2.052 3.341 3.152 0.34 1.2 Minimum ( 0 C) 32.250 32.250 32.250 32.250 32.250 32.250 32.684 32.250 32.250 33.38 Maksimum ( 0 C) 35.708 35.660 35.664 35.167 35.565 35.574 34.655 35.708 35.427 34.42 Rata-rata ( 0 C) 33.721 33.729 33.663 33.708 33.571 33.697 33.795 33.721 33.693 33.97 Standard deviasi 0.923 0.997 0.954 0.808 0.899 0.928 0.515 0.923 0.859 0.35 Coefficient of variance (%) 2.738 2.957 2.833 2.405 2.666 2.753 1.525 2.738 2.549 1.05 1.6 Minimum ( 0 C) 32.250 32.250 32.250 32.250 32.250 32.250 32.635 32.250 32.250 32.83 Maksimum ( 0 C) 34.706 35.033 34.652 34.183 34.533 35.079 33.954 34.706 34.720 34.03 Rata-rata ( 0 C) 33.342 33.316 33.262 33.303 33.256 33.251 33.412 33.343 33.250 33.71 Standard deviasi 0.636 0.741 0.698 0.558 0.617 0.707 0.294 0.635 0.625 0.32 Coefficient of variance (%) 1.906 2.224 2.099 1.677 1.853 2.127 0.879 1.905 1.879 0.95 Rata-rata pada z=0.6, 1.2 dan 1.6 m 33.766 33.736 33.687 33.751 33.673 33.706 34.010 33.766 33.736 33.97 Rata-rata 2 arah angin 33.627 33.547 33.418 33.703 33.438 33.361 33.597 33.582 33.327 33.800

Distribusi suhu udara dalam kandang pada 9 disain kandang simulasi selain dipengaruhi oleh bukaan ventilasi, kecepatan angin, juga dipengaruhi oleh efek termal yang terjadi di dalam kandang. Efek termal ini muncul karena panas yang dipancarkan oleh sapi melalui kulitnya menyebabkan suhu udara dalam kandang meningkat dan lebih tinggi dari suhu udara lingkungan. Kulit sapi perah memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap panas dalam kandang. Pada simulasi ini suhu kulit sapi sebesar 36,2 o C dengan heat transfer coeficient sebesar 55,41 W/m 2. o C.. Dengan kecepatan angin yang masuk sebesar 0,7 m/detik, maka efek termal dalam kandang tidak dapat diabaikan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Papadakids et.al. (1996) yang menyatakan bahwa kecepatan angin yang melebihi 1,8 m/detik efek termal terhadap laju ventilasi dapat diabaikan, tetapi bila kecepatan angin lebih rendah dari 1,8 m/detik maka efek termal tidak dapat diabaikan. Distribusi suhu udara dalam kandang di tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) pada 9 disain simulasi yang dipilih adalah distribusi suhu udara dalam kandang yang memiliki nilai mendekati suhu udara lingkungan. Berdasarkan Tabel 14 dan 15, distribusi suhu udara dalam kandang yang dipilih adalah disain kandang dengan tinggi atap kandang 6,25 m, lebar 8,3 m, tinggi dinding kanan dan kiri 0,4 m dengan posisi bak penampung air dipindahkan. Dipilihnya disain ini karena bukaan ventilasi yang dibuat telah mampu mereduksi panas dalam kandang dengan suhu udara rata-rata dalam kandang pada tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) sebesar 33,327 o C (rata-rata pada dua arah angin). Distribusi suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada arah angin dari depan/belakang dan kanan/kiri lebih tinggi dari suhu udara lingkungan (32,25 o C) yang membuktikan bahwa efek termal dalam kandang tidak dapat diabaikan. Distribusi suhu udara hasil simulasi pada disain kandang terpilih memiliki nilai paling rendah jika dibandingkan dengan disain kandang lainnya. Disain terpilih hasil simulasi dengan tinggi kandang sebesar 6,25 m merupakan disain dengan tinggi atap kandang yang cukup besar jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu (tanpa CFD) yaitu 3,6 4,2 m (Hahn, 1985), 2-3 m (McDowell, 1972), 3,5 m untuk atap yang terbuat dari seng (Basyarah, 1995).

Disain kandang hasil simulasi memiliki distribusi suhu udara dalam kandang rata-rata sebesar 33,327 o C (33,561 o C pada z=0,6; 33,521 o C pada z=1,2 m & 32,898 o C pada z=1,6 m), lebih rendah dari disain awal (Tabel 16). Perbedaan terbesar pada ketinggian 1,6 m (0,85 o C) akibat diturunkannya tembok kanan dan kiri dari 1,05 m menjadi 0,4 m dan dipindahkannya posisi bak penampung air yang menyebabkan bukaan ventilasi kandang lebih luas dan udara lingkungan dapat masuk ke kandang mulai dari ketinggian 0 m (arah angin dari depan/belakang) atau 0,4 m (arah angin dari kanan/kiri). Perbedaan suhu udara pada kondisi awal sebelum simulasi pada arah angin (inlet) dari kanan/kiri (33,97 o C) dengan hasil simulasi (33,74 o C) sebesar 0,23 o C dan arah angin (inlet) depan/belakang (33,630 o C pada kondisi awal dan 32,917 o C hasil simulasi) sebesar 0,713 o C dengan rataan pada dua arah angin (inlet) sebesar 0,474 o C akan meningkatkan dry matter intake (DMI) sebesar 0,403 kg per hari per ekor (West, et.al., 2003). Distribusi suhu udara rata-rata dalam kandang (pada z=0,6; 1,2 & 1,6 m) sebesar 33,327 o C menyebabkan sapi perah akan mengalami stress sedang (Wierema, 1990), kecuali kelembaban udara dalam kandang dapat dipertahankan di bawah 45%. Tabel 16 Distribusi suhu udara pada disain kandang terpilih dan kandang kondisi awal dengan inlet di kanan/kiri dan depan/belakang di di kanan/kiri depan/belakang Z (m) Uraian Hasil simulasi Disain awal Hasil simulasi Disain awal 0.6 Minimum ( o C) 32.250 34.03 32.250 32.250 0.6 Maksimum ( o C) 35.775 34.52 33.937 35.618 0.6 Rata-rata ( o C) 34.264 34.24 32.857 34.035 0.6 Standard deviasi 1.080 0.12 0.658 1.001 0.6 Coefficient of variance (%) 3.152 0.34 2.003 2.942 1.2 Minimum ( o C) 32.250 33.38 32.250 32.250 1.2 Maksimum ( o C) 35.427 34.42 35.075 34.988 1.2 Rata-rata ( o C) 33.693 33.97 33.349 33.069 1.2 Standard deviasi 0.859 0.35 1.166 0.635 1.2 Coefficient of variance (%) 2.549 1.05 3.496 1.921 1.6 Minimum ( o C) 32.250 32.83 32.250 32.250 1.6 Maksimum ( o C) 34.720 34.03 35.033 35.596 1.6 Rata-rata ( o C) 33.250 33.71 32.546 33.786 1.6 Standard deviasi 0.625 0.32 0.844 0.906 1.6 Coefficient of variance (%) 1.879 0.95 2.572 2.682 Rata-rata pada z=0,6; 1,2 dan 1,6 m 33.73 33.97 32.917 33.630

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres pada sapi perah adalah pemberian air minum dingin, penyemprotan angin dingin ke seluruh tubuh ternak (Shibata, 1996), modifikasi disain kandang, pemilihan bahan atap kandang, penambahan kecepatan angin melalui kipas dan pemberian shelter di sekitar kandang. Pemberian air minum dingin dapat meningkatkan produksi susu sapi Holstein sebesar 10,86% dari 22,1 kg pada air minum 28 o C menjadi 24,5 kg pada air minum 10 o C (Milam, et. al., 1986). Wilks et. al., (1990) melaporkan bahwa terjadi kenaikan produksi susu sapi Holstein sebesar 4,85% dari 24,7 kg pada air minum 27 o C menjadi 25,9 kg pada 10,6 o C. Qisthon (1999) melaporkan bahwa pemberian air minum pada suhu 10 o C dapat memperbaiki produktivitas sapi dara FH melalui pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan, meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan dibandingkan dengan pemberian air minum pada suhu 16, 22 dan 28 o C. Penyemprotan air dingin ke seluruh tubuh ternak dapat menurunkan suhu udara dalam kandang. Penurunan suhu udara sekitar kandang sebesar 5 o C dapat meningkatkan produksi susu sapi FH sebesar 10 kg/hari yaitu dari 35 kg/hari menjadi 45 kg/hari (Berman, 2005). Pemberian air minum dingin dan penyemprotan air dingin ke seluruh tubuh ternak akan meningkatkan RH dalam kandang sehingga diperlukan perhitungan dalam pemberiannya agar naiknya RH dalam kandang tetap memiliki nilai temperature humidity index (THI) yang lebih rendah sehingga tidak menyebabkan stres pada sapi. Pemilihan bahan atap kandang erat kaitannya dengan efektivitas bahan atap menghantarkan panas radiasi yang diterima ke dalam kandang agar radiasi yang sampai ke ternak rendah. Suhu udara dalam kandang yang atapnya terbuat dari asbes, seng dan rumbia (konduktivitas bahan 0,0001 kal/det o C) berturut-turut 26,5; 27,0 dan 26,4 o C (Gatenby & Martawijaya, 1986). Respons fisiologis sapi perah sangat baik terhadap bahan atap kandang rumbia dibandingkan dengan genteng dan seng. Respons fisiologis ini dapat dilihat dari suhu tubuh, suhu rectal, suhu kulit, denyut jantung dan frekuensi nafas yang lebih rendah pada sapi FH yang diberi atap rumbia dibandingkan dengan yang diberi atap seng atau genteng (Soemarto, 1995).

Pemberian kecepatan angin tertentu dapat mereduksi panas dalam kandang. Pemberian kecepatan angin melalui terowongan angin (wind tunnel) yang dibuat dalam kandang dapat menurunkan suhu (4,2 o C), menurunkan THI (6,0) dan meningkatkan RH (26%) dalam kandang (Smith et.al., 2005). Pemberian kecepatan angin sebesar 1,125 m/det pada siang hari (pukul 11:00 13:00 WIB) menyebabkan perubahan suhu rektal, suhu kulit, suhu tubuh dan frekuensi pernafasan pada sapi (Hadi, 1995). Pemberian shelter di sekitar kandang dapat menurunkan suhu udara lingkungan di sekitar kandang, mengurangi kecepatan angin yang masuk ke kandang, mengurangi semprotan air hujan dari sekitar kandang (Esmay, 1986)