Persamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal

dokumen-dokumen yang mirip
DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 Diskretisasi Numerik dan Simulasi Berbagai Kasus Pantai

DASAR LAUT SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

PEMECAH GELOMBANG BERUPA SERANGKAIAN BALOK

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Reflektor Gelombang 1 balok

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Linearisasi Persamaan Air Dangkal

BAB IV SIMULASI NUMERIK

Bab 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Penurunan Persamaan Air Dangkal

RESONANSI BRAGG PADA ALIRAN AIR AKIBAT DINDING SINUSOIDAL DI SEKITAR MUARA SUNGAI

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Reflektor Gelombang Berupa Serangkaian Balok

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

MATERI PERKULIAHAN. Gambar 1. Potensial tangga

BAB 3 PERAMBATAN GELOMBANG MONOKROMATIK

1. Jarak dua rapatan yang berdekatan pada gelombang longitudinal sebesar 40m. Jika periodenya 2 sekon, tentukan cepat rambat gelombang itu.

Pengantar Gelombang Nonlinier 1. Ekspansi Asimtotik. Mahdhivan Syafwan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Andalas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

PEMBAHASAN. (29) Dalam (Grosen 1992), kondisi kinematik (19) dan kondisi dinamik (20) dapat dinyatakan dalam sistem Hamiltonian berikut : = (30)

Gelombang Stasioner Gelombang Stasioner Atau Gelombang Diam. gelombang stasioner. (

Powered By Upload By - Vj Afive -

Gelombang FIS 3 A. PENDAHULUAN C. GELOMBANG BERJALAN B. ISTILAH GELOMBANG. θ = 2π ( t T + x λ ) Δφ = x GELOMBANG. materi78.co.nr

1 BAB 1 PENDAHULUAN. tegak lurus permukaan air laut yang membentuk kurva atau grafik sinusodial.

Pengantar Metode Perturbasi Bab 4. Ekspansi Asimtotik pada Persamaan Diferensial Biasa

3.11 Menganalisis besaran-besaran fisis gelombang stasioner dan gelombang berjalan pada berbagai kasus nyata. Persamaan Gelombang.

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

Mata Kuliah GELOMBANG OPTIK TOPIK I OSILASI. andhysetiawan

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

λ = = 1.grafik simpangan waktu dan grafik simpangan-posisi ditunjukan pada gambar dibawah ini.

Gambar 1. Bentuk sebuah tali yang direnggangkan (a) pada t = 0 (b) pada x=vt.

Fisika Dasar I (FI-321)

Modul Praktikum Analisis Numerik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS

Modul Praktikum Analisis Numerik

Pengantar Metode Perturbasi Bab 1. Pendahuluan

METODE BENTUK NORMAL PADA PENYELESAIAN PERSAMAAN DUFFING

Metode Koefisien Tak Tentu untuk Penyelesaian PD Linier Homogen Tak Homogen orde-2 Matematika Teknik I_SIGIT KUSMARYANTO

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

Referensi : Hirose, A Introduction to Wave Phenomena. John Wiley and Sons

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 5. Migrasi Planet

BAB 3 DINAMIKA STRUKTUR

BAB II TEORI TERKAIT

Fisika I. Gelombang Mekanik 01:26:19. Mampu menentukan besaran-besaran gelombang yaitu amplitudo,

GETARAN DAN GELOMBANG

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

Fisika Dasar. Gelombang Mekanik 08:36:22. Mampu menentukan besaran-besaran gelombang yaitu amplitudo,

GETARAN DAN GELOMBANG

BAB 2 PDB Linier Order Satu 2

Polarisasi Gelombang. Polarisasi Gelombang

RENCANA PEMBELAJARAN 9. POKOK BAHASAN: GETARAN SELARAS (Lanjutan)

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

METODE BENTUK NORMAL PADA PENYELESAIAN PERSAMAAN RAYLEIGH

GELOMBANG MEKANIK. (Rumus)

Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang

LAPORAN PENELITIAN KOMPETITIF TAHUN ANGGARAN 2016 SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN AIR DANGKAL PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG MELALUI MEDIA BERPORI

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

Mutawafaq Haerunnazillah 15B08011

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

Pengaruh Amplitudo dan Frekuensi terhadap Fenomena Pemuncakan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Simulasi Perambatan Tsunami menggunakan Persamaan Gelombang Air-Dangkal

BAB 10 GELOMBANG BUNYI DALAM ZAT PADAT ISOTROPIK

PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT

Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient

BAB GEJALA GELOMBANG I. SOAL PILIHAN GANDA. C. 7,5 m D. 15 m E. 30 m. 01. Persamaan antara getaran dan gelombang

KELAS XII FISIKA SMA KOLESE LOYOLA SEMARANG SMA KOLESE LOYOLA M1-1

Penerapan Metode Multiple Scales untuk Masalah Galloping pada DuaSpans Kabel Transmisi

Refleksi dan Transmisi

Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2)

DASAR LAUT SINUSOIDAL DAN DINDING SUNGAI SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK EKAWARNA: REFLEKSINYA PADA, DAN TRANSMISINYA MELINTASI PAPAK DIELEKTRIK

BAB GEJALA GELOMBANG

BAB GEJALA GELOMBANG

APPROKSIMASI LIMIT CYCLE PADA PERSAMAAN VAN DER POL DAN DUFFING TERIKAT

COBA PERHATIKAN GAMBAR GRAFIK BERIKUT

Antiremed Kelas 12 Fisika

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

INTERFERENSI GELOMBANG

II LANDASAN TEORI. Besaran merupakan frekuensi sudut, merupakan amplitudo, merupakan konstanta fase, dan, merupakan konstanta sembarang.

SOFTWARE ANALYZER UNTUK MENGANALISIS GANDENGAN TIGA PIPA SEBAGAI FILTER AKUSTIK

02-Pemecahan Persamaan Linier (1)

Transkripsi:

Bab 3 Persamaan SWE Linier untuk Dasar Sinusoidal Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penggunaan persamaan SWE linier untuk masalah gelombang air dengan dasar sinusoidal. Dalam menyelesaikan masalah ini langkah awal adalah melakukan pendekatan analitik dengan menggunakan metode ekspansi asimtotik multiple-scale, yang menghasilkan suatu sistem persamaan dengan syarat awal dan syarat batas. Hasil pada bab ini akan digunakan untuk diskretisasi numerik dan simulasi pada bab selanjutnya. Pada bab sebelumnya telah sedikit disinggung mengenai penggunaan persamaan SWE linier untuk dasar sinusoidal. Di sini pendeskripsian masalah akan dijelaskan lebih dalam lagi. 3.1 Gelombang Air Dengan Dasar Berbentuk Sinusoidal Sebelum penjelasan yang lebih jauh, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai salah satu sifat gelombang transmisi dan refleksi. Dalam perambatannya, gelombang air apabila diberi suatu gangguan (dalam hal ini dapat berupa perubahan kedalaman air) gelombang akan terpecah menjadi dua. Sebagian dari gelombang ini akan direfleksikan dan sebagian lagi ditransmisikan. Gelombang transmisi merupakan ge- 17

lombang yang diteruskan atau memiliki arah rambat yang sama dengan gelombang semula, sedangkan gelombang refleksi merupakan gelombang yang berbalik arah atau arah rambatnya berlawanan dengan arah gelombang semula. Gambar 3.1: h(ˆx) =h 0 (1 + εd cos K ˆx). Skema gelombang air dengan dasar berbentuk sinusoidal dengan Misalkan gelombang monokromatik bergerak dari kiri ke arah kanan. Dasar laut yang rata berada di bawahnya pada kedalaman h 0. Apabila dasar sinusoidal berada pada 0 <x<lmaka saat gelombang mencapai x = 0 gelombang akan terpecah menjadi dua, gelombang transmisi dan gelombang refleksi. Gelombang refleksi yang bergerak ke kiri terus merambat tanpa hambatan karena dasar yang rata. Sedangkan gelombang transmisi mengalami pemecahan gelombang yang serupa selama perambatannya menuju puncak pertama dasar sinusoidal. Setelah melewati puncak pertama dasar sinusoidal, hal serupa terjadi setiap gelombang transmisi melewati puncak dasar sinusoidal lainnya. Akan tetapi, di sini gelombang refleksi hasil pemecahan gelombang transmisi mengalami pemecahan gelombang juga, karena saat merambat ke arah kiri gelombang refleksi ini membentur dasar sinusoidal. Proses ini terus berlangsung selama perambatan gelombang di 0 <x<l. Proses perambatan gelombang yang dijelaskan sebelumnya merupakan gambaran umum saja tentang apa yang terjadi. Sedangkan, seberapa besar gelombang direfleksikan dan ditransmisikan, apa yang terjadi pada gelombang-gelombang hasil pemecahan gelombang yang berulang-ulang, seberapa besar pengaruh ukuran dasar 18

sinusoidal terhadap perambatan gelombang, masih belum diketahui. Di sinilah persamaan SWE linier diharapkan dapat mengungkapkan secara detail hal-hal tersebut dn apa yang sebenarnya terjadi. 3.2 Metode Ekspansi Asimtotik Pada Subbab ini metode ekspansi asimtotik biasa akan digunakan untuk menyelesaikan persamaan SWE linier untuk dasar sinusoidal. Perhatikan persamaan SWE linier berikut ini: ηˆt = (h(ˆx)u)ˆx (3.2.1) uˆt = gηˆx dimana η(ˆx, ˆt) adalah simpangan gelombang dari keadaan setimbang, u(ˆx, ˆt) adalah kecepatan partikel air dalam arah horizontal, g percepatan gravitasi, h 0 kedalaman air untuk dasar rata, z = h(ˆx) adalah fungsi kedalaman dasar sinusoidal dan ˆx sebagai variabel ruang dan ˆt sebagai variabel waktu. Jika persamaan pertama dari (3.2.1) diturunkan terhadap ˆt sedangkan persamaan kedua diturunkan terhadap ˆx, kemudian dilanjutkan dengan mengeliminasi uˆxˆt maka akan diperoleh ηˆtˆt = g(h(ˆx)ηˆx )ˆx (3.2.2) Sebaliknya, apabila persamaan pertama dari (3.2.1) diturunkan terhadap ˆx dan persamaan kedua diturunkan terhadap ˆt, dilanjutkan dengan mengeliminasi ηˆxˆt maka akan diperoleh uˆtˆt = g(h(ˆx)u)ˆxˆx (3.2.3) Perhatikan Persamaan (3.2.2), jika dasar hanya berupa dataran yang rata maka h(ˆx) =h 0 dan persamaan di atas merupakan persamaan gelombang yang memiliki solusi d Alembert apabila diberi syarat awal. Gelombang datang dari kiri diasumsikan sebagai gelombang monokromatik A 0 e i(kˆx ωˆt) dengan A 0 sebagai amplitudo, K 19

bilangan gelombang, dan ω cepat rambat gelombang. Perhatikan bahwa gelombang monokromatik ini memenuhi (3.2.2) untuk h(ˆx) =h 0 dan ω = gh k 0. Misalkan dasar sinusoidal memenuhi fungsi kedalaman h(ˆx) =h 0 (1+εD cos K ˆx). Dimana εd menyatakan ketinggian puncak dasar sinusoidal dari keadaan normal (dasar rata). Maka persamaan (3.2.2) dapat dituliskan kembali menjadi ηˆtˆt = g(h 0 (1 + εd cos K ˆx)ηˆx )ˆx (3.2.4) demikian halnya dengan persamaan (3.2.3) uˆtˆt = g(h 0 (1 + εd cos K ˆx)u)ˆxˆx (3.2.5) Dengan demikian menyelesaikan persamaan SWE linier untuk dasar sinusoidal sama halnya dengan menyelesaikan Persamaan (3.2.4). Sekarang, dengan menggunakan metode ekspansi asimtotik, misalkan solusi hampiran persamaan (3.2.4) memenuhi η(ˆx, ˆt) =η 0 (ˆx, ˆt)+εη 1 (ˆx, ˆt)+ε 2 η 2 (ˆx, ˆt)+ (3.2.6) Langkah berikutnya adalah subtitusikan (3.2.6) ke dalam persamaan (3.2.4). Dari solusi hampiran berorde dua, yaitu {η 0 + εη 1 } dapat diperoleh dua buah persamaan berdasarkan ordenya masing-masing, yaitu O(1) : η 0ˆtˆt gh 0 η 0ˆxˆx = 0 (3.2.7) O(ε) : η 1ˆtˆt gh 0 η 1ˆxˆx = gh 0D [( ˆx e ik ˆx + e ik ˆx) ] η 0ˆx 2 (3.2.8) Persamaan (3.2.7) merupakan persamaan gelombang yang memiliki solusi d Alembert yaitu η 0 (ˆx, ˆt) = A 2 ei(kˆx ωˆt) + B 2 e i(kˆx ωˆt) (3.2.9) dengan A dan B sebagai amplitudo dan ω/k = gh 0. Selanjutnya, turunkan (3.2.9) terhadap ˆx kemudian subtitusikan ke dalam (3.2.8). Perhatikan ruas kanan persamaan (3.2.8), apabila K =2k, ruas kanan persamaan 20

(3.2.8) memiliki suku-suku yang mengandung e ±i(kˆx+ωˆt) yang merupakan solusi homogen dari (3.2.8). Hal ini mengindikasikan terjadinya resonansi, sehingga nilai η 1 (ˆx, ˆt) membesar. Akibatnya, pemisalan (3.2.6) sebagai solusi hampiran persamaan (3.2.4) gagal. Hubungan K = 2k dikenal sebagai kondisi untuk terjadinya resonansi Bragg. Dengan demikian, penggunaan metode ekspansi asimtotik biasa tidak cocok untuk masalah ini. Oleh karena itu, subbab berikutnya akan menjelaskan penggunaan metode lain, yaitu ekspansi asimtotik multiple-scale untuk menyelesaikan persamaan SWE linier untuk dasar sinusoidal. 3.3 Metode Ekspansi Asimtotik Multiple-scale Bagian ini akan menjelaskan bagaimana menyelesaikan persamaan (3.2.2) dengan menggunakan metode ekspansi asimtotik multiple-scale. Metode ekspansi asimtotik multiple-scale menggunakan variabel cepat dan lambat dalam ruang dan waktu, yaitu x =ˆx, x = εˆx (3.3.1) t = ˆt, t = εˆt (3.3.2) Misalkan solusi hampiran orde dua untuk persamaan (3.2.2) adalah η(ˆx, ˆt) =η 0 (x, x, t, t)+εη 1 (x, x, t, t) (3.3.3) maka x x + ε x, t t + ε t (3.3.4) Selanjutnya, dengan mensubtitusikan (3.3.3) dan (3.3.4) ke dalam persamaan (3.2.2) diperoleh dua buah persamaan diferensial untuk masing-masing orde. Untuk orde O(1) diperoleh persamaan diferensial 2 η 0 t gh 2 η 0 2 0 =0, (3.3.5) x2 21

solusi persamaan diferensial di atas adalah η 0 (ˆx, ˆt) = 1 2 A( x, t)e i(kx ωt) + c.c. + 1 2 B( x, t)e i(kx+ωt) + c.c. (3.3.6) dimana A( x, t) adalah amplitudo gelombang yang bergerak ke kanan dan B( x, t) adalah amplitudo gelombang yang bergerak ke kiri. Untuk orde O(ε) didapatkan persamaan diferensial 2 η 1 gh 0 x 2 η 1 η 0 2 t 2 =2 2 t t 2gh 0 2 η 0 x x gh 0D 2 x [ (e 2ikx + e 2ikx) η 0 x ] (3.3.7) dengan menggunakan solusi untuk η 0 dan mensubtitusikan pada persamaan di atas diperoleh 2 η 1 gh 0 x 2 η 1 2 t 2 gh 0D 4 = A t ( iω)eikx iωt + c.c. + B t ( iω)e ikx iωt + c.c. gh 0 ( A x (ik)eikx iωt + c.c. + B x ( ik)e ikx iωt + c.c. [ (e 2ikx + e 2ikx) ( Ae ikx iωt + c.c. + Be ikx iωt + c.c. )] (3.3.8) x x baris terakhir persamaan (3.3.8) dapat ditulis sebagai gh 0D 4 gh 0D 4 [ 3k 2 Ae 3ikx iωt + c.c. + k 2 Ae ikx iωt + c.c. ] [ 3k 2 Be 3ikx iωt + c.c. + k 2 Be ikx iωt + c.c. ] Untuk menghindari nilai η 1 (x, t) yang tak terbatas maka koefisien e ±i(kx ωt) dan e ±i(kx+ωt) dari ruas kanan persamaan (3.2.8) dibuat nol. Setelah dihitung diperoleh persamaan berikut A t + c A x = ikcd 4 B (3.3.9) B t c B x = ikcd 4 A (3.3.10) dimana c = ω/k = gh 0. Kedua persamaan di atas dapat dikombinasikan menjadi ( ) 2 2 A t t 2 A kcd c2 x x + A = 0 (3.3.11) 4 22 )

atau yang lebih dikenal sebagai persamaan Klein-Gordon. Untuk menentukan syarat awal dan syarat batas sistem persamaan di atas perhatikan Gambar (3.1). Misalkan gelombang monokromatik datang dari kiri dan memasuki daerah yang memiliki dasar sinusoidal. Gelombang ini terus bergerak ke kanan dan kemudian kembali ke daerah yang memiliki dasar rata h 0. Pada awal pengamatan t = 0, gelombang monokromatik diasumsikan baru mencapai x = 0 dan belum terjadi pemantulan gelombang, sehingga pada domain 0 < x < Ltidak ada gelombang sama sekali, jadi diperoleh syarat awal A( x, 0) = 0 dan B( x, 0) = 0. Pada batas kiri, x = 0, gelombang yang ke kanan hanya berasal dari gelombang datang sehingga A(0, t) =A 0 dan B(0, t) tidak diketahui. Pada batas kanan, x = L, tidak ada gelombang yang bergerak ke kiri. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa di sebelah kanan x >Ltidak ada penghalang, sehingga gelombang yang ke kanan tidak dipantulkan kembali. Jadi, syarat batasnya adalah B(L, t) = 0. Dari penjelasan ini, syarat awal dan syarat batas untuk sistem persamaan (3.2.9-10) dapat dituliskan sebagai berikut: A( x, 0) = 0, B( x, 0) = 0, (3.3.12) A(0, t) =A 0, B(L, t) =0 Berdasarkan syarat batas kanan dan kiri di atas, pada akhirnya keadaan sangat berbeda di daerah kanan dan kiri dasar sinusoidal. Oleh karena itu, daerah pengamatan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) Pada x<0, amplitudo gelombang yang ke kanan, A( x, t), hanya berasal dari gelombang datang, A 0 e i(kˆx ωˆt), sehingga amplitudo gelombang yang ke kanan tetap, yaitu sebesar A( x, t) =A 0. Sedangkan B( x, t) tidak dipengaruhi oleh A( x, t). Jadi pada domain ini persamaan yang berlaku adalah persamaan transport untuk gelombang yang bergerak ke kiri, yaitu B t cb x =0 dengan syarat awal B( x, 0) = 0 dan syarat batas A(0, t) =A 0. (2) Pada 0 <x<l, sudah jelas bahwa persamaan (4.1.1) berlaku pada domain ini. 23

(3) Pada x>l, diasumsikan bahwa tidak ada yang menghalangi gelombang yang bergerak ke kanan, maka B( x, t) = 0, karena tidak ada gelombnag yang dipantulkan kembali. Jadi, persamaan yang berlaku untuk A( x, t) adalah persamaan transport untuk gelombang yang bergerak ke kanan, yaitu A t + ca x =0 dengan syarat awal A( x, 0) = 0. Hasil analitik masalah nilai awal dan nilai batas (3.3.12) diberikan oleh Viska, 2007. Hasil yang diperoleh dari studi analitik ini sesuai dengan hasil simulasi numerik yang akan diberikan pada bab berikutnya. Berdasarkan penjelasan pada bab ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode ekspansi asimtotik multiple-scale untuk menyelesaikan persamaan (3.2.2) menghasilkan sistem persamaan diferensial (3.3.9-10). Untuk menyelesaikan sistem persamaan diferensial ini diperlukan syarat awal dan syarat batas (3.3.12). Pada bab berikutnya variabel x dan t akan dikembalikan pada varabel fisis semula yaitu ˆx ˆt. Kemudian simulasi numerik dapat dilakukan dengan menggunakan metode beda hingga. 24