HAMA GUDANG ORDO COLEOPTERA PADA BAHAN BAKU PAKAN TERNAK IMPOR DAN STATUS RESISTENSINYA TERHADAP FOSFIN INDAH DARSILAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HAMA GUDANG ORDO COLEOPTERA PADA BAHAN BAKU PAKAN TERNAK IMPOR DAN STATUS RESISTENSINYA TERHADAP FOSFIN INDAH DARSILAWATI"

Transkripsi

1 HAMA GUDANG ORDO COLEOPTERA PADA BAHAN BAKU PAKAN TERNAK IMPOR DAN STATUS RESISTENSINYA TERHADAP FOSFIN INDAH DARSILAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2 2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Hama Gudang Ordo Coleoptera pada Bahan Baku Pakan Ternak Impor dan Status Resistensinya terhadap Fosfin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015 Indah Darsilawati A

4 RINGKASAN INDAH DARSILAWATI. Hama Gudang Ordo Coleoptera pada Bahan Baku Pakan Ternak Impor dan Status Resistensi terhadap Fosfin. Dibimbing oleh IDHAM SAKTI HARAHAP dan HERMANU TRIWIDODO. Masuknya serangga hama gudang, khususnya strain yang resisten terhadap fosfin, melalui impor bahan baku pakan ternak dari negara tertentu akan memperumit permasalahan hama dalam industri pakan ternak di Indonesia. Penelitian ini bertujuan melakukan inventarisasi serangga hama gudang pada komoditi impor bahan baku pakan di lima perusahaan pakan ternak yang berada di bawah wilayah kerja Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon dan menguji resistensi Tribolium castaneum, yang merupakan hama utama pada bahan baku pakan ternak, terhadap fosfin. Inventarisasi serangga hama gudang ordo Coleoptera dilaksanakan dengan mengoleksi serangga hama gudang yang ikut terambil saat pengambilan contoh komoditi bungkil kedelai dan biji jagung di setiap lokasi gudang tempat penelitian. Contoh komoditi ini diambil secara sistematik menggunakan probe pada setiap gudang bahan baku dan pengkoleksian dilakukan sebanyak tiga kali dengan interval satu minggu. Pengujian resistensi imago T. castaneum terhadap fosfin dilakukan menggunakan metode FAO tahun Data hasil penelitian ini kemudian dielaborasi dengan data sekunder Badan Karantina Pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangga hama gudang yang ditemukan adalah T. castaneum, Cryptolestes ferrugineus, Sitophilus zeamays, Alphitobius diaperinus, dan Oryzaephilus surinamensis. Berdasarkan data intersepsi, keanekaragaman spesies serangga hama gudang pada bahan baku pakan ternak dari India lebih tinggi daripada negara lainnya. Faktor resistensi (RF) untuk T. castaneum bervariasi antara 3 sampai 33 kali. Katakunci: inventarisasi, keanekaragaman, T. castaneum, faktor resistensi, wilayah kerja BKP Kelas II Cilegon

5 SUMMARY INDAH DARSILAWATI. Stored-product Pests of Imported Raw Feed and Its Resistance to Phosphine. Supervised by IDHAM SAKTI HARAHAP and HERMANU TRIWIDODO. Introduction of stored-product pests, especially phosphine resistant strains, through the importation of feed raw materials from certain countries, will complicate pest problems in feed industries in Indonesia. The objectives of this study were to invent stored-product pests in imported commodities of five feed factories in Cilegon Quarantine Agency working area and to test phosphine resistant of Tribolium castaneum, the major pest of raw feed materials. Inventory survey was conducted three times with one-week interval in five feed factory facilities by sampling of corn meals and soybean meals. In each feed factory facilities, five samples were sistematically taken. Resistance test of T. castaneum against phosphine were conducted using the method developed by FAO (1980). All the results then compared with secondary data extracted from documents of Indonesian Agricultural Quarantine Agency. The results showed that insect pests found were T. castaneum, Cryptolestes ferrugineus, Sitophilus zeamays, Alphitobius diaperinus, and Oryzaephilus surinamensis. Among the countries of origin for those pests, India had the most diverse of insect pests found. Resistance factors (RF) for T. castaneum were varied beetween 3 33 times. Keywords : inventory, diversity, T. castaneum, resistance factor, Quarantine Agency Cilegon

6 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 xii HAMA GUDANG ORDO COLEOPTERA PADA BAHAN BAKU PAKAN TERNAK IMPOR DAN STATUS RESISTENSINYA TERHADAP FOSFIN INDAH DARSILAWATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8 vi Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Dadang, MSc

9

10 viii PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Hama Gudang Ordo Coleoptera pada Bahan Baku Pakan Ternak Impor dan Status Resistensinya terhadap Fosfin. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi spesies serangga gudang ordo Coleoptera yang ada pada gudang pakan ternak dan menguji resistensi imago hama utama, Tribolium castaneum, yang ditemukan di gudang pakan ternak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir Banun Harpini, MSc selaku Kepala Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa, Dr Ir Idham Sakti Harahap, MSi dan Dr Ir Hermanu Triwidodo, MSc selaku komisi pembimbing atas bimbingan dan arahannya dalam penelitian dan penulisan tesis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Pudjianto, MSi dan Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc selaku Ketua Program studi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prof Dr Bambang Purwantara selaku Direktur Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology, Drh Bambang Haryanto, MM selaku Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon, Ir Iyus Hidayat, MP selaku Kasi KT BKP Kelas II Cilegon, dan seluruh staf BKP Kelas II Cilegon atas bantuannya selama penelitian di BKP Kelas II Cilegon, serta Ibu Wiwid dan Bapak Eeng atas bantuannya selama penelitian di SEAMEO BIOTROP. Rasa hormat dan ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada abah, ibu, suami dan anak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkannya. Bogor, Juni 2015 Indah Darsilawati

11 DAFTAR ISI xii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xii DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Bahan Baku Pakan Ternak 3 Inventarisasi Hama Gudang Ordo Coleoptera 5 Tribolium castaneum Herbst 6 Fosfin 7 Resistensi Hama Gudang terhadap Fumigasi Fosfin 8 BAHAN DAN METODE 10 Tempat dan Waktu Penelitian 10 Alat dan Bahan 10 Alat 10 Bahan 10 Metode Penelitian 10 Studi data sekunder Badan Karantina Pertanian 10 Inventarisasi serangga hama gudang di gudang pakan ternak 11 Pengujian resistensi Tribolium castaneum terhadap fosfin di laboratorium 11 Pemeliharaan serangga uji 11 Persiapan pengujian 11 Pelaksanaan fumigasi 12 Pengujian resistensi 12 Analisa data pengujian resistensi 12 HASIL DAN PEMBAHASAN 13 Jenis Serangga Hama Gudang yang Terbawa Bahan Baku Pakan Ternak Impor 13 Inventarisasi Serangga Hama Ordo Coleoptera di Gudang Pakan Ternak 16 Pengujian Resistensi Tribolium castaneum terhadap Fosfin di Laboratorium 20 SIMPULAN DAN SARAN 26 Simpulan 26 Saran 26 DAFTAR PUSTAKA 27 LAMPIRAN 31

12 x DAFTAR TABEL 1 Volume (ton) biji jagung dan bungkil kedelai impor Indonesia 3 2 Volume dan frekuensi impor bahan baku pakan ternak biji jagung dan bungkil kedelai yang melalui pelabuhan di BKP Kelas II Cilegon tahun Persyaratan mutu biji jagung sebagai bahan baku pakan ternak 4 4 Persyaratan mutu bungkil kedelai sebagai bahan baku pakan ternak 5 5 Deskripsi fumigan fosfin 7 6 Bahan baku pakan ternak yang masuk ke Indonesia dan hasil intersepsi laboratorium sejak tahun Hasil inventarisasi hama gudang ordo Coleoptera dan populasinya dalam 1 Kg contoh komoditi yang ditemukan di lima gudang pakan ternak selama pengamatan 18 8 Intersepsi laboratorium BKP Kelas II Cilegon pada komoditi biji jagung dan bungkil kedelai dari berbagai negara dari tahun di lima gudang pakan ternak impor 21 9 Persentase mortalitas imago T.castaneum setelah pemaparan 20 jam gas fosfin di laboratorium pada 14 hari setelah aerasi Faktor resistensi imago T. castaneum setelah 14 hari dari kegiatan aerasi pemaparan fosfin selama 20 jam Persamaan garis regresi dan korelasi antara mortalitas imago T. castaneum terhadap konsentrasi fosfin pada gudang bahan baku pakan ternak 23 DAFTAR GAMBAR 1 Imago Tribolium castaneum Herbst 6 2 Alat untuk menghasilkan gas fosfin 11 3 Bungkil kedelai dan biji jagung impor dari berbagai negara pada kelima gudang pakan ternak sejak tahun Imago Cryptolestes ferrugineus 16 5 Imago Tribolium castaneum 16 6 Imago jantan Sitophilus zeamays 17 7 Imago Alphitobius diaperinus 17 8 Imago Oryzaephilus surinamensi 18 9 Respon mortalitas T. castaneum dari lima gudang bahan baku pakan ternak terhadap beberapa konsentrasi fosfin dengan pemaparan 20 jam 22

13 DAFTAR LAMPIRAN xii 1 Penghitungan volume gas fosfin aktual yang akan diaplikasikan dari phosphin 56% ke dalam tabung desikator fumigasi ukuran 2 liter 33 2 Analisis ragam persentase mortalitas imago T. castaneun dari gudang pakan ternak P1 setelah pemaparan fosfin selama 20 jam 34 3 Analisis ragam persentase mortalitas imago T. castaneun dari gudang pakan ternak P2 setelah pemaparan fosfin selama 20 jam 34 4 Analisis ragam persentase mortalitas imago T. castaneun dari gudang pakan ternak P3 setelah pemaparan fosfin selama 20 jam 34 5 Analisis ragam persentase mortalitas imago T. castaneun dari gudang pakan ternak P4 setelah pemaparan fosfin selama 20 jam 34 6 Analisis ragam persentase mortalitas imago T. castaneun dari gudang pakan ternak P5 setelah pemaparan fosfin selama 20 jam 34 7 Hasil analisis probit pengujian resistensi T. castaneum terhadap fosfin dengan pemaparan 20 jam pada gudang pakan ternak P Hasil analisis probit pengujian resistensi T. castaneum terhadap fosfin dengan pemaparan 20 jam pada gudang pakan ternak P Hasil analisis probit pengujian resistensi T. castaneum terhadap fosfin dengan pemaparan 20 jam pada gudang pakan ternak P Hasil analisis probit pengujian resistensi T. castaneum terhadap fosfin dengan pemaparan 20 jam pada gudang pakan ternak P Hasil analisis probit pengujian resistensi T. castaneum terhadap fosfin dengan pemaparan 20 jam pada gudang pakan ternak P Hasil analisis regresi respon mortalitas T. castaneum dari gudang bahan baku pakan ternak P1 terhadap beberapa konsentrasi fosfin dengan pemaparan 20 jam Hasil analisis regresi respon mortalitas T. castaneum dari gudang bahan baku pakan ternak P2 terhadap beberapa konsentrasi fosfin dengan pemaparan 20 jam Hasil analisis regresi respon mortalitas T. castaneum dari gudang bahan baku pakan ternak P3 terhadap beberapa konsentrasi fosfin dengan pemaparan 20 jam Hasil analisis regresi respon mortalitas T. castaneum dari gudang bahan baku pakan ternak P4 terhadap beberapa konsentrasi fosfin dengan pemaparan 20 jam Hasil analisis regresi respon mortalitas T. castaneum dari gudang bahan baku pakan ternak P5 terhadap beberapa konsentrasi fosfin dengan pemaparan 20 jam 44

14

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tumbuhnya industri peternakan unggas nasional yang semakin meningkat membutuhkan pasokan bahan baku pakan yang berkesinambungan dengan mutu yang memenuhi syarat. Bahan baku yang memiliki peranan penting dalam produksi pakan ternak unggas antara lain biji jagung sebesar 50-55% dan soya bean meal/bungkil kedelai sebesar 25-30% (Medion 2013). Sampai saat ini Indonesia belum dapat memproduksi soya bean meal sehingga bahan pakan ini masih 100% diimpor untuk memenuhi kebutuhan pabrik pakan (Maksum 2013). Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan pakan ternak melakukan impor untuk mencukupi kebutuhan bahan baku industrinya. Bahan baku pakan ternak yang masuk ke negara Indonesia membuka peluang masuknya organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dari negara lain, baik berupa organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) atau OPT yang sudah ada di Indonesia tetapi dengan strain yang berbeda. Untuk pencegahan resiko ini maka salah satu tindakan yang sering dilakukan yaitu perlakuan fumigasi fosfin terhadap biji jagung dan bungkil kedelai sebelum komoditi tersebut dikirim ke Indonesia. Perlakuan fumigasi yang dilakukan sebagai tindakan karantina dan kegiatan pengendalian serangga hama yang rutin di gudang diduga dapat berpengaruh terhadap sifat genetik populasi serangga hama yang ada di gudang tersebut terutama responnya terhadap fosfin. Fumigasi fosfin untuk perlakuan hama gudang yang terdapat pada produk biji-bijian yang disimpan mengalami peningkatan sejak adanya perjanjian internasional untuk phasing out penggunaan metil bromida. Saat ini fosfin adalah satu-satunya fumigan yang dapat digunakan pada bahan pangan dan pakan. Fosfin mempunyai beberapa keunggulan antara lain: merupakan senyawa yang sangat beracun; tidak mempengaruhi atau memiliki efek terhadap aroma, warna dan cita rasa terhadap komoditas yang difumigasi; dan penyerapan oleh produk rendah (Barantan 2007). Hal ini yang menyebabkan ketergantungan industri pangan dan pakan terhadap fosfin sebagai fumigan. Penggunaan jangka panjang fumigan tunggal dapat meningkatkan resiko pengembangan resistensi serangga terhadap fosfin (Benhalima et al. 2004). Di beberapa negara sudah dilaporkan terjadinya resistensi hama gudang terhadap fosfin. Resistensi Tribolium castaneum Herbst (Coleoptera: Tenebrionidae), Rhyzopertha dominica Fabricius (Coleoptera: Bostrichidae) dan Oryzaephilus surinamensis Linnaeus (Coleoptera: Cucujidae) terhadap fosfin telah terjadi di Brazil (Pimentel et al. 2010); T. castaneum, Sitophilus oryzae Linnaeus (Coleoptera: Curculionidae), R. dominica, O. surinamensis dan Cryptolestes spp. di India (Rajendran 2007). Selain itu, pemakaian fosfin telah menyebabkan terjadinya resistensi pada T. castaneum dan R. dominica di USA (Opit et al. 2012). Resistensi yang tinggi terhadap fosfin pada sejumlah spesies hama gudang di beberapa negara asal komoditi impor diduga dapat mempengaruhi tingkat resistensi serangga hama gudang yang ada di Indonesia kalau terjadi perkawinan di antara mereka. Oleh sebab itu perlu dilakukan

16 2 pengujian resistensi fosfin terhadap beberapa serangga hama gudang di beberapa gudang bahan baku pakan ternak. Perumusan Masalah Kewajiban untuk mengurangi pemakaian metil bromida secara bertahap sebagaimana diatur dalam Protokol Montreal, menyebabkan penggunaan fosfin semakin meningkat. Peningkatan penggunaan fosfin untuk mengendalikan serangga hama gudang menyebabkan perubahan keragaman genetik pada serangga-serangga hama gudang tersebut dan beberapa serangga hama gudang di beberapa negara diketahui sudah mengalami resistensi yang tinggi terhadap fosfin. Kegiatan perdagangan antar negara yang semakin tinggi juga meningkatkan resiko berpindahnya serangga hama gudang yang resistensi tinggi terhadap fosfin masuk ke suatu negara yang resistensi serangga hamanya rendah. Resistensi yang tinggi terhadap fosfin pada sejumlah spesies hama gudang di beberapa negara dapat mempengaruhi tingkat resistensi serangga hama gudang yang ada di Indonesia kalau terjadi perkawinan di antara mereka. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menginventarisasi spesies serangga hama gudang ordo Coleoptera yang ada pada bahan baku pakan ternak impor dan menguji resistensi imago hama utama di gudang pakan, yaitu T. castaneum, terhadap fosfin. Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini yaitu mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman spesies serangga hama gudang ordo Coleoptera pada bahan baku pakan ternak impor dan mendapatkan informasi mengenai status resistensi imago hama utama, T. castaneum, terhadap fosfin.

17 3 TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Pakan Ternak Keberadaan bahan baku pakan ternak sangat penting dalam keberhasilan usaha peternakan unggas. Biji jagung dan bungkil kedelai merupakan bahan baku utama untuk membuat pakan ternak unggas. Ketersediaan biji jagung dan bungkil kedelai secara berkesinambungan dengan mutu yang memenuhi persyaratan sebagai bahan baku pakan ternak semakin penting seiring dengan pertumbuhan industri peternakan unggas yang semakin tinggi. Banyaknya biji jagung dan bungkil kedelai impor berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukkan adanya kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 1). Tabel 1 Volume (ton) biji jagung dan bungkil kedelai impor Indonesia Komoditi Biji jagung Bungkil kedelai Tahun Sumber: (2014) Berdasarkan data Badan Karantina Pertanian (2014), komoditi impor biji jagung dan bungkil kedelai yang masuk melalui Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas II Cilegon tahun juga menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kecenderungan peningkatan ini dapat dilihat dari aspek volume dan frekuensinya (Tabel 2). Tabel 2 Volume dan frekuensi impor bahan baku pakan ternak biji jagung dan bungkil kedelai yang melalui pelabuhan di BKP Kelas II Cilegon tahun Tahun Komoditi Berat (ton) Frekuensi 2010 Biji jagung Bungkil kedelai Biji jagung Bungkil kedelai Biji jagung Bungkil kedelai Biji jagung Bungkil kedelai Sumber : Barantan (2014)

18 4 Biji jagung merupakan sumber energi utama untuk ternak unggas sehingga biji jagung ini merupakan bahan pakan utama dalam campuran bahan pakan ternak. Tingginya kandungan energi biji jagung ini berkaitan dengan kandungan karbohidrat atau pati yang tinggi (>60%). Disamping itu biji jagung mempunyai kandungan serat kasar yang relatif rendah sehingga cocok untuk pakan ayam (Maksum 2013). Kurangnya pasokan dari produksi jagung dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak di Indonesia membuat para pengusaha pakan ternak melakukan impor biji jagung tersebut dari beberapa negara. Importasi jagung selama ini sebagian besar berasal dari Argentina, Brazil, Amerika Serikat dan India. Persyaratan mutu biji jagung untuk pakan berdasarkan SNI (1998) terdapat pada Tabel 3. Tabel 3 Persyaratan mutu biji jagung sebagai bahan baku pakan ternak No Komposisi Persyaratan 1 Kadar air (maksimal) 14 % 2 Kadar protein kasar (minimum) 7.5% 3 Kadar serat kasar (maksimal) 3 % 4 Kadar abu (maksimal) 2 % 5 Kadar lemak (minimun) 3 % 6 Mikotoksin : a Aflatoksin (maksimal) 50 ppb b Okratoksin (maksimal) 5 ppb 7 Butir rusak (maksimal) 5 % 8 Warna lain (maksimal) 5 % 9 Benda asing (maksimal) 2 % 10 Kepadatan (maksimal) 700 g/cm 3 Sumber : SNI ; ppb: parts per billion Bahan baku pakan ternak lainnya yang berperan penting sebagai sumber protein nabati adalah Soya bean meal/bungkil kedelai. Bungkil kedelai merupakan produk sampingan dari proses pengolahan minyak kedelai. Dalam proses pembuatan minyak kedelai, yang diambil hanyalah sedikit bagian dari kedelai dan sisanya diolah menjadi bentuk bungkil dengan menggiling ampas kedelai yang dihasilkan menjadi bubuk kasar yang kita kenal dengan Soya bean meal/bungkil kedelai. Bungkil kedelai mengandung protein kasar yang lebih tinggi (44-45%) dibandingkan pakan dari biji-bijian pada umumnya. Konsistensi kandungan nutrisi dan ketersediaannya sepanjang tahun membuat bungkil kedelai menjadi produk unggulan (Maksum 2013). Persyaratan mutu bungkil kedelai untuk pakan berdasarkan SNI (1996) terdapat pada Tabel 4.

19 5 Tabel 4 Persyaratan mutu bungkil kedelai sebagai bahan baku pakan ternak No Komposisi Mutu I Persyaratan Mutu II 1 Kadar air (maksimal) 12 % 12 % 2 Kadar protein kasar (minimum) 46 % 40 % 3 Kadar serat kasar (maksimal) 6.5% 9 % 4 Kadar abu (maksimal) 7 % 8 % 5 Kadar lemak (minimun) 3.5% 5 % 6 Kandungan Ca % % 7 Kandungan P % % 8 Kandungan Aflatoksin (maksimal) 50 ppb 50 ppb Sumber : SNI ; ppb: parts per billion Inventarisasi Hama Gudang Ordo Coleoptera Ordo Coleoptera merupakan ordo yang terbesar pada kelas insekta dan mempunyai sekitar 40% spesies dari jumlah spesies yang sudah diketahui di kelas insekta ( Borror et al 1996). Serangga hama gudang ordo Coleoptera yang bersifat primer maupun sekunder sering ditemukan pada bahan baku pakan ternak yang disimpan di gudang penyimpanan, terbawa selama proses pengangkutan, atau industri pengolahan. Serangga ini dapat merusak kualitas maupun kuantitas dari bahan baku pakan ternak tersebut. Serangga hama gudang ini tersebar ke seluruh dunia, melalui komoditas yang didistribusikan atau melalui sarana transportasi. Serangga ini kemudian beradaptasi dengan lingkungan yang baru sebelum menetap di suatu daerah tertentu. Sumber serangan serangga hama gudang dapat berasal dari penyimpanan komoditas baru yang disimpan ditempat yang sama dengan komoditas yang sudah terinfestasi atau serangga aktif terbang dan masuk ke dalam gudang penyimpanan melalui ventilasi atau lubang-lubang kecil yang terdapat pada dinding dan atap gudang (Harahap 2012). Inventarisasi serangga hama ini dapat diperoleh secara langsung menggunakan alat pengambil contoh biji-bijian; seperti probe, sekop, spear sample, dan lain-lain atau menggunakan perangkap. Pendugaan kepadatan populasi serangga di gudang penyimpanan dapat dilakukan melalui pendugaan kepadatan absolut dan pendugaan kepadatan relatif. Pendugaan kepadatan populasi absolut berdasarkan jumlah absolut serangga yang ikut tertangkap dalam contoh komoditi yang diambil. Sedangkan pendugaan kepadatan populasi relatif berdasarkan pada jumlah serangga yang masuk dalam perangkap dan pendugaan ini lebih tergantung pada keefektifan alat (Subramanyam & Hagstrum 1996). Pengumpulan dan penanganan spesimen serangga pada saat inventarisasi dilakukan sebaik mungkin agar serangga yang didapatkan tidak rusak dan mudah diidentifikasi (Mc Maugh 2007). Keberadaan populasi spesies di suatu tempat sangat dipengaruhi oleh kemampuan spesies tersebut beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan yang

20 6 menjadi faktor pembatas pertumbuhan populasi spesies tersebut. Suatu komunitas yang kondisi lingkungannya ekstrim untuk suatu spesies tertentu dan kondisi lingkungan yang selalu mendapatkan gangguan secara rutin atau berkala menyebabkan keragaman spesiesnya menjadi rendah akan tetapi kelimpahan spesiesnya tinggi (Michael 1994) Faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan suatu populasi suatu spesies dapat disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor eksternal antara lain persaingan antara individu dalam satu populasi atau dengan spesies lain, perubahan lingkungan kimia akibat adanya sekresi dan metabolisme, kekurangan makanan, serangan predator/parasit/penyakit, emigrasi, faktor iklim misalnya suhu dan kelembaban. Sedangkan faktor internal melibatkan perubahan genetik dari populasi (Oka 1995). Tribolium castaneum Herbst T. castaneum (Coleoptera: Tenebrionidae) adalah salah satu hama kosmopolit di gudang penyimpanan pada daerah hangat sampai panas. Warna tubuh coklat kemerahan, panjang mm, antena capitate dengan bendolan tiga ruas. Mata facet dari samping terlihat seperti terbagi. Telur berwarna putih, berukuran kecil, dan ditutupi cairan perekat yang menyebabkan partikel makanan menempel dan menyebabkan telur sulit terlihat di antara partikel makanan. Larva mempunyai bentuk compodeiform berwarna krem dengan kepala dan urogomphi berwarna gelap (Rees 2007). Siklus hidup sekitar 26 hari pada kondisi optimum; temperatur optimum 33 C dan RH 70%. Keperidian butir telur, betina dapat hidup sekitar satu tahun bahkan bisa mencapai lima tahun (Sauer 2008). Tidak dapat menyerang biji-bijian utuh, tetapi menyebabkan kontaminasi pada bahan simpanan dalam bentuk tubuh serangga mati, bekas ganti kulit, kotoran, maupun ekskresi benzonguinones dalam bentuk cairan yang dapat menyebabkan perubahan warna dan bau pada bahan simpanan (Hagstrum et al. 2012). Serangga hama gudang sebagian besar dapat bertahan hidup pada sisa-sisa bahan simpanan yang tercecer di lantai, sudut ruangan, atau tempat-tempat tersembunyi lainnya seperti celah-celah atau retakan-retakan pada dinding dan pintu gudang. T. castaneum merupakan salah satu serangga hama yang sering ditemukan ditempat seperti itu (Harahap 2012). Gambar 1 Imago Tribolium castaneum Herbst; (Sumber: datasheet/54667, 2014)

21 7 Fosfin Kewajiban untuk mengurangi pemakaian metil bromida secara bertahap sebagaimana diatur dalam Protokol Montreal, menyebabkan fumigasi fosfin banyak dipersyaratkan oleh negara tujuan ekspor untuk keperluan karantina tumbuhan. Fumigasi fosfin maupun aplikasi insektisida dalam bentuk penyemprotan permukaan saat ini masih umum dan sering dilakukan di gudang pakan ternak untuk mengendalikan serangga hama yang ada digudang tersebut. Fumigasi fosfin masih dianggap sebagai cara utama untuk mengendalikan serangga hama yang menyerang komoditi di gudang (Dadang 2012). Sebelum pelaksanaan fumigasi fosfin perlu memperhatikan ketersediaan waktu yang cukup untuk pelaksanaan fumigasi, kandungan air komoditas yang akan difumigasi, jenis komoditas, dan jenis organisme pengganggu tumbuhan yang menjadi sasaran. Toksisitas fosfin bergantung pada lamanya waktu pemaparan, temperatur, konsentrasi dan spesies serangga. Spesies dan stadia perkembangan serangga hama gudang juga mempengaruhi daya toksisitas fosfin. Saat pelaksanaan fumigasi fosfin kita juga harus memperhatikan sifat-sifat fisik maupun kimia fosfin (Tabel 5), untuk keefektifan dan keselamatan pekerja atau orang-orang yang berada di sekitar lokasi fumigasi. Tabel 5 Deskripsi fumigan fosfin No Deskripsi Fosfin 1 Rumus kimia PH3 2 Bau Karbit/Bawang putih 3 Titik didih 87.4 C 4 Titik lebur C 5 Gravity khusus a Gas (udara = 1) b Liquid (air 4 C = 1) Titik ledakan 1.79% di udara 7 Kelarutan dalam air Sangat larut 8 Rekomendasi WHO/FAO a Biji-bijian yang belum diolah 0.1 ppm b Biji-bijian yang telah diolah 0.01 ppm 9 Efek pada serangga Syaraf dan pernafasan a Telur Lambat b Larva Cepat c Pupa Lambat d Dewasa Cepat 10 Waktu pemaparan (Exposure time) Minimal 5 x 24 jam atau sesuai spesifikasi produk 11 Faktor konversi (g/m3 ke ppm) 730 Sumber: FAO (1969), Barantan (2007), Surahmat et al. (2012).; ppm: parts per million

22 8 Perlakuan fumigasi yang efektif memerlukan konsentrasi gas fumigan yang cukup dan periode waktu tertentu saat proses fumigasi. Kaidah Haber menyatakan bahwa perkalian antara konsentrasi dan waktu menghasilkan tingkat kematian tertentu yang konstan. Kombinasi antara konsentrasi (C) dan waktu fumigasi (T) biasanya disebut CT product. CT product yang terendah merupakan tingkat kritis yang menentukan apakah serangga akan mati atau masih tetap hidup (Winks 1984). Daya kerja fosfin efektif pada konsentrasi yang rendah dan periode pemaparan yang panjang. Fumigasi dengan konsentrasi fosfin yang tinggi dapat menyebabkan respon narkosis serangga dan menyebabkan serangga hama yang difumigasi terlindungi dari fosfin (Winks 1985). Naskosis merupakan suatu keadaan dimana serangga tidak bergerak dan menutup spirakelnya sebagai usaha untuk bertahan hidup walaupun terkadang serangga ini akhirnya juga mati (Reichmuth 1989). Perlakuan fumigasi harus dilaksanakan di ruang yang kedap gas dengan konsentrasi fosfin minimum 200 ppm di pusat tumpukan komoditas yang harus terjaga selama waktu papar gas fosfin. Untuk membunuh serangga hama yang menyerang biji-bijian pada umumnya digunakan dosis 2 g fosfin/ton (Barantan 2007). Resistensi Hama Gudang terhadap Fumigasi Fosfin Fumigasi fosfin dapat membunuh hama melalui sistem pernafasan sehingga daya bunuhnya bergantung pada aktifitas pernafasan. Pada serangga hama, fumigan akan mempunyai daya bunuh yang efektif pada waktu serangga mempunyai aktifitas pernafasan paling tinggi. Pupa dan telur merupakan fase yang paling toleran terhadap fumigan karena aktifitas pernafasannya rendah. Menurut Winks and Waterford (1986), stadia telur dan pupa lebih toleran terhadap fosfin dibandingkan larva dan imago ketika waktu papar fumigasi yang digunakan pendek. Di beberapa negara sudah dilaporkan terjadinya resistensi beberapa hama gudang terhadap fosfin. Hal ini beralasan karena fumigan fosfin sementara ini merupakan fumigan yang di nilai mempunyai beberapa keunggulan sejak dilarangnya penggunaan metil bromida. Sifat resistensi dikendalikan oleh faktor genetik dan bersifat tidak bisa kembali lagi menjadi serangga yang peka terhadap pestisida tertentu apabila suatu serangga telah menunjukkan sifat resisten dalam waktu yang cukup lama. Evolusi sifat resistensi dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu genetik, biologi, dan teknik aplikasi. Melalui proses seleksi alami populasi serangga didominasi oleh populasi yang memiliki gen yang resisten yang nantinya akan diturunkan pada keturunannya, sedangkan populasi yang tidak memiliki gen dominan akan terbunuh oleh pestisida dan menghilang dari populasi tersebut (Untung 1996). FAO (1980) menyebutkan bahwa toleransi serangga gudang terhadap fumigan dapat disebabkan karena kondisi pemaparan yang kurang baik, keadaaan fisiologi dari serangga dan dosis yang kurang tepat. Beberapa faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi resistensi adalah spesies, strain, stadia, umur, ukuran, jenis kelamin, temperatur, kelembaban, ketersediaan makanan, jumlah cahaya.

23 Serangga yang resisten tidak selalu menghasilkan keturunan yang resisten, begitu pula sebaliknya. Persilangan antara serangga yang resisten dengan serangga yang rentan menghasilkan keturunan yang resiten kuat dan strain resisten lemah (Collin et al. 2000). Athie and Mills (2005) melaporkan bahwa gen yang memiliki sifat resisten terhadap fosfin menunjukkan bahwa gen heterozigot memiliki sifat resistensi yang lebih rendah dibandingkan gen homozigot. 9

24 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon (BKP Kelas II Cilegon), Jl. Raya Transit Cikuasa Pantai Merak Cilegon, Banten dan Laboratorium Entomologi Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP), Jl. Raya Tajur Km 6, Bogor. Kegiatan inventarisasi serangga hama gudang ordo Coleoptera dilaksanakan pada lima gudang pakan ternak di Wilayah Kerja BKP Kelas II Cilegon, dan oleh karena alasan tertentu maka nama gudang pakan ternak yang menjadi lokasi penelitian disingkat dengan gudang P1-P5. Pengujian resistensi T. castaneum terhadap fosfin dilaksanakan di Laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai Desember Alat Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk inventarisasi spesies serangga hama gudang ordo Coleoptera adalah probe, lup, kuas, tabung koleksi, mikroskop, kunci identifikasi serangga gudang Bousquet (1990), Gorham (1991), dan Rees (2007). Alat untuk pengujian resistensi adalah seperangkat alat pengujian fumigasi di laboratorium, stoples yang merupakan modifikasi dari desikator yang digunakan dalam metode FAO (1980). Pipa paralon panjang 2.5 cm dan diameter 2.5 cm yang beralas dan bertutup kain kasa sebagai tempat serangga uji, plastisin untuk mencegah kebocoran gas fosfin, alat suntik (gastight syringe), alat monitor fosfin, dan magnetic stirrer. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium fosfida dalam bentuk tablet, asam sulfat (H 2 SO 4 ) 10%, akuades, kain kasa, dan tepung terigu. Serangga uji (imago T. castaneum) generasi pertama yang dikumpulkan dari lima perusahaan gudang pakan ternak yang berbeda. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui studi data sekunder Barantan, inventarisasi spesies serangga hama gudang ordo Coleoptera di gudang pakan ternak dan pengujian tingkat resistensi T. castaneum terhadap fosfin di laboratorium. Studi data sekunder Badan Karantina Pertanian Studi data ini dilakukan melalui elaborasi volume dan frekuensi biji jagung dan bungkil kedelai yang masuk melalui pintu pemasukan impor yang ada di Indonesia dan data intersepsi laboratorium terhadap komoditi tersebut.

25 Inventarisasi serangga hama gudang di gudang pakan ternak Kegiatan ini dilaksanakan dengan pengambilan contoh komoditi bungkil kedelai dan biji jagung di setiap lokasi gudang tempat penelitian. Pengambilan contoh komoditi ini menggunakan alat pengambil contoh (probe) diameter 8 cm dan panjang 50 cm. Pengambilan contoh dilakukan secara langsung pada bahan baku pakan ternak yang dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang waktu tujuh hari. Contoh komoditi diambil sebanyak satu kilogram dari lima titik berbeda yang ditentukan secara sistematik berbentuk diagonal pada curahan komoditi. Serangga yang ditemukan kemudian dikoleksi dan diidentifikasi di Laboratorium BKP Kelas II Cilegon menggunakan kunci identifikasi Bousquet (1990), Gorham (1991), dan Rees (2007). Hasil survei inventarisasi hama gudang pada gudang pakan ternak kemudian dielaborasi dengan data hasil intersepsi Laboratorium Entomologi BKP Kelas II Cilegon dari tahun 2010 sampai Variabel yang diamati yaitu nama gudang pakan ternak (P1-P5), jenis komoditi, spesies dan populasi hama gudang yang ditemukan pada masing-masing contoh. Pengujian resistensi Tribolium castaneum terhadap fosfin di laboratorium Pemeliharaan serangga uji. Serangga uji berupa imago T. castaneum yang didapatkan dari lima gudang pakan ternak dibiakkan untuk mendapatkan keturunan yang seragam dan dalam jumlah yang banyak. Media untuk pengembangbiakkan T. castaneum sebelumnya disterilkan dengan cara dioven pada suhu 110 C selama satu jam. Serangga uji ini kemudian dibiakkan dalam media steril pada kondisi lingkungan dengan suhu C dan kelembaban 70%. Keturunan pertama hasil pembiakan serangga diatas digunakan sebagai serangga uji untuk menilai resistensinya terhadap fosfin. Persiapan pengujian. Fosfin yang digunakan pada pengujian berasal dari aluminium fosfida yang berbentuk tablet yang dirubah menggunakan alat pengubah fosfin tablet menjadi gas (Gambar 2). 11 Gambar 2 Alat untuk menghasilkan gas fosfin; (Sumber: FAO 1980)

26 12 Tabung desikator yang digunakan dalam metode FAO (1980) diganti dengan stoples ukuran 2 liter yang telah dimodifikasi dengan menggantungkan kawat kasa ditengah-tengah stoples sebagai tempat untuk meletakkan serangga uji dan ditutup dengan tutup stoples yang bagian tengahnya telah dilubangi dan diberi sumbat karet (rubber stopper) sebagai tempat untuk menyuntikan gas fosfin menggunakan gastight syringe. Pada bagian dasar stoples diletakkan batangan magnet yang berfungsi sebagai pengaduk gas fosfin agar tersebar merata di dalam stoples. Serangga uji keturunan pertama sebanyak 50 ekor yang tidak dibedakan alat kelaminnya umur ± 1 minggu dari masing-masing gudang pakan ternak dimasukkan ke dalam pipa paralon (diameter 2.5 cm dan tinggi 2.5 cm) yang telah diberi alas dan tutup kain kasa halus. Pipa paralon yang berisi serangga uji tersebut diletakkan di atas kawat kasa yang sudah dipasang pada bagian tengah stoples. Setiap perlakuan diulang sebanyak dua kali yang berisi masing-masing 50 ekor serangga uji. Stoples yang berisi serangga uji ini kemudian ditutup rapat dan diantara tutup stoples dan dinding luar stoples direkatkan menggunakan plastisin untuk menghindari kebocoran gas fosfin. Pelaksanaan fumigasi. Perlakuan fumigasi dilakukan pada stoples berisi serangga uji yang telah ditutup rapat dan direkatkan dengan plastisin. Gas fosfin konsentrasi 0 (kontrol), 0.005, 0.014, 0.023, 0.031, mg/l yang diperoleh dari alat untuk menghasilkan gas fosfin, kemudian disuntikkan ke dalam stoples kaca menggunakan gastight syringe. Setelah itu, lubang tempat untuk menyuntikkan gas fosfin ke dalam stoples ditutup dan diberi plastisin untuk mencegah kebocoran gas fosfin. Gas fosfin dalam stoples kemudian diaduk selama dua menit menggunakan magnetic stirrer agar gas yang ada didalam stoples cepat tersebar merata ke seluruh bagian. Pengujian resistensi. Serangga T. castaneum hasil perbanyakan di laboratorium yang dikumpulkan dari lima gudang pakan ternak, masing-masing dipapar fumigan fosfin selama 20 jam. Setelah pemaparan selesai dilakukan, serangga uji yang berada dalam stoples kaca tersebut dikeluarkan dan dipindahkan ke dalam stoples baru yang telah diberi sedikit tepung sebagai pakan serangga uji sampai pada saat pengamatan dan penghitungan mortalitas. Pengamatan dan penghitungan mortalitas serangga uji dilakukan pada 14 hari setelah 20 jam pemaparan fosfin selesai dilakukan. Analisa data pengujian resistensi. Data mortalitas serangga uji pada pengujian resistensi imago T. castaneum terhadap fosfin dianalisa probit dengan menggunakan program POLO-PC untuk mendapatkan nilai LC 50 dan LC 99 serangga uji dari masing-masing gudang yang menjadi lokasi penelitian. Nilai LC 99 serangga uji tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai discriminating concentration (LC 99 ) T. castaneum dari FAO (1980) untuk mengetahui tingkat resistensinya. Faktor resitensi (RF) dihitung menggunakan rumus : RF = Nilai LC 99 T. castaneum uji Nilai discriminating concentration T. castaneum FAO Jika perbandingan nilai LC 99 T. castaneum uji dengan nilai discriminating concentration T. castaneum (FAO 1980) yang diperoleh lebih besar dari satu (nilai RF-nya > 1) maka dikatakan bahwa serangga uji tersebut telah resisten.

27 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Serangga Hama Gudang yang Terbawa Bahan Baku Pakan Ternak Impor Serangga hama gudang yang terbawa bahan baku pakan ternak yang berasal dari negara-negara yang sudah dilaporkan terdapat serangga hama gudang strain resisten terhadap fosfin dapat mempengaruhi tingkat resistensi serangga hama gudang di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena terjadinya perkawinan diantara mereka. Berbagai jenis serangga hama gudang yang ditemukan terbawa pada bahan baku pakan ternak yang diimpor dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Bahan baku pakan ternak yang masuk ke Indonesia dan hasil intersepsi laboratorium sejak tahun Jenis pakan Pintu pemasukan Negara asal Frekuensi Volume (ton) Intersepsi laboratorium Bungkil kedelai BBKP Belawan, BKP Batam, BKP Bandar Lampung, BKP Cilegon, BBKP Tj Priok, BBKP Soetta, BKP Semarang, BBKP Surabaya, BBKP Makassar, BKP Pontianak USA*, India*, Argentina, Brazil*, Cina, Taiwan, Kanada, Malaysia, Singapura, Australia, Belanda, Korsel, Philipina, Ukraina, Uruguay, Paraquay T. castaneun, Tribolium sp, S. oryzae, S. zeamays, L. serricorne, H. hampei, Cryptolestes sp, C. ferrugineus, C. hemipterus, Oryzaephilus sp, O. surinamensis, L. oryzae, T. stercorea, Carpophilus sp, A. advena, R. dominica Biji jagung BBKP Belawan, BKP Cilegon, BBKP Soetta, BBKP Tj Priok, SKP Bandung, BKP Yoyakarta, BBKP Surabaya USA*, India*, Argentina, Brazil*, Philipina, Thailand, Pakistan, Afrika Selatan T. castaneum, L. serricorne, S. oryzae, T. granarium, C. pusillus, L. oryzae, C. hemipterus, C. chinensis, A. diaperinus, T. stercorea, C. ferrugineus, L. pusillus, A. laevigatus, S. paniceum, O. surinamensis, N. rufipes, A. advena, R. dominica, A. fasciculatus, S. zeamays, C. dimidiatus, T. confusum, C. chinensis, P. ratzeburgii, Sitophilus sp, Latheticus sp, Carpophilus sp Sumber: Barantan (2014).; *: Negara-negara yang sudah ada laporan resistensi beberapa serangga hama gudang terhadap fosfin.

28 14 Berdasarkan Tabel 6, volume dan frekuensi impor bungkil kedelai lebih tinggi dibandingkan biji jagung. Negara asal komoditi bungkil kedelai dan biji jagung yang masuk ke Indonesia yaitu: Argentina, Brazil, USA, India, Cina, Taiwan, Malaysia, Philipina, Thailand, Korea Selatan, Kanada, Singapura, Australia, Belanda, Ukraina, Uruguay, Paraguay, Pakistan dan Afrika Selatan. Bahan baku pakan ternak ini di pulau Jawa masuk melalui BKP Cilegon, BBKP Tanjung Priok, BBKP Soekarno Hatta, BKP Semarang, dan BBKP Surabaya. Volume, frekuensi, dan negara asal bungkil kedelai dan biji jagung yang masuk melalui salah satu pintu pemasukan impor Indonesia, BKP kelas II Cilegon, dan disimpan dalam gudang bahan baku pakan ternak yang menjadi lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Volume (Kg) Frekuensi Gambar 3 Bungkil kedelai dan biji jagung impor (A) volume dan (B) frekuensi pemasukan dari berbagai negara pada kelima gudang pakan ternak sejak tahun ; Sumber: Barantan (2014)

29 Semakin tinggi volume dan frekuensi komoditi bahan baku impor yang masuk ke suatu gudang, maka semakin besar peluang serangga hama gudang strain resisten terhadap fosfin dari luar negeri mempengaruhi tingkat resistensi serangga hama gudang yang ada di Indonesia. Asal komoditi biji jagung dan bungkil kedelai impor yang masuk melalui pelabuhan di wilayah kerja BKP Kelas II Cilegon selama empat tahun terakhir didominasi dari Argentina, Brazil, India dan USA. Beberapa literatur yang telah disebutkan di depan melaporkan bahwa beberapa serangga hama gudang di Brazil, India, USA telah resisten terdap fosfin. Hasil pengamatan terhadap kelima gudang bahan baku pakan ternak yang menjadi lokasi penelitian menunjukkan bahwa pemilik kelima gudang pakan ternak tersebut adalah perusahaan swasta dengan variasi jarak antara lokasi gudang bahan baku dengan pabrik pengolahan dan penyimpanan pakan ternak. Lokasi gudang bahan baku P1, P2 dan P3 berdekatan atau satu komplek dengan pabrik pengolahan dan penyimpanan pakan ternak, sedangkan lokasi gudang bahan baku P4 dan P5 letaknya berjauhan atau tidak satu komplek dengan pabrik pengolahan dan penyimpanan pakan atau hanya sebagai tempat penyimpanan bahan baku saja. Sistem pengelolaan komoditi bahan baku pakan ternak yang masuk dan keluar dari gudang pada kelima gudang lokasi penelitian sudah menggunakan sistem fist in fist out, dimana bahan baku yang masuk lebih dahulu akan dikeluarkan lebih dahulu juga. Walaupun menggunakan sistem fist in fist out, penyimpanan komoditi yang baru datang kadang-kadang diletakkan dalam satu ruang dengan komoditi bahan baku yang sudah lama jika komoditi bahan baku pakan ternak banyak yang masuk dan kondisi gudang banyak yang penuh. Penyimpanan bahan baku pakan ternak ini di gudang penyimpanan kurang lebih selama satu sampai tiga bulan. Penyimpanan bahan baku pakan ternak yang baru masuk dan sudah difumigasi dengan bahan baku pakan ternak yang sudah disimpan cukup lama di gudang mendorong berpindah serangga hama gudang dari komoditi yang sudah lama disimpan ke komoditi yang baru datang. Kegiatan fumigasi pada gudang bahan baku yang berdekatan dengan komplek pabrik pengolahan dan penyimpanan pakan dilakukan sangat intensif baik oleh perusahaan itu sendiri maupun perusahaan fumigasi. Hal ini untuk mencegah berpindahnya serangga hama gudang dari bahan baku ke gudang pakan ternak yang sudah siap untuk didistribusikan. Kegiatan fumigasi jarang bahkan tidak pernah dilakukan di gudang bahan baku yang lokasinya tidak mempunyai atau tidak berada dalam satu komplek dengan pabrik pengolahan dan penyimpanan pakan pabrik pakan. Di gudang P4 dan P5, tindakan pengendalian terhadap serangga hama biasanya hanya dengan perlakuan penyemprotan atau pengabutan dengan pestisida berbahan aktif organofosfat. Berdasarkan informasi petugas salah satu gudang pakan ternak yang berlokasi dekat dengan lokasi pabrik pengolahan pakan ternak, setelah kegiatan fumigasi fosfin dengan dosis 2 tablet/ton dan waktu papar 5 hari selesai dilakukan masih sering ditemukan T. castaneum dan C. ferrugineus yang masih hidup. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu proses fumigasi yang dilakukan kurang tepat karena kebocoran plastik fumigasi, waktu papar yang kurang atau telah terjadi resistensi pada kedua serangga tersebut. 15

30 16 Inventarisasi Serangga Hama Ordo Coleoptera di Gudang Pakan Ternak Hasil inventarisasi dari lima gudang pakan ternak yang menjadi lokasi penelitian ditemukan lima spesies serangga hama yaitu T. castaneum, O. surinamensis, C. ferrugineus, A. diaperinus, dan S. zeamays (Gambar 4-8). Spesies serangga yang dikoleksi dari gudang-gudang pakan tersebut hampir sama dengan spesies-spesies yang ditemukan dari hasil intersepsi laboratorium BKP kelas II Cilegon dan Badan Karantina Pertanian di pintu-pintu pemasukan komoditi impor. Menurut Kalshoven (1981), T. castaneum, O. surinamensis, C. ferrugineus, A. diaperinus, S. zeamays sering ditemukan pada gudang-gudang penyimpanan biji-bijian di Indonesia. a b c 1 mm Gambar 4 Imago Cryptolestes ferrugineus (a); Adanya ridge di samping mata yang memanjang sampai ke thorak (b); Tidak adanya ridge transversal pada pronotum (c) a b 1 mm c d Gambar 5 Imago Tribolium castaneum (a); Bentuk mata facet (b); Bentuk antena(c); Posisi fossa maksilla terhadap mata facet bagian bawah (d)

31 17 a b c 1 mm d e f Gambar 6 Imago jantan Sitophilus zeamays (a); Bentuk moncong dan posisi mata facet terhadap antena (b); Midline pada pronotum (c); Bentuk puncture pada elitra (d); Bentuk skerit bebas pada dasar medial lobe aedagus (e); Dua cekungan longitudinal pada medial lobe aedagus (f) a 1 mm b c d e f Gambar 7 Imago Alphitobius diaperinus (a); Bentuk mata faset (b); Bentuk pronotum (c); Proporsi mata faset dengan bagian depan kepala (d); Bentuk tibia 1 (e); Elytra yang tidak mempunyai ridge (f)

32 18 a b 1 mm Gambar 8 Imago Oryzaephilus surinamensis dengan 6 buah gerigi pada pronotum (a); Panjang tonjolan bagian belakang mata pada kepala dibandingkan dengan panjang mata facet (b) Spesies-spesies serangga hama gudang hasil inventarisasi ini sudah banyak ditemukan di Indonesia dan tersebar hampir di seluruh dunia bahkan di beberapa negara sudah menunjukkan tingkat resistensi yang lebih tinggi terhadap fosfin. Jumlah spesies dan populasi serangga hama gudang dari masing-masing komoditi pada kelima gudang bervariasi (Tabel 7). Tabel 7 Hasil inventarisasi hama gudang ordo Coleoptera dan populasinya (ekor) dalam 1 Kg contoh komoditi yang ditemukan di lima gudang pakan ternak selama pengamatan Perusahaan OPT Pengamatan ke- I II III Total (ekor) ± sd Bungkil kedelai P1 T. castaneum ± 0.58 P2 T. castaneum C. ferrugineus ± ± 0.58 P3 T. castaneum ± 0.58 P4 T. castaneum ± 1.53 P5 T. castaneum A. diaperinus ± ± 0.58 Biji jagung P1 T. castaneum ± 0.58 P2 S. zeamays ± 0.58 P3 T. castaneum ± 0.58 P4 T. castaneum C. ferrugineus ± ± 0.57 P5 T. castaneum A. diaperinus O. surinamensis ± ± ± 0.58 P: Gudang pakan ternak perusahaan, OPT: Organisme pengganggu tumbuhan, : Rata-rata populasi, sd: Standart deviasi

33 Variasi serangga hama gudang yang ditemukan pada komoditi bungkil kedelai hampir sama dengan serangga hama yang ditemukan pada biji jagung. T. castaneum merupakan serangga hama yang ditemukan hampir di semua gudang yang menjadi lokasi penelitian dengan jumlah populasi bervariasi pada setiap gudang bahan baku pakan ternak. Rata-rata populasi serangga hama gudang tertinggi pada komoditi bungkil kedelai dan biji jagung ditunjukkan oleh T. castaneum pada gudang pakan ternak P2, P4 untuk bungkil kedelai dan pada P4, P5 untuk biji jagung. Spesies serangga hama yang ada di gudang mempunyai bioekologi berbedabeda sehingga mempengaruhi pola penyebaran spesies serangga tersebut pada komoditi yang disimpan dalam suatu gudang. Pola penyebaran suatu spesies dalam komoditi juga mempengaruhi peluang serangga hama gudang tersebut ikut terambil alat pengambil contoh sehingga mempengaruhi penghitungan populasi pada kegiatan inventarisasi serangga hama gudang. Penyebaran serangga T. castaneum lebih terkonsentrasi pada lapisan atas, sedangkan C. ferrugineus dan O. Surinamensis mempunyai penyebaran yang lebih merata pada gandum yang disimpan curah pada suhu 25 0 C dengan kadar air 14% (Haines 1991). Kondisi bahan yang disimpan dan kebersihan gudang juga menentukan jenis-jenis serangga hama yang dapat menyerang biji-bijian tersebut. Rendahnya populasi serangga hama di gudang pada komoditi bungkil kedelai dan biji jagung kemungkinan karena beberapa gudang pakan ternak sudah menerapkan sanitasi gudang yang bagus. Ditemukannya serangga hama gudang A. diaperinus pada gudang P5 baik pada komoditi bungkil kedelai maupun biji jagung menunjukkan bahwa gudang tersebut kondisinya lembab dan kurang bersih. Menurut Rees (2007), kehadiran serangga A. diaperinus merupakan salah satu indikator bahwa di lokasi tersebut kelembabannya tinggi dan tingkat kebersihannya rendah. Rendahnya populasi serangga hama gudang yang ditemukan pada komoditi bungkil kedelai dan biji jagung dapat juga disebabkan serangga hama di gudang pakan ternak impor sudah resisten terhadap fosfin atau karena komoditi ini di negara asalnya sudah difumigasi fosfin sebelum dimasukkan ke Indonesia dengan tujuan untuk mencegah masuknya OPTK dari negara asal komoditi tersebut. Menurut Ridley et al. (2012), R. dominica yang mendapat perlakuan fumigasi fosfin fekunditasnya dapat menurun untuk beberapa saat. Serangga yang sudah resisten terhadap pestisida atau fumigan juga memiliki keperidian yang lebih rendah dibandingkan keperidian potensial yang dimilikinya (Haines 1991). Fragoso et al. (2005) juga mendeteksi adanya penurunan fekunditas dari populasi serangga yang resisten, karena memiliki kelemahan dalam reproduksi. Penurunan keperidian serangga yang sudah resisten akibat perlakuan fumigasi yang telah dilakukan di gudang tersebuat atau adanya perpindahan serangga resisten dari luar negeri yang masuk ke Indonesia juga berpeluang menyebabkan rendahnya populasi serangga hama yang ada digudang tersebut. Reinfestasi hama yang cepat di tempat penyimpanan menunjukkan kurang efektifnya tindakan pengendalian sebelumnya atau kondisi lain yang mendukung cepatnya infestasi serangga hama seperti kondisi gudang yang tidak memenuhi syarat atau faktor kegiatan manusia (Dadang 2012). 19

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Resistensi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian Resistensi 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Hasil pengujian si menunjukkan bahwa dari tiga spesies serangga yang diuji, dua spesies menunjukkan sinya terhadap fosfin dengan faktor si (RF) yang bervariasi, berkisar

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA,

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, Trogoderma granarium Everts., (COLEOPTERA: DERMESTIDAE) DAN HAMA GUDANG LAINNYA DI WILAYAH DKI JAKARTA, BEKASI, SERANG, DAN CILEGON MORISA PURBA SEKOLAH

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA,

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, Trogoderma granarium Everts., (COLEOPTERA: DERMESTIDAE) DAN HAMA GUDANG LAINNYA DI WILAYAH DKI JAKARTA, BEKASI, SERANG, DAN CILEGON MORISA PURBA SEKOLAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA AIP + 3 H 2 O PH 3 + AI(OH) 3. Mg 3 P H 2 O 2 PH Mg(OH) 2

TINJAUAN PUSTAKA AIP + 3 H 2 O PH 3 + AI(OH) 3. Mg 3 P H 2 O 2 PH Mg(OH) 2 TINJAUAN PUSTAKA Fosfin Fumigasi merupakan tindakan/perlakuan dengan menggunakan gas/fumigan dalam suatu ruang atau fumigasi yang kedap udara/gas. Fumigan bila diberikan dalam konsentrasi yang sesuai akan

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA

PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA Oleh RAMDHAN NURBIANTO F14103066 2008 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tribolium castaneum (Herbst)

TINJAUAN PUSTAKA Tribolium castaneum (Herbst) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tribolium castaneum (Herbst) Serangga T. castaneum termasuk ordo Coleoptera dan famili Tenebronidae. Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu perkembangannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst. digilib.uns.ac.id 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst. Klasifikasi dari kumbang tepung (T. castaneum) sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Coleoptera

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan penyimpanan suatu komoditas tertentu di gudang mempunyai beberapa tujuan diantaranya untuk cadangan/stok nasional jika terjadi musibah/bencana seperti gempa bumi dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

TERHADAP FOSFIN DAN KERAGAAN RELATIF STRAIN RESISTEN

TERHADAP FOSFIN DAN KERAGAAN RELATIF STRAIN RESISTEN PENGUJIAN RESISTENSI Tribolium castaneum Herbst. (Coleoptera: Tenebronidae), Rhyzopertha dominica (F.) (Coleoptera: Bostrichidae), Cryptolestes sp. (Coleoptera: Laemopholidae) TERHADAP FOSFIN DAN KERAGAAN

Lebih terperinci

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado * korespondensi:

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado * korespondensi: Mortalitas Sitophilus oryzae L. pada Beras Suluttan Unsrat, Ketan Putih, dan Beras Merah di Sulawesi Utara (Mortality of Sitophilus oryzae L. in Suluttan Unsrat, white glutinous, and brown rice in North

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi dan Gedung Workshop Fumigasi dan X-Ray di Balai Uji Terap Teknik dan Metoda Karantina Pertanian, Bekasi dari bulan November

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan komoditas strategis yang secara langsung mempengaruhi kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan produksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Percobaan 4.1.1. Jumlah larva (30 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah larva pada 30 HSA, sedangkan

Lebih terperinci

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG

PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG PERLUASAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA NABATI FTI-2 TERHADAP BEBERAPA JENIS HAMA GUDANG SEPTRIPA A34051189 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK SEPTRIPA.

Lebih terperinci

Alumni Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP **) Staf Pengajar Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP ***)

Alumni Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP **) Staf Pengajar Peminatan Entomologi Kesehatan FKM UNDIP ***) GAMBARAN BEBERAPA FAKTOR FISIK PENYIMPANAN BERAS, IDENTIFIKASI DAN UPAYA PENGENDALIAN SERANGGA HAMA GUDANG (Studi di Gudang Bulog 103 Demak Sub Dolog Wilayah I Semarang) Adelia Luhjingga Pitaloka *), Ludfi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUDANG BERAS

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUDANG BERAS Jurnal HPT Volume 3 Nomor 2 April 2015 ISSN: 2338-4336 KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUDANG BERAS Awitya Anggara Prabawadi, Ludji Pantja Astuti, Rina Rachmawati Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat

BAB I PENDAHULUAN. Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat buah yang termasuk dalam Familia Tephritidae telah banyak diketahui sebagai organisme pengganggu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. Minyak atsiri 8 spesies Cinnamomum dengan konsentrasi 5% memiliki toksisitas kontak dan efek fumigan yang beragam

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONSENTRASI DAN WAKTU PEMAPARAN FUMIGAN FOSFIN TERHADAP MORTALITAS LARVA DAN IMAGO Tribolium castaneum (Herbst) (COLEOPTERA: TENEBRIONIDAE)

HUBUNGAN KONSENTRASI DAN WAKTU PEMAPARAN FUMIGAN FOSFIN TERHADAP MORTALITAS LARVA DAN IMAGO Tribolium castaneum (Herbst) (COLEOPTERA: TENEBRIONIDAE) HUBUNGAN KONSENTRASI DAN WAKTU PEMAPARAN FUMIGAN FOSFIN TERHADAP MORTALITAS LARVA DAN IMAGO Tribolium castaneum (Herbst) (COLEOPTERA: TENEBRIONIDAE) BAMBANG GURITNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh,

PENDAHULUAN. manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, xi PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk dikonsumsi manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja, Cina,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 11 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang hijau adalah tanaman budidaya palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir.

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Subramanyam dan Hagstrum (1996), Hama kumbang bubuk dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA,

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, Trogoderma granarium Everts., (COLEOPTERA: DERMESTIDAE) DAN HAMA GUDANG LAINNYA DI WILAYAH DKI JAKARTA, BEKASI, SERANG, DAN CILEGON MORISA PURBA SEKOLAH

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SERANGGA YANG BERASOSIASI DENGAN BERAS DALAM SIMPANAN

IDENTIFIKASI SERANGGA YANG BERASOSIASI DENGAN BERAS DALAM SIMPANAN Jurnal HPT Volume 4 Nomor 1 Januari 2016 ISSN : 2338-4336 IDENTIFIKASI SERANGGA YANG BERASOSIASI DENGAN BERAS DALAM SIMPANAN Happy Setyaningrum, Toto Himawan, Ludji Pantja Astuti Jurusan Hama dan Penyakit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama S.oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Sorgum (Sorghum bicolor (L.)) Tanaman sorgum termasuk famili Graminae atau rerumputan. Tanaman lain yang termasuk dalam famili Graminae diantaranya adalah padi, jagung, dan tebu.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman 8 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Januari hingga April

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae) Kumbang L. serricorne meletakkan telurnya secara tertutup pada bahan (tembakau) simpan. Telur diletakkan satu persatu

Lebih terperinci

MODIFIKASI ATMOSFER DENGAN KONSENTRASI CO 2 TERHADAP PERKEMBANGAN Sitophilus zeamais SELAMA PENYIMPANAN JAGUNG

MODIFIKASI ATMOSFER DENGAN KONSENTRASI CO 2 TERHADAP PERKEMBANGAN Sitophilus zeamais SELAMA PENYIMPANAN JAGUNG 2004 Enrico Syaefullah Posted 5 November 2004 Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor November 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi BALITKABI-Malang pada bulan April-Agustus 2010. Kegiatan penelitian terdiri dari penyiapan alat, bahan

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati

HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati HAMA DAN PENYAKIT BENIH Oleh: Eny Widajati SERANGGA HAMA Di lapang Di gudang Menyerang benih dengan kadar air masih tinggi Mampu menyerang benih berkadar air rendah Serangga hama di penyimpanan dibedakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah: warna putih (gelatin) yang merupakan salivanya, sehingga dari luar tidak

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah: warna putih (gelatin) yang merupakan salivanya, sehingga dari luar tidak TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae L. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah: Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA v

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN PRAKATA v DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i DAFTAR LAMPIRAN ii I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Keaslian Penelitian 5 C. Tujuan

Lebih terperinci

Faktor Yang Berpengaruh. Mutu komoditas Metode pemanenan dan penanganannya Pendinginan awal (pre-cooling) Sanitasi ruangan penyimpanan

Faktor Yang Berpengaruh. Mutu komoditas Metode pemanenan dan penanganannya Pendinginan awal (pre-cooling) Sanitasi ruangan penyimpanan PENYIMPANAN BUAH Faktor Yang Berpengaruh Mutu komoditas Metode pemanenan dan penanganannya Pendinginan awal (pre-cooling) Sanitasi ruangan penyimpanan Waktu Penyimpanan Penyimpanan sementara (temporary

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program Studi

Lebih terperinci

STATUS RESISTENSI Tribolium castaneum HERBST DAN Araecerus fasciculatus DE GEER ASAL GUDANG BIJI KAKAO DI MAKASSAR SULAWESI SELATAN TERHADAP FOSFIN

STATUS RESISTENSI Tribolium castaneum HERBST DAN Araecerus fasciculatus DE GEER ASAL GUDANG BIJI KAKAO DI MAKASSAR SULAWESI SELATAN TERHADAP FOSFIN STATUS RESISTENSI Tribolium castaneum HERBST DAN Araecerus fasciculatus DE GEER ASAL GUDANG BIJI KAKAO DI MAKASSAR SULAWESI SELATAN TERHADAP FOSFIN SRI WIDAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Efektivitas Abu Sekam dan Minyak Goreng Pada Pengendalian Hama Gudang Kacang Hijau. Kardiyono

Efektivitas Abu Sekam dan Minyak Goreng Pada Pengendalian Hama Gudang Kacang Hijau. Kardiyono Efektivitas Abu Sekam dan Minyak Goreng Pada Pengendalian Hama Gudang Kacang Hijau Kardiyono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Ciptayasa Km 01 Ciruas Serang Banten Abstrak Kerusakan kacang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kutu Beras Sitophylus oryzae sp Biologi dan Ekologi Hama S.oryzae ini adalah: Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Penyimpanan adalah salah satu tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan

Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan MAHASISWA DIHARAPKAN MAMPU MENJELASKAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM KEHIDUPAN DAN PEREKONOMIAN PERTANIAN INDONESIA MENURUT SUBSEKTOR Hortikultura Tanaman Pangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian untuk kegiatan fraksinasi daun mint (Mentha arvensis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpanan merupakan salah satu tahap penting karena periode tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. Kerusakan saat penyimpanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berbagai galur sorgum banyak dikembangkan saat ini mengingat sorgum memiliki banyak manfaat. Berbagai kriteria ditetapkan untuk mendapatkan varietas unggul yang diinginkan. Kriteria

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada xvi TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama S.oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem Peran Varietas Tahan dalam PHT Dr. Akhmad Rizali Stabilitas Agroekosistem Berbeda dengan ekosistem alami, kebanyakan sistem produksi tanaman secara ekologis tidak stabil, tidak berkelanjutan, dan bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni September 2015 di Laboratorium

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni September 2015 di Laboratorium 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni September 2015 di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN

HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN Tugas Terstruktur I Disusun Oleh: Bogi Diyansah 0810480131 AGROEKOTEKNOLOGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2O11 Pertanyaan dan jawaban 1. Ambang fumigasi Ambang fumigasi adalah

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB TURUNNYA KUALITAS BERAS DI PT B CAUSE OF RICE DECREASE QUALITY ANALYSIS IN PT B

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB TURUNNYA KUALITAS BERAS DI PT B CAUSE OF RICE DECREASE QUALITY ANALYSIS IN PT B ANALISIS FAKTOR PENYEBAB TURUNNYA KUALITAS BERAS DI PT B CAUSE OF RICE DECREASE QUALITY ANALYSIS IN PT B Nuke Gustiyana Putri¹, Bina Unteawati², Fitriani³ ¹Mahasiswa, ²pembimbing 1, ³pembimbing 2 Mahasiswa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat menunjang kegiatan usaha budidaya perikanan, sehingga pakan yang tersedia harus memadai dan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI

ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI ISOLASI, SELEKSI DAN OPTIMASI PERTUMBUHAN GANGGANGG MIKRO YANG POTENSIAL SEBAGAI PENGHASIL BAHAN BAKAR NABATI YOLANDA FITRIA SYAHRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kebugaran T. chilonis pada Dua Jenis Inang Pada kedua jenis inang, telur yang terparasit dapat diketahui pada 3-4 hari setelah parasitisasi. Telur yang terparasit ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

PENGARUH FOSFORILASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL PATI SAGU CYNTHIA EMANUEL

PENGARUH FOSFORILASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL PATI SAGU CYNTHIA EMANUEL PENGARUH FOSFORILASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TERHADAP KARAKTERISTIK FILM EDIBEL PATI SAGU CYNTHIA EMANUEL SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Pemantauan dilaksanakan dari bulan Agustus sampai Desember 2008 di gudang penyimpanan beras dan pakan ternak yaitu : gudang beras Bulog, gudang swasta, gudang perorangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Persiapan Penelitian Koleksi dan Perbanyakan Parasitoid Perbanyakan Serangga Inang Corcyra cephalonica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2005 sampai dengan Maret 2006 bertempat di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia menjadikan Negara ini mudah untuk ditanami berbagai macam tanaman

Lebih terperinci

Teknologi Penyimpanan Jagung Oleh : Sri Sudarwati PENDAHULUAN

Teknologi Penyimpanan Jagung Oleh : Sri Sudarwati PENDAHULUAN Teknologi Penyimpanan Jagung Oleh : Sri Sudarwati PENDAHULUAN Sampai saat ini mutu jagung di tingkat petani pada umumnya kurang memenuhi persyaratan kriteria mutu jagung yang baik, karena tingginya kadar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap sebagai subsitusi bungkil kedelai dalam ransum terhadap persentase karkas, kadar lemak daging,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lele dumbo yang bernama ilmiah Clarias geriepinus, masuk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Lele dumbo yang bernama ilmiah Clarias geriepinus, masuk di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lele dumbo yang bernama ilmiah Clarias geriepinus, masuk di Indonesia sekitar bulan November 1986 dari negara Taiwan. Beberapa tahun yang lalu orang tidak pernah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade belakangan ini dilaporkan bahwa telah terjadi penipisan lapisan ozon di Antartika dan fenomena penipisan lapisan ozon ini tampaknya semakin meluas akibat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Wilayah Kerja KSU Tandangsari. Tanjungsari No. 50, Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Wilayah Kerja KSU Tandangsari. Tanjungsari No. 50, Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Wilayah Kerja KSU Tandangsari Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari berlokasi di Komplek Pasar Tanjungsari No. 50, Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten

Lebih terperinci