Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Membran Membran merupakan suatu lapisan yang selektif di antara dua fase ruah. Membran dapat dibentuk dari material yang homogen ataupun heterogen. Terdapat beberapa klasifikasi membran. Klasifikasi pertama adalah berdasarkan sifat alamiahnya, membran dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu membran biologi dan membran sintetik. Kedua jenis membran ini berbeda dalam hal struktur dan fungsinya. Membran sintetik dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu membran organik (polimer) dan membran anorganik (keramik, gelas, logam, dan zeolit). Klasifikasi lainnya adalah berdasarkan struktur dan morfologinya, jika dibatasi pada membran padat terdapat dua jenis membran, yaitu membran simetris dan membran asimetris 3. Proses pemisahan dengan membran merupakan proses transfer suatu spesi yang selektif dan terkontrol dari satu fase ruah ke fase ruah lain yang terpisah oleh membran. Proses transfernya dapat berupa transfer aktif maupun pasif. Pada transfer pasif diperlukan tenaga pendorong yaitu perbedaan tekanan, konsentrasi, temperatur, atau potensial listrik. membra n Fasa 1 (umpa n) Fasa 2 (permeat ) Gaya dorong: C, P, T, E Gambar II.1 Skema sistem pemisahan pada membran Pada umumnya, proses yang menggunakan membran adalah proses pemisahan. Suatu proses membran disebut sebagai proses mikrofiltrasi jika membran dapat 5
menahan partikel berdiameter lebih besar dari 100 nm. Pada proses ini fluks yang tinggi dapat dicapai dengan gaya dorong yang kecil (tekanan hidrostatik rendah), karena tahanan hidrodinamik pada membran mikrofiltrasi lemah. Pada pemisahan makromolekul, yaitu molekul dengan massa molekul antara 10 4 sampai lebih dari 10 6 Da, diperlukan struktur membran yang lebih rapat 3. Proses ini dinamakan ultrafiltrasi, yang membutuhkan gaya dorong yang lebih tinggi dari mikrofiltrasi karena tahanan hidrodinamik membran ultrafiltrasi lebih tinggi. Proses pemisahan dengan membran yang lain adalah osmosis balik. Proses ini umumnya menggunakan membran asimetris yang rapat sehingga memiliki tahanan hidrodinamik sangat tinggi. Proses ini dapat memisahkan komponen-komponen dengan massa molekul kecil. Osmosis balik sering digunakan untuk menghilangkan garam-garam dari air laut (desalinasi). Proses membran yang relatif baru adalah nanofiltrasi. Membran nanofiltrasi mempunyai sifat dan ciri pemisahan di antara membran ultrafiltrasi dan membran osmosis balik. Untuk proses mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, dan osmosis balik, berturut-turut terjadi peningkatan tahanan hidrodinamik sehingga gaya dorong yang dibutuhkan semakin besar. Ukuran molekul atau partikel yang tertahan pada membran semakin kecil. II.2 Membran Keramik Membran keramik merupakan membran anorganik yang terbuat dari kombinasi logam, seperti aluminium, titanium, silisium atau zirkonium, dengan suatu nonlogam dalam bentuk oksida, nitrida, atau karbida 3. Material keramik umumnya sangat stabil secara kimia, termal, dan mekanik, seringkali juga bersifat bio-inert. Material dengan sifat-sifat seperti ini sangat cocok untuk diaplikasikan pada industri kimia dan farmasi, serta pengolahan air. Dengan stabilitas termal yang tinggi, membran keramik dapat diaplikasikan sebagai membran reaktor. Dengan kestabilan kimia yang baik, membran keramik dapat bekerja pada kondisi ph yang ekstrem. Membran keramik juga lebih stabil terhadap panas, memiliki fluks yang tinggi, serta masa pakai yang lebih lama. Dalam lingkungan yang 6
mengandung pelarut-pelarut organik, membran keramik lebih tahan terhadap pelarutan dan swelling. Kelemahan membran keramik adalah dalam hal massa yang lebih tinggi dan biaya produksi material keramik yang tinggi. Namun kendala yang terakhir ini dapat diimbangi dengan umur pemakaiannya yang relatif lebih lama 11. II.3 Pembuatan Membran Keramik Pada dasarnya prinsip pembuatan membran keramik adalah sama dengan pembuatan material keramik lainnya. Pada pembuatan keramik, selain komponen utama (ceramic powder) biasanya diperlukan beberapa jenis zat tambahan (additives). Zat-zat tambahan tersebut dapat digolongkan dalam beberapa jenis, seperti zat pengikat (binder), dispersan, pemberi sifat plastis (plasticizer), dan pelarut 12. Zat pengikat merupakan partikel-partikel yang membentuk jembatan antara butiran-butiran serbuk keramik untuk memberikan kekuatan pada green body. Zat pengikat untuk keramik dapat berupa partikel-partikel koloid seperti selulosa dan lempung, atau berupa molekul seperti pati, dekstrin, poli(vinilalkohol) atau PVA, poli(vinilbutiral) atau PVB, poli(metilmetakrilat) atau PMMA, dan natrium silikat. PVA merupakan zat pengikat yang larut dalam air hangat. Gugus -OH pada PVA dapat mengikat (adesi) partikel-partikel keramik. PVA merupakan hasil hidrolisis poli(vinilasetat). Jika terhidrolisis sebagian, maka gugus asetat (-COOCH 3 ) akan tersisa. Hal ini menyebabkan PVA dapat larut dalam air dingin. Zat-zat pengikat lain seperti PVB dan PMMA larut dalam pelarut nonpolar. Deflokulan dipakai untuk mengontrol muatan permukaan pada partikel-partikel dan mengontrol ph. Penambahan zat pemberi sifat plastis digunakan untuk meningkatkan kinerja zat pengikat pada sistem keramik. Pemilihan aditif-aditif tersebut merupakan langkah penting dalam proses pembentukan keramik, namun zat-zat ini harus dihilangkan sebelum proses densifikasi selama pembakaran. 7
Untuk itu, perlu diketahui karakteristik dekomposisi termal aditif-aditif yang digunakan. Proses pembentukan atau pencetakan membran dilakukan untuk mendapatkan bentuk membran yang diinginkan. Membran dapat dibentuk dengan pemberian tekanan terhadap material serbuk dengan penambahan 0-5 % (w/w) pelarut (air) dan zat pengikat. Teknik ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu uniaxial/dry pressing dan isostatic pressing. Teknik lain dilakukan dengan membuat suspensi yang stabil (slip). Teknik ini dilakukan dengan mencampurkan material serbuk dengan suatu cairan sebagai medium suspensi, teknik ini disebut slip casting. Membran tipis dengan permukaan yang lebar dapat dibuat dengan cara tape casting, menggunakan doctor blade. Ada beberapa teknik dalam pembuatan membran keramik, teknik-teknik ini tergantung pada bahan yang digunakan dan struktur membran yang diinginkan. Teknik-teknik yang sering digunakan untuk pembuatan membran keramik diantaranya sintering 9, 30, proses sol-gel 2, 4, 16, 27, pelapisan (coating) 6, dan vapour deposition 28. II.3.1 Sintering Berdasarkan definisi ISO (International Organization for Standardization), sintering merupakan perlakuan termal terhadap serbuk atau padatan pada temperatur di bawah titik lebur komponen utama dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan ikatan antar-partikel. Selama proses sintering, laju pemanasan, waktu, temperatur, dan atmosfer lingkungan harus dikendalikan untuk mendapatkan hasil yang reprodusibel. Ukuran pori membran hasil sintering ditentukan oleh ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel serbuk yang dipakai sebagai bahan pembuat membran. Semakin kecil distribusi ukuran partikel akan menghasilkan membran dengan ukuran pori yang lebih kecil. II.3.2 Pelapisan (coating) 8
Pembuatan membran keramik dapat dilakukan secara dip-coating untuk menghasilkan membran komposit dengan lapisan kulit (skin layer) yang tipis dan rapat. Membran yang diperoleh dengan teknik ini dapat diaplikasikan untuk keperluan osmosis balik maupun pemisahan gas. Dengan teknik ini, membran pendukung berpori dicelupkan ke dalam larutan pelapis sehingga terbentuk lapisan tipis pada membran pendukung. Selanjutnya membran dipanaskan dalam oven untuk menguapkan pelarut yang tersisa. II.3.3 Proses sol-gel Proses sol-gel biasanya memerlukan prekursor alkoksida logam seperti tetrametil ortosilikat (TMOS), tetraetil ortosilikat (TEOS), zirkonium(iv) propoksida, titanium(iv) butoksida, dan lain-lain. Pembuatan membran dengan cara ini melibatkan reaksi hidrolisis dan kondensasi sehingga terbentuk fasa baru berupa sol. Sol merupakan dispersi partikel-partikel koloid dalam suatu cairan. Alkoksida logam yang telah terhidrolisis akan memiliki gugus hidroksida yang dapat bereaksi dengan reaktan lain membentuk polioksologam sehingga terbentuk gel 3. Viskositas larutan akan meningkat sebagai indikasi terjadinya proses polimerisasi. Proses sol gel ini dapat menghasilkan lapisan mesopori. Reaksi hidrolisis alkoksida logam dapat diilustrasikan sebagai berikut 13 : Si(OR) 4 + H 2 O (RO) 3 -Si-OH + ROH Hidrolisis sempurna dapat terjadi dengan adanya katalis atau air yang berlebih, Si(OR) 4 + 4H 2 O Si(OH) 4 + 4ROH Dua molekul yang terhidrolisis sebagian akan mengalami reaksi kondensasi: (RO) 3 -Si-OH +HO-Si-(OR) 3 (RO) 3 -Si-O-Si-O-(OR) 3 + H 2 O atau (RO) 3 -Si-OR + (RO) 3 -Si-OH (RO) 3 -Si-O-Si-O-(OR) 3 + ROH Reaksi ini berlanjut menjadi sebuah reaksi polimerisasi. 9
II.4 Karakterisasi membran Karakterisasi membran diperlukan untuk mengetahui sifat-sifat pemisahan membran dan perkiraan kinerja membran untuk keperluan pemisahan. Membran dengan struktur yang berbeda akan mempunyai fungsi yang berbeda. Sifat-sifat membran yang perlu dikarakterisasi adalah struktur morfologi membran, seperti ukuran pori, distribusi ukuran pori, volum pori, dan kristalinitasnya. Pada membran berpori terdapat dua parameter penting dalam karakterisasinya, yaitu parameter yang berhubungan dengan struktur dan parameter yang berhubungan dengan permeasi. Parameter yang berhubungan dengan struktur adalah penentuan ukuran pori, distribusi ukuran pori, dan ketebalan lapisan permukaan. Parameter yang berhubungan dengan permeasi adalah penentuan parameter-parameter dengan menggunakan zat terlarut untuk penentuan molecular weight cut-off (MWCO) 3. II.4.1 Parameter permeabilitas a. Permeabilitas air Permeabilitas air diukur dengan mengamati fluks air yang melalui membran sebagai fungsi tekanan. Permeabilitas air diperoleh dari kemiringan kurva fluks air terhadap tekanan pengukuran. Secara umum permeabilitas air dipengaruhi oleh ukuran pori dan jenis material membran, yang akan menentukan sudut kontak dan polaritas. Material membran yang hidrofil akan mudah terbasahi oleh air sehingga akan bersifat permeabel. Dengan demikian, akan diperoleh fluks air yang tinggi. Membran yang baik mempunyai permeabilitas dan selektivitas yang tinggi. Akan tetapi, kedua variabel ini bertolak belakang, jika permeabilitas suatu membran tinggi maka selektivitasnya rendah. Demikian juga sebaliknya. b. Perhitungan rejeksi membran terhadap zat terlarut 10
Perhitungan rejeksi membran dilakukan untuk mengetahui kinerja membran terkait dengan kemampuannya untuk menahan zat terlarut. Hasilnya dapat dinyatakan dengan MWCO atau koefisien rejeksi (R). MWCO menyatakan massa molekul yang 90 % atau lebih direjeksi oleh membran. Namun MWCO ini tidak dapat dijadikan sebagai parameter tunggal untuk menentukan karakteristik pemisahan suatu membran. Parameter ini sangat tergantung pada fleksibilitas molekul zat terlarut, interaksi zat terlarut dengan material membran, serta fenomena polarisasi konsentrasi. Penentuan MWCO juga dipengaruhi oleh kondisi pengujian, seperti tekanan, konsentrasi dan jenis zat terlarut, serta kondisi sel pengujian yang digunakan 3. Rejeksi membran terhadap materi tertentu merupakan ukuran kemampuan selektivitas membran. Rejeksi dinyatakan sebagai: (II.1) C f adalah konsentrasi umpan dan dan C p konsentrasi permeat. II.4.2 Parameter struktural a. Scanning Electron Microscopy (SEM) SEM merupakan salah satu jenis mikroskop elektron yang dapat menghasilkan gambar dengan memfokuskan berkas elektron berenergi tinggi pada permukaan suatu sampel. Foto SEM dapat digunakan untuk mengamati morfologi permukaan dan penampang melintang membran. Prinsip kerja SEM adalah adanya pancaran elektron berenergi tinggi (elektron primer) yang mengenai sampel. Akibat pancaran elektron primer tersebut, atomatom pada permukaan sampel akan melepaskan elektron, yang disebut sebagai elektron sekunder. Elektron sekunder akan ditangkap dan dikumpulkan oleh detektor dan diubah menjadi sinyal-sinyal listrik. Selanjutnya, sinyal-sinyal listrik 11
dikirim ke amplifier untuk diperkuat dan diolah sehingga dihasilkan foto SEM sampel yang diamati. Sampel yang akan dianalisis harus dapat menghantarkan elektron (arus listrik). Apabila sampel tidak dapat menghantarkan arus listrik, maka sampel harus dilapisi terlebih dahulu dengan bahan yang dapat menghantarkan listrik, biasanya logam emas atau paladium. b. Analisis Energy Dispersive X-ray (EDX) Analisis EDX (EDS atau EDAX) merupakan teknik analisis yang terintegrasi dengan SEM. Seperti halnya pada SEM, sampel yang akan dianalisis dikenai elektron berenergi tinggi. Tumbukan elektron berenergi tinggi pada permukaan sampel menyebabkan elektron pada kulit bagian dalam atom sampel akan tereksitasi. Akibatnya terjadi kekosongan elektron pada kulit tersebut. Kekosongan ini akan diisi oleh elektron yang berenergi lebih tinggi, yaitu elektron pada kulit yang lebih jauh dari inti. Perpindahan elektron ke tingkat energi yang lebih rendah ini akan melepaskan energi dengan panjang gelombang sinar-x yang khas untuk tiap atom atau unsur. Dengan demikian, analisis EDX dapat digunakan untuk mengetahui atom atau unsur yang terdapat pada suatu sampel. II.5 Karakterisasi Serbuk dengan Difraksi sinar-x Metode difraksi sinar-x dapat digunakan untuk memahami struktur kisi (parameter kisi dan jenis struktur) suatu kristal. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui susunan atom yang berbeda pada kristal. Metode ini didasarkan pada fakta bahwa pola difraksi sinar-x adalah khas untuk tiap kristal. Difraksi dapat terjadi jika panjang gelombang sinar yang digunakan memiliki orde yang sama dengan jarak antar titik kisi. Jarak antar titik kisi dalam kristal berorde angstrom (Ǻ), sehingga panjang gelombang yang digunakan harus berorde angstrom, yaitu panjang gelombang sinar-x. 12
Pola difraksi sinar-x berupa hubungan antara sudut 2θ dengan intensitas. Sudut difraksi 2θ adalah sudut antara sinar yang ditransmisikan dengan sinar yang didifraksikan. Intensitas tidak hanya sebanding dengan konsentrasi tetapi juga ditentukan oleh kesempurnaan bidang kristal dan kerapatan atom-atom penyusun kristal. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui struktur, komposisi, dan bentuk material polikristal. Suatu senyawa yang belum diketahui dapat diidentifikasi dengan membandingkan jarak antar-bidang kristal senyawa tersebut dengan polapola yang telah ada pada database standar, yaitu Powder Diffraction File (PDF). II.6 Zirkon (ZrSiO 4 ) Zirkon merupakan kristal zirkonium silikat dengan rumus empiris ZrSiO 4. Zirkon terdiri dari tetrahedral [SiO 4 ] 4- yang terisolasi dan dodekahedron [ZrO 8 ] 12-. Kristal ini memiliki kisi Bravais tetragonal berpusat badan dengan 12 atom dalam setiap unit sel. Setiap atom zikonium mengikat delapan atom oksigen membentuk dodekahedron [ZrO 8 ] 12-. 14 Gambar II.2 Unit sel zirkon yang menunjukkan hubungan tetrahedral [SiO 4 ] 4- dan dodekahedron [ZrO 8 ] 12-. 8 Zirkon selalu mengandung Hafnium (Hf) dalam kisaran 1-4 % dan juga Uranium (U) serta Torium (Th) dalam jumlah yang lebih sedikit 14. Zirkon banyak digunakan pada industri keramik dan bahan-bahan refraktori karena memiliki koefisien ekspansi termal yang rendah dan tahan terhadap temperatur tinggi. Zirkon juga merupakan mineral utama sumber zirkonia dan logam zirkonium. 13
Selain diperoleh secara khusus dari pertambangan zirkon, zirkon juga merupakan mineral ikutan pada pertambangan timah dan emas. Kandungan zirkon dalam limbah pengolahan bijih timah dapat mencapai 45 % 15. Seperti halnya zirkonia monoklin, zirkon juga memiliki stabilitas kimia yang baik 6. Oleh karena itu, zirkon dapat dijadikan bahan alternatif pengganti zirkonia dalam pembuatan membran keramik. Zirkonia merupakan material yang telah banyak digunakan sebagai bahan membran keramik 2, 4-6, 16. Pemanfaatan zirkon sebagai bahan dasar membran akan meningkatkan nilai ekonomis mineral zirkon. II.7 Zirkonia (ZrO 2 ) Zirkonia atau zirkonium(iv) oksida (ZrO 2 ) adalah oksida logam zirkonium. Pada oksida ini, setiap atom zirkonium dikelilingi oleh delapan atom oksigen dan tiap atom oksigen dihubungkan dengan empat atom zirkonia, seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.3. Di alam, mineral zirkonia disebut dengan baddeleyite yang merupakan mineral dengan struktur monoklin. Gambar II.3 Unit sel zirkonia 17 Zirkonia murni berada dalam tiga fasa kristal pada temperatur yang berbeda. Pada temperatur sangat tinggi (di atas 2370 o C) material ini berstruktur kubus. Pada temperatur menengah (1170 2370 o C) material ini berstruktur tetragonal sedangkan pada temperatur rendah (di bawah 1170 o C), strukturnya berubah menjadi monoklin. 14
Zirkonia merupakan material keramik yang banyak diteliti. Ekspansi volum yang disebabkan oleh transformasi dari struktur kristal kubik menjadi tetragonal dan menjadi monoklin menyebabkan tekanan yang sangat besar, sehingga dapat menyebabkan zirkonia murni mengalami retak (crack) ketika didinginkan dari temperatur yang tinggi. Beberapa oksida biasanya ditambahkan ke dalam zirkonia untuk menstabilkan fasa tetragonal dan atau fasa kubik, seperti magnesium oksida (MgO), itrium(iii) oksida, (Y 2 O 3 ), kalsium oksida (CaO), dan serium(iii) oxida (Ce 2 O 3 ). Zirkonia dimanfaatkan sebagai material refraktori, katalis, sensor, membran, dan pelapis keramik (ceramic glazes). Zirkonia yang terstabilkan dapat digunakan sebagai sensor oksigen dan membran sel bahan bakar. II.8 Titania (TiO 2 ) Titania atau titanium(iv) oksida memiliki tiga bentuk kristal yaitu anatase, rutil, dan brookite. Kristal titania dalam bentuk anatase dan rutil merupakan material yang bersifat fotokatalitik. Namun, bentuk anatase lebih disukai karena sifat katalitiknya lebih baik. Berbeda dengan kedua bentuk lainnya, brookite tidak memiliki sifat fotokatalitik. Pelapisan titania untuk keperluan fotokatalitik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan sputtering, proses sol-gel 18, pencelupan (dipping) dalam suspensi titania 19, atau dengan mengendapkan dari larutan titanium 20. Sifat-sifat intrinsik titania seperti oksidator yang kuat, inert, dan fotostabilitas yang baik mendukung pemanfaatan titania sebagai material katalitik 21. Titania berpendukung oksida logam telah dikembangkan sebagai katalis untuk beberapa reaksi, diantaranya epoksidasi 1-oktena 22, dehidrasi dan dehidrogenasi propanol 23, dan reaksi-reaksi fotodegradasi 18, 19, 24. 15