BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Hasil Pengumpulan Data Sebelum dilakukan pengolahan data, dalam melakukan penelitian ini data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian pada PT. FEDERAL KARYATAMA dalam periode bulan Februari 2007 sampai April 2007adalah : 0,35% 0,4% 2% 4% 0,25% 27% Botol Penyok Botol Basah Tutup Reject Ring patah Tutup Rusak Aluminium Cap Tidak menempel Tali Pengikat Putus 56% Diagram 4. Presentase Cacat Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa kecacatan yang paling sering terjadi yaitu Ring Patah yaitu sebesar 56 %, Tutup Reject sebesar 27 %, Tutup Rusak sebesar 2 %, sedangkan Botol basah sebesar 4 %, Botol Penyok sebesar 0.25 %, Aluminium

2 82 Cap Tidak menempel sebesar 0.35 % dan Tali Pengikat Putus 0.4 % persentasenya kecil dikarenakan hal ini terjadi karena pada proses semuanya dilakukan secara otomatis atau sepenuhnya dilakukan oleh mesin sehingga kecacatan yang timbul sedikit. Berat (Gram) Jumlah Sub Group Grafik 4. Sebaran berat oli dalam Subgroup Dari Grafik 4. diatas garis menunjukan bahwa rata rata dari subgroup untuk data variable dari berat oli berada diatas 748 gram, berarti diatas batas spesifikasi minimum yang telah ditetapkan oleh perusahaan (LSL). Batas spesifikasi bawah yang diberikan perusahaan yaitu % dari nilai standarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa resiko yang diterima oleh konsumen sangatlah kecil dikarenakan semua data tersebut berada diatas spesifikasi minimum. Tetapi data tersebut apakah telah masuk kedalam batas kontrol atau tidak.

3 Pengolahan Data 4.2. Perhitungan dengan Peta Kendali dan Batas kendali Kualitas Atribut Dalam tahap ini, dilakukan perhitungan Statistical Process Control (SPC) dengan menggunakan peta kendali kualitas atribut, yaitu peta kendali p. Peta kendali p digunakan untuk menunjukan proporsi ketidaksesuaian dalam sample atau subgroup. Berikut contoh perhitungan proporsi cacat pada sample pertama : p Cacat produksi Sedangkan untuk membuat peta kontrol p dengan 3 sigma digunakan rumus: UCL p + 3 p( p) ni ( ) UCL LCL p 3 p( p) ni ( ) LCL

4 84 Berikut ini hasil dari perhitungan sampai dengan subgroup ke 63 : Tabel 4.. Tabel UCL dan LCL Data Produksi & Data Cacat Periode Produksi Bulan Februari - April 2007 Jenis Cacat No Tanggal Jmlh Prod/Hari (pcs) Line Proses Total Kerusakan Proporsi Kesalahan UCL LCL Ket Botol Penyok Botol Basah Tutup Reject Ring patah Tutup Rusak Aluminium Cap Tidak menempel Tali Pengikat Putus incontrol Uncontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol Uncontrol incontrol incontrol incontrol incontrol Uncontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol Uncontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol Uncontrol Uncontrol Uncontrol Uncontrol Uncontrol Uncontrol incontrol Uncontrol incontrol Uncontrol Uncontrol Uncontrol Uncontrol Uncontrol Uncontrol incontrol Uncontrol Uncontrol incontrol incontrol Uncontrol incontrol Uncontrol Uncontrol incontrol incontrol incontrol Uncontrol Uncontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol Total P -BAR

5 Proportion Sample _ UCL P LCL Tests performed with unequal sample sizes Grafik 4.2. Peta kendali p Dilihat dari grafik diatas, dapat dilihat dengan jelas bahwa banyak titik-titik yang berada diluar batas UCL dan LCL, karena itu perlu dilakukan revisi dengan melakukan perhitungan lagi, namun kali ini data-data yang berada diluar batas kendali dihilangkan.

6 86 Tabel 4.2. Data Cacat direvisi No Tanggal Jmlh Prod/Hari (pcs) incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol incontrol Total P -BAR Line Proses Botol Penyok Botol Basah Tutup Reject Ring patah Data Produksi & Data Cacat Periode Produksi Bulan Februari - April Jenis Cacat Tutup Rusak Aluminium Cap Tidak menempel Tali Pengikat Putus Total Kerusakan Proporsi Kesalahan UCL LCL Ket

7 87 Peta kendali dari data revisi diatas : UCL Proportion _ P LCL Sample Tests performed with unequal sample sizes Grafik 4.3. Peta kendali p (revisi) Hasil perhitungan pada tabel diatas dan grafik diatas menunjukkan bahwa data proses telah berada dalam kendali secara statistik. Akan tetapi hal ini tidaklah cukup karena tujuan penelitian ini tidak hanya mengusahakan barang produksi berada dalam batas kontrol akan tetapi juga berusaha meminimasi cacat yang ada. Langkah yang dapat dilakukan yaitu secara terus menerus memantau dan memperbaiki proses yang ada dan meningkatkan kualitas dengan perubahan pada sistem dan operasi operasi yang ada. Setelah data peta kendali p diatas sudah berada dalam batas kendali maka dapat dihitung kapabilitas prosesnya, dengan perhitungan sebagai berikut :

8 88 Maka perhitungan kapabilitas untuk proporsi kesalahan pada produk Supreme Ultratec New 0.8 L dapat dilakukan perhitungan kapabilitas pada p-chart adalah (-pbar). Persentase cacat atribut - p-bar 00 % % % Persentase sebesar 94.2 % ini berarti kemampuan proses dalam menghasilkan produk cacat sekitar 5.8 %. Keadaan saat ini diperusahaan sangat tidak baik dengan presentasi cacat yang terjadi sebesar 5.8 %, karena diluar batas maksimum yang ditetapkan perusahaan yaitu % oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan perbaikan untuk memperkecil jumlah produk yang cacat dan meningkatkan kualitas Perhitungan Batas Kendali dan Peta Kendali Xbar-R Setelah dilakukan perhitungan dengan peta kendali kualitas atribut selanjutnya dilakukan perhitungan dengan peta kendali kualitas variable terhadap berat oil (gram). Pada peta kendali kualitas variable karakteristik kualitas yang dihitung adalah berat oil dari produk Supreme Ultratec New 0.8 L dengan menggunakan peta kendali X-bar dan R untuk mengetahui kualitas variable dari produk.

9 89 Tabel 4.3. Hasil Perhitungan Batas Kendali Xbar dan R untuk berat obeservasi sub group Jumlah R Batas kendali X Perhitungan batas-batas kendali adalah sebagai berikut : Dik : A 2 (tabel) D 4 (tabel) D 3 (tabel) 0 X n X i gram

10 90 R Ri n Perhitungan UCL dan LCL nya adalah sebagai berikut : UCL X + A 2 R gram UCL X A 2 R gram Bagan kendali R Perhitungan untuk Ri dapat dilihat pada lampiran 4, perhitungan untuk R bar adalah sebagai berikut : R Ri n UCL R.D LCL R.D

11 9 dibawah ini : Berikut peta kendali X dan R dengan menggunakan minitab dapat dilihat Xbar-R Chart of C,..., C6 Sample Mean UC L753.6 _ X LC L Sample UCL8.0 Sample Range _ R4.0 0 LC L Sample Grafik 4.3. Peta Kendali X-bar dan R untuk Berat Oil Supreme Ultatec New 0.8 L Dari grafik diatas dapat kita lihat bahwa data yang telah diambil telah berada didalam batas kendali. Hal ini menunjukkan bahwa proses telah berjalan dengan stabil dan tidak ada variasi penyebab khusus. Setelah menganalisa dengan menggunakan batas kontrol sekarang akan dilakukan analisa dengan batas spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan, dimana batasan ini yang akan menentukan apakah suatu produk akan di rework atau tidak. Batas spesifikasi yang ditetapkan oleh perusahaan ditentukan berdasarkan pengalaman dari perusahaan itu sendiri yang telah lama beroperasi dari tahun ke tahun, sehingga dari waktu kewaktu perusahaan

12 92 dapat menetapkan batas spesifikasi, yaitu sebesar % dan standar berat oli yaitu 755 gram. Maka dapat diketahui Upper Spesification Limitnya dan Lower Spesification Limitnya, yaitu : USL ( 755 * 0.0 ) 762 gram LSL ( 755 * 0.0 ) 748 gram Selanjutnya setelah diketahuinya spesifikasi akan dilanjutkan dengan menganalisa kekuatan proses atau kemampuan proses yang biasanya menggunakan Cp. Karena dengan menganalisa kemampuan proses ini akan diketahuinya apakah proses mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi. Apabila Cp memiliki nilai lebih dari.33 maka kapabilitas proses tersebut dapat dikatakan sangat baik, dan jika Cp memiliki nilai antara sampai dengan.33 maka kapabilitas proses dikatakan baik, sedangkan jika Cp memiliki nilai lebih kecil dari maka kapabilitas proses dikatakan rendah. Dari perhitungan sebelumnya yaitu pada perhitungan peta kendali X bar -R didapat R 4.0, X dan nilai d 2 (tabel) Cp (USL LSL)/6 ( R / d 2 ) ( ) / 6 ( 4.0 / 2.534).478

13 93 Dari hasil nilai kapabilitas proses didapat diatas sebesar Cp.478 dimana nilai ini lebih dari angka atau.33 sehingga menunjukkan bahwa proses memiliki kapabilitas yang sangat baik dan sangat mampu dalam memenuhi spesifikasi berat yang telah ditetapkan oleh perusahaan, yaitu 755 gr, sehingga pelanggan atau pasar akan sangat puas dengan spesifikasi yang ada sekarang ini. Selanjutnya akan dianalisa kinerja proses dengan indeks Cpk, dimana Cpk itu sendiri untuk mengevaluasi proses dari dua parameter yaitu rata rata dan standar deviasi. Indeks Cpk diperoleh adalah : Cpk min {Cpl ; Cpu} (X - LSL) Cpl 3 (R/d 2 ) ( ) 3( ) (USL - X) Cpu 3 (R/d 2 ) ( ) 3 (4.0/2.534) Maka nilai Cpk min {.47 ;.47} Berdasarkan ukuran indeks performasi diketahui bahwa Cpk.47. Hal ini berarti kinerja dari proses baik, karena semakin tinggi indeks kemampuan proses

14 94 maka semakin sedikit produk yang berada diluar batas batas spesifikasi. Hal ini dikarenakan Cpk. Tetapi walaupun nilai Cpk sekarang biasa dikata sudah baik tetapi hal tersebut tidak akan bertahan lama karena persaingan perindustrian makin hari makin ketat beserta permintaan pelanggan akan terus menerus bertambah, sehingga untuk meningkatkan nilai Cpk diperlukan perubahan rata rata proses dan standar deviasi atau penyimpangan standar proses, atau keduanya Identifikasi Jenis Cacat yang Dominan Dalam tahap ini akan dilakukan pengidentifikasi secara menyeluruh dari jenis-jenis cacat yang paling dominan atau paling sering terjadi dalam periode produksi bulan Februari 2007 sampai April Berikut ini adalah garis besar data produksi cacat atribut: Tabel 4.4. Jumlah cacat atribut bulan Februari April 2007 Bulan Cacat Botol Penyok Botol Basah Tutup Reject Ring Patah Tutup Rusak Aluminium Cap Tidak menempel Tali Pengikat Putus Februari Maret April Dari data diatas dapat dibuat diagram pareto, dimana diagram pareto ini digunakan untuk menentukan jenis cacat dominan yang menyebab turunnya kualitas pada produk Supreme Ultratec New 0.8 Liter SAE 20 W / 50 yang memerlukan prioritas penanganan sehingga dapat dibuat penyelesaian masalahnya. Dari diagram pareto ini akan terlihat jelas cacat yang paling sering terjadi selama bulan Februari- April 2007.

15 95 Data Cacat Periode Bulan Februari April Count Percent C Ring Patah Tutup Reject Tutup Rusak Botol Basah Other Count Percent Cum % Diagram 4.2. Data cacat atribut periode produksi Februari April 2007 Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa kecacatan pada ring patah akan menjadi perhatian utama dalam menyelesaikan masalah yang ada karena presentase cacat yang paling tinggi yaitu pada ring patah sebesar 56 % ( hasil pembulatan ). Sedangkan other menunjukan bahwa kecacatan sangat rendah, sehingga dalam program minitab 4 persentase rendah dikategorikan other. Selanjutnya untuk memperlihatkan faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas tersebut dengan menunjukkan faktor-faktor penyebab dari beberapa cacat yang domain dengan mengunakan fishbone atau diagram sebab akibat.

16 Identifikasi Penyebab Dominan Pada Setiap Jenis Cacat (Defect) Identifikasi Penyebab Dominan Pada Jenis Cacat Botol Penyok Untuk mengidentifikasi akar penyebab cacat dapat digunakan diagram Ishikawa. Berdasarkan hasil Brainstorming, akar penyebab cacat diantaranya adalah : Tabel 4.5. Penyebab Cacat Botol Penyok No Keterangan Penyusutan Mesin Diagram 4.3. Diagram Ishikawa untuk jenis cacat Botol Penyok Dari Fishbone diatas menunjukkan sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya botol penyok. Berikut adalah uraian untuk setiap faktor-faktor penyebab cacat.

17 97 Botol Penyok Faktor Mesin Ditinjau dari sisi mesin, biasanya diakibatkan umur mesin yang tua atau lama sehingga putarannya tidak tetap, sehingga menimbulkan tekanan antara botol satu dengan botol yang lain dalam pengurutan botol Identifikasi Penyebab Dominan Pada Jenis Cacat Botol Basah Tabel 4.6. Penyebab Cacat Botol Basah No Keterangan Penyusutan Mesin Diagram 4.4. Diagram Ishikawa untuk jenis cacat Botol Basah

18 98 Dari Fishbone diatas menunjukkan sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya botol basah. Berikut adalah uraian untuk setiap faktor-faktor penyebab cacat. Botol Basah Faktor Mesin Ditinjau dari sisi mesin, biasanya diakibatkan umur mesin yang tua atau lama sehingga tekanan angin tidak presisi Identifikasi Penyebab Dominan Pada Jenis Cacat Tutup Reject Tabel 4.7. Penyebab Cacat Tutup Reject No Keterangan Bahan material yang kurang baik 2 Penyusutan Mesin

19 99 Diagram 4.5. Diagram Ishikawa untuk jenis cacat Tutup Reject Dari Fishbone diatas menunjukkan sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya tutup reject tersebut. Berikut adalah uraian untuk setiap faktor-faktor penyebab cacat. Tutup Reject Faktor Material Dari segi material cacat reject hopper adalah aluminium lepas yang ada didalam cap, sehingga dapat menyebabkan kebocoran dan juga dimensi cap yang tidak sesuai, sehingga posisi cap tidak pas dengan saluran hopper sehingga jika ada cap yang letaknya tidak sesuai akan terjepit, dan menimbulkan patah atau retak pada cap

20 00 Faktor Mesin Ditinjau dari sisi mesin, faktor ini merupakan salah satu penyebab kegagalan pada reject hopper. pada proses ini mengalami kegagalan pada proses pengurutan baik dimensi yang terlalu kecil maupun terlalu besar, dan yang cukup berpengaruh adalah bahan dari cap yang kurang baik sehingga pada saat proses ini hanya mengalami sedikit benturan sudah mengalami cacat Identifikasi Penyebab Dominan Pada Jenis Cacat Ring Patah Tabel 4.8. Penyebab Cacat Ring Patah No Keterangan Penyusutan Mesin 2 Bahan material yang kurang baik 3 operator kurang teliti dalam posisi cap

21 0 Diagram 4.6. Diagram Ishikawa untuk jenis cacat Ring Patah Dari Fishbone diatas menunjukkan sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya ring patah. Berikut adalah uraian untuk setiap faktor-faktor penyebab cacat. Ring Patah Faktor Mesin Ditinjau dari sisi mesin, bisa diakibatkan kurangnya presisi atau ketelitian mesin tersebut yang mungkin diakibatkan umur mesin yang tua atau lama sehingga pada saat injeksi posisi injeksinya bergeser menyebabkan ring patah.

22 02 Faktor Material Dari segi material cacat ring patah adalah ring pengaman terlalu rapuh atau getas dan juga dimensi ring untuk cap yang tidak sesuai menyebabkan pada proses ini mengalami kegagalan pada proses injeksi sehingga menyebabkan ring patah, atau disebabkan karena bahan material yang kurang bagus sehingga mudah mengalami patah / rusak. Faktor manusia Ditinjau dari segi manusia, yang menyebabkan timbulnya ring patah adalah operator salah dalam meletakkan posisi cap dengan botol sehingga ring tersebut patah pada saat proses capper yang mungkin juga bisa diakibatkan kurangnya pengalaman operator. Faktor Metode kerja Dari segi metode kerja, belum adanya training atau sosialisasi standarisasi kerja yang baik dan juga operator terburu-buru bekerja karena dikejar oleh target perusahaan.

23 Identifikasi Penyebab Dominan Pada Jenis Cacat Tutup Rusak Tabel 4.9. Penyebab Cacat Tutup Rusak No Keterangan Penyusutan Mesin 2 Bahan material yang kurang baik 3 operator kurang teliti dalam posisi cap Diagram 4.7. Diagram Ishikawa untuk jenis cacat Tutup Rusak Dari Fishbone diatas menunjukkan sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya tutup rusak. Berikut adalah uraian untuk setiap faktor-faktor penyebab cacat. Tutup Rusak Faktor manusia Ditinjau dari segi manusia, yang menyebabkan timbulnya tutup rusak adalah operator salah dalam meletakkan posisi cap dengan botol

24 04 sehingga cap tersebut rusak pada saat proses capper yang mungkin juga bisa diakibatkan kurangnya pengalaman operator Faktor Material Dari segi material cacat tutup rusak adalah terjadinya perbedaan dimensi tutup untuk cap yang tidak sesuai menyebabkan pada proses ini mengalami kegagalan pada proses injeksi sehingga menyebabkan kerusakan pada cap. Faktor Metode kerja Dari segi metode kerja, belum adanya training atau sosialisasi standarisasi kerja yang baik dan juga operator terburu-buru bekerja karena dikejar oleh target perusahaan Faktor Mesin Ditinjau dari sisi mesin, bisa diakibatkan kurangnya presisi atau ketelitian mesin tersebut yang mungkin diakibatkan umur mesin yang tua atau lama sehingga pada saat injeksi posisi injeksinya bergeser menyebabkan tutup rusak.

25 Identifikasi Penyebab Dominan Pada Jenis Cacat Aluminium Cap Tidak Menempel Pada Mulut Botol Tabel 4.0. Penyebab Cacat Aluminium Cap Tidak Menempel Pada Mulut Botol No Keterangan Penyusutan Mesin 2 Bahan material yang kurang baik 3 operator kurang teliti dalam posisi cap Diagram 4.8. Diagram Ishikawa untuk jenis cacat Aluminium Cap Tidak Menempel Pada Mulut Botol Dari Fishbone diatas menunjukkan sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya Aluminium Cap Tidak Menempel Pada Mulut Botol. Berikut adalah uraian untuk setiap faktor-faktor penyebab cacat.

26 06 Aluminium Cap Tidak Menempel Faktor manusia Ditinjau dari segi manusia, yang menyebabkan timbulnya aluminium cap tidak menempel adalah operator salah dalam meletakkan posisi cap dengan botol sehingga aluminium tersebut tidak mendapatkan panas yang cukup dalam proses induksi hal ini diakibatkan kurangnya pengalaman operator Faktor Material Dari segi material cacat aluminium cap tidak menempel adalah terjadinya perbedaan dimensi tutup untuk cap yang tidak sesuai menyebabkan pada proses ini mengalami kegagalan pada proses induksi sehingga menyebabkan aluminium terjepit pada dimensi tersebut. Faktor Metode kerja Dari segi metode kerja, belum adanya training atau sosialisasi standarisasi kerja yang baik dan juga operator terburu-buru bekerja karena dikejar oleh target perusahaan Faktor Mesin Ditinjau dari sisi mesin, penyusutan mesin tersebut yang menyebabkan kecacatan pada proses induksi, dikarekan panas dari mesin tersebut sudah tidak baik.

27 Identifikasi Penyebab Dominan Pada Jenis Cacat Tali Pengikat Putus Tabel 4.. Penyebab Cacat Tali Pengikat Putus No Keterangan Penyusutan Mesin 2 Bahan material yang kurang baik 3 operator kurang teliti Diagram 4.9. Diagram Ishikawa untuk jenis cacat Tali Pengikat Putus Dari Fishbone diatas menunjukkan sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya Tali Pengikat Putus. Berikut adalah uraian untuk setiap faktor-faktor penyebab cacat.

28 08 Tali Pengikat Putus Faktor manusia Ditinjau dari segi manusia, yang menyebabkan timbulnya Tali Pengikat Putus adalah operator tidak teliti dalam proses ini. Hal ini diakibatkan kurangnya pengalaman operator Faktor Material Dari segi material cacat Tali Pengikat Putus terjadinya karena tali dari pengikat tersebut terlalu getas, sehingga tidak tahannya material tersebut didalam proses packing Faktor Metode kerja Dari segi metode kerja, belum adanya training atau sosialisasi standarisasi kerja yang baik dan juga operator terburu-buru bekerja karena dikejar oleh target perusahaan Faktor Mesin Ditinjau dari sisi mesin, biasanya diakibatkan karena mesin yang kurang dirawat, sehingga menimbulkan kotoran pada mesin packing tersebut yang menyebabkan tali pengikat putus.

29 Mengidentifikasi dan Analisa Secara Kuantitatif pada Jenis Jenis Kegagalan dengan FMEA dan Pendekatan logika Fuzzy Pembuatan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) untuk Proses Round Table Proses awal ( Round Table) adalah proses digunakan untuk meletakan botol yang akan diisi oli dalam proses selanjutnya yaitu proses filling. Untuk mengetahui akar penyebab cacat pada proses ini dapat dilihat pada table berikut : Tabel 4.2.Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) Process Round Table Proses Jenis kegagalan pada proses Efek yang ditimbulkan dari kegagalan pada proses S Penyebab dari kegagalan pada proses O Kontrol yang dilakukan D Round Table Machine Penyusutan Mesin Terjadi botol Penyok 4 Perputaran Mesin Tidak konstan 2 Setting ulang mesin 6

30 Penetapan Peringkat Nilai Severity, Occurrence, dan Detection untukpenyebab Cacat Pada Proses Round Table Penyusutan Mesin S 4 Kegagalan ini berpengaruh terhadap botol penyok, karena perputaran mesin yang tidak presisi. Sehingga pada proses jenis kegagalan ini sebagian besar dapat dirework dan nilai severity tersebut diberikan nilai 4. O 2 Penyebab dari kegagalan yang terjadi dikarenakan settingan mesin yang tidak presisi, sehingga jenis kegagalan pada proses ini sangat rendah terjadi kira- kira pada dalam lot, sehingga Occurance diberikan nilai 2 D 6 Kemungkinan tidak terdeteksi rendah, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual dan toolkit. Maka nilai detectability yang diberikan adalah 6.

31 4.3.2 Pembuatan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) untuk Proses Filling Machine Proses ( filling Machine) adalah proses digunakan untuk pengisian pelumas ke dalam botol. Pada mesin pengisian ini volume pelumas diatur 0,8 L atau L per botol dengan cara memutar pengatur volume. Untuk mengetahui akar penyebab cacat pada proses ini dapat dilihat pada table berikut : Tabel 4.3.Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) Process Filling Proses Jenis kegagalan pada proses Efek yang ditimbulkan dari kegagalan pada proses S Penyebab dari kegagalan pada proses O Kontrol yang dilakukan D Filling Machine Penyusutan Mesin Terjadi botol basah 6 Tekanan angin yang tidak sesuai 5 Setting ulang tekanan angin 6

32 Penetapan Peringkat Nilai Severity, Occurrence, dan Detection untukpenyebab Cacat Pada Proses Filling Machine Penyusutan Mesin S 6 Kegagalan ini berpengaruh terhadap botol yang basah, karena tekanan angin yang tidak presisi. Sehingga pada proses jenis kegagalan ini sebagian kecil menjadi scrap dan nilai severity tersebut diberikan nilai 6. O 5 Penyebab dari kegagalan yang terjadi dikarenakan settingan angin yang tidak presisi, sehingga jenis kegagalan pada proses ini biasanya terjadi kira- kira pada dalam 400 lot, sehingga Occurance diberikan nilai 5 D 6 Kemungkinan tidak terdeteksi rendah, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual dan di-setting ulang dengan toolkit. Maka nilai detectability yang diberikan adalah Pembuatan FMEA (failure Mode anda Effect Analysis) untuk Proses Hopper Machine Setelah dilakukan proses Filling Machine, dilanjutkan dengan proses Hopper Machine digunakan untuk pemasangan tutup botol. Kemudian botol-botol akan kembali melewati Counting dengan program penghitungan jumlah botol 6 (enam) buah. Untuk mengetahui akat penyebab cacat pada proses ini dapat dilihat pada table berikut :

33 3 Tabel 4.4.Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) Process Hopper Proses Jenis kegagalan pada proses Efek yang ditimbulkan dari kegagalan pada proses S Penyebab dari kegagalan pada proses O Kontrol yang dilakukan D Hopper Machine Penyusutan mesin Material buruk Pengurutan cap menurun Aluminium lepas sehingga Bocor Cap terjepit atau pecah Kurangnya pihak maintenance dalam perawatannya Pengeleman atau perekatan tidak sempurna Dimensi yang terlalu besar / kecil Pihak maintenance harus mereparasinya Melakukan pemeriksaan secara visual Melakukan pemeriksaan secara visual Penetapan Peringkat Nilai Severity, Occurrence, dan Detection untuk Tiap Penyebab Cacat Pada Proses Hopper Machine Penyusutan Mesin S 6 Kegagalan ini berpengaruh terhadap kecepatan suatu perputaran, karena umur mesin yang sudah tua. Sehingga settingan yang tidak presisi, pada proses jenis kegagalan ini sebagian kecil menjadi scrap dan nilai severity tersebut diberikan nilai 6. O 5 Karena settingan yang tidak konstan, dapat menimbulkan kecepatan yang tidak sesuai, sehingga jenis kegagalan pada proses ini biasanya terjadi kira - kira pada dalam 400 lot, sehingga Occurance diberikan nilai 5. D 6 Kemungkinan tidak terdeteksi rendah, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual dan di-setting ulang dengan toolkit. Maka nilai detectability yang diberikan adalah 6.

34 4 Material yang kurang baik Aluminium Lepas S 6 Karena material dari cap tidak baik, Sehingga aluminium lepas sehingga dapat menimbulkan kebocoran. Sehingga dengan material yang buruk tersebut, nilai severity yang diberikan adalah 6. O 4 Karena cap bermaterial buruk, sehingga menimbulkan kebocoran yang cukup sering kira kira terjadi dalam 2000 lot. Maka nilai dari Occurance adalah 4. D 3 Kemungkinan tidak terdeteksi sedang, karena biasanya hal tersebut butuh operator yang berpengalaman dan konsentrasi dalam inspeksi, sehingga nilai dari Detectability adalah 3. Dimensi yang tidak sesuai S 6 Karena dimensi yang tidak sesuai, Sehingga menimbulkan cap terjepit. Maka dengan dimensi yang tidak sesuai ini, nilai severity yang diberikan adalah 6. O 5 Karena cap berdimensi tidak sesuai, sehingga menimbulkan kemacetan (ketidaksesuian) pada jalur pengurutan cap tersebut terhambat. Hal ini terjadi cukup sering kira kira terjadi dalam 400 lot. Maka nilai dari Occurance adalah 5. D 5 Kemungkinan tidak terdeteksi sedang, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual yang sangat hati-hati, sehingga nilai dari Detectability adalah 5.

35 Pembuatan FMEA (failure Mode anda Effect Analysis) untuk Proses Copper Machine Setelah produk melewati proses hopper machine dilanjutkan ke proses capper machine yang berfungsi untuk pengencangan tutup botol. Untuk mengetahui akat penyebab cacat pada proses ini dapat dilihat pada table berikut : Tabel 4.5. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) Proses Copper Machine Proses Jenis kegagalan pada proses Efek yang ditimbulkan dari kegagalan pada proses S Penyebab dari kegagalan pada proses O Kontrol yang dilakukan D Capper Machine Penyusutan mesin Ring Patah 8 Material buruk Operator kurang teliti Ring patah 6 Tutup Rusak 6 Mengurangi kepercayaan konsumen Kurangnya pihak maintenance dalam perawatannya Ring pengaman terlalu rapuh atau getas Moulding cap keluar dari standard Pihak maintenance harus mereparasinya Pemberitahuan ke supplier Pemberitahuan ke supplier 6 Kurang teliti 5 Pelatihan operator

36 Penetapan Peringkat Nilai Severity, Occurrence, dan Detection untuk Tiap Penyebab Cacat Pada Proses Capper Machine Penyusutan Mesin S 8 Kegagalan ini berpengaruh terhadap suatu posisi injeksinya bergeser, karena umur mesin yang sudah tua. Sehingga perputaran mesin tidak presisi nilai severity tersebut diberikan nilai 8. O 6 Karena putaran yang tidak konstan, dapat menimbulkan efek dari material, sehingga menimbulkan kecacat pada proses. Jenis kegagalan pada proses ini biasanya terjadi kira- kira pada dalam 80 lot, sehingga Occurance diberikan nilai 6 D 6 Kemungkinan tidak terdeteksi rendah, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual dan di-setting ulang dengan toolkit. Maka nilai detectability yang diberikan adalah 6. Material yang buruk Ring Patah S 6 Karena material dari ring pengaman tidak baik, Sehingga mengalami kepatahan sewaktu proses capper machine. Sehingga dengan material ring yang buruk tersebut, nilai severity yang diberikan adalah 6. O 5 Karena ring bermaterial buruk, sehingga menimbulkan kepatahan pada ring pengaman tersebut. Dalam hal ini kegagalan terjadi cukup sering kira kira terjadi dalam 400 lot. Maka nilai dari Occurance adalah 5.

37 7 D 6 Kemungkinan tidak terdeteksi rendah, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual, tetapi butuh pembongkaran sederhana untuk dirework. Sehingga nilai dari Detectability adalah 6. Dimensi yang tidak sesuai S 6 Karena dimensi yang tidak sesuai, Sehingga menimbulkan perbedaan antara dimensi tutup dengan dimensi capper machine tersebut yang mengakibatkan tutup rusak. Maka dengan dimensi yang tidak sesuai ini, nilai severity yang diberikan adalah 6 O 4 Karena cap berdimensi tidak sesuai, sehingga menimbulkan kerusakan pada tutup. Hal ini terjadi cukup sering kira kira terjadi dalam 2000 lot. Maka nilai dari Occurance adalah 4. D 3 Kemungkinan tidak terdeteksi sedang, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual, sehingga nilai dari Detectability adalah 3. Operator yang tidak teliti S 6 Adanya operator kurang teliti dalam mengecangkan dan meletakan cap sebelum dilakukan proses copper machine. Sehingga nilai severity adalah 6. O 5 Karena kekurangan telitian dari operator tersebut, sehingga menimbulkan kecacatan pada material. Hal ini terjadi kira kira dalam 400, maka nilai dari Occurance adalah 5. D 5 Kemungkinan tidak terdeteksi rendah, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual, sehingga nilai dari Detectability adalah 5.

38 Pembuatan FMEA (failure Mode anda Effect Analysis) untuk Proses Induksi Setelah produk melewati proses capper machine yang berfungsi untuk pengencangan tutup botol selanjutnya akan melewati proses induksi, dimana gunanya proses tersebut dilakaukan agar oli tidak tumpah pada saat botol terbalik. Untuk mengetahui akat penyebab cacat pada proses ini dapat dilihat pada table berikut : Tabel 4.6. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) Proses Induksi Proses Jenis kegagalan pada proses Efek yang ditimbulkan dari kegagalan pada proses S Penyebab dari kegagalan pada proses O Kontrol yang dilakukan D Induksi Machine Penyusutan mesin Material buruk Operator kurang teliti Aluminium tidak menempel Aluminium tidak menempel Mengurangi kepercayaan konsumen 4 4 Kurangnya pihak maintenance dalam perawatannya Aluminium terjepit di cap karena dimensi yang tidak sesuai 2 2 Pihak maintenance harus mereparasinya Pemberitahuan ke supplier 6 Kurang teliti 5 Pelatihan operator 5 6 4

39 Penetapan Peringkat Nilai Severity, Occurrence, dan Detection untuk Tiap Penyebab Cacat Pada Proses Induksi Machine Penyusutan Mesin S 4 Kegagalan ini berpengaruh terhadap panasnya mesin tersebut sudah tidak baik, karena umur mesin yang sudah tua. Sehingga, pada proses jenis kegagalan ini sebagian kecil menjadi scrap dan sebagian besar dapat dirework dan nilai severity tersebut diberikan nilai 4. O 2 Karena panas yang kurang baik, sehingga jenis kegagalan pada proses ini biasanya terjadi kira - kira pada dalam lot, sehingga Occurance diberikan nilai 2. D 6 Kemungkinan tidak terdeteksi rendah, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual dan di-setting ulang dengan toolkit. Maka nilai detectability yang diberikan adalah 6. Material yang buruk Aluminium Tidak Menempel S 4 Karena dimensi yang tidak sesuai, Sehingga menimbulkan aluminium cap terjepit, maka nilai severity yang diberikan adalah 4. O 2 Karena cap berdimensi tidak sesuai, sehingga menimbulkan aluminium cap tidak menempel. Hal ini terjadi sangat rendah kira kira terjadi dalam lot. Maka nilai dari Occurance adalah 2. D 4 Kemungkinan tidak terdeteksi sedang, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual yang sangat hati-hati, sehingga nilai dari Detectability adalah 4.

40 20 Operator yang tidak teliti S 6 Adanya operator kurang teliti dalam mengecangkan dan meletakan cap proses copper machine. Sehingga nilai severity adalah 6. O 5 Karena kekurangan telitian dari operator tersebut, sehingga menimbulkan aluminium cap tidak menempel. Hal ini terjadi kira kira dalam 400, maka nilai dari Occurance adalah 5. D 5 Kemungkinan tidak terdeteksi rendah, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual, sehingga nilai dari Detectability adalah 5.

41 Pembuatan FMEA (failure Mode anda Effect Analysis) untuk Proses Stripper Setelah produk melewati proses induksi selanjutnya akan melewati proses packing. Untuk mengetahui akat penyebab cacat pada proses ini dapat dilihat pada table berikut : Tabel 4.7. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) Proses Stripper Proses Jenis kegagalan pada proses Efek yang ditimbulkan dari kegagalan pada proses S Penyebab dari kegagalan pada proses O Kontrol yang dilakukan D Stripper Machine Penyusutan mesin Material buruk Tali pengikat putus Tali pengikat terlalu getas 5 4 Kurangnya pihak maintenance dalam perawatannya Tali pengikat terlalu rapuh atau getas 3 3 Pihak maintenance harus mereparasinya Pemberitahuan ke supplier 2 2 Operator kurang teliti Mengurangi kepercayaan konsumen 6 Kurang teliti 5 Pelatihan operator 5

42 Penetapan Peringkat Nilai Severity, Occurrence, dan Detection untuk Tiap Penyebab Cacat Pada Proses Stripper Machine Penyusutan Mesin S 5 Kegagalan ini berpengaruh terhadap umur mesin yang sudah tua. Sehingga, pada proses jenis kegagalan ini sebagian kecil menjadi scrap dan nilai severity tersebut diberikan nilai 5. O 3 Karena mesin yang kurang baik, sehingga jenis kegagalan pada proses ini biasanya terjadi kira - kira pada dalam 5000 lot, sehingga Occurance diberikan nilai 3. D 2 Kemungkinan tidak terdeteksi rendah, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual. Maka nilai detectability yang diberikan adalah 2. Material yang buruk Tali Pengikat Putus S 4 Karena Tali yang terlalu getas, Sehingga menimbulkan tali putus dalam proses packing. maka nilai severity yang diberikan adalah 4. O 3 Karena tali putus, sehingga menimbulkan scrap. Hal ini terjadi rendah terjadi kira kira terjadi dalam 5000 lot. Maka nilai dari Occurance adalah 3.

43 23 D 2 Kemungkinan tidak terdeteksi sedang, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual yang sangat hati-hati, sehingga nilai dari Detectability adalah 2. Operator yang tidak teliti S 6 Adanya operator kurang teliti dalam mengecangkan dan meletakan cap proses copper machine. Sehingga nilai severity adalah 6. O 5 Karena kekurangan telitian dari operator tersebut, sehingga menimbulkan aluminium cap tidak menempel. Hal ini terjadi kira kira dalam 400, maka nilai dari Occurance adalah 5. D 5 Kemungkinan tidak terdeteksi rendah, karena biasanya hal tersebut cukup mudah dilihat secara visual, sehingga nilai dari Detectability adalah 5.

44 Proses Fuzzifikasi dengan menggunakan Fuzzy Toolbo Matlab 7. Penerapan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dengan pendekatan logika Fuzzy ini dilakukan dengan menggunakan software MATLAB 7.0. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengetik Fuzzy pada command line. Gambar 4.. Tampilan Langkah Awal Fuzzifikasi Selanjutnya tampilan FIS Editor akan muncul. Gunakan metode penalaran Mamdani dalam fuzzifikasi, karena baik input dan output berupa himpunan fuzzy dan gunakan fungsi implikasi MIN. Pada toolbar menu edit add variable, tambahkan input sehingga menjadi 3 variable yaitu Severity, Occurance, dan Detectability.

45 25 Varibale output yaitu FRPN (Fuzzy Risk Priority Categories). maka akan muncul tampilan seperti berikut ini : Gambar 4.2. Fuzzy Inference System (FIS) Editor 4.4. Nilai Input Severity (S), Occurance (0) dan Detactability (D) Nilai input severity, occurance dan detactability atas beberapa kategori dan untuk setiap kategori memliki tipe kurva dan parameter yang masing-masing.

46 26 Tabel 4.8. Parameter fungsi Keanggotaan Variable Input Kategori Tipe Kurva Parameter VL Trapesium [0 0 2,5] L Segitiga [ 2,5 4,5] M Trapesium [2,5 4,5 5,5 7,5] H Segitiga [5,5 7,5 9] VH Trapesium [7, ] Sumber : Javier Puente et al (2002) Fungsi dan nilai keanggotaan dari setiap kategori :. Very low Fungsi keanggotaan : ; f ( ;0,0,,2.5) (2.5 ) /(2.5 ) 0; 0 < < Nilai keanggotaaan : Untuk input (2.5 - ) /.5 Untuk input 2 (2.5 2) / Untuk input 3 0 Untuk input 4 0 Untuk input 5 0 Untuk input 6 0 Untuk input 7 0

47 27 Untuk input 8 0 Untuk input 9 0 Untuk input Low Fungsi keanggotaan : 0; ( ) /(2.5 ); f ( ;,2.5,4.5) (4.5 ) /( ); 0; < < < Nilai keanggotaan : Untuk input 0 Untuk input 2 (2 ) / Untuk input 3 (4.5 3) / Untuk input 4 (4.5 4) / Untuk input 5 0 Untuk input 6 0 Untuk input 7 0 Untuk input 8 0 Untuk input 9 0 Untuk input 0 0

48 28 3. Moderate Fungsi keanggotaan : 0; ( 2.5) /( ); f ( ;2.5,4.5,5.5,7.5) ; (7.5 ) /( ); 0; < < < < Nilai keanggotaan : Untuk input 0 Untuk input 2 0 Untuk input 3 (3 2.5) / Untuk input 4 (4 2.5) / Untuk input 5 Untuk input 6 (7.5 6) / Untuk input 7 (7.5 7) / Untuk input 8 0 Untuk input 9 0 Untuk input 0 0

49 29 4. High 0; ( 5.5) /( ); f ( ;,5.5,7.5,9) (9 ) /(9 7.5); 0; < < < 9 9 Nilai keanggotaan : Untuk input 0 Untuk input 2 0 Untuk input 3 0 Untuk input 4 0 Untuk input 5 0 Untuk input 6 (6 5.5) / Untuk input 7 (7 5.5) / Untuk input 8 (9 8) / Untuk input 9 0 Untuk input 0 0

50 30 5. Very High Fungsi keanggotaan 0; f ( ;7.5,9,0,0) ( 7.5) /(9 7.5) ; < < Nilai keanggotaan : Untuk input 0 Untuk input 2 0 Untuk input 3 0 Untuk input 4 0 Untuk input 5 0 Untuk input 6 0 Untuk input 7 0 Untuk input 8 (8 7.5) / (9 7.5) 0.33 Untuk input 9 Untuk input 0

51 3 Untuk setiap variable input dalam range 0, masukkan parameter yang telah ditentukan sehingga membentuk kurva menurut kategorinya masing masing. Gambar 4.3. Membership Function Editor Variable Input Severity

52 Gambar 4.4. Membership Function Editor Variable Input Occurance 32

53 Gambar 4.5. Membership Function Editor Variabel Input Detectability 33

54 Nilai Output FRPN (Fuzzy Risk Priority Categories) Nilai output FRPN (Fuzzy Risk Priority Categories) terbagi atas beberapa kategori dan untuk setiap kategori memiliki tipe kurva dan parameter yang masing - masing. Tabel 4.9. Parameter Fungsi Keanggotaan Variable Output Kategori Tipe Kurva Parameter VL Trapesium [ ] VL-L Segitiga [ ] L Segitiga [ ] L-M Segitiga [ ] M Segitiga [ ] M-H Segitiga [ ] H Segitiga [ ] H-VH Segitiga [ ] VH Trapesium [ ] Sumber : Javier Puente et al (2002)

55 35 Fungsi Keanggotaan dari setiap kategori output ;. Very Low < < 75 0; ; / ) ( ; ;0,0,25,75) ( f 2. Very Low-Low < < < ; / ) ( ; / 25) ( ; ;25,75,25) ( atau f 3. Low < < < ; / ) ( ; / 75) ( ; ;75,25,200) ( atau f 4. Low-Moderate < < < /00; ) ( ; / 25) ( ; ;25,200,300) ( atau f

56 36 5. Moderate < < < /00; ) ( /00; 200) ( ; ;200,300,400) ( atau f 6. Moderate-High < < < /00; ) ( /00; 300) ( ; ;300,400,500) ( atau f 7. High < < < ; / ) ( /00; 400) ( ; ;400,500,700) ( atau f 8. High-Very High < < < / ) ( / 500) ( ; ;500,700,900) ( atau f

57 37 9. Very High 0; f ( ;700,900,000,000) ( 700) / 200 ; 700atau < < < 000 Untuk setiap variavle output dalam range 0-000, masukkan parameter yang telah ditentukan sehingga membentuk kurva menurut kategori masing masing. Gambar 4.6. Membership function Editor Variable Output FRPN

58 Evaluasi Input Dengan Aturan-aturan Fuzzy (Fuzzy Rules) Fuzzy logic menggunakan aturan-aturan fuzzy yaitu dengan if- then rules dan rules tersebut dibuat dengan mengkombinasikan input dan parameter yang ada. Kombinasi dari 3 variable input (Severity, Occurance, dan Detactability) yang terdiri dari 5 kategori, maka ada 25 rules yang dihasilkan. Berikut - 5 Rules ( 6-25 Rules dapat dilihat dilampiran C ) tersebut adalah sebagai berikut :. Untuk membuat aturan ke- : pilih (dengan mengklik kali ) VL pada listbo Severity (a), VL pada listbo Occurrence (b), VL pada listbo Detection (c) dan VL pada listbo RPN (d). Tekan Add rule (e). 2. Untuk membuat aturan ke-2 : pilih (dengan mengklik kali ) VL pada listbo Severity (a), VL pada listbo Occurrence (b), L pada listbo Detection (c) dan VL pada listbo RPN (d). Tekan Add rule (e). 3. Untuk membuat aturan ke-3 : pilih (dengan mengklik kali ) VL pada listbo Severity (a), VL pada listbo Occurrence (b), M pada listbo Detection (c) dan VL pada listbo RPN (d). Tekan Add rule (e). 4. Untuk membuat aturan ke-4 : pilih (dengan mengklik kali ) VL pada listbo Severity (a), VL pada listbo Occurrence (b), H pada listbo Detection (c) dan VL-L pada listbo RPN (d). Tekan Add rule (e). 5. Untuk membuat aturan ke-5 : pilih (dengan mengklik kali ) VL pada listbo Severity (a), VL pada listbo Occurrence (b), VH pada listbo Detection (c) dan VL-L pada listbo RPN (d). Tekan Add rule (e).

59 39 Berikut Gambar dari Rules Editor, dimana aturan aturan fuzzy dimasukan kedalam bo tersebut sebanyak 25 Rules : Gambar 4.7. Rules Editor

60 40 Setelah selesai dari pembuatan aturan aturan fuzzy akan dilakukan perhitungan defuzzifikasi manual dari setiap aturan aturan yang ada dari jenis kecacatan botol basah yang disebabkan oleh mesin filling. Berikut beberapa contoh perhitungan dari aturan aturan fuzzy. ( Perhitungan selanjutnya dapat dilihat dilampiran C ). Rules ke- : α min ( α s VL [6], min (0;0;0) 0 α o VL [5], α d VL [6]) μ FRPN 0 Tidak ada daerah hasil Implikasi 2. Rules ke-2 : α 2 min ( α s VL [6], min (0;0;0) 0 α o VL [5], α d L [6]) μ FRPN 2 0 Tidak ada daerah hasil Implikasi 3. Rules ke-3 : α 3 min ( α s VL [6], min (0;0;0.75) 0 α o VL [5], α d M [6]) μ FRPN 3 0 Tidak ada daerah hasil Implikasi

61 4 Setelah melakukan perhitungan dari setiap aturan yang ada, ternyata pada Rules 63, 64, 88, dan 89 memiliki daerah implikasi menurut fungsi keanggotaannya masing masing. Komposisi semua output terlihat pada gambar 4.8 : Gambar 4.8. Komposisi Output FRPN dari Proses Filling untuk Kegagalan Botol Basah Rules 63 dan rules 64 memiliki μ FRPN yang berbeda, tetapi memiliki kesamaan fundsi keanggotaan dengan kategori High sehingga tidak terdapat titik potong antara kedua rules tersebut, sedangkan rules 88 dan rules 89 memiliki μ yang sama, fungsi keanggotaan yang sama dengan kategori yang sama pula yaitu Very High. Keempat rules hanya saling memotong pada saat 700 FRPN

62 42 Jadi : μ FRPN [] 0; ( 400) /00; 0.75; (700 ) / 200; 0; ( 700) / 200; 0.25; < < < < Gambar 4.9. Solusi Daerah Fuzzy FRPN dari Proses Filling untuk Kegagalan Botol Basah Proses Defuzzifikasi Perhitungan defuzifikasi dilakukan dengan menggunakan metode centroid. Perhitungan dilakukan dengan pembagian daerah-daerah dengan luas masing masing dan setiap daerah memiliki momen terhadap nilai keanggotaan. Perhitungan sebagai berikut :

63 43 Untuk proses Filling untuk kegagalan botol basah Momen : M (( 400) /00) d (0.0 4) d 3 2 * *0.0* 475 2* 475 *0.0* 400 2* ( ) ( ) M d * * 0.75*550 * 0.75*

64 ) ( ) ( *0.005*550 3 *3.5*550 2 *0.005*700 3 *3.5*700 2 * *3.5 2 ) ( ) ) / (( d d M ) ( ) (70325 *3.5*700 2 *0.005*700 3 *3.5*750 2 *0.005*750 3 *3.5 2 * ) ( ) 700) / (( d d M * 0.25*834 2 * 0.25*000 2 * d M

65 45 Luas setiap bagian adalah sebagai berikut : A ( ) * A 2 ( ) * A ( ) * A 4 ( ) * A 5 ( ) * Nilai Titik Pusat : Pada program MATLAB 7.0, untuk menentukan nilai FRPN, maka klik toolbar view-rules. Kemudian akan muncul tampilan rule viewer dan masukkan nilai input yang ditentukan (Severity, Occurance,dan Detecetability). Gambar 4.0 adalah nilai hasil FRPN proses filling untuk kegagalan botol basah :

66 46 Gambar 4.0. Nilai Output FRPN dari Proses Filling untuk Kegagalan Botol Basah Terdapat perbedaan antara perhitungan manual dengan perhitungan program MATLAB 7.0. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan. Perbedaan ini disebabkan karena adanya faktor pembulatan.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 54 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya masalah, data untuk mengukur kinerja saat ini (saat pengamatan

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA 68 BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di awal yang kemudian diolah dan diproses untuk menjadi informasi yang berguna. Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Setelah mengevaluasi berbagai data-data kegiatan produksi, penulis mengusulkan dasar evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi produk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan gambaran dari tahapan yang dilalui dalam menyelesaikan suatu masalah yang ditemui dalam sebuah penelitian, dimana dibuat berdasarkan latar belakang

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi penelitian merupakan bagian penting dalam sebuah penelitian. Dengan metodologi penelitian, dapat dijelaskan tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA 64 BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang telah dilakukan kemudian diolah menjadi informasi untuk mengetahui berapa besar jumlah produksi dan jumlah cacat. Ada berbagai

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu 48 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu dilakukan. Data-data yang dikumpulkan selama masa observasi adalah sebagai berikut : Data jumlah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Hasil Data Dari hasil pengolahan data telah diperoleh bahwa data yang telah dikumpulkan layak untuk diolah. Untuk itu hasil akhir dara data yang telah diproses

Lebih terperinci

PERBAIKAN KUALITAS PADA PROSES PENGISIAN PRODUK HANDBODY LOTION SACHET 4 ML DI PT. X DENGAN METODE FUZZY FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS Delvis Agusman 1, Ahmad 1, Rusli Tan 2 1) Staf Pengajar Program

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi Percetakan Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. pembuatan buku, observasi dilakukan agar dapat lebih memahami proses pembuatan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. pembuatan buku, observasi dilakukan agar dapat lebih memahami proses pembuatan BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan data Observasi dilakukan pada lantai Produksi dan dikhususkan pada proses pembuatan buku, observasi dilakukan agar dapat lebih memahami proses pembuatan buku,

Lebih terperinci

KUALITAS PRODUK BEDAK TWO-WAY CAKE DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DAN FMEA PADA PT UNIVERSAL SCIENCE COSMETIC

KUALITAS PRODUK BEDAK TWO-WAY CAKE DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DAN FMEA PADA PT UNIVERSAL SCIENCE COSMETIC KUALITAS PRODUK BEDAK TWO-WAY CAKE DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DAN FMEA PADA PT UNIVERSAL SCIENCE COSMETIC Edy Susanto Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Bina Nusantara,

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan berikut : Metodologi pemecahan masalah yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4.1 Mulai Studi Pendahuluan Studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT SEI Bogor pada Bulan September 2016 sampai dengan Bulan Desember 2016. PT SEI Bogor merupakan perusahaan yang bergerak

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data 755.00 754.00 berat (gram) 753.00 752.00 751.00 750.00 749.00 748.00 LSL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 jumlah sub group Grafik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasi Untuk mengelola suatu perusahaan atau organisasi selalu dibutuhkan sistem manajemen agar tujuan dari perusahaan atau organisasi tersebut dapat tercapai.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengambilan data yang dilakukan penulis menggunakan data primer dan sekunder yang didapatkan pada Lini 2 bagian produksi Consumer Pack, yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAKUAN... ii SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi HALAMAN

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Untuk mendukung perhitungan statistikal pengendalian proses maka diperlukan data. Data adalah informasi tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Kualitas Kualitas merupakan suatu hal atau faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap berbagai jenis produk baik itu barang maupun jasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan juga produk jadi Crude Palm Oil (CPO) PT Kalimantan Sanggar Pusaka

BAB III METODE PENELITIAN. dan juga produk jadi Crude Palm Oil (CPO) PT Kalimantan Sanggar Pusaka BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian 1. Obyek Penelitian. Penelitian ini akan dilakukan pada proses bahan baku, proses produksi, dan juga produk jadi Crude Palm Oil (CPO) PT Kalimantan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 55 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 56 3.2 Langkah-langkah Penelitian Dalam melakukan penelitian, terdapat beberapa kegiatan untuk dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.1.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat yang mempunyai variasi tertentu

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang memproduksi kemeja pria dewasa dengan harga Rp. 41.000 Rp. 42.500 perkemeja.

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 37 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bertujuan untuk membuktikan adanya

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi percetakan koran Lampung Post pada PT. Masa Kini Mandiri yaitu dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN KUALITAS DENGAN PENERAPAN METODE SIX SIGMA

USULAN PERBAIKAN KUALITAS DENGAN PENERAPAN METODE SIX SIGMA Jurnal Ilmiah Teknik Industri (203), Vol. No. 2, 9 USULAN PERBAIKAN KUALITAS DENGAN PENERAPAN METODE SIX SIGMA DAN FMEA (FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS) PADA PROSES PRODUKSI ROLLER CONVEYOR MBC DI PT

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Chart Pemecahan Masalah Flow Chart Pemecahan Masalah adalah sebagai berikut : 43 Gambar 3.1 Flowchart Pemecahan Masalah Penjelasan langkah-langkah flow diagram

Lebih terperinci

Analisis Pengendalian Kualitas Produk Minute Maid Pulpy 350ml di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Jawa Timur. Oleh: Zubdatu Zahrati

Analisis Pengendalian Kualitas Produk Minute Maid Pulpy 350ml di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Jawa Timur. Oleh: Zubdatu Zahrati Tugas Akhir Analisis Pengendalian Kualitas Produk Minute Maid Pulpy 350ml di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Jawa Timur Oleh: Zubdatu Zahrati 309 030 002 Pembimbing: Dra. Lucia Aridinanti, MT JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah proses produksi di PT. XY, sedangkan objek penelitian ini adalah perbaikan dan meminimalisir masalah pada proses produksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya dan faktor penyebab banyaknya re-work dari proses produksi kursi pada PT. SUBUR MANDIRI, yang merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas ABSTRAK Peningkatan kualitas produk ataupun jasa yang dihasilkan merupakan sesuatu yang mutlak perlu dilakukan oleh setiap perusahaan untuk dapat bertahan di era yang semakin kompetitif ini. Penelitian

Lebih terperinci

Oleh : Miftakhusani

Oleh : Miftakhusani USULAN MINIMASI CACAT PRODUK PERALATAN MAKANAN GARPU ART 401 DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. INDOMETAL SEDJATI ENT. LTD. JAKARTA Oleh : Miftakhusani 2010-21-012 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Tahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1. Sejarah Umum Perusahaan PT Tirta Agung Wijaya (TAW) merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pembuatan air minum dalam kemasan (AMDK). Dimulai pada

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Data Atribut Menganalisis CTQ ( Critical to Quality) Mengidentifikasi Sumber-sumber dan Akar Penyebab Kecacatan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Data Atribut Menganalisis CTQ ( Critical to Quality) Mengidentifikasi Sumber-sumber dan Akar Penyebab Kecacatan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Data Atribut Dari perhitungan yang telah dilakukan didapatkan nilai sigma untuk data atribut produk wajan super ukuran 20 sebesar 3,53. 5.1.1 Menganalisis CTQ (Critical to Quality)

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. fokus di dalam program peningkatan kualitas Lean Six Sigma sehingga cacat

BAB V ANALISA HASIL. fokus di dalam program peningkatan kualitas Lean Six Sigma sehingga cacat BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Hasil Pengolahan Data Untuk mencari akar penyebab masalah maka data harus dianalisa untuk menghasilkan perbaikan yang tepat. Hasil pengolahan data pada bab IV dijadikan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 03 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Pengumpulan Data Pada tahap pengumpulan data ini, akan disampaikan informasi-informasi mengenai situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan selama kegiatan proses pengemasan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang BAB V ANALISA DATA 5.1. Tahap Analyze Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang terjadi pada perusahaan yang telah menurunkan keuntungan dan merugikan perusahaan. Alat yang digunakan

Lebih terperinci

STRATEGI PERBAIKAN KUALITAS GULA BERDASARKAN KEMAMPUAN PROSES KONTROL

STRATEGI PERBAIKAN KUALITAS GULA BERDASARKAN KEMAMPUAN PROSES KONTROL STRATEGI PERBAIKAN KUALITAS GULA BERDASARKAN KEMAMPUAN PROSES KONTROL Mila Faila Sufa * 1, Dina Ariningsih 2 1,2 Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.A. Yani Tromol Pos 1 Kartasura

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa dan Pembahasan Produksi dan Defect Produk Dari data yang diambil, diketahui bahwa defect yang terjadi pada proses filling liquid produk obat sirup penurun panas

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 45 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk menunjang pengolahan data yang dilakukan. Data yang digunakan adalah data jumlah cacat untuk setiap karakteristik

Lebih terperinci

Pengendalian Kualitas Kadar Air Produk Kerupuk Udang Berbasis SNI Menggunakan Statistical Quality Control Method

Pengendalian Kualitas Kadar Air Produk Kerupuk Udang Berbasis SNI Menggunakan Statistical Quality Control Method Pengendalian Kualitas Kadar Air Produk Kerupuk Udang Berbasis SNI Menggunakan Statistical Quality Control Method Debrina Puspita Andriani *1), Destantri Anggun Rizky 2), Unggul Setiaji 3) 1,2,3) Jurusan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4. Hasil Pengumpulan Data Untuk dapat menganalisa kualitas yang ada di PT. UNITED Kingland, peneliti memerlukan data-data yang akurat dari pihak perusahaan. Berikut datadata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.1.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat yang mempunyai variasi tertentu yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep SPC dan Pengendalian Kualitas Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dalam dunia industri manufaktur adalah kualitas dari produk maupun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Kualitas merupakan ukuran yang tidak dapat didefinisikan secara umum, karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi perspektif yang

Lebih terperinci

: defect, six sigma, DMAIC,

: defect, six sigma, DMAIC, ABSTRAK PD.Langgeng adalah perusahaan yang memproduksi berbagai macam part mesin seperti carbon brus. Untuk meningkatkan daya saing perusahaan maka perusahaan harus memiliki keunggulan. Salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Pembuatan Diagram Sebab Akibat. Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Pembuatan Diagram Sebab Akibat. Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa 5.1.1 Pembuatan Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan yang dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor yang

Lebih terperinci

PERBAIKAN KUALITAS PRODUK UNTUK MENURUNKAN REWORK DENGAN MENGGUNAKAN METODE DMAIC DAN FUZZY FMEA DI PT. GOLD COIN

PERBAIKAN KUALITAS PRODUK UNTUK MENURUNKAN REWORK DENGAN MENGGUNAKAN METODE DMAIC DAN FUZZY FMEA DI PT. GOLD COIN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK UNTUK MENURUNKAN REWORK DENGAN MENGGUNAKAN METODE DMAIC DAN FUZZY FMEA DI PT. GOLD COIN TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan masalah Bagaimana cara pengendalian kualitas proses statistik pada data variabel.

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan masalah Bagaimana cara pengendalian kualitas proses statistik pada data variabel. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian Kualitas Statistik (Statistical Quality Control) secara garis besar digolongkan menjadi dua, yakni pengendalian proses statistik (statistical process control)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 70 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam melakukan skripsi ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer ini bertujuan untuk membuktikan adanya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Skripsi Sarjana Jurusan Teknik Industri Semester Ganjil 2005/2006 ANALISA PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK PELUMAS ULTRATEC 0.8 DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL PADA PT.

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PE ELITIA

IV. METODOLOGI PE ELITIA IV. METODOLOGI PE ELITIA 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 di laboratorium kimia departemen Quality Control (QC)

Lebih terperinci

Ada 5 GUI tools yang dapat dipergunakan untuk membangun, mengedit, dan mengobservasi sistem penalaran, yaitu :

Ada 5 GUI tools yang dapat dipergunakan untuk membangun, mengedit, dan mengobservasi sistem penalaran, yaitu : BAB V FUZZY LOGIC MATLAB TOOLBOX Agar dapat mengunakan fungsi-fungsi logika fuzzy yang ada paad Matlab, maka harus diinstallkan terlebih dahulu TOOLBOX FUZZY. Toolbox. Fuzzy Logic Toolbox adalah fasilitas

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 52 BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi pemecahan masalah adalah langkah-langkah sistematis yang akan menjadi pedoman dalam penyelesaian masalah. Dengan berdasarkan pada metodologi ini, penelitian

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan di awal yang kemudian diolah dan diproses menjadi informasi yang berguna. Sebelum dilakukan pengumpulan data langkah pertama yang

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Berdasarkan dari hasil pengamatan dan pemeriksaan yang telah dilakukan pada proses produksi wafer stick selama 3 bulan. Maka diketahui data sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Penelitian Pendahuluan Identifikasi Masalah Studi Pustaka Tujuan Penelitian Pengumpulan Data : - Data Produksi Pembuatan Diagram Alir Produksi Hitung Proporsi Cacat proses

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 61 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi penelitian menggambarkan proses atau tahap tahap penelitian yang harus ditetapkan dahulu sebelum melakukan pemecahan masalah yang sedang dibahas sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar dari Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama Temuan utama dari Penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama Temuan utama dari Penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB V PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian dengan judul Analisis Pengendalian Dan Perbaikan Kualitas Proses Produksi Dengan Metode Statistical Process Control (SPC) di PT. Surya Toto Indonesia, Tbk. adalah

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN Pembahasan pada bab ini menanalisa hasil pendefinisian permasalahan pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah ditetapkan. 5.1 Analyze Dengan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. PT. XYZ selama ini belum pernah menerapkan metode Statistical Process

BAB V ANALISA HASIL. PT. XYZ selama ini belum pernah menerapkan metode Statistical Process 70 BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Hasil control chart PT. XYZ selama ini belum pernah menerapkan metode Statistical Process Control. Sebagai langkah awal penulis mencoba menganalisa data volume produk

Lebih terperinci

2.2 Six Sigma Pengertian Six Sigma Sasaran dalam meningkatkan kinerja Six Sigma Arti penting dari Six Sigma...

2.2 Six Sigma Pengertian Six Sigma Sasaran dalam meningkatkan kinerja Six Sigma Arti penting dari Six Sigma... ABSTRAK Persaingan dunia industri semakin ketat, mendorong para pelaku industri untuk makin giat melakukan berbagai hal untuk tetap bertahan. Salah satu yang terpenting adalah kualitas produk yang merupakan

Lebih terperinci

Analisis Pengendalian Kualitas Coca-Cola Kaleng Menggunakan Statistical Process Control pada PT CCAI Central Java

Analisis Pengendalian Kualitas Coca-Cola Kaleng Menggunakan Statistical Process Control pada PT CCAI Central Java Analisis Pengendalian Kualitas Coca-Cola Kaleng Menggunakan Statistical Process Control pada PT CCAI Central Java Arkan Addien 1), Pringgo Widyo Laksono 2) 1,2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan gambaran dari tahapan yang dilalui dalam menyelesaikan suatu masalah yang ditemui dalam sebuah penelitian, dimana dibuat berdasarkan latar

Lebih terperinci

Bab III. Metodologi Penelitian. digunakan dalam penyelesaian masalah pada PT. Calvin Metal Products.

Bab III. Metodologi Penelitian. digunakan dalam penyelesaian masalah pada PT. Calvin Metal Products. 40 Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka berpikir adalah rangkaian urutan-urutan langkah yang disusun secara sistematis dan dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian, berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri atau perindustrian merupakan sebuah kegiatan ekonomi yang tidak hanya melakukan pengolahan bahan baku menjadi produk yang memiliki nilai lebih dalam penggunaannya

Lebih terperinci

PETA KENDALI VARIABEL

PETA KENDALI VARIABEL PETA KENDALI VARIABEL 9 Pengendalian Kualitas Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya e- Mail : debrina@ub.ac.id Blog : hcp://debrina.lecture.ub.ac.id/ 2 Outline Peta Kendali Variabel

Lebih terperinci

Statistical Process Control

Statistical Process Control Statistical Process Control Sachbudi Abbas Ras abbasras@yahoo.com Lembar 1 Flow Chart (dengan Stratifikasi): Grafik dari tahapan proses yang membedakan data berdasarkan sumbernya. Lembar Pengumpulan Data:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu ilmu pengetahuan yang memuat berbagai cara kerja di dalam melaksanakan penelitian dari awal hingga akhir. Metode penelitian juga merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 30 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Studi Pendahuluan Identifikasi & Perumusan Masalah Pengumpulan Data M enentukan CTQ M enghitung Proporsi Kesalahan M enghitung Kapabilitas Sigma M embuat Peta Kendali

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di PT. X yang terdapat pada Pelabuhan Perikanan Nusantara Nizam Zachman Jakarta. Waktu penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

KULIAH 4-6 PENGENDALIAN KUALITAS STATISTIKA UNTUK DATA VARIABEL

KULIAH 4-6 PENGENDALIAN KUALITAS STATISTIKA UNTUK DATA VARIABEL KULIAH 4-6 PENGENDALIAN KUALITAS STATISTIKA UNTUK DATA VARIABEL KOMPETENSI Mahasiswa dapat menyusun peta pengendali kualitas proses statistika untuk data variabel dengan menggunakan software statistika,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Ekstraksi Hasil Pengumpulan Data Pengumpulan data di perusahaan PT. Jasa Putra Plastik dilakukan dari bulan Juli 004 sampai bulan Desember 004. Data yang diperoleh dalam

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa peta kendali dan kapabilitas proses. Dari gambar 4.7 peta kendali X-bar dan R-bar bulan Januari 2013, dapat

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa peta kendali dan kapabilitas proses. Dari gambar 4.7 peta kendali X-bar dan R-bar bulan Januari 2013, dapat BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa peta kendali dan kapabilitas proses Dari gambar 4.7 peta kendali X-bar dan R-bar bulan Januari 2013, dapat dijelaskan sebagai berikut: Garis berwarna hijau adalah Mean (rata-rata

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas Zulfikar Sembiring Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Medan Area zoelsembiring@gmail.com Abstrak Logika Fuzzy telah banyak

Lebih terperinci

memuaskan pelanggan dan memenangkan persaingan PT. ITS selalu berasaha mengurangi adanya aktivitas tambahan atau pemborosan yang disebabkan karena

memuaskan pelanggan dan memenangkan persaingan PT. ITS selalu berasaha mengurangi adanya aktivitas tambahan atau pemborosan yang disebabkan karena BABV PEMBAHASAN 5.1 Tahap Define (Pendefinisian) PT. Indonesia Toray Synthetics (PT. ITS) merupakan perusahaan manufaktur dengan sistem produksi make to order, dimana proses produksi dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009 ANALISIS DATA 4.1 FASE ANALISA Fase ini merupakan fase mencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. Kemudian, dilakukan brainstroming dengan pihak perusahaan untuk mengidentifikasi akar permasalahan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang tekstil benang jahit. Saat ini perusahaan memiliki permasalahan kualitas benang jahit pada bagian twisting, di mana diketahui terjadi cacat benang.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Evaluasi Kinerja Setelah seluruh data yang diperlukan terkumpul, data tersebut akan diolah melalui 5 fase dalam Six Sigma yang disebut Six Sigma Improvement Framework atau

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI FUZZY RULES UNTUK PERENCANAAN DAN PENENTUAN PRIORITAS DI PDAM KOTA SURABAYA. oleh: WINDA ZULVINA

SIDANG TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI FUZZY RULES UNTUK PERENCANAAN DAN PENENTUAN PRIORITAS DI PDAM KOTA SURABAYA. oleh: WINDA ZULVINA SIDANG TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI FUZZY RULES UNTUK PERENCANAAN DAN PENENTUAN PRIORITAS PEMELIHARAAN PERALATAN PRODUKSI DI PDAM KOTA SURABAYA oleh: WINDA ZULVINA 5206100040 Dosen Pembimbing : Mahendrawathi

Lebih terperinci

4 BAB V ANALISIS. Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis

4 BAB V ANALISIS. Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis 4 BAB V ANALISIS 4.1 Analisa Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis melakukan analisa dan hasil dari laporan skripsi, dan menguraikan tentang data-data yang telah dikumpulkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN FUZZY FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FUZZY FMEA) DALAM MENGIDENTIFIKASI RESIKO KEGAGALAN PADA PROSES PRODUKSI DI PT.

PENGGUNAAN FUZZY FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FUZZY FMEA) DALAM MENGIDENTIFIKASI RESIKO KEGAGALAN PADA PROSES PRODUKSI DI PT. PENGGUNAAN FUZZY FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FUZZY FMEA) DALAM MENGIDENTIFIKASI RESIKO KEGAGALAN PADA PROSES PRODUKSI DI PT. MAHOGANY LESTARI TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Data yang digunakan untuk membuat peta kontrol merupakan data pengukuran dimensi pada kabel jenis NYFGbY antara bulan April 007 sampai

Lebih terperinci

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian Start Penelitian Pendahuluan Identifikasi Masalah Studi Pustaka Tujuan Penelitian Pengumpulan Data : -Data Data Pengolahan Data

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA Moh. Umar Sidik Daryanto (Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri, Universitas Gunadarma) ABSTRAK PT. Teknik Makmur

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN FUZZY LOGIC SEBAGAI PROGRAM PENGENDALIAN KUALITAS

IMPLEMENTASI FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN FUZZY LOGIC SEBAGAI PROGRAM PENGENDALIAN KUALITAS Implementasi Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Dan Fuzzy Logic... IMPLEMENTASI FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN FUZZY LOGIC SEBAGAI PROGRAM PENGENDALIAN KUALITAS Siti Aisyah, ST., MT. E-mail:

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Pengendalian Kualitas Pada tahun 1924, W.A. Shewart dari Bell Telephone Laboratories mengembangkan diagram atau grafik statistik untuk mengendalikan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah perusahaan yang bergerak di industry

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah perusahaan yang bergerak di industry BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Perusahaan PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah perusahaan yang bergerak di industry garmen, dimana perusahaan memproduksi kemeja pria dewasa. Bahan dasar untuk produksi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Chart Pemecahan Masalah Flow Chart Pemecahan Masalah adalah sebagai berikut : Gambar 3.1 Flowchart Pemecahan Masalah Penjelasan langkah-langkah flow diagram

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dijabarkan tentang tinjauan pustaka yang digunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. II.1 Sejarah FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Didalam

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS KATA PENGANTAR...

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS KATA PENGANTAR... ABSTRAK.. ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv viii ix x xv

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 28 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Identifikasi masalah Pada bagian produksi di Stamping Plant PT. Astra Daihatsu Motor, banyak masalah yang muncul berkaitan dengan kualitas yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN KUALITAS Kualitas merupakan faktor dasar yang mempengaruhi pilihan konsumen untuk berbagai jenis produk dan jasa yang berkembang pesat dewasa ini. Kualitas secara langsung

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Mutu Dalam dunia industri baik industri jasa maupun manufaktur mutu adalah faktor kunci yang membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan dan peningkatan posisi bersaing.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Menurut Sugiyono (2009, hlm.38), menyatakan bahwa objek penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Statistic Quality Control (SQC) Statistik merupakan teknik pengambilan keputusan tentang suatu proses atau populasi berdasarkan pada suatu analisa informasi yang terkandung di

Lebih terperinci