BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

Sumber : Hasil Analisa (2004) Tabel 5.17 Tabel FMEA Process Pengencangan Bolt (1)

BAB III METODE PENELITIAN

Metode Training SPC TIDAK FOKUS PADA CARA MELAKUKAN PERHITUNGAN STATISTIK TAPI

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan masalah Bagaimana cara pengendalian kualitas proses statistik pada data variabel.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa peta kendali dan kapabilitas proses. Dari gambar 4.7 peta kendali X-bar dan R-bar bulan Januari 2013, dapat

Aplikasi Statistik Pada Industri Manufaktur. SPC,I/Rev.03 Copyright Sentral Sistem Mei 08

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. selama proses analisa perbaikan, antara lain adalah : penyelesaian masalah terhadap semua kasus klaim yang masuk.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian kualitas dalam pembuatan produk. standar (Montgomery, 1990). Statistical Quality Control (SQC) merupakan salah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA HASIL. PT. XYZ selama ini belum pernah menerapkan metode Statistical Process

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

STRATEGI PERBAIKAN KUALITAS GULA BERDASARKAN KEMAMPUAN PROSES KONTROL

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

V. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. TAHAP-TAHAP PENELITIAN. 1. Observasi Lapang. 2. Pengumpulan Data Kuantitatif

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama Temuan utama dari Penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB III METODE PENELITIAN

Statistical Process Control

Tabel 4.1 Hasil Skor RPN. No. Moda Kegagalan (Failure Mode) Skor RPN

BAB V ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

SPC Copyright Sentral Sistem March09 - For Trisakti University. Aplikasi Statistik pada Industri Manufaktur

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS KATA PENGANTAR...

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III. FAILURE MODE and EFFECT ANALYSIS

ANALISIS KEMAMPUAN PROSES

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

BAB III METODE CONTROL CHART. sebagai metode grafik yang di gunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses

3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SISTEM KEMUDI & WHEEL ALIGNMENT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu

2. Pengawasan atas barang hasil yang telah diselesaikan. proses, tetapi hal ini tidak dapat menjamin bahwa tidak ada hasil yang

BAB III METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. terlebih dahulu sebelum melakukan pemecahan masalah yang sedang dibahas,

BAB V ANALISIS HASIL

ANALISA PERFORMANCE MESIN PENGUPAS KAYU (ROTARY) PT. HENRISON IRIANA SORONG MENGGUNAKAN METODE INDEKS KAPABILITAS

PROSES WELDING FRONT CHASSIS NISSAN X-TRAIL DI PT. NISSAN MOTOR INDONESIA. Nama : Bernie Fauzan Mochamad Npm : Kelas : 4 IC 04

STATISTICAL PROCESS CONTROL

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Peta Kendali (Control Chart)

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel merupakan sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI

Seminar Nasional IENACO 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS REJECT PART TYPE KYL PADA PROSES ASSEMBLY UNIT SEPEDA MOTOR DENGAN METODE FAULT TREE ANALYSIS DAN SIX SIGMA (Study Kasus Pada PT.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V ANALISA DATA DAN INTERPRETASI HASIL. menjelaskan arti dari hasil pengolahan yang telah dilakukan dan melakukan

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PADA MESIN PRODUKSI NONWOVEN SPUNBOND DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEVEN TOOLS DAN FMEA

PETA KENDALI VARIABEL

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI

PENGENDALIAN KUALITAS STATISTIK

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. pembuatan buku, observasi dilakukan agar dapat lebih memahami proses pembuatan

BAB III METODE PENELITIAN. dan juga produk jadi Crude Palm Oil (CPO) PT Kalimantan Sanggar Pusaka

BAB V ANALISA HASIL. permukaan material terlihat bercak atau noda keputih-putihan. Bercak atau

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Pembuatan Diagram Sebab Akibat. Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan. 3.1 Flow Chart

7 Basic Quality Tools. 14 Oktober 2016

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

ANALISIS EFISIENSI MESIN POMPA PADA RUMAH POMPA PDAM SURABAYA UNIT X DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) Oleh: Resty Dwi S.

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB III MENGUKUR KERENGGANGAN METAL DUDUK ENGINE DIESEL CATERPILLAR D 3208

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Ganjil Tahun 2007/2008

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah

PENGURANGAN JUMLAH CACAT PRODUK DENGAN METODE FMEA PADA SECTION FORMING PT. XYZ

ANALISA DAMPAK KEGAGALAN PROSES PRODUKSI TERHADAP KERUSAKAN PRODUK BAN DENGAN METODE FMEA ( FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh para konsumen dalam memenuhi kebutuhannya. Kualitas yang baik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

PETA KENDALI VARIABEL

IV. METODOLOGI PE ELITIA

4 BAB V ANALISIS. Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis

Transkripsi:

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di awal yang kemudian diolah dan diproses menjadi informasi yang berguna. Sebelum dilakukan pengumpulan data langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan pembuatan sampling plan karena data yang diambil merupakan data yang harus dapat mewakili proses yang akan dianalisa, untuk itu pengambilan data tidak dapat dilakukan secara sembarangan maka harus dilakukan pembuatan sampling plan untuk merencanakan berapa banyak data yang harus diambil dan bagaimana cara pengambilannya. 5.1.1 Pembuatan Rencana Sampel Rencana sampel harus dapat mewakili populasi dari pengukuran secara adil, jadi harus dapat dipastikan bahwa sampel yang diambil adalah merupakan sampel yang acak. Jumlah sampel yang akan diambil adalah sebanyak 5 setiap harinya, 5 data tersebut diambil dari 1 unit dari sekitar 12 unit produksi setiap harinya, untuk data akurasi data diambil dari alat yang digunakan untuk melakukan pengencangan bolt yang bernama torque click, setiap paginya alat ini dicek akurasinya dengan menggunakan alat yang bernama torque analyzer, pengambilan data akurasi dilakukan pada pagi hari sebelum alat alat tersebut digunakan dalam proses perakitan, pengambilan data dilakukan sebanyak 5 kali secara berurutan. Untuk data yang kedua adalah data hasil pengukuran dari bolt

71 yang telah dikencangkan pada part yang telah dilakukan pemasangan bolt dengan menggunakan torque click tersebut, ketentuan dari pengambilan data ini adalah diambil pada jam jam tertentu yaitu : 09.00 11.00 13.30 14.30 15.30, jumlah data yang diambil juga sebanyak 5 kali pengambilan data, apabila hasil cek Not Good ( NG ), tindakan yang langsung dilakukan adalah pengecekan pada unit unit yang sudah lewat sampai pada unit cek jam sebelumnya, pengecekan dilakukan dengan menggunakan alat yang bernama torque meter. Tujuan dari pengambilan data dengan menggunakan torque meter ini adalah untuk mengecek apakah alat torque click dapat bekerja dengan baik sesuai dengan hasil pengecekan yang dilakukan pada pagi hari, data yang ketiga adalah data yang diambil pada pos finish unit dimana pos yang terakhir melakukan pemeriksaan sebelum unit sampai ketangan konsumen. Sesuai dengan ruang lingkup yang telah ditentukan maka pengambilan data dilakukan di jalur perakitan : sub assy dan finish unit, untuk data pada jalur perakitan finish unit data yang diambil hanya data yang menggunakan torque meter. 5.1.2 Data Akurasi Torque Click Untuk data akurasi dari torque click dapat dilihat pada form peta kendali x dan R untuk akurasi pada bagian bawah, data diambil sebanyak 20 subgroup, dan 1 subgroupnya diambil sebanyak 5x pengambilan data sehingga jika dijumlahkan semua data berjumlah 100 untuk pembuatan 1 peta kendali.

72 5.1.3 Data Sampling Torque Meter Untuk data sampling dengan torque meter dapat dilihat pada form peta kendali x dan R untuk torque meter pada bagian bawah, data diambil sebanyak 20 subgroup, dan 1 subgroupnya diambil sebanyak 5 x pengambilan data sehingga jika dijumlahkan semua data berjumlah 100 untuk pembuatan 1 peta kendali. 5.2 Hasil Analisis Data dan Pembahasan 5.2.1 Grafik X dan R Dari data yang sudah didapat diatas kemudian dimasukkan kedalam form peta kendali untuk dilakukan perhitungan, berikut akan ditunjukkan perhitungan untuk peta kendali untuk Part Nut Bearing Outer untuk Torque Accuracy, sebagai berikut : Menghitung rata rata ( X ) dan range ( R ) Tabel 5.1 Contoh Perhitungan SPC Sumber : Hasil Perhitungan SPC ( 2004 )

73 1. Jumlah data pada masing masing subgroup dan masukkan nilainya pada kolom SUM SUM = 1.74 + 1.77 + 1.76 + 1.75 = 8.78 2. Isilah kolom X ( rata rata ), dengan menggunakan rumus SUM 8.78 X = = = 1. 76 No of reading 5 3. Isi kolom R ( range ), dengan menggunakan rumus : R = nilai maksimum nilai minimum = 1.77-1.74 = 0.03 4. Plot nilai R ke grafik R dan nilai X ke grafik X 5.2.2 Menghitung rata rata, UCL dan LCL Penentuan nilai konstanta Tabel 5.2 Tabel Konstant Sumber : Prosedur PT.Panjta Motor ( 2000 ) Nilai konstanta yang dipakai tergantung dari jumlah pengambilan data dalam satu hari ( sub group ), karena jumlah data dalam satu sub group adalah 5 data maka konstanta yang dipakai adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas.

74 Peta Kendali R 1. Hitung nilai R, dengan rumus R = jumlah total R jumlah sub group 0.48 = = 20 0.02 2. Hitung nilai UCL ( Upper Control Limit ) dan LCL ( Lower Control Limit ) Hitung UCL dengan rumus UCL = D 4 x R = 2.11 x 0.02 = 0.051 Hitung LCL dengan rumus LCL = D 3 x R = 0 x 0.02 = 0 3. Plot garis R, UCL, dan LCL Peta Kendali X 1. Hitung nilai X, dengan rumus X = jumlah total X jumlah sub group 35.03 = = 20 1.75 2. Hitung nilai UCL ( Upper Control Limit ) dan LCL ( Lower Control Limit ) Hitung UCL dengan rumus UCL = X + A 2 R = 1.75 + 0.58 x 0.02 = 1.77 Hitung LCL dengan rumus LCL = X - A 2 R = 1.75-0.58 x 0.02 = 1.74 3. Plot garis X, UCL, dan LCL

Sub Assy Accuracy Nut Bearing Outer Grafik 5.1 Peta Kendali X dan R Sub Assy Accuracy Nut Bearing Outer Sumber : Hasil Perhitungan SPC (2004)

5.2.3 Analisa Peta Kendali Dan Perbaikan Berikut akan ditunjukkan grafik grafik peta kendali yang memiliki data yang berada diluar kontrol dan memiliki pola, baik data untuk accuracy dan torque meter dan dianalisa penyebab data tersebut berada diluar kendali.

Sub Assy Accuracy Bolt Cover King Pin Grafik 5.2 Peta Kendali X dan R Sub Assy Accuracy Bolt Cover King Pin Sumber : Hasil Perhitungan SPC (2004)

78 Sub Assy Accuracy Nut Rod End Sumber : Hasil Perhitungan SPC (2004) Grafik 5.3 Peta Kendali X dan R Sub Assy Accuracy Nut Rod End

5.2.3.1 Analisa peta kendali torque accuracy Bolt Cover King Pin Pada peta kendali ini dapat dilihat bahwa untuk peta kendali R semua data berada didalam batas kendali, untuk itu kita melihat ke peta kendali X, pada peta kendali X, pada subgroup yang ke-9 ada data yang keluar dari batas bawah, setelah diperiksa ternyata pada subgroup ke-9 operator yang bertanggung jawab atas accuracy tidak melakukan setting pada torque click yang digunakan pada part bolt cover king pin. Tabel 5.3 Tabel Setting Torque Click Bolt Cover King Pin Jenis Tanggal Setting Nilai Torsi ( X bar ) Setting Bolt Cover King Pin July 1, 2004 2.80 Ya Standard July 2, 2004 2.81 Ya 2.8 Kgfm July 6, 2004 2.79 Ya July 7, 2004 2.81 Ya USL = 2.94 July 13, 2004 2.78 Ya LSL = 2.66 July 14, 2004 2.80 Ya July 15, 2004 2.79 Ya UCL = 2.82 July 16, 2004 2.80 Ya LCL = 2.77 July 20, 2004 2.76 Tidak July 21, 2004 2.78 Ya July 22, 2004 2.78 Ya July 27, 2004 2.79 Ya July 28, 2004 2.81 Ya July 29, 2004 2.79 Ya July 30, 2004 2.80 Ya August 4, 2004 2.80 Ya August 5, 2004 2.81 Ya August 6, 2004 2.79 Ya August 9, 2004 2.80 Ya August 10, 2004 2.81 Ya Sumber : PT Panjta Motor (2004) tidak dilakukannya setting ini terjadi karena operator yang bertanggung jawab menganggap torque click tersebut masih bagus maka ia tidak melakukan setting

80 terhadap torque click tersebut, karena tidak dilakukan setting maka data yang diambil pada satu subgroup yang bersangkutan nilainya lebih kecil semuanya bila dibandingkan dengan yang lainnya sehingga bila dirata rata data tersebut akan berada dibawah batas kendali bawah. Nut Rod End Pada peta kendali ini dapat dilihat bahwa pada peta kendali R tidak ada data yang berada diluar batas kendali akan tetapi ada pola yang terbentuk pada peta kendali X, yaitu merupakan pola instability dimana pola ini memiliki tingkat flukstuasi yang tinggi. Ada beberapa hal yang menyebabkan terbentuknya pola ini, dan setelah diperiksa ke lapangan hal ini bisa terjadi karena operator yang bersangkutan terlalu sering melakukan setting terhadap torque click yang bersangkutan sehingga bisa terbentuk pola seperti yang demikian, kenyataan yang terjadi di lapangan, alat tersebut selalu di setting tiap hari karena sering berubah nilai setting nya karena sering dipakai.

81 Tabel 5.4 Tabel Setting Torque Click Bolt Nut Rod End Jenis Tanggal Setting Nilai Torsi ( X bar ) Setting Nut Rod End July 1, 2004 11.58 Ya Standard July 2, 2004 11.44 Ya 11.5 Kgfm July 6, 2004 11.62 Ya July 7, 2004 11.46 Ya USL = 12.08 July 13, 2004 11.46 Ya LSL = 10.93 July 14, 2004 11.38 Ya July 15, 2004 11.54 Ya UCL = 11.62 July 16, 2004 11.50 Ya LCL = 11.37 July 20, 2004 11.44 Ya July 21, 2004 11.54 Ya July 22, 2004 11.40 Ya July 27, 2004 11.60 Ya July 28, 2004 11.50 Ya July 29, 2004 11.60 Ya July 30, 2004 11.40 Ya August 4, 2004 11.56 Ya August 5, 2004 11.42 Ya August 6, 2004 11.56 Ya August 9, 2004 11.54 Ya August 10, 2004 11.42 Ya Sumber : PT Panjta Motor (2004)

Sub Assy Torque Meter Bolt Cover King Pin Grafik 5.4 Peta Kendali X dan R Sub Assy Torque Meter Bolt Cover King Pin Sumber : Hasil Perhitungan SPC (2004)

83 Sub Assy Torque Meter Nut Knuckle Arm Sumber : Hasil Perhitungan SPC (2004) Grafik 5.5 Peta Kendali X dan R Sub Assy Torque Meter Nut Knuckle Arm

5.2.3.2 Analisa peta kendali torque meter Bolt Cover King Pin Pada peta kendali ini dapat dilihat bahwa pada peta kendali R tidak ada data yang berada diluar kontrol, untuk itu kita memperhatikan peta kendali X, pada peta kendali X juga dapat dilihat tidak ada data yang berada diluar batas kontrol, data yang diambil pada peta kendali ini merupakan data dari bolt yang telah terpasang, dari peta kendali X pada bolt cover king pin ini terlihat pada data subgroup ke-9 yang ditandai dengan lingkaran merah bahwa data tersebut nilainya lebih rendah dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini bisa terjadi karena sesuai dengan peta kendali bolt cover king pin pada data akurasi juga terlihat dimana pada subgroup yang ke -9 terjadi penurunan data hingga keluar dari batas LCL, jadi data yang didapat dari bolt yang telah terpasang bisa menurun karena pada waktu itu alat tersebut tidak di setting sesuai dengan analisa pada peta kendali pada data akurasi. Nut Knuckle Arm Peta kendali ini mewakili beberapa peta kendali torque meter yang lainnya yang bisa dilihat pada lampiran, baik peta kendali R maupun peta kendali X semua data berada didalam batas kendali, ini bisa terjadi karena operator yang melakukan pengecekan pada torque click selalu melakukan setting terhadap alat tersebut. Hal ini bila dilihat dari peta kendali memang merupakan hal yang baik tapi bila dilihat batas USL dan LSL nya nilainya masih sangat jauh dari batas dan karena torque click tersebut di setting tiap hari maka ini bukan merupakan hal yang baik karena akan membuang buang waktu operator yang melakukan

85 setting dimana untuk melakukan hal ini pada semua torque click yang dibawanya menghabiskan waktu sekitar ± 20 menit, dan juga torque click tersebut akan terlalu sering dilakukan setting sehingga lama kelamaan bisa menjadi kurang akurat. Tabel 5.5 Tabel Setting Nilai Torsi Nut Knuckle Arm Jenis SubGroup Nilai Torsi ( X bar ) Nut Knuckle Arm 1 46.80 Standard 2 47.00 45 ± 5 3 46.40 4 44.80 USL = 60.00 5 45.40 LSL = 40.00 6 46.80 7 44.00 8 46.00 9 45.20 10 45.40 11 47.60 12 47.40 13 46.60 14 47.00 15 46.20 16 47.00 17 47.80 18 45.80 19 46.20 20 46.60 Sumber : Hasil Perhitungan SPC (2004)

Finish Unit Torque Meter U Bolt Front Grafik 5.6 Peta Kendali X dan R Finish Unit Torque Meter U Bolt Front Sumber : Hasil Perhitungan SPC (2004)

5.2.3.3 Analisa peta kendali torque meter finish unit U Bolt Front Peta kendali ini merupakan peta kendali yang melakukan pengawasan pada bagian terakhir, pada grafik R dapat dilihat bahwa tidak ada data yang keluar pada semua subgroup dari batas kontrol, karena itu kita dapat menganalisa selanjutnya yaitu untuk grafik X, pada grafik X ada data yang keluar pada subgroup ke-12, berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan,ini disebabkan karena kendaraan tersebut telah mengalami running test setelah keluar dari pos yang sebelumnya, pada waktu dilakukan running test kendaraan dijalankan sejauh ± 1 km dan dilakukan pengetesan rem, karena hal ini bolt yang sudah terpasang akan mengalami pergeseran karena dicoba untuk dijalankan untuk yang pertama kalinya maka bolt akan menyesuaikan dengan tempatnya terpasang dan ada kemungkinan kekuatannya akan menurun biasanya, ada kemungkinan pada waktu di rem kendaraan yang ditest cenderung untuk kearah kiri atau kanan sehingga bolt yang terpasang pada kendaraan akan menerima gaya yang berbeda, maka dari itu setelah kendaraan dibawa masuk ke pos finish unit, bolt tersebut yang tadinya dikencangkan dengan kekuatan yang kurang lebih sama akan menjadi berbeda, sehingga variasi yang ditemukan akan lebih banyak, dan mungkin saja cukup jauh selisihnya. Berikut contoh data yang didapat setelah melakukan pengamatan pada kendaraan sebelum dilakukan running test dan sesudah kendaraan masuk ke finish unit

88 Tabel 5.6 Tabel Nilai Torsi Sebelum dan Sesudah Running Posisi Sebelum Sesudah ( kgfm ) ( kgfm ) L1 15.5 15.0 L2 17 16.5 R1 15 13 R2 17 17.1 Sumber : PT.Panjta Motor (2004) L1 L2 R1 R2 5.2.3.4 Usulan Perbaikan Untuk usulan perbaikan adalah ditentukannya kapan batas untuk melakukan setting dan kapan tidak harus dilakukan setting, operator yang melakukan pengecekan tidak mengetahui hal ini dengan baik sehingga ia selalu melakukan setting terhadap torque click jika alat tersebut mengalami perubahan mesipun tidak terlalu jauh, sebagai akibatnya torque click bisa kurang keakuratannya dan waktu akan terbuang sia sia dan ini dapat terlihat dari pola yang terbentuk pada peta kendali yaitu membentuk pola instability. Sebagai batas untuk kapan melakukan setting sesuai dengan kebijakan engineer dari bagian quality control adalah diberikan toleransi sebesar 5% dari standard, nilai 5% cukup besar karena bila dibawah itu maka setting akan terlalu sering dilakukan, untuk menjalankan ini maka diusulkan juga untuk dibuat instruksi kerja mengenai cara untuk mengakurasi torque click, instruksi kerja ini dibuat dengan memperhatikan prinsip kerja dari torque click yang merupakan alat yang sangat tergantung dengan jarak. Pembuatan instruksi kerja diawali dengan mengamati cara kerja operator yang bertugas melakukan akurasi. Setelah itu dianalisa elemen kerja yang salah yang

89 dipraktekkan oleh operator, berikut merupakan elemen kerja yang dilakukan oleh operator Tabel 5.7 Tabel Elemen Kerja Akurasi Torque Click No Elemen Kerja Analisa 1 siapkan torque analyzer 2 siapkan torque click 3 siapkan form pengambilan data 4 pasang torque click pada analyzer pemasangan torque click sering terlalu miring 5 tekan searah dengan jarum jam penekanan kadang dengan 2 tangan, dan tidak pada pegangan yang disediakan 6 setting alat bila tidak sesuai setting berdasarkan kira-kira 7 ambil data hingga 5 kali pengambilan Sumber : PT. Pantja Motor (2004) Torque = T Force = F Torque = Force by Turning or Twisting. Tension = Power by Creating of Straight-Pull. Torque = Force x Distance T = F x L so that: T1 = F1 x L1 = 10 lbs x 2 ft = 20 ft lbs T2 = F2 x L2 = 20 lbs x 1 ft = 20 ft lbs T1 = T2 Gambar 5.1 Torque dan Cara Pegang Torque Click Sumber : http://www.tohnichi.com/what s torque.htm

90 Berdasarkan pada gambar diatas kita dapat melihat bahwa torque merupakan usaha yang dilakukan dengan memutar dan akan menghasilkan tension, dan untuk menghitung torque caranya adalah dengan mengalikan usaha dengan jarak ( Torque = Force x Distance ), dari penjelasan diatas sangatlah jelas posisi dimana kita melakukan usaha sangat berpengaruh dengan nilai torque yang dihasilkan. Karena itulah dikatakan torque click merupakan alat yang sangat tergantung dengan jarak. Untuk menambah keyakinan dari hasil analisa diatas maka dilakukan pengambilan data dengan beberapa cara dalam mengakurasi torque click. Tabel 5.8 Tabel Nilai Hasil Percobaan Akurasi Torque Click Part Bolt bracket Standard = 9,0 Kgfm Cara 1 Mendatar secara horizontal Hasil Torque 8.94 8.92 8.90 8.84 8.84 Cara 2 Lebih maju ke kiri 5 cm Hasil Torque 9.44 9.39 9.43 9.37 9.47 Cara 3 Dengan 1 tangan Hasil Torque 8.75 8.92 8.88 8.85 8.89 Cara 4 Dengan 2 tangan Hasil Torque 9.00 8.99 9.05 9.04 9.03 Sumber : PT. Panjta Motor (2004) Dari hasil data diatas bisa diketahui bahwa data yang didapat mendukung penjelasan yang sebelumnya bahwa torque click merupakan alat yang tergantung dengan jarak dan gaya yang diberikan. Berdasarkan hasil analisa diatas lalu dibuat instruksi kerja untuk akurasi torque click, dan diinstruksikan ke operator yang bersangkutan lalu dilakukan pengambilan data lagi.

91 Gambar 5.2 IK Cara Mengakurasi Torque Click (1) Sumber : Hasil Analisa (2004)

92 Gambar 5.3 IK Cara Mengakurasi Torque Click (2) Sumber : Hasil Analisa (2004)

Sub Assy Torque Accuracy Bolt Cover King Pin setelah perbaikan Grafik 5.7 Peta Kendali X dan R Sub Assy Torque Accuracy Bolt Cover King Pin setelah perbaikan Sumber : Hasil Perhitungan SPC (2004)

94 Sub Assy Torque Meter Bolt Cover King Pin setelah perbaikan Grafik 5.8 Peta Kendali X dan R Sub Assy Torque Meter Bolt Cover King Pin setelah perbaikan Sumber : Hasil Perhitungan SPC (2004)

5.2.3.5 Analisa peta kendali hasil perbaikan Torqe Accuracy Bolt Cover King Pin Berdasarkan hasil peta kendali diatas setelah diberitahu kepada operator apa yang harus dilakukan, pada peta kendali R untuk torque accuracy terlihat bahwa nilai data pada subgroup yang ke-10 berada diluar batas UCL, sama halnya dengan peta kendali X pada subgroup yang ke-10 nilai datanya berada diluar batas LCL, hal ini bisa terjadi karena operator baru melakukan setting pada saat itu sehingga nilai data yang tidak bagus yaitu data yang pertama yang nilainya 2.13 ikut dicatat sehingga rata rata pada subgroup itu menjadi rendah dan nilainya dibawah batas LCL pada grafik X, sama halnya pada grafik R karena data yang nilainya tidak bagus tersebut maka variasi yang timbul akan semakin besar sehingga nilai R pada subgroup tersebut berada diluar batas UCL. Tabel 5.9 Tabel Contoh Data SPC Sumber : Hasil Perhitungan SPC (2004) Torqe Meter Bolt Cover King Pin Untuk peta kendali hasil torque meter dapat dilihat hasilnya pada peta kendali R semua data berada didalam batas kontrol, untuk peta kendali X ada satu data yang diluar batas kontrol yaitu untuk subgroup yang ke-1, data pada subgroup ini bisa keluar, setelah diperiksa dengan operator yang bersangkutan ini bisa terjadi karena sebelum bolt dikencangkan, operator yang bertugas akan menggunakan

96 alat yang bernama impact wrench untuk melakukan pengencangan bolt untuk penggunaan impact wrench ini tidak ada ketentuan untuk berapa lama dilakukan impact setelah dipasang dengan menggunakan impact wrench, bolt akan dikencangkan lagi agar sesuai dengan standarnya dengan menggunakan torque click, bila bolt sudah terlalu kencang karena penggunaan impact yang terlalu lama maka pada waktu dikencangkan dengan menggunakan torque click alat tersebut akan langsung berbunyi klik menandakan kalau bolt tersebut sudah kencang, karena itu dapat terjadi bolt terlalu kencang terpasang, bila ditemukan hal seperti ini maka tindakan yang langsung dilakukan adalah mengendorkan baut tersebut dan mengencangkannya kembali agar sesuai dengan standar. Dari hasil perbaikan ini hal yang sangat jelas terlihat adalah operator tidak melakukan setting terhadap torque click setiap harinya, dari yang tadinya dalam waktu 1 bulan bisa melakukan setting hingga ± 20 kali, sekarang hanya dilakukan sebanyak 3 kali Tabel 5.10 Tabel Setting Torque Click Bolt Cover King Pin sesudah perbaikan Jenis Tanggal Setting Nilai Torsi ( X bar ) Setting Bolt Cover King Pin October 1, 2004 2.78 Tidak Standard October 4, 2004 2.79 Tidak 2.8 Kgfm October 5, 2004 2.81 Ya October 6, 2004 2.84 Tidak USL = 2.94 October 7, 2004 2.83 Ya LSL = 2.66 October 8, 2004 2.80 Tidak October 9, 2004 2.80 Tidak UCL = 2.85 October 11, 2004 2.80 Tidak LCL = 2.75 October 12, 2004 2.86 Tidak October 18, 2004 2.66 Tidak October 19, 2004 2.80 Tidak October 20, 2004 2.81 Ya October 21, 2004 2.80 Tidak October 22, 2004 2.80 Tidak October 25, 2004 2.80 Tidak October 26, 2004 2.79 Tidak Sumber : Hasil Perhitungan SPC (2004)

97 Tabel 5.11 Tabel Waktu Setting Torque Click Sub Assy Part Jumlah Setting Waktu Total Bulan Juli 1 kali setting Waktu Setting / bulan Nut Bearing Outer 18 2 menit 36 menit Nut Tie Rod To Arm 18 2 menit 36 menit Nut Black Plate 20 2 menit 40 menit Nut Key Bolt 18 2 menit 36 menit Bolt Cover King Pin 18 2 menit 36 menit Nut Knuckle Arm 16 2 menit 32 menit Brake Drum 16 2 menit 32 menit Nut Knuckle Arm 16 2 menit 32 menit Nut Rod End 20 2 menit 40 menit Sumber : PT Pantja Motor (2004) Total 320 menit Tabel 5.12 Tabel Waktu Setting Torque Click Sub Assy sesudah perbaikan Part Jumlah Setting Waktu Total Bulan Oktober 1 kali setting Waktu Setting / bulan Nut Bearing Outer 2 2 menit 4 menit Nut Tie Rod To Arm 0 2 menit 0 menit Nut Black Plate 1 2 menit 2 menit Nut Key Bolt 2 2 menit 4 menit Bolt Cover King Pin 3 2 menit 6 menit Nut Knuckle Arm 0 2 menit 0 menit Brake Drum 0 2 menit 0 menit Nut Knuckle Arm 0 2 menit 0 menit Nut Rod End 0 2 menit 0 menit Sumber : PT Pantja Motor (2004) Total Efisiensi yang dilakukan = 160 menit - 16 menit x 100% 160 menit = 95% ( 1 bulan ) = 7.92% ( 1 hari ) 16 menit Efisiensi sebesar 95 % ini merupakan penghematan yang dapat dilakukan pada jalur sub assy dalam hal melakukan setting torque click dalam kurun waktu 1 bulan, bila dihitung perharinya yaitu sebesar 7,92 %

98 5.2.4 Menghitung Capability 5.2.4.1 Hitung Range Of Specification ( ROS ) Isi kolom USL ( Upper Standard Limit ) dan, LSL ( Lower Standard Limit ) dengan rumus : 1. Untuk Torque Accuracy USL = ( Standard * 5% ) + standard = ( 1.75 * 5% ) + 1.75 = 1.84 LSL = standard - ( Standard * 5% ) = 1.75 - ( 1.75 * 5% ) = 1.66 2. Untuk Torque Meter USL = ( Standard + toleransi ) x 120% LSL = standard - toleransi Hitung ROS dengan rumus : ROS = USL LSL = 1.84 1.66 = 0.18 Hitung δ ( standar deviasi ) dengan R dengan menggunakan persamaan : R 0.02 δ = = = 0. 01 2.326 D 2 Hitung capability process ( Cp ) dengan rumus : ROS 0.18 Cp = = = 2. 83 6δ 6 0.01

99 Hitung Cpk dengan rumus : CpkL = X LSL 3δ CpkU USL X = 3δ = 1.75 1.66 3 0.01 = 1.84 1.75 3 0.01 = 2.88 = 2.78 Setelah dihitung nilai capability nya maka diurutkan dan dibuat grafiknya untuk diurutkan dari nilai dari Cp nya mulai dari yang terbesar hingga terkecil.

Grafik Cp Sub Assy Torque Accuracy Grafik 5.9 Grafik Cp Sub Assy Torque Accuracy Sumber : Hasil Perhitungan Cp (2004)

101 Grafik Cp Sub Assy Torque Meter Grafik 5.10 Grafik Cp Sub Assy Torque Meter Sumber : Hasil Perhitungan Cp (2004)

102 Grafik Cp Finish Unit Torque Meter Grafik 5.11 Grafik Cp Finish Unit Torque Meter Sumber : Hasil Perhitungan Cp (2004)

103 5.2.4.2 Analisa grafik Cp sub assy torque accuracy Dari grafik Cp dapat dilihat untuk grafik Cp torque accuracy semua nilai Cp berada diatas batas minimalnya yaitu 1.33 ini berarti menunjukkan indikator yang bagus dimana proses masih mampu untuk memproduksi sesuai dengan spesifikasi. Pada grafik Cp ada satu nilainya yang sangat tinggi sekali, bila dilihat dari grafik terletak di paling kiri, ini bisa terjadi karena standar dari torque click tersebut sangat tinggi yaitu 45 kgfm, dimana dengan nilai variasi yang tidak jauh berbeda dengan yang lainnya maka nilai Cp nya akan menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang lainnya, nilai variasi akan semakin besar dengan semakin besarnya standar, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.13 Tabel Nilai Cp Sub Assy Torque Accuracy Jenis Standard R Cp Nut Tie Rod To Arm 11.00 Kgfm 0.31 1.40 Nut Black Plate 9.00 Kgfm 0.22 1.57 Nut Rod End 11.50 Kgfm 0.21 2.07 Nut Knuckle Arm 30.00 Kgfm 0.53 2.21 Nut Key Bolt 3.30 Kgfm 0.05 2.37 Bolt Cover King Pin 2.80 Kgfm 0.04 2.62 Brake Drum 35.00 Kgfm 0.50 2.70 Nut Bearing Outer 1.75 Kgfm 0.02 2.83 Nut Knuckle Arm 45.00 Kgfm 0.34 5.14 Sumber : Hasil Perhitungan Cp (2004) Bila dilihat dari tabel diatas kita dapat mengambil kesimpulan jadi yang sangat berpengaruh terhadap nilai Cp adalah nilai standard dan nilai variasi masing masing part. Semakin besar nilai standard dan semakin kecil nilai variasi maka nilai Cp akan semakin besar.

104 5.2.4.3 Analisa grafik Cp sub assy torque meter Untuk grafik Cp torque meter nilainya tidak terlalu bagus karena banyak yang nilai Cp nya berada dibawah 1.33, hal ini bisa terjadi karena untuk memasang bolt melibatkan lebih banyak proses, diantaranya yaitu : penggunaan torque wrench untuk memasang bolt dan mengencangkannya untuk memudahkan sebelum dikencangkan dengan menggunakan torque click, dan kemudian baru torque click digunakan untuk mengencangkan baut agar sesuai dengan standar spesifikasinya, berbeda dengan data dari accuracy yang hanya dilakukan pada pagi hari, pemasangan bolt dilakukan sepanjang hari oleh operator jadi operator yang memasang bolt juga sangat berpengaruh dalam hal ini. Karena lebih banyak faktor yang berpengaruh maka nilai variasi yang ditimbulkan akan semakin besar Tabel 5.14 Tabel Nilai Cp Sub Assy Torque Meter Jenis Standard R Cp Nut Knuckle Arm 30.00 Kgfm ± 2.00 5.15 0.78 Bolt Cover King Pin 2.80 Kgfm ± 0.50 0.60 1.08 Nut Key Bolt 3.30 Kgfm ± 0.50 0.55 1.24 Nut Knuckle Arm 45.00 Kgfm ± 5.00 6.05 1.28 Nut Bearing Outer 1.75 Kgfm ± 0.75 0.52 1.49 Nut Key Bolt 9.00 Kgfm 1.00 0.64 2.42 Sumber : Hasil Perhitungan Cp (2004) ± 5.2.4.4 Analisa grafik Cp finish unit torque meter Pada grafik Cp untuk finish unit nilai yang didapat tidak bagus karena masih berada dibawah nilai batas yaitu 1.33, ini menunjukkan bahwa proses pengencangan bolt ini memerlukan perbaikan, untuk itu akan dilakukan analisa lebih jauh untuk melakukan perbaikan dengan menggunakan failure mode and effect analysis process ( FMEA process ).

Grafik Cp Sub Assy Torque Accuracy Perbaikan Grafik 5.12 Grafik Cp Sub Assy Torque Accuracy Perbaikan Sumber : Hasil Perhitungan Cp (2004)

106 Grafik Cp Sub Assy Torque Meter Perbaikan Grafik 5.13 Grafik Cp Sub Assy Torque Meter Perbaikan Sumber : Hasil Perhitungan Cp (2004)

5.2.4.5 Analisa grafik Cp sub assy torque accuracy setelah perbaikan Tabel 5.15 Nilai Cp Sub Assy Torque Accuracy sesudah perbaikan Jenis Standard R Cp Brake Drum 35.00 Kgfm 1.45 0.94 Bolt Cover King Pin 2.80 Kgfm 0.08 1.29 Nut Key Bolt 3.30 Kgfm 0.09 1.50 Nut Tie Rod To Arm 11.00 Kgfm 0.25 1.71 Nut Bearing Outer 1.75 Kgfm 0.04 1.84 Nut Black Plate 9.00 Kgfm 0.16 2.18 Nut Rod End 11.50 Kgfm 0.18 2.55 Nut Knuckle Arm 30.00 Kgfm 0.40 2.89 Nut Knuckle Arm 45.00 Kgfm 0.22 8.09 Sumber : Hasil Perhitungan Cp (2004) Bila dilihat setelah dilakukan perbaikan nilai Cp malah menurun pada beberapa alat dan bahkan ada yang turun dibawah nilai batas yaitu 1.33, ini jelas terjadi karena dari yang tadinya alat tersebut di setting tiap hari dan sekarang hanya kurang lebih 2 kali dalam sebulan atau bahkan ada alat yang tidak di setting sama sekali dalam kurun waktu satu bulan, dengan mengurangi frekuensi dari setting ada yang harus dikorbankan yaitu nilai Cp yang menurun, tapi ini dapat diatasi dengan lebih memperhatikan torque click yang berada dibawah 1.33 nilai Cp nya untuk lebih ditingkatkan frekuensi untuk melakukan setting, karena pada waktu dilakukan pengambilan data ini alat tersebut sama sekali tidak di setting. Pada grafik ini dapat dilihat ada satu yang nilai Cp nya paling besar yaitu nut knuckle arm sama seperti sebelum dilakukan perbaikan nilai Cp nya merupakan yang terbesar karena nilai standarnya sangat besar dimana ini merupakan salah satu dari faktor yang mempengaruhi nilai Cp, menurunnya nilai Cp pada data accuracy memang bukan merupakan hal yang baaik akan tetapi nilai Cp pada data torque meter menunjukkan adanya peningkatan.

108 5.2.4.6 Analisa grafik Cp sub assy torque meter setelah perbaikan Tabel 5.16 Nilai Cp Sub Assy Torque Meter sesudah perbaikan Jenis Standard R Cp Nut Key Bolt 3.30 Kgfm ± 0.50 0.48 1.48 Bolt Cover King Pin 2.80 Kgfm ± 0.50 0.37 1.75 Nut Bearing Outer 1.75 Kgfm ± 0.75 0.26 3.10 Nut Key Bolt 9.00 Kgfm 1.00 0.38 4.10 ± Sumber : Hasil Perhitungan Cp (2004) Ditampilkan grafik Cp setelah perbaikan ini tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa setelah dibuat instruksi kerja dan diminta kepada operator untuk tidak melakukan setting tiap hari, ternyata hasilnya sampai bolt telah terpasang pada pada part nilai Cp nya masih tetap baik bahkan ada peningkatan, peningkatan ini bisa terjadi dengan dipraktekkannya instruksi kerja yang baru dimana disana ditunjukkan cara yang benar untuk melakukan akurasi sehingga bila cara yang dipraktekkan dalam melakukan setting sudah benar maka alat tersebut dapat bekerja dengan baik. 5.2.5 Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) 5.2.5.1 Process Review Proses yang akan dibahas disini merupakan salah satu bagian dari proses perakitan yaitu proses pengencangan bolt, berikut akan ditunjukkan diagram alir dari proses pengendalian pengencangan bolt.

109 Mulai Accuracy dan Sampling Accuracy Pengencangan Bolt Sampling Torque Meter Inline Inspection Finish Unit Inspection dan Sampling Torque Meter Selesai Diagram 5.1 Flowchart Process Bolt Tightening Sumber : PT Pantja Motor (2004) Proses dimulai dari dengan melakukan accuracy pada pagi hari pada pos torque analyzer, torque click dicek pada saat ini, bila tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh engineer maka torque click akan di setting agar sesuai kembali, dan diambil data untuk sampling accuracy sebanyak 5 kali pengambilan data untuk pembuatan SPC. Proses yang berikutnya adalah torque click yang telah dicek akan digunakan untuk melakukan pengencangan bolt, pada proses ini

110 diawali dengan pemasangan bolt dengan menggunakan impact wrench, tujuan dari penggunaan impact wrench ini adalah untuk mempercepat proses pengencangan bolt, setelah bolt terpasang lalu dilakukan pengencangan dengan menggunakan torque click untuk mengencangkan bolt agar sesuai dengan standarnya. Setelah dikencangkan pada jam jam tertentu yaitu : 09.00 11.00 13.30 14.30 15.30 akan dilakukan sampling dengan menggunakan torque meter, bila hasilnya tidak sesuai standar maka bolt akan dikencangkan bila terlalu kendor dan di kencangkan ulang bila terlalu kencang, dan dilakukan pengecekan ke unit sebelum dan sesudah sampling ini. Data hasil dari sampling ini akan dicatat untuk pembuatan SPC, setelah ini ada proses inline inspection yang merupakan proses pengecekan apakah semua part telah terpasang dengan benar dan baik, untuk pengecekan bolt hanya diperiksa apakah sudah terpasang dan untuk beberapa bolt yang penting akan diperiksa kekencangannya apakah sudah kencang atau belum, jika kendor maka akan dikencangkan. Sebelum melalui finish unit inspection unit akan mengalami running test, setelah itu akan memasuki pos finish unit untuk diperiksa secara keseluruhan termasuk beberapa bolt yang dianggap penting sebelum sampai ke tangan konsumen. 5.2.5.2 Identifikasi Failure Mode Untuk mengidentifikasi failure mode maka digunakan diagram tulang ikan atau diagram fish bone, pada diagram ini yang menjadi topik permasalahan adalah proses pengendalian pengencangan bolt yang masih banyak menimbulkan variasi, dengan kata lain masih banyak ditemukan adanya bolt dengan kekuatan torsi yang berada diluar standar sehingga nilai variasinya semakin besar, untuk

111 itu yang menjadi permasalahan yang akan dibahas didalam grafik fish bone ini adalah torsi pada bolt yang berada diluar standar. MATERIAL MANUSIA Kurang pengalaman, kurang konsentrasi Lupa untuk mengencangkan Dimensi bolt dari vendor tidak sesuai standar Perubahan dimensi Pengambilan data untuk SPC tidak dilakukan dengan baik Proses SPC kurang baik Rasio material bolt dari vendor tidak sesuai standar Material tidak sesuai standar Sudah mau istirahat / pulang Kerjanya tergesa-gesa Tidak memahami prinsip kerja torque click Tidak mengikuti instruksi kerja penggunaan torque click Tingkat accuracy torque click berkurang Karena bekerja menggantikan operator yang tidak masuk Pengecekan akurasi tidak dilakukan setiap hari Umurnya sudah lama Tidak memahami prinsip kerja torque click Tidak mengikuti instruksi kerja untuk accuracy Torsi pada bolt diluar standard Tidak ada standard waktu penggunaan impact wrench Penggunaan Impact wrench terlalu lama Belum dikalibrasi Belum dikalibrasi Tingkat accuracy torque analyzer berkurang Umurnya sudah lama METODE MESIN Diagram 5.2 Diagram Fishbone Nilai Torsi diluar Standar Sumber : Hasil Analisa (2004) 5.2.5.3 Identifikasi Efek Kegagalan dan Penyebab Failure Mode Setelah semua failure mode dimasukkan kedalam kertas kerja FMEA, lalu untuk setiap failure mode diidentifikasi semua efek dari kegagalan yang mungkin dan juga dicari penyebab dari failure mode tersebut

112 5.2.5.4 Penentuan Tingkat Severity, Probability, dan Detection Dari masing masing efek kegagalan ditentukan tingkat severity nya dengan menggunakan acuan dari tabel FMEA ranking criteria, lalu ditentukan probability dari masing masing efek yang dapat menyebabkan failure mode, dan yang terakhir adalah menentukan tingkat detection yaitu kemampuan untuk mendeteksi failure mode yang disebabkan oleh masing masing penyebabnya 5.2.5.5 Hitung Nilai RPN ( Risk Priority Number ) Pada tahap ini dilakukan penghitungan nilai RPN dengan menggunakan rumus : RPN = Sev x Prob x Det Setelah nilai RPN didapatkan lalu dibuat grafik dari nilai RPN dan diurutkan dari yang terbesar hingga yang terkecil, tujuannya adalah untuk menentukan masalah mana yang perlu untuk diprioritaskan untuk dilakukan perbaikan 5.2.5.6 Recommended Action Setelah memprioritaskan masalah mana yang perlu diperbaiki yang selanjutnya dilakukan adalah menentukan recommended action yang bertujuan untuk mengurangi nilai RPN dengan setelah dilakukannya recommended action ini, pembuatan recommended action juga difokuskan pada nilai RPN yang paling besar sehingga bisa cepat ditangani terlebih dahulu

113 5.2.5.7 Dokumentasi FMEA Setelah semuanya selesai dikerjakan yang terakhir harus dilakukan adalah membuat dokumentasi FMEA, dengan memasukkan data data yang telah didapat kedalam form FMEA untuk tujuan dokumentasi dan kelengkapan bila diperlukan dalam audit.