Oleh: Naning Sutriningsih

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh: Naning Sutriningsih"

Transkripsi

1 Oleh: Naning Sutriningsih SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG 0

2 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke-hadirat Allah Rabbul Alamin, atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga buku ajar yang berjudul Analisis Real I ini dapat tersusun. Buku teks ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama membahas tentang sifat-sifatalj abar dan sifat-sifat terurut dan konsekuensinya yang berhubungan dengan pertidaksamaan bilangan real. Selanjutnya pembuktian pada tahap awal akan berbeda dengan tahap-tahap selanjutnya. Pembuktian pada tahap awa memberikan contoh pembuktian teorema dasar yang diturunkan dar asumsi-asumsi yang dinyatakan secara eksplisit. Buku ini disusun untuk mahasiswa S matematika, sebagai buku ajar dalam perkuliahan Analisis Real I selama satu semester. Pada kesempatan in ipenulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga buku ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku teks ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu segala bentuk saran dan kritik sangat kami harapkan untuk penyempurnaan lebih lanjut. Pringsewu, Agustus 0 Naning Sutriningsih

3 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I BILANGAN REAL.... SifatAljabarBilangan Real.... SifatKeterurutanPada R NilaiMutlak....4 GarisBilangan Real 38 BAB II SIFAT KELENGKAPAN PADA BILANGAN REAL. SuprimumdanInfimum SifatSuprimumdanInfimumdari R 49.3 Sifat Archimedes Pada R Eksistensi KepadatanBilanganRasional 53 BAB III INTERVAL, TITIK TIMBUN DAN DESIMAL 3. Interval TitikTimbun Desimal Himpunan Buka dan HimpunanTutup di R. 69 DAFTAR PUSTAKA 3

4 BAB BILANGAN REAL Pada bab ini kita akan mendiskusikan mengenai sifat-sifat sistem bilangan real R. Meskipun memungkinkan untuk menyajikan kontruksi formal dari bilangan real R berdasarkan himpunan primitive (misal himpunan N dari bilangan asli atau himpunan Q dari bilangan rasional), namun kita tidak akan melakukannya disini, sebagai gantinya, kita akan menunjukkan daftar dari sifat-sifat dasar bilangan real dan menunjukkan bagaimana sifat-sifat lain diturunkan kesimpulan dari asumsi-asumsi lainnya. Sistem bilangan real dapat digambarkan sebagai complete ordered field (bidang yang lengkap). Bagaimanapun untuk kejelasannya kita lebih suka untuk tidak menyatakan semua sifat-sifat sistem bilangan real sekaligus. Pertama tama kita mengenalkan (pada sub.) kita mengenalkan sifat-sifat aljabar (sering disebut dengan sifat field ) yang didasarkan pada dua operasi yaitu penjumlahan dan perkalian. Selanjutnya (pada sub.) kita mengenalkan sifat-sifat terurut dan beberapa konse-kuensinya yang berhubungan dengan pertidaksamaan yang menggambarkan sifat sifat ini. Ide mengenai nilai absolute, yang didasarkan pada sifat terurut dibicarakan pada sub.3. Pada Bab II, dan Bab III kita buat step terakhir dengan menambahkan sifat completeness untuk sifat-sifat aljabar dan keterurutan dari bilangan real R. Selanjutnya bukti-bukti pada tahap awal akan berbeda dengan tahap-tahap selanjutanya, karena ada beberapa cara lain dalam mendiskusikan mengenai sifat completeness. Kita ingin sifat ini dipisahkan dengan asumsi-asumsi lainnya. Sebagian dari tujuan sub.,., dan.3 adalah memberikan contoh-contoh pembuktian teorema dasar yang diturunkan dari asumsi-asumsi yang dinyatakan secara eksplisit. Mahasiswa yang belum mempunyai cara untuk membuktikan secara formal dapat memperoleh pengalaman sebelum melanjutkan ke argumen yang lebih kompleks. Bagaimanapun mahasiswa yang sudah terbiasa dengan metode aksioma dan tehnik pembuktian dapat melanjutkan ke Bab II setelah melihat sepintas pada sub-sub awal. Pada sub 3. kita menyusun sekumpulan teorema interval dan pentingnya teorema Bolzano-Weierstass. Ada juga diskusi singkat mengenai gambaran binary dan desimal dari bilangan real yang didasarkan pada kumpulan interval. Kita menyimpulkan bab ini dengan pengenalan singkat mengenai himpunan terbuka dan tertutup di R, pada sub bab 3... SIFAT ALJABAR DARI BILANGAN REAL R Pada sub ini kita akan mendikusikan mengenai aljabar dari sistem bilangan real. Hal ini pertama-tama dilakukan dengan memberikan daftar sifat dasar dari penjumlahan dan perkalian. Daftar ini memuat sifat-sifat aljabar dari bilangan real

5 R yang penting dengan pengertian bahwa sifat-sifat lain dapat diurunkan sebagai teorema. Pada istilah aljabar abstark, sistem dari bilangan real adalah field yang membahas penjumlahan dan perkalian. Sifat-sifat yang terdaftar pada sub.. diketahui sebagai field axiom. Dengan operasi biner pada himpunan F kita maksudkan fungsi B dengan domain F X F dan range di F. Sehingga operasi biner menghubungkan setiap pasangan terurut (a,b) dari elemen himpunan F secara khusus dengan elemen B(a,b) di F. Bagaimanapun karena penggunaan-penggunaan notasi B(a,b) maka kita gunakan notasi lama a + b dan a x b (atau ab) ketika kita membicarakan sifat-sifat penjumlahan dan perkalian. Contoh-contoh operasi biner bisa diperoleh di latihanlatihan.... SIFAT-SIFAT ALJABAR DARI R Pada himpunan bilangan real R ada dua operasi biner yang dinyatakan dengan simbol + dan x yang dinamakan penjumlahan dan perkalian. Operasi - operasi tersebut mempunyai sifat sebagai berikut: (A) a + b = b + a untuk setiap a dan b di R ( sifat komutatif dari penjumlahan) (A) (a + b) + c = a + (b + c) untuk setiap a, b, c di R ( sifat asosatif dari penjumlahan ) (A3) Ada elemen 0 di R dimana 0 + a = a dan a + 0 = a untuk setiap a di R. (A4) Untuk setiap elemen a di R, ada elemen a di R pula, dimana a + (-a) =0 dan (-a) + a = 0 ( elemen negatif) (M) a x b = b x a untuk setiap a, b di R ( sifat komutatif perkalian) (M) (a x b) x c = a x (b x c) untuk setiap a, b, c di R ( sifat asosiati perkalian) (M3) Ada elemen di R yang berbeda dengan 0 sedemikian sehingga x a = a dan a x = a untuk setiap a di R ( ada elemen ). (M4) Untuk setiap a 0 di R, maka ada elemen di R sehingga a x = dan x a = ( ada kebalikan). a x (b+c) = (a x b) + (a x c) dan (b + c) x a = (b x a) + (c x a) a,b,c R ( sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan) TEOREMA. (a) Jika z dan a elemen R sedemikian hingga z + a = a maka z = 0 (b) Jika u dan b 0 elemen R sedemikian hingga u x b = b maka u = Bukti : (a) Akan dibuktikan z, ar, z + a = a z = 0 z + a = a diketahui (z + a) + (-a) = a + (-a) kedua ruas ditambah (-a) z + (a + (-a)) = a + (-a) A z + 0 = 0 A4

6 z = 0 A3 (b) Akan dibuktikan u, b R, b0, u x b = b u = Karena b 0 maka R, u x b = b diketahui (u x b) x = b x kedua ruas dikali ( ) u x (b x ) = (b x ) M u x = M4 u = M3 TEOREMA. (a) Jika a dan b elemen di R sehingga a + b = 0 maka b = -a (b) Jika a 0 dan b elemen R sehingga a x b = maka b = Bukti : (a) Akan dibuktikan a, b R, a + b = 0 b = -a, a + b = 0 (-a) + (a+b) = (-a) + 0 ((-a)+ a) + b = (-a) 0 + b = -a A4 b = -a A3 (b) Akan dibuktikan a 0, a, br a x b = b = diketahui kedua ruas ditambah (-a) A, A3 a x b = diketahui x (axb) = x (kedua ruas dikali ( ) ( x a) x b = M, M3 x b = M4 b = M3 TEOREMA.3 Misalkan sebarang a, b R maka, (a) persamaan a + x = b mempunyai penyelesaian tunggal, yaitu x = (-a) + b (c) jika a 0, persamaan a. x = b mempunyai penyelesaian tunggal, yaitu x =. b Bukti : (a) Akan dibuktikan a + x = b x = (-a) + b (b) a + x = b diketahui (-a ) + (a+x) = (-a ) + b ((-a )+a) + x = (-a ) + b kedua ruas ditambah (-a) A 3

7 0 + x = (-a ) + b A3 x = (-a ) + b A4 Bentuk yang terakhir merupakan penyelesaian dari persamaan a + x = b Selanjutnya akan dibuktikan bahwa penyelesaian persamaan a + x = b adalah tunggal. Misalkan x dan x, x x adalah penyelesaian dari a + x = b sehingga berlaku, (i) a + x = b (-a) + (a + x) = (-a) + b (kedua ruas ditambah (-a) ((-a) + a) + x = (-a) + b A 0 + x = (-a) + b A4 x = (-a) + b A3 (ii) a + x = b (-a) + (a + x ) = (-a) + b kedua ruas ditambah (-a) ((-a) + a) + x = (-a) + b A 0 + x= (-a) + b A4 x = (-a) + b A3 Dari (i) dan (ii) diperoleh bahwa x = x sehingga persamaan a + x = b mempunyai penyelesaian tunggal, yaitu x = (-a) + b. (b). Akan dibuktikan a. x = b x = ( ). b a. x = b diketahui ( ). (a. x) = ( ). b kedua ruas dikalikan ( ) (.a). x = ( ). b M. x = ( ). b` M4 x = ( ). b M3 Bentuk terakhir adalah penyelesaian dari persamaan a. x = b Selanjutnya akan dibuktikan bahwa penyelesaian persamaan a. x = b tunggal. Misalkan x dan x adalah penyelesaian persamaan a. x = b, serta x x maka: (i) Untuk x berlaku a. x = b ( ) (a. x) = ( ). b kedua ruas dikalikan( ) ( ). a. x = ( ). b M. x = ( ). b` M4 x= ( ). b M3 (ii) Untuk x berlaku a. x = b ( ). (a. x) = ( ). b kedua ruas dikalikan( 4

8 ( ).a. x = ( ). b M. x = ( ). b` M4 x = ( ). b M3 Dari (i) dan (ii) diperoleh x = x Jadi persamaan a. x = b mempunyai penyelesaian tunggal. TEOREMA.4 Jika a adalah sebarang elemen dari R, maka: (a) a x 0 = 0 (b) (-) x a = -a (c) (-a) = a (d) (-) x (-) = Bukti : (a) Akan dibuktikan a R maka a x 0 = 0 a + (a.0) = (a.) + (a.0) a + (a.0) = a ( + 0) M3 D a + (a.0) = a. a + (a.0) = a (-a) + a + (a.0) = (-a) + a (a.0) = 0 A3 M3 kedua ruas ditambah (-a) T..3, A, A4 (b) Akan dibuktikan a R maka (-). a = -a a + (-) x a = (a x ) + (-) x a M3 a + (-) x a = a x (+ (-)) D a + (-) x a = a x 0 A4 a + (-) x a = 0 T.4 (-) x a = -a T.3, A3 (c) Akan dibuktikan a R maka -(-a) = a (-a) + a = 0 a = - (-a) -(-a) = a A4 T.3, A3 5

9 (d) Akan dibuktikan a R maka (-).(-) = (- x a = - a T.4 (-) x (-) = - (-) Substitusi a = - (-) x (-) = T.4 THEOREMA.5 Misalkan a, b, c elemen R (a) Jika a 0 maka ( 0 dan /( = a (b) Jika a x b = a x c dan a 0 maka b = c (c) Jika a x b = 0 maka a = 0 atau b = 0 Bukti: (a) Akan dibuktikan a,b,c R, a 0 ( 0 dan /( = a Jika a 0 maka ada ( 0 Andaikan ( = 0 maka menurut teorema.4 (a) diperoleh a x ( = 0. Ini kontradiksi dengan a x ( = (M4), jadi pengandaian ( = 0 salah, haruslah ( 0 Selanjutnya ( x /( = M4 a x ( x /( = a x Kedua ruas dikali a 6

10 (a x( ) x /( = a x M x /( = a x M4 /( = a M3 (b) Akan dibuktikan a,b,c R, a x b = a x c dan a 0 b = c Jika a 0 maka ada ( 0 a x b = a x c Diketahui ( (a x b) = ( (a x c) Kedua ruas dikali ( (( x a) x b = (( xa) x c M x b = x c M4 b = c M3 (c) Bukti untuk bagian ini ditinggalkan sebagai latihan bagi para pembaca. Penambahan untuk sifat-sifat aljabar bilangan real, dan operasi-operasi didefinisikan sebagai berikut: Pengurangan a b = a + (-b), a,b R Pembagian = a x,a,b R, b 0 Perkalian a x b ditulis ab a x a ditulis a a x a ditulis a 3 Bentuk umum a n + = (a n ) x a, n R Bentuk a 0 = dan a = a, a R Jika a 0 notasi a - digunakan untuk dan apabila n N ditulis a -n = ( ) n.. BILANGAN RASIONAL DEFINISI. Bilangan Real yang dapat ditulis dalam bentuk b/a dengan a,b Z dan a 0 disebut bilangan rasional. Himpunan bilangan rasional di R dinyatakan dengan notasi Q dan ditulis Q = { x = a, b Z, b 0 } Jumlah dan hasil kali dua bilangan rasional adalah rasional. Akan tetapi tidak semua anggota R merupakan anggota Q. Pada abad VI sebelum masehi Phytagoras menemukan bahwa kuadrat dari bilangan yang bukan bilangan rasional ada yang sama dengan, sehingga ada anggota R yang bukan anggota Q dan dikenal sebagai bilangan irasional. 7

11 THEOREMA.6 Tidak ada bilangan rasional r sedemikian hingga r = Bukti: Andaikan adabilangan rasional r maka bilangan tersebut dapat ditulis dengan r = dengan p,q Z dan q 0 sedemikian sehingga r = = Dapat diasumsikan bahwa p dan q bilangan bulat dan (p,q) = (relatif prima) = p = q sehingga p kelipatan dua akibatnya p juga kelipatan dua Misalkan p = m dengan m Z maka: p = q (m) = q 4m = q m = q Ini menunjukkan bahwa q kelipatan, akibatnya q kelipatan Karena p dan q sama-sama kelipatan, maka merupakan faktor persekutuan p dan q akibatnya p dan q bukan relatif prima. Ini kontradiksi dengan pengandaian bahwa p dan q relatif prima. Dengan demikian terbukti bahwa tidak ada bilangan rasional r sedemikian hingga r =. SIFAT KETERURUTAN PADA R Sifat keterurutan pada R ini sangat membantu dalam kepositipan (positivity) dan konsep ketaksamaan (inequality). memahami konsep.. SIFAT-SIFAT KETERURUTAN PADA R. Terdapat P R dan P, selanjutnya P disebut himpunan bilangan real positip murni jika memenuhi sifat berikut : (i) a, b P a + b P (ii) a, b P ab P (iii) a R tepat satu dari berikut berlaku : a P, a = 0, -a P Sifat (i) disebut sifat ketertutupan operasi penjumlahan dalam P, Sifat (ii) disebut sifat ketertutupan operasi perkalian dalam P, Sifat (iii) di atas disebut sifat trikotomi karena a membagi R dalam tiga tipe elemen yang berbeda 8

12 yaitu bilangan real positif murni, bilangan real negatif murni dan bilangan real nol. Sedang bilangan real negatif murni dinyatakan sebagai {-a : a P}. DEFINISI. Jika a P, maka a disebut bilangan real positip murni dan ditulis a > 0, Jika ap atau a = 0, maka a disebut bilangan real positip, dan ditulis a 0. Jika -a P, maka a disebut bilangan negatip murni, dan ditulis a < 0. Jika -a P atau a = 0, maka a dikatakan bilangan real negatip, dan ditulis a 0. Catatan : Menurut defenisi. bilangan nol adalah bilangan positip dan sekaligus bilangan negatip, satu-satunya bilangan dengan status dual DEFINISI.3 Misalkan a,br (i) a - b P dapat ditulis a > b atau b < a. (ii) a - b P {0} dapat ditulis a b atau b a. Catatan: *) a < b < c berarti a < b dan b < c *) a b c berarti a b dan b c *) a b < d berarti a b dan b < d TEOREMA.7 Misalkan a, b, c R (a) Jika a > b dan b > c maka a > c (b) Tepat satu berikut ini berlaku : a > b atau a = b atau a < b (c) Jika a b dan b a maka a = b Bukti : (a) Misalkan a,b,c R Akan ditunjukkan jika a > b dan b > c maka a > c a > b dan b > c berarti (a - b) P dan (b-c) P sehingga (a-b) + (b-c) P.. (a + (-b)) + (b + (-c)) P.. a + ((-b) + b) + (-c) P a (-c) P a + (-c) P a - c P.. D..3 sifat sifat A A4 A,A3 sifat 9

13 a > c Terbukti bahwa: a > b dan b > c maka a > c D..3 (b) Misalkan a, b, c R terdapat (a-b) R Menurut sifat trikotomi. (iii) tepat satu dari yang berikut ini berlaku: ( a - b) P atau (a - b) = 0 atau -(a - b) P Karena (a - b) P a - b > 0 a > b atau D.., D..3 (a - b) = 0 a = b atau T.3, T.4 -(a - b) P (-)(a+(-)b) P T.4 ((-)a + (-)(-)b P D ((-)a + b) P T.4, D4 (b+(- a)) P A, T.4 (b- a)) P sifat.. b - a > 0 b > a D., D.3 sehingga tepat satu berikut berlaku: a > b, atau a = b, atau b > a (c) Misalkan a, b R Akan ditunjukkan jika a b dan b a maka a = b Misalkan a b a b 0 sifat...,a4 a - b 0 (i) a b > 0 atau (ii) a b < 0 T..7, D.3, D.3 (i) a b > 0 a - b P D. a > b D.3 Ini berarti bahwa untuk a,b R, a- b > 0 a > b (ii) a b < 0 - (a - b ) P D. (-)(a+(-b)) P T.4,sifat. -a + b P D,T.4 b + ( a) P A (b a) P sifat.. b > a atau a < b D.3 Ini berarti bahwa untuk a, b R, jika a-b < 0 maka a < b Dari (i) dan (ii) diperoleh a > b dan b > a hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa a b dan b a yang diketahui. Jadi pengandaian a b salah haruslah a = b. Dengan demikian jika a b dan b a maka a = b terbukti TEOREMA.8 (a) Jika a R dan a 0 maka > 0 (b) > 0 ( c) Jika n N maka n > 0 0

14 Bukti : (a) Akan dibuktikan a R dan a 0 > 0. Diketahui : a R, a 0 a 0 menurut sifat trikotomi maka (i) a P atau (ii) ( -a) P Untuk (i) a P maka a x a = P Sifat...(ii) Untuk (ii) (-a) P maka (-a).(-a) P Sifat...(ii) (-)a (-)a P M3 (-)(-).a.a P M. a P T..4 a P M3 Dari (i) dan (ii) diperoleh a P Karena a P maka a > 0 Jadi terbukti Jika a R dan a 0 maka > 0 (b) Akan dibuktikan > 0, berdasarkan bagian (a) dengan mengambil a = maka R dan 0 maka > 0, akibatnya T..8. P P = > 0 D.. Jadi ( R) > 0 (c) Akan dibuktikan n N, n > 0. Untuk membuktikannya digunakan induksi matematika (i) Untuk n = benar, maka > 0 T..8 (ii) Dianggap benar untuk n = k atau k > 0 berarti k P., Akan ditunjukkan benar untuk n = k + k > 0 k P D.. > 0 P D.. k, P (k + ) P D.. k + P (k + ) > 0 D.. Dari k P dan P, maka k + P sifat.. Karena (i) dan (ii) dipenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa: n N maka n> 0 merupakan pernyataan benar untuk setiap n bilangan Asli. TEOREMA.9 Misalkan a,b,c,d R (a) Jika a > b mak a + c > b + c (b) Jika a > b dan c > d maka a + c > b + d. (c) (i) Jika a > b dan c > 0 maka cxa > cxb (ii) Jika a > b dan c < 0 maka c x a < c x b

15 (d) (i) Jika a > 0 maka > 0 (ii) Jika a < 0 maka < 0 Bukti : (a) Misalkan a,b,c R Akan ditunjukkan : a > b a + c > b + c a > b berarti a - b P D..3 a + (-b) + c + (-c) P A4 a + c + (-b) + (-c) P ( a + c )+ ((-) b + (-)c) P T..4 (a + c) + ((-) (b + c)) P D (a + c ) ( b + c) P T..4 (a + c) > (b + c) P D..3 Jadi a > b a+ c> b + c A (b) Diketahui: a, b, c, d R, a > b c > d Akan ditunjukkan a > b c > d a + c > b + d a > b a b P D.3 c > d c d P D..3 (a-b), (c-d) P ( a b) + (c- d) P sifat.. (a +(-b)) + (c + (-d) P sifat.. (a + (-).b) + ( c + (-).d) P T..4 (a + (-)(b + c) + (-)d P A (a + c) + (-)b + (-)d P A (a + c) + (-)(b + d) P D (a + c) (b + d) P T..4 (a+ c) > (b + d) P D.3 Jadi jika a > b dan c> d maka a + c > b + d ( c ) (ii) Misalkan a, b, c R Akan ditunjukkan Jika a > b dan c < 0 maka c x a < c x b a > b ( a b) P D.3 c < 0 -c P D. Sehingga -c, (a - b) P (-c) x (a - b) P sifat.. ((-) c) x (a+(-) b) P T..4 (-)ca + (-)c (-)b P D (-)ca +(-) (-)cb P M, M (-ca) + cb P T.4 cb ca P A cb > ca D3 ca < cb

16 Terbukti jika a > b dan c < 0 maka ca < cb (d) Misalkan a P. (i) Diketahui: a P, a > 0 Akan ditunjukkan bahwa: a > 0 > 0. a > 0 a 0 0 Andaikan < 0 a > 0 dan < 0 a x < 0 x T..9 T..5 < 0 M4, T.4 Kontradiksi bahwa > 0 T..8 Jadi pengandaian < 0 salah, haruslah > 0 (ii) Diketahui : a R, a < 0 Akan ditunjukkan bahwa a < 0 < 0 a < 0 a 0 0 Andaikan > 0 a < 0 dan > 0 a x < 0 x T..5 T..9 < 0 M3, T..4 Kontradiksi dengan > 0 T..8 Jadi pengandaian > 0 tidak benar haruslah < 0 TEOREMA..0 Jika a,b R dan a > b maka a > (a + b) > b Bukti : Misalkan a,b R Akan ditunjukkan a > b a > (a + b) > b a > b a + a > a + b T..9 a > b a > a + b a > b a + b > b + b T..9 a > b a + b > b dari (i) dan (ii) a > a + b > b D.3 Karena N maka > 0 akibatnya > 0 T..9 > 0 dana > a + b > b maka diketahui (a) > (a + b) > (b) a > (a + b) > b T..9 M, M4 Sehingga terbukti : a > b a > (a + b) > b 3

17 COROLLARY. (Akibat dari teorema.0) Jika a R dan a > 0 maka a > a > 0 Bukti: a, b R dan a > b a > (a +b) > b T..0 Ambil b = 0, maka 0 R, menurut T..0 berakibat a > 0 a > (a + 0) > 0 substitusi b=0 Berarti a > a > 0 A.3 TEOREMA.. Jika a R sehingga 0 a, R positif murni, maka a = 0 Bukti: Diketahui a R sehingga 0 a Andaikan a 0 a > 0 a > 0 a > a > 0 Ambil 0 = a > 0, karena a > 0 sehingga diperoleh a > 0 a >0 > 0 a > a > 0 Hal ini bertentangan dengan hipotesis yaitu 0 a <, > 0 Dengan demikian pengandaian salah, haruslah a = 0. diketahui T.. diketahui substitusi 0 = a TEOREMA..3 a,b R, Jika ab > 0 maka (i) a > 0 dan b > 0 atau (ii) a < 0 dan b < 0 Bukti : a b > 0 a 0 dan b 0 jika a = 0 b = 0 maka ab = 0 Dari a 0 diperoleh (i) a > 0 atau (ii) a < 0 (sifat trikotomi) Kasus (i): a > 0 > 0 T..9 ab > 0 ab P D.. > 0 P D.., ab P x ab P sifat.. ( x a) x b P M. xb P M4 4

18 b P M3 b > 0 Maka terbukti : a,b R, Jika ab > 0 maka a > 0 dan b > 0 Kasus (ii): a < 0 < 0 T..9 - P D.. D.. ab > 0 ab P D.. -, ab P (- ) x ab P sifat.. (-)( x a) x b P T..4, M (-) x x b P M4 (-) x ( x b) P M (-) x b P M3 -b P T..4 b < 0 D.. Maka terbukti bahwa jika ab > 0 maka a < 0 dan b < 0, a,b R COROLLARY..4 (Akibat teorema.3) a,b R, Jika ab < 0 maka (i) a < 0 dan b > 0 atau, (ii) a > 0 dan b < 0 Bukti : Karena ab < 0 maka a 0 dan b 0 a 0 berarti (i) a > 0 atau a < 0 dan b 0 berarti (ii) b > 0 atau b < 0 Kasus (i) a > 0 > 0 (ab) < 0 (ab) < 0 dan > 0 x (ab) < 0 x T..9 diketahui T..9 ( x a) x b < 0 M, T..4 x b < 0 M4 b < 0 M3 Dengan demikianjika ab < 0 dan a > 0 maka didapat b < 0, a,b R Hal ini menunjukkan bahwa a,b R, jika ab < 0 maka a > 0 dan b < 0 Kasus (ii): a< 0 < 0 T..9 (- )> 0 D.. ab < 0 diketahui ab<0 dan (- ) > 0 (- ) x (ab)<(- ) x 0 T..9 5

19 (- ) x ( x a) x b < 0 M, T..4 (-) x x b < 0 M4 -b < 0 M, M3, T..4 b > 0 D.. Dengan demikian jika ab < 0 dan a < 0 didapat b > 0, a,b R hal ini menunjukkan bahwa a,b R, jika ab < 0 maka a < 0 dan b > 0 Berdasarkan (i) dan (ii) terbukti bahwa: a,b R, Jika ab < 0 maka (i) a < 0 dan b > 0 atau, (ii) a > 0 dan b < 0 x Contoh: Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan <, x R x Penyelesaian : x x R dan < x diketahui x + (-) < + (-) x T..9 x (x + ) < 0 sifat.., A4 (x + ) (x + ) < 0 x x M4 ( ) x ((x + ) (x + ))< 0 x D (x + x ) < 0 x D, T..4 (x ) < 0 x A, A Menurut T..4 jika : (x ) < 0 maka x (). (x - ) < 0 dan > 0 atau x (). (x ) > 0 dan < 0 x Dari (), (x - ) < 0 dan > 0 x 6

20 (x ) < 0 dan x > 0 T..9 x < dan x + > 0 T..5, T..9 x < dan x + + (-) > 0 + (-) T..9 x < dan x + 0 > - A4 x < dan x > - A3 Berarti - < x < D..3 Dari (): (x ) > 0 dan < 0 x (x ) > 0 dan < 0 T..9 x x > dan x + < 0 T..5, T..9 x > dan x + + (-) < 0 + (-) T..9 x > dan x + 0 < - A4 x > dan x < - A3 Tidak ada yang memenuhi, karena tidak ada x R yang lebih dari dan seligus kurang dari sehingga yang memenuhi : - < x < Jadi HP = { x R - < x < }.3. NILAI MUTLAK Sifat trikotomi menjamin bahwa jika ar dan a 0, maka berlaku tepat satu dari a dan a adalah positip. Nilai mutlak dari a 0 didefinisikan sebagai nilai positip dari pasangan {a,-a}. Definisi..4 Jika a R nilai mutlak dari a dinotasikan dengan a dan didefinisikan: a = a, jika a 0 -a, jika a < 0 Contoh: 3 = 3 dan - = -(-) = Dapat dilihat dari definisi bahwa a 0, ar. 7

21 Teorema..5 a. -a = a, ar. b. ab = a b, a, b R. c. jika c > 0, maka a c jika dan hanya jika -c a c. d. - a a a, a R. Bukti: a. (i) a = 0 0 = 0 D..4 = -0 D.., D..4 (ii) a > 0 -a < 0 T..9 a = a D..4 = -(-a) T..9 = -a D,.4 (iii) a < 0 -a > 0, D.. a = -a D..4 = -a D..4 Dari (i), (ii) dan (iii) disimpulkan -a = a b. (i ) a = 0 atau b = 0 ab = 0 T..4 = 0 D..4 = 0 x 0 T..4 = 0 0 D..4 = a b Diketahui (ii). a>0 dan b>0 ab>0 T..9 ab = a.b D..4 = a b D..4 (iii). a>0 dan b<0 ab<0 T.9 ab = -ab D..4 = (-)(ab) T..4 = (-.a)(b) M. = (a.(-))(b) M. 8

22 = (a)((-).b) M. = a(-b) T..4 = a b D..4 (iv). a<0 dan b<0 ab > 0 D., sifat.., T.4. ab = a.b D..4 = a..b M3,M, M = a.(-)(-).b T..9 = (-)a.(-).b M,M = (-a)(-b) T..4 = a b D.., D.4 Dari i, ii, iii, dan iv, disimpulkan bahwa a b = a b c. (i).misalkan c > 0dan a c maka akan ditunjukkan bahwa -c a c. a c () a c dan a 0 0 a c atau D..4, D.3 () a c dan a < 0 a c dan a< 0 T.9 -c a < 0 D.3 Dari () dan () diperoleh -c a < 0 atau 0 a c, berdasarkan definisi gabungan dua himpunan diperoleh -c a c. Jadi: jika c > 0 dan a c maka -c a c. (ii). Misalkan c > 0dan -c a c maka akan ditunjukkan a c. -c a c berdasarkan D.3 dapat ditulis -c a < 0 atau 0 a c, () -c a < 0 dapat ditulis -c a dan a < 0, berdasarkan T..9 -a c dan a < 0 atau () 0 a c berdasarkan definisi.3 dapat ditulis a c dan a 0 Dari () dan () diperoleha c dan a 0 atau a cdan a < 0 maka berdasarkan definisi.4 berarti a c Jadi terbukti jika c > 0 dan -c a c maka a c. Dari (i) dan (ii) disimpulkan bahwa jika c >0, maka a c -c a c. d. Pembuktian teorema.5 (d) siserahkan kepada mahasiswa sebagai latihan. Teorema.6 Ketidaksamaan Segitiga. Untuk sebarang a, b R, berlaku a+b a + b Bukti: Dari teorema.5 (d) diperoleh: - a a a dan - b b b 9

23 Dengan menggunakan teorema.9, sifat distributif dan teorema.4 maka -( a + b ) a + b a + b Sehingga berdasarkan teorema.5 diperoleh: a+b a + b Jadi terbukti bahwa a, b R, berlaku a+b a + b Teorema.7 ( Akibat Teorema.6) Untuk sebarang a,b R, diperoleh: (a). a - b a b (b). a b a + b Bukti: (a). a a + 0 A3 a + { (-b) + b } A4 {a + (-b) } + b A {a + (-b) } + b a b + b T..6, sifat.. sehingga diperoleh : a a b + b a = a + 0 A3 = a + { (-b) + b } A4 ={ a + (-b)} + b a+(-b) + b A, T.6 Sehingga diperoleh: a a+(-b) + b a a+(-b) + b a + (- b) { a - b + b } + ( - b ) T.9, sifat.. a + (- b) a b + { b + ( - b )} A a + (- b) a b + 0. A4, a - b a - b.(*) A3, sifat.. Selanjutnya: b = b + 0 A3 =b + { (-a) + a } A4 = {b + (-a) } + a A b a + a T..6, sifat.. 0

24 sehingga diperoleh : b b a + a b b a + a b + (- a ) { b a + a } + (- a ) T.9 b + ( - a ) b a + { a + ( - a )} A b + ( - a ) b a + 0. A4 b + (- a ) b a A3 b + (- a ) ( a) + b A, sifat.. b + (- a ) -a + ( - (-b) ) T.4 b + (- a ) (-) a + (-) (-b) T.4 b + (- a ) (-)(a + (-b)) D b + (- a ) - a + ( -b) T.5 b + (- a ) a -b T.5, D.4 b + ( - a ) a -b M3 Selanjutnya kedua ruas dikalikan (-), maka (-) ( b - a ) (-) a - b T.9 (-) b + (-)(- a ) (-) a - b D, sifat.. - b + a - a - b T.4 a + (- b ) - a - b A a - b - a - b (**) sifat.. - a - b a - b D.3 Dari (*) dan (**) diperoleh : a - b a b dan - a - b a - b ditulis: - a - b a - b a - b D.3 sehingga berdasarkan teorema.5 diperoleh : a - b a - b Jadi terbukti bahwa jika a - b a b, a,br (b). a, b R, berlaku a+b a + b T.6 b Rmaka (-b) R A3

25 (-b) R dan a+b a + b, substitusi b Rdengan -b diperoleh: a + (-b) a + -b a b a + -b Sifat.. dengan menggunakan teorema.5, yaitu: br, -b = b, maka diperoleh: a b a + b Jadi terbukti bahwa a, br berlaku a b a + b Teorema.8 (Akibat teorema.7) Untuk sebarang a, a, a 3, a n R, n N, a + a + a a n a + a + a a n Bukti: S = {n N / a + a + + a n a + a + + a n} Dengan menggunakan Prinsip Induksi Matematika Misalkan S N yang memiliki sifat-sifat:. S. Jika k S, maka k + S Maka S = N. a a suatu pernyataan benar maka S. Diasumsikan k S benar berarti : a + a + + a k a + a + + a k Akan ditunjukkan bahwa k + S a + a + + a k + a k+ = ( a + a + + a k ) + a k + a + a + + a k + a k + T..6 a + a + + a k + a k + T..6 Diperoleh k + S. Dari prinsip induksi matematika diperoleh bahwa S = N. Jadi : a + a + a a n a + a + a a n, n N Contoh:. Tentukan semua bilangan real x yang memenuhi pertidaksamaan x + 3 < 6

26 Penyelesaian: (i) Penyelesaian dengan menggunakan teorema.5 x R, x + 3 < 6-6 < x + 3 < 6 T (-3) < (x + 3 ) + (-3) < 6 + (-3) A4, T.9-9 < x + ( 3 + (-3) )< 3 + ( 3 + (-3) ) A -9 < x + 0 < A4-9 < x < 3 A3 ( ) (-9) < ( ) (x) < ( ) ( 3 ) M4, T.9-9 < x < 3 M, M3, M4 Jadi semua bilangan real x yang memenuhi pertidaksamaantersebut adalah 9 3 A = { x R - < x < } (ii) Penyelesaian dengan menggunakan definisi Berdasarkan definisi Kemungkinan kemungkinan : (i) dan diketahui keduaruasditambahkan A. A.4 A.3 M.4 3 T.9...(*) M., M.4, sifat.. 3

27 diketahui T..9 A. M.4 MA.3 T..9...(**) M., M.4, sifat.. Dari (*) dan (**) diperoleh dan dan - Sehingga kemungkinan (i) diperoleh dan berdasarkan D.3 diperoleh (ii) dan diketahui kedua ruas ditambahkan 4

28 A. A.4 A.3 M.4 T.9 M., M.4, T.4 sifat.. diketahui T..9 A. M.4 MA.3 T..9 M., M.4, sifat.. dan - - Sehingga kemungkinan (ii) diperoleh dan berdasarkan D.3 diperoleh 5

29 Dari (i) (ii) berdasarkan D.3 diperoleh Jadi semua bilangan real x yang memenuhi pertidaksamaantersebut adalah 9 3 A = { x R - < x < }. Tentukan semua anggotahimpunan B = { x R x + <x } Penyelesaian: Pertama akan diselesaikan pertidaksamaan x + <x yang terdefinisi pada R, Berdasarkan definisi.4 Dan Didapat empat kemungkinan nilai x yang memenuhi: (i) dan dan (ii) dan dan (iii) dan dan (iv) dan dan Bukti : (i) diketahui T..9 A, A A A4 6

30 A3 T.4,D M3 Atau... (*) D.3 diketahui T..9 A A3, A4...(**) A3 diketahui M4 T.9 M M4...(***) M3, T.4 7

31 Dari (*), (**) dan (***) diperoleh - 0 nilai x yang memenuhi dari ketiga penyelesaian tersebut adalah Sehingga merupakan anggota B (ii) diketahui A4 T.9 A A A4 A3 D, T.4 8

32 M, T.4 T.9 M4 T.9 M M4 M3...(*) T.4 diketahui A4 T.9 A A4...(**) A3 diketahui M4 T.9 9

33 M M4...(***) M3, T.4 Dari (*), (**) dan (***) diperoleh, dan, sehingga nilai x yang memenuhi pertidaksamaan tersebut adalah - 0 Dengan demikian merupakan anggota B (iii) diketahui A4 T.4 30

34 T.4 D T.4 T.9 A A4 A3 D M Atau D.3 M4 T.9 M M4...(*) M3, T.4 diketahui M4 T.9 A 3

35 A4...(**) A3 diketahui M4 T.9 M M4...(***) M3, T.4 Dari (*), (**) dan (***) diperoleh, dan, dantidak satupun nilai x yang memenuhi pertidaksamaan tersebut. - 0 (iv) diketahui A3 3

36 T.4 T.9 D T.4 T.9 A A4 A3 D M T.4...(*) T.9 diketahui A4 T.9 A A4... (**) A3 diketahui 33

37 M4 T.9 M M4,... (***) M3, T.4 Dari (*), (**) dan (***) diperoleh nilai x yang memenuhi pertidaksamaan tersebut adalah, sehingga 0 - Dengan demikian merupakan anggota B 34

38 Kesimpulan : Dari (i), (ii), (iii) dan (iv) diperoleh (i) (ii) - (iii) - Dari (i), (ii), (iii) dan (iv), diperoleh x R yang menjadi anggota B adalah atau atau Jadi x R yang menjadi anggota B adalah B = { x R atau }.4. Garis Bilangan Real Secara geometris, sistem bilangan real dapat diintegrasikan sebagai garis bilangan real. Dengan demikian a dapat diartikan sebagai jarak dari a ke 0 dan a b menyatakan jarak antara a dan b. Contoh: Misalkan Jarak diantara a 3 dan b Maka: a b = -3 = -5 = 5 35

39 Jarak diantara a = -3 dan b = atau -3 () dengan garis bilangan real dapat digambarkan sebagai berikut: Dalam pembahasan berikutnya akan dicari bahasa yang tepat untuk menyatakan bahwa satu bilangan real dekat dengan yang lain. Bilangan real dikatakan dekat dengan bilangan real dimaksudkan adalah bahwa jarak adalah kecil Gagasan ini dikenal dengan istilah Neighborhood. Definisi.5: Misalkan dan. () -neighborhood dari adidefinisikan sebagai himpunan V (a) = {x x a <}. Neighborhood dari a dilambangkan dengan V(a). Untuk a x V ( a) ekuivalen dengan pernyataanbahwa x memenuhi kondisi: x a a x a. Ilustrasi pada garis bilangan realnya sebagai berikut, pernyataan bahwa ( ) a a a () Neighborhod dari a adalah sebarang himpunan yang memuat -neighborhood dari a untuk setiap > 0. Jadi -neighborhood dari a atau V (a) adalah himpunan yang simetris pada a. Dua pendefinisian di atas mempunyai tujuan yang sama, tetapi berbeda keluasannya. Teorema.9 36

40 Misal a R, jika x R sedemikian hingga x anggota setiap neighborhood dari a maka x = a. Bukti: Misalkan V(a) adalah sebarang neighborhood dari a. Karena neighborhood dari a selalu memuat suatu -neighborhood dari a, katakanlah V (a) sehingga V (a) V(a), untuk suatu > 0. Karena x termuat di setiap V(a), maka x V (a) unutk setiap > 0. Dan karena x V (a) sedemikian hingga maka: x a <, > 0. 0 x a <, > 0, maka berdasarkan teorema.. Jika a dan 0 a untuk setiap 0, maka a 0.Sehingga berlaku x a = 0 Selanjutnya x a = 0 maka berdasarkan definisi.4 berlaku (i) x a 0 x a = 0 x a = 0 diketahui x + (-a) = 0 sifat.. (-a) + x = 0 A. x = -(-a) + 0 T.. x = -(-a) A.3 x = a (ii) x a < 0 -(x a) = 0 -(x a) = 0 (-)(x + -(a)) = 0 (-)x + (-)(-a) = 0 D T..4 diketahui T..4 -x + a = 0 T..4 a + (-x) = 0 -x = -a T.. (-)(-x) = (-)(-a) (-)(-) x = (-)(-) a T..4 x = a A T..5 M, T..4 37

41 Dengan demikian dari (i) dan (ii) diperoleh x = a. Jadi Misal a R, jika x R sedemikian hingga x anggota setiap neighborhood dari a maka x = a. Contoh:. Misal U = {x/ 0 < x < } Maka U adalah neighborhood yang memuat setiap titik di U. Bukti: Ambil sebarang a U, berarti 0 < x <. Selanjutnya pilih = min {a, a}, maka {a -, a + } U, berarti U adalah neighborhood dari a unutk setiap a U.. Misal I = {x/ 0 x }, maka bukan neighborhood dari 0. Bukti: bukan neighborhood dari 0 berarti jika diberikan > 0 maka x V (0) x. Untuk memperlihatkan hal tersebut, ambil > 0, kemudian pilih x = ( ) sehingga x V (0) akan tetapi x = -( ) I. Jadi I bukan neighborhood dari Jika x V (a) dan y V (b), maka (x + y) V (a + b). Bukti: x V (a) x a < dan y V (b) x b < Dengan ketidaksamaan segitiga diperoleh: (x + y) (a + b) = (x + a) + (y - b) (x - a) + (y - b) + = sehingga (x + y) V (a + b). Jadi jika x dan y anggota berturut-turut -neighborhood dari a, b, maka x + y anggota -neighborhood dari a + b (tetapi tidak cukup -neighborhood dari a + b). Secara khusus, penambahan tidak akan mempertahankan keakuratan urutan tempat desimal, karena 0 -k < 0,5 х 0 (k ) pada satu tempat desimal terbesar akan hilang. 38

42 LATIHAN. Selesaikan persamaan x = x, dengan memberikan alasan pada setiap langkah penyelesaian.. Jika a R, dan a. a = a maka tunjukan bahwa a = 0 atau a = 3. Jika a 0 dan b 0, tunjukan bahwa ab a b 4. Tunjukan bahwa 3 dan 6 bukan bilangan rasional (Gunakan argumen pada pembuktian teorema.6 5. Jika x dan y bilangan irasional, apakah x + y dan xy juga irasional 6. Tunjukan bahwa jika 0 < a< b maka (i) a < ab < b dan (ii) 0 < < b a 7. Misalkan a R. tunjukkan bahwa: a. a = a b. a = a 8. Tentukan semua x R yang memenuhi pertidaksamaan berikut : a. x + > x + b. x + x + < 9. Jika a, b R, tunjukkan bahwa a + b = a + b jika dan hanya jika ab Tentukan dan sketsakan himpunan pasangan terurut (x,y) R x R, yang memenuhi : a. xy = b. xy 39

43 BAB II SIFAT KELENGKAPAN PADA BILANGAN REAL.. SUPRIMUM DAN INFIMUM Padababiniakandibahaslebihjauhmengenaisifatsifataljabardanketerurutanpadasistembilangan real. Definisi.. Misalkan S R, (i) u R dikatakan batas atas dari S bila s u, s S. (ii) w R dikatakan batas bawah dari S bila w s, s S. Berdasarkan definsi., jika S R mempunyai batas atas maka akan ada batas atas lain yang takhingga banyaknya, sebab jika ur batas atas S maka ada vr sehingga u v juga merupakan batas atas S. Begitu pula jika T R mempunyai batas bawah maka akan ada batas bawah lain yang takhingga banyaknya, sebab jika a R batas bawah T maka ada b R sehingga b a juga merupakan batas bawah T. S Gambar. Batas Atas dari S u v Selain itu terdapat himpunan yang mempunyai batas atas, tetapi tidak mempunyai batas bawah, dan sebaliknya terdapat himpunan yang mempunyai batas bawah tetapi tidak mempunyai batas atas. Misal: S = { x R x 0 } adalah himpunan yang mempunyai batas bawah tetapi tidak mempunyai batas atas. S = { x R x } adalah himpunan yang mempunyai batas atas tetapi tidak mempunyai batas bawah. Catatan : Misalkan T R, maka : 40

44 () T dikatakan terbatas di atas bila T mempunyai batas atas. () T dikatakan terbatas di bawah bila T mempunyai batas bawah. (3) T dikatakan terbatas bila T mempunyai batas atas dan batas bawah (4) Jika T tidak mempunyai batas atas atau batas bawah maka T dikatakan tidak terbatas Contoh :. S = { x R x } adalah himpunan terbatas dibawah sebab mempunyai batas bawah x, x R. S = { x R x -4 } adalah himpunan terbatas di atas sebab mempunyai batas atas x -4, x R 3. S 3 = { x R 3 x 4 } adalah himpunan terbatas, sebab mempunyai batas bawah x 3, x R dan batas atas x 4, x R 4. S 4= R (himpunan bilangan real) adalah himpunan tak terbatas karena tidak mempunyai batas bawah maupun batas atas atau sebagai batas atas dan batas bawah. Buktinya diserahkan mahasiswa sebagai latihan 5. S 5= adalah himpunan terbatas sebab setiap bilangan real merupakan batas bawah dan batas atas dari. Bukti: Misalkan S =. Ambil sembarang r R batas bawah dari S. Andaikan r bukan batas bawah dari S, berarti s S, s r. Hal ini bertentangan dengan S =. Jadi pengandaian salah, haruslah r merupakan batas bawah dari S. Karena r sembarang maka setiap r R adalah batas bawah dari. (Setiap bilangan real merupakan batas atas dari, pembuktiannya analog ). Definisi.. Misalkan S R (i) Jika S terbatas diatas, maka suatu batas atas dari S disebut supremum (batas atas terkecil ) dari S apabila batas atas tersebut lebih kecil dari semua batas atas yang lain dari S. 4

45 (ii) Jika S terbatas di bawah, maka suatu batas bawah dari S disebut infimum (batas bawah terbesar) dari S apabila batas bawah tersebut lebih besar dari semua batas bawah yang lain dari S. Definisi. tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut:. u R adalah supremum dari S R bila memenuhi dua syarat yaitu : (i) s u, s S; (ii) s v, s S u v.. w R adalah infimum dari S R bila memenuhi dua syarat, yaitu : (i) s w, s S. (ii) s v, s S w v. Definisi. dapat diilustrasikan secara geometri sebagaiberikut : S Inf. S Sup. S (batas bawah S) (batas atas S) Gambar. Inf. S dan Sup. S Selanjutnya supremum dari S dinotasikan dengan sup S dan infimum dari S dinotasikan dengan inf S. Lema..S R paling banyak mempunyai satu supremum atau satu infimum saja. Bukti : S R, misalkan u dan u adalah batas bawah dari S, u, u keduanya adalah infimum Dari S, akan ditunjukkan u = u. 4

46 u = inf S u batas bawah untuk S dan u = inf S u u... (i) u = inf S u batas bawah untuk S dan u = inf S u u... (ii) Dari (i) dan (ii), berdasarkan Teorema.7, u u, u u u = u. Jadi S mempunyai paling banyak satu infimum. (Pembuktian untuk suprimum S analog). Lemma.. Suatu himpunan S, S R, u R batas atas dari S, u = sup S 0, s S, u - s. Bukti : () Misalkan v batas atas S, dengan v u. Asumsikan v u. Pilih = u v 0, maka s S, u - s. Dari sini diperoleh u ( u v ) = v s yang berarti v bukan batas atas S. Ini kontradiksi dengan v batas atas S. Jadi haruslah v u atau u v yang berarti u batas atas terkecil S sehingga u = sup S. Jadi 0, s S u - s u = sup S () Misalkan u = sup S. Ambil sembarang 0. Karena u = sup S maka u - u bukan batas atas S. Karena u - bukan batas atas S maka s S, u - s. Jadi u = sup S 0, s S u - s. Dengan demikian : S, S R, u R batas atas dari S, u = sup S 0, s S u - s. Ilustrasi secara geometri lema., terlihat pada gambar.3 berikut ini. u- s u Gambar.3 u = Sup. S 43

47 Catatan: Supremum dari suatu himpunan tidak selalu merupakan elemen dari himpunan tersebut. Hal ini tergantung dari himpunan yang diberikan. Berikut ini akan diberikan beberapa contoh Contoh: (a) Jika S mempuyai elemen berhingga maka dapat ditunjukkan bahwa S mempu-nyai sebuah elemen terbesar u dan sebuah elemen terkecil w, ataudengan kata lain u = sup S dan w = inf S dan keduanya yaitu u dan w elemen S. (b) JikadiberikanhimpunanS = { x R 0 x }, maka himpunan ini mempunyai supremum, dan infimum 0 yang keduanya termuat dalam S.Berikut akan dibuktikan bahwa adalah supremum dari S. Jika v maka terdapat elemen s' S sehingga v s'. Jadi v bukan batas atas dari S dan karena v sebarang bilangan yang lebih kecil dari, maka disimpulkan bahwa sup S =. Dengan cara yang sama dapat ditunjukkan pula bahwa 0 adalah infimum dari S. Dengan demikian, baik supremum maupun infimum dari S termuat di dalam S. (c) S 3 = { x R 0 x } Himpunan ini mempunyai supremum, dan infimum 0 yang keduanya tidak termuat dalam S. (d) Setiap elemen pada bilangan real R adalah batas atas sekaligus batas bawah dari. Jadi tidak mempunyai suprimum dan infimum... SIFAT SUPRIMUM DAN INFIMUM DARI R (i) ( S R, S, u R, u s, s S ) S mempunyai Suprimum. (ii) ( S R, S, u R, u s, s S ) S mempunyai Infimum. Contoh (a) Misalkan S R; S. S terbatas di atas, untuk a R didefinisikan 44

48 a + S = { a + x x S }, maka sup ( a + S ) = a + sup S. Bukti : Misalkan u R, S R, u = sup S u x, x S. a R a + u a + x, xs. Ini berarti a + u batas atas dari a + S. Akibatnya sup (a + S) a + u atau Sup (a + S) a + sup S. Misalkan v R, v batas atas dari a + S a + x v, x S. a + x v x v a, xs. Akibatnya u = sup S v a, sebab a + u v, dan v a adalah batas atas dari S. v a batas atas S, u = sup S u v a a + u v. a + u batas atas S v batas atas (a + S) sup (a + S) = a + u = a + sup S. a + u v Jadi S R, S, S terbatas di atas, a R, didefinisikan a + S = { a + x x S } sup ( a + S ) = a + sup S. Terbukti. (b) Andaikan f dan g adalah fungsi bernilai real dengan domain yang sama, yaitu D R. Misalkan f(d) = { f(x) x D } dan g(d) = {g(x) x D} adalah himpunan - himpunan terbatas dalam R, maka : (i) f(x) g(x), x D sup f(d) sup g (D). (ii) f(x) g(y), x,y D sup f(d) inf g(d). Bukti : Asumsikan f(d) dan g(d). (i) Diketahui g(d) dan f(d) himpunan terbatas di R, berarti f(d) dan g(d) mempunyai suprimum dan infimum (.4.5 ). g terbatas di atas g(x) sup g(d), x D. g(x) sup g(d),x D, f(x) g(x), x D f(x) sup g(d), x D. Akibatnya sup g(d) merupakan batas atas f(d). Sup g(d) batas atas f(d), f(d) terbatas di atas sup f(d) sup g(d) Jadi f(x) g(x), x D sup f(d) sup g (D). Terbukti. 45

49 (ii) Dari f(x) g(y), x,y D, berarti f(x) adalah batas bawah dari g(d). Akibatnya f(x) inf g(d). Karena f(x) inf g(d), xd berarti inf g(d) adalah salah satu batas atas dari f(d). Hal ini berarti sup f(d) inf g(d). Jadi f(x) g(y), x,y D sup f(d) inf g(d). Terbukti..3. SIFAT ARCHIMEDES PADA R Suatu bilangan asli N, terbatas di bawah yaitu, tetapi tidak terbatas di atas. Ini berarti jika diberikan sembarang bilangan real x, maka terdapat n N sehingga x n. Teorema..3. Sifat Archimedes x R n x N, x n x. Bukti: Ambil sembarang x R. Andaikan x merupakan batas atas dari N, menurut sifat suprimum, N mempunyai suprimum u R. Karena u - u. Menurut lemma. berarti m N, u - m akibatnya u m +. Karena mn, maka m + N. Ini bertentangan dengan u batas atas N. Jadi pengandaian salah. Dengan demikian N tidak mempunyai batas atas. Jadi x R n x N, x n x. Torema..4 (akibat teorema.3) Jika y dan z adalah bilangan real positif murni, maka : (a) n N, z ny (b) n N, 0 y (c) (c) n N, n z n. 46

50 Bukti : (a) Karena x = 0, n N, = x n, dan didapat z ny. (b) Berdasarkan bukti pada (a), kita ambil z = maka didapat ny, sehingga diperoleh y dan n N. Dengan demikian terbukti bahwa n N, 0 y (c) Ambil himpunan { m N z m } N tidak kosong. Misalkan n unsur terkecil dan { m N z m }, maka n z n..4. EKSISTENSI Pentingnya Sifat Archimides karena sifat tersebut dapat menjamin eksistensi bilangan-bilangan real terhadap suatu hipotesis tertentu. Berikut ini akan diberikan ilustrasi yang disertai dengan bukti akan eksistensi (adanya) bilangan real x sehingga = yang tertuang dalam teorema berikut. Teorema..5 x R + x = Bukti : Misalkan S = { s R 0 s, s }, maka S. Dengan demikian S dan S juga terbatas di atas oleh. Jika t, maka t 4, sehingga t S, berdasarkan sifat suprimum maka himpunan S mempunyai suprimum dalam R. Misalkan x = sup Sdan x R + akan dibuktikan bahwa x =. Jika x maka ada dua kemungkinan yaitu (i) x atau (ii) x (i) andaikan x Kita tunjukkan hal ini akan kontradiksi dengan pernyataan x adalah batas dari S. 47

51 x R + x + 0 dan x - x 0 0 Dengan sifat Archimedes ( Teorema..4 (b) ) didapat n N, (x ) ( - x ) x + n(x ) Karena : x (x + ) = x + n n = x + (x + ) x + (x + ) x + ( - x ) = Jadi (x + ) S Karena x x + dan (x + ) S, maka x bukanlah batas atas S dan x bukan suprimum S. Oleh karena itu tidak mungkin x (ii) Andaikan x Akan ditunjukkan bahwa sebuah batas atas dari S, lebih kecil dari x yang kontradiksi dengan suprimum dari S. Karena x x - 0 Ambil m N, Bentuk formula : x x x x 0 48

52 x ( x - ) = x - m x + ( ) x - x + ( - x ) = m Jadi (x - ) batas atas dari S Karena x x -, maka terjadi kontradiksi dengan x = sup S. Dengan demikian x tidak mungkin, Karena x dan x tidak mungkin maka haruslah x = Dengan memodifikasi argumen di atas, pembaca dapat menunjukkan bahwa jika a 0, maka terdapat dengan tunggal bilangan b 0 sehingga b a. Selanjutnya bilangan b dinamakan akar kuadrat positif dari a dan dinotasikan dengan / b a atau b a...5. KEPADATAN BILANGAN RASIONAL DALAM R Teorema berikut menunjukkan bahwa bilangan rasional adalah Padat, artinyabahwadiantaraduabilangan real yang berbedadapatditentukanbilanganrasional yang banyaknyatakberhingga. Teorema..6. Kepadatan Bilangan Rasional : (x,y R) x y r Q x r y Bukti : Misalkan x,y R dengan x y Tanpa mengurangi keumuman diasumsikan x 0, dengan sifat Archimedes, n N, n untuk suatu n. Karenanyadiperoleh (ny nx)... () Dengan menggunakan Teorema..4 (c) untuknx 0 diperoleh : m N (m-) nx m. Ketidaksamaan terakhir ini dapat dipecah menjadidua, yaitu (m-) nx atau (m-nx)... () 49

53 dan nx m.... (3) Berdasarkan ketidaksamaan () dan () diperoleh (m-n) (ny-nx), berarti : m ny... (4) Dari ketidaksamaan (3) dan (4) diperoleh nx m ny atau x y Jadidiantarax,y Q ada = r Dengandemikianterbuktibahwa(x,y R) x y r Q x r y Teorma.. 7 (akibatteorema.6) (x,y R) x y r bilangan irrasional x z y r R Q Bukti : Dengan menggunakan teorema kepadatan (teorema.5) pada bilangan real dan sehingga diperoleh bilangan rasional r 0. r Q, r 0 r akibatnya x r y Dengan demikian z = r adalah bilangan irrasional dan memenuhi x z y. LATIHAN. Misal S = { n N } tentukan Sup S dan Inf S. Tunjukkan secara detail bahwa himpunan S = { x R x 0 } mempunyai batas atas tetapi tidak mempunyai batas bawah. 3. Tunjukkan bahwa suatu himpunan berhingga S R dan S memuat suprimum dan infimumnya. 4. Jika S R memuat batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut adalah Sup S 5. Misal S R, S dan S terbatas 50

54 (a) Andaikan a 0 dan as = { as s S } buktikan bahwa : (i) (as) = a Inf S (ii) Sup (as) = a Sup S (b) Andaikan b 0 dan bs = { bs s S } buktikan bahwa : (i) (bs) = b Inf S (ii) 6. Misalkan Sup (bs) = b Sup S. A = ( ) n n : n N, B = n : n N, n Dari kedua himpunan tersebut, tentukan batas bawah dan batas atas dan carilah supremum dan infimumnya jika ada dari kedua himpunan tersebut. 7. Misalkan S = { x : x 0}. Tunjukkan bahwa himpunan S mempunyai batas atas, tetapi tidak batas bawah, dan tunjukkan pula bahwa SupS = Misalkan S 3 = {/n : n N}. Tunjukkan bahwa sup S3 dan inf S3 0. 5

55 BAB III INTERVAL, TITIK TIMBUN DAN DESIMAL 3.. I N T E R V A L 3.. Interval Suatu himpunan disebut terbatas, jika himpunan tersebut mempunyai batas bawah dan batas atas. Jika tidak demikian, maka himpunan tersebut dikatakan tidak terbatas. Suatu interval dapat dipandang sebagai himpunan titik-titik di garis real (R) 3.. Interval Terbatas Jika diberikan dengan, maka interval terbuka yang ditentukan oleh a dan b adalah himpunan yang didefinisikan: Titik dan disebut titik ujung (endpoints) interval. Titik ujung tidak termuat dalam interval terbuka. Jika kedua titik ujung digabungkan ke dalam interval terbukanya, maka disebut interval tertutup, yaitu himpunan yang didefinisikan : Interval setengah terbuka atau setengah tertutup adalah interval yang memuat salah satu titik ujungnya. Gabungan interval terbuka dengan titik ujung, ditulis didefinisikan : [ a,b) = { x R a x < b } Gabungan interval terbuka dengan titik ujung, ditulis didefinisikan : (a,b] ={ x R a < x b } Masing-masing interval tersebut terbatas dan mempunyai panjang (length) yang didefinsikan dengan. Jika, maka interval terbukanya berkorespondensi dengan himpunan kosong dan interval tertutupnya berkorespondensi dengan himpunan singleton 3..3 Interval Tak Terbatas 5

56 Berikut ini diberikan lima jenis interval tidak terbatas, dengan simbol (atau ) dan digunakan sebagai simbol titik ujungnya yang tak berhingga. Interval terbuka takterbatas didefinisikansebagai himpunan dengan bentuk dan Himpunan pertama tidak mempunyai batas atas dan yang kedua tidak mempunyai batas bawah. Himpunan a,sering juga disebut dengan sinar terbuka (open a ray). Interval tertutup tak terbatas, didefinisikansebagai himpunan dengan bentuk: dan Himpunan sering disebut dengan sinar tertutup (close a ray). Himpunan dapat disajikan dalam bentuk interval dan dituliskan. Perhatikan bahwa dan bukan elemen dan dalam hal ini tidak ada titik ujungnya. Untuk interval tak terbatas digunakan lambang - dan, yang disepakati hanya sebagai notasi dan keduanya bukan anggota R. Dan untuk interval satuan dinotasikan dengan I = [ 0,] = { x R, 0 x } Interval Bersarang Suatu barisan interval In, untuk setiap n N disebut bersarang (terlihat pada gambar 3.) jika II I 3.I n I n+ I I3 I5 53

57 I4 I Gambar. 3. Contoh : Jika I n = [ 0, n ] untuk setiap n N, buktikanlah bahwa n I n = { 0 } Karena I n = [ 0, n ] maka I n I n+ untuk setiap n N Mengingat bahwa I n I n+ untuk setiap nn, maka I n merupakan interval bersarang. Perhatikan ilustrasi berikut: I I I3 I 6 I0 [--- [--- [---- [----- [----- [ [ [ [ ] Gambar. 3. Dari gambar terlihat bahwa 0I n untuk setiap n N dan 0 disebut titik sekutu (common point). Dengan demikian I n = { 0 } n Bukti : n I n, sebab In, nn merupakan interval tutup. Dalam hal ini 0I n, n N. Dengan menggunakan sifat Archimedes dapat ditunjukkan bahwa hanya 0 yang merupakan unsur dari In, nn. Atau n I n = { 0 } 54

58 Contoh : Bila Jn = ( 0, n ) untuk setiap nn, buktikan bahwa Jn interval bersarang yang tidak memiliki titik sekutu (Common Point). Karena J n = ( 0, n ) maka J n J n+ untuk setiap n N Mengingat bahwa J n J n+ untuk setiap nn, maka barisan ini membentuk interval bersarang. Perhatikan ilustrasi berikut: I I I3 I 6 I0 (--- [--- [---- [----- [----- [ [ [ [ ) Gambar. 3.3 Dari gambar terlihat bahwa J n suatu interval bersarang dan 0 J nuntuk setiap n N. Dengan demikian J n tidak memiliki titik sekutu atau dan 0 disebut titik sekutu (common point), atau Bukti : n J n= Bukti secara formal diberikan kepada mahasiswa sebagai latihan. Beberapa hal yang perlu mahasiswa ketahui sebagai petunjuk dalam membuktikan adalah: Andaikan J n maka ada x J n, nn x n n J n Selanjutnya gunakan sifat Archimedes seperti contoh, yang pada akhirnya nanti akan terjadi kontradiksi dan dengan demikian terbukti bahwa n J n Sifat Interval Bersarang 55

59 Jika I n = [ an, bn ], nn adalah barisan interval bersarang dari intervalinterval tutup, maka : a. Ada suatu bilangan R sedemikian hingga I n, nn b. Jika panjang interval I n = bn - andengan inf { bn- an, nn }= 0, maka titik sekutu adalah tunggal. Sifat interval bersarang diilustrasi pada gambar berikut. I I I3 In+ [ [ [ [ ] ] ] ] a a an an+ (an- bn)bn+ bn b b Gambar 3.5 Dari gambar terlihat bahwa : a a an an+. bn+ bn b bdan I n Bukti : a. Karena I n, nn adalah interval bersarang, maka I ni nn, dan karena I ni maka a n b, nn, sehingga himpunan { a n nn} tak kosong terbatas di atas. Karena { a n nn} dan terbatas di atas, maka menurut sifat suprimum dan infimum himpunan { a n nn} mempunyai suprimum. Misalkan = sup { a n nn}. Karena = sup { a n nn}, maka a n ( nn) nn, b n adalah batas atas dari himpunan { a n nn}, maka kita peroleh: (i) (ii) Jika n k, maka I n I k dan akibatnya a k b k b n Jika n k maka I k I n dan akibatnya a k a n b n, seperti terlihap pada gambar berikut. I k 56

60 I n [ [ ] ] a k a n b n b k Gambar 3.6 Jika n k maka I k I n Jadi untuk kedua kasus di atas dapat kita simpulkan bahwa a k b n, k sehingga b n batas atas dari himpunan {a n nn}. Oleh karena itu b n ( nn), dan karena a n b n ( nn), maka I n ( nn). Dengan demikian telah terbukti jika I n = [a n, b n], nn adalah barisan interval bersarang dari interval-interval tutup, maka ada suatu bilangan R sedemikian hingga I n, nn b. Karena I n = [ a n, b n ], nn adalah barisan interval bersarang dari interval-interval tutup, maka I n I nn dan akibatnya bn a ( nn) sehingga himpunan {b n nn} terbatas di bawah. Karena himpunan {annn} terbatas di bawah maka himpunan tersebut mempunyai infimum. Misalkan = inf { b n nn}. Jika = inf {bnnn} maka dengan analog yang sama, kita peroleh an ( nn), dan oleh karena itu. Sehingga x I n ( nn) jika dan hanya jika x. Selanjutnya misalkan Inf {bn - an nn} = 0, maka untuk sembarang 0, terdapat n N sedemikian hingga 0 - b n a Berdasarkan teorema..9 didapat bahwa - = 0 atau = adalah satu-satunya unsur dalam I n ( nn) n 57

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351) II. SISTEM BILANGAN RIIL Handout Analisis Riil I (PAM 351) Sifat Aljabar (Aksioma Lapangan) dari Bilangan Riil Bagian ini akan membicarakan struktur aljabar bilangan riil dengan terlebih dahulu memberikan

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI 1 SISTEM BILANGAN REAL 1 1.1 Sifat Aljabar Bilangan Real..................... 1 1.2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6 1.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real............

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. August 18, Dosen FMIPA - ITB

ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. August 18, Dosen FMIPA - ITB (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 18, 2011 Kita telah mencatat sebelumnya bahwa supremum dan infimum suatu himpunan tidak harus merupakan anggota himpunan

Lebih terperinci

1 Preliminaries The Algebra of Sets... 3

1 Preliminaries The Algebra of Sets... 3 Contents 1 Preliminaries 3 1.1 The Algebra of Sets............................ 3 2 Bilangan Riil 5 2.1 Sifat-sifat Aljabar dari R......................... 5 2.1.1 Sifat Aljabar dari R........................

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL 1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Bilangan real sudah dikenal dengan baik sejak masih di sekolah menengah, bahkan sejak dari sekolah dasar. Namun untuk memulai mempelajari materi pada BAB ini anggaplah diri kita belum tahu apa-apa tentang

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang Pertemuan 2. BAHAN AJAR ANALISIS REAL Matematika STKIP Tuanku Tambusai Bangkinang 0. Bilangan Real 0. Bilangan Real sebagai bentuk desimal Pada pembahasan berikutnya kita diasumsikan telah mengetahui dengan

Lebih terperinci

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret

BAGIAN PERTAMA. Bilangan Real, Barisan, Deret BAGIAN PERTAMA Bilangan Real, Barisan, Deret 2 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 3 0. BILANGAN REAL 0. Bilangan Real sebagai Bentuk Desimal Dalam buku ini pembaca diasumsikan telah mengenal dengan

Lebih terperinci

Pengantar : Induksi Matematika

Pengantar : Induksi Matematika Pengantar : Induksi Matematika Analisis Real /2 SKS/ Ega Gradini, M.Sc Induksi Matematika adalah cara standar dalam membuktikan bahwa sebuah pernyataan tertentu berlaku untuk setiap bilangan asli. Pembuktian

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Real

Sistem Bilangan Real TUGAS I ANALISIS REAL I Sistem Bilangan Real Tugas 1 Analisis Real I Disusun oleh : Nariswari Setya D. Kartini Marvina Puspito M0108022 M0108050 M0108056 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real 5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real Sifat aljabar dan sifat urutan bilangan real telah dibahas sebelumnya. Selanjutnya, akan dijelaskan sifat kelengkapan bilangan real. Bilangan rasional ℚ juga memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN KALKULUS

BAB 1. PENDAHULUAN KALKULUS BAB. PENDAHULUAN KALKULUS (Himpunan,selang, pertaksamaan, dan nilai mutlak) Pembicaraan kalkulus didasarkan pada sistem bilangan nyata. Sebagaimana kita ketahui sistem bilangan nyata dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI SISTEM BILANGAN REAL. Sifat Aljabar Bilangan Real......................2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real.............4 Supremum

Lebih terperinci

Coba amati apakah sifat ini mempunyai signifikansi dalam sistem bilangan real.

Coba amati apakah sifat ini mempunyai signifikansi dalam sistem bilangan real. TUGAS ANREAL BAB Dosen: Julan HERNADI SELESAIKAN SOAL-SOAL BERIKUT SEKUAT KEMAMPUAN YANG ANDA MI- LIKI. WALAUPUN DALAM KETERBATASAN INTELIGENSI, COBALAH BERUSAHA LEBIH KERAS DALAM BELAJAR.. Jelaskan peran

Lebih terperinci

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN

KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KONSTRUKSI SISTEM BILANGAN KEVIN MANDIRA LIMANTA 1. Konstruksi Aljabar 1.1. Bilangan Natural. Himpunan bilangan paling primitif adalah bilangan natural N, yang dicacah dengan aturan sebagai berikut: (1)

Lebih terperinci

MA5032 ANALISIS REAL

MA5032 ANALISIS REAL (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 16, 2011 Pada bab ini anda diasumsikan telah mengenal dengan cukup baik bilangan asli, bilangan bulat, dan bilangan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada BAB II DASAR TEORI Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan konsep dasar untuk mempelajari Fungsi

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Real. Pendahuluan

Sistem Bilangan Real. Pendahuluan Sistem Bilangan Real Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan real dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan real adalah himpunan bilangan real yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

03/08/2015. Sistem Bilangan Riil. Simbol-Simbol dalam Matematikaa

03/08/2015. Sistem Bilangan Riil. Simbol-Simbol dalam Matematikaa 0/08/015 Sistem Bilangan Riil Simbol-Simbol dalam Matematikaa 1 0/08/015 Simbol-Simbol dalam Matematikaa Simbol-Simbol dalam Matematikaa 4 0/08/015 Simbol-Simbol dalam Matematikaa 5 Sistem bilangan N :

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 2.2 Sistem Bilangan Real sebagai Lapangan Terurut Operasi Aritmetika. Sifat-sifat dasar urutan dan aritmetika dari Sistem Bilangan

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Riil. Pendahuluan

Sistem Bilangan Riil. Pendahuluan Sistem Bilangan Riil Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan riil dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan riil adalah himpunan bilangan riil yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

BAB VI BILANGAN REAL

BAB VI BILANGAN REAL BAB VI BILANGAN REAL PENDAHULUAN Perluasan dari bilangan cacah ke bilangan bulat telah dibicarakan. Dalam himpunan bilangan bulat, pembagian tidak selalu mempunyai penyelesaian, misalkan 3 : 11. Timbul

Lebih terperinci

BAB IV PERTIDAKSAMAAN. 1. Pertidaksamaan Kuadrat 2. Pertidaksamaan Bentuk Pecahan 3. Pertidaksamaan Bentuk Akar 4. Pertidaksamaan Nilai Mutlak

BAB IV PERTIDAKSAMAAN. 1. Pertidaksamaan Kuadrat 2. Pertidaksamaan Bentuk Pecahan 3. Pertidaksamaan Bentuk Akar 4. Pertidaksamaan Nilai Mutlak BAB IV PERTIDAKSAMAAN 1. Pertidaksamaan Kuadrat. Pertidaksamaan Bentuk Pecahan 3. Pertidaksamaan Bentuk Akar 4. Pertidaksamaan Nilai Mutlak 86 LEMBAR KERJA SISWA 1 Mata Pelajaran : Matematika Uraian Materi

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

1 SISTEM BILANGAN REAL

1 SISTEM BILANGAN REAL Pertemuan Standar kompetensi: mahasiswa memahami cara membangun sistem bilangan real, aturan dan sifat-sifat dasarnya. Kompetensi dasar Memahami aksioma atau sifat aljabar bilangan real Memahami fakta-fakta

Lebih terperinci

F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR F. RANCANGAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR No. (TIU) : 1. Pendahuluan Mahasiswa dapat memahami pengertian dan konsep himpunan, fungsi dan induksi matematik, mampu menerapkannya dalam penyelesaian soal dan

Lebih terperinci

Relasi, Fungsi, dan Transformasi

Relasi, Fungsi, dan Transformasi Modul 1 Relasi, Fungsi, dan Transformasi Drs. Ame Rasmedi S. Dr. Darhim, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini merupakan modul pertama pada mata kuliah Geometri Transformasi. Modul ini akan membahas pengertian

Lebih terperinci

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan

MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016. Hendra Gunawan MA5031 Analisis Real Lanjut Semester I, Tahun 2015/2016 Hendra Gunawan 3. Topologi Garis Bilangan Real 3.1 Teori Limit Limit, supremum, dan infimum Titik limit 3.2 Himpunan Buka dan Himpunan Tutup 3.3

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan, kekonvergenan

Lebih terperinci

BAB I PERTIDAKSAMAAN RASIONAL, IRASIONAL & MUTLAK

BAB I PERTIDAKSAMAAN RASIONAL, IRASIONAL & MUTLAK Matematika Peminatan SMA kelas X Kurikulum 2013 BAB I PERTIDAKSAMAAN RASIONAL, IRASIONAL & MUTLAK I. Pertidaksamaan Rasional (Bentuk Pecahan) A. Pengertian Secara umum, terdapat empat macam bentuk umum

Lebih terperinci

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum

SEKILAS TENTANG KONSEP. dengan grup faktor, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya sebelum Bab I. Sekilas Tentang Konsep Dasar Grup antonius cp 2 1. Tertutup, yakni jika diambil sebarang dua elemen dalam G maka hasil operasinya juga akan merupakan elemen G dan hasil tersebut adalah tunggal.

Lebih terperinci

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan

PENGERTIAN RING. A. Pendahuluan Pertemuan 13 PENGERTIAN RING A. Pendahuluan Target yang diharapkan dalam pertemuan ke 13 ini (pertemuan pertama tentang teori ring) adalah mahasiswa dapat : a. membedakan suatu struktur aljabar merupakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351)

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351) I. Aljabar Himpunan Aljabar Himpunan Dalam bab ini kita akan menyajikan latar belakang yang diperlukan untuk mempelajari analisis riil. Dua alat utama analisis riil, yakni aljabar himpunan dan fungsi,

Lebih terperinci

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT. Pendahuluan Well-Ordering Principle Jika S himpunan bagian dari himpunan bilangan bulat positif yang tidak kosong, maka S memiliki sebuah unsur terkecil. Unsur

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1. Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan

ANALISIS REAL 1. Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan ANALISIS REAL 1 Perkuliahan ini dimaksudkan memberikan kemampuan pada mahasiswa agar dapat memahami pernyataan-pernyataan matematika secara baik dan benar, berpikir secara logis, kritis dan sistematis,

Lebih terperinci

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun MA3231 Pengantar Analisis Real Semester II, Tahun 2016-2017 Hendra Gunawan, Ph.D. Tentang Mata Kuliah MA3231 Mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa program studi S1 Matematika, dengan

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

Himpunan dari Bilangan-Bilangan

Himpunan dari Bilangan-Bilangan Program Studi Pendidikan Matematika STKIP YPM Bangko October 22, 2014 1 Khususnya dalam analisis, maka yang teristimewa penting adalah himpunan dari bilangan-bilangan riil, yang dinyatakan dengan R. Himpunan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun dari berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih

Mata Pelajaran Wajib. Disusun Oleh: Ngapiningsih Mata Pelajaran Wajib Disusun Oleh: Ngapiningsih Disklaimer Daftar isi Disklaimer Powerpoint pembelajaran ini dibuat sebagai alternatif guna membantu Bapak/Ibu Guru melaksanakan pembelajaran. Materi powerpoint

Lebih terperinci

MA5032 ANALISIS REAL

MA5032 ANALISIS REAL (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. August 17, 2011 Zeno, seorang filsuf dan matematikawan Yunani Kuno (490-435 SM), mengemukakan sebuah paradoks tentang suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bilangan Bulat, Bilangan Rasional, dan Bilangan Real. dengan huruf kecil. Sebagai contoh anggota himpunan A ditulis ;

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bilangan Bulat, Bilangan Rasional, dan Bilangan Real. dengan huruf kecil. Sebagai contoh anggota himpunan A ditulis ; 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bilangan Bulat, Bilangan Rasional, dan Bilangan Real Himpunan dinyatakan dengan huruf kapital dan anggota himpunan dinyatakan dengan huruf kecil. Sebagai contoh anggota himpunan

Lebih terperinci

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 PENGANTAR TOPOLOGI EDISI PERTAMA Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015 by Matematika Sains 2012 UIN SGD, Copyright 2015 BAB 0. HIMPUNAN, RELASI, FUNGSI,

Lebih terperinci

Pengantar Analisis Real

Pengantar Analisis Real Modul Pengantar Analisis Real Dr Endang Cahya, MA, MSi P PENDAHULUAN ada Modul ini disajikan beberapa topik pengantar mata kuliah Analisis Real, yang terbagi dalam beberapa kegiatan belajar yang harus

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR: RING

STRUKTUR ALJABAR: RING STRUKTUR ALJABAR: RING BAHAN AJAR Oleh: Rippi Maya Program Studi Magister Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) SILIWANGI - Bandung 2016 1 Pada grup telah dipelajari

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT May 26, 203 A Lecture Note Acknowledgement of Sources For all ideas taken from other sources (books, articles, internet), the source of the ideas is mentioned in the

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Riil

Sistem Bilangan Riil Sistem Bilangan Riil Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan riil dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan riil adalah himpunan bilangan riil yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat

Lebih terperinci

PERSAMAAN KUADRAT. Persamaan. Sistem Persamaan Linear

PERSAMAAN KUADRAT. Persamaan. Sistem Persamaan Linear Persamaan Sistem Persamaan Linear PENGERTIAN Definisi Persamaan kuadrat adalah kalimat matematika terbuka yang memuat hubungan sama dengan yang pangkat tertinggi dari variabelnya adalah 2. Bentuk umum

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL. 1. Sistem Bilangan Real. Terlebih dahulu perhatikan diagram berikut: Bilangan. Bilangan Rasional. Bilangan Irasional

SISTEM BILANGAN REAL. 1. Sistem Bilangan Real. Terlebih dahulu perhatikan diagram berikut: Bilangan. Bilangan Rasional. Bilangan Irasional SISTEM BILANGAN REAL Sebelum membahas tentag konsep sistem bilangan real, terlebih dahulu ingat kembali tentang konsep himpunan. Konsep dasar dalam matematika adalah berkaitan dengan himpunan atau kelas

Lebih terperinci

Diktat Kuliah. Oleh:

Diktat Kuliah. Oleh: Diktat Kuliah TEORI GRUP Oleh: Dr. Adi Setiawan UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 Kata Pengantar Aljabar abstrak atau struktur aljabar merupakan suatu mata kuliah yang menjadi kurikulum nasional

Lebih terperinci

BAB I INDUKSI MATEMATIKA

BAB I INDUKSI MATEMATIKA BAB I INDUKSI MATEMATIKA 1.1 Induksi Matematika Induksi matematika adalah suatu metode yang digunakan untuk memeriksa validasi suatu pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Dalam pembahasan

Lebih terperinci

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner)

B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN. Bilangan Kompleks. Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner) 1 B I L A N G A N 1.1 SKEMA DARI HIMPUNAN BILANGAN Bilangan Kompleks Bilangan Nyata (Riil) Bilangan Khayal (Imajiner) Bilangan Rasional Bilangan Irrasional Bilangan Pecahan Bilangan Bulat Bilangan Bulat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat dan logos yang artinya ilmu merupakan cabang matematika yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas sekilas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan himpunan dan fungsi.

BAB 1. PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas sekilas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan himpunan dan fungsi. BAB PENDAHULUAN Bab ini akan membahas sekilas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan himpunan dan fungsi Himpunan Real Ada beberapa notasi himpunan yang sering digunakan dalam Analisis () merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses penelitian untuk penyelesaian persamaan Diophantine dengan relasi kongruensi modulo m mengenai aljabar dan

Lebih terperinci

KALKULUS 1 UNTUK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KALKULUS 1 UNTUK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KALKULUS UNTUK MAHASISWA 9 CALON GURU MATEMATIKA OLEH: DADANG JUANDI, DKK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN. Sistem Bilangan Real Dalam Uraian

Lebih terperinci

Bilangan Real. Modul 1 PENDAHULUAN

Bilangan Real. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Bilangan Real S PENDAHULUAN Drs. Soemoenar emesta pembicaraan Kalkulus adalah himpunan bilangan real. Jadi jika akan belajar kalkulus harus paham terlebih dahulu tentang bilangan real. Bagaimanakah

Lebih terperinci

BAB V BILANGAN BULAT

BAB V BILANGAN BULAT BAB V BILANGAN BULAT PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibicarakan sistem bilangan bulat, yang akan dimulai dengan memperluas sistem bilangan cacah dengan menggunakan sifat-sifat baru tanpa menghilangkan

Lebih terperinci

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Himpunan dan Fungsi Dr Rizky Rosjanuardi P PENDAHULUAN ada modul ini dibahas konsep himpunan dan fungsi Pada Kegiatan Belajar 1 dibahas konsep-konsep dasar dan sifat dari himpunan, sedangkan pada

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS

ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS ANALISIS REAL 1 SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam

Lebih terperinci

Contoh-contoh soal induksi matematika

Contoh-contoh soal induksi matematika Contoh-contoh soal induksi matematika Buktikan bahwa 2 n > n + 20 untuk setiap bilangan bulat n 5. (i) Basis induksi : Untuk n = 5, kita peroleh 2 5 > 5 + 20 adalah suatu pernyataan yang benar. (ii) Langkah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, 3 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, ideal, daerah integral, ring quadratic.

Lebih terperinci

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat menggunakan operasi pada himpunan untuk memecahkan masalah dan mengidentifikasi suatu himpunan

Lebih terperinci

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc

ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc ALJABAR ABSTRAK ( TEORI GRUP DAN TEORI RING ) Dr. Adi Setiawan, M. Sc PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2011 0 KATA PENGANTAR Aljabar abstrak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri BAB II KAJIAN TEORI Analisis kekonvergenan pada barisan fungsi, apakah barisan fungsi itu? Apakah berbeda dengan barisan pada umumnya? Tentunya sebelum membahas mengenai barisan fungsi, apa saja jenis

Lebih terperinci

Himpunan dan Sistem Bilangan Real

Himpunan dan Sistem Bilangan Real Modul 1 Himpunan dan Sistem Bilangan Real Drs. Sardjono, S.U. PENDAHULUAN M odul himpunan ini berisi pembahasan tentang himpunan dan himpunan bagian, operasi-operasi dasar himpunan dan sistem bilangan

Lebih terperinci

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun MA3231 Pengantar Analisis Real Semester II, Tahun 2016-2017 Hendra Gunawan, Ph.D. Bab 1 Sifat Kelengkapan Bilangan Real 2 1.1 Paradoks Zeno ACHILLES TORTOISE 0 1 1½ Sumber: skeptic.com 1 1 1... 1 2 4 8?

Lebih terperinci

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan

BAGIAN KEDUA. Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan BAGIAN KEDUA Fungsi, Limit dan Kekontinuan, Turunan 51 52 Hendra Gunawan Pengantar Analisis Real 53 6. FUNGSI 6.1 Fungsi dan Grafiknya Konsep fungsi telah dipelajari oleh Gottfried Wilhelm von Leibniz

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Rantauprapat,11 April Penyusun

KATA PENGANTAR. Rantauprapat,11 April Penyusun KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-nya lah dan hidayah-nya jualah penulisan makalah ini dapat selesai dengan tepat waktu. Makalah ini

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II MAT 60 DASAR MATEMATIKA II Disusun Oleh: Dr. St. Budi Waluya, M. Sc Jurusan Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unnes 1 HIMPUNAN 1. Notasi Himpunan. Relasi Himpunan 3. Operasi Himpunan A B : A B

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup BAB 3 DASAR DASAR GRUP Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengidentifikasi dan mengenal sifat-sifat dasar suatu Grup Tujuan Instruksional Khusus : Setelah diberikan

Lebih terperinci

BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP

BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP Kompetensi yang akan dicapai setelah mempelajari bab ini adalah sebagai berikut. (1) Dapat memberikan sepuluh contoh notasi dalam teori bilangan dan menjelaskan masing-masing

Lebih terperinci

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai Contents 1 TEORI KETERBAGIAN 2 1.1 Algoritma Pembagian............................. 3 1.2 Pembagi persekutuan terbesar......................... 6 1.3 Algoritma Euclides............................... 11

Lebih terperinci

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila untuk setiap x, y H dengan x < y berlaku

Lebih terperinci

BARISAN BILANGAN REAL

BARISAN BILANGAN REAL BAB 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut pola tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

SELEKSI TINGKAT PROPINSI MATEMATIKA SMA/MA

SELEKSI TINGKAT PROPINSI MATEMATIKA SMA/MA SELEKSI TINGKAT PROPINSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 01 MATEMATIKA SMA/MA PETUNJUK UNTUK PESERTA: 1. Tes terdiri dari dua bagian. Tes bagian pertama terdiri dari 0 soal isian singkat dan tes

Lebih terperinci

1 Sistem Bilangan Real

1 Sistem Bilangan Real Learning Outcome Rencana Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat ) Menentukan solusi pertidaksamaan aljabar ) Menyelesaikan pertidaksamaan dengan nilai mutlak

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS 2/22/2012 IKIP BUDI UTOMO MALANG ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI

MODUL PEMBELAJARAN ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS 2/22/2012 IKIP BUDI UTOMO MALANG ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI MODUL PEMBELAJARAN ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS 2/22/2012 IKIP BUDI UTOMO MALANG ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI IDENTITAS MAHASISWA NAMA NPM KELOMPOK : : : DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Bilangan

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS PREVIEW KALKULUS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa mampu: menyebutkan konsep-konsep utama dalam kalkulus dan contoh masalah-masalah yang memotivasi konsep tersebut; menjelaskan menyebutkan konsep-konsep

Lebih terperinci

Bagian 1 Sistem Bilangan

Bagian 1 Sistem Bilangan Bagian 1 Sistem Bilangan Dalam bagian 1 Sistem Bilangan kita akan mempelajari berbagai jenis bilangan, pemakaian tanda persamaan dan pertidaksamaan, menggambarkan himpunan penyelesaian pada selang bilangan,

Lebih terperinci

Hand-Out Geometri Transformasi. Bab I. Pendahuluan

Hand-Out Geometri Transformasi. Bab I. Pendahuluan Hand-Out Geometri Transformasi Bab I. Pendahuluan 1.1 Vektor dalam R 2 Misalkan u = (x 1,y 1 ), v = (x 2,y 2 ) dan w = (x 3,y 3 ) serta k skalar (bilangan real) Definisi 1. : Penjumlahan vektor u + v =

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

A. UNSUR - UNSUR ALJABAR

A. UNSUR - UNSUR ALJABAR PENGERTIAN ALJABAR Bentuk ALJABAR adalah suatu bentuk matematika yang dalam penyajiannya memuat hurufhuruf untuk mewakili bilangan yang belum diketahui. Bentuk aljabar dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d

0,1,2,3,4. (e) Perhatikan jawabmu pada (a) (d). Tuliskan kembali sifat-sifat yang kamu temukan dalam. 5. a b c d 1 Pada grup telah dipelajari himpunan dengan satu operasi. Sekarang akan dipelajari himpunan dengan dua operasi. Ilustrasi 1.1 Perhatikan himpunan 0,1,2,3,4. (a) Apakah grup terhadap operasi penjumlahan?

Lebih terperinci

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA 1 1 Program Studi Pend Matematika FKIP UM Ponorogo January 12, 2011 Jenis Pernyataan dalam Matematika Denisi (Denition) Kesepakatan mengenai pegertian suatu istilah. Teorema (Theorem) Pernyataan yang dapat

Lebih terperinci

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV

MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV MODUL RESPONSI MAM 4222 KALKULUS IV Mata Kuliah Wajib 2 sks untuk mahasiswa Program Studi Matematika Oleh Dr. WURYANSARI MUHARINI KUSUMAWINAHYU, M.Si. PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) MATA KULIAH ANALISIS REAL I ( MT403) / 3 SKS KOSIM RUKMANA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) MATA KULIAH ANALISIS REAL I ( MT403) / 3 SKS KOSIM RUKMANA SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) MATA KULIAH ANALISIS REAL I ( MT403) / 3 SKS KOSIM RUKMANA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2008 0

Lebih terperinci

Sedangkan bilangan real yang tidak dapat dinyatakan sebagai pembagian dua bilangan bulat adalah bilangan irasional, contohnya

Sedangkan bilangan real yang tidak dapat dinyatakan sebagai pembagian dua bilangan bulat adalah bilangan irasional, contohnya BAB I A. SISTEM BILANGAN REAL Sistem bilangan real dan berbagai sifatnya merupakan basis dari kalkulus. Sistem bilangan real terdiri dari himpunan unsur yang dinamakan Bilangan Real yang sering dinyatakan

Lebih terperinci

MA3231 Analisis Real

MA3231 Analisis Real MA3231 Analisis Real Hendra Gunawan* *http://hgunawan82.wordpress.com Analysis and Geometry Group Bandung Institute of Technology Bandung, INDONESIA Program Studi S1 Matematika ITB, Semester II 2016/2017

Lebih terperinci

PENGANTAR GRUP. Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang

PENGANTAR GRUP. Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang PENGANTAR GRUP Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang email:ymcholily@gmail.com March 18, 2013 1 Daftar Isi 1 Tujuan 3 2 Pengantar Grup 3 3 Sifat-sifat Grup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna, square free, keterbagian bilangan bulat, modulo, bilangan prima, daerah integral, ring bilangan bulat

Lebih terperinci