BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diuraikan hasil tinjauan pustaka tentang definisi, konsep, dan teori-teori yang terkait dengan penelitian ini. Adapun pustaka yang dipakai adalah konsep perambatan kesalahan, konsep pengukuran, dan konsep penentuan posisi, analisis visual kartografi, dan konsep hitung perataan. Secara diagram dapat dilihat pada Gambar.1. Gambar. 1. Sistematika penulisan bab II.1 Konsep Pengukuran Melakukan pengukuran artinya adalah menentukan unsur-unsur (jarak dan sudut) titik-titik atau bangunan-bangunan yang ada di daerah itu dalam jumlah yang cukup, sehingga dari daerah itu dengan seisinya dapat dibuat bayangan atau gambar yang cukup jelas dengan suatu skala yang telah ditentukan terlebih dahulu [Wongsotjitro, 1980]. Sebelum melakukan pengukuran dibutuhkan informasi peta. Maksud dari informasi peta ini adalah masalah informasi yang harus atau seharusnya tersaji dalam pemetaan suatu daerah, mengingat peta dijadikan sumber data bagi 10
kegiatan lainnya. Penentuan informasi yang akan disajikan dalam peta perlu ditinjau beberapa aspek. Aspek tersebut antara lain adalah sebagai berikut: Tujuan penggunaan peta berkaitan dengan informasi yang diperlukan user. Skala peta yang dihasilkan berkenaan dengan muatan informasi yang disajikan Keragaman informasi daerah yang dipetakan. Secara garis besar, aspek tersebut di atas, akan sangat berpengaruh terhadap pengukuran (pengambilan data), pengolahan data, dan penyajian data. Sebelum melakukan pengambilan data ukuran, diperlukan ketentuan khusus yang disebut dengan spesifikasi teknis. Spesifikasi teknis ini dibuat untuk mempermudah pelaksanaan pengambilan data ukuran/pelaksanaan survey pemetaan dan untuk memenuhi tujuan dari pembuatan peta. Dalam tugas akhir ini yang dibahas hanya yang terkait dengan pengukuran planimetrik yaitu pengukuran untuk mendapatkan sudut mendatar dan jarak mendatar..1.1 Pengukuran Sudut Mendatar Ilustrasi untuk mengukur satu sudut mendatar, dapat dilihat pada Gambar.1. Gambar.. Pengukuran sudut mendatar 11
Sudut mendatar antara dua jurusan (jurusan AB dan jurusan AC) diukur dengan cara reiterasi berseri. Cara ini dipilih karena dapat menghilangkan pengaruh salah sistematik alat. Cara pengukuran reiterasi berseri dapat dilihat pada Tabel.1. Tabel. 1. Pengukuran sudut cara reiterasi berseri Tempat Alat Kedudukan Teropong Bidikan ke Skala lingkar mendatar Sudut mendatar Sudut rata-rata P Biasa A x y-x B y (yy xx) + (yy xx ) Luar Biasa B y y -x A x.1. Pengukuran Jarak Mendatar Pengukuran jarak antara dua titik di lapangan dapat diukur secara langsung atau secara tidak langsung tergantung dari alat pengukur jarak yang digunakan. Dalam tugas akhir ini, pengukuran jarak yang digunakan adalah pengukuran jarak secara tidak langsung menggunakan pengukuran jarak elektronis. Ilustrasi pengukuran jarak tak langsung dapat dilihat pada Gambar.3. Gambar. 3. Pengukuran jarak tak langsung 1
Menghitung jarak mendatar dari pengukuran jarak tak langsung dapat dilihat pada Rumus.1. d d = d m cos m (.1) Keterangan: d d : jarak mendatar d m : jarak miring m : sudut miring.1.3 Kesalahan Pengukuran a. Kesalahan sistematik alat Kesalahan sistematik alat berupa kesalahan kolimasi horisontal dan vertikal. Kesalahan kolimasi horisontal terjadi jika garis bidik tidak berhimpit dengan sumbu datar teropong pada arah horizontal. Idealnya adalah selisih antara bacaan sudut horisontal biasa dan bacaan luar biasa yang tidak sama dengan 180 0. Sedangkan salah kolimasi vertikal terjadi jika garis bidik tidak berhimpit dengan sumbu datar teropong pada arah vertikal. Idealnya adalah jumlah bacaan sudut vertikal biasa dan luar biasa adalah 360 0. b. Kesalahan akibat keadaan alam Kesalahan yang idsebabkan oleh alam adalah sebagai berikut: karena lengkungnya permukaan bumi karena melengkungnya sinar cahaya (refraksi) karena getaran udara karena perubahan arah garis nivo c. Kesalahan akibat si pengukur sendiri Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pengukur adalah sebagai berikut: 13
kesalahan pada mata kesalahan pada pembacaan kesalahan yang kasar Oleh karena itu, untuk menghitung ketelitian pengukuran sudut horisontal di lapangan, dapat digunakan Rumus.1 sedangkan untuk menghitung ketelitian pengukuran jarak horisontal dapat dilihat pada Rumus.. σσ αα = σσ ααpppp + σσ" ααtt + σσ" ααii (.) Keterangan: σ α : ketelitian pengukuran sudut horisontal (satuan detik) σαpr : ketelitian pembacaan dan pembidikan alat = σσ αααααα = σσ DDDDDD nn (satuan detik) σ αpr : ketelitian pembidikan dan pembacaan alat (satuan detik) σ DIN : ketelitian alat pada total station (satuan detik) σσ" ααtt : ketelitian centering target = σσ" ααtt = DD 1 +DD σσ tt ρρ (satuan detik) DD 1 DD σ αt : ketelitian centering target (satuan detik) D 1 dan D : jarak dari tempat alat yang berbeda ke target yang sama (satuan panjang) σ t : ketelitian mata saat centering target (satuan panjang) σσ" ααii : ketelitian centering alat = σσ" ααii = DD 3 DD 1 DD σσ ii ρρ (satuan detik) σ αi : ketelitian centering alat (satuan detik) D 3 : DD 1 + DD DD 1 DD ccccccββ 1 (satuan detik) σi : ketelitian mata saat centering alat (satuan panjang) 14
ρ : 0664,8 σσ dd = σσ ii + σσ tt + aa + (DD bb pppppp) (.3) σ d : ketelitian pengukuran jarak (satuan panjang) σ i : ketelitian bidikan pada saat centering alat (satuan panjang) σ t : ketelitian bidikan pada saat centering target (satuan panjang) a dan b = spesifikasi parameter ketelitian alat (satuan panjang) Sedangkan untuk menghitung ketelitian bidikan sudut pada saat pengukuran, digunakan Rumus.4. Penjelasannya dapat dilihat pada Gambar.4. Gambar. 4. Penjelasan Rumus.4 σσ bb = AAAAAAAAAAAA σσ AA dd (.4) σ b : toleransi bidikan sudut (satuan sudut) σ A : toleransi titik A (satuan panjang) d : jarak antar titik (satuan panjang) 15
.3 Konsep Penentuan Posisi.3.1 Dasar Penentuan Posisi Data pengukuran yang dihasilkan dari metode polar adalah sudut horisontal, jarak mendatar dan beda tinggi. Untuk mendapatkan posisi pada dari data pengukuran yang telah ada, maka digunakanlah rumus penentuan posisi horisontal dan vertikal pada bidang datar. Rumus penentuan posisi dapat dilihat pada Rumus.5. Penjelasan Rumus.5 dapat dilihat pada Gambar.5. Gambar. 5. Penjelasan rumus penentuan posisi XX BB = XX AA + XX YY BB = YY AA + YY (.5) XX = dd AAAA sin αα AAAA (satuan panjang) YY = dd AAAA cos αα AAAA (satuan panjang) X A, Y A : koordinat titik A (satuan panjang) X B, Y B : koordinat titik B (satuan panjang) d AB : jarak dari titik A ke titik B (satuan panjang) α AB : sudut jurusan dari titik A ke titik B (satuan sudut) 16
.3. Hubungan sudut dan sudut jurusan Karena data pengukuran yang didapatkan adalah sudut horisontal, maka perhitungan sudut horsiontal digunakan untuk menghitung dihitung menggunakan rumus sudut jurusan. Perhitungan untuk sudut jurusan ini dapat dilihat pada Rumus.6 dan penjelasannya dapat dilihat pada Gambar.6. Gambar. 6. Penjelasan Rumus.6 ββ = αα AA αα AA1 (.6) β : sudut horisontal (satuan sudut) α A1 : sudut jurusan dari titik A ke titik 1 (satuan sudut) α A : sudut jurusan dari titik A ke titik (satuan sudut).3.3 Sistem Proyeksi Peta Seperti yang telah dijelaskan pada Undang-Undang Informasi Geospasial (UU- IG) bahwa koordinat suatu titik dinyatakan pada sistem referensi koordinat tertentu. Sehingga sistem referensi koordinat tersebut mengacu pada datum WGS 84 sebagai datum nasional. Sedangkan untuk sistem proyeksinya mengikuti aturan Bakosurtanal yaitu Universal Transverse Mercator (UTM). Karakteristik untuk sistem proyeksi Universal Transverse Mercator adalah sebagai berikut: 17
Proyeksi peta menggunakan silinder transversal. Lebar zona proyeksi adalah sebesar 6 0. Faktor perbesaran pada meridian sentral adalah sebesar 0,9996 Faktor perbesaran pada meridian zona (tepi) adalah sebesar 1,0004 Sedangkan untuk menyatakan koordinat titik acuan yang biasanya dinyatakan dalam sistem koordinat geodetik, diperlukan konversi dari sistem koordinat geodetik ke sistem koordinat proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM). Oleh karena itu, data ukuran berupa jarak mendatar harus direduksi ke bidang proyeksi yaitu Universal Transverse Mercator (UTM) dengan mereduksi ke bidang ellipsoid referensi yang digunakan terlebih dahulu. Sehingga diperlukan penentuan faktor perbesaran skala terlebih dahulu untuk menghitung jarak pengukuran yang didapatkan. Selain itu, perhitungan azimuth yang didapatkan dari perhitungan sudut horisontal pengukuran dan azimuth pada titik acuan, perlu direduksi menggunakan koreksi konvergensi meridian dan koreksi kelengkungan bumi untuk mendapatkan sudut jurusan pada bidang proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)..4 Konsep Perambatan Kesalahan.4.1 Konsep Dasar Konsep hitungan perambatan kesalahan tidak lepas dari pengolahan data ukuran. Semua pengukuran memiliki kesalahan. Contohnya pengukuran sudut, sumber kesalahan utamanya adalah penempatan alat dan leveling, penempatan target, pembacaan skala lingkaran, dan pembidikan target. Untuk menganalisis kesalahan pengukuran sudut horisontal dan jarak, serta beda tinggi diperlukan perambatan kesalahan. Jika terdapat suatu fungsi Z, dengan beberapa parameter yang melibatkan n yang tidak berkaitan dengan jumlah, x 1, x, x 3, x n, Rumus perambatan kesalahannya dapat dilihat pada Rumus.7. 18
σσ ZZ = xx 1 σσ xx1 + xx σσ xx + + xx nn σσ xxnn (.7) σ z : simpangan baku fungsi Z σ x1, σ x,, σ xn : simpangan baku parameter x 1, x,, x.4. Contoh Penerapan Pada Posisi Contoh penerapan perambatan kesalahan pada posisi adalah dengan mendapatkan ketelitian posisi. Contoh ini merupakan penerapan konsep perambatan kesalahan menggunakan fungsi pada Rumus.4. Sehingga rumus perambatan kesalahannya adalah terdapat pada Rumus.8. n σσ XXXX = σσ XXXX + σσ αααααα + σσ dddddd (.8) σσ YYYY = σσ YYYY + σσ αααααα + σσ dddddd σ XB : ketelitian X B σ YB : ketelitian Y B σ XA : ketelitian X A σ YA : ketelitian Y A σ αab : ketelitian sudut jurusan AB σ dab : ketelitian jarak mendatar dari A ke B.4.3 Contoh Penerapan Pada Pengukuran Contoh penerapan perambatan kesalahan pada pengukuran adalah dengan mendapatkan ketelitian pengukuran sudut horisontal. Contoh ini merupakan penerapan konsep perambatan kesalahan menggunakan fungsi pada Rumus.9. 19
Sehingga rumus perambatan kesalahannya adalah terdapat pada Rumus.10. Penjelasan Rumus.9 ada pada Gambar.7. Gambar. 7. Penjelasan Rumus.9. ββ = bb kkkkkkkkkk bb kkkkkkkk (.9) β : sudut horisontal b kanan : bacaan sudut bidikan kanan b kiri : bacaan sudut bidikan kiri σσ ββ = σσ bb bbkkkkkkkkkk + σσ kkkkkkkkkk bb bbkkkkkkkk (.10) kkkkkkkk Keterangan: σβ : ketelitian sudut horisontal σ bkanan : ketelitian sudut bidikan kanan σ bkiri : ketelitian sudut bidikan kiri Selain itu, untuk menghitung ketelitian pengukuran jarak mendatar, diperlukan perhitungan dengan menggunakan rumus perambatan kesalahan dengan menggunakan fungsi pada Rumus.11. Sehingga hasil perambatan kesalahannya dapat dilihat pada Rumus.1. 0
dd mmmmmmmmmmmmmmmm = dd mmmmmmmmmmmm cos < mmmmmmmmmmmm (.11) d mendatar : jarak mendatar d miring : jarak miring < miring : sudut miring σσ dddddddddddddddddd = dd mmmmmmmmmmmmmmmm dd mmmmmmmmmmmm σσ ddmmmmmmmmmmmm + < mmmmmmmmmmmmmmmm < mmmmmmmmmmmm σσ <mmmmmmmmmmmm (.1) Keterangan: σdmendatar : ketelitian pengukuran jarak mendatar σ dmiring : ketelitian pengukuran jarak mirinh σ <miring : ketelitian pengukuran sudut miring.5 Analisis Visual Kartografi Analisis visual kartografi merupakan salah satu metode untuk menentukan toleransi titik detail di lapangan. Metode ini menggunakan skala peta, penggaris, dan syarat kartografi. Syarat kartografi yang dimaksud yaitu untuk menentukan jarak di lapangan dari jarak yang ada di peta dengan skala tertentu. Jarak di lapangan dapat ditentukan menggunakan Rumus.13. JJJJJJJJJJ dddd llllllllllllllll = jjjjjjjjjj dddd pppppppp ssssssssss pppppppp (.13) Penggaris sebagai alat pengukuran jarak pada peta memiliki satuan terkecil sebesar 1 mm. Sehingga, penggaris memiliki ketelitian pengukuran sebesar 0,5 mm (setengah dari satuan terkecil pada alat ukur). Dengan menggunakan ketelitian pengukuran tersebut kita dapat menentukan jarak terpendek di lapangan yang dapat terlihat pada peta. Jarak terpendek di lapangan ditentukan dari ketelitian pengukuran jarak di peta yaitu 0,5 mm. Jarak terpendek di lapangan tersebut ditentukan dengan menggunakan Rumus.13. 1
Jarak terpendek di lapangan tersebut merupakan toleransi antar titik detail di lapangan..6 Konsep Hitung Perataan Hitung perataan digunakan untuk mendapatkan koordinat pendekatan dan koordinat sebenarnya dari data pengukuran. Perhitungannya menggunakan Rumus.14. AX L = 0 (.14) Keterangan: A : matriks desain X : matriks parameter hitungan (X = (A T PA) -1 A T PL) P : matriks bobot L : matriks konstanta Setelah mendapatkan koordinat pendekatan dan koordinat sebenarnya, untuk mendapatkan residu tiap titiknya, digunakanlah Rumus.15. vv = AAAA LL (.15) v : matriks residu A : matriks desain X : parameter hitungan (X = (A T PA) -1 A T PL) P : matriks bobot L : matriks konstanta Pada hitung perataan, untuk menentukan data pengukuran masuk ke selang kepercayaan tertentu, digunakanlah berbagai macam perhitungan distribusi.
Salah satunya adalah dengan menggunakan distribusi chi square yaitu dapat dilihat pada Rumus.16. XX = VV σσ (.16) x : bilangan chi square v : residu σ : standar deviasi 3