BAB I PENDAHULUAN I.1.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

I.3. Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga pertanyaan penelitian :

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

By. Y. Morsa Said RAMBE

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

BAB 2 STUDI REFERENSI

Evaluasi Spesifikasi Teknik pada Survei GPS

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transformasi Datum dan Koordinat

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Dr. Ramadoni Syahputra Jurusan Teknik Elektro FT UMY

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

Bab 2 LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat

SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING

Evaluasi Spesifikasi Teknik pada Survei GPS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

Datum dan Ellipsoida Referensi

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia.

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

L A P O R A N K A J I A N

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

2.1 Soal Matematika Dasar UM UGM c. 1 d d. 3a + b. e. 3a + b. e. b + a b a

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI

Prinsip Kuadrat Terkecil

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara

Kalkulus Multivariabel I

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

KONSEP GEODESI UNTUK DATA SPASIAL

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

SOAL PREDIKSI UJIAN NASIONAL MATEMATIKA IPA 2015

MAKALAH SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT 2 DIMENSI DISUSUN OLEH : HERA RATNAWATI 16/395027/TK/44319

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang

Pembuatan Program Pengolahan Data GPS Analisa Pseudorange Dan Koreksi Troposfer

Soal dan Pembahasan UN Matematika Program IPA 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

PREDIKSI UAN MATEMATIKA SESUAI KISI-KISI PEMERINTAH

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

Pengaruh Penambahan Jumlah Titik Ikat Terhadap Peningkatan Ketelitian Posisi Titik pada Survei GPS

SOAL UN DAN PENYELESAIANNYA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off

PEMBUATAN PROGRAM APLIKASI PERHITUNGAN JARING TRIANGULATERASI UNTUK PENENTUAN KOORDINAT TITIK PANTAU BENDUNGAN MENGGUNAKAN MATLAB R2009A

BAB 3 PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH DENGAN METODE SURVEY GPS

Gambar 1. prinsip proyeksi dari bidang lengkung muka bumi ke bidang datar kertas

HITUNGAN PERATAAN POSISI 3D TITIK PREMARK SECARA SIMULTAN PADA SURVEI FOTO UDARA FORMAT KECIL

BAB I BESARAN DAN SATUAN

(A) 3 (B) 5 (B) 1 (C) 8

K NSEP E P D A D SA S R

SOAL DAN PEMBAHASAN UJIAN NASIONAL SMA/MA IPA TAHUN PELAJARAN 2007/2008

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI II-1

1. Akar-akar persamaan 2x² + px - q² = 0 adalah p dan q, p - q = 6. Nilai pq =... A. 6 B. -2 C. -4 Kunci : E Penyelesaian : D. -6 E.

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu tahapan dalam pengadaan jaring kontrol GPS adalah desain jaring. Desain jaring digunakan untuk mendapatkan jaring yang optimal. Terdapat empat tahapan dalam desain jaring GPS yaitu Zero Order Design, First Order Design, Second Order Design, dan Third Order Design. Zero Order Design adalah optimasi dalam memilih sistem referensi yang optimum. First Order Design adalah optimasi dalam memilih lokasi stasiun sehingga membentuk geometri yang optimum. Second Order Design adalah optimasi dalam memilih pengamatan yang akan dilakukan dan dengan tingkat kepresisian yang diharapkan. Third Order Design adalah optimasi untuk meningkatkan jaring yang telah ada. Penelitian ini mengkaji optimasi desain yang didasarkan pada First Order Design. Pada First Order Design, terdapat kriteria untuk menentukan tingkat keoptimuman jaring yaitu akurasi dan kehandalan. Ditinjau dari kriteria akurasi menurut Grafarend (1974) terdapat 5 kriteria akurasi yaitu A-Optimality, D- Optimality, E-Optimality, S-Optimality, dan I-Optimality. Jaring dikatakan lebih optimum dari segi akurasi jika nilainya semakin kecil. Ditinjau dari kriteria kehandalan menurut Yalçinkaya dan Teke (01) merujuk pada Baarda (1968) terdapat 3 kriteria kehandalan yaitu redudansi individu, kehandalan luar, dan kehandalan dalam. Jaring dikatakan lebih optimum dari segi kehandalan jika nilainya semakin kecil. A-Optimality adalah optimasi jaring yang didasarkan pada penjumlahan dari nilai-nilai eigen (trace) pada matriks kofaktor parameter-parameter koordinat yang dihasilkan. Kriteria A-Optimality ini menunjukkan tingkat kehomogenan jaring. Jaring yang homogen berarti jaring tersebut memiliki baseline dengan panjang yang relatif sama. D-Optimality adalah optimasi jaring yang didasarkan pada hasil perkalian atau determinan dari nilai eigen pada matriks kofaktor parameter-parameter koordinat yang dihasilkan. E-Optimality adalah optimasi jaring yang didasarkan pada nilai maksimum dari nilai eigen pada matriks kofaktor parameter-parameter koordinat yang dihasilkan. Nilai E-Optimality menunjukan tingkat akurasi terendah 1

jaring. S-Optimality adalah optimasi jaring yang didasarkan pada selisih antara nilai tertinggi dari nilai eigen pada matriks kofaktor parameter-parameter koordinat yang dihasilkan dengan nilai eigen terendahnya. I-Optimality adalah optimasi jaring yang didasarkan pada selisih antara satu dengan nilai eigen terendahnya dibagi dengan nilai eigen terendahnya. Kehandalan dari suatu jaring dianggap tinggi ketika jaring tersebut dapat menyaring kesalahan-kesalahan kecil pada blunder. Kesalahan blunder pada pengukuran berdampak pada parameter perataan, oleh karena itu kehandalan dari jaring berguna sebagai kriteria desain. Kriteria kehandalan dalam pada jaring kontrol menunjukkan kesalahan kecil yang tak terdeteksi di dalam pengukuran. Kriteria kehandalan luar menunjukkan efek dari sebuah blunder yang tak terdeteksi pada koordinat-koordinat jaring. Penelitian ini berusaha mengkaji desain jaring yang optimum ditinjau dari geometri jaring (First Order Design). Desain jaring didesain dalam 5 bentuk geometri, mulai dari yang relatif kurang kompleks sampai ke yang paling kompleks. Perubahan bentuk geometri dari yang relatif kurang kompleks ke yang lebih kompleks dilakukan dengan penambahan baseline. Berdasarkan kelima bentuk desain tersebut kriteria optimum dilakukan dengan menggunakan kriteria akurasi dan kehandalan. Kriteria akurasi menggunakan 5 kriteria akurasi yaitu A-Optimality, D- Optimality, E-Optimality, S-Optimality, dan I-Optimality. Kriteria kehandalan menggunakan 3 kriteria kehandalan yaitu redudansi individu, kehandalan luar, dan kehandalan dalam. Semua desain jaring ini dibuat di atas citra Google Earth dengan mengambil lokasi di wilayah kampus UGM. I.. Pertanyaan Penelitian Rumusan masalah dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Apakah penambahan baseline (jaring yang semakin kompleks) pada jaring akan menjadikan jaring lebih optimum?. Apakah penambahan baseline (jaring yang semakin kompleks) pada jaring akan selalu konsisten terhadap semua kriteria akurasi? 3. Apakah penambahan baseline (jaring yang semakin kompleks) pada jaring akan selalu konsisten terhadap semua kriteria kehandalan?

3 I.3. Cakupan Penelitian Cakupan kegiatan pada penelitian ini adalah: 1. Metode hitungan yang digunakan untuk estimasi koordinat adalah hitung kuadrat terkecil metode parameter.. Analisis akurasi jaring menggunakan kriteria A-Optimality, D-Optimality, E- Optimality, S-Optimality, dan I-Optimality. 3. Analisis kehandalan jaring menggunakan kriteria redudansi individu, kehandalan luar, dan kehandalan dalam. 4. Titik referensi hitungan adalah titik Boulevard UGM yang dianggap tidak memiliki kesalahan (fixed). 5. Bobot yang digunakan merupakan matriks identitas, karena menggunakan kajian First Order Design. I.4. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan optimasi geometri jaring GPS berdasarkan kriteria A-Optimality, D-Optimality, E-Optimality, S-Optimality, dan I-Optimality.. Melakukan optimasi geometri jaring GPS berdasarkan kriteria redudansi individu, kehandalan luar, dan kehandalan dalam. 3. Memperoleh geometri jaring yang optimal berdasarkan kriteria-kriteria di atas. I.5. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diperolehnya cara mendesain jaring GPS yang optimum ditinjau dari geometri jaring berdasarkan kriteria akurasi (A-Optimality, D-Optimality, E-Optimality, S-Optimality, dan I-Optimality) dan kriteria kehandalan (redudansi individu, kehandalan luar, dan kehandalan dalam).. Diperolehnya jaring yang optimum dari kelima desain yang telah dibuat.

4 1.6. Tinjauan Pustaka Wijayatmo (011) melakukan kajian tentang ketelitian koordinat serta kehandalan jaring kontrol horisontal untuk melakukan monitoring Waduk Sermo dengan 3 bentuk desain jaring. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa ketelitian koordinat dan kehandalan jaring berbeda antara desain satu dengan yang lainnya. Ketelitian terbaik dari titik BM 5 berada pada desain 3. Simpangan baku terkecil dari desain 3 menandakan bahwa ketelitian yang dihasilkan baik. Ketelitian koordinat, rata-rata nilai circular error, serta nilai rata-rata kehandalan dalam lokal dan nilai rata-rata kehandalan luar lokal desain 3 merupakan desain yang direkomendasikan untuk digunakan dalam pengamatan deformasi pada Waduk Sermo. Desain 3 adalah desain yang seperti pada desain pertama dengan menghilangkan ukuran yang membentuk segitiga dengan sudut yang sangat lancip. Widiarto (01) melakukan kajian ketelitian dan kekuatan jaring menggunakan kriteria optimasi ditinjau dari tingkat kepresisiannya dengan cara N-optimality, E- optimality, S-optimality, dan D-optimality pada Waduk Sermo. Bedasarkan analisis optimasi jaring dengan kriteria kepresisian terhadap kedua desain jaring kontrol, diperoleh hasil desain proses ketujuh memiliki tingkat kualitas dan kekuatan jaring paling tinggi, serta merupakan desain jaring yang paling optimal. Hal tersebut terjadi karena dilakukan penyederhanaan dari bentuk desain 1 dengan mengurangi ukuran lebih (redudancy) sudut dan jarak yang memiliki memiliki ketelitian ukuran yang rendah pada setiap titiknya. Nilai dari parameter optimasi kriteria kepresisian desain proses ketujuh adalah A-optimality = 0,0081 m, N-optimality = 0,0053 m, S- optimality = 0,005 m, D-optimality = 1,5685E-5 m. I.7. Landasan Teori I.7.1. Hitung Kuadrat Terkecil Metode Parameter Menurut Mikhail (1981), ketika ada redudansi pada pengukuran, perataan dibutuhkan untuk menghasilkan solusi yang unik. Hitung perataan adalah suatu cara untuk menentukan nilai koreksi yang harus diberikan pada hasil ukuran, sehingga hasil ukuran memenuhi syarat geometriknya. Syarat geometrik merupakan persyaratan yang menyatakan hubungan antara suatu pengukuran dengan pengukuran lainnya yang harus dipenuhi. Menurut Wolf dan Ghilani (1997), metode hitung

5 perataan memakai prinsip kuadrat terkecil yaitu jumlah kuadrat dari koreksi yang diberikan pada hasil ukuran adalah minimum dengan besaran pengamatan pada persamaan tersebut merupakan fungsi dari parameter. Pengukuran yang dilakukan, selanjutnya digunakan untuk menentukan besaran-besaran lainnya yang ingin diketahui nilainya. Sebelum melakukan pengukuran harus diketahui suatu model matematika yang menyatakan hubungan antara pengukuran dengan besaran yang akan ditentukan nilainya. Model matematika tersebut memungkinkan diketahuinya jumlah ukuran minimum yang diperlukan. Apabila pengukuran yang dilakukan terbatas pada jumlah ukuran minimum yang diperlukan, kesalahan kasar (blunder) pada salah satu hasil ukuran tidak dapat dideteksi. Untuk menghindari hal tersebut, dilakukan pengukuran yang melebihi jumlah ukuran minimum yang diperlukan. Salah satu metode untuk melakukan optimasi jaring dalam keperluan desain jaring GPS adalah dengan metode hitung kuadrat terkecil. Hitung perataan kuadrat terkecil dimaksudkan untuk mendapatkan harga estimasi dari suatu parameter yang paling mendekati nilai sebenarnya. Caranya dengan menentukan besaran yang tidak diketahui (parameter) dari sekumpulan data ukuran yang melebihi dari data minimum yang diperlukan. Prinsip penyelesaian parameter dari hitung kuadrat terkecil adalah jumlah kuadrat dari residu minimum. Dalam bentuk persamaan dapat ditulis seperti pada pesamaan (I.1). v i = minimum... (I.1) Model matematis metode parameter dapat ditulis sebagai berikut (Widjajanti dan Heliani, 005): La = F(Xa)... (I.) F(Xa) =F(Xo+X). (I.3) Nilai estimasi pengamatan seperti pada persamaan (I.4) dan (I.5) : La =Lb+V.. (I.4) Lb + V =F(Xo+X). (I.5) Dengan asumsi bahwa Lb mengandung kesalahan acak, sehingga nilai pengamatan dapat dikoreksi dengan nilai besaran kesalahan acak V (residu). Model matematis pada persamaan (I.5) harus dilinierisasikan untuk mendapatkan persamaan pengamatan.

6 Lb + V= F(Xo) + F a xa=x X +... Lb + V = F(Xo) + AX... V = AX + F(Xo) Lb... V = AX + L... Dalam hal ini, La : nilai estimasi pengamatan Xa : nilai estimasi parameter Lb : nilai pengamatan L V : selisih nilai estimasi pengamatan dengan nilai pengamatan : residu atau koreksi pengamatan Xo : nilai pendekatan parameter X : nilai koreksi parameter Dari kuadrat persamaan (I.9) dapat diperoleh persamaan (I.13) : V T PV= (AX + L) T P (AX + L)... (I.6) (I.7) (I.8) (I.9) (I.10) = (X T A T + L T ) P (AX + L)... (I.11) = (X T A T PAX) + X T A T PL + L T PAX + L T PL... (I.1) = X T A T PAX + X T A T PL + L T PL... (I.13) Prinsip kuadrat terkecil Ʃ V T PV = minimum, seperti pada persamaan (I.14) : V T PV = 0... (I.14) X Dengan demikian, V X = (AX L) X = A... (I.15) Dari persamaan (I.15) dapat dihitung nilai koreksi estimasi parameter, seperti pada persamaan (I.16) : X = -(A T PA) -1 A T PL.. Nilai estimasi parameter dapat dilihat pada persamaan (I.17) : Xa = Xo + X.. Varian aposteori dapat dihitung menggunakan persamaan (I.18) : (I.16) (I.17) σ o = VT PV n u. (I.18) Dalam hal ini,

7 A : matriks turunan fungsi pengamatan terhadap parameter P : matriks bobot n : jumlah pengamatan u : jumlah parameter Untuk memperoleh ketelitian estimasi residu didapat dari varian-kovarian residu yang diturunkan dari persamaan (I.15) dengan menggunakan hukum perambatan varian-kovarian sebagai persamaan (I.19): VV = σ o ( P -1 A(A T PA) -1 A T ).. (I.19) Ketelitian estimasi pengamatan diperoleh dari varian-kovarian estimasi pengamatan (I.3) dengan menggunakan hukum perambatan varian-kovarian sebagai persamaan (I.0): yy = σ o A(A T PA) -1 A T.. (I.0) Ketelitian koreksi estimasi parameter diperoleh dari varian-kovarian parameter yang diturunkan dari persamaan (I.15) dengan menggunakan hukum perambatan variankovarian sebagai persamaan (I.1): XX = σ o (A T PA) -1... (I.1) I.7.. Uji Statistik Uji statistik dilakukan untuk menganalisis hasil hitungan yang meliputi uji global dan uji blunder. I.7..1.Uji global. Pengujian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya kesalahan tak acak yang mempengaruhi data pengamatan. Uji global ini menggunakan prinsip pengujian nilai varian aposteori terhadap nilai varian apriori, dengan menggunakan sebaran fungsi Fisher. Penyusunan hipotesis nol (H o ) sebagai perumusan sementara yang diuji kebenarannya dan hipotesis tandingan (H a ) sebagai lawan dari hipotesis nol adalah sebagai berikut : H o : H a : o ˆ o o ˆ o... (I.)... (I.3) Hipotesis nol akan diterima jika dipenuhi hubungan pada persamaan (Mikhail,1976) sebagai berikut :

8 ˆ o o F 1,, r Dalam hal ini,... (I.4) o : varian apriori ˆo : varian aposteori F 1,,r : nilai statistik dari tabel Fisher dengan argumen α dan f (derajat kebebasan) Penerimaan Ho menyatakan bahwa hasil pengukuran tidak dipengaruhi oleh kesalahan tak acak, sehingga memenuhi sebaran normal. Penolakan Ho merupakan indikasi adanya kemungkinan pengukuran dipengaruhi oleh kesalahan tak acak sehingga terjadi perubahan nilai rata-rata dan pengukuran tersebut tidak mengikuti sebaran normal. Jika dari hasil uji data pengamatan ternyata dipengaruhi kesalahan tak acak, maka kesalahan tersebut dicari dengan uji blunder. I.7...Uji blunder. Pengujian ini dilakukan jika hipotesis nol pada uji global ditolak. Hal tersebut berarti ada data pengamatan yang mungkin dipengaruhi oleh kesalahan tak acak, dalam hal ini kesalahan kasar (blunder) atau data snooping. Untuk mendeteksi ada tidaknya blunder, dilakukan uji statistik berdasarkan simpangan baku residu σvi, yang merupakan akar positif dari elemen ke i, i matriks varian-kovarian residu Σvv (Soeta at 1996). Uji blunder ini dilakukan untuk tiap data pengamatan. Hipotesis adalah sebagai berikut : Ho : pengukuran ke-i yang tidak terdapat blunder Ha : pengukuran ke-i yang terdapat blunder Hipotesis diterima jika dipenuhi hubungan pada persamaan (I.5): Vi F Vi 1/ 1 o,1, Dalam hal ini, Vi : residu pengukuran ke-i... (I.5) σvi: simpangan baku pengukuran ke-i I.7.3. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Menurut Arifin (001), jika A adalah matriks n x n, maka vektor tak nol x di dalam R n dinamakan vektor eigen dari A jika Ax adalah kelipatan skalar dari x, yaitu,

9 Ax = λ x...(i.6) Skalar λ disebut nilai eigen dari A dan x dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan λ. Persamaan Ax=λx mewajibkan: 1. Vektor tidak boleh nol, jika vektor adalah vektor nol, maka bukan vektor eigen.. Skalar λ harus bilangan riil, jika bilangan kompleks, maka λ bukan nilai eigen, karenanya dapat bernilai positif, negatif, maupun nol. Dalam mencari nilai eigen matriks A yang berukuran n x n maka persamaan (I.6) dituliskan kembali sebagai persamaan (I.7): Ax = λ Ix...(I.7) (λ I A)x = 0... (I.8) Persamaan (I.4) mempunyai penyelesaian persamaan (I.8): det (λ I A) = 0... (I.9) Persamaan (I.8) disebut persamaan karakteristik A. Istilah-istilah yang sering digunakan untuk menyatakan nilai eigen antara lain adalah trace dan norm. Seperti yang disajikan pada persamaan (I.30) trace adalah penjumlahan dari nilai-nilai eigen (λ) dari sebuah matriks. Seperti yang disajikan pada persamaan (I.31) norm adalah nilai maksimum dari nilai-nilai eigen sebuah matriks. Trace = λ 1 + λ +...+λ n... (I.30) Norm = maksimum [λ 1, λ,...λ n ]... (I.31) Dalam hal ini, λ 1,λ,...λ n : nilai eigen matriks I.7.4. Optimasi Jaring Kontrol Optimasi jaring dapat diartikan memaksimalkan fungsi bobot dan ukuran pada jaring tersebut (Schmitt, 1985) dalam (Kuang, 1996). Secara matematis, optimasi jaring kontrol adalah meminimumkan atau memaksimumkan fungsi obyek yang menggambarkan kualitas jaringan titik kontrol pada batas-batas tertentu. Fungsi yang

10 dimaksimumkan atau diminimumkan disebut fungsi tujuan sedangkan fungsi yang menyatakan batasnya disebut sebagai nilai kritis. Optimasi suatu jaring kontrol melibatkan analisis pendahuluan untuk mendapatkan konfigurasi titik yang optimum dari pengukuran antar stasiun. Analisis dilakukan sebelum pengukuran dilakukan. Nilai pengukuran yang sebenarnya tidak diperlukan dan memang belum diperoleh karena belum dilakukan pengukuran. Analisis pendahuluan ini sangat membantu dalam perencanaan kegiatan, yaitu untuk mengetahui ketelitian pengukuran yang akan dilaksanakan, untuk menentukan toleransi pada saat pengukuran dan untuk menentukan standar prosedur kegiatan pengukuran yang dilakukan. Pada analisis pendahuluan, semua komponen pengukuran dianggap telah bebas dari kesalahan sistematis. I.7.4.1. Kriteria optimum dilihat dari fungsi tujuan akurasi. Akurasi didefinisikan sebagai derajat atau tingkat kedekatan pengukuran data terhadap data yang benar (true value). Akurasi tidak hanya memuat kesalahan random, tetapi bias yang disebabkan dari kesalahan sistematik. Apabila tidak ada bias, maka simpangan baku bisa digunakan untuk menghitung atau menyatakan akurasi. Pengukuran dikatakan akurat apabila rata-rata kesalahannya dihitung dengan kuadrat terkecil mendekati nol atau sama dengan nol. Secara umum kriteria optimasi dilihat dari fungsi tujuan akurasi didasarkan pada tingkat akurasi pengukuran jaring geodesi. Tingkat akurasi suatu jaring dapat diperoleh dari matriks varian-kovarian koordinat titik. Analisis optimasi fungsi skalar dari kriteria optimasi akurasi yang digunakan yaitu A-optimality, D-optimality, E- optimality, S-optimality, dan I-optimality dari nilai eigen masing-masing proses. 1. A-optimality A-optimality adalah optimasi jaring yang berdasarkan penjumlahan dari nilainilai eigen (λ) pada masing-masing proses perataan jaring atau sering disebut dengan istilah trace. Nilai trace dibandingkan dengan nilai trace pada jaring yang lain. Hasil dari perbandingan nilai trace yang paling minimum dari nilai trace beberapa jaring berarti jaring tersebut memiliki tingkat optimal yang paling tinggi. Menurut Kuang (1996) rumus untuk mencari A-optimality adalah sebagai persamaan (I.3) berikut :

11 Trace (Q XX ) = λ 1 + λ +...+λ n = minimum... Dalam hal ini, (I.3) λ 1,λ,...λ n : nilai eigen matriks Q XX Q XX : matriks kofaktor ditentukan dengan persamaan (I.33) berikut : Q XX = ( 1 A T PA)... (I.33). D-optimality D-optimality adalah optimasi jaring yang berdasarkan hasil perkalian atau determinan dari nilai eigen pada proses perataan suatu jaring. Nilai D-optimality yang paling kecil pada suatu jaringan menunjukkan jaring tersebut memiliki tingkat optimum yang paling tinggi. Menurut Kuang (1996) rumus untuk mencari D- optimality adalah sebagai persamaan (I.34) berikut : Det (Q XX ) = λ 1 * λ *... * λ n = minimum... (I.34) 3. E-optimality E-optimality adalah optimasi jaring yang berdasarkan nilai maksimum dari nilai eigen pada proses perataan suatu jaring. Nilai E-optimality yang paling minimum dari suatu jaring yaitu berarti jaring tersebut memiliki tingkat optimum yang paling tinggi. Menurut Kuang (1996), rumus untuk mencari E-optimality adalah sebagai persamaan (I.35) berikut : [Q XX ] = minimum... (I.35) Dalam hal ini, [Q XX ] : nilai norm dari matriks Q XX 4. S-optimality S-optimality adalah optimasi jaring yang berdasarkan selisih antara nilai tertinggi dari nilai eigen proses perataan suatu jaring dengan nilai eigen terendahnya. Nilai S-optimality yang kecil menunjukkan jaring tersebut memiliki tingkat optimum yang paling tinggi. Menurut Kuang (1996), rumus untuk mencari S-optimality adalah sebagai persamaan (I.36) berikut : (λ mak - λ min ) = minimum... (I.36) Dalam hal ini, λ mak : nilai eigen maksimum setiap desain jaring

1 λ min : nilai eigen minimum setiap desain jaring Nilai skalar untuk fungsi tujuan akurasi (Z) dalam optimasi jaring GPS disajikan dalam Tabel I.1. Tabel I.1. Optimasi jaring GPS untuk kriteria akurasi (Yalçinkaya dan Teke, 01) Fungsi tujuan akurasi Kesalahan titik Helmert Z=m p1 = m x1 +m y1 +m z1 Lokal Global Kesalahan titik Werkmeister Z=w p1 =m x.m y.m z Kesalahan titik Helmert, elips kesalahan Kesalahan koordinat rata-rata Fungsi tujuan untuk kriteria A- optimality Fungsi tujuan untuk kriteria D- optimality Fungsi tujuan untuk kriteria E- optimality Fungsi tujuan untuk kriteria S- optimality Fungsi tujuan untuk kriteria I- optimality Z=A H =m 0 λ 1 ; B H =m 0 λ ; C H =m 0 λ 3 Z=m x,m y,m z = m 0 tr(q xx )/3p Z=tr(Q xx )=λ 1 +λ +...+λ 3p = λ i Z=det(Q xx )=λ 1.λ...λ 3p = λ i Z=λ max Z=λ max -λ min Z=1-λ min /λ min Keterangan Tabel I.1: m x, m y, m z merupakan simpangan baku koordinat yang dicari. λ i merupakan nilai eigen dari matriks kofaktor. I.7.4.. Kriteria optimum dilihat dari fungsi tujuan kehandalan. Kehandalan dari suatu jaring tergantung pada geometri dari konfigurasi matriks pengamatan yang bukan pengamatan sebenarnya. Permasalahan kehandalan harus dipertimbangkan pada tahap desain agar kesalahan kasar dibuat sekecil mungkin dan untuk memperkecil efek dari ketidaktepatan dalam mengestimasi parameter. Kehandalan dalam dari jaring kontrol menunjukkan kesalahan kecil yang tak terdeteksi di dalam pengukuran. Kehandalan luar menunjukkan efek dari sebuah

13 kesalahan besar yang tak terdeteksi pada koordinat- koordinat jaring dan jumlah yang dihitung dari kesalahan kasar yang ada. Kehandalan dari suatu jaring dianggap tinggi ketika jaring dapat mengidentifikasi kesalahan kasar yang kecil. Kesalahan kasar pada pengukuran berdampak pada parameter perataan, oleh karena itu kehandalan dari jaring berguna sebagai kriteria desain. Tabel I.. Optimasi jaring GPS untuk kriteria kehandalan (Yalçinkaya dan Teke, 01) Fungsi tujuan kehandalan Nilai kritis Redudansi individu Z=r j =(Q vv ) j P j Z=r j >0,5 atau r j >0,3 Kehandalan dalam Z= Δ 0j =m 0 w 0 /P j r j Z=Δ 0j =(6 atau 8) m j Kehandalan luar Z=δ 0j =((1-r j )/r j ).w 0 Z=δ 0j =6 atau 8 Keterangan Tabel I.: P j merupakan matriks bobot dari persamaan. M 0 merupakan simpangan baku dari unit bobot. W 0 merupakan standar batas bawah untuk parameter, nilai W 0 tergantung dari tingkat signifikan dan uji kekuatan minimum. Menurut Kuang (1996), biasanya uji kekuatan dipilih yang 80% dengan level signifikan 0,01%. Q VV adalah matriks kofaktor residu, ditentukan dengan persamaan (I.37) Q VV = Q ii A Q xx A T... (I.37) Q ii = invers P j... (I.38) Tabel I.3 Beberapa nilai batas bawah dengan kekuatan uji 1-β 0 (Kuang, 1996) α Derajat kebebasan 5 10 0 30 40 50 85 0,05 9,6 13,4 16,5 1,0 5,3 8,5 3,0 40,0 0,01 14,0 18,3,7 9,0 34,5 39,0 4,0 50,0 Pada Tabel I.3 dapat dilihat nilai standar batas bawah pada tingkat signifikan 0,05 dan 0,01 dengan kekuatan 80%.

14 I.7.5. GNSS Global Navigation Satellite System (GNSS) adalah sistem navigasi satelit untuk penentuan posisi geo-spasial (lintang, bujur, dan tinggi) secara ekstra-terestris secara global. Sistem satelit yang tergabung didalam GNSS saat ini antara lain satelit-satelit GPS, GLONAS, KOMPAS dan GALILEO. GNSS terdiri atas tiga segmen (Hofmann-Wellenhof, 008), yaitu : 1. Segmen angkasa. Untuk memberikan kemampuan secara kontinyu penentuan posisi global, maka harus dikembangkan konstelasi jumlah satelit untuk masing-masing GNSS. Hal ini untuk memastikan bahwa setidaknya empat satelit secara simultan terlihat pada setiap lokasi di permukaan bumi. Satelitsatelit GNSS, pada dasarnya telah dilengkapi dengan platform untuk jam atom, radio transceiver, komputer dan berbagai peralatan pembantu yang digunakan untuk mengoperasikan sistem.. Segmen sistem kontrol. Disebut juga sebagai segmen tanah atau darat, bertanggung jawab atas kendali semua sistem. Tugas segmen ini meliputi, penyebaran dan pemeliharaan sistem, pelacak satelit untuk penentuan dan prediksi orbit dan jam parameter, pemantauan data tambahan (misalnya, parameter ionosfer), dan meng-upload pesan ke satelit. 3. Segmen pengguna. Diklasifikasikan ke dalam kategori pengguna (militer dan sipil), jenis penerima (kemampuan untuk melacak satu, dua atau bahkan frekuensi lebih), dan berbagai layanan informasi pemerintah maupun swasta yang telah didirikan untuk memberikan informasi status GNSS dan data kepada pengguna. Penelitian ini lebih berfokus pada penggunaan satelit GPS (Global Positioning System), sehingga satelit-satelit GNSS yang lain tidak dijelaskan secara mendalam. I.7.5.1. Global Positioning System (GPS). GPS adalah sistem navigasi dan penentuan posisi berbasis satelit yang pertama kali dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Satelit-satelit GPS (4 satelit) beredar dalam 6 bidang orbit mengelilingi bumi, yang terletak jauh di atas permukaan bumi yaitu pada ketinggian sekitar 0.00 km. Satelit tersebut berputar mengelilingi bumi dengan periode

15 orbit 11 jam 58 menit. Konsep dasar dari penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan ke belakang) dengan jarak. Jarak tersebut didapat dari pengukuran secara simultan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya sudah diketahui. Posisi yang diberikan GPS adalah posisi dengan dimensi (X,Y,Z atau,,һ) dalam datum WGS 84. Untuk mendapatkan posisi suatu titik di permukaan bumi dibutuhkan minimal empat pengamatan ke satelit GPS. Tiga pengamatan untuk menentukan parameter posisi (X,Y,Z atau λ,,һ) dan satu pengamatan untuk mendapat parameter waktu (t). Posisi titik dapat ditentukan menggunakan satu receiver GPS dengan metode absolute positioning, maupun differential positioning dengan minimal dua buah receiver yang salah satunya telah diketahui koordinatnya (Abidin, 00). I.7.5.. Sistem koordinat GPS. Koordinat yang dihasilkan dari pengamatan satelit GPS adalah koordinat tiga dimensi (X,Y,Z maupun φ,λ,h) yang mengacu pada datum WGS 84. Karena koordinat yang dihasilkan GPS mengacu pada datum WGS 84, maka apabila pengguna hendak menggunakan sistem koordinat dalam datum yang berbeda maka harus dilakukan transformasi datum terlebih dahulu.komponen tinggi dari koordinat tiga dimensi yang diberikan oleh GPS adalah tinggi yang mengacu ke permukaan elipsoid, yaitu elipsoid Geodetic Reference System (GRS) 1980 yang didefinisikan dengan empat buah parameter utama yaitu : 1. Sumbu panjang (a) = 6378137 m. Koefisien harmonik (C 0 ) = -484.16685 x 10-6 3. Kecepatan sudut rotasi bumi (ω) = 79115 x 10-11 rad dt -1 4. Konstanta gravitasi bumi (GM) = 3986005 x 10 8 m 3 dt - Sistem tinggi elipsoid jarang digunakan untuk keperluan survei rekayasa karena tidak mengacu pada dimensi fisik bumi (geoid). Untuk mentransformasikan sistem tinggi elipsoid ke sistem tinggi geoid dibutuhkan informasi tentang undulasi geoid. Undulasi geoid adalah besar perbedaan antara tinggi elipsoid dengan tinggi ortometrik. Sistem tinggi ortometrik merupakan sistem tinggi yang mengacu pada geoid, yaitu bidang ekuipotensial yang berhimpit dengan muka air laut rata-rata. Sistem tinggi inilah yang umum digunakan sehari-hari untuk keperluan praktis.

16 I.7.5.3. Lokasi titik GPS. Tidak seperti halnya survei terestris, survei GPS tidak memerlukan saling keterlihatan (intervisibility) antara titik-titik pengamat. Pada survei GNSS yang diperlukan adalah pengamat dapat melihat satelit (satellite visibility). Pada dasarnya lokasi titik GPS dipilh sesuai dengan kebutuhan serta tujuan penggunaan dari titik GPS itu sendiri nantinya. Secara umum lokasi titik GPS, sebaiknya memenuhi persyaratan berikut ini : 1. Mempunyai ruang pandang langit yang bebas ke segala arah di atas elevasi 15.. Jauh dari obyek-obyek reflektif yang mudah memantulkan sinyal GPS, untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya multipath. 3. Jauh dari obyek-obyek yang dapat menimbulkan interferensi elektris terhadap penerimaan sinyal GPS. 4. Kondisi dan struktur tanahnya stabil. 5. Mudah dicapai (lebih baik dengan kendaraan bermotor). 6. Sebaiknya ditempatkan di tanah milik negara. 7. Ditempatkan pada lokasi dimana monumen/pilar tidak mudah terganggu atau rusak, baik akibat gangguan manusia, binatang, ataupun alam. 8. Penempatan titik pada suatu lokasi juga harus memperhatikan rencana penggunaan lokasi yang bersangkutan di masa depan. 9. Titik-titik yang dibuat harus dapat diikatkan minimal ke satu titik yang telah diketahui koordinatnya, untuk keperluan perhitungan, pendefinisian datum, serta penjagaan konsistensi dan homogenitas dari datum dan ketelitian titik-titik dalam jaringan. I.7.6. Metode Penentuan Posisi dengan GPS Metode penentuan posisi dengan GPS dibagi atas dua macam, yaitu metode penentuan posisi secara absolute dan penentuan posisi secara diferensial. I.7.6.1. Metode absolute positioning. Dalam metode ini, posisi yang akan ditentukan bisa dalam keadaan diam maupun dalam keadaan bergerak. Karena titik yang akan ditentukan posisinya tidak tergantung pada titik lain yang berarti juga tidak dilakukan pengamatan di titik lain, maka receiver GPS yang digunakan hanya satu buah.

17 Ketelitian posisi yang diperoleh dari metode ini rendah karena ketelitian posisi titik tergantung pada ketelitian data serta geometri satelit. Data posisi yang diperoleh masih terpengaruh oleh bias dan kesalahan. Oleh karena itu metode penentuan posisi absolute tidak digunakan untuk menentukan posisi yang membutuhkan ketelitian tinggi. Gambar I.1. Metode absolute positioning Metode penentuan posisi secara absolute pada prinsipnya adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan. Jarak hasil hitungan oleh receiver GPS diperoleh dari data ukuran rambat sinyal dari satelit ke receiver. Metode pendekatan yang dilakukan pada penentuan posisi dengan metode absolute ini adalah metode pendekatan pseudorange (Abidin 00). Penentuan posisi dengan metode absolute dapat dilihat pada Gambar I.1. I.7.6.. Metode differential positioning. Metode differential positioning adalah metode penentuan vektor jarak antara dua stasiun pengamatan, yang dikenal dengan baseline (Sunantyo, 000). Penentuan posisi secara diferensial yaitu menentukan posisi dua atau lebih titik di lapangan yang dilakukan secara bersamaan dalam rentang waktu yang sama. Metode differential positioning bisa mengeliminasi dan atau mengurangi efek dari beberapa kesalahan dan bias yang mempengaruhi akurasi dalam pengukuran. Dalam metode ini diperlukan minimal dua unit receiver dan satu perangkat lunak pengolah data GPS. Pada penentuan posisi diferensial atau sering disebut dengan metode relatif, posisi titik-titik yang diperoleh ditentukan terhadap titik lain yang telah diketahui koordinatnya yang dianggap sebagai titik acuan. Penentuan posisi dengan metode diferensial dapat dilihat pada Gambar I..

18 Gambar I.. Metode differential positioning I.7.7. Jaring GPS Jaring GPS dibentuk oleh titik-titik yang diketahui koordinatnya (titik fixed) dan titik-titik yang akan ditentukan posisinya. Titik-titik tersebut dihubungkan dengan baseline yang diamati komponen-komponen vektornya (dx, dy, dz). Distribusi titik-titik yang diukur secara relatif tidak akan terlalu mempengaruhi kualitas jaringan GPS. Kualitas jaringan akan lebih dipengaruhi oleh distribusi baseline trivial yang digunakan (Abidin 00). Contoh jaring GPS dapat dilihat pada Gambar I.3. Gambar I.3 Jaring GPS

19 Keterangan Gambar I.4: : titik yang akan diamat. : titik referensi. : sinyal GPS : baseline yang diamati. : receiver GPS. : satelit GPS 1.7.8. Transformasi Koordinat Sistem koordinat merupakan sistem yang memberikan nilai skalar kepada setiap titik di dalam ruang berdimensi n. Di dalam ruang 3D, sistem koordinat memberikan 3 bilangan (riil) kepada setiap titik. Di dalam ruang D sistem koordinat memberikan bilangan (riil) kepada setiap titik. Pada penelitian ini nilai koordinat pendekatan didapat dari hasil pengamatan titik dengan menggunakan citra Google Earth yang menggunakan sistem koordinat kaertesi D dengan sistem proyeksi UTM. Sedangkan proses hitungan yang dilakukan menggunakan sistem koordinat kartesi 3D dengan datum WGS 84 dan origin berada pada pusat massa bumi, karena sistem koordinat tersebut yang digunakan dalam pengukuran GPS. Nilai koordinat pendekatan harus memiliki sistem koordinat yang sama dengan sistem yang digunakan dalam pengukuran GPS. Oleh karena itu harus dilakukan transformasi dari koordinat kartesi D dengan proyeksi UTM menjadi kartesi 3D dengan datum WGS 84 dan origin berhimpit pusat massa bumi (geosetrik). Transformasi dari koordinat kartesi D dengan proyeksi UTM menjadi kartesi 3D dengan datum WGS 84 geosentris tidak bisa dilakukan secara langsung. Namun demikian koordinat kartesi D dengan proyeksi UTM harus dirubah dulu ke sistem koordinat geodetik (φ, λ, h) terlebih dahulu baru dirubah ke 3D dengan datum WGS 84 geosentrik. Google Earth sendiri memiliki fasilitas untuk merubah koordinat dengan sistem proyeksi UTM ke sistem koordinat geodetik (φ, λ, h), namun tinggi yang dihasilkan masih berupa tinggi ortometrik. Dalam mendapatkan tinggi geodetik diperlukan undulasi geoid yang dijumlahkan dengan tinggi ortomertik pada titik yang bersangkutan.

0 I.7.8.1. Sistem koordinat D dan sistem proyeksi UTM. Dalam mendefinisikan sistem koordinat kartesi D diperlukan dua garis berarah yang tegak lurus satu sama lain, dan satuan panjang (skala) pada kedua (ketiga) garis atau sumbu tersebut. Dua sumbu tersebut berpotongan di titik yang disebut origin sistem koordinat. Dengan perkataan lain, pendefinisian sistem koordinat meliputi pendefinisian origin sistem, orientasi sumbu koordinat, dan skala. sistem koordinat kartesi D dapat dilihat pada Gambar 1.4. Gambar I.4 Sistem koordinat kartesi D Proyeksi Universal Transvere Mercator (UTM) merupakan proyeksi silinder transversal konform yang memotong bola bumi pada dua meridian standar. Proyeksi UTM membagi bumi menjadi 60 zona tiap zone memiliki lebar 6 derajat. Sistem proyeksi UTM memiliki kesalahan makin besar jika menjauhi ekuator, untuk menghindari koordinat negatif setiap meridian tengah diberi harga 500000 m timur. Sedangkan untuk arah utara dan selatan garis ekuator digunakan sebagai garis datum dan diberi harga 0 m untuk lintang utara dan untuk lintang selatan diberi harga 10.000.000 m (Prihandito, 010). Pembagian zona pada proyeksi UTM kawasan Indonesia dapat dilihat pada Gambar I.5.