DAFTAR ISI. Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran

dokumen-dokumen yang mirip
PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

KATA SAMBUTAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II GAMBARAN UMUM 3

BUKU PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2012

PENCAPAIAN SPM KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JATENG TAHUN

RESUME PROFIL KESEHATAN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK...

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

KATA PENGANTAR. Profil Kesehatan Kota Pekalongan Tahun 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JATENG TAHUN 2015

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

KATA PENGANTAR. Semarang, Juni Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

PENCAPAIAN SPM BIDANG KESEHATAN KABUPATEN/KOTA

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2016

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

PROFIL KESEHATAN PROVINSI BENGKULU TAHUN 2012

PROFIL DINAS KESEHATAN

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

Seluruh isi dalam buku ini dapat dikutip tanpa izin, dengan menyebut sumber.

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2012

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

KATA PENGANTAR. Tulungagung, Juni 2014 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas ijin dan. kehendak-nya sehingga Laporan Tahunan dan Profil Kesehatan Puskesmas

RESUME PROFIL KESEHATAN KOTA PADANG TAHUN 2011

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47

Kata Sambutan KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

PROFIL KESEHATAN KOTA TEGAL TAHUN 2013 PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS KESEHATAN

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2013

TABEL PROFIL KESEHATAN KOTA PANGKAL PINANG TAHUN 2013

PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN ii -

DAFTAR ISI. Sambutan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batang Hari... Daftar isi... Daftar tabel... Daftar Grafik... Daftar Bagan... Daftar Lampiran...

1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

KATA PENGANTAR. Dalam rangka penyediaan data atau informasi kesehatan, kualitas

PERJANJIAN KINERJA DINAS KESEHATAN TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN KABUPATEN / KOTA

KATA PENGANTAR. PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN ii -

Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesbilitas Kesehatan Masyarakat.

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN/KOTA LHOKSEUMAWE TAHUN 2011

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012

KATA PENGANTAR. Tulungagung, Juni 2015 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2012

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2012

TREND PEMBANGUNAN KESEHATAN

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN

MISI 5 Mewujudkan Peningkatan Budaya Sehat dan Aksesibilitas Kesehatan Masyarakat SATU AN

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

PENANGGUNG JAWAB : dr. DEVIE C. BITJOLI, M.Si

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

AKI

Target Tahun. Kondisi Awal Kondisi Awal. 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 Program pengadaan, peningkatan dan penduduk (tiap 1000 penduduk

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2012

RESUME PROFIL KESEHATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2015

KATA PENGANTAR dr. Hj. Rosmawati

JUMLAH KELAHIRAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KABUPATEN/KOTA SE PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015 JUMLAH KELAHIRAN

RESUME PROFIL KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 0 TAHUN 0

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i

PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL DINAS KESEHATAN

Juknis Operasional SPM

KATA PENGANTAR. semua pihak yang telah menyumbangkan pikiran, tenaga dan

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG DINAS KESEHATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG DINAS KESEHATAN

DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO JLN. R. A BASOENI NO. 4 SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO TELP. (0321) , FAX. (0321)

JUMLAH RATA-RATA KEPADATAN KABUPATEN / WILAYAH RUMAH JIWA/RUMAH PENDUDUK KOTA

BUKU SAKU DINAS KESEHATAN KOTA MAKASSAR TAHUN 2014 GAMBARAN UMUM

TABEL 2 JUMLAH PENDUDUK JUMLAH PENDUDUK KECAMATAN

RESUME PROFIL KESEHATAN KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN ANGKA/NILAI L P L + P Satuan A. GAMBARAN UMUM 2

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 862 TAHUN 2011 TENTANG

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN BATANG DINAS KESEHATAN

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO TAHUN 2013

PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN

BAB IV GAMBARAN UMUM

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN JEPARA TAHUN 2013

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN MADIUN TAHUN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

DINAS KESEHATAN BUKU SAKU DINAS KESEHATAN P R O V I N S I K A L I M A N T A N T I M U R

dr. ZULMAN ZURI AMRAN Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu

PROFIL KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN 2015

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

BAB I PENDAHULUAN. infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar. dan HIV/AIDS, Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang

Transkripsi:

DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang. B. Sistematika Penyajian BAB II GAMBARAN UMUM. A. Keadaan Geografi B. Keadaan Penduduk. 1. Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk. 2. Rasio Jenis Kelamin... 3. Komposisi Penduduk menurut Kelompok Umur C. Keadaan Ekonomi.. 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 2. Angka Beban Tanggungan. D. Keadaan Pendidikan.. i ii iii viii xi xii 1 1 2 4 4 4 4 5 5 6 6 7 7 BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN A. Angka Kematian.. 1. Angka Kematian Bayi... 2. Angka Kematian Balita... 3. Angka Kematian Ibu 4. Angka Kematian Kecelakaan Lalu Lintas B. Angka Kesakitan 1. Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Acute Flaccid Paralysis (AFP)... 2. Prevalensi Tuberculosis... 3. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA (+)... 4. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA (+)... 5. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani. 6. Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS dan kematian karena AIDS... 7. Jumlah Kasus Baru Infeksi Menular Seksual lainnya... 8. Donor Darah Diskrining terhadap HIV... 9. Kasus Diare Ditangani... 10. Prevalensi Kusta... 11. Persentase Penderita Kusta Selesai Berobat... 12. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue... 13. Angka Kematian Demam Berdarah Dengue... 14. Angka Kesakitan Malaria... 15. Angka Kematian Malaria... 9 9 9 11 12 14 14 14 16 16 17 18 19 20 21 22 22 23 24 25 26 27 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 1

BAB IV 16. Kasus Penyakit Filariasis Ditangani 17. Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).. a. Difteri. b. Pertusis... c. Tetanus (Non Neonatorum)... d. Tetanus Neonatorum.. e. Campak f. Hepatitis B... 18. Penyakit Tidak Menular a. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah 1) Hipertensi 2) Stroke. 3) Dekompensasio Kordis... b. Diabetes Melitus... c. Neoplasma... d. Penyakit paru Obstruktif Kronis... e. Asma Bronkial... C. Status Gizi Masyarakat.. 1. Persentase Berat Bayi Lahir Rendah... 2. Persentase Balita Dengan Gizi Kurang... 3. Persentase Balita Dengan Gizi Buruk... SITUASI UPAYA KESEHATAN. A. Pelayanan Kesehatan... 1. Pelayanan Kesehatan Ibu... a. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-1... b. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4... c. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan. d. Cakupan Pelayanan Nifas... e. Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani... 2. Pelayanan Kesehatan Anak... a. Cakupan Kunjungan Neonatus... b. Cakupan Kunjungan Bayi... c. Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang Ditangani... d. Cakupan Pelayanan Anak Balita... e. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat 3. Pelayanan Gizi... a. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi... b. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Anak Balita... c. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas... d. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Fe... e. Persentase Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif... f. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan Keluarga Miskin... g. Jumlah Balita Ditimbang... h. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan... i. Desa dengan Garam Beryodium yang Baik... 28 28 28 29 29 30 31 31 32 33 33 34 35 36 37 38 39 40 40 41 42 44 44 44 44 44 45 46 47 47 47 49 49 50 51 52 52 53 54 55 56 58 58 60 61 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 2

4. Pelayanan Keluarga Berencana a. Peserta KB Baru... b. Peserta KB Aktif... 5. Pelayanan Imunisasi. a. Persentase Desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI)..... b. Cakupan Imunisasi Bayi c. Drop Out Imunisasi DPT1-Campak.. d. WUS mendapat Imunisasi TT... 6. Pelayanan Kesehatan Gigi.. a. Rasio Tambal Cabut Gigi Tetap.. b. Murid SD/MI Mendapat Pemeriksaan Gigi dan Mulut... c. Murid SD/MI Mendapat Perawatan Gigi dan Mulut.. 7. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut 8. Pelayanan Gawat Darurat dan Kejadian Luar Biasa.. a. Pelayanan Gawat Darurat Level 1 yang Harus Diberikan Pelayanan Kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota... b. Desa/Kelurahan Terkena Kejadian Luar Biasa yang Ditangani <24 Jam... c. Jumlah Penderita dan Kematian pada Kejadian Luar Biasa 9. Kegiatan Penyuluhan Kesehatan B. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan.. 1. Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar... 2. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Masyarakat Miskin... 3. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Masyarakat Miskin 4. Jumlah Kunjungan Rawat Jalan, Rawat Inap di Sarana Pelayanan Kesehatan.. 5. Jumlah Kunjungan Gangguan Jiwa di Sarana Pelayanan Kesehatan... 6. Angka Kematian Pasien di Rumah Sakit.. a. Angka Kematian Umum Penderita yang dirawat di RS (GDR)... b. Angka Kematian Penderita yang dirawat <48 jam (NDR).. 7. Indikator Kinerja Pelayanan di Rumah Sakit... c. Pemakaian Tempat Tidur (BOR)... d. Rata-rata Lama Rawat Seorang Pasien (ALOS)... e. Rata-rata Hari Tempat Tidur Tidak Ditempati (TOI)... C. Perilaku Hidup Masyarakat... 1. Persentase Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat... D. Keadaan Lingkungan... 1. Persentase Rumah Sehat... 2. Persentase Rumah/Bangunan yg Diperiksa Jentik Nyamuk Aedes... 3. Persentase Keluarga menurut Jenis Sarana Air Bersih yang Digunakan 61 61 63 65 63 65 66 66 67 67 68 69 69 70 70 72 74 74 76 76 77 78 78 79 79 79 80 80 81 81 82 82 82 83 84 85 85 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 3

BAB V BAB VI 4. Persentase Keluarga menurut Sumber Air Minum yang Digunakan.. 5. Persentase Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar. 6. Persentase Tempat-tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat.. 7. Persentase Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN. A. Sarana Kesehatan 1. Ketersediaan Obat menurut Jenis Obat 2. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan menurut Kepemilikan/Pengelola. 3. Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Kemampuan Labkes dan Memiliki 4 Spesialis Dasar.. 4. Posyandu menurut Strata. a. Posyandu Purnama... b. Posyandu Mandiri... 5. Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat (UKBM)... 6. Data Dasar Puskesmas.. B. Tenaga Kesehatan 1. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis di Sarana Kesehatan. a. Dokter Spesialis... b. Dokter Umum... c. Dokter Gigi... 2. Jumlah dan Rasio Tenaga Keperawatan di Sarana Kesehatan a. Perawat... b. Bidan... 3. Jumlah dan Rasio Tenaga Kefarmasian di Sarana Kesehatan 4. Jumlah dan Rasio Tenaga Gizi di Sarana Kesehatan 5. Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat di Sarana Kesehatan. a. Kesehatan Masyarakat... b. Tenaga Sanitasi... 6. Jumlah dan Rasio Tenaga Teknisi Medis dan Fisioterapi di Sarana Kesehatan. a. Teknisi Medis... b. Tenaga Fisioterapi... C. Pembiayaan Kesehatan. 1. Persentase Anggaran Kesehatan dalam APBD Kabupaten/Kota KESIMPULAN.. A. Derajat Kesehatan.. 1. Mortalitas / Angka Kematian. 2. Morbiditas / Angka Kesakitan. 3. Status Gizi B. Upaya Kesehatan. 1. Pelayanan Kesehatan.. 86 87 87 88 90 90 90 91 91 92 94 95 96 97 98 99 99 100 100 101 101 101 102 102 103 103 103 104 104 105 105 105 107 107 107 107 110 110 110 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 4

2. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan. 3. Perilaku Hidup Masyarakat 4. Keadaan Lingkungan. C. Sumber Daya Kesehatan.. 1. Sarana Kesehatan. 2. Tenaga Kesehatan. 3. Pembiayaan Kesehatan. 113 114 115 115 115 117 117 DAFTAR ISTILAH... 118 LAMPIRAN Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 5

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam upaya mewujudkan Jawa Tengah Sehat, pembangunan kesehatan di Jawa Tengah tidak dapat dilakukan sendiri oleh aparat pemerintah di sektor kesehatan, tetapi harus dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat. Segala upaya kesehatan selama ini dilakukan tidak hanya oleh sektor kesehatan saja, tetapi juga tidak luput peran dari sektor non kesehatan dalam upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan upaya mengatasi permasalahan kesehatan. Agar proses pembangunan kesehatan berjalan sesuai dengan arah dan tujuan, diperlukan manajemen yang baik sebagai langkah dasar pengambilan keputusan dan kebijakan di semua tingkat administrasi pelayanan kesehatan. Untuk itu pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan kesehatan perlu dikelola dengan baik dalam suatu sistem informasi kesehatan. Sistem Informasi Kesehatan (SIK) yang evidence based diarahkan untuk penyediaan data dan informasi yang akurat, lengkap, dan tepat waktu. Untuk itu, peran data dan informasi kesehatan menjadi sangat penting dan semakin dibutuhkan dalam manajemen kesehatan oleh berbagai pihak. Masyarakat semakin peduli dengan situasi kesehatan dan hasil pembangunan kesehatan yang telah dilakukan oleh pemerintah, terutama terhadap masalah-masalah kesehatan yang berhubungan langsung dengan kesehatan mereka. Kepedulian masyarakat akan informasi kesehatan ini memberikan nilai positif bagi pembangunan kesehatan itu sendiri. Untuk itu pengelola program harus bisa menyediakan dan memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat dengan dikemas secara baik, sederhana, informatif, dan tepat waktu. Profil kesehatan merupakan salah satu produk dari Sistem Informasi Kesehatan yang penyusunan dan penyajiannya dibuat sesederhana mungkin tetapi informatif, untuk dipakai sebagai alat tolok ukur kemajuan pembangunan kesehatan sekaligus juga sebagai bahan evaluasi program-program kesehatan. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah adalah gambaran situasi kesehatan yang memuat berbagai Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 6

data tentang situasi dan hasil pembangunan kesehatan selama satu tahun yang memuat data derajat kesehatan, sumber daya kesehatan, dan capaian indikator hasil pembangunan kesehatan. B. SISTEMATIKA PENYAJIAN Sistematika penyajian Profil Kesehatan adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Berisi penjelasan tentang maksud, tujuan dan sistematika penyajiannya. BAB II : GAMBARAN UMUM Menyajikan tentang gambaran umum Provinsi Jawa Tengah meliputi letak geografis, kependudukan, ekonomi dan pendidikan yang erat kaitannya dengan kesehatan. BAB III : SITUASI DERAJAT KESEHATAN Berisi uraian tentang indikator mengenai angka kematian, angka kesakitan dan angka status gizi masyarakat. BAB IV : SITUASI UPAYA KESEHATAN Menguraikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, pelayanan kesehatan dalam situasi bencana serta upaya pelayanan kesehatan lainnya yang diselenggarakan oleh kabupaten/kota. BAB V : SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN Menguraikan tentang tenaga kesehatan, sarana kesehatan, pembiayaan kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya. BAB VI : KESIMPULAN Berisi sajian garis besar hasil-hasil cakupan porgram/kegiatan berdasarkan indikator-indikator bidang kesehatan untuk dapat ditelaah lebih jauh dan untuk bahan perencanaan pembangunan kesehatan serta pengambilan keputusan di Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 7

LAMPIRAN Berisi resume atau angka pencapaian kabupaten/kota dan 82 tabel data yang sebagian diantaranya merupakan Indikator Pencapaian Kinerja Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 8

BAB II GAMBARAN UMUM A. KEADAAN GEOGRAFI Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak cukup strategis karena berada diantara dua provinsi besar, yaitu bagian barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat, bagian timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur. Sedangkan bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa dan bagian selatan berbatasan dengan Samudra Hindia dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya antara 5 40 ' - 8 30 ' lintang selatan dan antara 108 30 ' - 111 30 ' bujur timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah sebesar 32.544,12 km², secara administratif terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota, yang tersebar menjadi 573 kecamatan dan 8.576 desa/kelurahan. Wilayah terluas adalah Kabupaten Cilacap dengan luas 2.138,51 km², atau sekitar 6,57% dari luas total Provinsi Jawa Tengah, sedangkan Kota Magelang merupakan wilayah yang luasnya paling kecil yaitu seluas 18,12 km². Secara topografi, wilayah Provinsi Jawa Tengah terdiri dari wilayah daratan yang dibagi menjadi 4 (empat) kriteria : a. Ketinggian antara 0 100 m dari permukaan air laut, seluas 53,3%, yang daerahnya berada di sepanjang pantai utara dan pantai selatan. b. Ketinggian antara 100 500 m dari permukaan air laut seluas 27,4%. c. Ketinggian antara 500 1.000 m dari permukaan air laut seluas 14,7%. d. Ketinggian diatas 1.000 m dari permukaan air laut seluas 4,6%. B. KEADAAN PENDUDUK 1. Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 (angka proyeksi sementara dari BPS) sebesar 33.270.207 jiwa, dengan luas wilayah sebesar 32.544,12 kilometer persegi (km²), rata-rata kepadatan penduduk sebesar Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 9

1.022,31 jiwa untuk setiap km². Wilayah terpadat adalah Kota Surakarta, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 11.573 jiwa per km². Wilayah terlapang adalah Kabupaten Blora, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 472 jiwa per km², dengan demikian persebaran penduduk di Jawa Tengah belum merata. Jumlah rumah tangga sebanyak 8.704.482, maka rata-rata jumlah anggota rumah tangga adalah 3,82 jiwa untuk setiap rumah tangga. Penduduk terbanyak di Kabupaten Brebes 1.770.480 jiwa (5,32%) dan paling sedikit di Kota Magelang 120.447 jiwa (0,36%). Data mengenai kependudukan dapat dilihat pada lampiran Tabel 1. 2. Rasio Jenis Kelamin Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio jenis kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan per 100 penduduk perempuan. Berdasarkan penghitungan sementara angka proyeksi penduduk tahun 2012 berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik, didapatkan jumlah penduduk laki-laki di Jawa Tengah 16.495.705 jiwa (49,58%) dan jumlah penduduk perempuan di Jawa Tengah 16.774.502 jiwa (50,42%). Sehingga didapatkan rasio jenis kelamin sebesar 98,34 per 100 penduduk perempuan, berarti setiap 100 penduduk perempuan ada sekitar 98 penduduk laki-laki. Data mengenai rasio jenis kelamin (sex ratio) dapat dilihat pada lampiran Tabel 2. 3. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Komposisi penduduk Provinsi Jawa Tengah menurut kelompok umur dan jenis kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki-laki maupun perempuan mempunyai proporsi terbesar pada kelompok umur 15 44 tahun. Gambaran komposisi penduduk secara lebih rinci dapat dilihat pada lampiran Tabel 3. Perbandingan komposisi proporsi penduduk menurut usia produktif dari tahun 2008 sampai tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 10

Tabel 2.1 Persentase Kelompok Usia Produktif Jawa Tengah tahun 2008 2012 Kelompok Usia (Tahun) TAHUN *) 0-14 26,57 % 25,03 % 26,32 % 26,30 % 25,37 % 15 64 65,66 % 67,87 % 66,53 % 66,53 % 67,24 % 65 + 7,77 % 7,11 % 7,05 % 7,18 % 7,40 % Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 Ket : *) angka sementara Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi penduduk tahun 2012 bila dibandingkan dengan tahun 2011, kelompok usia produktif (15-64 tahun) mengalami peningkatan, sedangkan kelompok usia belum produktif (0-14 tahun) mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa angka beban tanggungan menjadi berkurang. C. KEADAAN EKONOMI 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi yang diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan ekonomi makro, biasanya dilihat dari pertumbuhan angka Produk Domestik Regional Bruto, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Produk Domestik Regional Bruto didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Kondisi perekonomian nasional pada tahun 2011 menunjukkan arah pertumbuhan yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,46%, lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 (6,20%). Kinerja perekonomian nasional tersebut sejalan dengan perekonomian regional. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2011 secara agregat cukup dinamis yaitu mencapai 6,01%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2010 (5,84%). Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar 6,01% lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional (6,46%) Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 11

Produk Domestik Regional Bruto per kapita di Jawa Tengah pada tahun 2011 atas dasar harga berlaku sebesar 15,38 juta rupiah atau naik sebesar 12,04% dan atas dasar harga konstan sebesar 6,11 juta rupiah, mengalami kenaikan meskipun kenaikannya tidak sebesar harga berlaku. Selama periode 2008-2011, perekonomian Jawa Tengah menunjukkan peningkatan yang positif dari tahun ke tahun yaitu tumbuh berkisar diatas 5%. Tabel 2.2 PDRB per Kapita Jawa Tengah Tahun 2008 2011 (Rupiah) Tahun PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku PDRB per Kapita atas dasar harga konstan 2008 11.124.084 5.142.781 2009 12.322.889 5.471.490 2010 13.732.413 5.774.556 2011 15.376.171 6.112.861 Sumber : PDRB Jawa Tengah Tahun 2012 2. Angka Beban Tanggungan Berdasarkan jumlah penduduk menurut kelompok umur, angka beban tanggungan (dependency ratio) penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 48,73. Angka tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2011 (50,31), berarti pada tahun 2012 setiap 100 penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) harus menanggung beban hidup sekitar 49 penduduk usia belum produktif (0 14 tahun) dan usia tidak produktif (65 tahun ke atas). D. KEADAAN PENDIDIKAN Tingkat pendidikan dapat berkaitan dengan kemampuan menyerap dan menerima informasi kesehatan serta kemampuan dalam berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, pada umumnya mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih luas sehingga lebih mudah menyerap dan menerima informasi, serta dapat ikut berperan serta aktif dalam mengatasi masalah kesehatan dirinya dan keluarganya. Dibandingkan dengan tahun 2010 secara umum telah terjadi peningkatan di bidang pendidikan. Peningkatan terjadi pada tingkat pendidikan SMP dan SMU. Hal ini wajar terjadi mengingat semakin digalakkannya program sekolah gratis bagi Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 12

jenjang SD dan SMP dan program-program pendidikan lainnya. Berikut ini disajikan tabel persentase jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2010. Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Usia 10 tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2011 Tahun Blm/Tdk Pernah Sekolah Tdk punya Ijazah SD/MI SD/MI SMP SMU/SMK DIPL/AK/ PT Total 2008 9,33 23,03 32,01 16,58 14,64 4,41 100,00 2009 8,42 22,16 32,50 17,22 15,21 4,48 100,00 2010 8,13 18,91 34,55 18,11 10,48 4,93 100,00 2011 6,95 20,68 32,59 18,92 16,00 4,85 100,00 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 Peningkatan tersebut berimbas pada kemampuan baca tulis penduduk yang tercermin dari angka melek huruf. Persentase penduduk yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya pada tahun 2011 sebesar 91,22%, sedangkan yang buta huruf sebesar 8,788%. Bila dilihat dari jenis kelaminnya, maka penduduk laki-laki lebih banyak yang melek huruf dibandingkan dengan penduduk perempuan, angka melek penduduk laki-laki sebesar 94,94% dan perempuan sebesar 87,61%. Data mengenai angka melek huruf dapat dilihat pada lampiran Tabel 5. Demikian gambaran umum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 secara ringkas dengan penyajian tentang kependudukan, perekonomian dan pendidikan. Faktor perekonomian dan pendidikan secara bersama-sama dengan kesehatan digunakan untuk menentukan Indeks Pembangunan Manusia. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 13

BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi angka kematian, angka kesakitan dan status gizi. Pada bagian ini, derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), angka morbiditas beberapa penyakit dan status gizi. Derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya. A. ANGKA KEMATIAN Angka kematian dari waktu ke waktu menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi atau tingkat permasalahan kesehatan, kondisi lingkungan fisik dan biologik secara tidak langsung. Angka tersebut dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan. Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu AKB, AKABA, AKI dan Angka Kematian Kecelakaan Lalu Lintas. 1. Angka Kematian Bayi Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (0-11 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah. AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 10,75/1.000 kelahiran hidup, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 10,34/1.000 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 14

kelahiran hidup. Dibandingkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 sebesar 17/1.000 kelahiran hidup maka AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sudah cukup baik karena telah melampaui target. Dibawah ini grafik AKB di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008-2012. 11 10.5 10 9.5 9 8.5 AKB 9.27 10.25 10.62 10.34 10.75 Gambar 3.1 Angka Kematian Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Angka kematian bayi tertinggi adalah Kabupaten Banjarnegara sebesar 18,16/1.000 kelahiran hidup, sedangkan terendah adalah Kota Surakarta sebesar 5,33/1.000 kelahiran hidup. Kt Surakarta Demak Wonogiri Magelang Kudus Kt Salatiga Tegal Karanganyar Banyumas Sragen Kendal Sukoharjo Jepara Pemalang Pati Klaten Kebumen Grobogan Kt Semarang Pekalongan Kt Pekalongan Boyolali Cilacap Purbalingga Wonosobo Batang Semarang Kt Tegal Temanggung Blora Brebes Purworejo Kt Magelang Rembang Banjarnegara 5.33 5.62 6.58 6.75 6.93 7.14 8.11 8.78 9.31 9.34 9.59 9.69 10.02 10.2 10.34 10.36 10.51 10.6 10.66 10.72 11.15 11.17 11.48 11.8 12.98 13.14 13.19 13.5 14.41 14.69 14.94 14.95 16.49 16.61 18.16 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Gambar 3.2 Angka Kematian Bayi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 15

2. Angka Kematian Balita Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah kematian balita 0 5 tahun per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program KIA/Posyandu dan kondisi sanitasi lingkungan. AKABA Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 11,85/1.000 kelahiran hidup, meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 11,50/1.000 kelahiran hidup. Dibandingkan dengan cakupan yang diharapkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 yaitu 23/1.000 kelahiran hidup, AKABA Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sudah melampaui target. Dibawah ini grafik AKB di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008-2012. 12.5 12 11.5 11 10.5 10 9.5 9 AKABA 10.12 11.6 12.02 11.5 11.85 Gambar 3.3 Angka Kematian Balita Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 AKABA tertinggi di Kabupaten Rembang sebesar 19,94/1.000 kelahiran hidup, sedangkan terendah di Kota Surakarta sebesar 6,01/1.000 kelahiran hidup. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3.4 di bawah ini. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 16

Kt Surakarta Demak Wonogiri Kudus Magelang Kt Salatiga Tegal Karanganyar Kendal Sragen Banyumas Jepara Pemalang Sukoharjo Kebumen Klaten Pati Grobogan Boyolali Pekalongan Kt Semarang Purbalingga Cilacap Kt Pklngan Wonosobo Semarang Batang Temanggun Kt Tegal Blora Brebes Purworejo Kt Magelang Banjarnegar Rembang 6.01 6.61 7.29 7.44 7.6 8.21 8.92 9.23 10.07 10.43 10.43 10.62 10.75 10.77 11.08 11.17 11.37 11.61 11.82 11.82 12.26 12.51 12.99 13.77 13.91 14.47 14.72 15.28 15.89 16.53 16.56 17.38 17.55 19.5 19.94 0 5 10 15 20 25 Gambar 3.4 Angka Kematian Balita di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 3. Angka Kematian Ibu Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan ternasuk pelayanan prenatal dan obstetri. Tingginya angka kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri yang rendah pula. Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses ke pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi oleh terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, serta terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Selain itu penyebab kematian maternal juga tidak terlepas dari kondisii ibu itu sendiri dan merupakan salah satu dari kriteria 4 terlalu, yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (>35 tahun), terlalu muda pada saat melahirkan (<20 tahun), terlalu banyak anak (>4 anak), terlalu rapat jarak kelahiran/paritas (<2 tahun). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 17

Angka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 berdasarkan laporan dari kabupaten/kota sebesar 116,34/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2011 sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup. Gambar 3.5 di bawah ini tren AKI di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2015. 120 115 110 105 100 95 AKI 114.42 117.02 104.97 116.01 116.34 Gambar 3.5 Angka Kematian Ibu Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Jumlah kematian maternal terbanyak adalah di Kabupaten Brebes sebanyak 51 kematian. Sedangkan kabupaten/kota dengan jumlah kematian maternal paling sedikit adalah Kota Salatiga dengan 2 kematian. Kt Salatiga Kt Magelang Kt Pekalongan Kt Surakarta Sukoharjo Kt Tegal Temanggung Semarang Kebumen Rembang Wonogiri Magelang Kudus Blora Boyolali Demak Karanganyar Wonosobo Sragen Klaten Purworejo Jepara Purbalingga Kt Semarang Kendal Pati Banjarnegara Batang Pekalongan Banyumas Grobogan Cilacap Pemalang Tegal Brebes 2 3 5 6 9 11 11 11 11 13 13 13 15 15 15 17 17 18 19 19 20 21 21 22 22 22 23 25 31 32 34 34 35 0 10 20 30 40 50 60 39 51 Gambar 3.6 Jumlah Kematian Ibu di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 18

Sebesar 57,93% kematian maternal terjadi pada waktu nifas, pada waktu hamil sebesar 24,74% dan pada waktu persalinan sebesar 17,33%. Sementara berdasarkan kelompok umur, kejadian kematian maternal terbanyak adalah pada usia produktif (20-34 tahun) sebesar 66,96%, kemudian pada kelompok umur >35 tahun sebesar 26,67% dan pada kelompok umur <20 tahun sebesar 6,37%. 4. Angka Kematian Kecelakaan Lalu Lintas Angka Kematian kecelakaan lalu lintas adalah jumlah kematian sebagai akibat dari kecelakaan lalu lintas per 100.000 penduduk dalam kurun waktu satu tahun. Kabupaten/kota yang melaporkan kejadian kecelakaan lalulintas pada tahun 2012 sebanyak 14 kabupaten/kota menurun dibandingkan dengan tahun 2011 sebanyak 25 kabupaten/kota. Angka kecelakaan lalulintas per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 26,28 per 100.000 penduduk sedangkan tahun 2011 sebesar 94,80 per 100.000 penduduk sementara Angka kematian kecelakaan lalu lintas tahun 2012 adalah sebesar 0,91 per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah. Dari 25 kabupaten/kota yang melaporkan, angka kematian kecelakaan lalu lintas tertinggi terjadi di Kota Magelang yaitu sebesar 30,7/100.000 penduduk. B. ANGKA KESAKITAN 1. Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Penyakit Acute Flaccid Paralysis (AFP) Upaya membebaskan Indonesia dari penyakit Polio, pemerintah telah melaksanakan Program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari pemberian imunisasi polio rutin, pemberian imunisasi masal pada anak balita melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan surveilans AFP. Surveilans AFP merupakan pengamatan dan penjaringan semua kelumpuhan yang terjadi secara mendadak dan sifatnya flaccid (layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomyelitis. Prosedur pembuktian penderita AFP terserang virus polio liar atau tidak adalah sebagai berikut : Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 19

a. Melakukan pelacakan terhadap anak usia <15 tahun yang mengalami kelumpuhan mendadak (<14 hari) dan menentukan diagnosa awal. b. Mengambil spesimen tinja penderita tidak lebih dari 14 hari sejak kelumpuhan, sebanyak dua kali selang waktu pengambilan I dan II >24 jam. c. Mengirim kedua spesimen tinja ke laboratorium dengan pengemasan khusus (untuk Jawa Tengah dikirim ke laboratorium Bio Farma Bandung) d. Hasil pemeriksaan spesimen tinja akan menjadi bukti virologi adanya virus polio liar didalamnya. e. Diagnosis akhir ditentukan pada 60 hari sejak kelumpuhan. Pemeriksaan klinis ini dilakukan oleh dokter spesialis anak atau syaraf untuk menentukan apakah masih ada kelumpuhan atau tidak. Hasil pemeriksaan virologis dan klinis akan menjadi bukti penegakan diagnosis kasus AFP termasuk kasus polio atau tidak, sehingga dapat diketahui apakah masih ada polio liar di masyarakat. Penderita kelumpuhan AFP diperkirakan 2 diantara 100.000 anak usia <15 tahun. Target minimal penemuan penderita AFP tahun 2012 sebanyak 172 penderita. Pada tahun 2012 Jawa Tengah menemukan 196 penderita AFP, sehingga sudah memenuhi target. Jumlah penderita tahun 2012 lebih sedikit dibanding tahun 2011 (215 orang). Menurut hasil pemeriksaan laboratorium, dari 196 kasus yang diperiksa semua menunjukan negatif polio (berarti tidak ditemukan virus polio liar). 250 200 150 100 50 0 Kasus AFP 187 193 178 215 196 Gambar 3.7 Penemuan Kasus AFP Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 20

2. Prevalensi Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Bersama dengan Malaria dan HIV/AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs. Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective), yang terdiri dari 5 komponen kunci 1) Komitmen politis; 2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya; 3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; 4) Jaminan ketersediaan OATyang bermutu; 5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Prevalensi Tuberkulosis per 100.000 penduduk Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 106,42. Prevalensi tuberkulosis tertinggi adalah di Kota Tegal (358,91per 100.000 penduduk) dan terendah di Kabupaten Magelang (44,04 per 100.000 penduduk). 3. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA(+) Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA(+) yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA(+) yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Pencapaian CDR di Jawa Tengah tahun 2008 s/d 2012 masih dibawah target yang ditetapkan sebesar 100%. Meskipun masih dibawah target yang ditentukan, capaian CDR tahun 2012 sebesar 58,45% lebih rendah dibanding tahun 2011 (59,52%). CDR tertinggi di Kota Magelang sebesar 292,91% dan yang terendah di Kabupaten Magelang sebesar 21,82%. Terdapat lima kabupaten/kota yang sudah melampaui target 100% yaitu kota Magelang Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 21

(292,91), Kota Surakarta (128,17%), Kota Salatiga (109,84), Kota Tegal (203,09%) dan Kota Pekalongan (137,75%). 60 50 40 30 20 10 0 CDR TB 47.97 48.15 55.38 59.52 58.45 Gambar 3.8 Angka Penemuan TB Paru (CDR) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Untuk meningkatkan cakupan CDR dan angka kesembuhan, pada tahun 2012 telah dilakukan berbagai upaya seperti peningkatan SDM, baik tenaga medis, paramedis dan laboratorium, pertemuan jejaring antar unit pelayanan kesehatan dan asistensi ke rumah sakit. Kegiatan-kegiatan tersebut perlu dievaluasi untuk menilai apakah hasil kegiatan sesuai dengan tujuan yang diharapkan sekaligus mengidentifikasi permasalahan yang ditemukan untuk selanjutnya disusun rencana tindak lanjut perbaikan. 4. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA(+) Evaluasi pengobatan pada penderita TB paru BTA(+) dilakukan melalui pemeriksaan dahak mikroskopis pada akhir fase intensif satu bulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan dengan hasil pemeriksaan negatif. Dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan dahak pada akhir pengobatan ditambah minimal satu kali pemeriksaan sebelumnya (sesudah fase awal atau satu bulan sebelum akhir pengobatan) hasilnya negatif. Bila pemeriksaan follow up tidak dilakukan, namun pasien telah menyelesaikan pengobatan, maka evaluasi pengobatan pasien dinyatakan sebagai pengobatan lengkap. Evaluasi jumlah pasien dinyatakan sembuh dan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 22

pasien pengobatan lengkap dibandingkan jumlah pasien BTA(+) yang diobati disebut keberhasilan pengobatan (Succes Rate). Angka kesembuhan (Cure Rate) TB paru Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 82,90 lebih rendah dibanding 2010 sebesar 85,15% dan belum melebihi target nasional (90%) Angka kesembuhan tertinggi di Kabupaten Karanganyar sebesar 98,84%, sedangkan terendah di Kota Tegal sebesar 58,05%. 86 85.5 85 84.5 84 83.5 83 82.5 82 2008 2009 2010 2011 CR TB 83.9 85.01 85.15 82.9 Gambar 3.9 Angka Kesembuhan TB Paru (CR) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2011 5. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita tahun 2012 sebesar 24,74% lebih sedikit dibanding tahun 2011 (25,5%). Jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 64.242 kasus, angka ini masih sangat jauh dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2010 (100%). Berikut ini ditampilkan persentase penemuan pneumonia balita Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 23

Pada tingkat kabupaten/kota, ada satu kota yang mempunyai persentase cakupan tertinggi yaitu Kabupaten kebumen (93,03%), sementara kabupaten dengan persentase cakupan terendah adalah Kabupaten Cilacap (3,06%). 45 40 35 30 25 20 Pneumonia Balita 23.63 25.96 40.63 25.5 24.74 Gambar 3.10 Persentase Penemuan dan Penanganan Penderita Pneumonia pada Balita Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 6. Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS dan Kematian karena AIDS HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counselling, and Testing (VCT), sero survey dan Survei Terpadu Biologis dan perilaku (STBP). Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan tahun 2012 sebanyak 607 lebih sedikit dibanding tahun 2011 (755 kasus), sebagian besar didapat dari hasil VCT di rumah sakit. Kasus Aquiared Immuno Devisiency Syndrome (AIDS) sebanyak 797 kasus, lebih banyak dibanding tahun 2011 (521 kasus) dimana kasus tersebut didapatkan dari laporan VCT rumah sakit, laporan rutin AIDS kab/kota serta Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM). Peningkatan kasus AIDS ini dikarenakan upaya penemuan atau pencarian kasus yang semakin intensif melalui VCT di rumah sakit dan upaya penjangkauan oleh LSM peduli AIDS di kelompok risiko tinggi. Kasus HIV/AIDS merupakan fenomena gunung es, artinya kasus yang dilaporkan hanya Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 24

sebagian kecil yang ada di masyarakat. Jumlah kematian karena AIDS di Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 149 kasus, lebih banyak dibanding tahun 2011 (89 kasus). 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 797 755 607 501 521 430 373 259 170 143 160 149 104 89 56 HIV AIDS Meninggal Gambar 3.11 Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS dan kematian karena AIDS Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Gambar 3.11 menunjukan bahwa kecenderungan (trend) kasus HIV maupun AIDS selalu mengalami peningkatan setiap tahun. Jumlah kasus baru HIV/AIDS tertinggi adalah di Kota Semarang (81/110 kasus), jumlah kematian karena AIDS terbanyak di Kota Magelang sebanyak 18 kasus. Perempuan 48% Laki-laki 52% Gambar 3.12 Persentase Kasus Baru AIDS menurut Jenis Kelamin Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 7. Jumlah Kasus Baru Infeksi Menular Seksual lainnya Penyakit Menular Seksual (PMS) atau biasa disebut penyakit kelamin adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. PMS meliputi Syphilis, Gonorhoe, Bubo, Jengger ayam, Herpes, dan lain-lain. Infeksi Menular Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 25

Seksual (IMS) yang diobati adalah kasus IMS yang ditemukan berdasarkan sindrom dan etiologi serta diobati sesuai standar. Jumlah kasus baru IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 8.671 kasus, lebih sedikit dibanding tahun 2011 (10.752 kasus). Meskipun demikian kemungkinan kasus yang sebenarnya di populasi masih banyak yang belum terdeteksi. Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Seksual mempunyai target bahwa seluruh kasus IMS yang ditemukan harus diobati sesuai standar. 8. Donor Darah Diskrining terhadap HIV Selain melakukan kegiatan serosurvei HIV dan surveilans/ pengamatan kasus AIDS, Dinas Kesehatan juga melakukan pengamatan terhadap hasil skrining/penapisan darah donor melalui UTDD PMI Jawa Tengah. Tujuan skrining ini adalah untuk mengamankan darah donor supaya bebas dari beberapa penyakit seperti Hepatitis C, Sifilis, Malaria, DBD termasuk juga bebas dari virus HIV. Pada tahun 2012 diketahui jumlah pendonor sebanyak 432.341 orang, kemudian yang dilakukan pemeriksaan sampel darah sebanyak 432.148 (99,96%). Dari hasil pemeriksaan sampel darah tersebut, sebanyak 580 sampel (0,13) yang positif HIV. Tabel perkembangan jumlah sampel yang diperiksa dan hasil yang positif HIV dari tahun 2008 sampai dengan 2012 sebagai berikut : Tabel 3.1 Persentase Donor Darah Diskrining terhadap HIV Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012 Tahun Jumlah Sample Diperiksa Jumlah Positif HIV Positif HIV 2008 348.795 520 1,49 2009 312.793 275 0,09 2010 309.731 510 0,16 2011 324.828 415 0,13 2012 432.341 580 0,13 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 26

9. Kasus Diare Ditangani Diare adalah penyakit yang terjadi ketika terjadi perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. Cakupan penemuan dan penanganan diare di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 42,66%, lebih rendah dibanding tahun 2011 (57,9. Pada tingkat kabupaten/kota, diketahui bahwa cakupan penemuan dan penanganan diare tertinggi adalah Kabupaten Klaten (93,33%) dan terendah adalah Kabupaten Cilacap (6,20%). 60 55 50 45 40 Cakupan 47.8 48.5 44.48 57.9 42.66 Gambar 3.13 Cakupan Penemuan dan Penanganan diare Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 10. Prevalensi Kusta Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak dan mata. Diagnosis kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai berikut: a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa, b. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot, c. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA Positif) Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 27

Pada tahun 2012, dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multi Basiler sebanyak 1.308 kasus, lebih rendah dibanding tahun 2011 (1.873 kasus) dan tipe Pausi Basiler sebanyak 211 kasus, juga lebih rendah dibanding tahun 2011 (395 kasus) dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 4,57 per 100.000 penduduk. Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi rendahnya proporsi cacat tingkat II, sedangkan untuk mengetahui tingkat penularan di masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun) di antara penderita baru. Proporsi cacat tingkat II pada tahun 2012 sebesar 16,59%, lebih tinggi dibanding tahun 2011 (13,32%). Sedangkan proporsi anak di antara penderita baru pada tahun 2012 sebesar 6,58%. 11. Persentase Penderita Kusta Selesai Berobat Cakupan program kusta diukur berdasarkan angka penderita kusta tipe Pauci Baciller (PB) dan Multy Baciller (MB) selesai diobati. Cakupan program kusta tipe PB tahun 2012 berdasarkan jumlah penderita baru tahun 2011 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2012 sebesar 92,31% lebih tinggi dibanding tahun 2011 (85%) dan lebih tinggi dari target 90%. Kusta tipe MB diambil dari data penderita baru tahun 2010 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2011 sebesar 75,39% lebih rendah dibanding tahun 2010 (76%) dan lebih rendah dari target 95%. Cakupan selama 5 tahun terakhir kusta tipe PB dan tipe MB mulai tahun 2008 (tabel 12). 100 persentase (%) 80 60 40 20 0 PB 92.48 85.27 91.21 85 92.31 MB 90.98 87.5 87.61 76.46 75.39 Gambar 3.14 Persentase Penderita Kusta selesai diobati Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 28

Cakupan kusta tidak bisa tercapai dikarenakan masih banyak penderita yang tidak berobat teratur atau penderita yang seharusnya sudah selesai diobati (Release From Treatment - RFT), tetapi belum dicatat sudah RFT. Rendahnya cakupan penderita kusta RFT juga dikarenakan adanya ketentuan baru pengobatan untuk penderita default. Penderita PB tidak minum obat lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 9 bulan sudah dianggap default. Ketentuan lama penderita disebut default kalau 3 bulan berturut-turut tidak minum obat. Penderita MB tidak minum obat lebih dari 6 bulan dalam jangka waktu 18 bulan sudah disebut default. Ketentuan lama penderita MB berturut-turut 6 bulan tidak berobat baru dikatakan default. 12. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak berumur <15 tahun, namun dapat juga menyerang orang dewasa. Penyakit DBD masih merupakan permasalahan serius di Provinsi Jawa Tengah, terbukti 35 kabupaten/kota sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Angka kesakitan/incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 19,29/100.000 penduduk, meningkat bila dibandingkan tahun 2011 (15,27/100.000 penduduk) dan masih dalam target nasional yaitu <20/100.000 penduduk. Angka kesakitan tertinggi di Kabupaten Blora sebesar 88,77/100.000 penduduk, terendah di Kabupaten Wonogiri sebesar 1,37/100.000 penduduk. Setiap penderita DBD yang dilaporkan dilakukan tindakan perawatan penderita, penyelidikan epidemiologi di lapangan serta upaya pengendalian. Tingginya angka kesakitan DBD disebabkan karena adanya iklim tidak stabil dan curah hujan cukup banyak pada musim penghujan yang merupakan sarana perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegipty yang cukup potensial. Selain itu juga didukung dengan tidak maksimalnya kegitan PSN di masyarakat sehingga menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD di beberapa kabupaten/kota. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 29

70 50 30 10 IR DBD 59.2 57.4 59.8 15.27 19.29 Target 20 20 20 20 20 Gambar 3.15 Angka Kesakitan DBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Angka kesakitan DBD di kabupaten/kota hampir semuanya lebih dari 20/100.000 penduduk. Ada 2 kabupaten/kota dengan angka kesakitan kurang dari 2/100.000 penduduk yaitu Kabupaten Wonogiri (1,37) dan Kabupaten Purworejo (1,55). 13. Angka Kematian Demam Berdarah Dengue (DBD) Angka kematian/case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2012 sebesar 1,52% lebih tinggi dibanding tahun 2011 (0.93%), tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan target nasional (<1%). 1.5 1.25 1 0.75 CFR DBD 1.19 1.42 1.29 0.93 1.52 Gambar 3.16 Angka Kematian DBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 30

Angka kematian tertinggi adalah di Kabupaten Wonogiri sebesar 23,08% dan tidak ada kematian di 10 kabupaten/kota. Sedangkan kabupaten/kota dengan angka kematian lebih dari 1% sebanyak 20 kabupaten/kota. J A B A R Cilacap Brebes CFR DBD 0 < 1 > 1 Tegal Kota Tegal Banyumas Pekalongan Pemalang Purblg Batang Bata ng Wonosobo Bj negara Kebumen Kota Pekalongan Purworejo Kendal Demak Kota Semarang Temanggung Kota Mgl Kab. Mgl Magelan g Kab Semarang Salatiga DI. Yogyakarta Jepara Jepara Kudus Grobogan Sragen Pati Boyolali Surakarta Kr.anyar Klaten Sukoharjo Wonogiri Rembang Blora J A T I M Gambar 3.17 Peta CFR DBD kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 14. Angka Kesakitan Malaria Penyakit malaria masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah. Saat ini masih ditemukan desa High Case Incidence (HCI) sebanyak 31 desa yang tersebar di 5 Kabupaten yaitu Purworejo, Kebumen, Purbalingga, Banyumas dan Jepara. Angka kesakitan malaria (Annual Parasite Incidence-API) merupakan indikator untuk memantau perkembangan penyakit malaria. Jumlah kasus tahun 2012 sebanyak 2.420 kasus, lebih rendah dibanding tahun 2011 (3.467 kasus) dan angka kesakitan malaria sebesar 0,08, sedikit turun dibandingkan tahun 2011 (0.11 ). Perkembangan insidens malaria sejak tahun 2008 dilihat pada gambar berikut. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 31

0.15 0.1 0.05 0 API 0.05 0.05 0.1 0.11 0.08 Gambar 3.18 Angka Kesakitan Malaria Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Penderita malaria tahun 2012 ditemukan di 27 kabupaten, terbanyak di Kabupaten Banjarnegara (592 penderita) dan tidak ada kasus di 8 Kabupaten/Kota. 15. Angka Kematian Malaria Angka kematian/case Fatality Rate (CFR) Malaria tahun 2012 sebesar 0,01%. Hampir semua Kabupaten/Kota tidak terdapat kasus kematian tetapi hanya Kabupaten Blora yang mempunyai kasus kematian karena malaria dengan angka 2%. J A B A R Cilacap Brebes Tegal Kota Tegal Banyumas Pekalongan Pemalang Purblg Batang Bata ng Wonosobo Bj negara Kebumen Kota Pekalongan Purworejo Kendal Demak Kota Semarang Temanggung Kota Mgl Kab. Mgl Magelan g Kab Semarang Salatiga DI. Yogyakarta Jepara Jepara Kudus Grobogan Sragen Pati Boyolali Surakarta Kr.anyar Klaten Sukoharjo Wonogiri Rembang Blora J A T I M Gambar 3.19 Peta CFR Malaria kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 32

16. Kasus Penyakit Filariasis Ditangani Jumlah kasus Filariasis di Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun semakin bertambah. Secara kumulatif, jumlah kasus Filariasis pada tahun 2012 sebanyak 565 penderita. Pada tahun 2012 terdapat 10 kasus baru, lebih sedikit dibanding tahun 2011 (141 kasus) yang ditemukan di 8 kabupaten/kota. 17. Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) Yang termasuk dalam PD3I yaitu Polio, Pertusis, Tetanus Non Neonatorum, Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri dan Hepatitis B. Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit tersebut, diperlukan komitmen global untuk menekan turunnya angka kesakitan dan kematian yang lebih banyak dikenal dengan Eradikasi Polio (ERAPO), Reduksi Campak (Redcam) dan Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN). Saat ini telah dilaksanakan Program Surveilans Integrasi PD3I, yaitu pengamatan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Difteri, Tetanus Neonatorum, dan Campak). Dalam waktu 5 tahun terakhir jumlah kasus PD3I yang dilaporkan adalah sebagi berikut: a. Difteri Jumlah kasus Difteri di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebanyak 32 kasus, lebih banyak dibanding tahun 2011 (8 kasus) Hal ini dimungkinkan karena pencapaian cakupan imunisasi yang meningkat (>85%). Penemuan kasus selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 33

35 30 25 20 15 10 5 0 Kasus Difteri 28 30 14 8 32 Gambar 3.20 Penemuan kasus Difteri Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 b. Pertusis Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 tidak ada kasus pertusis (nihil), menurun bila dibandingkan dengan jumlah kasus Pertusis tahun 2011 (4 kasus). Penemuan kasus selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 30 25 20 15 10 5 0 Kasus Pertusis 3 0 24 4 0 Gambar 3.21 Penemuan kasus Pertusis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 c. Tetanus (Non Neonatorum) Jumlah kasus Tetanus (Non Neonatorum) di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebanyak 18 kasus, lebih banyak dibanding tahun 2011 (13 kasus). Kasus tertinggi di Kabupaten Blora sebanyak 11 kasus. Jumlah Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 34

kematian karena Tetanus sebanyak 5 orang. Penemuan kasus selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 20 15 10 5 0 Kasus Tetanus Non Neonatorum 7 6 3 13 18 Gambar 3.22 Penemuan kasus Tetanus Non Neonatorum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 d. Tetanus Neonatorum Pada tahun 2012 di Provinsi Jawa Tengah tidak terdapat kasus Tetanus Neonatorum, menurun tajam dibanding tahun 2011 (4 kasus). Penemuan kasus dan kematian Tetanus Neonatorum selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 12 8 4 0 Kasus 10 10 6 4 0 Mati 6 5 4 3 0 Gambar 3.23 Penemuan kasus dan kematian Tetanus Neonatorum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 35

e. Campak Jumlah kasus Campak di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 18 kasus (positif campak) sedangkan campak klinis (suspect) sebanyak 416 kasus, lebih sedikit dibanding tahun 2011 (1.873 kasus). Kasus campak positif terbanyak terdapat di Kabupaten Jepara (3 kasus). Terdapat 29 Kabupaten/Kota yang tidak terdapat kasus campak. Penemuan kasus campak selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 4000 3000 2000 1000 0 Campak 2498 3614 3664 1873 416 f. Hepatitis B Gambar 3.24 Kasus Campak yang dilaporkan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Pada tahun 2012 di Provinsi Jawa Tengah terdapat kasus Hepatitis B sebanyak 98 kasus, menurun drastis dibanding tahun 2011 (170 kasus). Penemuan kasus Hepatitis B selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 200 150 100 50 0 Hepatitis B 57 74 117 170 98 Gambar 3.25 Kasus Hepatitis B Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 36

18. Penyakit Tidak Menular Penyakit tidak menular (PTM) yang diintervensi meliputi jantung koroner, dekompensasio kordis, hipertensi, stroke, diabetes mellitus, kanker serviks, kanker payudara, kanker hati, kanker paru, penyakit paru obstruktif kronis, asma bronkiale, dan kecelakaan lalu lintas. Penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronis dan kanker tertentu, dalam kesehatan masyarakat sebenarnya dapat digolongkan sebagai satu kelompok PTM utama yang mempunyai faktor risiko sama (common underlying risk factor). Faktor risiko tersebut antara lain faktor genetik merupakan faktor yang tidak dapat diubah (unchanged risk factor), dan sebagian besar berkaitan dengan faktor risiko yang dapat diubah (change risk factor) antara lain konsumsi rokok, pola makan yang tidak seimbang, makanan yang mengandung zat aditif, kurang berolah raga dan adanya kondisi lingkungan yang tidak kondusif terhadap kesehatan. Penyakit tidak menular mempunyai dampak negatif sangat besar karena merupakan penyakit kronis. Apabila seseorang menderita penyakit tidak menular, berbagai tingkatan produktivitas menjadi terganggu. Penderita ini menjadi serba terbatas aktivitasnya, karena menyesuaikan diri dengan jenis dan gradasi dari penyakit tidak menular yang dideritanya. Hal ini berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan tidak diketahui kapan sembuhnya karena memang secara medis penyakit tidak menular tidak bisa disembuhkan tetapi hanya bisa dikendalikan. Yang harus mendapatkan perhatian lebih adalah bahwa penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian tertinggi dibanding dengan penyakit menular. Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang melaporkan data PTM tahun 2012 sebanyak 34 kabupaten/kota (97,14%). Hampir semua kelompok Penyakit Tidak Menular pada tahun 2012 mengalami penurunan jumlah kasus. Kasus tertinggi Penyakit Tidak Menular pada tahun 2012 adalah kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah. Dari total 1.212.167 kasus yang dilaporkan sebesar 66,51% (806.208 kasus) adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 37

70 62,43 66,51 60 50 40 30 20 10 0 1,39 0,94 16,54 16,58 2,12 1,61 11,55 12,67 4,85 2,8 Tahun 2011 Tahun 2012 Gambar 3.26 Persentase Kasus Penyakit Tidak Menular Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 dan 2012 a. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit yang mengganggu jantung dan sistem pembuluh darah seperti penyakit jantung koroner (angina pektoris, akut miokard infark), dekompensasio kordis, hipertensi, stroke, penyakit jantung rematik, dan lain-lain. Kasus tertinggi penyakit tidak menular tahun 2012 pada kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit Hipertensi Esensial, yaitu sebanyak 554.771 kasus (67,57%) lebih rendah dibanding tahun 2011 (634.860 kasus/72,13 %). 1) Hipertensi Hipertensi atau sering disebut dengan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 38

Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai diantara penyakit tidak menular lainnya. Hipertensi dibedakan menjadi hipertensi primer yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang muncul akibat adanya penyakit lain seperti hipertensi ginjal, hipertensi kehamilan, dll. Penyakit Hipertensi Essensial pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 menunjukkan adanya penurunan kasus yang cukup tinggi, hanya pada tahun 2011 terlihat adanya kenaikan jumlah kasus dan hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini. 900,000 800,000 700,000 600,000 500,000 Hipertensi Essensial 865,204 698,816 562,117 634,860 544,771 2) Stroke Gambar 3.27 Tren Peningkatan Kasus Hipertensi Essensial Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Stroke adalah suatu penyakit menurunnya fungsi syaraf secara akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak, terjadi secara mendadak dan cepat yang menimbulkan gejala dan tanda sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Stroke disebabkan oleh kurangnya aliran darah yang mengalir ke otak, atau terkadang menyebabkan pendarahan di otak. Stroke dibedakan menjadi stroke hemoragik yaitu adanya perdarahan otak karena pembuluh darah yang pecah dan stroke non hemoragik yaitu lebih karena adanya sumbatan pada pembuluh darah otak. Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi dari tahun 2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi tahun 2012 adalah Kabupaten Kudus sebesar 1,84%. Sedangkan prevalensi stroke Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 39

non hemorargik pada tahun 2012 sebesar 0,07 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah Kota Salatiga sebesar 1,16%. 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 Hemoragik 0.04 0.05 0.03 0.03 0.07 Non Hemoragik 0.13 0.09 0.09 0.09 0.07 Gambar 3.28 Prevalensi Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 3) Dekompensasio Kordis Dekompensasio kordis merupakan kegagalan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh atau istilah lain adalah payah jantung. Gambaran klinis dekompensasio kordis kiri adalah sesak nafas: dyspnoe d effort dan ortopne, pernafasan cheynes stokes, batuk-batuk mungkin hemoptu, sianosis, suara serak, ronchi basah halus tidak nyaring, tekanan vena jugularis masih normal. Sedangkan gambaran klinis dekompensasio kordis kanan adalah gangguan gantrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, meteorismus dan rasa kembung di epigastrum. Selain itu terjadi pembesaran hati yang mulamula lunak, tepi tajam, nyeri tekan, lama kelamaan menjadi keras, tumpul dan tidak nyeri. Dapat juga terjadi edema pretibial, edema presakral, asites dan hidrotoraks, tekanan jugularis meningkat. Prevalensi kasus dekompensasio kordis tahun 2012 sebesar 0,12% sama dengan tahun 2011. Prevalensi tertinggi adalah Kota Magelang sebesar 1,85%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 40

0.2 0.15 0.1 0.05 0 Prevalensi 0.18 0.14 0.11 0.12 0.12 Gambar 3.29 Prevalensi Dekompensasio Kordis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 b. Diabetes Melitus Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin, baik absolut maupun relatif. Absolut artinya pankreas sama sekali tidak bisa menghasilkan insulin sehingga harus mendapatkan insulin dari luar (melalui suntikan) dan relatif artinya pankreas masih bisa menghasilkan insulin yang kadarnya berbeda pada setiap orang. (Perkeni 2002) WHO (1985) mengklasifikasikan penderita DM dalam lima golongan klinis, yaitu DM Tergantung Insulin (DMTI), DM Tidak Tergantung Insulin (DMTTI), DM berkaitan dengan malnutrisi (MRDM), DM karena Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), dan DM karena kehamilan (GDM). Di Indonesia, yang terbanyak adalah DM tidak tergantung insulin. DM jenis ini baru muncul pada usia di atas 40 tahun. DM dapat menjadi penyebab aneka penyakit seperti hipertensi, stroke, jantung koroner, gagal ginjal, katarak, glaukoma, kerusakan retina mata yang dapat membuat buta, impotensi, gangguan fungsi hati, luka yang lama sembuh mengakibatkan infeksi hingga akhirnya harus diamputasi terutama pada kaki. DM merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan, artinya sekali didiagnosa DM seumur hidup bergaul dengannya. Penderita mampu hidup sehat bersama DM, asalkan mau patuh dan kontrol teratur. Gejala khas berupa Polyuri (sering kencing), Polydipsi (sering haus), Polyfagi (sering lapar). Sedangkan gejala lain seperti Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 41

Lelah/lemah, berat badan menurun drastis, kesemutan/gringgingan, gatal/bisul, mata kabur, impotensi pada pria, pruritis vulva hingga keputihan pada wanita, luka tdk sembuh-sembuh, dll. Kelompok Faktor Risiko Tinggi antara lain pola makan yang tidak seimbang, riwayat Keluarga/ada keturunan, kurang olah raga, umur Lebih dari 40th, obesitas, hipertensi, kehamilan dengan berat bayi lahir > 4 kg, kehamilan dengan hiperglikemi, gangguan toleransi glukosa, lemak dalam darah tinggi, abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir mati, berat badan turun drastis, mata kabur, keputihan, gatal daerah genital, dan lain-lain. Prevalensi diabetes melitus tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,06 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah Kabupaten Semarang sebesar 0,66%. Sedangkan prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin lebih dikenal dengan DM tipe II, mengalami penurunan dari 0,63% menjadi 0,55% pada tahun 2012. Prevalensi tertinggi adalah Kota Magelang sebesar 7,93%. 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 DMTI 0.16 0.19 0.08 0.09 0.06 DMTTI 1.25 0.62 0.7 0.63 0.55 c. Neoplasma Gambar 3.30 Prevalensi Penyakit Diabetes Mellitus Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Neoplasma atau kanker adalah tumor ganas yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan abnormal dari sel-sel tubuh, yang tumbuh tanpa kontrol dan tujuan yang jelas, mendesak dan merusak jaringan normal. Di Indonesia terdapat lima jenis kanker yang banyak diderita penduduk yakni kanker rahim, kanker payudara, kanker kelenjar getah bening, kanker kulit, dan kanker rektum. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 42

Kasus penyakit kanker yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebanyak 11.341 kasus, lebih sedikit dibanding tahun 2011 (19.637 kasus). Penyakit kanker terdiri dari Ca. servik 2.259 kasus (19,92%), Ca. mamae 4.206 kasus (37,09%), Ca. hepar 2.755 (24,29%), dan Ca. paru 2.121 kasus (18,70%). Prevalensi kanker di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 adalah sebagai berikut : kanker serviks sebesar 0,007% dan tertinggi di Kota Magelang sebesar 0,071%; kanker payudara sebesar 0,013% dan tertinggi di Kota Pekalongan sebesar 0,215%; kanker hati sebesar 0,008% dan tertinggi di Kabupaten Rembang sebesar 0,23%; kanker paru 0,006% dan tertinggi di Kabupaten Rembang sebesar 0,23%. 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 Ca Servik 0.03 0.028 0.013 0.021 0.007 Ca Mamae 0.05 0.037 0.022 0.029 0.013 Ca Hepar 0.01 0.006 0.004 0.007 0.008 Ca Paru 0.005 0.002 0.003 0.003 0.006 Gambar 3.31 Prevalensi Penyakit Kanker di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 d. Penyakit Paru Obstruktif Kronis Penyakit Paru Obtruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit yang ditandai adanya hambatan aliran pernafasan bersifat reversible sebagian dan progresif yang berhubungan dengan respon inflamsi abnormal dari paru terhadap paparan partikel atau gas berbahaya. (Global Obstructive Lung Disease 2003). Faktor risiko pencetus terjadinya PPOK adalah perokok aktif/pasif, debu dan bahan kimia, polusi udara di dalam atau di luar ruangan, infeksi saluran nafas terutama waktu anak-anak, usia, genetik, jenis kelamin, ras, defisiensi alpha-1 antitripsin, alergi dan autoimunitas. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 43

Prevalensi kasus PPOK di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan yaitu dari 0,09% pada tahun 2011 menjadi 0,06% pada tahun 2012 dan tertinggi di Kota Salatiga sebesar 0,66%. 0.2 0.15 0.1 0.05 0 Prevalensi 0.2 0.12 0.08 0.09 0.06 Gambar 3.32 Prevalensi PPOK Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 e. Asma Bronkial Asma Bronkial terjadi akibat penyempitan jalan napas yang reversibel dalam waktu singkat oleh karena mukus kental, spasme, dan edema mukosa serta deskuamasi epitel bronkus/bronkeolus, akibat inflamasi eosinofilik dengan kepekaan yang berlebihan. Serangan asma bronkhiale sering dicetuskan oleh ISPA, merokok, tekanan emosi, aktivitas fisik, dan rangsangan yang bersifat antigen/allergen antara lain: - Inhalan yang masuk ketubuh melalui alat pernafasan misalnya debu rumah, serpih kulit dari binatang piaraan, spora jamur dll. - Ingestan yang masuk badan melalui mulut biasanya berupa makanan seperti susu, telur, ikan-ikanan, obat-obatan dll. - Kontaktan yang masuk badan melalui kontak kulit seperti obat-obatan dalam bentuk salep, berbagai logam dalam bentuk perhiasan, jam tangan dll. Prevalensi kasus asma di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 0,42% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 0,55% dan prevalensi tertinggi di Kota Surakarta sebesar 2,46%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 44

1.2 0.9 0.6 0.3 0 Prevalensi 1.07 0.66 0.64 0.55 0.42 Gambar 3.33 Prevalensi Asma Bronkial Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 C. STATUS GIZI 1. Persentase Berat Bayi Lahir Rendah. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Penyebab terjadinya BBLR antara lain karena ibu hamil mengalami anemia, kurang suply gizi waktu dalam kandungan, ataupun lahir kurang bulan. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah perlu penanganan yang serius, karena pada kondisi tersebut bayi mudah sekali mengalami hipotermi dan belum sempurnanya pembentukan organ-organ tubuhnya yang biasanya akan menjadi penyebab utama kematian bayi. Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebanyak 21,573 (3,75%) meningkat apabila dibandingkan tahun 2011 yang sebanyak 21,184 (3,73%). 4 3 2 1 0 Prevalensi 2.08 2.81 2.69 3.73 3.75 Gambar 3.34 Persentase Bayi dengan BBLR Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 45

Persentase BBLR yang ditangani di Jawa Tengah tahun 2012 seluruh Kabupaten/Kota sudah memenuhi target dalam Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah sebesar 70%. 2. Persentase Balita Dengan Gizi Kurang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita diukur berdasarkan umur (U), berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dab TB ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah World Health Organization National Centre for Health Statistic (WHO- NCHS). Berdasarkan baku WHO-NCHS status gizi dibagi menjadi empat : Pertama, gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas. Kedua, Gizi baik untuk well nourished. Ketiga, Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein Calori Malnutrition). Keempat, Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan kwasiorkor. Persentase balita dengan gizi kurang (BB/U) Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 4,88%. Persentase balita dengan gizi kurang tertinggi di Kota Tegal (13,83%) dan terendah di Kabupaten Pekalongan (0,06%). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 46

3. Persentase Balita dengan Gizi Buruk. Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal. Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di posyandu dengan membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit. J A B A R Cilacap Brebes Tegal Kota Tegal Banyumas Pekalongan Pemalang Purblg Batang Bata ng Wonosobo Bj negara Kebumen Keterangan : Kasus Gizi Buruk (>100 kasus) Kota Pekalongan Purworejo Kendal Demak Kota Semarang Temanggung Kota Mgl Kab. Mgl Magelan g Kab Semarang Salatiga DI. Yogyakarta Jepara Jepara Kudus Grobogan Sragen Pati Boyolali Surakarta Kr.anyar Klaten Sukoharjo Wonogiri Rembang Blora J A T I M Gambar 3.35 Peta Kasus Balita Gizi Buruk (BB/TB) kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 47

Balita Gizi Buruk tahun 2012 berjumlah 1.131 (0,06%) menurun apabila dibandingkan tahun 2011 sejumlah 3.187 (0,10%). Sementara persentase Balita Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2012 sebesar 100%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 48

BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN A. Pelayanan Kesehatan 1. Pelayanan Kesehatan Ibu a. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-1 Pelayanan kesehatan ibu meliputi pelayanan kesehatan antenatal, pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan nifas. Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru ibu hamil (K1) untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4) dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan adalah minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan. Cakupan kunjungan ibu hamil K-1 tahun 2012 sebesar 98,89%. Ada 17 kabupaten/kota yang cakupannya sudah mencapai 100% yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Blora, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Brebes, Kota Magelang, Kota Semarang dan Kota Tegal. Cakupan terendah Kabupaten Grobogan 92,3%. b. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4 Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal: (1) Timbang badan dan ukur tinggi badan, (2) Ukur tekanan darah, (3) Skrining status imunisasi tetanus dan pemberian Tetanus Toxoid, (4) Tinggi fundus uteri, (5) Pemberian tablet besi 90 selama kehamilan, (6) Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling), (7) Test laboratorium sederhana (Hb, protein urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAG, Sifilis, HIV, Malaria, TBC) Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 49

Cakupan pelayanan lengkap ibu hamil (K4) di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 92,99% menurun bila dibandingkan dengan tahun 2011 (93,71%) dan masih dibawah target SPM 2015 (95%). Cakupan tertinggi (98,6 %) di Kabupaten Pekalongan dan terendah (84,7%) di Kabupaten Grobogan. Dari 35 kabupaten/kota tersebut baru 15 kabupaten/kota (42,86%) yang telah melampaui target SPM. 96 94 92 90 88 86 Cak. K4 90.14 93.39 92.04 93.71 92.99 Target 95 95 95 95 95 Gambar 4.1 Cakupan Pelayanan Antenatal K4 Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012 c. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 97,14% mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2011 (96,79%). Semua Kabupaten/Kota sudah mencapai target SPM 2015 (90%). Data cakupan mulai tahun 2008 sampai dengan 2012 secara keseluruhan di Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut : Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 50

98 96 94 92 90 88 86 Cak. Linakes 90.98 93.03 93.62 96.79 97.14 Target 90 90 90 90 90 Gambar 4.2 Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Cakupan tertinggi sebesar 109% di Kabupaten Pekalongan dan terendah adalah Kabupaten Boyolali (84%). Dengan semakin naiknya angka cakupan pertolongan persalinan menunjukkan adanya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan, adanya perencanaan persalinan yang baik dari ibu, suami maupun dukungan keluarga. d. Cakupan Pelayanan Nifas Paska persalinan (masa nifas) berpeluang untuk terjadinya kematian ibu maternal, sehingga perlu mendapatkan pelayanan kesehatan masa nifas dengan dikunjungi oleh tenaga kesehatan minimal 3 (tiga) kali sejak persalinan. Pelayanan Ibu Nifas meliputi pemberian Vitamin A dosis tinggi ibu nifas yang kedua dan pemeriksaan kesehatan paska persalinan untuk mengetahui apakan terjadi perdarahan paska persalinan, keluar cairan berbau dari jalan lahir, demam lebih dari 2 (dua) hari, payudara bengkak kemerahan disertai rasa sakit dan lain-lain. Kunjungan terhadap ibu nifas yang dilakukan petugas kesehatan biasanya bersamaan dengan kunjungan neonatus. Cakupan pelayanan pada ibu nifas tahun 2012 yaitu 95,54% naik bila dibandingkan tahun 2011 (93,97%) dan sudah melampaui target SPM tahun 2015 (90%). Cakupan yang telah mencapai 100% meliputi Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Demak, Kabupaten Batang dan Kabupaten Pekalongan. Kabupaten yang terendah capaiannya adalah Kota Semarang Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 51

(73,4%). Dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah masih belum mencapai target SPM ada 3 Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten banyumas, Kabupaten Boyolali dan Kota Semarang. e. Cakupan Komplikasi Kebidanan yang Ditangani Komplikasi kebidanan merupakan kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi. Komplikasi dalam kehamilan diantaranya (a) Abortus, (b) Hiperemesis Gravidarum, (c) Perdarahan per vaginam, (d) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), (e) Kehamilan lewat waktu, (f) ketuban pecah dini. Komplikasi dalam persalinan diantaranya (a) Kelainan letak/presentasi janin, (b) Partus macet/distosia, (c) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia) (d) Perdarahan pasca persalinan, (e) Infeksi berat/sepsis, (f) Kontraksi dini/persalinan premature, (g) Kehamilan ganda. Komplikasi dalam nifas diantaranya (a) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), (b) Infeksi nifas, (c) Perdarahan nifas. Ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas dengan komplikasi yang ditangani adalah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan komplikasi yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK). Jumlah komplikasi kebidanan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 126.806 (20% dari jumlah ibu hamil). Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani tahun 2012 sebesar 90,81%. Pencapaian cakupan tahun ini sudah melampaui target SPM tahun 2015 (80%). 2. Pelayanan Kesehatan Anak a. Cakupan Kunjungan Neonatus Kunjungan Neonatus (KN) adalah kunjungan yang dilakukan oleh petugas kesehatan ke rumah ibu bersalin, untuk memantau dan memberi pelayanan kesehatan untuk ibu dan bayinya. Pada Permenkes 741/Th. 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (SPM-BK), KN dibagi Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 52

menjadi 3, yaitu: KN1 adalah kunjungan pada 0-2 hari,kn2 adalah kunjungan 2-7 hari dan KN3 adalah kunjungan setelah 7-28 hari. Cakupan kunjungan neonatus 1 (KN1) di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 98,9%, dan cakupan kunjungan neonatus 3 (KN-lengkap) sebesar 96,7%. Dari 35 kabupaten/kota, cakupan KN3 rata-rata sudah lebih dari 90%, namun masih ada Kabupaten/Kota yang cakupannya kurang dari 90% yaitu Kabupaten Wonogiri (89%), Kota Salatiga (81,1%) dan Kota Semarang (87,4%). Untuk meningkatkan Kunjungan Neonatus di Kabupaten/Kota, pemerintah telah mengupayakan alokasi dana diantaranya melalui dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) disamping pendanaan lainnya baik dari Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Selain itu perlu dilakukan analisis apakah jumlah tenaga kesehatan yang ada telah mencukupi kebutuhan pelayanan kesehatan tersebut serta tenaga kesehatan yang bertugas apakah telah melakukan pelayanan kesehatan secara optimal. Adapun cakupan kunjungan neonatus di Jawa Tengah pada tahun 2008-2012 dapat digambarkan sebagai berikut: 105 100 95 90 85 KN 94.66 99.37 94.86 95.19 96.7 Target 90 90 90 90 90 Gambar 4.3 Cakupan Kunjungan Neonatus Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Secara keseluruhan cakupan kunjungan neonatus di tingkat Provinsi Jawa Tengah sudah memenuhi target yaitu lebih dari 90%. Hal ini disebabkan adanya upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui penambahan dan penempatan bidan di desa. Selain itu juga adanya upaya peningkatan pelayanan kesehatan dan penyuluhan perawatan neonatus Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 53

di rumah dengan menggunakan buku KIA serta meningkatnya pengetahuan ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk bayinya. b. Cakupan Kunjungan Bayi Kunjungan bayi adalah bayi yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, paling sedikit 4 kali, di luar kunjungan neonatus. Setelah umur 28 hari. Setiap bayi berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan memantau pertumbuhan dan perkembangannya secara teratur setiap bulan di sarana pelayanan kesehatan. Cakupan kunjungan bayi tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 96,95%, meningkat apabila dibandingkan tahun 2011 (92,64%). Cakupan kunjungan bayi Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada tahun 2012 yang masih dibawah 80% yaitu Kabupaten Boyolali 62,3%. Adapun grafik cakupan bayi 2008-2012 dapat digambarkan sebagai berikut: 100 90 80 70 60 50 Kunjungan Bayi 96.04 95.07 93.73 92.64 96.95 Target 80 80 80 80 80 Gambar 4.4 Cakupan Kunjungan Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 c. Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang Ditangani Neonatus dengan komplikasi merupakan neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian. Neonatus dengan komplikasi seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (berat badan lahir rendah < 2500 gr), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan congenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning pada Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 54

Neonatus dengan komplikasi yang ditangani merupakan neonatus komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dokter dan bidan di sarana pelayanan kesehatan. Perhitungan sasaran neonatus dengan komplikasi dihitung berdasarkan 15% dari jumlah bayi baru lahir. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada neonatus dengan komplikasi. Tahun 2012 perkiraan bayi dengan komplikasi yang dihitung dari banyaknya sasaran bayi jumlahnya sebesar 86.252 bayi. Jumlah perkiraan tersebut yang mendapat penanganan tenaga kesehatan di tiap jenjang pelayanan kesehatan sebesar 57.276 bayi (66,38%). Cakupan Neonatus Risiko Tinggi/komplikasi yang ditangani tersebut masih jauh dari target cakupan sebesar 80%. Masih rendahnya neonatus risiko tinggi yang mendapatkan pelayanan kesehatan diantaranya disebabkan belum adanya keseragaman definisi operasional mengenai neonatal yang termasuk dalam risiko tinggi, sehingga belum semua neonatus dengan risiko tinggi/komplikasi dicatat dan dilaporkan. Disamping target neonatus komplikasi yang ditangani untuk neonatal resiko tinggi seharusnya 15% dari jumlah sasaran bayi pertahun, namun belum semua kabupaten/kota mempunyai persepsi/pemahaman yang sama. d. Cakupan Pelayanan Anak Balita Balita adalah anak berumur dibawah 5 tahun atau umur 12-59 bulan. Tidak hanya bayi yang harus mendapatkan perhatian kesehatannya tetapi balita juga perlu mendapatkan perhatian baik gizi maupun kesehatannya, karena balita adalah generasi penerus bangsa yang harus sehat, cerdas dan kuat. Jumlah balita di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 2.294.230, yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.907.700 (83,15). Kabupaten yang cakupannya sudah mencapai 100% adalah Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pekalongan, Kota Magelang dan Kota Surakarta. Sedangkan cakupan terendah adalah Kabupaten Boyolali 27,3%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 55

e. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat Penjaringan kesehatan siswa Sekolah Dasar (SD) dan setingkat adalah pemeriksaan kesehatan terhadap murid baru kelas 1 SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman mata, ketajaman pendengaran, kesehatan gigi, kelainan mental emosional dan kebugaran jasmani. Pelaksanaan penjaringan kesehatan dikoordinir oleh puskesmas bersama dengan guru sekolah dan kader kesehatan/konselor kesehatan. Setiap puskesmas mempunyai tugas melakukan penjaringan kesehatan siswa SD/MI di wilayah kerjanya dan dilakukan satu kali pada setiap awal tahun ajaran baru sekolah. Siswa SD dan setingkat ditargetkan 100% mendapatkan pemantauan kesehatan melalui penjaringan kesehatan. Melalui penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat diharapkan dapat menapis atau menjaring anak yang sakit dan melakukan tindakan intervensi secara dini, sehingga anak yang sakit menjadi sembuh dan anak yang sehat tidak tertular menjadi sakit. 120 100 80 60 40 20 0 Cakupan 43.77 43.8 52.61 81.02 70.08 target 100 100 100 100 100 Gambar 4.5 Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD/MI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan/guru UKS/kader kesehatan sekolah tahun 2012 sebesar 70,08%, menurun dibandingkan dengan cakupan tahun 2011 (78,72%). Angka cakupan terendah di Kabupaten Purworejo (1,94%) dan tertinggi di Kabupaten Blora (105,14%). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 56

f. Cakupan Pelayanan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat Jumlah siswa SD dan setingkat tahun 2012 sebanyak 825.188 anak. Yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai strata UKS sebesar 549.673 (66,6%). Angka cakupan terendah di Kabupaten Purworejo (1,9%) dan tertinggi di Kabupaten Blora (105,1%). 3. Pelayanan Gizi a. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar diseluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan Nutrition Related Diseases yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Salah satu dampak kurang Vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang. Berdasarkan data yang yang diperoleh dari profil kesehatan kabupaten/kota, cakupan pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi tahun 2012 sebesar 98.74%, menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 99,08%. Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi selama 5 tahun terakhir (2008-2012) dapat dilihat dalam gambar berikut ini : 99.5 99 98.5 98 97.5 97 96.5 96 95.5 Cakupan 98.52 98.11 96.84 99.08 98.74 Gambar 4.6 Cakupan Suplementasi Kapsul Vit. A pada Bayi dan Balita Tahun 2008 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 57

b. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Anak Balita Salah satu program penanggulangan KVA yang telah dijalankan adalah dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi 2 kali pertahun pada Balita dan ibu nifas untuk mempertahankan bebas buta karena KVA dan mencegah berkembangnya kembali masalah Xerofthalmia dengan segala manifestasinya (gangguan penglihatan, buta senja dan bahkan kebutaan sampai kematian). Disamping itu pemantapan program distribusi kapsul Vitamin A dosis tinggi juga dapat mendorong tumbuh kembang anak serta meningkatkan daya tahan anak terhadap penyakit infeksi, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak. Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul Vitamin A adalah anak umur 12 59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi. Kapsul Vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 SI yang diberikan pada anak umur 12-59 bulan dan diberikan pada bulan Pebruari dan Agustus setiap tahunnya. Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada Balita tahun 2012 sebesar 98.34%, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011 (98.45%). Cakupan tertinggi (>100%) sudah dapat dicapai oleh 8 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Kendal, Kabupaten Tegal dan Kota Surakarta. Sedangkan yang cakupannya terrendah adalah Kabupaten Boyolali (88,17%). Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita selama 5 tahun terakhir (2008-2012) dapat dilihat dalam gambar berikut ini : 100 95 90 85 80 75 70 Cakupan 95.14 82.44 96.76 98.45 98.34 Gambar 4.7 Cakupan Suplementasi Kapsul Vit. A pada Balita di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 58

c. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas Ibu nifas adalah ibu yang baru melahirkan bayi baik di rumah dan atau rumah bersalin dengan pertolongan dukun bayi dan atau tenaga kesehatan. Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah satu program penanggulangan kekurangan vitamin A. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) pada periode sebelum 40 hari setelah melahirkan. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A tahun 2012 sebesar 95,90%, menurun dibandingkan tahun 2011 (96.43%). Cakupan tertinggi (>100%) dicapai oleh kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Grobogan, kabupaten Blora, kabupaten Kudus, Kabupaten Batang dan Kota Semarang. Sementara cakupan terendah di Kabupaten Wonosobo sebesar 10,41%. 98 96 94 92 90 88 86 84 82 Cakupan 92.94 87.31 92.78 96.43 95.9 Gambar 4.8 Cakupan Ibu Nifas mendapat Kapsul Vit. A di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Beberapa hal yang mempengaruhi fluktuasi angka cakupan pemberian vitamin A pada bayi, balita, dan bufas diantaranya: 1) Advokasi, pendekatan, dan lain-lain bentuk yang disertai dengan penyebarluasan informasi. 2) Forum komunikasi, yang bermanfaat sebagai wahana yang mendukung terlaksananya kegiatan KIE di berbagai sektor terkait. 3) Sosialisasi pemberian kapsul Vitamin A terhadap petugas kesehatan di Puskesmas, rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 59

4) Kegiatan konseling/konsultasi gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit pada sasaran ibu anak. 5) Tersedianya sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau. 6) Lintas program/ lintas sektor terkait (Promosi Kesehatan, Imunisasi, dll) 7) Adanya sweeping dari kader kesehatan dengan sasaran ibu anak yang belum mendapatkan kapsul Vitamin A pada bulan kapsul. d. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Fe Program penanggulangan anemia yang dilakukan adalah memberikan tablet tambah darah yaitu preparat Fe yang bertujuan untuk menurunkan angka anemia pada balita, ibu hamill, ibu nifas, remaja putri, dan WUS (Wanita Usia Subur). Penanggulangan anemi pada ibu hamil dilaksanakan dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode kehamilannya. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 91,77% mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2011 (89,39%). Cakupan tertinggi dicapai Kabupaten Sukoharjo 100,59% dan terendah Kabupaten Wonogiri 80,26%. 100 95 90 85 80 75 Fe 1 93.94 92.59 95.92 95.43 97.73 Fe 3 87.06 85.62 90.25 89.39 91.77 Gambar 4.9 Persentase Pemberian Tablet Fe Pada Ibu Hamil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Dari grafik di atas dapat diihat bahwa cakupan Fe 1 dan cakupan Fe 3 sudah cukup baik dan memadai. Hal ini dapat dilihat dari tingginya prevalensi pemberian tablet Fe pada ibu hamil. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 60

e. Persentase Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. ASI adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan kepada bayi, dalam keadaan miskin mungkin merupakan hadiah satusatunya, dalam keadaan sakit mungkin merupakan hadiah yang menyelamatkan jiwanya (UNICEF). Oleh sebab itu pemberian ASI perlu diberikan secara eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan tetap mempertahankan pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan pendamping sampai usia 2 (dua) tahun. Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 (enam) bulan telah ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No. 450/Menkes/SK/IV/2004. ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman, kecuali obat dan vitamin. Bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Pemberian ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga merupakan isu global. Pernyataan bahwa dengan pemberian susu formula kepada bayi dapat menjamin bayi tumbuh sehat dan kuat, ternyata menurut laporan mutakhir UNICEF (Fact About Breast Feeding) merupakan kekeliruan yang fatal, karena meskipun insiden diare rendah pada bayi yang diberi susu formula, namun pada masa pertumbuhan berikutnya bayi yang tidak diberi ASI ternyata memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk menderita hipertensi, jantung, kanker, obesitas, diabetes dll. Berdasarkan data yang diperoleh dari profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2012 menunjukkan cakupan pemberian ASI eksklusif hanya sekitar 25,6%, menurun dibandingkan tahun 2011 (45,18%). Cakupan tertinggi adalah Kota Surakarta 46,1%. Sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Brebes 2,8%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 61

50 40 30 20 10 0 Cakupan 28.96 40.21 37.18 45.36 25.6 Gambar 4.10 Cakupan Pemberian ASI Eksklusif Tahun 2008 2012 Beberapa hal yang menghambat pemberian ASI eksklusif diantaranya adalah: 1). Rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar. 2). Kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan. 3). Faktor sosial budaya. 4). Kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja. 5). Gencarnya pemasaran susu formula. Upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif tetap berpedoman pada Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yaitu: 1) Sarana Pelayanan Kesehatan mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas. 2) Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan ketrampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut. 3) Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 62

4) Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin (inisiasi dini). Apabila ibu mendapat operasi caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar. 5) Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis. 6) Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir. 7) Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari. 8) Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusui. 9) Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI. 10) Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit, rumah bersalin atau sarana pelayanan kesehatan. f. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Anak Usia 6-24 bulan Keluarga Miskin. Anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin diberikan makanan pendamping ASI baik makanan lokal maupun pabrikan. Data jumlah anak usia 6-23 bulan dari keluarga miskin tersedia di 26 kabupaten/kota sebanyak 146.232 anak, yang mendapatkan makanan tambahan ASI (MP-ASI) sebanyak 66.148 (45,23%). Kabupaten yang cakupannya sudah mencapai 100% adalah Kabupaten Banyumas, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang dan Kota Pekalongan. Cakupan terendah adalah Kabupaten Sukoharjo 1,97%. g. Jumlah Balita Ditimbang Salah satu upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat adalah melalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang sebagian Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 63

kegiatannya dilaksanakan di Posyandu. Penimbangan terhadap bayi dan balita yang dilakukan di posyandu merupakan upaya masyarakat memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang dintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar lain (KIA, Imunisasi, Pemberantasan Penyakit). Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu tersebut digambarkan dalam perbandingan jumlah balita yang ditimbang (D) dengan jumlah balita seluruhnya (S). Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu maka semakin baik pula data yang dapat menggambarkan status gizi balita. Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu tahun 2012 sebesar 79,0% meningkat dibandingkan dengan pencapaian tahun 2011 (78,32%). Cakupan tertinggi adalah di Kabupaten Sukoharjo 89,5% dan terendah Kabupaten Pemalang 63,6%. 95 90 85 80 75 70 65 Balita ditimbang 76.47 75.89 89.49 78.32 79 Gambar 4.11 Cakupan Balita Yang Ditimbang Tahun 2008 2012 Kabupaten/kota yang belum dapat mencapai target partisipasi masyarakat sebesar 80% sebanyak 17 kabupaten/kota. Banyak hal dapat mampengaruhi tingkat pencapaian partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu antara lain tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi, faktor ekonomi dan sosial budaya. Dari data yang ada menggambarkan bahwa pedesaan dan perkotaan tidak memperlihatkan perbedaan yang menyolok dalam partisipasi masyarakat tetapi yang sangat berpengaruh adalah faktor ekonomi dan sosial budaya. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 64

h. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal. Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di posyandu dengan membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit. 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 Jml Balita Gibur 5,528 5,249 3,514 3,187 1,131 Gambar 4.12 Jumlah Balita dengan Gizi Buruk Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Balita Gizi Buruk tahun 2012 berjumlah 1.131 menurun apabila dibandingkan tahun 2011 (3.187). Tetapi persentase Balita Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2012 sebesar 100%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 65

i. Desa dengan Garam Beryodium yang Baik Persentase desa/kelurahan dengan garam beryodium yang baik, menggambarkan identitas mutu garam beryodium yang dikonsumsi penduduk di suatu desa/kelurahan, dimana pada tahun 2012 sebanyak 56,65% meningkat dibandingkan tahun 2011 (53,42%). 100 80 60 40 20 0 % Desa dg garam beryodium 55.93 48.81 80.15 53.42 56.65 Gambar 4.13 Persentase Desa/Kelurahan dengan Garam Beryodium Baik Tahun 2008 2012 Berdasarkan laporan yang masuk dari 34 kabupaten/kota, yang cakupannya mencapai 100% adalah Kabupaten Pekalongan, Kota Surakarta, Kota Salatiga dan Kota Semarang. Sedangkan kabupaten dengan konsumsi garam beryodium terendah adalah Kabupaten Grobogan 2,86%. 4. Pelayanan Keluarga Berencana a. Peserta Keluarga Berencana Baru Peserta Keluarga Berencana (KB) baru adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang baru pertama kali menggunakan salah satu cara/alat dan/atau PUS yang menggunakan kembali salah satu cara/alat kontrasepsi setelah mereka berakhir masa kehamilannya. Jumlah PUS Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 6.738.688 lebih banyak dibanding tahun 2011 (6.549.125). Peserta KB baru pada tahun 2012 (15,3%), meningkat apabila dibandingkan dengan tahun 2011 (13,7%). Peserta KB baru tersebut menggunakan kontrasepsi sebagai berikut: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 66

1) MKJP: Tahun 2012 IUD (9,2%), MOP (0,2%), MOW (2,4%) dan Implant (12,5%). Sedangkan tahun 2011 IUD (6,9%), MOP (0,4%), MOW (2,0%) dan Implant (12,2%). 2) NON MKJP: Tahun 2012 Suntik (54,0%), PIL (16,6%) dan Kondom (5,1%), sedangkan tahun 2011 Suntik (54,2%), PIL (18,4%) dan Kondom (5,8%). PIL 16.6% Kondom 5.1% IUD 9.2% MOP 0.2% MOW 2.4% Implant 12.5% Suntik 54,2% Gambar 4.14 Persentase Pemakaian Kontrasepsi Peserta KB Baru Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Sebagian besar peserta KB baru mempergunakan kontrasepsi non MKJP yang membutuhkan pembinaan secara rutin dan berkelanjutan untuk menjaga kelangsungan pemakaian kontrasepsi. Proporsi pemakai kontrasepsi suntikan cukup besar yaitu 54,0%, hal tersebut dapat difahami karena akses untuk memperoleh pelayanan suntikan relatif lebih mudah, sebagai akibat tersedianya jaringan pelayanan sampai di tingkat desa/kelurahan sehingga dekat dengan tempat tinggal peserta KB. Partisipasi pria (bapak) untuk menjadi peserta KB aktif dengan mempergunakan kontrasepsi MOP (hanya 0,2%) dan kondom (hanya 5,1%), karena terbatasnya pilihan kontrasepsi yang disediakan bagi pria, dan sebagian pria masih beranggapan bahwa KB merupakan urusan ibu (istri), sehingga ibu (istri) yang menjadi sasaran. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 67

b. Peserta KB Aktif Peserta KB aktif adalah akseptor yang pada saat ini memakai kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan. Cakupan peserta KB aktif adalah perbandingan antara jumlah peserta KB aktif dengan PUS di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan peserta KB aktif menunjukkan tingkat pemanfaatan kontrasepsi di antara PUS. Cakupan peserta KB aktif Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 80,2%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan pencapaian tahun 2011 (76,8%). Angka ini sudah mencapai target SPM sebesar 70%. Cakupan tertinggi di Kabupaten Cilacap (73,4%). Semarang (85,8%) dan terendah di Kabupaten 90 85 80 75 70 65 60 Cakupan 78.09 78.37 78.57 76.8 80.2 Target 70 70 70 70 70 Gambar 4.15 Cakupan Peserta KB Aktif Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 5. Pelayanan Imunisasi a. Persentase Desa yang Mencapai Universal Child Immunization (UCI) Strategi operasional pencapaian cakupan tinggi dan merata berupa pencapaian Universal Child Immunization (UCI) yang berdasarkan indikator cakupan DPT-HB 3, Polio 4 dan Campak dengan cakupan minimal 80% dari jumlah sasaran bayi di desa. Pencapaian UCI desa tahun 2012 (98,05%) mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2011 (96,4%). Hasil pencapaian UCI desa tahun 2011 yang mencapai target (100%) sebanyak 13 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 68

kabupaten/kota yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga dan Kota Pekalongan. Sedangkan kabupaten yang pencapaian UCI desa terendah di Kabupaten Karanganyar (83,05%). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tidak tercapainya pencapaian UCI desa di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah, pada umumnya disebabkan karena penghitungan sasaran (denominator) yang melebihi dengan kondisi riil jumlah sasaran di lapangan. 104 99 94 89 84 79 74 UCI 86.83 91.95 94.58 96.4 98.05 target 100 100 100 100 100 Gambar 4.16 Cakupan Desa/Kelurahan UCI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Kabupaten/kota yang belum mencapai target imunisasi dasar lengkap pada bayi disebabkan antara lain : 1) Adanya perbedaan jumlah dibandingkan dengan sasaran yang ada, hal ini dikarenakan penentuan jumlah sasaran masih berdasarkan angka estimasi jumlah penduduk, bukan dari hasil pendataan. 2) Belum semua Puskesmas membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) imunisasi secara rutin (bulanan, tribulanan) dikarenakan banyak petugas imunisasi yang merangkap dengan tugas lain. 3) Belum dilakukan pelaksanaan sweeping atau kunjungan rumah untuk melengkapi status imunisasi pada daerah-daerah yang cakupan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 69

imunisasinya masih rendah, pada umumnya disebabkan keterbatasan sumber daya atau tenaga banyak yang merangkap dengan tugas lain. 4) Masih ada sebagian kecil orang tua yang menolak anaknya untuk diimunisasi dikarenakan keyakinan/kepercayaan agama, dan lain-lain. b. Cakupan Imunisasi bayi Upaya untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi serta anak balita dilaksanakan program imunisasi baik program rutin maupun program tambahan/suplemen untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Hepatitis B, dan Campak. Bayi seharusnya mendapat imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT-HB 3 kali, Polio 4 kali, HB Uniject 1 kali dan campak 1 kali. Sebagai indikator kelengkapan status imunisasi dasar lengkap bagi bayi dapat dilihat dari hasil cakupan imunisasi campak, karena imunisasi campak merupakan imunisasi yang terakhir yang diberikan pada bayi umur 9 (sembilan) bulan dengan harapan imunisasi sebelumnya sudah diberikan dengan lengkap (BCG, DPT-HB, Polio, dan HB). Selain pemberian imunisasi rutin, program imunisasi juga melaksanakan program imunisasi tambahan/suplemen yaitu Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) DT, BIAS Campak yang diberikan pada semua usia kelas I SD/MI/SDLB/SLB, sedangkan BIAS TT diberikan pada semua anak usia kelas II dan III SD/MI/SDLB/SLB, Backlog Fighting (melengkapi status imunisasi). Cakupan imunisasi dasar lengkap bayi di Jawa Tengah dari semua antigen sudah mencapai target minimal nasional (85%), pencapaian tiap tahun cenderung menurun, tetapi tahun 2012 terjadi peningkatan. Jumlah sasaran bayi pada tahun tahun 2012 adalah 575.011 menurun dibanding tahun 2011 sebanyak 592.712. Sedangkan cakupan masing-masing jenis imunisasi tahun 2012 adalah sebagai berikut BCG (100,65%), DPT1+HB1 (99,93), DPT3+HB3 (99,76%), Polio 3 (100,69%) dan Campak (98,24%). Hal ini mengalami peningkatan bila dibanding tahun 2011 dengan BCG (98,0%), DPT1+HB1 (97,0%), DPT3+HB3 (95,7%), Polio 3 (94.0%) dan Campak (93,6%). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 70

105 persentase (%) 100 95 90 85 BCG DPT1+Hb1 DPT3+Hb3 Polio 3 Campak 2008 103.77 102.5 99.69 99.35 99.18 2009 102.05 100.89 99.04 99.14 96.67 2010 100.29 99.95 98.08 96.95 96.29 2011 98 97 95.7 94 93.6 2012 100.65 99.93 99.76 100.69 98.24 Gambar 4.17 Cakupan Imunisasi Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 c. Drop Out Imunisasi DPT1-Campak Dalam rangka mencapai dan mempertahankan UCI desa, analisis PWS harus diikuti dengan tindak lanjut. Dengan grafik PWS akan terlihat dan dapat dianalisis cakupan dan kecenderungan setiap bulan, maka dapat segera diketahui kekurangan cakupan dan beban yang harus dicapai setiap bulan pada periode berikutnya. Untuk kecenderungan cakupan setiap bulan dapat diketahui dengan indikator Drop Out (DO). Sesuai kesepakatan dengan kabupaten/kota indikator DO di Jawa Tengah maksimal 5% atau (-5%). Tahun 2012 DO tingkat Jawa Tengah sebanyak 1,69%, mengalami penurunan dibanding tahun 2011 (3,4%). Sebanyak 3 kabupaten/kota yang DO-nya lebih dari 5% atau (-5%) yaitu Kabupaten Banjarnegara (6%), Kabupaten Sragen (5,11%) dan Kota Tegal (16,2%). d. WUS Mendapat Imunisasi TT Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan program eliminasi tetanus pada neonatal dan wanita usia subur termasuk ibu hamil. Menurut WHO, tetanus maternal dan neonatal dikatakan tereliminasi apabila hanya terdapat kurang dari satu kasus tetanus neonatal per 1.000 kelahiran hidup di setiap kabupaten. Strategi yang dilakukan untuk Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 71

mengeliminasi tetanus neonatorum dan maternal adalah 1) pertolongan persalinan yang aman dan bersih; 2) cakupan imunisasi rutin TT yang tinggi dan merata; dan 3) penyelenggaraan surveilans Tetanus Neonatorum. Jumlah ibu hamil 2012 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 634.028, yang mendapat TT-1 sebesar 27,5%, TT-2 sebesar 27,6%, TT-3 sebesar 14,9%, TT-4 sebesar 16,3 dan TT-5 sebesar 12,8% dan TT2+ sebanyak 71,5%. 6. Pelayanan Kesehatan Gigi a. Rasio Tambal Cabut Gigi Tetap Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas meliputi kegiatan pelayanan dasar gigi dan upaya kesehatan gigi sekolah. Kegiatan pelayanan dasar gigi adalah tumpatan (penambalan) gigi tetap dan pencabutan gigi tetap. Indikasi dari perhatian masyarakat adalah bila tumpatan gigi tetap semakin bertambah banyak berarti masyarakat lebih memperhatikan kesehatan gigi yang merupakan tindakan preventif, sebelum gigi tetap betul betul rusak dan harus dicabut. Pencabutan gigi tetap adalah tindakan kuratif dan rehabilitatif yang merupakan tindakan terakhir yang harus diambil oleh seorang pasien. Jumlah tumpatan gigi tetap tahun 2012 sebanyak 135.710, sementara jumlah pencabutan gigi tetap sebanyak 138.355. Data tersebut menandakan bahwa motivasi masyarakat dalam mempertahankan gigi geliginya belum maksimal, oleh karena itu masih diperlukan penyuluhan yang terus menerus agar masyarakat memeriksakan giginya secara teratur. Melalui pemeriksaan gigi ini dapat mengontrol fungsi kunyah gigi agar tetap baik, sehingga sistim pencernaan semakin bagus, yang pada akhirnya kesehatan secara umum akan meningkat dan diharapkan di tahun-tahun mendatang jumlah pencabutan gigi tetap trennya semakin menurun. Rasio tumpatan dan pencabutan gigi tetap tahun 2012 sebesar 0,98, mengalami peningkatan dibanding tahun 2011 yaitu 0,82. Hal tersebut menunjukan bahwa masih banyak masyarakat yang melakukan pencabutan gigi dibandingkan melakukan tumpatan gigi tetap. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 72

Beberapa kabupaten/kota yang pencabutan giginya jauh lebih banyak dibandingkan tumpatan giginya (rasio rendah), menandakan bahwa masyarakat di kabupaten yang bersangkutan masih kurang memperhatikan kesehatan gigi dan mulut dan kemungkinan frekuensi penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan oleh petugas kesehatan di setiap lini, baik yang dilakukan didalam maupun diluar gedung masih sangat minim. Kabupaten dengan rasio terendah adalah Kabupaten Rembang 0,1 (tumpatan 264, pencabutan 3.826). Kabupaten/kota yang rasionya tinggi (penumpatan lebih banyak dibandingkan dengan pencabutan) yaitu Kabupaten Blora (3,3). 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 Rasio 0,71 0,71 0,81 0,82 0,98 Gambar 4.18 Rasio Tumpatan dan Pencabutan Gigi Tetap Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012 b. Murid SD/MI Mendapat Pemeriksaan Gigi dan Mulut Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut lainnya adalah Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang merupakan upaya promotif dan preventif kesehatan gigi khususnya untuk anak sekolah. Kegiatan UKGS meliputi pemeriksaan gigi pada seluruh murid untuk mendapatkan murid yang perlu perawatan gigi, kemudian melakukan perawatan pada murid yang memerlukan. Prosentase jumlah murid yang diperiksa untuk tahun 2012 (35,86%) lebih rendah dibandingkan pencapaian tahun 2011 (37,90%). Beberapa kabupaten mempunyai cakupan sangat rendah, seperti Kabupaten Brebes (7,2%) dan masih ada beberapa kabupaten/kota yang belum melaporkan datanya. Kabupaten yang mempunyai cakupan tertinggi adalah Kota Salatiga (99,6%). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 73

40 38 36 34 32 30 Cakupan 33,22 36,31 37,59 37,9 35,86 Gambar 4.19 Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Gigi Murid Sekolah Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 c. Murid SD/MI Mendapat Perawatan Gigi dan Mulut Jumlah Murid SD/MI diperiksa dan memerlukan perawatan tahun 2012 sebanyak 268.189 anak. Cakupan perawatan gigi dan mulut murid SD/MI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 53,6% mengalami penurunan bila dibanding tahun 2011 (55,30%). 65 60 55 50 45 Cakupan 62,95 54,75 53,83 55,3 53,62 Gambar 4.20 Cakupan Perawatan Gigi Murid Sekolah Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 7. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut Pelayanan kesehatan usia lanjut yaitu pelayanan penduduk usia 60 tahun ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, baik di puskesmas maupun di posyandu/kelompok usia lanjut. Cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 52,83% meningkat bila dibandingkan cakupan pada tahun 2011 yang sebesar 51,96%. Kabupaten/kota dengan cakupan tertinggi (100%) adalah Kabupaten Banyumas, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 74

kabupaten Pekalongan dan Kota Tegal. Sementara Kabupaten dengan cakupan terrendah adalah Kabupaten Pemalang (9,27%). 60 50 40 30 20 10 0 Cakupan 29,36 42,27 52,61 51,96 52,83 Gambar 4.21 Pelayanan Kesehatan Usia lanjut Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Masih rendahnya cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut tahun 2012, menggambarkan bahwa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah belum memperhatikan pelayanan kesehatan untuk kelompok pra usila dan usila yang merupakan kelompok usia berisiko. Upaya-upaya yang telah dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan pra usila dan usila adalah sbb : 1) Pertemuan koordinasi program kesehatan usila Provinsi Jawa Tengah, dengan kesepakatan identifikasi kelompok pra usila di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kabupaten/ kota dan memberikan dukungan kegiatan dan pelayanan kesehatan. 2) Advokasi ke SKPD provinsi dengan pengembangan model kelompok pra usila percontohan dan fasilitasi pelayanan kesehatan. 8. Pelayanan Dawat Darurat dan Kejadian Luar Biasa a. Pelayanan Gawat Darurat Level I yang Harus Diberikan Pelayanan Kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat merupakan sarana kesehatan yang telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan gawat darurat sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam kurun waktu Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 75

tertentu. Kemampuan pelayanan gawat darurat yang dimaksud adalah upaya cepat dan tepat untuk segera mengatasi puncak kegawatan yaitu henti jantung dengan Resusitasi Jantung Paru Otak (Cardio Pulmonary Cebral Resucitation) agar kerusakan organ yang terjadi dapat dihindarkan atau ditekan sampai minimal dengan menggunakan Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support/BLS) dan Bantuan Hidup Lanjut (ALS). Sarana kesehatan yang dimaksud dalam hal ini adalah rumah bersalin, puskesmas, dan rumah sakit baik rumah sakit umum, jiwa maupun khusus. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 RSU RSJ RS Khusus Pusk RI 2011 98.88 100 98.46 100 2012 100 100 100 96.74 Gambar 4.22 Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Pelayanan Gawat Darurat yang Dapat Diakses Masyarakat Provinsi Jawa TengahTahun 2011-2012 Puskesmas rawat inap dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 297 atau 96,74%, mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 100%. Hal ini disebabkan pada tahun 2012 tedapat 6 Puskesmas rawat inap baru dimana beberapa Puskesmas rawat inap baru tersebut belum mempunyai kemampuan gawat darurat. Sedangkan rumah sakit baik umum, jiwa, maupun khusus, semua sudah mempunyai kemampuan gawat darurat. 291 puskesmas atau 100%. Jumlah Rumah Sakit Umum dengan kemampuan pelayanan gawat darurat sebanyak 98,80%, Rumah Sakit Jiwa sebanyak 100%, Rumah Sakit khusus lain sebesar 98,46%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 76

b. Desa/Kelurahan Terkena Kejadian Luar Biasa yang Ditangani <24 Jam Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu desa/kelurahan dalam jangka waktu tertentu. Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular dan keracunan masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Jawa Tengah. Tingginya frekuensi KLB seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), Chikungunya, Acute Flacid Paralisys (AFP), Keracunan Makanan, Difteri, Campak, Diare, bencana serta munculnya penyakit baru seperti Avian Influenza (Flu Burung), disamping menimbulkan korban kesakitan dan kematian juga berdampak pada situasi sosial ekonomi masyarakat secara umum (keresahan masyarakat, produktivitas menurun). Kondisi tersebut menuntut upaya atau tindakan secara cepat dan tepat (kurang dari 24 jam) untuk menanggulangi setiap KLB serta melaporkan kepada tingkat administrasi kesehatan. 800 600 400 200 0 Desa/kel terkena KLB 543 536 579 353 363 Gambar 4.23 Distribusi Frekuensi KLB menurut Jumlah Desa yang Terserang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Gambar 4.23 di atas diketahui bahwa jumlah desa/kelurahan yang terkena KLB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 2010 relatif stabil pada kisaran 500 desa/kelurahan, kemudian mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi 353 desa/kelurahan pada tahun 2011 dan sedikit meningkat pada tahun 2012 menjadi 363 desa/kelurahan. Data frekuensi KLB penyakit menular, keracunan makanan dan bencana selama tahun 20012 sebanyak 22 jenis kejadian di 35 Kabupaten/Kota, 294 kecamatan dan 363 desa/kelurahan. Frekuensi tertinggi Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 77

adalah KLB keracunan makanan yang terjadi di 94 kecamatan dan 105 desa. Urutan ke dua adalah KLB terkena KLB Campak yang terjadi di 29 kecamatan dan 34 desa/kelurahan, ke tiga adalah KLB Leptospirosis yang terjadi di 24 kecamatan dan 34 desa/kelurahan. 101 100 99 98 97 Ditangani <24jam (%) 99.63 100 98.45 100 100 Gambar 4.24 Grafik Distribusi Frekuensi Desa/Kelurahan Terkena KLB yang ditangani kurang dari 24 jam Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Dari Gambar 4.24 di atas diketahui bahwa pada tahun 2012 persentase desa/kelurahan terkena KLB yang ditangani kurang dari 24 jam sebesar 100%. 25 20 22 15 10 5 0 9 4 5 5 4 14 5 5 5 6 4 2 9 9 9 8 6 7 7 4 4 3 13 6 4 3 1 Kab. Cilacap Kab. Bymas Kab. Purbalingga Kab. Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Wonosobo Kab. Magelang Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Wonogiri Kab. Karanganyar Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal 14 3 6 1 7 1 5 Gambar 4.25 Kejadian KLB Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 78

Sebaran KLB tahun 2012 menunjukkan bahwa 3 kabupaten/kota dengan frekuensi KLB terbanyak adalah Kabupaten Sragen (22 kejadian), Kabupaten Purworejo (14 kejadian) dan Kabupaten Brebes (14 kejadian). 120 100 80 60 40 20 0 105 24 31 12 34 24 34 Keracunan Makanan Chikungunya Difteri DBD Leptospirosis Diare Campak TN 3 33 AFP Varicella KIPI 7 17 3 1 2 1 3 1 3 4 Malaria Parotitis Tsk Flu Burung Banjir Hepatitis A Hepatitis B HFMD Anthraks Rubela Scabies 17 4 Gambar 4.26 Jenis KLB Menurut Desa/Kelurahan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Tahun 2012 sejumlah 363 desa yang terkena KLB, frekuensi tertinggi adalah keracunan (105 desa/kelurahan) tersebar pada 94 kecamatan. c. Jumlah Penderita dan Kematian pada Kejadian Luar Biasa Jumlah penduduk terancam KLB tahun 2012 sebanyak 1.119.337 jiwa. Sedangkan yang menderita akibat kejadian luar biasa tersebut sebanyak 3.356 jiwa, sehingga attack rate atau rata-rata kejadian sebesar 0,28%. Dari sejumlah penderita tersebut, yang meninggal sebanyak 26 orang (case fatality rate/cfr: 0,77%). CFR tertinggi adalah KLB demam berdarah dengue/dbd 81,25% dan KLB Tetatus Neonatorum 66,67%. 9. Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Kegiatan penyuluhan yang dilakukan dibagi menjadi penyuluhan kelompok dan penyuluhan massa. Penyuluhan kelompok pada tahun 2012 sebanyak 369.784 kali, dengan penyuluhan terbanyak dilakukan di Kabupaten Kendal yaitu 112.764 kali dan paling sedikit dilakukan di Kab. Blora sebanyak 66 kali. Selengkapnya dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 79

Kab.Cilacap Kab.Banyumas Kab.Purbalingga Kab.Banjarnegara Kab.Kebumen Kab.Purworejo Kab.Wonosobo Kab.Magelang Kab.Boyolali Kab.Klaten Kab.Sukoharjo Kab.Wonogiri Kab.Karanganyar Kab.Sragen Kab.Grobogan Kab.Blora Kab.Rembang Kab.Pati Kab.Kudus Kab.Jepara Kab.Demak Kab.Semarang Kab.Temanggung Kab.Kendal Kab.Batang Kab.Pekalongan Kab.Pemalang Kab.Tegal Kab.Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Kota Tegal Kota Pekalongan Kota Semarang Kota Salatiga Kota Surakarta Kota Magelang Kab.Brebes Kab.Tegal Kab.Pemalang Kab.Pekalongan Kab.Batang Kab.Kendal Kab.Temanggung Kab.Semarang Kab.Demak Kab.Jepara Kab.Kudus Kab.Pati Kab.Rembang Kab.Blora Kab.Grobogan Kab.Sragen Kab.Karanganyar Kab.Wonogiri Kab.Sukoharjo Kab.Klaten Kab.Boyolali Kab.Magelang Kab.Wonosobo Kab.Purworejo Kab.Kebumen Kab.Banjarnegara Kab.Purbalingga Kab.Banyumas Kab.Cilacap 486 1618 989 102 2565 890013452 2603 10534 9499 9394 615 2878 18240 701 4577 66 3972 5104 14220 4815 905714958 12470 120 21409066 3273 10757 20679 2671 864313353 34503 112764 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 Gambar 4.27 Distribusi Frekuensi Penyuluhan Kelompok yang Dilakukan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Sedangkan penyuluhan massa telah dilakukan 15.116 kali, paling banyak dilakukan oleh Kota Pekalongan yaitu 1.556 kali dan paling sedikit di Kabupaten Temanggung tidak pernah dilakukan penyuluhan massa. Secara jelas dapat dilihat pada grafik berikut. 3000 2656 2500 2000 1500 1000 500 0 1 83 29 485 611 233 12 51 765 20 76 740 1363 377 225197 47 39 36 1412 897 285 340 15033 138 81 26 0 1191 167 719 1556 75 Gambar 4.28 Distribusi Frekuensi Penyuluhan Massa yang Dilakukan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 80

B. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan 1. Cakupan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Pra Bayar Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, pemerintah telah berupaya mengembangkan berbagai upaya kesehatan, salah satunya adalah dengan mengembangkan suatu upaya kesehatan melalui program jaminan kesehatan. Program ini dikembangkan dengan tujuan merubah pola pembayaran langsung (out of pocket) yang biasanya dibayar setelah pelayanan diberikan menjadi penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan asas usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan pra upaya. Di Indonesia, ada dua kelompok peserta jaminan pemeliharan kesehatan yaitu kelompok penduduk non maskin yang membayar sendiri premi jaminan pemeliharaan kesehatannya dan kelompok maskin yang ditanggung oleh pemerintah. Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012, kepesertaan jaminan kesehatan penduduk non maskin sebesar 65,52%, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan cakupan tahun 2011 (36,18%). Sedangkan untuk masyarakat miskin, pemerintah menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), di mana semua biaya pemeliharaan kesehatan untuk masyarakat miskin ini semua ditanggung oleh pemerintah. 80 60 40 20 0 Cakupan 18,09 19,37 21,59 36,18 65,52 Gambar 4.29 Cakupan Kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Penduduk Non Maskin Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 81

Selain jamkesmas, banyak kabupaten/kota yang menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dengan tujuan agar masyarakat miskin yang belum tercakup jamkesmas bisa tercakup jamkesda. Kepesertaan jeminan pemeliharaan untuk masyarakat miskin di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 sebesar 48,40% dari total penduduk. Kepesertaan jaminan kesehatan terdiri dari: Askes (5,78%), Jamsostek (3,89%), Askeskin/Jamkesmas (42,53%), Jamkesda (108,92%) dan lain-lain (15,36%). 17,7 4,5 0,9 2,5 42,5 Askes Jamsostek Askeskin/Jamkesmas Jamkesda Lainnya Gambar 4.30 Cakupan Kepesertaan Program JPK Pra Bayar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mencanangkan Universal Coverage kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan pada tahun 2014 yang berarti bahwa seluruh penduduk di Indonesia pada tahun 2014 harus memiliki Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Terdapat dua cara pembayaran premi yaitu untuk masyarakat non miskin premi dibayar sendiri oleh peserta, sedangkan untuk masyarakat miskin, premi dibayarkan oleh pemerintah. 2. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Masyarakat Miskin Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien masyarakat miskin dan tidak mampu meliputi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit. Pelayanan kesehatan di Puskesmas meliputi rawat jalan tingkat pertama, rawat inap tingkat pertama, persalinan normal di Puskesmas dan jaringannya, pelayanan gawat darurat, dan pelayanan transport untuk rujukan bagi pasien. Sedangkan pelayanan di rumah sakit meliputi rawat jalan tingkat lanjut, rawat Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 82

inap tingkat lanjut, pelayanan obat dan bahan habis pakai, pelayanan penunjang medik, serta pelayanan tindakan dan operasi. Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin pada tahun 2012 sebanyak 12.447.383 orang. Masyarakat miskin yang mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan di sarana pelayanan strata 1 sebesar 4.240.569 (34,07%) sedangkan di sarana pelayanan strata 2 dan strata 3 sebesar 699.143 (5,62%). 3. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rawat Inap Masyarakat Miskin Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi pasien masyarakat miskin dan tidak mampu meliputi pelayanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit. Selain mendapatkan pelayanan rawat jalan juga mendapatkan rawat inap. Jumlah masyarakat miskin dan hampir miskin sebanyak 12.447.383, mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap di sarana kesehatan strata 1 sebanyak 296.582 (2,49%) sedangkan di sarana kesehatan 2 dan 3 sebanyak 312.882 (2,70%). 4. Jumlah Kunjungan Rawat Jalan, Rawat Inap di Sarana Pelayanan Kesehatan Cakupan rawat jalan adalah cakupan kunjungan rawat jalan baru di sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan kunjungan rawat jalan ini meliputi kunjungan rawat jalan di Puskesmas, kunjungan rawat jalan di rumah sakit, dan kunjungan rawat jalan di sarana pelayanan kesehatan lain. Cakupan kunjungan rawat jalan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 97,61%. Cakupan rawat inap adalah cakupan kunjungan rawat inap baru di sarana pelayanan kesehatan swasta dan pemerintah di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan kunjungan rawat inap ini meliputi kunjungan rawat inap di Puskesmas, kunjungan rawat inap di rumah sakit, dan kunjungan rawat inap di sarana pelayanan kesehatan lain. Cakupan rawat inap di sarana kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 5,88%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 83

5. Jumlah Kunjungan Gangguan Jiwa di Sarana Pelayanan Kesehatan Pelayanan gangguan jiwa adalah pelayanan pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan, yang meliputi gangguan pada perasaan, proses pikir, dan perilaku yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya. Data yang masuk untuk pelayanan kesehatan jiwa di RS berasal dari Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Umum yang mempunyai klinik jiwa. Permasalahan yang ada saat ini adalah tidak semua Rumah Sakit Umum mempunyai pelayanan klinik jiwa karena belum tersedia tenaga medis jiwa dan tidak banyak kasus jiwa di masyarakat yang berobat di sarana pelayanan kesehatan. Dari permasalahan tersebut, upaya yang perlu dilakukan adalah peningkatan pembinaan program kesehatan jiwa di sarana kesehatan pemerintah dan swasta, pelatihan/refreshing bagi dokter dan paramedis Puskesmas terutama upaya promotif dan preventif, serta meningkatkan pelaksanaan sistem monitoring dan evaluasi pencatatan dan pelaporan program kesehatan jiwa. Jumlah kunjungan gangguan jiwa tahun 2012 di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 224.617, mengalami peningkatan dibanding tahun 2011 yang mencapai 198.387 kunjungan. Kunjungan terbanyak di rumah sakit yaitu 138.399 kunjungan (61,62%). 6. Angka Kematian Pasien di Rumah Sakit a. Angka Kematian Umum Penderita Yang Dirawat di RS / Gross Death Rate (GDR) Angka kematian umum penderita yang dirawat di RS/GDR (Gross Death Rate) berguna untuk mengetahui mutu pelayanan/perawatan di Rumah Sakit. Semakin rendah GDR, berarti mutu pelayanan rumah sakit semakin baik. Angka yang dapat ditolerir untuk GDR ini maksimum 45. GDR rata-rata di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 59,4, berarti melebihi angka yang dapat ditolerir. Hal ini merupakan penurunan bila dibandingkan tahun 2011 dimana angka GDR masih berada pada nilai yang bisa ditolerir yaitu 34,01. Dari 197 RS yang melapor, sebanyak 31 rumah sakit mempunyai nilai GDR melebihi angka yang dapat ditolerir (kurang baik). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 84

b. Angka Kematian Penderita Yang Dirawat < 48 Jam / Net Death Rate (NDR) Angka Net Death Rate (NDR) adalah untuk mengetahui mutu pelayanan atau perawatan rumah sakit. Semakin rendah NDR suatu rumah sakit, berarti bahwa mutu pelayanan/perawatan rumah sakit tersebut makin baik. Nilai NDR yang dapat ditolerir adalah 25 per 1.000 penderita keluar. Rata-rata NDR di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 29,7, berarti sudah melampaui batas yang bisa ditolerir dan mengalami penurunan bila dibandingkan dengan NDR tahun 2011 sebesar 17,07. Dari 186 rumah sakit yang melapor, sebanyak 22 rumah sakit mempunyai nilai NDR melebihi angka yang dapat ditolerir. Berdasarkan data GDR dan NDR tersebut berarti pada tahun 2012 terjadi penurunan mutu pelayanan atau perawatan di rumah sakit sehingga diperlukan pembinaan lebih lanjut. 7. Indikator Kinerja Pelayanan di Rumah Sakit Dalam menentukan peningkatan sarana rumah sakit, indikator yang digunakan antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan, diukur dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidur serta rasio terhadap jumlah penduduk. Pada tahun 2012 jumlah rumah sakit di Provinsi Jawa Tengah menurut jenis dan kepemilikannya adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah menurut jenis dan pemilikan Tahun 2012 Pemilikan/Pengelola Jenis Pem Pem Pem TNI/Polri BUMN Swasta Jml Pusat Prov Kab/Kota RSU 2 4 45 10 1 131 193 RSJ 1 3 0 0 0 2 6 RSB 0 0 1 0 0 11 12 RSK 2 0 0 1 0 49 52 lainnya JML : 5 7 46 11 1 193 263 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 85

Pada tahun 2012 jumlah keseluruhan rumah sakit di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 263, bertambah 16 rumah sakit dari tahun 2011. a. Pemakaian Tempat Tidur/Bed Occupancy Rate (BOR) BOR merupakan persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini dipergunakan untuk menilai kinerja rumah sakit dengan melihat persentase pemanfaatan tempat tidur rumah sakit atau Bed Occupation Rate (BOR). Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (>85%) menunjukan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi, sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. BOR yang ideal untuk suatu rumah sakit adalah antara 60% sampai dengan 80%. Pada tahun 2012, rata-rata BOR di Provinsi Jawa Tengah sebesar 59,1, sedikit di bawah BOR ideal. Dari 263 rumah sakit, 50 RS (19,01%) mempunyai tingkat pemanfaatan sangat tinggi diatas maksimal occupancy rate, 30 RS (11,41%) mempunyai BOR yang dianggap cukup ideal, 130 RS (49,43%) tingkat pemanfaatannya masih kurang, dan 53 RS (20,15%) tidak mengirimkan laporan. b. Rata-rata Lama Rawat Seorang Pasien/Average Length of Stay (ALOS) Rata-rata lama rawat seorang pasien yang secara umum/average Length of Stay (ALOS) yang ideal adalah antara 6 9 hari. Rata-rata lama rawat seorang pasien di RS se Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 adalah 4,0 hari, lebih rendah dari ALOS ideal. Dari 231 RS yang melapor, hanya 6 rumah sakit yang mempunyai nilai ALOS ideal, 7 rumah sakit mempunyai ALOS yang tinggi melebihi ALOS ideal, dan lainnya memnpunyai ALOS yang rendah dibawah 6. Rumah Sakit yang memiliki ALOS ideal adalah RS Wiradadi Husada Banyumas, RS Sisma Medika Boyolali, RS Permata Blora, RSUD Kudus, dan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 86

RSUP Dr. Kariadi Semarang. Sedangkan yang mempunyai ALOS yang tinggi kebanyakan adalah Rumah Sakit Jiwa. c. Rata-rata Hari Tempat Tidur Tidak Ditempati / Turn Of Interval (TOI) TOI dan ALOS merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur semakin jelek. Angka ideal untuk TOI adalah 1 3 hari. Rata-rata TOI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 adalah 2,8 hari, berada dalam kisaran TOI ideal dan mengalami peningkatan efisiensi penggunaan tempat tidur dari tahun 2011 dimana TOI adalah 3,54 hari. Dari 220 RS yang lapor, 130 RS mempunyai nilai TOI lebih tinggi dari pada nilai ideal, 18 RS mempunyai nilai TOI lebih kecil dari nilai ideal, dan 72 RS mempunyai nilai TOI ideal. Jumlah RS yang mempunyai nilai TOI ideal mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2011 di mana RS yang mempunyai TOI ideal sebanyak 86 RS. C. Perilaku Hidup Masyarakat 1. Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga merupakan upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu melakukan PHBS dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Yang dimaksud rumah tangga sehat adalah proporsi rumah tangga yang memenuhi minimal 11 indikator dari 16 indikator PHBS tatanan rumah tangga. Adapun 16 indikator PHBS tatanan Rumah tangga tersebut meliputi: a. Variabel KIA dan GIZI: persalinan nakes; ASI Eksklusif; penimbangan balita; gizi seimbang b. Variabel KESLING: air bersih; jamban; sampah; kepadatan hunian; lantai rumah. c. Variabel GAYA HIDUP: aktifitas fisik; tidak merokok; cuci tangan;kesehatan gigi dan mulut; miras/narkoba Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 87

d. Variabel UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT: Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Berdasarkan data hasil pengkajian PHBS Tatanan Rumah Tangga yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2012 dari 8.954.087 rumah tangga yang ada, diperiksa 2.989.656 rumah tangga (33,4%) menurun apabila dibandingkan dengan tahun 2011 dengan jumlah rumah tangga 8.728.629 dan yang diperiksa sejumlah 3.674.663 rumah tangga (42,1%). Pencapaian persentase rumah tangga sehat yaitu yang diwakili oleh rumah tangga yang mencapai strata sehat utama dan sehat paripurna telah mencapai 74,67% hampir tidak berubah dibandingkan tahun 2011 (74,68%). Cakupan tertinggi diatas 90% dicapai oleh 5 kabupaten/kota yaitu Sukoharjo (91,5%), Karanganyar (92,5%), Kota Surakarta (92,0%), Kota Semarang (90,1%) dan Kota Pekalongan (93,9%). Sedangkan cakupan terendah adalah Kabupaten Kendal 49,6%. Perubahan perilaku tidak dapat terjadi dalam waktu singkat, tetapi memerlukan proses yang panjang termasuk didalamnya perlu upaya pemberdayaan masyarakat yang berkesinambungan. Berikut ini adalah Grafik persentase rumah tangga sehat berdasarkan strata Utama dan Paripurna di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 s/d 2012. 80 60 40 20 0 Cakupan 57,91 63,68 68,63 74,68 74,67 Gambar 4.31 Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 s/d 2012 D. Keadaaan Lingkungan Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan, disamping perilaku dan pelayanan kesehatan. Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 88

pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi: (1) Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar, (2) Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan, (3) Pengendalian Dampak Risiko Lingkungan, (4) Pengembangan Wilayah Sehat. Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat. Pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya, berbagai lintas sektor ikut serta berperan (Bappeda, Bapermas, Perindustrian, Lingkungan Hidup, Pertanian, Cipta Karya dan Dinas Kesehatan). 1. Persentase Rumah Sehat Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktivitas. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit berbasis lingkungan seperti Demam Berdarah Dengue, Malaria, Flu Burung, TBC, ISPA dan lain - lain. Pada Tahun 2012 sebanyak 4,686,852 (57,3%) rumah diperiksa dan yang memenuhi syarat rumah sehat sebesar 3,190,839 (68,1%) sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 yang mencapai 2.441.984 (62,95%). 70 68 66 64 62 60 58 56 54 Rumah Sehat 58,83 65,12 65,01 62,95 68,1 Gambar 4.32 Cakupan Rumah Sehat Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 89

2. Persentase Rumah/Bangunan yang Diperiksa Jentik Nyamuk Aedes Jumlah rumah di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 7.407.964 diperiksa jentik nyamuknya sebanyak 3.868.505 (40,53%), yang bebas jentik nyamuk Aedes aegypti sebanyak 3.078.031 rumah (83,72%) lebih banyak dibandingkan tahun 2011 sejumlah 2.615.175 rumah (77,14%). Cakupan angka bebas jentik ini masih dibawah target 95%. Oleh karena itu gerakan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3 M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur dan Plusnya adalah Mencegah Gigitan Nyamuk), bila memungkinkan pemakaian ulang kaleng, ban untuk pot dan lain - lain harus selalu digerakkan secara optimal, mengingat kasus Demam Berdarah yang cenderung meningkat dan bertambah luasnya wilayah yang terjangkit. 3. Persentase Keluarga menurut Jenis Sarana Air Bersih yang Digunakan Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pekerjaan Umum cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan diantaranya, meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi. Pada dasarnya negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan produktif (UU No. 7 Tahun 2004, pasal 10). Namun pada kenyataannya persentase penduduk miskin masih tinggi, sehingga kemampuan untuk mendapat akses ke sarana penyediaan air minum yang memenuhi syarat masih terbatas. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 90

Masyarakat berpenghasilan rendah, ternyata membayar lebih besar untuk memperoleh air daripada masyarakat berpenghasilan tinggi, hal ini menunjukkan ketidakadilan dalam mendapatkan akses pada air minum. Walaupun terdapat program program air minum dan sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah, namun akses terhadap air minum belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Perlu dukungan kebijakan yang lebih fokus untuk penyediaan sanitasi dan air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Jumlah keluarga yang diperiksa akses air bersih sebanyak 4.900.277 (52,05%) dari 9.414.729 KK dan yang telah memiliki akses sarana air bersih sebanyak 4.034.435 (75,05%). Keluarga yang telah akses air bersih tersebut, terbanyak memanfaatkan sumur gali (45,39%). Jenis Air Bersih 1,01 7,69 14,06 0,56 21,19 Kemasan Ledeng SPT 6,5 SGL Mata Air PAH Lainnya 45,39 Gambar 4.33 Akses Air Bersih Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 4. Persentase Keluarga menurut Sumber Air Minum yang Digunakan Jumlah keluarga yang diperiksa sumber air minumnya sebanyak 4.894.101 (54,85%) dari 8.922.760 KK dan yang telah menggunakan sumber air minum terlindung sebanyak 3.690.708 (75,4%). Keluarga yang telah menggunakan sumber air minum terlindung tersebut, terbanyak memanfaatkan sumur terlindung (36,8%). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 91