BAB III SOLUSI BISNIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Gambar 4.1. Kerangka Pemecahan Masalah

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

4 BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA

BAB III SOLUSI BISNIS

Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi

DAFTAR PUSTAKA. Churchill, Gilbert A. & Dawn Iacobucci (2005) Marketing Research: Methodological Foundations, 9e, South Western, Ohio, USA.

5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III PERUMUSAN MASALAH

3 BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB III SOLUSI BISNIS. Untuk mendapatkan langkah pemecahan yang tepat dan tidak terlalu melebar

BAB III SOLUSI BISNIS

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

BAB III SOLUSI BISNIS. Pada prinsipnya penelitian dilakukan untuk menjawab masalah. Seperti yang telah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DAFTAR PUSTAKA. 1. Hisrich, Robert D Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN STUDI KASUS PT PAYA PINANG PENELITIAN PROYEK AKHIR. Oleh: MUFTI ARDIAN NIM :

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III PERUMUSAN MASALAH

REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

BAB IV PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT. BANK MANDIRI, Tbk. CABANG SURAPATI BANDUNG. Penelitian Proyek Akhir. Oleh: AULIA NURUL HUDA NIM:

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa hasil akhir yang didapat

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT BRANTAS ABIPRAYA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI THE BRITISH INSTITUTE BANDUNG

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

LAMPIRAN A. Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) ENTREPRENEURIAL ORIENTATION SURVEY

Oleh: Wartiyah 1), Daryono 1) ABSTRACT

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI. PT. BANK NEGARA INDONESIA, Tbk. CABANG ITB BANDUNG

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI RUMAH SAKIT MATA CICENDO PROYEK AKHIR. Oleh: MOHAMMAD BUCHORY KASTOMO NIM:

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANDUNG PROYEK AKHIR. Oleh: YULIANTO NIM:

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI JATIS MOBILE JAKARTA PROYEK AKHIR. Oleh: DESVIANA PRANATALIA NIM:

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah sesuatu yang akan kita ukur. Dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Yang menjadi

Resume Chapter 2: Charting a Company s Direction: Its Vision, Mission, Objectives, and Strategy

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia memberi pelajaran berharga tentang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4. Hasil dan Pembahasan. 4.1 Kondisi Impelementasi Manajemen Pengetahuan, Implementasi Manajemen Inovasi dan Kinerja Perguruan Tinggi Swasta

DAFTAR PUSTAKA. Fry, F.L. (1993) Entrepreneurship: A Planning Approach. Minneapolis: West Publishing Company.

Bab 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut

BAB III PERUMUSAN MASALAH

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tekanannya, sehingga perusahaan dituntut melakukan inovasi secara terus menerus

Perancangan dan Evaluasi Framework Arsitektur Pengelolaan Kompetensi Dosen

BAB I PENDAHULUAN. Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh manajer dan kepala bagian di

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum tentang UD. Ria Jaya

BAB 3 METODE PENELITIAN. asosiatif. Menurut Kusmayadi dan Endar Sugiarto dalam buku Prof. J. Supranto,

BAB IV ANALISIS DATA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ismail et.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan dalam dunia usaha semakin ketat, terlebih dengan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Bab 3 Kerangka Pemecahan Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Variabel independent (X) : Iklim Organisasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. masalah dalam penelitian. Melalui penelitian manusia dapat menggunakan

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS. Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah tipe penelitian yang bersifat

BAB I. Manajemen Strategi : - Tidak lagi terbatas bagi kalangan militer - Bukan hanya sekedar bagaimana merancang bentuk strategi yang efektif saja.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh media komunikasi pemasaran

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pendekatan objektif menganggap perilaku manusia disebabkan oleh kekuatan-kekuatan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendapatkan laba yang optimal agar perusahaan tersebut dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Utara No. 9A, Tol Tomang, Kebon Jeruk, Jakarta 11510

BAB I PENDAHULUAN. Memasukin era globalisasi merupakan suatu tahap yang harus dilalui oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. intrapreneurship sebagai kewirausahaan yang terjadi di dalam organisasi

Transkripsi:

BAB III SOLUSI BISNIS 3.1 Alternatif Solusi Bisnis 3.1.1 Pembatasan Solusi Bisnis Penelitian yang dilakukan dalam proyek akhir ini terbatas sampai dengan identifikasi dan usulan rencana implementasi dari solusi yang coba peneliti tawarkan, tidak dilanjutkan sampai tahap implementasi. Untuk itu diperlukan pembatasan masalah agar solusi yang diajukan bisa lebih terarah dan tidak meluas menjadi permasalahan yang kompleks. Pembatasan tersebut meliputi : 1. Penyebaran kuesioner dilakukan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung yang berkedudukan di jalan kanayakan no. 21 Bandung. 2. Penyebaran kuesioner dilakukan pada karyawan dan jajaran manajemen (direksi dan struktural) Politeknik Manufaktur Negeri Bandung. 3. Metode pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuisioner Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) dan Entrepreneurial Leadership Quistionnaire (ELQ), wawancara dan penelusuran pustaka. 4. Analisis dilakukan secara kuantitatif (analisis hasil survei EOS dan ELQ), dan kualitatif (lewat wawancara) yang difokuskan pada dua hal, yakni : (1) identifikasi dimensi-dimensi corporate entrepreneurship yang telah dilakukan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dan (2) pelaksanaan perilaku entrepreneurial yang sudah dilaksanakan (frekuensi) kemudian dibandingkan dengan tingkat kepentingan perilaku tersebut menurut karyawan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja organisasi. 3.1.2 Metodologi Solusi Bisnis Untuk menghasilkan solusi bisnis yang sistematis, diperlukan sebuah metodologi yang akan dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian yang berisi tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan. Tahapan penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi budaya organisasi di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dapat 25

dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1. Tahapan Metodologi Penelitian 3.1.2.1 Proses Identifikasi Masalah dan Rumusan Tujuan Penelitian Pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung, yakni pentingnya budaya organisasi Corporate Entrepreneurship. Corporate Entrepreneurship sangat sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung untuk tahun 2005-2014, yakni menjadikan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung sebagai organisasi yang berkarakter entrepreneurial. 3.1.2.2 Studi Pustaka Tahap studi pustaka dilakukan guna memperoleh landasan dan kerangka berpikir dari sumber-sumber data sehingga dapat mendukung penelitian ini. Studi pustaka yang 26

dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan teori, konsep dan metode pendekatan dalam menerapkan prinsip corporate entrepreneurship dalam suatu organisasi. 3.1.2.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data Tahap pengumpulan dan pengolahan data ditujukan untuk menghimpun data primer dan data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang dikumpulkan melalui kuesioner. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan, hasil wawancara dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data-data organisasi dan studi literatur. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah EOS dan ELQ. EOS digunakan untuk mengukur lingkungan entrepreneurial secara keseluruhan di suatu organisasi. Dalam EOS akan dipelajari dimensi-dimensi kunci dari corporate entrepreneurship. Sedangkan ELQ bertujuan untuk mempelajari perilaku entrepreneurial dari manajer dan top management organisasi. Kuesioner EOS dan ELQ disebarkan pada karyawan dan jajaran manajerial (pejabat direksi dan pejabat struktural) di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dengan jumlah responden yang terlibat dalam pengisian kuesioner ini adalah sebanyak 65 orang. 3.1.2.4 Analisis dan Interpretasi Hasil Analisis yang dilakukan dalam proyek akhir ini bertujuan untuk mengelompokkan data yang telah diolah kemudian dikorelasikan dengan permasalahan yang dibahas. Dari hasil analisis yang dilakukan akan dapat diketahui dimensi entrepreneurship yang mendominasi dan masih kurang di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung. Penelitian ini juga ditujukan untuk menganalisis perilaku dari jajaran manajemen Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dalam melaksanakan hal-hal yang bersifat entrepreneurial. 27

3.1.2.5 Kesimpulan dan Saran Pada tahap akhir penelitian, dibuat suatu kesimpulan yang berkaitan dengan pelaksanaan budaya entrepreneurship di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung. Setelah itu dibuat suatu rekomendasi yang ditujukan untuk memperbaiki dimensidimensi dalam corporate entrepreneurship yang masih memiliki nilai rendah. 3.1.3 Tinjauan Pustaka 3.1.3.1 Budaya Perusahaan Dalam pengertian luas, budaya perusahaan di artikan sebagai bagaimana sesuatu hal dilakukan dalam sebuah organisasi (schein, 1999). Dalam hal ini budaya perusahaan mengandung pengertian sebagai seperangkat kepercayaan (belief) dan nilai (value) yang dianut oleh sebuah organisasi dan ditetapkan oleh manajemen puncak yang menjadi landasan bagi elemen-elemen dalam organisasi tersebut untuk berprilaku dan bertindak (Adonisi, 2003). 3.1.3.2 Corporate Entrepreneurship Dalam Perubahan lingkungan yang demikian drastis, setiap organisasi termasuk lembaga pendidikan dituntut untuk mampu menyikapi setiap perubahan tersebut. Bahkan, perubahan tersebut semakin besar dan semakin kompleks. Dalam bukunya Lead Like an Entrepreneur, Thornberry (2006) menggambarkan perubahan tersebut seperti pada Gambar 3.2. Derajat perubahan Lingkungan Tetap dan stabil Berubah perlahan, dapat ditebak, trend terlihat nyata Tingkat perubahan yang semakin cepat, sebagian masih bisa ditebak, trend yang tidak terlihat mulai tampak Perubahan semakin cepat, sedikit yang bisa ditebak, banyak kejutan Kacau dan tidak bisa ditebak Gambar 3.2. Derajat perubahan linkungan (Thornberry, 2006) 28

Kegagalan yang dialami oleh organisasi seringkali disebabkan karena kurangnya kemampuan organisasi dalam mengantisipasi perubahan seperti yang digambarkan diatas. Gagal mengaitkan perubahan dengan strategi bisnis, menganggap bahwa perubahan tersebut hanya sesaat, dan kurangnya komitmen untuk melakukan perubahan merupakan faktor utama penyebab kegagalan. Agar dapat memenangkan kompetisi dan untuk dapat sukses dalam mengimplementasikan perubahan tersebut, organisasi harus memiliki budaya yang tepat dan kuat yang dapat mendukung dan sesuai dengan strategi pengelolaan bisnis. Untuk bisa mengantisipasi perubahan-perubahan diatas maka setiap organisasi harus memiliki sustainable competitive advantage. Akan tetapi diera dimana competitive advantage ini semakin mudah menjadi strategi yang generik karena mudah ditiru oleh kompetitor, maka competitive advantage ini tidak lagi hanya cukup dengan menurunkan biaya, meningkatkan kualitas, atau pelayanan yang lebih baik saja. Selain masalah QCD (Quality, Cost, Delivery), ada hal-hal lain yang diperlukan untuk bisa mencapai sustainable competitive advantage. Hal-hal tersebut adalah : Adaptability, Flexibility, Speed, Aggressiveness, Innovativeness. Konsep yang bisa merangkum kelima hal tersebut adalah konsep entrepreneurship dalam organisasi yang dikenal dengan istilah corporate entrepreneurship atau intrapreneurship. Masih dalam buku yang sama, Lead Like an Entrepreneur, Thornberry (2006) mengungkapkan bahwa konsep corporate entrepreneurship dan pengembangan entrepreneurial leader ke dalam organisasi besar baru diperkenalkan ke dalam dunia bisnis pada tahun 1985, ketika Gifford Pinchot menulis sebuah buku yang dengan judul Intrapreneurship. Intrapreneurship ini secara luas diartikan sebagai suatu usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan (entrepreneurship) yang berasal dari organisasi baru di dalam organisasi yang telah ada, baik itu organisasi menengah maupun organisasi besar. Beberapa konsep yang dikembangkan berkaitan dengan definisi corporate entrepreneurship adalah : (1) Hisrich dan Peters (2004) mendefinisikan intrapreneurship sebagai usaha dari organisasi untuk menyempurnakan proses kerja yang ada guna meningkatkan profit organisasi, (2) Zahra mendifinisikan corporate entrepreneurship sebagai aktivitas formal maupun informal yang ditujukkan untuk menciptakan bisnis baru dalam 29

organisasi yang telah ada melalui penciptaan produk dan proses inovasi dan pengembangan pasar (Adonisi, 2003). Konsep intrapreneurship mulai menjadi alternatif solusi yang dipikirkan oleh organisasi-organisasi besar pada akhir tahun 1990-an. Organisasi-organisasi ini merasa bahwa salah satu usaha untuk bisa tetap competitive adalah dengan jalan menghidupkan kembali jiwa kewirausahaan ke dalam organisasi mereka. Organisasi menginginkan para manajer untuk lebih entrepreneurial sebagai pemimpin dan organisasi menjadi lebih entrepreneurial sebagai suatu kesatuan. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa ketika organisasi-organisasi ini berkembang menjadi sebuah organisasi yang besar, organisasi sering menjadi tidak fleksibel dan terlalu birokratis. Dalam organisasi besar seperti ini biasanya jiwa entrepreneurial akan menghilang diikuti menghilangnya pula kemampuan untuk menumbuhkan suatu ide menjadi produk nyata atau jasa yang diperlukan oleh konsumen. Ketidakmampuan suatu organisasi untuk menyediakan produk atau jasa yang diinginkan oleh konsumen akan mengakibatkan organisasi kekurangan penunjang bagi pertumbuhan yang menguntungkan. Dalam bukunya yang berjudul entrepreneurship, Hisrich dan Peters (2004) menyatakan bahwa untuk bisa menghasilkan organisasi yang memiliki budaya intrapreneurship, maka diperlukani dua hal utama, yakni lingkungan intrapreneur (intrapreneurial environment) dan karakteristik kepemimpinan (leadership characteristics). Lingkungan intrapreneur hanya dapat dicapai melalui pendekatan budaya organisasi yang berfokus pada opportunity sedangkan karakteristik kepemimpinan yang berjiwa intrapreneurial berkaitan dengan kompetensi sumber daya manusia. Untuk lebih memahami konsep corporate entrepreneurship lebih menyeluruh, dapat dilakukan melalui pendekatan yang membagi corporate entrepreneurship dalam empat perspective yang berbeda (Christensen, 2004). Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3. 30

Corporate Entrepreneurship Independent New Business Corporate Venturing Internal Resources Internationalisation External Networks Gambar 3.3. Hubungan Antara Tiap Perspective Dalam Corporate Entrepreneurship (Christensen, 2004) Keempat perspective tersebut menggambarkan daerah-daerah dimana organisasi dapat melakukan suatu usaha untuk bisa lebih inovatif. Corporate venturing bisa diartikan sebagai usaha untuk memberikan ruang dan akses yang dibutuhkan (sumber daya) untuk orang-orang yang memiliki jiwa intrapreneurial. Alasan utama didirikannya corporate venture adalah untuk mengisolasi dan mengembangkan ide-ide inovasi yang disebabkan karena hambatan birokrasi yang kaku tidak bisa dikembangkan menjadi produk yang kreatif. Perspective lainnya yang berkaitan dengan corporate entrepreneurship adalah internal resources. Seringkali organisasi yang terjebak dengan kebesaran dan kesuksesan usahanya, tidak menyadari adanya internal resources yang belum digunakan secara maksimal. Internal resources ini bisa berupa pengetahuan, pengalaman, kompetensi dari karyawan yang tidak bisa dengan mudah ditransfer menjadi inovasi produk karena hambatan birokrasi. Dalam era globalisasi dimana batas-batas antar negara menjadi semakin borderless, maka penggalian ide terhadap opportunity yang bersifat global/internationalisation bisa menjadi competitive advantage dari organisasi. Memasuki pasar internasional bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan orang-orang yang memiliki risk taking yang tinggi. Tidak ada satupun pihak yang menyangsikan peran networking dalam pengembangan bisnis. Dari sudut pandang corporate entrepreneurship, networking ini sangat berguna terutama untuk organisasi besar agar tetap bisa fleksibel. Dengan membentuk kerjasama dengan organisasi yang lebih kecil, fleksibilitas mereka bisa tetap dipertahankan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.4. 31

Corporate Entrepreneurship Independent New Business Corporate Venturing Internal Resources Internationalisation External Networks Birth of New Business within Existing Companies Strategic Renewal Changing Rules of Competition on the Market Gambar 3.4. Framework untuk corporate entrepreneurship (Christensen, 2004) Pada akhirnya, keempat perspective diatas akan menghasilkan sebuah kerangka (framework) bagi pengembangan corporate entrepreneurship. Hasil (outcomes) yang bisa didapatkan dengan pertimbangan terhadap keempat perspective diatas adalah terbentuknya bisnis baru dalam organisasi yang telah ada (birth of new business within existing company)atau melahirkan strategi baru (strategic renewal). Menurut Hisrich dan Peters (2004), karakteristik lingkungan intrapreneur yang baik meliputi beberapa hal, yaitu Organization operates on frontier of technology and new idea encouraged. Penggunaan teknologi modern dan dukungan terhadap ide-ide baru yang berbasis pada opportunity untuk bisa menghasilkan inovasi-inovasi produk merupakan kunci sukses bagi organisasi. Trial and error encouraged and failures allowed. Seringkali organisasi tidak mendukung usaha-usaha yang berkaitan dengan trial and error untuk menghasilkan produk atau jasa baru. Kadang proses ini memerlukan waktu yang lama dan bukan tidak mungkin beberapa produk gagal 32

dalam prosesnya. Dalam hal ini diperlukan komitmen dari organisasi untuk dapat menerima kegagalan ini sebagai proses pembelajaran dalam pengembangan produk yang inovatif. No opportunity parameters Karyawan diberikan kebebasan untuk menuangkan kreativitas mereka dalam pengembangan produk baru. Dalam hal ini organisasi harus memberikan saluran yang benar agar karyawan bisa menuangkan kreativitas mereka. Seringkali terjadi di sebuah organisasi, karyawan diberikan kebebasan untuk menggali peluangpeluang yang ada tapi tidak disertai dengan adanya saluran yang dapat menampung dan memeri kesempatan agar peluang ini bisa ditelurkan menjadi bisnis atau produk baru. Resources available and accessible Salah satu masalah mendasar dari organisasi yang ingin menjadi organisasi yang berkarakter entrepreneurial adalah masalah komitmen organisasi terhadap ketersediaan sumber daya. Sumber daya diperlukan guna pencapaian kesuksesan corporate entrepreneurship. Multidiscipline teamwork approach and long time horizon Adalah mustahil untuk bisa menghasilkan suatu inovasi hanya dari satu latar belakang keilmuan saja. Dibutuhkan kolaborasi antar berbagai disiplin ilmu. Untuk itu kerjasama tim menjadi keharusan yang tidak bisa dihindari. Untuk bisa menghasilkan outcomes dari kegiatan entrepreneurial dibutuhkan waktu yang kadang tidak sebentar. Volunteer program Sebaiknya organisasi bisa menstimulasi ide pengembangan produk baru melalui program-program yang sesuai terhadap pengembangan produk baru. Appropriate reward system Usaha untuk menumbuhkan karakter entrepreneurial dalam organisasi harus disertai dengan sistem penghargaan yang sesuai. Sistem penghargaan bisa disesuaikan dengan tingkat pencapaian karyawan terhadap target yang telah ditetapkan. Sponsors and champions available Seperti telah diuraikan sebelumnya, dukungan dari organisasi terhadap keberhasilan pelaksanaan kegiatan entrepreneurial akan menjadi faktor penentu. 33

Support of top management Top managemen sebagai pengambil kebijakan memegang peranan terpenting dalam mensukseskan ide terhadap pengembangan produk-produk baru. Alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur budaya entrepreneurial sebuah organisasi adalah melalui survei yang dinamakan EOS (Entrepreneurial Orientation Survey). Di dalam alat ukur EOS yang dikembangkan oleh Thornberry (2006), dimensi-dimensi kunci intrapreneurial dalam organisasi digolongkan menjadi sepuluh dimensi, yaitu: 1. Umum; menggambarkan karakter entrepreneurial yang dimiliki organisasi secara umum. 2. Rencana strategi; menggambarkan budaya organisasi yang berkaitan dengan upaya perencanaan strategi organisasi apakah sudah rencana strategis yang dibuat sudah berdasarkan peluang-peluang baik yang ada dalam internal organisasi atau eksternal. 3. Antar fungsi/antar departemen; menggambarkan sejauh mana hubungan antar departemen dalam organisasi berjalan. 4. Dukungan terhadap ide-ide baru; menggambarkan komitmen organisasi terhadap tumbuhnya ide-ide baru yang dapat mendukung karakter entrepreneurial organisasi. 5. Intelijen pasar; menggambarkan kemampuan organisasi dalam membaca dan memprediksi trend dan berhubungan dengan pasar. 6. Pengambilan risiko; menggambarkan komitmen organisasi untuk mendukung karyawannya dalam mengambil risiko yang sangat penting untuk dapat menangkap peluang yang ada di pasar dan menjadikan peluang tersebut menjadi ide-ide produk baru. 7. Kecepatan; menggambarkan mobilitas organisasi dalam mengidentifikasi dan menangkap peluang menjadi produk-produk yang inovatif. 8. Fleksibilitas; menggambarkan kelenturan organisasi dalam bertindak dan mengambil keputusan. 9. Fokus; menggambarkan perilaku organisasi dalam hubungannya dengan kompetensi mereka dalam melaksanakan kegiatan dan rencana organisasi. 34

10. Orientasi masa depan; menggambarkan perilaku organisasi dalam memandang masa depan organisasi berkaitan dengan perilaku entreprenurial. Berkaitan dengan tipe entrepreneurial leadership dalam sebuah organisasi, Thornberry (2006), menggolongkan tipe entrepreneurial leadership ini ke dalam dua kelompok besar, yakni berdasarkan perannya di dalam organisasi, dan berdasarkan fokusnya didalam organisasi. Pengelompokaan ini kemudian dibuat matriks untuk mempermudah dalam mengkarakteristikannya. Matriks tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.5. Gambar 3.5. Karakteristik Kepimimpinan Entrepreneurial (Thornberry, 2006) Aktivis adalah tipe motor penggerak sekaligus pelaksana dalam hal value creation bagi organisasi. Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang mampu mengidentifikasi, mengembangkan dan menangkap peluang untuk bisa menghasilkan value creation bagi organisasi. Mereka bisa mengidentifikasi rintangan-rintangan yang ada dalam organisasi untuk kemudian akan berusaha meyakinkan semua orang bahwa rintangan tersebut adalah penghambat bagi kemajuan organisasi. mereka adalah orang-orang yang keras kepala dalam pengertian positif dan pada umumnya mereka mempunyai kemampuan untuk meyakinkan jajaran managemen untuk bisa mendukung ide mereka. Berdasarkan fokusnya dalam menghasilkan value creation, activis dikelompokkan 35

menjadi dua yakni miners yang berfokus pada internal organisasi dan explorers yang berfokus pada eksternal organisasi. 1. Tipe miners, yakni orang-orang yang melakukan penataan ulang aset yang dimiliki organisasi dalam rangka menciptakan value propositions yang baru bagi konsumen. Mereka akan merasa senang bisa melakukan sesuatu yang lebih dari apa yang orang lain anggap kurang (doing more with less) untuk membuktikan kelebihan mereka. 2. Tipe explorers, terlibat langsung dengan value-creating activity yang bertujuan untuk mengembangkan pasar baru, produk dan layanan baru atau keduanya. Risiko yang diemban mereka sangat besar karena mereka langsung berhubungan dengan pasar. Mereka bisa mengidentifikasi peluang bisnis baru bagi organisasi baik yang sifatnya penciptaan produk terobosan (breakthrought product) atau modifikasi dari produk-produk yang ada. Dalam struktur organisasi, umumnya explorers banyak ditemukan di departemen/divisi yang berhubungan langsung dengan konsumen/pasar seperti divisi marketing dan business development. Katalis adalah tipe yang mendorong orang lain di dalam organisasi untuk berinovasi dalam hal value creation bagi organisasi. Mereka akan berusaha untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi terciptanya lingkungan entrepreneurial untuk orang lain dalam organisasi. Berdasarkan fokusnya, tipe katalis dibagi menjadi dua yaitu : (1) accelerators yang mendorong orang lain untuk berfokus pada internal organisasi dan integrators yang mendorong orang lain berfokus pada eksternal organisasi. 1. Tipe accelerators biasanya memimpin suatu unit, divisi atau anak organisasi. Mereka akan melakukan berbagai cara agar bisa memotivasi karyawannya untuk lebih inovatif dan berlaku entrepreneurial. Mereka akan merasa senang jika karyawan mereka mendebat mereka dalam hal melakukan suatu cara yang mereka pikir lebih baik. Biasanya tipe ini akan mendukung karyawannya dalam mengambil risiko dan merealisasikan ide-ide mereka apabila ide tersebut dirasa akan memberi nilai tambah pada organisasi. Mereka juga tidak akan menghukum karyawannya apabila mereka membuat kesalahan karena percaya bahwa kesalahan merupakan proses pembelajaran. Mereka terfokus pada penciptaan nilai nilai kemanusiaan (human values) dan perilaku (behaviours) yang pada akhirnya bisa mendorong pada penciptaan nilai-nilai ekonomis (economic value). 36

2. Tipe integrators biasanya dalam struktur organisasi berada ditingkat senior level management. Mereka memiliki kemampuan untuk menciptakan organisasi yang bersifat entrepreneurial. Integrators biasanya tidak hanya menciptakan strategi entrepreneurial dalam organisasi tetapi juga membangun sumber daya manusia, struktur, proses dan budaya yang menunjang strategi tersebut dan menjaga agar karakter entrepreneurial dalam organisasi tetap hidup. Mereka adalah orangorang yang cenderung sistematik. Mereka merasa bahwa semangat entrepreneurial atau strategi inovasi saja tidak akan cukup jika tidak didukung oleh elemen-elemen lain dalam organisasi. 3.2 Analisis Solusi Bisnis Dalam penelitian ini, digunakan kuisioner (EOS dan ELQ) sebagai instrumen analisis. Alat ukur EOS dan ELQ merupakan suatu alat ukur yang telah diuji realibilitas dan validitasnya serta sering digunakan untuk mengukur dimensi-dimensi Corporate Entrepreneurship di berbagai organisasi besar (Thornberry, 2006). Pengujian alat ukur EOS juga dilakukan dengan menggunakan hasil pengolahan data yang telah dilakukan oleh angkatan 33 MBA ITB. Data-data diperoleh dari hasil survei di beberapa perusahaan di Indonesia. 3.2.1 Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah tiap variabel pertanyaan memiliki hubungan yang erat dengan skor total. Suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang semestinya diukur atau mampu mengukur apa yang ingin dicari secara tepat (Umar, 1999). Jika kuisioner digunakan sebagai instrumen, maka kuesioner tersebut harus dapat mengukur apa yang ingin diukurnya. Valid tidaknya suatu instrumen dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya pada taraf signifikan 5%, item-item yang tidak berkorelasi secara signifikan dinyatakan gugur. 3.2.2 Uji Reliabilitas 37

Reliabilitas adalah indeks yang menggambarkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun, 1995). Metode yang bisa digunakan untuk mengukur reabilitas suatu instrumen pengujian adalah dengan Koefisien Cronbach s Alpha. Koefisien Cronbach s Alpha merupakan koefisien reliabilitas yang paling umum digunakan karena koefisien ini menggambarkan variasi secara lengkap dari item-item sehingga dapat mengevaluasi konsistensi internal. Koefisien Cronbach s Alpha (Cronbach, 1979) ditunjukkan dengan rumus: α = k. r 1 ( k 1) r Dimana: α = koefisien reliabilitas Cronbach s Alpha k = jumlah variabel manifes yang membentuk variabel lain r = rata-rata korelasi antar variabel manifest Adapun hasil yang diperoleh dari pengujian validitas dan keandalan menurut Guilford dalam Nurhayati (2002) dapat diklasifikasikan seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Klasifikasi Nilai Koefisien Keandalan Nilai Koefisien Tingkat korelasi < 0,2 Tidak ada 0,2 0,4 Rendah 0,4 - < 0,7 Sedang 0,7 - < 0,9 Tinggi 0,9 - < 1 Tinggi Sekali 1 Sempurna Setelah melalui proses uji validasi dan reliabilitas, maka pertanyaan-pertanyaan tersisa dianalisis. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.2. 38

No Tabel 3.2. Nilai Cronbach s Alpha Variabel-Variabel EOS Nama Variabel Jumlah Item Cronbach s Alpha (skala 0-1) 1 General 5 0,774 2 Rencana Strategi 5 0,806 3 Cross Functionality 5 0,746 4 New Idea 5 0,742 5 Market Intelligence 5 0,801 6 Risk Taking 6 0,835 7 Fleksibilitas 5 0,800 8 Speed 4 0,798 9 Focus 6 0,812 10 Future 5 0,805 11 My Company 4 0,784 12 Orientasi Individu 9 0,828 (Sumber: hasil pengolahan data oleh angkatan 33 MBA ITB, 2007) Seperti terlihat dalam tabel di atas, nilai Cronbach Alpha pada varibel-variable EOS memiliki rentang tinggi. Hal ini menyatakan bahwa variabel EOS cukup reliable dan dapat digunakan untuk penelitian. 3.2.3 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) bertujuan untuk mengukur orientasi entrpreneurial secara keseluruhan di suatu organisasi. Ada beberapa faktor penting yang dapat membedakan organisasi yang berorientasi entrepreneurial dan tidak. Dimensi-dimensi kunci yang digunakan dalam EOS adalah: penilaian organisasi secara umum, strategic planning, cross-functionality, dukungan terhadap ide baru, intelijen pasar, keberanian untuk mengambil risiko, kecepatan dalam menangani masalah, fleksibilitas, fokus, orientasi pada masa depan dan orientasi individu. 39

Penilaian terhadap budaya organisasi dilakukan dengan menggunakan dua survei yaitu EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) dan ELQ (Entrepreneurial Leadership Questionnaire). EOS bertujuan untuk mengukur orientasi entrepreneurial secara keseluruhan di suatu organisasi. Sedangkan ELQ bertujuan untuk mempelajari perilaku entrepreneurial dari manajer organisasi yang akan membentuk budaya organisasi. Dengan menggunakan skala Likert lima poin (1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = setuju, dan 5 = sangat setuju), maka konversi ke dalam rentang persepsinya adalah seperti pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Rentang Persepsi EOS Persepsi Rentang Sangat tidak setuju 1.0-1.8 Tidak setuju 1.8-2.6 Ragu-ragu 2.6-3.4 Setuju 3.4-4.2 Sangat setuju 4.2-5.0 Hasil EOS yang dilakukan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung ditunjukkan pada Gambar 3.6 dan Tabel 3.4. Orientasi Individu Masa Depan Fokus Fleksibilitas 4.2 3.4 2.362.6 2.70 1.8 3.07 1.0 2.82 Umum 5.0 2.91 2.73 2.98 2.51 Rencana Strategi 2.93 3.25 3.06 Cross Functionality Dukungan Intelijen Pasar Kecepatan Risiko Gambar 3.6. Karakteristik Budaya Politeknik Manufaktur Negeri Bandung 40

Tabel 3.4. Hasil Perhitungan EOS Kategori Nilai Rata-Rata Umum 2.73 Rencana Strategi 2.98 Cross Functionality 3.25 Dukungan 3.06 Intelijen Pasar 2.93 Risiko 2.51 Kecepatan 2.91 Fleksibilitas 2.82 Fokus 3.07 Masa Depan 2.70 Orientasi Individu 2.36 Kondisi Organisasi 3.27 Tentang Saya 3.55 Secara umum penilaian terhadap orientasi entrepreneurial di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung ternyata kurang memadai, ditunjukkan dengan kisaran angka antara 2,36 s.d. 3,55 (dalam skala 5). Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan budaya Intrapreneurship di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung masih harus ditingkatkan terutama pada dimensi-dimensi yang memiliki nilai rendah. Dimensi dengan nilai terendah di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung adalah Orientasi Individu, dengan nilai 2,36. Dimensi ini secara umum menggambarkan karakteristik entrepreneurship para karyawan di dalam organisasi. Untuk lebih detail mengetahui komponen-komponen dalam item-item diatas dapat dilihat pada penjelasan hasil analisis item-item pertanyaan yang sudah melewati tahap uji validitas dan realibilitas pada sub bab berikutnya 3.2.3.1 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS mengenai Kondisi Organisasi secara Umum Pada dimensi kondisi organisasi secara umum dilihat dari sisi corporate entrepreneurship, responden diminta menilai organisasinya dari cara pengendalian anggaran pada organisasi tersebut, pemberian reward bagi siapa pun yang melakukan cost cutting, penyediaan dana untuk peluang bisnis baru, dan bagaimanakah tahapan persetujuan dalam mendapatkan dana investasi di luar anggaran. 41

Penilaian terhadap kondisi organisasi secara umum menunjukkan dukungan organisasi terhadap sifat-sifat corporate entrepreneurship. Nilai rata-rata dari penilaian ini adalah 2,73 (dalam skala 5). Nilai ini berarti bahwa dukungan organisasi terhadap corporate entrepreneurship kurang memadai dan harus lebih ditingkatkan. Nilai rata-rata dari tiap komponen/pertanyaan yang diajukan dalam dimensi ini dapat dilihat dalam Tabel 3.5. Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Kondisi Organisasi Secara Umum No Item Mean 1 Menekankan pengendalian anggaran secara ketat 1.92 2 Memberikan reward bagi seorang manajer yang melakukan cost cutting 3.09 3 Menyediakan dana untuk peluang bisnis baru 3.25 4 Menyediakan dana untuk ide-ide yang benar-benar bagus 3.26 5 Membutuhkan banyak tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran 2.14 Tabel diatas menunjukkan bahwa elemen budaya organisasi yang sangat mempengaruhi organisasi dapat dilihat dari nilai mean terbesar pada item pernyataan tentang umum yaitu terdapat pada butir pertanyaan 3 (menyediakan dana untuk peluang bisnis baru) dan 4 (Menyediakan dana untuk ide-ide yang benar-benar bagus).berdasarkan hasil wawancara di peroleh pernyataan bahwa rencana anggaran di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung berisikan rencana anggaran dari tiap jurusan/program studi secara terinci untuk satu tahun anggaran. Namun dari wawancara juga diperoleh bahwa apabila terdapat rencana tambahan yang sifatnya mendadak dan dirasa kegiatan tersebut harus dilaksanakan untuk merespon pasar maka hal tersebut dapat diusulkan ke management. Konsep birokrasi dan peraturan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dibuat untuk meminimalkan pelanggaran dan meningkatkan kedisiplinan para karyawan, namun Politeknik Manufaktur Negeri Bandung juga mempunyai tingkat toleransi yang cukup tinggi. Hal tersebut dilakukan karena pada prakteknya ada beberapa proyek yang perlu didanai dan proyek ini terjadi di luar anggaran yang telah 42

ditetapkan. Untuk bisa tetap memenuhi proyek-proyek yang sifatnya accidental seperti ini, maka Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menyedakan pos anggaran lain-lain yang besarannya bisa mencapai 10%. Karyawan memiliki kesempatan untuk mengajukan ide-ide baru melalui prosedur tertentu. Tetapi prosedur untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran membutuhkan banyak tahapan persetujuan dan birokrasi yang berbelit-belit, ditunjukkan dengan nilai yang rendah pada variabel ini, yaitu 2,14. Banyaknya tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran yang harus dilalui oleh karyawan dan birokrasi yang berbelit-belit mempengaruhi fleksibilitas dan kecepatan dari Politeknik Manufaktur Negeri Bandung baik itu untuk menyelesaikan masalah ataupun untuk usaha-usaha merealisasikan ide yang berhubungan dengan peningkatan nilai bagi organisasi. 3.2.3.2 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Rencana Strategi Dimensi rencana strategis menggambarkan budaya organisasi dalam hal perencanaan strategi organisasi, apakah sebuah organisasi sudah memiliki ciri-ciri sebagai organisasi yang berjiwa entreprenurial atau belum. Penilaian terhadap rencana strategi Politeknik Manufaktur Negeri Bandung belum memadai, hal ini ditunjukkan oleh nilai EOS yang rendah yaitu 2,98 (dalam skala 5). Pada umumnya rencana strategi ini ditentukan oleh pihak manajemen dan seharusnya dapat dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dengan baik. Responden diminta untuk menilai organisasi mengenai rencana strategi dengan menggunakan pertanyaan seperti yang tertera dalam Tabel 3.6. Tabel 3.6. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Rencana Strategi No Item Mean 1 Menggunakan proses perencanaan strategi yang formal 2.23 2 Membiarkan strategi tumbuh dan mungkin berubah mengikuti tren pasar 3.31 3 Mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana dan anggaran tahunan 2.03 4 Tidak mempunyai rencana strategi yang jelas 3.51 5 Sangat bergantung pada konsultan di luar organisasi untuk membuat strategi 3.82 43

Dari tabel diatas, bisa disimpulkan bahwa Politeknik Manufaktur Negeri Bandung telah memiliki rencana strategi yang jelas (nilai 3,51) tetapi dilevel penerapannya masih kaku. Dari hasil survei terlihat bahwa organisasi kurang bisa membiarkan strategi tumbuh dan berubah mengikuti trend pasar. Hasil survey pada variabel ini memiliki nilai yang kurang memadai yaitu 3,31. Nilai ini harus lebih ditingkatkan mengingat persaingan semakin ketat. Salah satu kegagalan yang sering dihadapi oleh organisasi untuk menghadapi perubahan-perubahan dalam lingkungan global maupun regional disebabkan oleh kegagalan organisasi/organisasi untuk menyesuaikan strateginya dengan kondisi yang dihadapinya. Penilaian EOS pada dimensi rencana strategis item 1 (satu) dan 3 (tiga) menunjukkan bahwa organisasi masih menggunakan proses perencanaan strategi yang sangat formal (nilai 2,23) dan mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan dan bersifat kaku (nilai 2,03). Nilai-nilai yang rendah pada dimensi ini harus lebih ditingkatkan agar organisasi dapat lebih bisa menyesuaikan diri terhadap perkembangan bisnis yang dinamis. Dalam hal ketergantungannya terhadap konsultan, hasil survei menunjukkan bahwa Politeknik Manufaktur Negeri Bandung merupakan suatu unit yang mandiri dan tidak memiliki ketergantungan pada pihak luar (nilai 3,82). 3.2.3.3 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Cross Functionality Nilai Mean keseluruhan untuk variable Cross Functionality adalah 3,25 dari skala 1-5. Nilai ini harus dipertahankan atau bahkan lebih ditingkatkan. Dimensi ini menggambarkan hubungan antar fungsi atau antar departemen dalam organisasi. Kerjasama, bertukar informasi dan pengetahuan antar divisi dapat meningkatkan pengetahuan karyawan, menunjang serta mempercepat pengembangan ide baru. Responden diminta untuk menilai organisasi dalam hal Cross Functionality dengan menggunakan lima pertanyaan seperti pada Tabel 3.7. 44

Tabel 3.7. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Cross Functionality No Item Mean 1 Memiliki sedikit hambatan untuk kerjasama antar departemen /fungsi 3.23 Mempunyai departemen-departemen yang mau membagi ide dan 2 informasi satu dengan yang lain 3.38 3 4 5 Mendorong kegiatan diskusi antar departemen/antar fungsi dan pemecahan masalah 3.51 Secara formal memberikan penghargaan terhadap kerjasama antar departemen/fungsi 2.88 Merotasi karyawan pada fungsi-fungsi yang berbeda sebagai bagian dari proses formal pengembangan SDM 3.26 Nilai tertinggi pada dimensi Cross Functionality pada item nomor 2 (Mempunyai departemen-departemen yang mau membagi ide dan informasi satu dengan yang lain) nilai 3,38 dan item nomor 3 (Mendorong kegiatan diskusi 3,51 antar departemen/antar fungsi dan pemecahan masalah) nilai 3,51. nilai ini menunjukan bahwa organisasi mendukung dan mendorong kegiatan diskusi antar departemen dalam upaya pemecahan masalah. Tetapi dukungan tersebut tidak diikuti oleh pemberian penghargaan terhadap kerjasama antar departemen secara formal, ditunjukkan oleh nilai yang kurang memadai yaitu 2,88. Hal ini dapat menurunkan motivasi karyawan untuk bekerjasama, berbagi informasi, dan pengetahuan antar divisi sehingga untuk jangka panjang akan mempengaruhi organisasi dalam hal kecepatan (speed) pada pengembangan ide baru. 3.2.3.4 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Dukungan Terhadap Ide Baru Dukungan terhadap ide-ide baru di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menunjukkan nilai yang rendah, yaitu 3.06, sehingga harus lebih ditingkatkan. Dimensi ini berkaitan dengan entrepreneurial leadership yang ada di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung. Tidak adanya dukungan dari manajemen terhadap tumbuhnya ide-ide baru akan menghambat sifat-sifat entrepreneurial. Pada dimensi ini responden diminta menilai mengenai dukungan organisasi terhadap karyawannya dalam mengeluarkan ide-ide baru. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat dilihat pada tabel 3.8. 45

Tabel 3.8. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Dukungan terhadap Ide-Ide Baru No Item Mean 1 2 3 4 5 Secara umum, manajemen mendukung kita untuk memikirkan cara-cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu 3.31 Ada satu fungsi penting di dalam organisasi, yang tanggung jawab utamanya adalah untuk inovasi dan pengembangan bisnis baru 3.63 Kami memiliki sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung ide-ide karyawan. 2.85 Organisasi segan mempertanyakan/mengubah cara-cara lama yang sudah ada didalam organisasi dalam menghadapi sesuatu. 2.49 Kami sering bertemu secara informal untuk mendiskusikan ide bisnis baru. 3.02 Politeknik Manufaktur Negeri Bandung telah memiliki satu divisi/fungsi tertentu yang tanggung jawab utamanya adalah untuk inovasi dan pengembangan bisnis baru (nilai 3,63). Managemen memberikan dukungan yang cukup baik pada karyawan untuk memikirkan cara-cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu (nilai 3,31). Tetapi dukungan ini tidak disertai dengan sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung ide-ide baru (nilai 2,85) dan kurangnya pertemuan informal untuk mendiskusikan ide bisnis baru (nilai 3,02). Organisasi juga dinilai terlalu segan untuk mempertanyakan/mengubah cara-cara lama yang sudah ada didalam organisasi dalam menghadapi sesuatu (nilai 2,49). Dalam hal ini organisasi sebaiknya lebih terbuka dalam mengubah cara lama sehingga dapat lebih lincah dalam mengikuti perubahan yang terjadi. 3.2.3.5 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Intelijen Pasar Dimensi ini menggambarkan kemampuan organisasi dalam membaca pasar. Kemampuan organisasi untuk membaca trend yang ada di pasar masih rendah, terlihat dari nilai Intelijen Pasar yang rendah yaitu 2,93 (dalam skala 5). Nilai rata-rata dari tiap komponen/pertanyaan yang diajukan dalam dimensi ini dapat dilihat dalam Tabel 3.9. 46

Tabel 3.9. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Market intelligence No Item Mean 1 Konsumen adalah raja bagi organisasi kami. 3.83 Kecuali kamu berada di divisi pemasaran atau penjualan, dorongan 2 untuk bertemu konsumen sangat kurang. 2.88 3 4 5 Organisasi secara rutin melakukan survey kepuasan konsumen dan menyebarkan hasilnya secara internal untuk semua pihak dalam organisasi. 2.74 Manajemen puncak jarang sekali mengunjungi konsumen secara langsung. 2.54 Sebagian besar karyawan mengetahui siapa pesaing utama dan bagaimana cara mengahadapinya. 2.66 Item dengan nilai tertinggi dari dimensi Market Intelligence adalah konsumen dianggap raja bagi organisasi (3,83). Konsumen Politeknik Manufaktur Negeri Bandung disini bisa berarti mahasiswa maupun kalangan industri yang menggunakan produk yang dibuat oleh Politeknik Manufaktur Negeri Bandung. Anggapan bahwa konsumen adalah raja membuat organisasi selalu memperhatikan kebutuhan konsumen dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Beberapa hal yang harus ditingkatkan dalam dimensi ini adalah dorongan terhadap karyawan di luar divisi pemasaran dan penjualan untuk bertemu dengan konsumen masih dinilai rendah (nilai 2,88). Seharusnya setiap komponen yang di organisasi memahami konsep tentang kebutuhan konsumen ini. Demikian pula dengan manajemen puncak yang jarang terlibat dengan konsumen secara langsung. Dengan adanya pemahaman yang tinggi mengenai kebutuhan konsumen maka usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut pun akan menjadi lebih comprehensive sehingga penilaian konsumen adalah raja bisa diimplementasikan dalam bentuk pelayanan yang optimal. 3.2.3.6 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Pengambilan Risiko Dimensi ini menggambarkan keberanian sebuah organisasi dalam mengambil risiko. Keberanian untuk mengambil risiko sangat penting untuk dapat menangkap peluang yang ada di pasar. Ketakutan dalam mengambil risiko akan menyebabkan organisasi 47

kehilangan peluang tersebut. Pada dimensi ini responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti yang tertera pada Tabel 3.10. Tabel 3.10. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Pengambilan Risiko No Item Mean 1 Organisasi kami bangga akan orientasi dan budaya konservatif (anti perubahan). 3.12 2 Kami berhati-hati untuk tidak membuat kesalahan. 2.11 3 Kami berani melakukan investasi bisnis baru hanya berdasarkan intuisi tanpa menggunakan analisis mendalam. 2.51 4 Orang-orang yang didalam organisasi secara umum memiliki kebebasan dan keberanian yang cukup besar untuk mencoba hal baru dan gagal. 2.60 5 6 Kita berbicara banyak tentang perlunya pengambilan risiko dalam organisasi, namun kenyataannya orang-orang yang berani mencoba dan gagal tidak bertahan lama di organisasi tersebut (bisa karena di hukum, di pecat, dll). Kami lebih memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol. 2.65 2.08 Dimensi Pengambilan Risiko di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menunjukkan nilai yang rendah, yaitu 2.51. Dari pertanyaan yang diajukan seperti yang tertera pada tabel diatas, Organisasi memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol (nilai 2,08) dan cenderung takut untuk berinvestasi pada bisnis baru dengan hanya mengandalkan intuisi tanpa menggunakan analisis yang mendalam (nilai 2,51). Organisasi juga memiliki orientasi dan budaya yang konservatif, dalam hal ini organisasi cenderung menghindari perubahan (nilai 3,12). Adanya kenyataan bahwa banyak yang berani mencoba dan gagal tidak akan bertahan lama di organisasi (bisa karena dihukum, dipecat, dan lain-lain) memberikan andil terhadap ketakutan karyawan untuk berani mengambil risiko (nilai 2,65). Risiko yang ditimbulkan karena keberanian berinvestasi pada hal-hal baru bisa diminimalisir. Pelaksanaan managemen risiko yang baik akan mampu mengurangi risiko tersebut. 48

3.2.3.7 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Kecepatan Dimensi ini menggambarkan kecepatan organisasi dalam menangkap dan merespon segala sesuatu yang dapat berguna bagi kepentingan organisasi. Kecepatan merupakan salah satu dari competitive advantage yang harus bisa dimaksimalkan oleh organisasi. Kecepatan disini bisa berarti beberapa hal, first-to-market, cepat dalam mengambil keputusan, cepat dalam mengalokasikan sumber daya, dan cepat dalam product delivery. Pada dimensi ini responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti yang tertera pada Tabel 3.11. Tabel 3.11. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Kecepatan (Speed) No Item Mean 1 Keluhan-keluhan konsumen ditangani secara cepat dan efisien. 2.95 2 Masalah-masalah yang ada tidak bisa diselesaikan secara cepat. 2.43 3 Para manajer memiliki otonomi yang besar dalam membuat keputusan. 3.49 4 Konsumen menggambarkan kita sebagai organisasi yang bergerak cepat. 2.77 Dimensi kecepatan ini memiliki nilai rata-rata yang rendah (nilai 2,91). Dari hasil survei terlihat bahwa penanganan terhadap keluhan-keluhan konsumen belum ditangani secara cepat dan efisien (nilai 2,95). Politeknik Manufaktur Negeri Bandung digambarkan oleh responden sebagai sebuah institusi yang kaku, karena masalah yang ada tidak bisa diselesikan secara cepat (nilai 2,43). Pihak manajerial (direksi dan pejabat struktural) tetap memegang otonomi besar dalam pembuat keputusan (nilai 3,49). Manajer disini dituntut untuk dapat memotivasi karyawannya serta menggali ide-ide dari para karyawan untuk menghasilkan nilai tambah bagi organisasi. Setiap rencana harus melalui rapat koordinasi antar departemen agar setiap departemen memahami dan saling mendukung setiap rencana yang ada, selain itu hal tersebut dapat menghindari apabila adanya rencana yang tumpang tindih dengan departemen lain. 49

3.2.3.8 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Fleksibilitas Dimensi ini menggambarkan fleksibilitas organisasi dalam bertindak dan mengambil keputusan. Fleksibilitas ini sangat diperlukan oleh organisasi agar dapat mengalokasikan sumber daya yang tersedia dengan cepat untuk dapat menangkap peluang dengan cepat. Nilai rata-rata dari tiap komponen/pertanyaan yang diajukan dalam dimensi ini dapat dilihat pada Tabel 3.12. Tabel 3.12. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi fleksibilitas No Item Mean 1 2 3 4 5 Kami sangat bergantung pada team ad hoc /jangka pendek dalam menyelesaikan masalah-masalah. Ketika kami melihat peluang bisnis, kami lambat dalam mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang tersebut. Kami sering memindahkan orang-orang ke beberapa fungsi dan departemen yang berbeda untuk meningkatkan perspektif (cara padang) yang lebih luas. Orang-orang diharapkan untuk melalui tahap-tahap yang telah ditentukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kami tidak mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam organisasi. 3.23 2.14 3.03 2.08 3.62 Dimensi Fleksibilitas di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menunjukkan nilai yang kurang memuaskan, yaitu 2,82 Dari tabel terlihat bahwa responden mengambarkan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung sebagai sebuah institusi yang kaku karena para karyawan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung terlalu diharapkan untuk melalui tahap-tahap yang telah ditentukan dalam menyelesaikan pekerjaan (2,08). Hal ini akan berpengaruh besar terhadap kecepatan organisasi dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Rendahnya dimensi fleksibilitas ini juga dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: Kurang seringnya pembentukan team ad hoc/jangka pendek untuk menyelesaikan masalah-masalah (3,23).. Masalah yang timbul diorganisasi pada saat ini diselesaikan melalui jalur formal yang telah ditetapkan oleh organisasi. Pembentukan team ad/hoc sangat diperlukan terutaman dalam hal penyelesaian sebuah masalah yang mengharuskan penyelesaian secara cepat 50

Ketika melihat peluang bisnis, organisasi lambat dalam mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang tersebut (2,14). Hal ini tidak lepas dari faktor birokratisnya organisasi. Nilai positif yang bisa diambil dari dimensi flexibility ini adalah Tidak mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam organisasi (3,62). Hal ini sangat baik untuk dilakukan karena akan membuat suasana menjadi tidak terlalu formal dan akan memperkecil kesenjangan antar karyawan. Perilaku budaya organisasi seperti ini dapat membantu mempercepat proses pengambilan keputusan. 3.2.3.9 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Fokus Dimensi ini menggambarkan perilaku organisasi dalam hubungannya dengan fokus mereka dalam melaksanakan kegiatan dan rencana organisasi. Kemampuan organisasi yang terbatas mendorong organisasi untuk fokus pada peluang yang cocok dengan kondisi organisasi. Pada dimensi ini responden diminta untuk menjawab pertanyaanpertanyaan seperti yang tertera pada Tabel 3.13. Tabel 3.13. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Fokus No Item Mean 1 2 3 4 Kami hanya melakukan beberapa hal, tetapi kami mengerjakanya dengan baik. 3.66 Kita adalah organisasi yang terkotak-kotak, sangat jarang bagian yang satu tidak mengetahui apa yang dilakukan bagian yang lain. 3.18 Manajemen puncak memiliki visi yang sangat jelas mengenai kemana arah kita dan bagaimana mencapainya. 3.12 Jika kamu bertanya pada dua orang yang berbeda tentang strategi organisasi, kamu mungkin akan mendapat dua jawaban yang berbeda. 2.43 5 6 Kami cukup mau mengeluarkan uang, selama itu untuk hal-hal yang benar. Bahkan orang-orang yang bekerja pada level terbawah tahu mengenai visi organisasi. 3.34 2.69 Dimensi fokus di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menunjukkan nilai yang belum memuaskan, yaitu 3,07. Hasil survei pada pertanyaan mengenai apakah karyawan diharapkan untuk hanya melakukan beberapa hal tapi dituntut untuk mengerjakannya dengan baik, menunjukkan bahwa organisasi telah cukup fokus (nilai 51

3,66). Organisasi juga bersedia mendanai peluang yang dirasa meningkatkan value bagi organisasi dan sesuai dengan lingkup bisnis organisasi (nilai 3,34). Responden masih menilai Politeknik Manufaktur Negeri Bandung sebagai organisasi yang terkotak-kotak, bagian/divisi yang satu jarang mengetahui apa yang dilakukan bagian/divisi lain (nilai 3,18). Responden menilai managemen belum cukup memiliki visi yang jelas mengenai kemana arah tujuan organisasi dan bagaimana mencapainya (nilai 3,12). Pada item pertanyaan nomor 4 (empat) dapat dilihat bahwa karyawan masih memiliki persepsi yang berbeda mengenai visi dan strategi organisasi (nilai 2,43), menunjukkan bahwa orang-orang yang bekerja pada level terbawah kurang paham mengenai visi organisasi. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi dari manajemen puncak kepada para karyawan di level bawah tentang strategi organisasi menyebabkan karyawan tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai fokus organisasi. Responden juga menilai visi dan strategi organisasi belum bisa dikomunikasikan dengan baik oleh pihak managemen ke level-level dibawahnya (nilai 2,69). 3.2.3.10 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Orientasi Masa Depan Dimensi ini menggambarkan perilaku organisasi dalam memandang masa depan organisasi berkaitan dengan perilaku entreprenurial. Responden diminta untuk menilai organisasi mengenai orientasi Masa Depan dengan menggunakan lima pertanyaan seperti pada Tabel 3.14. Tabel 3.14. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Orientasi pada Masa Depan No Item Mean 1 Kami sadar bahwa organisasi kami adalah organisasi yang terdepan/terbaik dibidangnya. 3.68 2 Kami tidak banyak berinvestasi di R&D. 2.51 3 4 5 Organisasi kami senang menciptakan pasar yang benar-benar baru berdasarkan produk-produk yang sangat inovatif, dimana konsumen sendiri belum tahu kalau mereka membutuhkannya. Kami cenderung lebih sebagai pengikut/ follower daripada pemimpin dalam pengembangan produk baru. Secara umum, para karyawan tidak diberikan penghargaan dalam bereksperimen mencoba hal-hal baru. 2.35 2.69 2.26 52

Nilai orientasi ke masa depan pada Politeknik Manufaktur Negeri Bandung masih tergolong rendah ditunjukkan dengan nilai EOS 2,70 (dalam skala 5). Hasil survei menunjukkan bahwa responden memposisikan organisasi sebagai organisasi yang terdepan/terbaik dibidangnya (nilai 3,68). Hal ini ditunjang dengan kenyataan bahwa Jumlah permintaan lulusan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung oleh industri tiap tahun terus mengalami peningkatan, hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengamatan dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2003, permintaan industri terhadap lulusan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung rata-rata mencapai 150% dan prosentase tertinggi dicapai pada tahun 2003 sebesar 243%. Investasi untuk R&D di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung masih tergolong rendah (nilai 2,51). Hal ini bisa dimaklumi mengingat Politeknik Manufaktur Negeri Bandung hanya membuat produk sesuai dengan pesanan konsumen (industri maupun perorangan). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah rendahnya penghargaan yang diberikan ke karyawan untuk bereksperimen mencoba hal-hal baru (nilai 2,26). Kecilnya penghargaan terhadap karyawan yang inovatif dan kreatif menyebabkan karyawan tidak termotivasi untuk memiliki orientasi ke masa depan. 3.2.3.11 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Orientasi Individu Dimensi ini secara umum menggambarkan bagaimana nilai-nilai entrepreneurship diterapkan oleh para karyawan di dalam organisasi. Karyawan yang memiliki sifatsifat entrepreneurial akan dengan mudah menangkap peluang di pasar dan mengeluarkan ide-ide yang inovatif untuk mengubah peluang tersebut menjadi kesuksesan bagi organisasi. Responden diminta untuk menilai organisasi mengenai Orientasi Individu dengan menggunakan sembilan pertanyaan seperti pada Tabel 3.15. Tabel 3.15. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Orientasi Individu No Item Mean 1 2 3 Saya sering berangan-angan menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri. Saya tidak menilai diri saya sebagai pemberontak (suka mempertanyakan hal-hal yang tidak benar). Jalan tercepat untuk mencapai puncak adalah dengan melakukan pekerjaan anda sebaik-baiknya sesuai deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan. 4.02 2.25 2.00 53