I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

ANALISIS KLORIN PADA BERAS YANG BEREDAR DI PASAR KOTA MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak,

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

PERBEDAAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR PUSAT KOTA DENGAN PINGGIRAN KOTA PADANG. Skripsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

I. PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. kedelai yang tinggi protein, sedikit karbohidrat, mempunyai nilai gizi dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

BAB 1 PENDAHULUAN. oksigen, dan karbon (ACC, 2011). Formalin juga dikenal sebagai formaldehyde,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena dapat diolah menjadi berbagai macam menu dan masakan 1.Selain itu,

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan adalah faktor keamanan pangan. Dalam dunia industri. khususnya industri pangan, kontaminasi pada makanan dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

I. PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan di dalam kehidupannya (Effendi, 2012). Berdasakan definisi dari WHO

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JURNAL LABORATORIUM KHATULISTIWA

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO tahun 2001 dalam buku karangan Haryadi, beras merupakan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

PENDAHULUAN. kandungan gizi tinggi, akan tetapi mudah mengalami kerusakan (perishable food).

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan cairan dalam tubuhnya (Suriawiria, U., 1996). Sekitar 70 % tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Transkripsi:

I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1.1. Latar Belakang Daging unggas merupakan pangan hewani yang kaya zat gizi, terutama protein, vitamin, dan mineral yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan, kesehatan, dan kecerdasan. Dibandingkan dengan pangan asal hewan lainnya daging unggas relatif murah harganya, mudah diperoleh, dan mudah diolah dalam aneka ragam masakan atau sajian. (Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca Panen, 2010). Unggas memiliki beragam jenis diantaranya adalah ayam, itik, angsa, burung dan kalkun. Yang paling populer diantara jenis unggas adalah ayam, sedangkan yang lain jarang dimasak untuk hidangan sehari- hari (Tarwotjo, 1998). Ayam (Gallus domesticus) memiliki beberapa klasifikasi, diantaranya adalah ayam ras (ayam negeri), ayam kampung, ayam cull, dan ayam hutan. Daging ayam putih (tanpa kulit) mengandung kira-kira 64 % air, 32 % protein, dan 3,5 % lemak. Protein unggas bermutu tinggi karena mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan oleh manusia. Lemak unggas mengandung asam lemak tidak jenuh lebih banyak dibandingkan lemak daging merah (sapi) (Muchtadi, dkk, 2010).

Daging ayam segar yang dipilih harus memperhatikan beberapa hal, yaitu warna daging yang putih kekuningan, warna lemak yang putih kekuningan dan merata di bawah kulit, memiliki bau yang segar dan tidak berbau asing, kekenyalan yang elastis dan tidak ada tanda-tanda memar atau tanda lain yang mencurigakan (Litbang Deptan, 2007). Daging memiliki umur simpan yang pendek dan dalam waktu singkat saja dapat menjadi rusak segera sesudah hewan dipotong disebabkan oleh kontaminasi mikroba dari luar, yaitu baik jamur maupun bakteria. Kontaminasi dengan mikroba ini menyebabkan kerusakan daging atau pembusukkan. Bisa juga terjadi suatu keracunan makanan, jika terkontaminasi mikroba pembentuk racun dan sempat berkembang biak di dalam daging (Apandi, 1993). Kontaminasi mikroba seperti Eschericia coli, Salmonella sp., dan Staphylococcus aureus menyebabkan degradasi protein yaitu proses pemecahan protein menjadi molekul-molekul sederhana seperti asam amino yang menyebabkan sel-sel daging menjadi rusak atau busuk. Keberadaan kontaminan mikroba sangat dimungkinkan karena sifat fisikokimia daging seperti Aw, ph, dan zat gizi yang mendukung pertumbuhan mikroba tersebut (Handarini dan Tjiptaningdyah, 2014). Daging ayam segar yang memiliki umur simpan yang singkat disebabkan kandungan mikroba kontaminan yang cukup tinggi mendukung dikembangkannya cara-cara pengawetan untuk memperpanjang umur simpannya. Teknik yang banyak dilakukan adalah dengan cara pendinginan dan pengawetan secara kimia (Handarini dan Tjiptaningdyah, 2014).

Namun, sekarang ini semakin marak penggunaan Bahan Tambahan Kimia (BTK) yang dilarang pada bahan makanan, selain diperlukan beberapa bahan alternatif juga diperlukan pengawasan yang ketat dan berkesinambungan oleh beberapa instansi terkait (termasuk didalamnya Perguruan Tinggi). Di negaranegara berkembang seperti Indonesia yang masih berkutat dalam masalah gizi, masalah keamanan pangan menjadi penting untuk diperhatikan karena dampak yang ditimbulkan dapat memperparah masalah gizi dan kesehatan yang sedang dihadapi (Cahyadi, 2005). Salah satu contoh Bahan Tambahan Kimia (BTK) yang dilarang penggunaannya pada makanan adalah klorin. Klorin merupakan bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai pembunuh kuman atau desinfektan. Zat klorin akan bereaksi dengan air membentuk asam hipoklorus yang diketahui dapat merusak selsel dalam tubuh. Klorin berwujud gas berwarna kuning kehijauan dengan bau cukup menyengat (Adiwisastra, 1989). Klorin digunakan sebagai desinfektan, namun klorin juga berfungsi sebagai pemutih. Klorin yang digunakan sebagai pemutih dapat ditemukan pada beras. Masalah manipulasi mutu beras dengan penggunaan pemutih yang tidak jelas dan tidak sesuai dengan spesifikasi, dan konsentrasi pemakaian di atas ambang batas berbahaya bagi kesehatan manusia. Penggunaan klorin dalam pangan bukan hal yang asing. Klorin sekarang bukan hanya digunakan untuk bahan pakaian dan kertas saja, tetapi telah digunakan sebagai bahan pemutih atau pengkilat beras, agar beras yang berstandar medium menjadi beras berkualitas super (Darniadi, 2010).

Dampak yang ditimbulkan untuk kesehatan dari bahan pangan yang mengandung klorin baru akan muncul 15 hingga 20 tahun mendatang. Akan tetapi, dampak klorin ini dapat muncul lebih cepat jika konsumen secara terus-menerus mengonsumsi bahan pangan yang mengandung klorin. Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat mengonsumsi bahan pangan yang mengandung klorin dalam jangka panjang menyebabkan penyakit pada paru-paru seperti pneumonitis, sesak nafas, emphysema, dan bronkitis (Wansi dkk, 2014). Klorin memiliki sifat yang sangat reaktif akan sangat mudah bagi klorin bereaksi dengan senyawa lain dan membentuk senyawa-senyawa baru seperti organoklorin yang merupakan senyawa toksik dan dapat menimbulkan efek karsinogen bagi manusia. Besarnya dampak yang ditimbulkan oleh senyawa klorin sangat tergantung dari kadar, jenis senyawa klorin dan yang terpenting adalah tingkat toksisitas dari senyawa tersebut (Hasan, 2006). Klorin yang ditemukan di dalam bahan pangan yang jika dikonsumsi oleh manusia dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Bahaya ini akan lebih cepat timbul jika konsumen tidak menyadari mengonsumsi klorin secara terusmenerus dalam jangka waktu yang panjang. Hal inilah yang mendorong penulis melaksanakan penelitian mengenai Studi Kasus Kandungan Klorin secara Kualitatif dan Kuantitatif pada Daging Ayam (Gallus domesticus) di Pasar Tradisional di Kota Bandung. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang permasalahan di atas, maka masalah dalam penelitian dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Apakah terdapat penambahan klorin pada sampel daging ayam di pasar tradisional di Kota Bandung? 2. Berapa jumlah kandungan klorin pada sampel daging ayam di pasar tradisional di Kota Bandung? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya penambahan klorin pada daging ayam di pasar tradisional di Kota Bandung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tentang adanya penambahan klorin pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota Bandung dan untuk mengetahui jumlah kandungan klorin pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota Bandung. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian studi kasus kandungan klorin pada daging ayam adalah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi bagi masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah yang berwenang mengenai ada atau tidaknya klorin dan bahayanya pada daging ayam yang digunakan sebagai pengawet dan pemutih. 2. Memberikan informasi tentang dampak negatif klorin terhadap kesehatan manusia. 1.5. Kerangka Pemikiran Daging unggas memiliki beragam jenis, namun daging ayam merupakan daging unggas yang paling populer dan sering dihidangkan untuk konsumsi sehari-

hari. Karakteristik daging ayam segar dan berkualitas dapat diperhatikan melalui beberapa hal, yaitu warna daging yang putih kekuningan, warna lemak yang putih kekuningan dan merata di bawah kulit, memiliki bau yang segar, kekenyalan yang elastis dan tidak ada tanda-tanda memar atau tanda lain yang mencurigakan (Litbang Deptan, 2007). Besarnya kebutuhan daging ayam segar di Indonesia dipicu karena daging ayam termasuk sumber protein favorit disamping daging sapi dan ikan. Kebutuhan daging ayam yang luar biasa ini menyebabkan produsen sering mengabaikan kualitas dan keamanan daging ayam segar. Kontaminan mikrobiologis merupakan salah satu penyebab berkurangnya mutu daging ayam bahkan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi (Handarini dan Tjiptaningdyah, 2014). Daging ayam segar memiliki umur simpan yang singkat karena kandungan mikroba kontaminan yang cukup tinggi, sehingga mendukung dikembangkannya cara-cara pengawetan untuk memperpanjang umur simpannya. Teknik yang banyak dilakukan adalah dengan cara pendinginan dan pengawetan secara kimia (Handarini dan Tjiptaningdyah, 2014). Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau

bahan yang mampu menghambat, menahan atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan (Cahyadi, 2005). Pengawetan secara kimia menggunakan bahan kimia yang dilarang semakin marak dilakukan produsen pangan. Salah satu contoh bahan tambahan pangan yang dilarang ditambahkan pada makanan adalah klorin. Klorin merupakan unsur kedua dari keluarga halogen, terletak pada golongan VIIA, periode III. Sifat kimia klorin sangat ditentukan oleh konfigurasi elektron pada kulit terluarnya. Keadaan ini membuatnya tidak stabil dan sangat reaktif. Hal ini disebabkan karena strukturnya belum mempunyai 8 elektron untuk mendapatkan struktur gas mulia. Disamping itu, klorin juga bersifat oksidator. Dalam air klorin akan terhidrolisa membentuk asam hipoklorus yang merupakan suatu oksidator (Sinuhaji, 2009). Klorin memiliki sifat sebagai desinfektan kimia misalnya untuk pengolahan air minum, sanitasi, dan pengolahan limbah cair. Klorin aktif terhadap sebagian besar bakteri, virus, dan spora. Klorin akan bereaksi dengan air atau uap untuk menghasilkan kabut asam hipoklorat yang korosif. Dalam penyimpanannya klorin disimpan dalam ruang yang memiliki ventilasi yang baik dan antibocor (Pruss, dkk, 2002). Klorin banyak digunakan dalam pengolahan air bersih dan air limbah sebagai oksidator dan desinfektan atau pembasmi kuman. Orang yang meminum air yang mengandung klorin dalam jumlah yang melebihi standar maksimum memiliki kemungkinan besar untuk terkena kanker kandung kemih, dubur ataupun usus besar (Sopacua, dkk, 2012).

Klorin merupakan bahan kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan, ditinjau dari segi manapun penggunaan zat pemutih apabila dicampurkan terhadap bahan pangan, sangat tidak dibenarkan karena dampaknya yang begitu besar bagi kesehatan manusia. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033/Menkes/Per/IX/2012 tentang Bahan Tambahan Makanan, menyatakan bahwa klorin dilarang penggunaannya. Klorin tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam kelompok pemutih dan pematang tepung (Irmayani, dkk, 2013). Masalah manipulasi mutu beras dengan penggunaan pemutih yang tidak jelas dan tidak sesuai dengan spesifikasi, dan konsentrasi pemakaian di atas ambang batas berbahaya bagi kesehatan manusia. Penggunaan klorin dalam pangan bukan hal yang asing. Klorin sekarang bukan hanya digunakan untuk bahan pakaian dan kertas saja, tetapi telah digunakan sebagai bahan pemutih atau pengkilat beras, agar beras yang berstandar medium menjadi beras berkualitas super (Darniadi, 2010). Klorin akan bereaksi dengan air dan membentuk asam hipoklorus yang diketahui dapat merusak sel-sel dalam tubuh. Klorin yang terdapat dalam bahan pangan akan menggerus usus lambung (korosif). Akibatnya lambung rawan terhadap penyakit maag. Dalam jangka panjang, mengonsumsi bahan pangan yang mengandung klorin akan menyebabkan penyakit ginjal dan kanker (Sinuhaji, 2009). Efek toksik klorin yang terutama adalah sifat korosifnya. Kemampuan oksidasi klorin sangat kuat, dimana di dalam air klorin akan melepaskan oksigen dan hidrogen klorida yang menyebabkan kerusakan jaringan. Sebagai alternatif,

klorin dirubah menjadi asam hipoklorus yang dapat menembus sel dan bereaksi dengan protein sitoplasmik yang dapat merusak struktur sel (Sinuhaji, 2009). Menurut Luthana dalam Sinuhaji (2009), bentuk-bentuk aktivitas klorin di dalam tubuh seperti, mengganggu sintesa protein; oksidasi dekarboksilasi dari asam amino menjadi nitrit dan aldehid; bereaksi dengan asam nukleat, purin, dan pirimidin; induksi asam deoksiribonukleat (DNA) dengan diiringi kehilangan kemampuan DNA-transforming, dan timbulnya penyimpangan kromosom. Sampling purposive dipilih sebagai metode pengambilan sampel, dimana sampling ini berdasarkan kepada pertimbangan peneliti. Hanya mereka yang dianggap ahli yang patut memberikan pertimbangan untuk pengambilan sampel yang diperlukan. Cara sampling ini sangat cocok untuk studi kasus, dimana banyak aspek dari kasus tunggal yang representative diamati dan dianalisis (Sudjana, 2005). Metode pengujian klorin secara kualitatif menggunakan reaksi warna, sedangkan secara kuantitatif menggunakan metode titrasi iodometri. Pengujian kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan klorin, sedangkan pengujian kuantitatif untuk mengetahui jumlah klorin yang terkandung pada sampel (Sinuhaji, 2009). 1.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat diambil suatu hipotesis penelitian yaitu hipotesis adanya penambahan klorin sebagai pengawet dan pemutih pada daging ayam di pasar tradisional di Kota Bandung.

1.7. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2016 sampai dengan selesai. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Teknologi Pangan Universitas Pasundan, Jalan Dr. Setiabudhi No.193, Bandung.