Biomekanika. Course Outline B2.1 BAB 2. Dr. Horasdia SARAGIH

dokumen-dokumen yang mirip
B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR B A B B A B

Jika resultan dari gaya-gaya yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh A dengan ketigas umbu koordinat,

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

Jenis Gaya gaya gesek. Hukum I Newton. jenis gaya gesek. 1. Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam cakupan mekanika benda titik.

Bab 1 Vektor. A. Pendahuluan

1.1. Mekanika benda tegar : Statika : mempelajari benda dalam keadaan diam. Dinamika : mempelajari benda dalam keadaan bergerak.

BAB II V E K T O R. Untuk menyatakan arah vektor diperlukan sistem koordinat.

2.1 Zat Cair Dalam Kesetimbangan Relatif

BAB IV DINAMIKA PARTIKEL. A. STANDAR KOMPETENSI : 3. Mendeskripsikan gejala alam dalam cakupan mekanika klasik sistem diskret (partikel).

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN

Mekanika : Gaya. Hukum Newton

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS OLEH

FISIKA XI SMA 3

BAB II - Keseimbangan di bawah Pengaruh Gaya-gaya yang Berpotongan

BAB IV HUKUM NEWTON DALAM GERAK

Disamping gaya kontak ada juga gaya yang bekerja diantara 2 benda tetapi kedua benda tidak saling bersentuhan secara langsung. Gaya ini bekerja melewa

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Statika & Mekanika Bahan Kode : CIV 102. Sistem Gaya. Pertemuan - 1

KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

fi5080-by-khbasar BAB 1 Analisa Vektor 1.1 Notasi dan Deskripsi

B a b 2. Vektor. Sumber:

BAB V Hukum Newton. Artinya, jika resultan gaya yang bekerja pada benda nol maka benda dapat mempertahankan diri.

PERSAMAAN BIDANG RATA

Vektor. Vektor memiliki besaran dan arah. Beberapa besaran fisika yang dinyatakan dengan vektor seperti : perpindahan, kecepatan dan percepatan.

BAB I GAYA PADA BIDANG DATAR

----- Garis dan Bidang di R 2 dan R

A x pada sumbu x dan. Pembina Olimpiade Fisika davitsipayung.com. 2. Vektor. 2.1 Representasi grafis sebuah vektor

VEKTOR GAYA. Gambar 1. Perkalian dan pembagian vektor

DINAMIKA PARTIKEL KEGIATAN BELAJAR 1. Hukum I Newton. A. Gaya Mempengaruhi Gerak Benda

VEKTOR. Oleh : Musayyanah, S.ST, MT

Mekanika Rekayasa/Teknik I

PanGKas HaBis FISIKA. Vektor

Mata Kuliah: Statika Struktur Satuan Acara Pengajaran:

Hukum Newton dan Penerapannya 1

Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor

Bab 6 Momentum Sudut dan Rotasi Benda Tegar

A. Pengertian Gaya. B. Jenis-Jenis Gaya

MODUL 3 BIDANG RATA. [Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sumatera Barat]

BAB II V E K T O R. Drs. Pristiadi Utomo, M.Pd. FISIKA KELAS X Drs. Pristiadi Utomo, M.Pd. Drs. Pristiadi Utomo, M.Pd. 52

HUKUM - HUKUM NEWTON TENTANG GERAK.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH FISIKA 1(IB) KODE/SKS KD /2SKS

Contoh Soal dan Pembahasan Kesetimbangan

VEKTOR. Besaran skalar (scalar quantities) : besaran yang hanya mempunyai nilai saja. Contoh: jarak, luas, isi dan waktu.

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

Hukum I Newton. Hukum II Newton. Hukum III Newton. jenis gaya. 2. Menerapkan konsep dan prinsip dasar kinematika dan dinamika.

DINAMIKA. Massa adalah materi yang terkandung dalam suatu zat dan dapat dikatakan sebagai ukuran dari inersia(kelembaman).

Mekanika. Teknik (Statika Struktur)

Geometri pada Bidang, Vektor

SASARAN PEMBELAJARAN

Saat mempelajari gerak melingkar, kita telah membahas hubungan antara kecepatan sudut (ω) dan kecepatan linear (v) suatu benda

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

MEKANIKA TEKNIK TPB 102

BAB 5: DINAMIKA: HUKUM-HUKUM DASAR

BAB I VEKTOR DALAM BIDANG

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Vektor

KODE SOAL A (NO ABSEN GANJIL) SOAL ULANGAN FORMATIF II Nama : MATA PELAJARAN : FISIKA Kelas / No Absen :.../...

BAB I BESARAN DAN SATUAN

Ruang Vektor Euclid R 2 dan R 3

Keseimbangan, Momen Gaya, Pusat Massa, dan Titik Berat

VEKTOR A. Vektor Vektor B. Penjumlahan Vektor R = A + B

APA ITU MEKANIKA? CABANG ILMU FISIKA YANG BERBICARA TENTANG KEADAAN DIAM ATAU GERAKNYA BENDA-BENDA YANG MENGALAMI KERJA ATAU AKSI GAYA,

KEDUDUKAN DUA GARIS LURUS, SUDUT DAN JARAK

DINAMIKA. Atau lebih umum adalah

BAB VI USAHA DAN ENERGI

MEKANIKA UNIT. Pengukuran, Besaran & Vektor. Kumpulan Soal Latihan UN

FISIKA TRAKSI. Eko Suhartono, M.Si. Biomekanika/ikun/2003 1

Fisika Umum (MA101) Kinematika Rotasi. Dinamika Rotasi

Program Studi Teknik Mesin S1

MENERAPKAN HUKUM GERAK DAN GAYA

BAB V HUKUM NEWTON TENTANG GERAK

Statika. Pusat Massa Dan Titik Berat

Rudi Susanto, M.Si VEKTOR

Vektor Ruang 2D dan 3D

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya.

Standar Kompetensi Menerapkan konsep besaran fisika dan pengukurannya Kompetensi Dasar A. Mengukur Besaran Fisika B. Melakukan Penjumlahan Vektor

KERJA DAN ENERGI. 4.1 Pendahuluan

FISIKA I. OSILASI Bagian-2 MODUL PERKULIAHAN. Modul ini menjelaskan osilasi pada partikel yang bergerak secara harmonik sederhana

BAB I VEKTOR GAYA DAN RESULTAN SISTEM GAYA

M E K A N I K A R E K A Y A S A I KODE MK : SEMESTER : I / 3 SKS

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan

Bagian pertama dari pernyataan hukum I Newton itu mudah dipahami, yaitu memang sebuah benda akan tetap diam bila benda itu tidak dikenai gaya lain.

GAYA DAN PERCEPATAN. Gb. anak sedang main ayunan. Apakah dorongan atau tarikan yang kamu lakukan itu? untuk mengetahuinya lakukanlah kegiatan berikut!

Pengantar KULIAH MEDAN ELEKTROMAGNETIK MATERI I ANALISIS VEKTOR DAN SISTEM KOORDINAT

Satuan dari momen gaya atau torsi ini adalah N.m yang setara dengan joule.

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Diktat-elemen mesin-agustinus purna irawan-tm.ft.untar

PRINCIPLES OF STATIC

Bab 1 -Pendahuluan Hitung Vektor.

Fisika Dasar I (FI-321) Gaya dan Hukum Gaya Massa dan Inersia Hukum Gerak Dinamika Gerak Melingkar

BAB V USAHA DAN ENERGI

Gaya Angkat dan Perbedaan Tekanan di Dalam dan Luar Apollo Koran

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bebas. Metode pengujian ini mengacu pada standar ASTM E23, ISO 148 dan

Transkripsi:

BAB 2 Biomekanika 2.1. Pengertian Biomekanika Mekanika adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang gerak benda-benda. Jika kita membahas gerak maka kita berhadapan dengan bagian dari mekanika yang disebut dengan kinematika. Jika gerak ini kita hubungkan dengan gaya-gaya penyebabnya dan dengan sifat-sifat benda yang bergerak itu, maka kita berhadapan dengan dinamika. Oleh karena itu, biomekanika didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang gerak tubuh, gayagaya penyebabnya dan sifat-sifat gerak itu. Dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari, kita banyak melakukan gerakan yang oleh karena itu perlu difahami dengan baik agar dalam hubungannya dengan kesehatan dapat menjaga tubuh menjadi tetap sehat-segar. Untuk menganalisa berbagai gerak yang ada di alam semesta, kita membutuhkan femahaman tentang hukum-hukum gerak yang pertama kali diuraikan oleh Isaac Newton (Inggris, 1642 1727). Newton memberikan tiga hukum dalam menelaah gerak. Namun sebelum kita mengkaji satu persatu hukum tersebut, kita terlebih dahulu membicarakan tentang persoalan analisis vector karena pemahaman tentang vector mutlak dibutuhkan untuk menerapkan hukum-hukum Newton. 2.2. Analisis Vektor Dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak berhadapan dengan besaran vector (suatu besaran yang memiliki nilai dan arah). Pada bidang kesehatan kita sering berhadapan dengan besaran seperti: gaya, kecepatan, tekanan dan torki (momen kopel), yang seluruhnya adalah besaran vector. Penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian besaran-besaran vector tersebut adalah sangat berbeda prosesnya bila dibandingkan dengan menggunakan besaran scalar. Pemahaman yang baik pada penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian besaran vector menjadi syarat mutlak untuk mengerti dengan baik berbagai tugas yang berkaitan dengan gerak pada bidang kesehatan. Penjumlahan Vektor Disajikan sebuah vector gaya F1 yang besarnya 4 N dan berarah ke Utara. Vektor yang lain adalah vector gaya F2 dengan besar 3 N dan berarah ke Timur. Vektor-vektor gaya tersebut digambarkan pada gambar 2.1a. Bila kita berkehendak menjumlahkan vector gaya F1 dan F2 secara grafis, maka kita harus menempatkan pangkal vector gaya F2 pada ujung vector gaya F1 (lihat gambar 2.1b). Hasil penjumlahan kedua vector tersebut adalah sebuah vector baru dengan arah yang baru pula, yaitu vector gaya F3. Secara matematis proses penjumlahan tersebut ditulis seperti persamaan 2.1. F3 = F1 + F2 (2.1) Pengurangan Vektor Bagaimana bila kita ingin mengurangkan vector-vector gaya tersebut. Katakanlah misalnya vector gaya F1 akan dikurangkan dengan vector gaya F2. Bila vector gaya F1 dikurangi vector gaya F2, secara matematis hal tersebut ditulis sbb : F1 F2. F1-F2 sama artinya dengan F1 + (-F2). Artinya adalah bahwa pengurangan sebenarnya sama dengan penjumlahan, namun salah satu vector yang ada diubah tandanya. Pada kasus di atas B2.1

vector yang tandanya diubah adalah vector F2, yang awalnya positif berubah menjadi negatif. Jadi hasilnya adalah F1 + (-F2) yang akhirnya menjadi F1 F2 juga. Perhatikan baik-baik cara lihai tersebut. Teknik ini adalah sebuah spekulasi matematis untuk dijadikan dasar untuk memahami bagaimana kesejajaran proses pengurangan dan penjumlahan pada besaran vector. Sekali lagi, dengan demikian bahwa pengurangan sebenarnya merupakan hasil dari penjumlahan tetapi dengan mengganti tanda dari salah satu vektornya. Pengubahan tanda pada vector F2 memberikan arti pembalikan pada arahnya. Kalau pada awalnya F2 berarah ke Timur, maka F2 menjadi berarah ke Barat. Jadi, penjumlahan F1 + (-F2) secara grafis dapat digambarkan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1c. Gaya hasil penjumlahannya adalah vector gaya F4 yang secara matematis dituliskan pada persamaan 2.2. F4 = F1 + (-F2) (2.2) = F1 - F2 Gambar 2.1. (a) Vektor gaya F1 yang arahnya ke Utara dan vector gaya F2 yang arahnya ke Timur. (b) Cara menjumlahkan vector gaya F1 dan F2. (c) Hasil penjumlahan vector gaya jika vector gaya F2 bernilai negatif. Perhatikan arah vector gaya F3 dan F4 pada gambar 2.1. Terjadi suatu perubahan arah pada kedua vector gaya tersebut sebagai akibat perubahan arah vector gaya F2 pada proses penambahan dan pengurangan. Berapa besar (nilai) vector gaya F3 dan F4 hasil penjumlahan dan pengurangan di atas? Untuk sementara jawaban secara analitik belum dapat diperoleh. Untuk tujuan itu kita terlebih dahulu mempelajari proses perkalian vector. Perkalian Titik (Dot Product) Pada pokok bahasan analisis vector kita mengenal adanya perkalian vector. Perkalian vector dibagi pada dua teknik, pertama, perkalian titik (dot product) dan kedua, perkalian cross (cross product). Perkalian cross tidak diterangkan di sini karena di luar cakupan telaah tulisan ini. Kita hanya memfokuskan diri pada perkalian titik. Katakanlah kita memiliki dua buah besaran vector gaya F1 dan F2 seperti ditunjukkan pada gambar 2.2. Perkalian titik dari kedua vector ini didefenisikan sebagai : F1.F2 = F1F2 cos α (2.3) dimana α adalah sudut yang diapit oleh kedua vector gaya tersebut. B2.2

α F1 Gambar 2.2. Dua buah vector dengan arah yang berbeda dengan sudut apit α. Dua buah vector gaya seperti ditunjukkan pada gambar 2.2 di atas dapat pula kita jumlahkan dengan cara penjumlahan vector seperti telah diterangkan sebelumnya. Perhatikan gambar 2.3. Mengacu pada cara yang telah diterangkan pada gambar 2.1 (lihat persamaan 2.1), vector-vektor gaya F1 dan F2 pada gambar 2.2 juga dapat dijumlahkan, yaitu : F2 F3 = F1 + F2 (2.4) F1 F3 F1 α F2 F2 α Gambar 2.3. Dua buah vector dengan arah yang berbeda dengan sudut apit α dan proses penjumlahannya secara grafis. Vektor gaya F3 adalah vector gaya hasil penjumlahan F1 + F2, yang secara grafis ditunjukkan pada gambar 2.3. Sekarang kita lakukan spekulasi matematis perkalian titik antara vector gaya F3 dengan vector gaya F3 (perkalian titik terhadap dirinya sendiri) dengan mengacu pada teori yang telah dipaparkan pada persamaan 2.3. Hasilnya adalah : F3.F3 = (F1+F2).(F1+F2) = F1.F1 + F1.F2 + F2.F1 + F2.F2 F3F3 cos ϕ = F1F1 cos β + F1F2 cos α + F2F1 cos α + F2F2 cos γ (2.4) Sudut ϕ adalah sudut yang dibentuk oleh vector F3 terhadap dirinya sendiri yang besarnya adalah nol. Sudut β adalah sudut yang dibentuk oleh vector F1 terhadap dirinya sendiri yang besarnya adalah nol. Sudut γ adalah sudut yang dibentuk oleh vector F2 terhadap dirinya sendiri yang besarnya juga adalah nol. Dan cos 0 0 adalah 1. Jadi persamaan 2.4 menjadi : B2.3

F3F3 = F1F1 + 2F1F2 cos α + F2F2 F3 2 = F1 2 + F2 2 + 2F1F2 cos α (2.5) Dengan teknik spekulasi tersebut, dimana vector gaya F1 dan F2 terlebih dahulu ditambahkan, kemudian dilanjutkan pada proses perkalian titik, maka kita mendapatkan suatu bentuk persamaan yang sangat berguna, yaitu persamaan 2.5. Dari hasil ini banyak persoalan vector dapat diselesaikan. Salah satu persoalan yang telah dapat diselesaikan adalah mencari nilai vector gaya F3 pada gambar 2.1. Untuk mencari nilai vector gaya F3, kita terlebih dahulu mencari tahu berapa besar sudut yang dibentuk oleh vector gaya F1 terhadap vector gaya F2. Mengacu pada gambar 2.1a, sudut yang dimaksud adalah sebesar 90 0. Dan cos 90 0 adalah = 0. Jadi dengan menggunakan persamaan 2.5 persoalan tersebut diselesaikan sebagai berikut : F3 2 = F1 2 + F2 2 + 2F1F2 cos 90 0 Jika F1 = 4 N dan F2 = 3 N dan cos 90 0 = 0, akan menghasilkan : F3 2 = 4 2 + 3 2 F3 = 5 N Komponen Proyeksi Vektor Pada Koordinat Cartesian Di dalam kenyataan sehari-hari kita sering dihadapkan pada persoalan untuk menjumlahkan beberapa vector yang sebahagian dari besar vectornya tidak diketahui, namun sudut-sudut yang dibentuk antara vector yang satu terhadap vector lainnya tersaji lengkap. Umumnya persoalan seperti ini dapat diselesaikan dengan menggunakan bantuan koordinat Cartesian, yaitu dengan menggunakan sumbu-x dan sumbu-y. Sebelum kita mencoba melihat contoh-contoh pemakaiannya, terlebih dahulu kita kaji bagaimana kita menggunakan bantuan sumbu-sumbu Cartesian ini sebagai koordinat proyeksi. Pandang dua buah vector gaya F1 dan F2 seperti ditunjukkan pada gambar 2.4a. Vektor gaya F1 membentuk sudut β terhadap sumbu-x negatif dan vector gaya F2 membentuk sudut α terhadap sumbu-x positif. Kedua vector tersebut dapat kita proyeksikan ke sumbu-x dan sumbu-y (perhatikan gambar 2.4b). Proyeksi F1 ke sumbu-x adalah F1x, proyeksi F1 ke sumbu-y adalah F1y. Proyeksi F2 ke sumbu-x adalah F2x, proyeksi F2 ke sumbu-y adalah F2y. Masing-masing besarnya adalah : F1x = - F1 cos β F1y = F1 sin β F2x = F2 cos α F2y = F2 sin α B2.4

Mengapa F1x bernilai negatif? Jawabnya adalah karena F1x memiliki arah ke sumbu-x negatif. Sb-y Sb-y F1y F1 F2 F1 F2 F2y β β α α Sb-x F1x F2x (a) (b) Sb-x Gambar 2.4. Teknik memproyeksikan vector pada sumbu Cartesian. (a) dua buah vector F1 dan F2 yang akan diproyeksikan. (b) proyeksi vector F1 dan F2 pada sumbu-x dan sumbu-y koordinat Cartesian. Pada kasus ini, setelah vector-vektor gaya F1 dan F2 diproyeksikan ke sumbu-sumbu Cartesian, dalam perhitungan yang digunakan adalah vector-vektor gaya hasil proyeksi ini. Jadi bukan lagi F1 dan F2, akan tetapi F1x, F1y, F2x dan F2y. Contoh soal akan disajikan diakhir bahasan ini. 2.3. Hukum Pertama Newton Agar suatu benda dapat digerakkan maka dibutuhkan suatu pengaruh luar yang disebut dengan gaya. Keadaan alami benda sebenarnya adalah diam, dan apabila sempat bergerak, benda tersebut memiliki kecenderungan untuk tetap bergerak jika tidak dihentikan. Dalam kata-kata, Newton menulis hokum pertamanya sebagai berikut : Any body will remain at rest or in motion in a straight line with a constant velocity unless acted by an outside force. Atau: Setiap benda akan tetap berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan kecuali jika ia dipaksa untuk mengubah keadaan itu oleh gaya-gaya yang berpengaruh padanya. Dalam bahasa sehari-hari hukum pertama Newton ini difahami sebagai : Jika jumlah (resultan) gaya-gaya yang bekerja pada suatu benda adalah nol, maka benda tersebut akan berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan dengan percepatan nol. Perumusannya dinyatakan dengan : ΣF = 0 (2.6) 2.4. Hukum Kedua Newton Hukum kedua Newton dinyatakan dalam suatu bentuk pernyataan matematis. Sebagaimana tersirat pada hukum pertamanya, bahwa bila resultan gaya yang bekerja pada suatu benda tidak sama dengan nol, maka benda tersebut akan bergerak dengan suatu percepatan tertentu a (a diambil dari huruf pertama kata acceleration yang artinya adalah percepatan). Oleh Newton percepatan ini dinyatakan sebagai berikut: The acceleration produced by forces acting on a body is directly proportional to and in the same direction as the net external force and inversely proportional to the mass of the body. Atau: Percepatan suatu benda dihasilkan dan berbanding lurus dengan besar resultan gaya yang bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan massa benda tersebut ditulis dalam bentuk matematis sebagai berikut : B2.5

a = ΣF/m (2.7) F dan a adalah besaran vector. F searah dengan a. ΣF adalah resultan gaya-gaya yang bekerja pada benda ; a adalah percepatan benda dan m adalah massa benda. Dari uraian kedua hukum Newton di atas jelaslah bahwa gaya menjadi pusat perhatian. Dengan memahami gaya-gaya yang bekerja pada suatu benda secara vector maka persoalan-persoalan tentang gerak akan dengan mudah dapat diselesaikan dan dimengerti. Dengan telah diperkenalkannya percepatan a pada hukum kedua Newton, maka hukum pertamanya dapat dinyatakan dengan matematis seperti dinyatakan oleh persamaan 2.6. Persamaan ini berasal dari persamaan 2.7 dengan mengambil nilai a = 0 karena benda tidak memiliki percepatan. Mengacu pada uraian di atas, beberapa persoalan sehari-hari yang sering kita hadapi telah dapat diselesaikan dengan sempurna, yaitu : (A) Kasus Pertama Pada kasus pertama ini kita akan melakukan proses penjumlahan dua vector gaya dan pada vector gaya hasil penjumlahannya dilakukan proses perkalian titik sesamanya. Mari kita coba gunakan uraian tersebut dalam menyelesaikan persoalan di bawah ini. Perhatikan gambar 2.5. Dua perawat sedang mendorong seorang pasien yang ditidurkan di atas sebuah strecher dengan gaya masing-masing 70 N dan 60 N. Kedua gaya tersebut masingmasing membentuk sudut 20 0 dan 15 0 terhadap arah gerak strecher. Hitunglah besar gaya totalnya (Ftot) dan sudut yang dibentuk Ftot terhadap arah gerak strecher. 0 15 20 0 70N 60N δ Ftot Gambar 2.5. Dua perawat sedang mendorong seorang pasien yang ditidurkan di atas sebuah strecher dengan gaya masingmasing 70 N dan 60 N. Kedua gaya tersebut membentuk sudut masing-masing 20 0 dan 15 0 terhadap arah gerak strecher. Melihat kasus yang ada dengan pertimbangan kemudahan, maka kita akan menggunakan teknik seperti yang diperlihatkan oleh gambar 2.3 dan persamaan 2.5 dengan α = 35 0, untuk menyelesaikannya. Besar sudut α = 35 0 berasal dari penjumlahan sudut 20 0 dan 15 0 (perhatikan gambar 2.5). Misalkan 70 N adalah F1 dan 60 N adalah F2. Jadi, Ftot 2 = F1 2 + F2 2 + 2F1F2 cos α Ftot 2 = 70 2 + 60 2 + 2x70x60 cos 35 0 = 4900 + 3600 + 8400 x 0,819 Ftot 2 = 15380 Ftot = 124 N Setelah nilai Ftot diperoleh, selanjutnya sudut yang dibentuk oleh Ftot terhadap arah gerak strecher (δ) dapat dicari melalui cara seperti berikut. Proyeksikan F1 dan F2 ke arah gerak strecher (gunakan sedikit imaginasi B2.6

yang saudara miliki untuk proses proyeksi ini). Jumlah proyeksi dari kedua gaya ini akan sama besarnya dengan proyeksi Ftot ke arah gerak strecher tersebut. Jadi, 124 cos δ = 70 cos 20 0 + 60 cos 15 0 = 70 x 0,940 + 60 x 0,966 = 65,8 + 57,96 = 123,76 δ = arc cos (123,76/124) = 3,89 0 Dengan demikian persoalan yang ada telah dapat diselesaikan dengan sempurna. Pesan yang disampaikan dari persoalan di atas adalah agar senantiasa saudara dapat memilih sudut yang tepat untuk mendorong strecher agar menghasilkan gaya total yang paling besar agar efesien (hemat tenaga) dan efektif (cepat sampai tujuan). Bagaimana jika kasusnya seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini? Mana lebih efesien bila dibandingkan dengan kasus yang ditunjukkan pada gambar 2.5. Diskusikan!! (B) Kasus Kedua Pada kasus kedua ini akan digunakan hasil kajian tentang proses proyeksi vector ke koordinat Cartesian. Perhatikan gambar 2.6 dimana suatu sistim keseimbangan gaya dilakukan pada suatu kaki dengan berat 100 N yang mengalami retak tulang. Persoalan ini dapat diselesaikan dengan menggunakan bantuan sistim koordinat Cartesian. Gaya-gaya yang ada diproyeksikan ke seluruh sumbu koordinat. Keadaan keseimbangan (kaki dalam keadaan diam tergantung) pada kaki menginformasikan kepada kita bahwa resultan gaya-gaya yang bekerja pada kaki adalah nol sebagaimana diterangkan pada kajian hokum pertama Newton. Jadi jumlah seluruh gaya yang ada pada sumbu-x dan sumbu-y adalah nol. Besar gaya-gaya hasil proyeksi ke sumbu-x dan ke sumbu-y, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.6 adalah sebagai berikut : Tb cos 45 0 - Ta cos 30 0 = 0 (*) gaya-gaya pada sumbu-x Tb sin 45 0 + Ta sin 30 0 W = 0 (**) gaya-gaya pada sumbu-y dari persamaan *) didapat : Tb = 1,225 Ta (***) dengan mensubtitusi persamaan ***) ini ke dalam persamaan **), maka diperoleh : Ta = 73,3 N B2.7

dengan mensubtitusikan nilai Ta ini ke persamaan ***), diperoleh : 30 0 45 0 Ta Tb Tb = 89,6 N Ta Sb-y Tby Tay Tb Tax 30 0 45 0 Tbx Sb-x W W Gambar 2.6. (a) Sistim keseimbangan gaya yang dilakukan pada saat penyembuhan tulang yang retak. (b) Analisis gaya dengan menggunakan sistim koordinat Cartesian. Pesan yang disampaikan oleh persoalan ini adalah agar senantiasa anda dapat memilih jenis tali dengan harga dan kekuatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan untuk melakukan proses seperti traksi tulang, kulit dan leher atau yang lainnya. Penerapan lainnya (Hukum Pertama Newton) Gambar 2.7. Pengukuran massa anak dengan suatu timbangan pegas B2.8

Perhatikan gambar 2.7 di mana seoarang anak balita sedang diukur berat badannya. Pada saat anak ditimbang, pada anak bekerja gaya berat W yang disebabkan oleh percepatan gravitasi bumi g. Pada saat dalam keadaan setimbang, anak bayi tidak bergerak-gerak, maka gaya berat W akan sama dengan tegangan tali T. Tegangan tali T akan terukur pada angka yang ditunjukkan oleh timbangan. Pada keadaan setimbang ini (keadaan diam) hukum pertama Newton dapat digunakan : Σ F = 0 Arti perumusan di atas adalah, jumlah (resultan) gaya-gaya yang bekerja pada bayi adalah sama dengan nol. Gaya-gaya yang bekerja pada bayi adalah T (bernilai positif karena arahnya ke atas) dan W (bernilai negatif karena arahnya ke bawah). Jadi syarat kesetimbangan menghasilkan : T + (-W) = 0 T - W = 0 T = W T = m. g Jika massa bayi 10 kg dan besar percepatan gravitasi 9,8 m/dt 2, jadi berat bayi adalah : T = 10 kg x 9,8 m/dt 2 T = 98 N Penerapan Hukum Kedua Newton Gambar 2.2. Seorang perawat mendorong pasien yang ditidurkan di atas sebuah strecher Perhatikan gambar 2.2 di mana seoarang perawat sedang mendorong seorang pasien yang ditidurkan di atas sebuah strecher dengan gaya F. Oleh karena gaya F tersebut, strecher menjadi bergerak dengan percepatan a. Pada kasus ini keadaan pasien yang didorong adalah bergerak dengan percepatan a. Jadi kita dapat menerapkan hukum kedua Newton untuk menganalisanya. ΣF = m. a Karena gaya yang bekerja pada strecher hanyalah gaya F, maka dapatlah langsung ditulis seperti : F = m. a B2.9

Jika massa pasien 50 kg dan massa strecher 25 kg dan gaya yang diberikan oleh perawat adalah 15 N, maka percepatan gerak strcher adalah : a = F/m = 15 N / (50 + 25) kg = 0,2 m/dt 2. DAFTAR PUSTAKA 1. Hill, C.R. (Physics Department, Institute of Cancer Research, UK), Physical Principles of Medical Ultrasonics, 2 nd Edition, John Wiley & Sons Ltd., UK, 2004. 2. Davidovits, P. (Boston College Massachusetts, USA),, Second Edition, Elsevier Science, Academic Press, USA, 2001. 3. Aston, R. (Pennsylvania State University, USA), Principles of Biomedical Instrumentation and Measurement, Macmillan Publ. Company, USA, 1990. 4. Urone, P.P. (California State University, USA), Physics With Health Science Applications, John Wiley & Sons, Inc. USA, 1986. 5. Cameron,J.R. (University of Wisconsin, USA), Medical Physics, John Wiley & Sons, Inc. USA, 1976. B2.10