PENGARUH PENAMBAHAN AL (DOPING AL) TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN FASA NANO MATERIAL TiO 2 HASIL PROSES SOL-GEL

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA

Pengaruh Variasi ph dan Temperatur Sintering terhadap Nilai Sensitivitas Material TiO 2 Sebagai Sensor Gas CO

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

LOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

Bab III Metodologi Penelitian

Pengaruh Variasi Kecepatan Stiring dan Temperatur Sintering terhadap Perubahan Struktur Mikro dan Fase Material Sensor Gas Tio 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam

Stefanus Haryo Nugroho Dosen Pembimbing : Diah Susanti, ST, MT, Ph.D Hariyati Purwaningsih, SSi, MSi

METODE SOL-GEL RISDIYANI CHASANAH M

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

3 Metodologi penelitian

Bab III Metodologi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Galuh Intan Permata Sari

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

350 0 C 1 jam C. 10 jam. 20 jam. Pelet YBCO. Uji Konduktivitas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ba(NO 3 ) Cu(NO 3 ) 2 Y(NO 3 ) 2

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION

SIDANG TUGAS AKHIR. Jurusan Teknik Material & Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

Bab 3 Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

Metodologi Penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material.

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dikawasan Asia

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt%

SINTESIS KERAMIK Al 2 TiO 5 DENSITAS TINGGI DENGAN ADITIF MgO

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DETEKTOR GAS OKSIGEN DARI BAHAN SEMIKONDUKTOR TiO2 DOPING CuO

ANALISA KEGAGALAN U FIRE TUBE HEATER TREATER SANTAN TERMINAL CHEVRON INDONESIA COMPANY

Transkripsi:

PENGARUH PENAMBAHAN AL (DOPING AL) TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN FASA NANO MATERIAL TiO 2 HASIL PROSES SOL-GEL Mukhamad Aziz 2710100042 Dosen Pembimbing: Hariyati Purwaningsih, S.si, M.si Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2014

Latar Belakang Aplikasi nanomaterial titanium oksida yang aplikasinya begitu besar dan sangat bermanfaat. Aplikasi Titanium Oksida banyak digunakan untuk semikonduktor. Doping Al dapat meningkatkan defect Metode sol-gel sebagai metode sintesis nanopartikel yang sederhana, murah dan mudah.

Perubahan lingkungan (temperatur dan tekanan) saat stiring pada proses sol-gel diasumsikan konstan Homogenitas TiO 2 dan Al diasumsikan konstan Perubahan lingkungan (temperatur dan tekanan) saat sintering diasumsikan konstan Pengotor serbuk diabaikan

Tujuan Menganalisa pengaruh variasi penambahan Al (doping Al) terhadap struktur mikro dan fasa material TiO 2 Menganalisa pengaruh variasi temperatur sintering terhadap struktur mikro dan fasa material TiO 2

1 Memberikan data dan analisa awal sebagai dasar untuk mengembangkan produk inovasi material TiO 2. 2 Memberikan data dan analisa tentang struktur mikro dan fasa akibat proses sintering dan penambahan doping Al pada TiO 2

Fase (TiO 2 ) Rutile Anatase Brookite Title Add your text Bentuk fase yang paling umum adalah anatase dan rutile, hal ini disebabkan karena brookite adalah bentuk yang tidak stabil. Secara umum, fase anatase lebih dipilih

Anatase memiliki daerah aktivasi yang lebih luas dibandingkan rutile sehingga kristal anatase menjadi lebih reaktif terhadap cahaya dibandingkan rutile. Besar band gap yang dimiliki pun menjadi berbeda, pada anatase 3,2 ev sedangkan rutile 3,1 ev a. b. Gambar 2.1 (a) Struktur Anatase, (b) Struktur rutile ( Maddu, 2012)

Tabel 2.1 Karakteristik TiO 2 Karakteristik Anatase Rutile Serapan Optik (nm) Sekitar 388 Sekitar 413 Massa Jenis (gr/cm 3 ) 3,89 4,26 Temperatur Sintesis ( O C) 100-700 700-1000 Band Gap (ev) 3,2 3,1 Indeks Bias 2,5688 2,9467 Struktur Kristal Tetragonal Tetragonal Parameter Kisi a (Å) 3,7852 4,5933 c (Å) 9,5139 2,9592 Vol (Å 3 ) 136,25 62,07

Aluminium merupakan konduktor panas dan listrik yang sangat baik Aluminium telah digunakan untuk meningkatkan defect. (Choi, 2007). Ukuran ion dari Al 3+ dan Ti 4+ sangat berdekatan yakni masing-masing 0,067 nm dan 0.074 nm. (Choi, 2007). Hal ini dapat menyebabkan ion Al dapat masuk ke dalam kisi ion Ti sebagai dopan yang mensubstitusi

Penambahan Al dopant pada TiO 2 juga meningkatkan defect Penambahan doping seperti Al juga dapat menghambat pertumbuhan fasa rutil dan mempertahankan fasa anatase pada material TiO 2 (Choi dkk, 2007)

Gambar 2.5 Proses reaksi sol-gel dan hasil reaksi sol-gel (Zhengfei, 2005) Prekusor mengalami reaksi hydrolysis dan polimerisasi sehingga dapat membentuk sol. Setelah terbentuk, maka selanjutnya gel yang basah akan terbentuk juga. Dengan perlakuan pemanasan, gel akan berubah menjadi keramik. (Zhengfei, 2005)

1. Metode sol-gel sederhana, biaya yang sedikit, dan sintesa dalam temperatur relatif rendah. 2. Pembentukan lapisan tipis yang sangat tinggi yaitu lapisan tipis dalam kisaran ukuran nanometer. (Nugroho, 2011)

Aluminum-doped TiO 2 nano-powders for gas sensors Metode sol gel. Menggunakan TiO2 dengan doping 0 wt.%, 5wt.% dan 7,5 wt.% Al. Calsinasi dengan variasi temperatur 700 C, 800 C, 900 C selama 1 jam Hasil XRD menunjukan bahwa sejumlah dopant Al sebanyak 7,5 wt.% tidak memiliki efek yang signifikan pada formasi dari powder nano TiO 2. Dengan penambahan doping, dapat mempertahankan fasa anatase Ukuran kristal tertinggi pada penambahan doping sebesar 5 wt. % Al

Menurut Muneer (2012) dalam penelitiannya, menyebutkan bahwa pada temperatur 400ºC terbentuk ukuran kristal terkecil. Hal ini ditunjukkan dengan data XRD yang menunjukan bahwa lebar puncak difraksi anatase pada kalsinasi 400ºC memiliki ukuran kristal paling kecil dari pada saat di kalsinasi di temperatur lainnya. Peningkatan ukuran butir terlihat pada temperatur kalsinasi 500ºC, dimana terjadi pertumbuhan butir. Pada temperatur kalsnasi 600ºC, terdapat pertumbuhan butir yang lebih besar.

Menggunakan penambahan Al sebanyak 0 %Wt, 5%Wt, 6 %Wt. Dengan variasi temperatur sintering 700 C, 800 C dan 900 C selama satu jam

Hot plate with magnetic stirrer Neraca Analitik Tabung ukur Alat Beaker Glass Pipet Pengaduk Thermocouple Micro Pippet Kaca Arloji Furnace Alat Kompaksi

Flow Chart Pembuatan Sensor Start TiO 2 (8 gr) + H 2 SO 4 (15ml) + 0 wt. % Al TiO 2 (8 gr) + H 2 SO 4 (15 ml) + 5 wt. % Al TiO 2 (8 gr) + H 2 SO 4 (15 ml) + 6 wt. % Al Proses perendaman selama empat hari untuk pembentukan solution A

Flow Chart Pembuatan Sensor A Stiring Hot plate 250 º C Kecepatan 800 rpm, Selama 3 jam Terbentuk gel Gel dicuci menggunakan aquades A

Flow Chart Pembuatan Sensor A Drying temperatur 350 º C selama 2 jam + kalsinasi 500 º C 2 jam Penggerusan powder Press Hidrolik P = 150 bar, ketebalan 2 mm Sintering 700 o C, 800 o C, 900 o C selama 1 jam A

Flow Chart Pembuatan Sensor A SEM (Morfologi) XRD Fasa) (Identifikasi A

Flow Chart Pembuatan Sensor A Analisa Data dan Pembahasan Kesimpulan End Gambar 3.1 Metodologi Sintesa dan Pembuatan Sensor TiO 2 dan TiO 2 doping Al

SEM XRD Potensiostat Title Add your text

Gambar 4.1 Serbuk TiO 2 setelah proses pencampuran, a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Gambar 4.3 Serbuk TiO 2 hasil kompaksi 150 bar setelah sintering 700 o C, a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Gambar 4.2 Ukuran ketebalan Pelet TiO 2 Gambar 4.4 Serbuk TiO 2 hasil kompaksi 150 bar setelah sintering 800 o C, a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Gambar 4.5 Serbuk TiO 2 hasil kompaksi 150 bar setelah sintering 900 o C, a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al

Gambar 4.6 Perbandingan Hasil uji XRD pelet tanpa perlakuan untuk: (a) TiO 2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al Gambar 4.7 Perbandingan Hasil uji XRD pelet TiO 2 setelah kalsinasi 500 o C untuk: (a) TiO 2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al - Fasa TiO 2 murni adalah anatase - Fasa setelah kalsinasi 500 o C adalah titanium sulfida

Pada kalsinasi 500 o C, fase yang terbentuk adalah TiO( SO 4 ) 3. Hal ini terjadi karena pada temperatur 500 o C, TiO 2 masih belum dapat melepaskan ion SO 4, sehingga menyebabkan terbentuknya senyawa baru yaitu TiO(SO 4 ) 3 TiO 2 + 3SO 4-2. TiO( SO 4 ) 3. Pada temperatur 500 o C - 600 o C, TiO 2 masih belum dapat melepaskan ion SO 4. Untuk dapat melepaskan ion-ion lain seperti SO 4, maka diperlukan temperatur yang lebih tinggi dari 600 o C. Dari ulasan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk melepaskan ion-ion SO 4 maka diperlukan temperatur kalsinasi lebih dari 600 o C

(a) (b) (c) Gambar 4.18 Hasil uji SEM pelet TiO 2 yang menunjukkan struktur mikro setelah kompaksi dan kalsinasi 500 o C pada perbesaran 15.000x a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Doping Al (wt%) 0 5 6 Ukuran Partikel (µm) 0.3712-1585 0.019-0.097 5.956-9.277 (a) mengalami perbesaran partikel dan telah berubah bentuk menjadi cube heksagonal. (b) mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil sehingga partikel mencapai ukuran nano. (c) pada sampel ini terlihat mulai terlihat adanya peningkatan ukuran partikel yang signifikan dan ada beberapa partikel TiO 2 yang pecah. perubahan fasa dari anatase TiO 2 menjadi fase TiO(SO 4 ) 3 sehingga menyebabkan perubahan volume yang mengakibatkan pertumbuhan butir menjadi lebih besar.

Tabel 4.1 Ukuran kristal dan micro strain TiO2 pada puncak tertinggi setelah sintering temperatur 700 C Gambar 4.8 Perbandingan Hasil uji XRD pelet TiO 2 setelah sintering 700 o C untuk: (a) TiO 2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al Dopin g Al (wt.%) Fasa 2 o FWHM B (rad) 10-3 D (nm) 0 TiO 2 25.24 98 0.258 450 315.7 1 0.288 0 Al - - - - - 5 TiO 2 25.33 4 0.232 404.5 3 351.3 16 0.258 0 Al 2 SO 4 25.46 0.13 226.7 627.0 2 0.143 8 6 TiO 2 25.2 0.2 348.8 407.3 1 0.223 6 Al 2 SO 4 25.39 0.2 348 408.1 6 0.220 7 ε - Fasa TiO 2 murni pada puncak tertinggi adalah anatase, tetapi terdapat fasa rutile pada 2theta 28.6142 (rel. Int. Sebesar 0.38%) - Fasa TiO 2 5 wt.% Al pada puncak tertinggi adalah anatase, tetapi terdapat fasa rutile pada 2theta 28.6387 (rel. Int. Sebesar 0.71%) - Fasa TiO 2 6 wt.% Al adalah anatase (Al ini dapat mempengaruhi dan menghambat pertumbuhan fasa rutile.)

Pada temperatur sintering 700 0 C grafik (b) dan (c) terbentuk fasa baru Al 2 (SO 4 ) 3. Dengan reaksi sebagai berikut: 2Al + 3SO -2 4 Al 2 (SO 4 ) 3 Senyawa ini terbentuk karena kurang tingginya temperatur sintering, sehingga menyebabkan ion SO -2 4 belum menghilang dan ion SO -2 4 akhirnya bereaksi dengan Al membentuk Al 2 (SO 4 ) 3. Terbentuknya senyawa ini dapat dihindari dengan cara meningkatkan temperatur sintering lebih tinggi, terbukti pada temperatur sintering 800 0 C dan 900 0 C senyawa Al 2 (SO 4 ) 3 telah hilang.

(a) (b) (c) Gambar 4.19 Hasil uji SEM pelet TiO 2 yang menunjukkan struktur mikro setelah sintering 700 o C pada perbesaran 15.000x a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Doping Al (wt%) 0 5 6 Ukuran Partikel 0.330-0.927 0.291-0.413 4,480-8,660 (µm) (a) ukuran partikel yang telah mencapai ratusan nanometer dan terdapat perupakan gumpalan dari partikel partikel kecil yang menyatu akibat temperatur sintering. (b) mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil, partikel mencapai ukuran nano. (c) pada sampel ini terlihat mulai terlihat adanya peningkatan ukuran partikel yang signifikan

Gambar 4.9 Perbandingan Hasil uji XRD pelet TiO 2 setelah sintering 800 o C untuk: (a) TiO 2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al - Fasa TiO 2 murni adalah anatase - Fasa TiO 2 5 wt.% Al adalah anatase - Fasa TiO 2 6 wt.% Al adalah anatase Tabel 4.3 Ukuran kristal dan micro strain TiO 2 pada puncak tertinggi setelah sintering temperatur 800 o C Doping Al (wt.%) Fasa 2 o FWHM B (rad) 10-3 D (nm) 0 TiO 2 25.558 0.2 348 408.6 3 0.220 3 Al - - - - - 5 TiO 2 25.563 0.245 427.3 352.6 97 0.260 02 Al - - - - - 6 TiO 2 25.372 0.241 420.4 321.7 52 0.267 6 Al - - - - - ε

(a) (b) (c) Gambar 4.20 Hasil uji SEM pelet TiO 2 yang menunjukkan struktur mikro setelah sintering 800 o C pada perbesaran 15.000x a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Doping Al 0 5 6 (wt%) Ukuran Partikel (µm) 0.487-0.689 0.345-0.509 3,295-5,864 (a) ukuran partikel yang telah mencapai ratusan nanometer dan terdapat perupakan gumpalan dari partikel partikel kecil yang menyatu akibat temperatur sintering. (b) mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil, mencapai ukuran nano. (c) pada sampel ini terlihat mulai terlihat adanya peningkatan ukuran partikel yang signifikan

Tabel 4.4 Ukuran kristal dan micro strain TiO 2 pada puncak tertinggi setelah sintering temperatur 900 o C Doping Al (wt.%) Fasa 2 o FWHM B (rad) 10-3 D (nm) 0 TiO 2 25.690 0.150 256.5 553.83 0.1646 Al - - - - - 5 TiO 2 25.136 0.166 289.5 490.69 0.1861 7 Al - - - - - 6 TiO 2 25.065 0.228 397.7 357.11 0.2564 1 4 Al - - - - - ε Gambar 4.10 Perbandingan Hasil uji XRD pelet TiO 2 setelah sintering 900 o C untuk: (a) TiO 2 0 wt.%; (b) 5 wt.%; (c) 6 wt.% Al - Fasa TiO 2 murni adalah anatase - Fasa TiO 2 5 wt.% Al adalah anatase - Fasa TiO 2 6 wt.% Al adalah anatase

(a) (b) (c) Gambar 4.21 Hasil uji SEM pelet TiO 2 yang menunjukkan struktur mikro setelah sintering 900 o C pada perbesaran 15.000x a). 0 wt.% Al b). 5 wt.% Al c). 6 wt.% Al Doping Al (wt%) 0 5 6 Ukuran Partikel (µm) 0.3885-0.972 0.358-0.448 8,304-9,382 (a) ukuran partikel yang telah mencapai ratusan nanometer dan terdapat perupakan gumpalan dari partikel partikel kecil yang menyatu akibat temperatur sintering. (b) mengalami perubahan ukuran menjadi lebih kecil, mencapai ukuran nano. (c) pada sampel ini terlihat mulai terlihat adanya peningkatan ukuran partikel yang signifikan. Permukaan terlihat kasar dan berporous. Pecahnya serbuk yang tidak beraturan ini bisa diakibatkan oleh perbedaan koefisien muai antara TiO 2 dengan Al

4.4.1 Cacat intrinsik Defect ini disebabkan oleh vibrasi atom-atom dari posisi kesetimbangan akibat temperatur sintering. Pada defect intrinsik terdapat dua jenis yaitu cacat schotty dan cacat frenkel. Cacat schottky menyebabkan vacansi pada partikel. Pada Schottky defect yang terjadi adalah kekosongan pasangan cation dan anion.

4.4.1 Cacat ekstrinsik Berdasarkan gambar XRD 4.8, 4.9 dan 4.10 serta tabel 4.2, 4.3 dan 4.4 menunjukan perubahan pada latice. Perubahan pada latice ini mengindikasikan adanya defect pada TiO 2. Sehingga semakin melebarnya ukuran kristal (D) dapat mengindikasikan Al larut secara subtitusi di dalam kisi TiO 2. Peristiwa subtitusi Al hanya terjadi pada komposisi doping 5 wt.% dan 6 wt.% Al pada persamaan 4.4. Jika reaksi sempurna, maka vakansi oksigen diharapkan terbentuk pada defect ini. Sehingga dalam penelitiannya menurut choi (2006) persamaan defect dapat ditulis Al 2 O 3 2Al Ti + 3Vo o x + Vo º º (4.4) Ketika tekanan parsial oksigen rendah TiO 2 Ti Ti + Vo + O 2 (g) + 2e.. (4.5)

Gambar 4.29 Proses subtitusi Al 2 O 3 pada TiO 2 Dari ilustrasi diatas, maka dapat diasumsikan bahwa adanya Al 2 O 3 yang larut secara subtitusi dalam TiO 2. Sehingga menghasilkan 2 vakansi pada TiO 2 dan 2 ion Ti 4+ digantikan secara subtitusi oleh ion Al 3+. Jika doping 5 wt.% dan 6 wt.% Al 2 O 3 tidak larut dengan sempurna maka persamaan reaksi akan terjadi pada persamaan 4.5. Persamaan reaksi 4.5 berlaku secara khusus pada TiO 2 murni tanpa doping. Tabel 4.12 Ukuran d-spacing setelah sintering Dopant 700 o C 800 o C 900 o C D-Spacing D-Spacing D-Spacing (Å) (Å) (Å) 0 wt.% Al 3.5243 3.4825 3.5493 5 wt.% Al 3.5046 3.4904 3.5399 6 wt.% Al 3.5142 3.5076 3.5498 Selain itu berhasilnya doping melarut pada TiO 2 komposisi doping 0 dan 5 wt.% Al dapat diidentifikasi dari ukuran d-spacing. Jika terjadi cacat secara subtitusi dan intertisi maka terjadi perubahan pada pada d-spacing

5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Variabel penambahan wt.% doping Al menyebabkan: Pada doping 5 wt.% Al, diperoleh ukuran butir nano partikel dengan ukuran 291-448 nm. Sehingga 5 % Al dapat mereduksi ukuran grain Penambahan doping 6 wt.% Al menyebabkan pertumbuhan butir menjadi lebih besar dengan ukuran 4480-9382 µm. Sehingga terdapat batas penambahan Al agar tidak terjadi pertumbuhan butir Pada penambahan doping 6 wt.%, permukaan butir nampak kasar dan terdapat porositas pada permukaanya. Pada temperatur sintering 700 o C pada 0 dan 5 wt.% Al terdapat fasa TiO 2 rutile. Semakin tinggi doping wt.% Al pada rentang temperatur 700 o C - 900 o C, fasa rutile tidak terbentuk. Hal ini karena adanya doping Al yang dapat menghambat pertumbuhan fasa rutile, sehingga didapatkan fase anatase. Semakin tinggi wt.% Al, ukuran kristal TiO 2 menjadi lebih kecil.

2. Variabel penambahan temperatur sintering akan menyebabkan: Ukuran butir semakin membesar dengan bertambah temperatur sintering. Semakin tinggi temperatur sintering, ukuran kristal TiO 2 menjadi lebih besar, Tetapi pada 6 wt.% Al di 800 o C terdapat anomali, sehingga ukuran kristal menurun. Semakin tinggi temperatur sintering, permukaan butir akan nampak kasar dan terdapat porositas pada permukaanya. Pada kasinasi 500 o C terbentuk fasa TiO(SO 4 ) 3 5.2 Saran Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penambahan variasi doping untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Mempertinggi temperatur kalsinasi agar tidak terbentuk fasa TiO(SO 4 ) 3 Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian TEM.

1. Defect Intrinsik 2. Defect non-stoikiometrik Gambar 2.2 (a) Cacat Schottky (b) cacat frenkel (Barsoum, 2003) Gambar 2. 3 non-stoikiometri (Barsoum, 2003) Gambar 2.4 Ekstrinsic defect

1 8 gram Titanium Oksida dicampur dengan 0% Wt, 5% Wt, 6 %Wt Almunium dilarutkan dalam asam sulfat 98% sebanyak 40 ml 2 Larutan diaduk (stirring) dengan kecepatan 800 rpm temperatur 250ºC selama 3 jam 3 Mencuci. gel dengan aquades untuk menghilangkan kandungan SO -2 4 4 Drying dilakukan dengan menggunakan vakum furnace dengan temperatur pemanasan 350 C selama 2 jam + kalsinasi 500 C selama 2 jam

5. Penggerusan adalah proses pengecilan partikel. 6 Kompaksi sebesar 150 bar. 7 Pelet dilakukan proses sintering dengan temperatur 700º C, 800º C, 900º C selama 1 jam 8 Karakterisasi SEM dan XRD

Teknik sol-gel adalah teknik kimia basah untuk pembuatan bahan (biasanya logam oksida) mulai dari larutan kimia yang bereaksi untuk menghasilkan partikel koloid nanosized (atau sol) yang bertindak sebagai prekusor (logam alkoxides dan logam yang mengalami reaksi hidrolisis dan polycondensation)

1.Menampilkan gambar morfologi sampel Gambar 3.1 Alat SEM 2.Mengetahui bentuk, sebaran dan ukuran butir serbuk TiO2 dan Al Gambar 3.2 Cara Kerja SEM (iastate.edu)

Gambar 3.3 Mekanisme kerja XRD X-ray Diffraction (XRD) digunakan untuk mempelajari struktur kristal dan komposisi kimia nanopartikel. Gambar 3.4 Alat XRD Posisi puncak dalam pola difraksi sinar-x dapat digunakan untuk menentukan komposisi kimia dan fasa kristal nano partikel

TiO2 Murni (Depan) Sinter 700'C 00 00 00 0 20 30 40 50 60 70 80 Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. Height FWHM Left [ 2Th.] d-spacing Rel. Int. [%] [ 2Th.] [cts] [Å] 10.2334 21.56 0.4684 8.64429 0.66 14.2423 16.78 0.4015 6.21883 0.51 25.2553 3269.75 0.1673 3.52647 100.00 28.6142 12.42 0.4015 3.11970 0.38 36.9242 175.57 0.2676 2.43446 5.37 37.7551 568.26 0.1632 2.38080 17.38 37.8625 516.72 0.1020 2.38019 15.80 38.5190 187.99 0.3264 2.33532 5.75 44.4765 13.45 0.3264 2.03536 0.41 47.9721 749.87 0.2448 1.89489 22.93 53.8628 446.48 0.1020 1.70073 13.66 55.0120 451.40 0.0816 1.66789 13.81 62.0478 72.94 0.3264 1.49458 2.23 62.6491 306.93 0.2448 1.48167 9.39 62.7867 292.53 0.1632 1.48243 8.95 68.7434 123.58 0.1632 1.36443 3.78 70.2994 138.10 0.3672 1.33799 4.22 75.0304 201.63 0.2448 1.26492 6.17 76.0059 56.35 0.4896 1.25109 1.72 79.7297 14.63 0.0816 1.20175 0.45 80.9232 7.78 0.4896 1.18701 0.24 82.6811 101.76 0.1224 1.16618 3.11

Counts 2000 1000 0 TiO2 + 5% Al (Tengah) Sinter 700'c 20 30 40 50 60 70 80 Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d- spacing [Å] Rel. Int. [%] 15.2372 190.90 0.0836 5.81495 7.00 21.0161 63.74 0.1338 4.22724 2.34 25.4481 2727.25 0.1840 3.50019 100.00 28.6387 19.25 0.2676 3.11709 0.71 30.6658 78.85 0.2007 2.91550 2.89 33.6512 73.35 0.2007 2.66337 2.69 34.3692 44.11 0.1673 2.60935 1.62 37.0966 133.62 0.3011 2.42354 4.90 37.9210 473.06 0.0836 2.37273 17.35 38.7153 132.79 0.3346 2.32586 4.87 40.8947 21.74 0.2007 2.20680 0.80 44.4218 16.42 0.5353 2.03942 0.60 48.1289 621.37 0.2676 1.89065 22.78 52.3266 17.28 0.4015 1.74843 0.63 54.0394 379.97 0.0836 1.69699 13.93 55.2658 337.27 0.4015 1.66220 12.37 59.0411 5.11 0.8029 1.56461 0.19 60.5203 9.08 0.5353 1.52986 0.33 62.7845 252.08 0.1004 1.48003 9.24 65.0338 12.00 0.2007 1.43417 0.44 68.8433 86.98 0.4684 1.36382 3.19 70.3926 114.59 0.2007 1.33755 4.20 75.1497 160.43 0.1673 1.26425 5.88 76.1583 49.48 0.3346 1.25000 1.81 82.8964 75.10 0.4684 1.16466 2.75

Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] TiO2+6% Al (belkng) Sinter 700'C 15.1412 68.82 0.2342 5.85163 3.30 000 20.8430 43.07 0.3346 4.26195 2.07 25.2017 2082.46 0.1836 3.53093 100.00 25.3147 1981.10 0.1338 3.51833 95.13 000 30.4770 57.91 0.3346 2.93313 2.78 0 20 30 40 50 60 70 80 Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) 33.5171 60.72 0.1673 2.67372 2.92 36.9487 116.32 0.3346 2.43290 5.59 37.7687 421.62 0.2676 2.38194 20.25 38.6128 131.44 0.2676 2.33179 6.31 48.0045 507.62 0.4349 1.89525 24.38 51.9482 10.79 0.4015 1.76027 0.52 53.8717 346.02 0.1004 1.70187 16.62 55.0362 325.48 0.2676 1.66859 15.63 60.1171 11.11 0.5353 1.53915 0.53 62.6114 219.80 0.2676 1.48370 10.55 68.7145 87.38 0.4015 1.36606 4.20 70.4033 100.58 0.2342 1.33737 4.83 74.9668 138.55 0.2342 1.26688 6.65 76.2260 30.66 0.4015 1.24906 1.47 82.6794 80.26 0.4684 1.16716 3.85

0 0 0 TiO2 Murni Kompaksi Sinter 800'C Depan 20 30 40 50 60 70 80 Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 25.5655 2516.21 0.2509 3.48439 100.00 37.2593 153.07 0.2342 2.41333 6.08 38.0524 601.08 0.0502 2.36483 23.89 38.8799 169.94 0.1171 2.31639 6.75 48.2887 800.58 0.3011 1.88476 31.82 54.1285 466.56 0.3346 1.69441 18.54 55.4048 408.60 0.1171 1.65836 16.24 62.3388 86.59 0.1673 1.48953 3.44 62.9619 343.34 0.2676 1.47628 13.65 68.9409 137.96 0.2007 1.36212 5.48 70.4906 155.47 0.2342 1.33593 6.18 75.2269 217.26 0.3680 1.26314 8.63 76.2761 70.15 0.1673 1.24836 2.79 77.0732 4.08 0.1673 1.23743 0.16 81.0835 7.41 0.4015 1.18605 0.29 82.8449 108.59 0.2007 1.16525 4.32

Counts 3000 2000 1000 0 TiO2 + 5% Al Kompaksi Sinter 800'C Tengah 20 30 40 50 60 70 80 Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 25.5381 3012.08 0.2007 3.48806 100.00 33.6079 9.97 0.5353 2.66670 0.33 37.1780 172.38 0.1673 2.41842 5.72 38.0874 579.08 0.1673 2.36274 19.23 38.7771 201.63 0.1338 2.32229 6.69 48.1943 684.21 0.1836 1.88667 22.72 48.2887 778.04 0.1171 1.88476 25.83 54.1264 513.63 0.1004 1.69447 17.05 55.2795 485.67 0.0816 1.66045 16.12 62.2628 76.82 0.1338 1.49117 2.55 62.8933 360.35 0.1171 1.47773 11.96 68.9109 111.02 0.1673 1.36265 3.69 70.4399 142.99 0.2676 1.33677 4.75 75.2322 210.76 0.2342 1.26307 7.00 76.1934 59.15 0.1338 1.24951 1.96 80.9538 9.47 0.5353 1.18763 0.31 82.8732 98.88 0.2676 1.16493 3.28

nts 3000 2000 1000 0 TiO2 + 6% Al Kompaksi Sinter 800'C Belakang 20 30 40 50 60 70 80 Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 25.4341 2866.40 0.1840 3.50208 100.00 37.0366 189.85 0.1004 2.42732 6.62 37.8690 718.69 0.2040 2.37389 25.07 37.9734 721.14 0.0816 2.37349 25.16 38.6444 192.01 0.2856 2.32803 6.70 48.1231 743.07 0.1836 1.88929 25.92 53.9457 471.21 0.1224 1.69831 16.44 55.1076 415.16 0.0816 1.66522 14.48 55.2155 426.58 0.0612 1.66222 14.88 62.1913 74.63 0.3264 1.49147 2.60 62.7881 332.52 0.2856 1.47873 11.60 68.8405 150.03 0.2040 1.36274 5.23 70.3587 131.84 0.2448 1.33701 4.60 75.1539 199.32 0.2856 1.26315 6.95 76.1924 47.99 0.4080 1.24849 1.67 80.9637 8.65 0.6528 1.18652 0.30 82.7929 112.68 0.2448 1.16489 3.93

4000 3000 2000 1000 0 tio2 murni sintering 900'c 20 30 40 50 60 70 80 Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 10.1296 22.17 0.2007 8.73263 0.51 25.0894 4334.66 0.1673 3.54942 100.00 36.7647 240.03 0.1338 2.44465 5.54 37.5833 790.86 0.1338 2.39327 18.25 38.3724 283.21 0.1338 2.34585 6.53 47.8315 1056.57 0.1673 1.90170 24.37 53.6912 646.91 0.1171 1.70717 14.92 54.8826 622.16 0.1632 1.67151 14.35 55.0431 326.51 0.1020 1.67116 7.53 61.9035 94.95 0.1632 1.49772 2.19 62.4911 443.16 0.1632 1.48504 10.22 68.5616 166.13 0.1632 1.36760 3.83 70.0754 193.42 0.1428 1.34172 4.46 73.9503 19.53 0.4080 1.28070 0.45 74.8487 276.62 0.1428 1.26754 6.38 75.1090 161.73 0.2040 1.26379 3.73 75.8696 81.94 0.2040 1.25300 1.89 80.5696 15.57 0.2448 1.19133 0.36 82.5036 137.39 0.1632 1.16824 3.17

4000 3000 2000 1000 0 TiO2 5% Al Sinter 900'C 20 30 40 50 60 70 80 Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 13.9524 10.55 0.8029 6.34742 0.25 25.1668 4215.08 0.1673 3.53867 100.00 27.3300 65.61 0.1171 3.26330 1.56 35.9495 33.75 0.1004 2.49819 0.80 36.7757 202.80 0.0669 2.44394 4.81 37.6511 842.07 0.1840 2.38911 19.98 38.4182 236.06 0.1338 2.34315 5.60 43.2394 21.85 0.2007 2.09241 0.52 47.8840 1035.17 0.1428 1.89817 24.56 48.0405 638.98 0.0816 1.89705 15.16 53.7385 629.98 0.1224 1.70437 14.95 53.9260 329.75 0.1224 1.70310 7.82 54.9235 631.85 0.1020 1.67036 14.99 55.0765 346.01 0.1020 1.67022 8.21 61.9856 96.28 0.1020 1.49593 2.28 62.5581 445.91 0.1224 1.48361 10.58 62.7517 228.98 0.0816 1.48317 5.43 68.6532 190.55 0.1428 1.36600 4.52 68.8470 106.17 0.1632 1.36601 2.52 70.1427 207.92 0.1632 1.34059 4.93 74.9318 296.71 0.1224 1.26634 7.04 75.1621 159.98 0.1224 1.26617 3.80 75.9297 90.56 0.1428 1.25216 2.15 80.6847 10.83 0.4896 1.18992 0.26 82.5291 142.22 0.1020 1.16794 3.37

00 00 00 0 TiO2 6% Al Sinter 900'C 20 30 40 50 60 70 80 Position [ 2Theta] (Copper (Cu)) Pos. [ 2Th.] Height [cts] FWHM Left [ 2Th.] d-spacing [Å] Rel. Int. [%] 25.0973 3294.99 0.2509 3.54831 100.00 26.5064 41.11 0.2007 3.36279 1.25 27.2227 28.94 0.2007 3.27592 0.88 31.1002 33.41 0.4015 2.87576 1.01 36.7582 244.08 0.1004 2.44507 7.41 37.5888 830.43 0.2175 2.39293 25.20 38.4176 202.97 0.2342 2.34319 6.16 47.8389 813.14 0.1673 1.90143 24.68 53.6944 583.13 0.1673 1.70708 17.70 54.8362 460.01 0.1171 1.67420 13.96 57.3410 13.25 0.2342 1.60688 0.40 59.1044 7.37 0.5353 1.56308 0.22 61.9381 90.53 0.1338 1.49820 2.75 62.4953 375.11 0.2040 1.48495 11.38 62.7032 230.61 0.1224 1.48420 7.00 68.5647 155.64 0.2040 1.36754 4.72 68.8196 93.85 0.1632 1.36649 2.85 70.1167 169.48 0.2448 1.34103 5.14 73.9454 17.60 0.2448 1.28077 0.53 74.8825 237.13 0.0816 1.26705 7.20 75.1235 151.69 0.2040 1.26358 4.60 75.8568 65.09 0.1632 1.25318 1.98 80.6374 12.80 0.4896 1.19050 0.39 82.5281 136.56 0.2040 1.16795 4.14

Reaksi polikondensasi adalah salah satu cara polimerisasi yang merupakan reaksi 2 gugus fungsi dari monomer tanpa mengubah komposisi stokiometriknya (semua atomnya terpakai pada reaksi polimerisasi, tidak ada senyawa yang hilang). Jenis polimerisasi ini juga bisa mengalami pertumbuhan rantai dengan mengubah komposisi stokiometriknya. Dealkolisasi: penghilangan alkohol

Siti Aida (2010)

TiO2 rutile TiO2 anatase

D-spasing : jarak antar bidang Parameter kisi: rusuk Struktur kristal AmXp Al 2 O 3 (korundum). Bentuk heksagonal tumpukan padat Sel satuan HCP mempunyai 6 atom per sel satuan, yaitu 2 x 6 x 1/6 ( pada sudut lapisan bawah dan atas + 2 x ½ ( pada pusat lapisan bawah dan atas) + 3 (lapisan tengah).

Diagram skematik (a) larutan padat substitusional, (b) larutan padat interstisial, (c) campuran fase

AMORF KRISTAL Kristalinitas suatu bahan tergantung pada bagaimana keteraturan susunan atomatom. Bahan kristal mempunyai susunan atom yang teratur dan membentuk pola dalam jangkauan panjang-------struktur kristal Sedangkan pada bahan amorf atom-atom tidak mempunyai struktur dengan pola yang tertentu Hasil pengujian XRD akan menunjukkan pola (bentuk kurva) yang sangat berbeda untuk bahan kristal dan amorf

Struktur kristal = kisi + basis

KISI BRAVAIS Sistem Jumlah kisi Triklinik 1 a b c, Persyaratan sumbu dan sudut Monoklinik 2 a b c, = = 90 o Ortorombik 4 a b c, = = = 90 o Tetragonal 2 a = b c,, = = = 90 o Kubus 3 a = b = c,, = = = 90 o Trigonal 1 a = b = c,, = = < 120 o, 90 o Heksagonal 1 a = b c, = = 90 o, = 120 o

Fasa adalah sejumlah zat yang homogen baik secara kimia maupun fisika, atau dapat juga dikatakan bahwa sebuah sistem yang homogen adalah suatu fasa. Secara umum telah dikenal tiga kelompok fasa yaitu; fasa gas, fasa cair dan fasa padat.