BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Departemen Injection Phylon mengolah input, yaitu material yang berupa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Departemen Injection Phylon mengolah input, yaitu material yang berupa"

Transkripsi

1 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Proses Produksi Injection Phylon Departemen Injection Phylon mengolah input, yaitu material yang berupa Greensole, menjadi output yang berupa Part injection phylon. Aktivitas utama produksi injection phylon secara berturut-turut adalah sebagai berikut: Blending dan Mixing Compound, Proses Injection, Stabilization dan Aging Conveyor, Proses Washing, Inspeksi akhir kualitas part dan Pangemasan part sementara. Skema proses produksi Injection Phylon terlihat pada Gambar 5.1. Blending and Mixing Compound Injection Process Stabilization and Aging Conveyor Washing Process Final Inspection Packing part (Temporary) Gambar 5.1 Business Process Produksi Injection Phylon 60

2 61 Adapun detail dari masing-masing proses tersebut adalah sebagai berikut: 1. Blending and Mixing Compound Adalah sebuah proses pencapuran bahan baku berupa butiranbutiran greensole, yang terdiri dari dua jenis dengan ukuran expantion rate yang berbeda sesuai dengan formulasi spesifikasi material yang telah ditentukan pada tiap-tiap model. Formula ini kemudian dimasukan kedalam tangki pengaduk untuk dilakukan proses blending bahan baku yang kemudian siap untuk dimasukan ketangki hopper untuk proses mixing bahan baku pada mesin utama Injection Phylon. 2. Injection Process Bahan baku yang berupa buturan biji phylon dimasukkan ke dalam material tank, dipanaskan sampai melumer, kemudian di diinjeksikan kedalam mould. Lamanya proses injeksi berkisar antara 6-7 menit, dengan temperatur panas, tekanan injeksi serta volume material yang telah ditentukan. 3. Stabilization and Aging Conveyor Setelah proses demolding selesai maka part hasil injeksi distabilkan penyusutan materialnya pada sebuah mesin conveyor dengan suhu hangat yang berangsur-angsur normal sesuai suhu ruangan. Proses ini berfungsi untuk menstabilkan proses penyusutan material yang berpengaruh pada ukuran dan bentuk part dari tingkat pengembangan bahan materialnya yang mengembang setelah proses panas molding.

3 62 4. Washing Process Selanjutnya part dimasukan dalam sebuah chamber pencuci untuk dilakukan proses pembilasan dengan cairan campuran kimia hangat yang berfungsi untuk menghilangkan minyak dan kotoran yang tersisa guna mengoptimalkan pengaruh proses mengeleman nantinya. 5. Inspeksi Akhir Kualitas Part Setelah melakukan proses pencucian maka dilanjutkan proses trimming guna mengurangi flashing yang masih tersisa dan kemudian part di letakan pada final inspection conveyor line guna dilakukan proses mengecekan dan pemilahan kualitas produk. Hal-hal yang dilakukan dalam pengecekan part terkait dengan kualitas dan kesesuaian spesifikasi produk, diantaranya dengan cara mengukur top gauge dimensi part dan scribeline untuk mengukur tingkat pengembangan bahan yang diukur sesuai dengan ketentuan spesifikasi produk serta memilah part berdasarkar tingkat kualitas produk. 6. Pangemasan Part Sementara Setelah proses pemilahan kualitas produk selesai maka dilakukan proses pengemasan sementara part pada bucket-bucket yang telah terkodekan sesuai dengan jenis model produk injection phylon. Secara detail proses diatas dapat dijabarkan pada Gambar 5.2.

4 63 Sumber: Arsip Dept Injection Phylon PT. Pratama Abadi Industri (2013) Gambar 5.2 Flow Proses Produksi pada Dept Injection Phylon PT. PAI Sumber Daya Manusia Terkait Pengendalian Mutu Dalam mekanisme pengendalian mutu di Departemen Injection Phylon, departemen ini ditunjang oleh sumber daya manusia yang membawahi setiap lini bagian dalam perusahaan dan proses produksi sesuai dengan wilayah kerja dan tanggung jawabnya. Berikut adalah bagian-bagian yang berhubungan dengan sistem pengandalian mutu di Departemen Injection Phylon dibawah Division Manufacturing Engineering, Gambar 5.3.

5 64 Gambar 5.3 Divisi Pengendalian Mutu di PT. PAI. Adapun tugas dan fungsional dari bagian-bagian terkait sistem pengendalian mutu secara garis besar adalah sebagaimana berikut: 1. Lean Enterprise Berfokus pada berjalanya sistem produksi dengan menggunakan pendekatan sistematis untuk mengidentifikasikan dan mengeliminasi pemborosan/waste melalui perbaikan berkesinambungan dengan aliran produk berdasarkan kehendak konsumen (pull system). Pull System dikenal juga dengan Just In Time (JIT) atau Produksi Tepat waktu. Sedangkan fungsi-fungsi utamanya adalah terkait flow manufacturing, multi-process handling, kanban, manpower reduction, visual control, change over, human automation dan safety. 2. Quality Management System Berfokus pada penyusunan regulasi pengendalian mutu dan memantau jalannya Quality Management System, Craftmanship, penyusunan SOP dan analisa masalah dan perbaikan mutu produk dalam perusahaan, tetapi tidak terlibat langsung dalam proses operasional/teknisnya. Memberikan informasiinformasi prosedur yang terdokumentasi dengan baik dan praktek-praktek standar untuk menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk terhadap

6 65 kebutuhan persyaratan tertentu yang ditentukan oleh pelanggan dan perusahaan. Perumusan SOP mengacu pada Best practice proses dan produk, Process Flow Chart (PFC) dan Bonding Process Flow Chart (BPFC). 3. Manufacturing Product Engineer Berfokus dalam proses transisi produk, dari tahap pengembangan hingga proses produksi masal produk. Dalam hal ini MPE berperan sebagai pihak yang mentranformasikan segala informasi proses dan pengendalian mutu produk dari fase pengembangan produk kepada fase memproduksi produk secara masal di line-line produksi departemen manufacturing. 4. Quality Assurance dan Quality Control Quality Assurance berperan guna meyakinkan/menjamin kualitas yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan untuk keberhasilan suatu pekerjaan secara menyeluruh pada setiap lini dengan melalui sistem control yang baik. Dalam hal ini QA memastikan setiap bahan baku, tools penunjang proses produksi dan setting mesin-mesin penunjang sesuai dengan kebutuhan produksi. Quality Control berfokus pada pengendalian mutu produk dengan melakukan prosedur kerja berdasarkan referensi yang diterapkan dan diimplementasikan langsung di proses pekerjaan tersebut untuk memenuhi persyaratan minimum sebagai hasil akhir pekerjaan. Dalam hal ini setiap operator juga adalah bagian dari Quality Control.

7 66 5. Laboratorium dan Chemical Engineering Berfokus pada penjaminan dan pengendalian kualitas mutu komposisi bahan baku dan proses yang berkenaan dengan sifat dan proses kimiawi dari material yang digunakan dan proses produksinya. 6. Factory Manufacturing Auditor Berfokus pada proses penilaian terhadap mutu proses, komponen dan produk jadi sebelum dilakukan pengiriman ke konsumen berdasarkan standar mutu yang diinginkan. 7. Machinery Engineering Berfokus pada penjaminan kualitas infrastruktur dan prasarana mesin-mesin serta kelistrikan serta perawatannya dari perangkat-perangkat yang digunakan guna menunjang proses produksi Tahap Plan Langkah ke-1: Menyatakan Masalah yang Ada Dari hasil studi dokumentasi Departemen Injection Phylon tentang rekapitulasi hasil produk cacat periode September 2013 sampai dengan Januari 2014 diketahui bahwa tingkat produk cacat masih melebihi dari target 5% yang ditetapkan pihak manajemen. Hal ini digambarkan pada grafik rekapitulasi presentasi produk cacat pada Gambar 1.1.

8 % 67 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% Grafik % Produk Reject Sep 2013-Jan 2014 % Reject Target 12.49% 9.61% 8.41% 7.16% 7.78% 5% 5% 5% 5% 5% Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 % Reject 12.49% 8.41% 7.16% 7.78% 9.61% Target 5% 5% 5% 5% 5% Sumber: Laporan Reject Dept. Injection Phylon PT. Pratama Abadi Industri Gambar 1.1 Reject Sep 2013 Jan Sedangkan untuk jenis-jenis cacat produk yang terjadi di Departemen Injection Phylon PT. PAI digambarkan pada Gambar 5.4. Sumber: Arsip Dept. Injection Phylon PT. PAI (2013) Gambar 5.4 Jenis Cacat Produk yang Terjadi di Departemen Injection Phylon

9 Jumlah Cacat Langkah ke-2: Menganalisa Kondisi yang Ada Dalam menentukan reject dominan maka digunakanlah diagram pareto, dimana pada diagram ini digunakan konsep (80/20 Rule) yang mengasumsikan bahwa pada umumnya 80% permasalahan yang ada disebabkan oleh 20% penyebab. Diagram ini membantu kita untuk memfokuskan usaha kepada 20% penyebab terbesar dan mengetahui 80% penyebab lainnya yang memiliki kontribusi lebih kecil terhadap permasalahan. Hasil rangkuman diagram pareto data jenis produk cacat dapat dilihat pada Gambar 5.5. PARETO JENIS REJECT SEP'13-JAN' % 92% 95% 98% 100% 100% 100% % 80% % 60% % 40% BURNIN G KOTOR OVER LICIN OVER VOLUM E TEARIN G / SOBEK KOTOR MOLD BUBLE SHORT / PENDEK LENGTH / PANJAN G Total Cacat % Akumulatif 26.22% 50.38% 68.06% 82.09% 91.83% 95.35% 98.28% % % % 0% Sumber: Hasil pengolahan data Gambar 5.5 Diagram Pareto Reject Berdasarkan Jenis Cacat Sep 2013-Jan 2014

10 69 Dari hasil analisa dengan menggunakan diagram pareto, ditemukan bahwa 26% permasahan produk cacat adalah berupa part burning. Untuk itu permasahan diatas merupakan fokus masalah utama yang harus ditindak lanjuti penanganan pengendalian mutunya. Dalam mengevaluasi akar penyebab masalah diatas digunakan Fishbone analysis, guna mengetahui sumber potensi penyebab permasalahan cacat burning. Pada penelitian kali ini, identifikasi penyebab akar masalah diambil dari faktor 4M (Man, Methode, Machine, Material) dan 1E (Environment). Pelaksanaan analisa Fishbone dilakukan dengan cara merumuskan bersamasama antara QA,QC, Team Leader, Group Leader dan pimpinan kerja Departemen Injection Phylon dengan menggunakan metode Brainstorming. Dengan melibatkan beberapa orang yang terkait, diharapkan seluruh potensi penyebab permasalahan dapat diidentifikasi dan ditentukan akar penyebab permasalahannya. Lihat Gambar 5.6. Sumber: Arsip Dept. Injection Phylon PT. PAI (2014) Gambar 5.6 Diagram Fishbone Permasalahan Part Burning Awal

11 70 Dalam menentukan akar penyebab dalam Fishbone Analysis, faktor 4M+1E ditunjang oleh metode 5 Whys Analysis, yaitu penelusuran secara lebih mendalam dan bertahap terhadap penyebab-penyebab masalah. Analisis 5 Whys terhadap permasalahan produk cacat terlihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Analisis Akar Penyebab dengan Why-why Analysis 4M+1E No Why Why Why Why Why Man 1 Pekerjaan operator kurang optimal Machine 2.1 Proses vakum mesin kurang optimal 2.2 Volume Injeksi mesin tidak sesuai settingan Method 3 Metode trial volume injeksi untuk model baru berbeda antar operator Kerja operator belum efektif dalam pembersihan mold setelah proses injeksi Kontruksi lubang vakum mold kurang mengakomo dir proses vakum Terdapat kebocoran pada lubang injeksi mold Belum adanya SOP terkait volume injeksi untuk model baru (size sama beda mold code) Belum adanya pengetahuan yang memadai tentang proses pembersihan Lubang vakum mesin sering tersumbat Terdapat perbedaan diameter pada soket pin injektor mold vs mesin Belum ada standarisasi volume injeksi untuk model baru (size sama beda mold code) Minimnya training operator terkait proses pembersihan setelah injeksi Pompa dan pipa motor vacum kotor Keausan material mold akibat penggunaan rutin Belum dirumuskan Kurang perawatan

12 71 Tabel 5.1 (Lanjutan) 4M+1E No Why Why Why Why Why Material 4 Komposisi material release agent untuk mold spray cleaning belum terbakukan Belum ada standarisasi komposisi mold spray cleaning Masih tahap pengembangan formulasi release agent Env. 5 Tidak teridentifikasi Sumber: Hasil pengolahan data Dari data tersebut di atas, maka dilakukan mapping akar penyebab permasalahan dengan metode Fish Bone dalam Gambar 5.6.

13 72 Gambar 5.7 Fishbone Analysis Permasalahan Produk Cacat di Departemen Injection Phylon PT. PAI

14 Persentase Reject Langkah ke-3 : Menentukan Target Dari data persentase akumutatif cacat yang didapatkan sampai bulan Januari 2014 adalah sebesar 9.61%, maka ditentukanlah target penurunan cacat produk pada kisaran 5%, hal ini sesuai dengan rekomendasi pihak manajemen yang diharapkan menjadi sasaran pencapaian penurunan persentase cacat produk. Perbandingan antara reject aktual dengan target yang akan disasar dapat digambarkan pada Gambar 5.8. Berdasarkan data tersebut dapat kita analisa gap yang ada saat ini terhadap targer yang diharapkan % Target Penurunan Reject 10.00% 9.61% 8.00% 6.00% 5% 4.00% 2.00% 0.00% AKTUAL TARGET % 9.61% 5% Sumber: Target Penurunan Reject Dept. Injection Phylon PT. PAI (2014) Gambar 5.8 Target Penurunan Reject Langkah ke-4 : Rencana Penanggulangan Masalah Dari analisa penyebab permasalahan sebelumnya, maka dilakukan perencanaan perbaikan masalah. Perbaikan masalah yang direncanakan digambarkan pada Tabel 5.2.

15 74 Tabel 5.2 Rencana Perbaikan Guna Menurunkan Cacat Burning `4M-1E No What Why How Who When Where Man 1 Pekerjaan operator tidak maksimal 2.1 Proses vacum mesin dan mold tidak optimal Training operator minim terkait permbersihan mold setelah proses injeksi Kontruksi lubang vakum mold kurang mengakomodir proses vakum Training operator mengacu standar permbersihan mold setelah proses injeksi Modifikasi kontruksi aliran vakum pada mold Group Leader 22-Feb-14 Ruang training dan line sampel Mold Engineering 8-Apr-14 Bengkel Maintenance Machine Lubang vakum mesin sering tersumbat Pompa dan pipa motor vacum kotor Buat jadwal perawatan rutin Pompa dan pipa motor vacum QA dan Kaizen Team 6-Apr-14 QA Room 2.2 Volume Injeksi mesin tidak sesuai settingan Terdapat kebocoran pada lubang injeksi mold Terdapat perbedaan diameter pada pin injektor mold vs mesin Modifikasi socket pin pada injektor mold Mold Engineering 27-Mar-14 Bengkel Maintenance Method 3 Metode trial volume injeksi untuk model baru berbeda antar operator Belum adanya panduan setting volume injeksi untuk model baru (size sama beda mold code) Belum ada standarisasi volume injeksi untuk model baru (size sama beda mold code) Buat tabel injection volume setting untuk model baru pada line mesin QA dan Group Leader 12-Apr-14 Ruang Produksi Material 4 Komposisi material release agent untuk mold spray cleaning belum terbakukan Belum ada standarisasi komposisi mold spray cleaning (Green 200) Masih tahap pengembangan formulasi Buat standarisasi komposisi campuran Release agent ( Green 200) Lab Team dan QA 2-Apr-14 Lab dan Release Agent room Sumber: Hasil pengolahan data Tahap Do Langkah ke-5 : Proses Penanggulangan Masalah Proses perbaikan atau penanggulangan masalah: 1. Training, pemberian pelatihan ini dilakukan pada 22 Februari 2014 dengan sasaran pada masing-masing operator proses injeksi yang diarahkan oleh

16 75 masing-masing group leader, adapun tujuan pelatihan ini adalah tentang mekanisme pembersihan mold pada posisi on process guna meminimalisir scrab-scrab sisa proses injeksi yang ikut terbawa pada proses injeksi selanjutnya, sehingga potensi cacat burning dapat dikurangi. Pelatihan ini mengacu pada standar operasional mekanisme proses Injection Phylon. 2. Perbaikan pada mesin Injection : 2.1. Modifikasi injection gate pada mold dengan menambahkan spring seal sebagai penunjang fungsi pin katup pada injection gate. Hal ini dilakukan pada tanggal 27 Maret 2014, perbaikan ini sangat berpengaruh dalam memaksimalkan akurasi volume material yang diinjeksikan kedalam mold sehingga mengurangi potensi part burning yang diakibatkan kekurangan volume material injeksi dan di samping itu juga mengurangi tingkat waste yang terbuang pada mulut injection gate. Hasil perbaikan injection gate pada mold dengan menambahkan spring seal ini dapat dilihat pada Gambar 5.9. Sumber: Arsip Dept. Injection Phylon PT. PAI (2014) Gambar 5.9 Penambahan Spring Seal pada Mold Injection Gate 2.2. Modifikasi kontruksi aliran vakum pada mold dengan cara memaksimalkan alur-alur lubang vakum dan memperbaiki vakum silicon seal guna

17 76 mengoptimalkan kinerja motor vakum serta mengurangi kebocoran udara vakum yang dapat mengakibatkan part burning. Hal ini dilakukan pada tanggal 8 April Hasil modifikasi ini dapat dilihat pada Gambar Sumber: Arsip Dept. Injection Phylon PT. PAI (2014) Gambar 5.10 Perbaikan Fungsi Vakum pada Mold Runner Gate 2.3. Pembuatan jadwal perawatan rutin pompa dan pipa motor vacuum, hal ini merupakan langkah pencegahan guna mengurangi frekuensi tersumbatnya selang vakum yang dapat mengakibatkan tidak optimalnya kinerja motor vakum yang berpotensi mengakibatkan part burning. Kegiatan ini dilakukan oleh QA dan Kaizen team pada tanggal 6 April Hasil kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar 5.11.

18 77 Sumber: Arsip Dept. Injection Phylon PT. PAI (2014) Gambar 5.11 Jadwal Perawatan Rutin Pompa dan Pipa Motor Vakum 3. Perbaikan terkait metode pengetesan mold volume. Pada mold baru dengan tingkat variasi jenis size dan code nya yang bermacam-macam, maka diperlukan sebuah metode pengetesan awal yang distandarisasikan dalam bentuk lembar Tabel Panduan mold volume setting. Hal ini sangatlah diperlukan guna mencegah kesalahan input operator terhadap mold volume setting pada mesin injection yang dapat mengakibatkan over volume sehingga tingkat part burning meningkat. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 12 April Hasil kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar 5.12.

19 78 Sumber: Arsip Dept. Injection Phylon PT. PAI (2014) Gambar 5.12 Panduan Injection Volume Setting untuk Model Baru Berdasarkan Jenis Size dan Mold Code 4. Perbaikan terkait material. Kegiatan ini terkait perumusan formulasi material Green 200 yang berfungsi sebagai release agent yang disemprotkan pada mold sebelum proses injeksi. Penentuan formulasi release agent yang tepat dapat membantu proses pengembangan material di dalam mold disaat proses

20 79 injeksi berlangsung sesuai dengan tingkat expansion rate bahan baku yang ditentukan, di samping itu hal ini juga berpengaruh dalam mengurangi potensi part burning. Kegiatan perbaikan ini dilaksanakan pada tanggal 2 April Hasil kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar (untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran-2). Sumber: Arsip Dept. Injection Phylon PT. PAI (2014) Gambar 5.13 Standarisasi Komposisi Campuran Release Agent (Green 200)

21 % Tahap Check Langkah ke-6 : Evaluasi Proses evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan persentase total reject sebelum dan setelah dilakukan proses perbaikan. Hasil evaluasi perbandingan ini dapat dilihat pada Gambar Grafik % Produk Reject Sep 2013-April 2014 % Reject Target 14% 12.49% 12% 10% 8% 8.41% 7.16% 7.78% 9.61% 8.83% 6% 5.67% 5.24% 4% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 2% 0% Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 % Reject 12.49% 8.41% 7.16% 7.78% 9.61% 8.83% 5.67% 5.24% Target 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% Sumber: Hasil pengolahan data Gambar 5.14 Persentase Reject Sebelum dan Setelah Perbaikan Dari grafik diatas diketahui tingkat reject berasil menurun signifikan mendekati target perusahaan pada presentase 5.24%. Jika dijabarkan lebih lanjut berdasarkan data jenis-jenis reject dari Gambar 5.14, maka akan terlihat jabarannya seperti pada Gambar 5.15.

22 Persentase Cacat 81 Pada gambar ini teridentifikasi reject burning mengalami penurunan, walaupun perbaikan masih belum memenuhi target yang di tetapkan, tetapi secara keseluruhan mengalami perbaikan yang cukup signifikan. Persentse Reject Berdasarkan Jenis Cacat 3.50% 3.00% 2.50% 2.00% 1.50% 1.00% 0.50% 0.00% SEP'13 OKT'13 NOV'13 DES'13 JAN'14 FEB'14 MAR'14 APR'14 BURNING 3.33% 1.98% 1.92% 2.01% 2.36% 2.23% 1.45% 1.39% KOTOR 3.02% 1.79% 1.68% 1.80% 2.37% 2.31% 1.69% 1.21% OVER LICIN 1.69% 1.31% 1.36% 1.70% 1.58% 1.42% 0.93% 0.89% OVER VOLUME 1.61% 1.18% 1.01% 1.18% 1.18% 1.00% 0.46% 0.46% TEARING / SOBEK 1.23% 0.87% 0.56% 0.66% 0.99% 1.24% 0.59% 0.49% KOTOR MOLD 0.41% 0.34% 0.19% 0.26% 0.35% 0.44% 0.17% 0.18% BUBLE 0.47% 0.24% 0.16% 0.18% 0.27% 0.38% 0.28% 0.36% SHORT / PENDEK 0.11% 0.41% 0.22% 0.05% 0.00% 0.00% 0.12% 0.36% LENGTH / PANJANG 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% Sumber: Hasil pengolahan data Gambar 5.15 Persentase Detail Reject Sebelum dan Setelah Perbaikan Tahap Act Langkah ke-7: Standarisasi Dari proses perbaikan yang telah dilakukan dan dievaluasi maka dibuat menjadi suatu standar kerja yang dapat digunakan sebagai bahan panduan proses produksi, standarisasi yang dilakukan adalah pembuatan jadwal perawatan rutin

23 82 pompa dan pipa motor vakum, panduan setting volume injeksi untuk model baru berdasarkan jenis size dan mold code yang berbeda-beda serta standarisasi komposisi campuran release agent (Green 200). (untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran-2,4&5) Langkah ke-8: Menentukan Langkah Berikutnya Langkah penentuan selanjutnya ditentukan dari masalah yang diangkat dari masalah sebelumnya yang dianggap belum memenuhi target atau masalah selanjutnya yang menjadi faktor dominan dari permasalahan yang terjadi. Dan tahapan proses ini dimulai ulang dari tahap planning, hal ini sesuai dengan prinsip dari metode PDCA. 5.2 Pembahasan Penelitian terdahulu menyatakan bahwa metode PDCA cukup efektif dalam menyelesaian masalah yang terjadi pada masing-masing ruang lingkup penelitianya. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk lebih lanjut melakukan pembahasan terkait penelitian yang telah penulis lakukan, berikut jabaran pembahasan penulis : Pengendalian Mutu yang Telah Dilakukan Dari hasil analisa mekanisme pengendalian mutu yang telah dilakukan di departemen Injection Phylon, ditemukan langkah pengendalian mutu yang mengacu pada fenomena masalah yang muncul di line produksi, terkait kualitas produk aktual berbanding dengan kualitas produk yang ditargetkan perusahaan. Dari perbandingan kondisi tersebut ditemukan gap permasalahan yang kemudian ditindak lanjuti dengan dilakukannya analisa faktor-faktor yang menyebabkan

24 Jumlah Part 83 terjadinya masalah, untuk dilakukan proses perbaikan guna memenuhi kebutuhan kualitas produk sesuai dengan yang diinginkan. Mengacu pada definisi operasional dari pengendalian mutu, maka perlu dilakukan tinjauan terkait : 1. Evaluasi kinerja aktual : Evaluasi kinerja aktual terkait capaian produksi bulanan, hal ini dapat dilihat pada Gambar Total Produksi Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 Total Prod Sumber: Hasil pengolahan data Gambar 5.16 Capaian Produksi Bulanan Dari grafik capaian produksi bulanan departemen injection phylon, terlihat bahwa trend pencapaian total produksinya mengalami peningkatan setiap bulannya, meskipun pada bulan april terjadi penurunan jumlah produksi. Hal ini merupakan tantangan bagi pihak manajemen untuk tetap bisa mempertahankan presentase produk cacat sesuai dengan batasan cacat yang

25 84 diperbolehkan, meskipun dalam hal ini trend jumlah target produksi terus meningkat setiap bulannya. Evaluasi kinerja aktual terkait pelaksanaan standar prosedur operasional: Dalam pelaksanaan standar prosedur operasional, penulis lebih menekankan pada prosedur-prosedur yang berkaitan dengan proses produksi produk. Dalam hal ini penulis menemukan adanya kekurang optimalan pelaksanaan prosedur terkait standar pembersihan mold setelah proses injeksi (mold on machine), untuk itu perlu diadakannya training operator terkait hal ini guna meningkatkan kenerja operator agar sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan. Evaluasi kinerja aktual terkait hasil alur proses produksi: Jika ditinjau dari standar alur proses produksi yang ditetapkan, maka hasil proses pembuatan produk secara keseluruhan telah mengacu pada standar alur proses, sehingga setiap tahapan proses pembuatan produk benar-benar sesuai dengan alur proses dan hasil produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi umum dari produk. 2. Perbandingan kinerja aktual dengan sasaran : Jumlah aktual produksi berbanding dengan jumlah target produksi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.17.

26 Jumlah Part 85 Aktual VS Target Produksi Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 Aktual Prod Target prod Sumber: Hasil pengolahan data Gambar 5.17 Aktual Produksi berbanding dengan Target Produksi Dari grafik aktual produksi berbanding dengan target produksi departemen injection phylon, terlihat bahwa hasil aktual produksi selalu lebih tinggi dibandingkan target produksi yang ditetapkan setiap bulannya. Hal ini disebabkan karena selalu adanya produk cacat yang terjadi pada setiap produksi perbulannya, sedangkan kemampuan meminimalkan gap antara aktual dan target produksi merupakan capaian kinerja yang ideal guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses produksi. Perbandingan aktual produk cacat dengan batas cacat yang di perbolehkan, penggambaran antara keduanya dapat dilihat pada Gambar 5.14.

27 % 86 Grafik % Produk Reject Sep 2013-April 2014 % Reject Target 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% 12.49% 8.41% 7.16% 7.78% 9.61% 8.83% 5.67% 5.24% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% Sebelum Perbaikan Setelah Perbaikan Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Apr-14 % Reject 12.49% 8.41% 7.16% 7.78% 9.61% 8.83% 5.67% 5.24% Target 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5% Sumber: Hasil pengolahan data Gambar 5.14 Aktual Produk Cacat dan Target Cacat. Dari hasil grafik perbandingan produk cacat, diketahui tingkat cacat cukup tinggi 12.49% pada bulan September, pada bulan ini jumlah total produksi masih dalam kisaran part perbulannya. Perbaikan dalam skala kecil telah dilakukan guna menurunkan tingkat cacat pada 2 bulan berikutnya, tetapi pada bulan Desember 2013 terdapat peningkatan target produksi yang cukup signifikan, hal ini tentunya mempengaruhi proses kontrol kualitas produk yang sedikit menurun berbanding naiknya target produksi sehingga trend produk cacat cenderung meningkat dan mencapai 9.61% pada bulan Januari Kenaikan target produksi terus meningkat sampai bulan Maret 2014 mencapai kisaran part perbulannya. Beruntungnya hal ini bisa diimbangi dengan program pengendalian mutu yang dilakukan sehingga

28 87 presentase produk cacat bisa dikendalikan mendekati batas minimum produk cacat yang diperbolehkan. Perbandingan tentang cycle time, tack time aktual dengan target secara umum tidak terlau terdapat banyak perbedaan dan bersifat fleksibel, karena hal ini berpengaruh langsung pada perumusan line balancing dan man power yang digunakan pada line produksi, yang selanjutnya kecukupan line balancing dan manpower ini yang menjamin operator bisa berkerja dengan nyaman dalam menjaga kualitas produk dari segi kecukupan waktu yang digunakan dalam memproduksi produk. Sedangkan untuk gambaran layout line balancing dapat dilihat pada Gambar (untuk lebih detail dapat dilihat pada Lampiran-3). Sumber: Arsip Dept. Injection Phylon PT. PAI (2014) Gambar 5.18 Layout Line Produksi Injection Phylon.

29 88 3. Tindakan terhadap perbedaan kinerja aktual dengan sasaran : Tindakan terhadap penyebab masalah terkait metode, manusia, mesin dan material. Setelah mengevaluasi kinerja aktual dan membandingkanya dengan sasaran yang dituju, maka ditemukanlah gap diantara keduanya. Hal inilah yang kemudian terumuskan dalam analisa dengan menggunakan diagram pareto dan fishbone dimana jabaran permasalahan terkait metode, manusia, mesin dan material telah diketahui untuk dilakukan tindakan perbaikan menuju sasaran yang dituju Faktor-Faktor Penyebab Produk Cacat Berdasarkan analisis menggunakan metode fishbone dan 5 whys analysis, terjadinya part burning disebabkan karena beberapa faktor dominan terkait manusia, mesin, metode dan material dibawah ini: 1. Penyebab terkait manusia: perbedaan keahlian operator dalam proses pembersihan mold setelah proses injeksi, hal ini ditindak lanjuti dengan dilakukannya training operator mengacu pada standarisasi proses injeksi yang telah ada, khususnya tentang standar pembersihan mold dan secara umum tentang mekanisme proses injeksi. 2. Penyebab terkait mesin: beberapa permasalahan mesin terkait kontruksi aliran vakum pada mold, belum adanya jadwal perawatan rutin pompa dan pipa motor vakum. Hal ini ditindak lanjuti dengan memodifikasi kontruksi aliran vakum pada mold dan membuat penjadwalan rutin tentang perawatan pompa dan pipa mator vakum.

30 89 3. Penyebab terkait metode: belum adanya panduan pengaturan volume injeksi untuk model baru berdasarkan jenis size dan mold code yang berbeda-beda. Hal ini ditindak lanjuti dengan menambahkan metode pengetesan mold-mold baru dengan medokumentasikan pengaturan volume injeksi untuk tiap-tiap mold baru dan menjadi bahan referensi nantinya pada tahap produksi masal. 4. Penyebab terkait material: adanya penggunaan material release agent (green 200) yang belum terstandarisasi. Hal ini ditindak lanjuti dengan melakukan uji coba komposisi material release agent yang berbeda dan membandingkan pengaruhnya terhadap part yang dihasilkan dan kemudian menentukan standarisasi komposisinya Implementasi Metode PDCA untuk Menurunkan Produk Cacat Dari fenomena produk cacat yang terjadi maka rencana perbaikan dengan metode PDCA guna menurunkan cacat produk mulai diimplementasikan. Berikut secara garis besar tahapan PDCA yang diimplementasikan: 1. Plan : Kondisi yang ada terkait produk cacat menjadi isu yang di analisa guna mencari faktor cacat dominan (part burning) dan dipelajari penyebabpenyebab terjadinya cacat dominan tersebut. Target dan sasaran perbaikan dari cacat dominan ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan tentang minimum cacat yang diperbolehkan. Dari analisa penyebab masalah dan target yang akan dituju maka disusunlah rencana penaggulangan masalah terkait part burning. 2. Do : Dari rencana penaggulangan masalah terkait part burning maka dilakukan tindakan perbaikan dengan melakukan training pada operator, perbaikan sistem vakum pada mesin dan mold, pembuatan panduan setting volume

31 90 injeksi pada mesin, serta perumusan formulasi material release agent guna menurunkan persentase produk cacat part burning. 3. Check : Setelah dilakukan proses perbaikan penyelesaian masalah ini, maka dilakukan proses evaluasi, dengan perolehan hasil persentase part burning yang lebih kecil dari penilaian pada akhir bulan Januari 2014, yaitu sebesar 2.36% menjadi 1.39% pada akhir bulan April Action : Melakukan standarisari pembuatan jadwal perawatan rutin pompa dan pipa motor vakum, panduan setting volume injeksi untuk model baru berdasarkan jenis size dan mold code yang berbeda-beda serta standarisasi komposisi campuran release agent (Green 200) guna mencegah part burning. Setelah standarisasi terselesaikan maka penentuan langkah perbaikan selanjutnya terhadap masalah-masalah yang masih terjadi mulai direncanakan kembali sebagai proses perbaikan yang berkesinambungan. Summary perbandingan hasil temuan metode PDCA existing dengan metode PDCA usulan peneliti tergambar pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Perbandingan Metode PDCA Existing dengan Metode PDCA Usulan Tahap Existing PDCA PDCA Usulan Plan Penentuan tema perbaikan berdasarkan complain dari lapangan (corrective action) Proses analisa penyebab masalah didasarkan pada pengalaman-pengalaman sebelumnya Penentuan tema perbaikan berdasarkan dari analisa tentang fenomena masalah yang terjadi (preventive action) Proses analisa penyebab masalah didasarkan pada proses analisis menyeluruh terkait 4M+1E yang dikombinasikan dengan merujuk pengalaman-pengalaman sebelumnya

32 91 Tabel 5.3 (Lanjutan) Tahap Existing PDCA PDCA Usulan Do Check Action Penentuan target dilakukan secara konvensional Rencana penanggulangan masalah secara spontan direncanakan berdasarkan ada tidaknya pelaporan masalah Proses penanggulangan masalah langsung dan prematur Proses evaluasi kurang optimal dan kurang berdasarkan pada teknik analisa Langkah proses standarisasi perbaikan kurang diperhatikan sehingga permasalahan yang telah diperbaiki terkadang terulang kembali Penentuan langkah perbaikan selanjutnya berdasarkan laporan masalah yang akan muncul selanjutnya Penentuan target dilakukan secara konvensional Rencana penanggulangan masalah direncanakan berdasarkan proses analisa dan diskusi/benchmarking serta penjadwalan yang terencana Proses penanggulangan masalah dilakukan berdasarkan perencanaan sebelumnya Proses evaluasi berdasarkan pada teknik analisa sehingga hasil perbandingan sebelum dan setelah proses perbaikan dapat terukur Langkah proses standarisasi terdokumentasi dengan baik dan dijadikan acuan baku yang dapat menjadi pedoman guna menghindari permasalahan yang telah diselesaikan terulang kembali Penentuan langkah perbaikan selanjutnya berdasarkan pada masalah-masalah yang masih ada dan belum terselesaikan saat ini, sehingga proses perencanaan perbaikan berikutnya memiliki kesinambungan dengan capaian perbaikan hari ini Sumber: Hasil obsevasi lapangan (2014) Dengan adanya tindakan perbaikan, maka penghematan biaya produksi. yang terpengaruh dengan adanya pengurangan jumlan part reject dengan jenis cacat burning menghasilkan nilai ekonomis sebagai selling point dari dilakukannya proses pengendalian mutu ini. Berikut gambaran nilai ekonomis:

33 92 Perhitungan kerugian biaya produksi yang diakibatkan dari waste part burning sebelum proses perbaikan adalah sebagai berikut: Diketahui harga rata-rata part/pasang = $ 1.36 = Rp ,- ) = x 2.32% = 9319 pasang IP part = 9319 x Rp ,- = Rp ,- Perhitungan kerugian biaya produksi yang diakibatkan dari waste part burning setelah proses perbaikan adalah sebagai berikut: ) = x 1.69% = 6796 pasang IP part = 6796 x Rp ,- = Rp ,- Total penghematan yang dilakukan dari penurunan jumlah produk cacat sebelum dan sesudah dilakukannya PDCA adalah sebagai berikut:

34 93 = Rp Rp = Rp ,- 5.3 Perbandingan Hasil Penelitian dengan Penelitian Sebelumnya Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dari Bhosale (2013), tujuan yang diinginkan dari proses improvement dengan menggunakan metode PDCA adalah untuk: a. Meningkatkan kualitas produk. b. Mengurangi rework dan kesalahan proses yang berpengaruh pada tingginya biaya operasional. c. Meningkatkan kepuasan konsumen dengan kualitas produk yang lebih baik. d. Meningkatkan proses bisnis. e. Meningkatkan produktifitas. Ada kesesuaian antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini, yaitu bertujuan untuk mengurangi produk cacat dengan cara memahami alur proses dan menemukan pokok permasalahan untuk menganalisa penyebab utama permasalahan serta melakukan perbaikan terhadap permasalahan guna mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan 5 tujuan utama dari penelitian sebelumnya. Sedangkan metoda perbaikan yang dilakukan dalam penelitian ini juga berbasis metode PDCA, dimana mekanisme prosesnya sesuai dengan teori PDCA

35 94 yang disesuaikan dengan ruang lingkup manufaktur yang berbeda kondisi dan proses bisnis masing-masing objek penelitian. Adapun cara untuk menemukan ide-ide perbaikan guna mengekplorasi berbagai opsi dan solusi, keduanya menggunakan metode Brainstorming dengan tahapan sebagaimana berikut: a. Tinjauan aturan sesi diskusi: menggambarkan bagaimana sesi akan dilakukan. b. Tentukan batas waktu: menetapkan pencatat waktu dan perekam data. c. Tentukan topik pembahasan: tuliskan dan mempublikasikan pembahasan dan memastikan bahwa setiap orang memahaminya. d. Kumpulkan ide-ide semua orang: setelah memberikan beberapa menit bagi peserta untuk memikirkan permasalahan tentang pembahasan, peserta diminta untuk memberikan ide-ide mereka. e. Merekam ide: menampilkan ide di mana semua orang bisa memahaminya, setelah ide terlihat untuk semua orang pada saat yang sama juga dilakukan persamaan persepsi guna menghindari salah tafsir. f. Memperjelas setiap gagasan: Setelah semua ide telah disajikan, pastikan bahwa semua anggota memiliki pemahaman yang sama tentang hal itu. g. Menghilangkan duplikasi: ide berulang harus dihilangkan. Dan dari perbandingan hasil penelitian, keduanya menyatakan manfaat yang signifikan dalam menurunkan produk cacat, dimana keuntungan yang didapat oleh organisasi adalah kemampuan untuk memonitor, mengontrol dan meningkatkan proses bisnis menjadi bertambah baik. Dan dalam perbandingannya ditemukan 5 alasan utama yang saling melengkapi: a. Metode PDCA terbukti untuk meningkatkan produktivitas.

36 95 b. Metode PDCA efektif dalam meminimalkan cacat. c. Metode PDCA mencegah penyesuaian proses yang tidak perlu. d. Metode PDCA memberikan informasi diagnostik. e. Metode PDCA terbukti dapat memberikan informasi tentang kemampuan proses untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Dan pada akhirnya metode PDCA-8 langkah ini telah berhasil mengurangi masalah reject yang cukup signifikan, dengan menurunnya persentase reject maka kualitas produk meningkat, hal ini juga diikuti oleh turunnya jumlah waste yang dihasilkan dari proses produksi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitianpenelitian sebelumnnya dimana dengan menganalisa data dari permasalahanpermasalahan yang muncul dengan bermacam quality tools dapat menghasilkan keputusan tindakan perbaikan yang lebih tepat sasaran. Manajemen dapat fokus terhadap beberapa sebab kecacatan produk yang paling dominan. Serta dengan mengkategorikan beberapa varian penyebab dan melakukan langkah perbaikan dengan metode PDCA dapat meningkatkan kualitas produk dan menolong meningkatkan penerapan perbaikan berkelanjutan secara terstuktur. Hal ini membuat kepercayaan konsumen meningkat dan berdampak positif terhadap perkembangan perusahaan di masa depan serta sejalan dengan sasaran mutu perusahaan seperti yang disebutkan pada bab I pendahuluan.

BAB IV METODE PENELITIAN. Perspektif pendekatan penelitian yang digunakan adalah dengan metode

BAB IV METODE PENELITIAN. Perspektif pendekatan penelitian yang digunakan adalah dengan metode BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analistis yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang realitas pada obyek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHAHULUAN I.1

BAB I PENDAHAHULUAN I.1 BAB I PENDAHAHULUAN I.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tentunya ingin selalu meningkatkan kepuasan pelanggan dengan meningkatkan hasil produksinya. Produk yang berkualitas merupakan produk yang memenuhi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA BAB V HASIL DAN ANALISA 1.1 Tahap Analyze 1.1.1 Diagram Pareto Pada tahapan Analyse diagram pareto berguna untuk membantu mengurutkan prioritas penyelesaian masalah yang harus dilakukan. Yaitu melakukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Berikut adalah metode yang digunakan dalam melakukan penelitian dan pengolahan data : Gambar 3.1 : Diagram Alir Metodologi Penelitian 25 3.1 Observasi Lapangan dan Indentifikasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil dari pengumpulan serta pengolahan data yang sudah dilakukan menggunakan diagram pareto untuk mengetahui cacat terbesar yaitu cacat produk salah ukuran yang

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Pembuatan Diagram Sebab Akibat. Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Pembuatan Diagram Sebab Akibat. Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa 5.1.1 Pembuatan Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat memperlihatkan hubungan antara permasalahan yang dihadapi dengan kemungkinan penyebabnya serta faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 28 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Identifikasi masalah Pada bagian produksi di Stamping Plant PT. Astra Daihatsu Motor, banyak masalah yang muncul berkaitan dengan kualitas yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perusahaan dalam hal untuk meningkatkan produktivitasnya harus mempunyai sistem produksi yang baik dengan proses yang terkendali agar dapat memberikan output yang sesuai

Lebih terperinci

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009 ANALISIS DATA 4.1 FASE ANALISA Fase ini merupakan fase mencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. Kemudian, dilakukan brainstroming dengan pihak perusahaan untuk mengidentifikasi akar permasalahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar dari Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lean dan Six sigma merupakan dua metodologi perbaikan yang berbeda satu sama lain dalam hal target, fokus maupun metode yang digunakan. Dalam perkembangan dunia bisnis

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 42 BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Hasil Data Dari hasil pembahasan pada bab pengumpulan dan pengolahan data, dapat diketahui beberapa point penting dalam mengetahui jenis-jenis cacat yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan gambaran dari tahapan yang dilalui dalam menyelesaikan suatu masalah yang ditemui dalam sebuah penelitian, dimana dibuat berdasarkan latar

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Diagram Sebab Akibat. Setelah penulis melakukan observasi ke lapangan serta wawancara secara

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Diagram Sebab Akibat. Setelah penulis melakukan observasi ke lapangan serta wawancara secara BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Diagram Sebab Akibat Setelah penulis melakukan observasi ke lapangan serta wawancara secara langsung dan mendapatkan data lengkap. Kemudian penulis melakukan analisa masalah

Lebih terperinci

Penurunan Tingkat Kecacatan dan Analisa Biaya Rework (Studi Kasus di Sebuah Perusahaan Plastik, Semarang)

Penurunan Tingkat Kecacatan dan Analisa Biaya Rework (Studi Kasus di Sebuah Perusahaan Plastik, Semarang) Penurunan Tingkat Kecacatan dan Analisa Biaya Rework (Studi Kasus di Sebuah Perusahaan Plastik, Semarang) Debora Anne Y. A., Desy Gunawan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA BAB V HASIL DAN ANALISA Pada bab ini, penulis akan menjabarkan hasil yang di dapat dari pengumpulan dan pengolahan data, serta melakukan analisis terhadap masing-masing hasil tersebut. 5.1. Tahap Define

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 35 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Metodologi penelitian ini berguna sebagai acuan dalam melakukan penelitian, sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik. Penulis melakukan

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah 3.1. Flow Chart Pemecahan Masalah Dalam flow chart pemecahan masalah dalam penelitian ini menggambarkan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam melakukan penelitian.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. fokus di dalam program peningkatan kualitas Lean Six Sigma sehingga cacat

BAB V ANALISA HASIL. fokus di dalam program peningkatan kualitas Lean Six Sigma sehingga cacat BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Hasil Pengolahan Data Untuk mencari akar penyebab masalah maka data harus dianalisa untuk menghasilkan perbaikan yang tepat. Hasil pengolahan data pada bab IV dijadikan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 94 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi pemecahan masalah (flow diagram) merupakan diagram yang menggambarkan pola berpikir serta menjelaskan tahap-tahap penelitian

Lebih terperinci

Pendahuluan. I.1 Latar belakang

Pendahuluan. I.1 Latar belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar belakang PT. Eksonindo Multi Product Industry (EMPI) merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi tas. Proses produksi tas di PT. EMPI dilakukan melalui beberapa tahap yaitu,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 80 N < N, (25.69 < 30 ) maka jumlah data dianggap cukup karena jumlah data atau pengamatan yang teoritis sudah dilampaui oleh jumlah data yang sebenarnya atau aktual. BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 5.1.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1 Total Jumlah Produksi pada Tahun 2011

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1 Total Jumlah Produksi pada Tahun 2011 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat, secara tidak langsung, menuntut para pelaku usaha untuk selalu menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing. Dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PROSES PRODUKSI 2.1.1 Pengertian Proses Produksi Proses produksi adalah metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 61 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1. Model dan Teknik Penyelesaian Masalah Model pengatasan masalah reject dapat digambarkan sebagai berikut: STUDI PUSTAKA TUJUAN PENELITIAN OBSERVASI PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA BAB V HASIL DAN ANALISA 5.1 Analisa Hasil Perhitungan Data Berdasarkan hasil dari pengumpulan serta pengolahan data yang sudah dilakukan menggunakan peta kendali p sebelumnya maka diperoleh hasil dari

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. mengetahui tingkat efektivitas penggunaan mesin AU L302,dari data hasil. Availability Ratio (%)

BAB V ANALISA HASIL. mengetahui tingkat efektivitas penggunaan mesin AU L302,dari data hasil. Availability Ratio (%) BAB V ANALISA HASIL 5.1 Pembahasan Analisa perhitungan Overal Equipment Effectiveness (OEE) dilakukan untuk mengetahui tingkat efektivitas penggunaan mesin AU L302,dari data hasil perhitungan availability

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Menentukan Tema PT. Akebono Brake Astra Indonesia (PT. AAIJ) adalah perusahaan yang bergerak dibidang industri otomotif, produk yang diproduksi disini adalah brake

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Kualitas merupakan ukuran yang tidak dapat didefinisikan secara umum, karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi perspektif yang

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN BAB V ANALISA PEMBAHASAN 5.1 Tahap Analyze Pada tahap analyze ini dilakukan analisa faktor faktor penyebab kecacatan dengan menggunakan fishbone diagram, diagram pareto dan yang terakhir teknik 5 why analysis.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya telah dibahas pada bab sebelumnya (Bab IV). Dimana cacat yang terjadi

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya telah dibahas pada bab sebelumnya (Bab IV). Dimana cacat yang terjadi BAB V ANALISA HASIL Dalam bab ini akan membahas tentang analisa hasil pengendalian proses yang sebelumnya telah dibahas pada bab sebelumnya (Bab IV). Dimana cacat yang terjadi pada proses powder coating

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab lamanya waktu perbaikan jaringan komputer dan mencari solusi perbaikannya dengan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perdagangan global menyebabkan setiap perusahaan dituntut untuk menekan biaya produksi dengan melakukan proses produktivitas dan efisiensi pada proses

Lebih terperinci

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

Lean Thinking dan Lean Manufacturing Lean Thinking dan Lean Manufacturing Christophel Pratanto No comments Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste (pemborosan) di dalam proses, atau dapat juga dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN HASIL

BAB V ANALISA DAN HASIL BAB V ANALISA DAN HASIL 5.1 Analisa Permasalahan Yang Terjadi Sebelum perbaikan, permasalahan di bagian produksi khususnya dibagian enrobing coklat belum dapat diketahui. Jumlah reject yang banyak pasti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Penelitian ini terpusat di departemen produksi 2 tempat berlangsungnya proses polishing. Dalam departemen produksi 2 terdapat empat line yaitu

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Tahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Hasil Pengolahan Data Analisa Histogram. Apabila dilihat dari hasil pengolahan data, berdasarkan histogram

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Hasil Pengolahan Data Analisa Histogram. Apabila dilihat dari hasil pengolahan data, berdasarkan histogram BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Hasil Pengolahan Data 5.1.1 Analisa Histogram Apabila dilihat dari hasil pengolahan data, berdasarkan histogram yang terbentuk, ada 2 jenis cacat produksi yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 37 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bertujuan untuk membuktikan adanya

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL 5.1 ANALISA KONDISI YANG ADA. Untuk menemukan suatu masalah yang mempengaruhi afkir label pada produk

BAB V ANALISA HASIL 5.1 ANALISA KONDISI YANG ADA. Untuk menemukan suatu masalah yang mempengaruhi afkir label pada produk BAB V ANALISA HASIL 5.1 ANALISA KONDISI YANG ADA Untuk menemukan suatu masalah yang mempengaruhi afkir label pada produk ketorolac 30 mg disini akan menganalisa kondisi yang ada di lapangan dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

Sumber : PQM Consultant QC Tools Workshop module.

Sumber : PQM Consultant QC Tools Workshop module. Sumber : PQM Consultant. 2011. 7QC Tools Workshop module. 1. Diagram Pareto 2. Fish Bone Diagram 3. Stratifikasi 4. Check Sheet / Lembar Pengecekan 5. Scatter Diagram / Diagram sebar 6. Histogram 7. Control

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam) BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN 5.1 Analisa Nilai Availability Table 5.1 Nilai Availability Mesin Steam Ejector Planned Equipment Loss Time Availability Januari 42 6 36 85.71 Februari 44 7 37 84.09 Maret

Lebih terperinci

MATERI VIII LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. By : Moch. Zen S. Hadi, ST Communication Digital Lab.

MATERI VIII LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. By : Moch. Zen S. Hadi, ST Communication Digital Lab. MATERI VIII LANGKAH PEMECAHAN MASALAH By : Moch. Zen S. Hadi, ST Communication Digital Lab. LANGKAH PEMECAHAN MASALAH A. IDENTIFIKASI MASALAH Sumber data diperoleh dari : a. Data historis dari catatan-catatan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL Analisa Masalah Pada Varian Produk Liner. mencegah terjadinya isu produk miscount (isi kurang), maka

BAB V ANALISA HASIL Analisa Masalah Pada Varian Produk Liner. mencegah terjadinya isu produk miscount (isi kurang), maka BAB V ANALISA HASIL 5.1. Analyze 5.1.1. Analisa Masalah Pada Varian Produk Liner Untuk mengetahui tindakan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya isu produk miscount (isi kurang), maka terlebih

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Langkah awal yang perlu dilakukan untuk menjawab tantangan dan persaingan global di bidang industri manufaktur otomotif khususnya di seksi Die Design, adalah suatu analisa manajemen

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN BAB V ANALISA PEMBAHASAN 5.1 Analisa 5.1.1 Analisa Kondisi yang Ada Dari Target yang telah ditetapkan, untuk mencapai hal tersebut dilakukan analisa terhadap kondisi-kondisi yang ada (genba lapangan) di

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Persaingan global di bidang manufacturing otomotif yang sarat dengan tuntutan kualitas, lead time singkat dan on time delivery maka diperlukan perbaikan terus menerus dan rencana produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kualitas. Dalam dunia industri, kualitas barang yang dihasilkan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. atau kualitas. Dalam dunia industri, kualitas barang yang dihasilkan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi yang semakin kompetitif ini, setiap pelaku bisnis yang ingin memenangkan persaingan akan memberikan perhatian penuh pada mutu atau kualitas.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan.

BAB V ANALISA. pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan. BAB V ANALISA Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data pada bab sebelumnya maka selanjutnya dilakukan analisa. Analisa yang dilakukan harus lebih terarah sehingga hasilnya menjadi baik dan benar. Atas

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Support. Webbing QC Sewing. Gambar I.1 Skema alur proses produksi tas di PT. Eksonindo Multi Product Industry

Bab I Pendahuluan. Support. Webbing QC Sewing. Gambar I.1 Skema alur proses produksi tas di PT. Eksonindo Multi Product Industry Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang PT. Eksonindo Multi Product Industry (EMPI) merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi tas. Proses produksi tas di PT. EMPI dilakukan melalui beberapa tahap,

Lebih terperinci

Nama : Gema Mahardhika NIM : Kelas : A PDCA. a) Pengertian

Nama : Gema Mahardhika NIM : Kelas : A PDCA. a) Pengertian PDCA a) Pengertian Dalam peningkatan mutu dalam kebidanan diperlukan manajemen yang baik agar dalam pelaksanaannya dapat tercapai secara efektif dan efisien. Didalam ilmu manajemen, ada konsep problem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Penelitian Ravishankar (2011) Penelitian yang dilakukan Ravishankar (2011) bertujuan untuk menganalisa pengurangan aktivitas tidak bernilai tambah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN HASIL. Dalam bab ini akan dibahas tentang analisis hasil pengamatan proses yang

BAB V ANALISA DAN HASIL. Dalam bab ini akan dibahas tentang analisis hasil pengamatan proses yang BAB V ANALISA DAN HASIL Dalam bab ini akan dibahas tentang analisis hasil pengamatan proses yang sebelumnya telah dibahas pada bab IV. Dimana ditemukannya adanya kemungkinan terjadinya penyebab khusus

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 49 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tahap Pengumpulan Data 4.1.1 Penentuan Objek Penelitian PT. MYR memprodusi puluhan jenis produk makanan ringan yang sering dikonsumsi sehari-hari dari beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. PIMS Indonesia, Jl. Ciputat Raya No. 5, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 12240, Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Prospek industri plastik cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Potensi pengembangan industri plastik ini terlihat dari konsumsi atau penggunaan yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya industri manufaktur di Indonesia, maka akan semakin ketat persaingan antara perusahaan manufaktur satu dan lainnya. Hal ini memicu perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menekan waktu proses pembuatan coklat compound yang digunakan untuk produksi produk X. Waktu pembuatan coklat compound saat ini adalah 150 menit,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA BAB V HASIL DAN ANALISA 5.1 Hasil Data Defect Fusstrebe Dari hasil pembahasan pada bab pengumpulan dan pengolahan data, dapat diketahui beberapa point penting dalam mengetahui jenis-jenis defect yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir DELAPAN LANGKAH 8. Menetapkan target 1. Menentukan tema & analisa situasi 9. Standarisasi & rencana 2. Menetapkan target 6. Evaluasi hasil 3. Analisa faktor penyebab

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Produk Cacat Part PH 031 Tahun mayor dan minor penyebab terjadinya produk cacat untuk part PH 031 pada tahun

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Analisa Produk Cacat Part PH 031 Tahun mayor dan minor penyebab terjadinya produk cacat untuk part PH 031 pada tahun BAB V ANALISA HASIL 5.1 Analisa Produk Cacat Part PH 031 Tahun 2015 Berdasarkan data produk cacat tahun 2015 yang tersaji pada bab sebelumnya, maka dibuat analisa data untuk lanjutan untuk mengetahui faktor

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya dan faktor penyebab banyaknya re-work dari proses produksi kursi pada PT. SUBUR MANDIRI, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. Dalam pelaksanaan penelitian, serta untuk mempermudah menyelesaikan. yang diperlukan dalam suatu penelitian.

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. Dalam pelaksanaan penelitian, serta untuk mempermudah menyelesaikan. yang diperlukan dalam suatu penelitian. BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Definisi Dalam pelaksanaan penelitian, serta untuk mempermudah menyelesaikan persoalan yang dihadapi, maka perlu diuraikan terlebih dahulu langkah-langkah yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4%

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4% BAB V ANALISA 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping (CVSM) Value stream mapping merupakan sebuah tools untuk memetakan jalur produksi dari sebuah produk yang didalamnya termasuk material dan informasi

Lebih terperinci

4 BAB V ANALISIS. Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis

4 BAB V ANALISIS. Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis 4 BAB V ANALISIS 4.1 Analisa Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis melakukan analisa dan hasil dari laporan skripsi, dan menguraikan tentang data-data yang telah dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan proses pengumpulan data dan pengolahannya diperoleh data dalam bentuk diagram pareto, dari diagram pareto tersebut dapat diketahui bahwa orhanisasi/perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi. berkembangnya dunia perindustrian di berbagai bidang terutama industri

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi. berkembangnya dunia perindustrian di berbagai bidang terutama industri 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berkembangnya dunia perindustrian di berbagai bidang terutama industri manufaktur. Hal ini berpengaruh

Lebih terperinci

BAB 2 Landasan Teori 2.1 Total Quality Management

BAB 2 Landasan Teori 2.1 Total Quality Management BAB 2 Landasan Teori 2.1 Total Quality Management Total Quality Management (TQM) adalah suatu filosofi manajemen untuk meningkatkan kinerja bisnis perusahaan secara keseluruhan dimana pendekatan manajemen

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 81 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Diagram Pemecahan Masalah Dalam melakukan penelitian di PT. Multi Bintang Indonesia mengenai penerapan 5S, peneliti menyusun suatu kerangka berpikir yang

Lebih terperinci

Bab 5 Analisis 5.1. Merencanakan ( plan Analisis Data Kecelakaan

Bab 5 Analisis 5.1. Merencanakan ( plan Analisis Data Kecelakaan Bab 5 Analisis Pada bab ini akan dilakukan analisis dan pembahasana dari hasil pengumpulan dan pengolahan data terhadap penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, diantaranya yaitu analisis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode Fish bone untuk mencari akar masalah, berikutnya digunakan metode 5W-1H untuk menganalisa lebih lanjut dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Metode penelitian ini merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapantahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan maupun bagian yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Pengamatan dan penelitian yang di lakukan di Pilot Line di Plant 2, menunjukkan data sebagaimana terlampir di bawah ini. Data tahun 2014 belum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian mulai dari observasi awal hingga diperolehnya kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang BAB V ANALISA DATA 5.1. Tahap Analyze Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang terjadi pada perusahaan yang telah menurunkan keuntungan dan merugikan perusahaan. Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama Temuan utama dari Penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama Temuan utama dari Penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB V PEMBAHASAN Tujuan dari penelitian dengan judul Analisis Pengendalian Dan Perbaikan Kualitas Proses Produksi Dengan Metode Statistical Process Control (SPC) di PT. Surya Toto Indonesia, Tbk. adalah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Hasil Data Dari pengolahan data pada bab sebelumnya diperoleh hasil mengenai jumlah produk, jumlah produk cacat, dan jenis cacat yang ada antara lain : gosong,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Penyelesaian masalah yang diteliti dalam tugas akhir ini memerlukan teori-teori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Berikut adalah metode yang digunakan dalam melakukan penelitian dan pengolahan data : Identifikasi Masalah Studi Pustaka Menentukan Tujuan 8 Langkah dan 7 Tools 1. Menentukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 16 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Mesin Diesel Definisi mesin diesel menurut (Judiyuk, 2009), adalah sejenis mesin pembakaran dalam, lebih spesifik lagi, sebuah mesin pemicu kompresi,

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 6.1. AnalisisTahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase

Lebih terperinci

4 BAB V ANALISIS. Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis

4 BAB V ANALISIS. Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis 4 BAB V ANALISIS 4.1 Analisa Bagian kelima dari dari laporan skripsi ini menjelaskan tentang penulis melakukan analisa dan hasil dari laporan skripsi, dan menguraikan tentang data-data yang telah dikumpulkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Permasalahan yang Terjadi Sebelum improvement, di bagian produksi coklat compound terdapat permasalahan yang belum dapat diketahui. Proses grinding coklat compound

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Data dan Informasi 3.1.1 Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. X perusahaan bergerak

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) STUDI KASUS PADA PT XYZ

ANALISIS PRODUKTIVITAS MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) STUDI KASUS PADA PT XYZ ANALISIS PRODUKTIVITAS MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) STUDI KASUS PADA PT XYZ *Ni Made Sudri, Amalia Mareti Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Indonesia *msud_iti@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di CV.Mabar Karya Utama Medan yang berada di Jl. Mabar. Penelitian ini dimulai dari tanggal 08 Agustus 013 sampai tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perusahaan dalam bentuk apapun akan berorientasi pada pencarian laba

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perusahaan dalam bentuk apapun akan berorientasi pada pencarian laba BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Sebuah perusahaan dalam bentuk apapun akan berorientasi pada pencarian laba yang maksimal dengan modal yang tersedia. Dengan demikian perusahaan akan mencari

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil BAB V ANALISA HASIL Berdasarkan hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan di bab sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil pencapain OEE setiap bulannya adalah tidak

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN Langkah pengumpulan dan pengolahan data telah selesai dilakukan dan telah disajikan dalam bab sebelumnya yaitu bab 4 (empat), maka proses selanjutnya adalah proses analisa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasi Untuk mengelola suatu perusahaan atau organisasi selalu dibutuhkan sistem manajemen agar tujuan dari perusahaan atau organisasi tersebut dapat tercapai.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian Tempat Penelitian dilakukan di PT. Torabika Eka Semesta Jalan Raya Serang KM 12.5 Cikupa Tangerang di Divisi Instant

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini perekonomian di dunia telah memasuki era globalisasi. Semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini perekonomian di dunia telah memasuki era globalisasi. Semua BAB 1 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada saat ini perekonomian di dunia telah memasuki era globalisasi. Semua faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, bahan baku, uang, informasi, telekomunikasi, pendidikan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Total Productive Maintenance Total Productive Maintenance (TPM) adalah teknik silang fungsional yang melibatkan beberapa bagian fungsional perusahaan bukan hanya pada Bagian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1. Material dan Bahan Baku Material merupakan bagian yang penting dalam kegiatan produksi yang sedang berlangsung. Material yang digunakan oleh PT. Braja Mukti Cakra dalam

Lebih terperinci

PKM KUMIS SEKSI MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENGENDALIAN SURAT MENYURAT DIVISI HUKUM MELALUI SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEARSIPAN 02 JUNI 2013

PKM KUMIS SEKSI MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENGENDALIAN SURAT MENYURAT DIVISI HUKUM MELALUI SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEARSIPAN 02 JUNI 2013 MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENGENDALIAN SURAT MENYURAT DIVISI HUKUM MELALUI SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEARSIPAN 02 JUNI 2013 Fasilitator Ketua Sekretaris Anggota : DIMYATI MARZUKI : BAMBAM IBRAHIM :

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian berisi penjelasan tahap-tahap yang dilalui penulis dalam menyusun penelitian. Tahap-tahap tersebut adalah tahap awal penelitian, tahap pengumpulan data,

Lebih terperinci

VI. TOYOTA PRODUCTION SYSTEM. A. Pengertian Toyota Production System (TPS)

VI. TOYOTA PRODUCTION SYSTEM. A. Pengertian Toyota Production System (TPS) VI. TOYOTA PRODUCTION SYSTEM A. Pengertian Toyota Production System (TPS) Perusahaan berupaya untuk meningkatkan taraf kehidupan keryawan melalui usaha yang berkelanjutan untuk menghasilkan laba, sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan pada dasarnya bertujuan mendapatkan keuntungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan pada dasarnya bertujuan mendapatkan keuntungan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan pada dasarnya bertujuan mendapatkan keuntungan yang maksimal, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Tujuan ini dapat tercapai apabila perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI.

BAB III METODOLOGI. BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian merupakan gambaran langkah langkah secara sistematis yang dilakukan penulis dari awal hingga akhir penelitian sehingga pelaksanaan penelitian menjadi jelas dan

Lebih terperinci