IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Percobaan Jumlah larva (30 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah larva pada 30 HSA, sedangkan media penyimpanan menunjukkan pengaruh nyata dan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah larva pada 30 HSA (Tabel 7, Lampiran ). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa perbedaan varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah larva pada 30 HSA. Media penyimpanan kaleng kemasan menghasilkan jumlah larva pada 30 HSA lebih tinggi 79,30% dibandingkan media kertas kemasan, sedangkan pada perbandingan karung plastik dan toples tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah larva 30 HSA. Sedangkan perbandingan pengaruh sederhana pada varietas beras menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap semua perbandingan yang diujikan. Perbandingan pengaruh sederhana pada media penyimpanan diperoleh v 1 m 3, v 2 m 1, v 2 m 3, dan v 3 m 3 berbeda nyata. Pengaruh sederhana beras Mentikwangi yang disimpan dalam kaleng kemasan menghasilkan jumlah larva pada 30 HSA lebih tinggi 88,85% dibandingkan kertas kemasan, pada beras Ciherang kaleng kemasan dan kertas

2 38 kemasan lebih rendah dengan total persentase 77,25% dan pada beras Pandanwangi dengan sebesar 66,84% (Tabel 2) Jumlah larva (40 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis berasdan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah larva pada 40 HSA sedangkan media penyimpanan menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 13, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa perbedaan varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah larva pada 40 HSA, begitu pula penggunaan media penyimpanan (Tabel 2). Pengaruh sederhana varietas beras menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap semua perbandingan yang diujikan. Pengaruh sederhana media penyimpanan diperoleh beras varietas Mentikwangi kemasan toples berbeda dengan kemasan kaleng dan kertas kemasan. Media penyimpanan kaleng kemasan dan kertas kemasanmenekan jumlah larva pada 40 HSA terendah 26,02% pada beras Mentikwangi dibandingkan media penyimpanan lainnya (Tabel 2).

3 39

4 Larva (buah) Hsa 30 Hsa 40 Hsa 0 Perlakuan Gambar 3. Jumlah larva akibat perbedaan berbagai varietas beras pada berbagai media penyimpanan Keterangan: v 1 m 1 = Beras varietas Mentikwangi dan karung plastik. v 1 m 2 = Beras varietas Mentikwangi dan toples. v 1 m 3 = Beras varietas Mentikwangi dan kaleng kemasan. v 1 m 4 = Beras varietas Mentikwangi dan kertas kemasan v 2 m 1 = Beras varietas Ciherang dan karung plastik. v 2 m 2 = Beras varietas Ciherang dan toples. v 2 m 3 = Beras varietas Ciherang dan kaleng kemasan. v 2 m 4 = Beras varietas Ciherang dan kertas kemasan. v 3 m 1 = Beras varietas Pandanwangi dan karung plastik. v 3 m 2 = Beras varietas Pandanwangi dan toples. v 3 m 3 = Beras varietas Pandanwangi dan kaleng kemasan. v 3 m 4 = Beras varietas Pandanwangi dan kertas kemasan. Gambar 3 memperlihatkan bahwa setiap varietas beras memiliki jumlah larva yang berbeda yang dipengaruhi oleh media penyimpanan. Pada 20 HSA, kombinasi perlakuan beras varietas Mentikwangi dan kaleng kemasan ( v 1 m 3 ) memiliki jumlah larva tertinggi dibandingkan dengan kombinasii perlakuan yang lainnya, pada 30 HSA, jumlah larva tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan

5 41 beras varietas Mentikwangi dan kaleng kemasan ( v 1 m 3 ), dan pada 40 HSA, jumlah larva tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan beras varietas Ciherang dan kaleng kemasan (v 2 m 3 ) Jumlah pupa (30 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis berasdan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah pupa pada 30 HSA sedangkan media penyimpanan menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 19, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa perbedaan varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah pupa pada 30 HSA. Media penyimpanan kaleng kemasan menghasilkan jumlah pupa 30 HSA lebih tinggi 92,23% dibandingkan media penyimpanan kertas kemasan (Tabel 3). Pengaruh sederhana varietas beras menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap semua perbandingan yang diujikan. Sedangkan pengaruh sederhana media penyimpanan diperoleh v 1 m 3 vs. v 1 m 4, dan v 2 m 3 vs. v 2 m 4 berbeda nyata. Beras Ciherang yang disimpan dalam kemasan kalengmenghasilkan jumlah pupa pada 30 HSA lebih rendah 94,70%, sedangkan media penyimpanan kemasan kaleng beras Mentikwangi hanyalebih tinggi 95,02% daripada kertas kemasan, secara berurutan (Tabel 3).

6 42

7 43 25 Pupa (buah) Hsa 30 Hsa 40 Hsa 0 Perlakuan Gambar 4. Jumlah pupa akibat perbedaan berbagai varietas beras pada berbagai media penyimpanan Keterangan: v 1 m 1 = Beras varietas Mentikwangi dan karung plastik. v 1 m 2 = Beras varietas Mentikwangi dan toples. v 1 m 3 = Beras varietas Mentikwangi dan kaleng kemasan. v 1 m 4 = Beras varietas Mentikwangi dan kertas kemasan v 2 m 1 = Beras varietas Ciherang dan karung plastik. v 2 m 2 = Beras varietas Ciherang dan toples. v 2 m 3 = Beras varietas Ciherang dan kaleng kemasan. v 2 m 4 = Beras varietas Ciherang dan kertas kemasan. v 3 m 1 = Beras varietas Pandanwangi dan karung plastik. v 3 m 2 = Beras varietas Pandanwangi dan toples. v 3 m 3 = Beras varietas Pandanwangi dan kaleng kemasan. v 3 m 4 = Beras varietas Pandanwangi dan kertas kemasan. Gambar 4 memperlihatkan bahwa setiap varietas beras memiliki jumlah pupa yang berbeda yang dipengaruhi oleh media penyimpanan. Pada 30 HSA, jumlah pupa tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan beras varietas Mentikwangi dan kaleng kemasan ( v 1 m 3 ), dan pada 40 HSA, jumlah pupa tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan beras varietas Mentikwangi dan kaleng kemasan (v 1 m 3 ).

8 Jumlah pupa (40 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras, media penyimpanan, dan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah pupa pada 40 HSA (Tabel 25, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa perbedaan varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah pupa pada 40 HSA, begitu pula penggunaan media penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata (Tabel 3). Sedangkan perbandingan pengaruh utama dan sederhana pada varietas beras dan media penyimpanan menunjukkan tidak berbeda nyata (Tabel 3) Jumlah imago dewasa (20 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras dan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah imago dewasa pada 20 HSA, sedangkan media penyimpanan menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 31, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa perbedaan varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah imago dewasa pada 20 HSA. Penggunaan media penyimpanan toples, kaleng kemasan dan kertas kemasan berbeda nyata. Media penyimpanan kaleng kemasan menghasilkanjumlah imago dewasa20 HSA lebih tinggi 86,31% dibandingkan media penyimpanan kertas kemasan (Tabel 4).

9 45 Tabel 4 memperlihatkan bahwa pengaruh sederhana varietas beras menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap jumlah imago dewasa 20 HSA. Media penyimpanan kaleng kemasanmenghasilkan jumlah imago dewasa pada 20 HSA lebih tinggi 86,30%, 86,23 dan 86,40% dibandingkan media penyimpanan kertas kemasan pada ketiga varietas asal beras masing-masing Mentikwangi, Ciherang, dan Pandanwangi (Tabel 4) Jumlah imago dewasa (30 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras dan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah imago dewasa pada 30 HSA, sedangkan media penyimpanan menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 37, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa perbedaan varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah imago dewasa pada 30 HSA. Media penyimpanan menghasilkan jumlah imago dewasa30 HSA pada semua media penyimpanan berbeda nyata, media penyimpanan kaleng kemasanlebih tinggi 84,76% dari pada kertas kemasan. Dipihak lain ternyata media penyimpanan kaleng kemasan dan kertas kemasan lebih tinggi 24,08% dari pada media penyimpanan toples (Tabel 4). Pengaruh sederhana varietas beras menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap semua perbandingan yang diujikan. Beras varietas Mentikwangi yang disimpan dalam kaleng kemasan menghasilkan jumlah imago dewasa pada 30 HSA lebih tinggi 86,41% dibandingkan beras varietas Mentikwangi yang disimpan dalam

10 46 kertas kemasan, beras varietas Ciherang lebih tinggi 17,27%, dan beras varietas Pandanwangi lebih tinggi 80,30% secara berurutan (Tabel 4) Jumlah imago dewasa (40 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras dan interaksi antara kedua perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah imago dewasa pada 40 HSA, sedangkan media penyimpanan menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 43, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa perbandingan varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah imago dewasa pada 40 HSA. Penggunaan media penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah imago dewasa pada 40 HSA. Sedangkan varietas beras menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap semua perbandingan yang diujikan. Media penyimpanan beras varietas Pandanwangi dalamkaleng kemasan menghasilkan jumlah imago dewasa pada 40 HSA lebih tinggi 68,29% dibandingkan beras varietas Pandanwangi yang disimpan dalam kertas kemasan (Tabel 4 ). Media penyimpanan beras varietas Mentikwangi dalam toples menghasilkan jumlah imago dewasa pada 40 HSA lebih tinggi 33,15% dibandingkan beras varietas Mentikwangi yang disimpan dalam kaleng kemasan dan kertas kemasan (Tabel 4).

11 47

12 48 Imago Dewasa (ekor) 200,00 180,00 160,00 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 0 Hsa 20 Hsa 30 Hsa 40 Hsa Perlakuan Gambar 5. Jumlah imago dewasa akibat perbedaan berbagai varietas beras pada berbagai media penyimpanan Keterangan: v 1 m 1 = Beras varietas Mentikwangi dan karung plastik. v 1 m 2 = Beras varietas Mentikwangi dan toples. v 1 m 3 = Beras varietas Mentikwangi dan kaleng kemasan. v 1 m 4 = Beras varietas Mentikwangi dan kertas kemasan v 2 m 1 = Beras varietas Ciherang dan karung plastik. v 2 m 2 = Beras varietas Ciherang dan toples. v 2 m 3 = Beras varietas Ciherang dan kaleng kemasan. v 2 m 4 = Beras varietas Ciherang dan kertas kemasan. v 3 m 1 = Beras varietas Pandanwangi dan karung plastik. v 3 m 2 = Beras varietas Pandanwangi dan toples. v 3 m 3 = Beras varietas Pandanwangi dan kaleng kemasan. v 3 m 4 = Beras varietas Pandanwangi dan kertas kemasan. Gambar 5 memperlihatkan bahwa setiap varietas beras memiliki jumlah imago dewasa yang berbeda yang dipengaruhi oleh media penyimpanan. Pada 20 HSA, kombinasi perlakuan beras varietas Mentikwangi dan kaleng kemasan ( v 1 m 3 ) memiliki jumlah imago dewasa tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lainnya, pada 30 HSA, jumlah imago dewasa tertinggi terdapat

13 49 pada kombinasi perlakuan beras varietas Pandanwangi dan kaleng kemasan (v 3 m 3 ), dan pada 40 HSA, jumlah imago dewasa tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan beras varietas Pandanwangi dan kaleng kemasan (v 3 m 3 ) Jumlah mortalitas imago (20 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras, media penyimpanan dan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah mortalitas imago pada 20 HSA (Tabel 49, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah mortalitas imago pada 20 HSA, begitu pula penggunaan media penyimpanan. Media penyimpanan kaleng kemasan menghasilkan jumlah mortalitas imago pada 20 HSA lebih tinggi 67,14% dibandingkan media penyimpanan kertas kemasan (Tabel 5) Jumlah mortalitas imago (30 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras dan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah mortalitas imago pada 30 HSA, sedangkan media penyimpanan menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 55, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa perbedaan varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah mortalitas imago pada 30 HSA. Penggunaan media penyimpanan juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah mortalitas imago pada 30 HSA (Tabel 5).

14 50 Media penyimpanan kemasan kaleng menghasilkan jumlah mortalitas imago pada 30 HSA lebih tinggi 66,67% daripada kertas kemasan pada beras mentik wangi (Tabel 5) Jumlah mortalitas imago (40 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras, media penyimpanan, dan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah mortalitas imago pada 40 HSA (Tabel 61, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa perbedaan varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah mortalitas imago pada 40 HSA. Penggunaan media penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah mortalitas imago pada 40 HSA (Tabel 5). Beras varietas Mentikwangi yang disimpan pada kertas kemasan imago pada 40 HSA lebih tinggi 69,73% dibandingkan varietas lainnya (Tabel 5).

15 51

16 52 Mortalitas Imago (ekor) 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0, Hsa 30 Hsa 40 Hsa Perlakuan Gambar 6. Mortalitas imago akibat perbedaan berbagai varietas beras pada berbagai media penyimpanan Keterangan: v 1 m 1 = Beras varietas Mentikwangi dan karung plastik. v 1 m 2 = Beras varietas Mentikwangi dan toples. v 1 m 3 = Beras varietas Mentikwangi dan kaleng kemasan. v 1 m 4 = Beras varietas Mentikwangi dan kertas kemasan v 2 m 1 = Beras varietas Ciherang dan karung plastik. v 2 m 2 = Beras varietas Ciherang dan toples. v 2 m 3 = Beras varietas Ciherang dan kaleng kemasan. v 2 m 4 = Beras varietas Ciherang dan kertas kemasan. v 3 m 1 = Beras varietas Pandanwangi dan karung plastik. v 3 m 2 = Beras varietas Pandanwangi dan toples. v 3 m 3 = Beras varietas Pandanwangi dan kaleng kemasan. v 3 m 4 = Beras varietas Pandanwangi dan kertas kemasan. Gambar 6 memperlihatkan bahwa setiap varietas beras memiliki jumlah mortalitas imago yang berbeda yang dipengaruhi oleh media penyimpanan. Pada 20 HSA, kombinasi perlakuan beras varietas Mentikwangi dan kaleng kemasan ( v 1 m 3 ) memiliki jumlah mortalitas imago tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lainnya, pada 30 HSA, jumlah mortalitas imago tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan beras varietas Ciherang dan kaleng kemasan ( v 2 m 3 ),

17 53 dan pada 40 HSA, jumlah mortalitas imago tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan beras varietas Mentikwangi dan kertas kemasan (v 1 m 4 ) Beras rusak (40 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras dan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah beras rusak pada 40 HSA, sedangkan media penyimpanan menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 67, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa perbedaan varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah beras rusak pada 40 HSA. Media penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah beras rusak pada 40 HSA (Tabel 6). Beras rusak pada 40 HSA varietas Mentikwangi yang disimpan dalam kaleng kemasan lebih tinggi 74,31% daripada kertas kemasan (Tabel 6).

18 54 Tabel 6. Jumlah beras rusak (40 HSA) akibat perbedaan jenis beras dan media penyimpanan (transformasi log (x) ) Perlakuan/Perbandingan 1. Pengaruh varietas beras: a. v 1 vs. v 2 v 3 1< ns b. v 2 vs. v 3 1< ns 2. Pengaruh media penyimpanan: a. m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns b. m 2 vs. m 3 m 4 1< ns c. m 3 vs. m 4 2,771 ns 3. Interaksi varietas vs.media a. 1a x 2a 1< ns b. 1a x 2b 1< ns c. 1a x 2c 1< ns d. 1b x 2a 1< ns e. 1b x 2b 1< ns f. 1b x 2c 1< ns 4. Pengaruh sederhana V pada: a. m 1 : v 1 vs. v 2 v 3 1< ns b. m 1 : v 2 vs. v 3 1< ns c. m 2 : v 1 vs. v 2 v 3 1< ns d. m 2 : v 2 vs.v 3 1< ns e. m 3 : v 1 vs.v 2 v 3 1,182 ns f. m 3 : v 2 vs.v 3 1< ns g. m 4 : v 1 vs.v 2 v 3 1< ns h. m 4 : v 2 vs.v 3 1< ns 5. Pengaruh sederhana M pada: a. v 1 : m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns b. v 1 : m 2 vs. m 3 m 4 1< ns Beras Rusak 40 HSA F-hitung Persentase (%) c. v 1 : m 3 vs.m 4 4,304 * -74,31 d. v 2 : m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns e. v 2 : m 2 vs. m 3 m 4 1< ns f. v 2 : m 3 vs. m 4 2,902 ns g. v 3 : m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns h. v 3 : m 2 vs. m 3 m 4 1< ns i. v 3 : m 3 vs. m 4 1,520 ns Keterangan: v 1 = Varietas Mentikwangi; v 2 = Varietas Ciherang; v 3 = Varietas Pandanwangi; m 1 = Karung Plastik; m 2= Toples; m 3= Kaleng Kemasan; m 4= Kertas Kemasan; ns = Tidak berbeda nyata; * = Berbeda nyata; F-tabel(1;24:5%) = 4,26

19 Beras utuh (40 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras dan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah beras utuh pada 40 HSA, sedangkan media penyimpanan menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 73, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa perbandingan varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah beras utuh pada 40 HSA. Penggunaan media penyimpanan kertas kemasan menghasilkan jumlah beras utuh pada 40 HSA lebih tinggi 54,32% dibandingkan media penyimpanan kaleng kemasan 45,32% (Tabel 7). Varietas beras menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap semua perbandingan yang diujikan. Media penyimpanan beras varietas Mentikwangi dalam kertas kemasanmenghasilkan jumlah beras utuh pada 40 HSA lebih sedikit 44,82% dibandingkan beras varietas Mentikwangi yang disimpan dalam kaleng kemasan.media penyimpanan beras varietas Ciherang dalam kertas kemasanmenghasilkan jumlah beras utuh pada 40 HSA lebih sedikit 43,85% dibandingkan beras varietas Ciherang yang disimpan dalam kaleng kemasan (Tabel 7).

20 56 Tabel 7. Jumlah beras utuh (40 HSA) akibat perbedaan jenis beras dan media penyimpanan (transformasi ) Perlakuan/Perbandingan 1. Pengaruh varietas beras: a. v 1 vs. v 2 v 3 1 < ns b. v 2 vs. v 3 1 < ns 2. Pengaruh media penyimpanan: a. m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns b. m 2 vs. m 3 m 4 1,627 ns Beras Utuh 40 HSA F-hitung Persentase (%) c. m 3 vs. m 4 5,264 * -45,32 3. Interaksi varietas vs.media a. 1a x 2a 1 < ns b. 1a x 2b 1 < ns c. 1a x 2c 1 < ns d. 1b x 2a 1 < ns e. 1b x 2b 1 < ns f. 1b x 2c 1,344 ns 4. Pengaruh sederhana V pada: a. m 1 : v 1 vs. v 2 v 3 1< ns b. m 1 : v 2 vs. v 3 1< ns c. m 2 : v 1 vs. v 2 v 3 1< ns d. m 2 : v 2 vs.v 3 1< ns e. m 3 : v 1 vs.v 2 v 3 1< ns f. m 3 : v 2 vs.v 3 2,245 ns g. m 4 : v 1 vs.v 2 v 3 1< ns h. m 4 : v 2 vs.v 3 1< ns 5. Pengaruh sederhana M pada: a. v 1 : m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns b. v 1 : m 2 vs. m 3 m 4 1,535 ns c. v 1 : m 3 vs.m 4 7,013 * 44,82 d. v 2 : m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns e. v 2 : m 2 vs. m 3 m 4 1,917 ns f. v 2 : m 3 vs. m 4 7,302 * 43,85 g. v 3 : m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns h. v 3 : m 2 vs. m 3 m 4 1,432 ns i. v 3 : m 3 vs. m 4 2,181 ns Keterangan: v 1 = Varietas Mentikwangi; v 2 = Varietas Ciherang; v 3 = Varietas Pandanwangi; m 1 = Karung Plastik; m 2= Toples; m 3= Kaleng Kemasan; m 4= Kertas Kemasan; ns = Tidak berbeda nyata; * = Berbeda nyata; F-tabel(1;24:5%) = 4,26

21 Susut bobot (40 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras dan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah susut bobot pada 40 HSA, sedangkan media penyimpanan menunjukkan pengaruh nyata (Tabel 79, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa varietas beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah susut bobot pada 40 HSA. Jumlah susut bobot pada 40 HSA dalam media penyimpanan kaleng kemasan lebih tinggi 24,79% dibandingkan media kertas kemasan (Tabel 8). Varietas beras menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap semua perbandingan yang diujikan. Media penyimpanan beras varietas Mentiwangi dalam kaleng kemasanmenghasilkan jumlah susut bobot pada 40 HSA lebih tinggi 84,71% dibandingkan beras varietas Mentikwangi yang disimpan dalam kertas kemasan. Media penyimpanan beras varietas Pandanwangi dalam toples menghasilkan jumlah susut bobot pada 40 HSA lebih tinggi 72,73% dibandingkan beras varietas Pandanwangi yang disimpan dalam kaleng kemasan dan kertas kemasan (Tabel 8).

22 58 Tabel 8. Jumlah susut bobot (40 HSA) akibat perbedaan jenis beras dan media penyimpanan (transformasi log (x+1)) Perlakuan/Perbandingan 1. Pengaruh varietas beras: a. v 1 vs. v 2 v 3 1< ns b. v 2 vs. v 3 1< ns 2. Pengaruh media penyimpanan: a. m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns b. m 2 vs. m 3 m 4 3,589 ns Susut Bobot 40 HSA F-hitung Persentase (%) c. m 3 vs. m 4 7,587 * 24,79 3. Interaksi varietas vs.media a. 1a x 2a 1< ns b. 1a x 2b 1< ns c. 1a x 2c 1,351 ns d. 1b x 2a 1< ns e. 1b x 2b 1< ns f. 1b x 2c 1< ns 4. Pengaruh sederhana V pada: a. m 1 : v 1 vs. v 2 v 3 1< ns b. m 1 : v 2 vs. v 3 1< ns c. m 2 : v 1 vs. v 2 v 3 1< ns d. m 2 : v 2 vs.v 3 1< ns e. m 3 : v 1 vs.v 2 v 3 1< ns f. m 3 : v 2 vs.v 3 1< ns g. m 4 : v 1 vs.v 2 v 3 1,051 ns h. m 4 : v 2 vs.v 3 1< ns 5. Pengaruh sederhana M pada: a. v 1 : m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns b. v 1 : m 2 vs. m 3 m 4 3,967 ns c. v 1 : m 3 vs.m 4 15,704 * -84,71 d. v 2 : m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns e. v 2 : m 2 vs. m 3 m 4 1,526 ns f. v 2 : m 3 vs. m 4 3,665 ns g. v 3 : m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns h. v 3 : m 2 vs. m 3 m 4 6,318 * -27,73 i. v 3 : m 3 vs. m 4 6,853 * -75,78 Keterangan: v 1 = Varietas Mentikwangi; v 2 = Varietas Ciherang; v 3 = Varietas Pandanwangi; m 1 = Karung Plastik; m 2= Toples; m 3= Kaleng Kemasan; m 4= Kertas Kemasan; ns = Tidak berbeda nyata; * = Berbeda nyata; F-tabel(1;24:5%) = 4,26

23 Kadar air (40 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras, media penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah kadar air pada 40 HSA, sedangkan interaksi antara kedua faktor perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap jumlah kadar air pada 40 HSA (Tabel 85, Lampiran). Hasil uji ortogonal kontras memperlihatkan bahwa varietas beras memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air pada 40 HSA, pada beras varietas Mentikwangi menghasilkan kadar air tertinggi sebesar 50,62% dibandingkan beras varietas Ciherangdanberas varietas Pandanwangi. Jumlah kadar air pada 40 HSA dalam media penyimpanan karung plastik, toples dan kaleng kemasan berbeda nyata. Media penyimpanan kaleng kemasan menghasilkan kadar air beraslebih tinggi 55,16% dibandingkan toples (Tabel 9). Berbagai varietas beras yang disimpan pada media karung plastik, kaleng kemasan dan kertas kemasan berbeda nyata dengan media penyimpanan lainnya. Beras varietas Ciherang dan varietas Pandanwangi lebih tinggi 50,00% daripada beras varietas Mentikwangi yang disimpan dalam kaleng kemasan kadar air pada 40 HSA beras varietas Mentikwangi lebih tinggi 51,05% daripada beras varietas Ciherang dan Pandanwangi dalam kertas kemasan. Media penyimpanan beras varietas Mentikwangi dalam kemasan kaleng, beras varietas Ciherang kemasan kaleng, dan beras varietas Pandanwangimenghasilkan jumlah kadar air pada 40 HSA lebih tinggi masing-masing 54,87%, 55,72%, dan 42,76% dibandingkan dalam kertas kemasan (Tabel 9).

24 60 Tabel 9. Persentase kadar air (40 HSA) akibat perbedaan jenis beras dan media penyimpanan (transformasi ) Perlakuan/Perbandingan Kadar Air 40 HSA F-hitung Persentase (%) 1. Pengaruh varietas beras: a. v 1 vs. v 2 v 3 5,018 * -50,62 b. v 2 vs. v 3 1,817 ns 2. Pengaruh media penyimpanan: a. m 1 vs. m 2 m 3 m 4 24,221 * 48,65 b. m 2 vs. m 3 m 4 175,809 * 46,21 c. m 3 vs. m 4 248,537 * -55,16 3. Interaksi varietas vs.media a. 1a x 2a 1< ns b. 1a x 2b 1,832 ns c. 1a x 2c 1< ns d. 1b x 2a 55,325 * e. 1b x 2b 1,514 ns f. 1b x 2c 2,968 ns 4. Pengaruh sederhana V pada: a. m 1 : v 1 vs. v 2 v 3 2,358 ns b. m 1 : v 2 vs. v 3 64,067 * -47,43 c. m 2 : v 1 vs. v 2 v 3 2,006 ns d. m 2 : v 2 vs.v 3 3,267 ns e. m 3 : v 1 vs.v 2 v 3 5,832 * -50,60 f. m 3 : v 2 vs.v 3 2,563 ns g. m 4 : v 1 vs.v 2 v 3 12,240 * -51,05 h. m 4 : v 2 vs.v 3 0,841 ns 5. Pengaruh sederhana M pada: a. v 1 : m 1 vs. m 2 m 3 m 4 32,460 * -48,47 b. v 1 : m 2 vs. m 3 m 4 217,360 * -45,95 c. v 1 : m 3 vs.m 4 263,761 * -54,87 d. v 2 : m 1 vs. m 2 m 3 m 4 92,369 * -47,30 e. v 2 : m 2 vs. m 3 m 4 126,674 * -46,60 f. v 2 : m 3 vs. m 4 235,225 * -55,72 g. v 3 : m 1 vs. m 2 m 3 m 4 1< ns h. v 3 : m 2 vs. m 3 m 4 195,104 * -46,10 i. v 3 : m 3 vs. m 4 257,923 * -42,76 Keterangan: v 1 = Varietas Mentikwangi; v 2 = Varietas Ciherang; v 3 = Varietas Pandanwangi; m 1 = Karung Plastik; m 2= Toples; m 3= Kaleng Kemasan; m 4= Kertas Kemasan; ns = Tidak berbeda nyata; * = Berbeda nyata; F-tabel(1;24:5%) = 4,26

25 61 Dipihak lain beras berbagai varietas beras yang disimpan dalam toples lebih tinggi daripada penyimpanan dalam kaleng kemasan dan kertas kemasan masing-masing 45,95%, 46,60%, dan 46,10% untuk varietas Mentikwangi, varietas Ciherang, dan varietas Pandanwangi, secara berurutan (Tabel 9) Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis beras memberikan pengaruh tidak nyata terhadap serangan hama S. oryzae, yang ditunjukkan pada peubah jumlah larva (30 HSA, 40 HSA), jumlah pupa (30 HSA, 40 HSA ), imago dewasa (20 HSA, 30 HSA, 40 HSA), mortalitas imago (20 HSA, 30 HSA, 40 HSA), beras rusak 40 HSA, beras utuh 40 HSA, dan susut bobot 40 HSA, kecuali pada peubah kadar air 40 HSA yang berbeda nyata. Hal ini diduga karena semua jenis beras yang digunakan kurang disukai hama S. oryzae karena memiliki tingkat kekerasan yang tidak jauh berbeda. Menurut Basri (2012), kandungan kalsium dalam bulir padi (beras) merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kekerasan beras. Menurut Damardjati dan Siwi (1982) kadar amilosa yang tinggi akan menurunkan daya cerna pati oleh α-amilase yang terdapat dalam air liur serangga. Dengan menurunnya daya cerna pati maka, kandungan gula perduksi yang dihasilkan melalui pemecahan pati oleh α-amilase dan β-amilase menjadi rendah. Berdasarkan hal ini, maka gula yang dikonversi oleh serangga untuk menjadi energi menjadi rendah, maka perkembangan serangga menjadi lambat dan populasi serangga menjadi rendah. Perkembangan serangga, serangga hama gudang sangat menyukai beras pecah kulit yang masih memiliki lapisan aleuron yang kaya akan protein. Ketebalan

26 62 lapisan ini tergantung pada varietas. Varietas yang memiliki bentuk beras yang lebih pendek dan bulat cenderung mempunyai lapisan sel yang banyak dibandingkan dengan varietas yang panjang dan lonjong. Perkembangan telur sampai dewasa dari S. oryzae di dalam biji beras sehingga hama ini akan memilih beras dengan ukuran dan bentuk yang mampu menjadi tempat perkembangnya serta tempat makannya. Berdasarkan metode yang dikembangkan Haryadi dan Fleurat-Lessard (1991), dapat diketahui bahwa beras yang berasal dari padi varietas eksotis (ditanamdi daerah tropis) relatif lebih tahan serangan S. oryzae dibanding beras varietas sub-tropis. Kandungan amilosa dari ketiga jenis beras yang digunakan tidaklah jauh berbeda sehingga ketahanan terhadap serangan hama S. oryzae relatif sama.beras Mentikwangi, Ciherang, dan Pandanwangi, termasuk dalam golongan kadar amilosa menengah ( 17-25%) (Sari, 2008). Tingkat kekerasan beras sangat ditentukan oleh lapisan aleuron (kulit ari). Aleuron sangat menentukan osmosis air kedalam biji. Osmosis adalah proses perpindahan atau pergerakan zat pelarut, dan larutan yang berkonsentrasi zat pelarutnya tinggi menuju larutan yang konsentrasinya pelarutnya rendah melalui selaput atau membran selektif permeabel atau semi permeabel (Salisbury dan Ross. 1995). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pupa tertinggi saat 30 HSA terjadi pada media penyimpanan kaleng kemasan dibandingkan dengan media penyimpanan kertas kemasan. Hal ini diuga kondisi kelembapan dalam kaleng kemasan lebih cocok untuk larva merubah bentuknya menjadi pupa.

27 63 Jumah imago dewasa tertinggi terjadi pada media kaleng kemasan dengan persentase pada 20 HSA 86,30%; 30 HSA 84,76%; dan 40 HSA 68,29% dibandingkan dengan media penyimpanan kertas kemasan. Hal ini diduga media kaleng kemasan memberikan kenyamanan S. oryzae untuk berkembang biak dikarenakan kondisi yang gelap dibandingkan media yang lainnya. Harahap (2006) menyatakan bahwa pada kondisi yang menguntungkan, yaitu tersedianya makanan dan faktor lingkungan yang mendukung, populasi serangga hama gudang akan segera bermetamorfosis dengan cepat setelah infestasi. Ini menandakan bahwa hama tersebut pandai memanfaatkan cahaya yang gelap agar aman bagi dirinya dalam melancarkan segala kegiatan pengerusakannya. Hama - hama gudang terutama pada saat melakukan kopulasi atau perkawinan dan meletakkan telurnya banyak yang menyukai keadaan atau tempat yang gelap, demikian pula dalam kegiatan merusaknya (Kartasapoetra, 1991). Warna cahaya yang berbeda akan memancarkan perbedaan panjang gelombang. Semakin panjang gelombang yang dipancarkan maka akan semakin besar pula energi yang dihasilkannya. Molekul energi yang dipancarkan juga akan semakin rapat, semakin rapat pancaran molekul yang mengandung molekul energi ini akan mengakibatkan pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan mahluk hidup dalam hal ini serangga. Semakin besar pula energi yang dipancarkan akan semakin besar juga kenaikan suhu yang ditimbulkannya dalam satuan luas yang tetap atau konstan (Annonimous, 2010). Setiap spesies serangga mempunyai suhu optimum untuk berkembang biak dan melanjtkan siklus hidunya, (Syarief dan Halid, 1993). Populasi S. oryzae bertambah seiring lamanya penyimpanan dan tingkat populasi

28 64 awal, S. oryzae tersebut akan lebih lama melakukan kopulasi dengan pasangannya sehingga dapat menghasilkan generasi yang lebih banyak. Mortalitas imago tertinggi terjadi pada media penyimpanan kaleng kemasan dibandingkan kertas kemasan pada 20 HSA dan 30 HSA untuk varietas beras Mentikwangi. Hal ini diduga karena dalam media penyimpanan kaleng kemasan telah terjadi perkembang biakan hama gudang yang sangat tinggi yang mengakibatkan terjadinya persaingan dalam mencukupi kebutuhan makanan Makanan yang cukup dan sesuai dengan yang dibutuhkan hama pascapanen akan mendukung perkembangan populasi hama, sebaliknya makanan yang cukup tetapi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan akan menyebabkan hama tidak menyukai bahan simpan/makanan tersebut atau akan dapat menekan populasi hama tersebut (Annisa, 2014). Menurut Rahayu, dkk (2011), penyimpanan menggunakan kaleng kedap udara memberikan daya kecambah padi paling stabil dan jumlahbenih yang terinfeksi jamur paling rendah (72%). Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa, media penyimpanan kaleng kemasan menghasilkan beras varietas Mentikwangi yang rusak tertinggi 74,31%. Hal ini diduga karena kelembapan udara kaleng kemasan yang sangat tinggi sehingga kondisi beras cepat mengalami kerusakan. Menurut Brody dalam Nurminah (2002), kerusakan terjadi karenapengaruh lingkungan luar dan pengaruh kemasan yang digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan berhubungan dengan kemasan yang digunakan. Media penyimpanan kertas kemasan menghasilkan beras varietas Mentikwangi dan Ciherang yang utuh terendah 43,85% dibandingkan dengan media

29 65 penyimpanan kaleng kemasan. Hal ini diduga karena kertas kemasan tidak dapat menyeimbangankan suhu didalam media penyimpanan. Pada waktu penyimpanan 40 hari, media kaleng kemasan memberikan penyusutan bobot beras terbesar 84,71% jika dibandingkan kertas kemasan. Pada waktu penyimpanan 40 hari penyusutan beras ini mencapai dua kali lipat penyusutan dengan media toples. Penyusutan yang relatif tinggi ini dipengaruhi oleh waktu penyimpanan yang semakin lama dan populasi yang terus berkembang selama masa penyimpanan. Peningkatan populasi hama menyebabkan meningkatan susut berat pada beras dan disebabkan oleh S. oryzae. Makin tinggi populasi S. oryzae maka makin besar susut berat pada beras. Makin banyak individu dalam populasi makin banyak makanan yang dikonsumsi oleh hama, sehingga susut berat yang hilang pun meningkat. Menurut Nurrahman (2005) adanya aktifitas mikroorganisme menyebabkan beras mengalami susut bobot selama penyimpanan. Dengan semakin banyak populasi S. oryzae yang berada pada tempat penyimpanan menyebabkan penyusutan beras semakin besar karena aktivitas serangga yang akan semakin banyak memakan beras, apabila beras tersebut disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama maka beras itu akan dimakan oleh hama gudang tersebut, dan hasilnya pun beras tersebut menjadi pecah dan kebanyakan menjadi bubuk sehingga dapat menyebabkan susut. Hasil penelitian Manueke (1993) mengenai hubungan antara padat populasi hama S. oryzae dan Tribolium castaneun pada beberapa varietas beras menunjukkan korelasi yang erat dan positif antara peningkatan padat populasi hama dengan setiap varietas beras. Kerusakan beras oleh hama sering

30 66 diikuti oleh organisme lain seperti cendawan Aspergillus sp. yang menyebabkan kualitas biji menurun, karena cendawan tersebut memproduksi senyawa beracun yang disebut aflatoksin (Tandiabang et al. 1996). Kandungan air bahan senantiasa berubah yang dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu, dan kelembaban (Suadnyana, 1998). Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara sekitarny a, bila kadar air bahanrendah atau suhu bahan tinggi sedangkan RH disekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi (Winarno et al., 1980).

PENDAHULUAN. manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh,

PENDAHULUAN. manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, xi PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan salah satu padian paling penting di dunia untuk dikonsumsi manusia. Di negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja, Cina,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Dharma Wacana Metro Jalan Kenanga No. 3 16C Mulyojati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan komoditas strategis yang secara langsung mempengaruhi kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan akan konsumsi pangan juga ikut meningkat. Namun pada kenyataannya, produksi pangan yang dihasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama S.oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada xvi TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama S.oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir.

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Subramanyam dan Hagstrum (1996), Hama kumbang bubuk dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan kebutuhan konsumsi pangan berupa beras juga ikut meningkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air Kulit Manggis Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan mutu dari suatu produk hortikultura. Buah manggis merupakan salah satu buah yang mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst. digilib.uns.ac.id 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tribolium castaneum Herbst. Klasifikasi dari kumbang tepung (T. castaneum) sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Coleoptera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Penyimpanan adalah salah satu tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas. biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Mortalitas. biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan pemberian serbuk rumput teki sebagai biopestisida berpengaruh nyata terhadap tingkat mortalitas Tribolium castaneum (lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Organoleptik Ikan Tongkol Asap Uji organoleptik/mutu hedonik ikan tongkol asap dinilai berdasarkan pada kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kutu Beras Sitophylus oryzae sp Biologi dan Ekologi Hama S.oryzae ini adalah: Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah: warna putih (gelatin) yang merupakan salivanya, sehingga dari luar tidak

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah: warna putih (gelatin) yang merupakan salivanya, sehingga dari luar tidak TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae L. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah: Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang hijau adalah tanaman budidaya palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang menjadi sumber makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Peningkatan petumbuhan jumlah penduduk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan Makan Bondol Peking dan Bondol Jawa Pengujian Individu terhadap Konsumsi Gabah Bobot tubuh dan konsumsi bondol peking dan bondol jawa terhadap gabah dapat dilihat pada

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas pangan yang sangat penting dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat. Kandungan gizi dalam

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. menghasilkan tingkat penolakan yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Tingkat penolakan hama kutu beras Hasil penelitian menunjukkan dosis ekstrak daun pandan wangi kering dan daun pandan wangi segar memberikan pengaruh nyata terhadap

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA

PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA PENGARUH PERLAKUAN OVEN GELOMBANG PADA BERBAGAI TINGKATA DAYA DAN WAKTU TERHADAP MORTALITAS Tribolium castaneum Herbst DAN KANDUNGAN TEPUNG TAPIOKA Oleh RAMDHAN NURBIANTO F14103066 2008 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 11 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi,

Lebih terperinci

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado * korespondensi:

Program Studi Entomologi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado * korespondensi: Mortalitas Sitophilus oryzae L. pada Beras Suluttan Unsrat, Ketan Putih, dan Beras Merah di Sulawesi Utara (Mortality of Sitophilus oryzae L. in Suluttan Unsrat, white glutinous, and brown rice in North

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras pecah kulit varietas Way Apoburu dan varietas Ciherang, daun pepaya, daun belimbing wuluh, daun cente, daun jeruk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Sorgum Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor [L]. Moench) adalah : Kerajaan Subkerajaan Superdevisi Devisi Kelas Subkelas Ordo Famili

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa, L) VARIETAS IR 64 BERDASARKAN VARIASI TEMPAT DAN LAMA PENYIMPANAN

VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa, L) VARIETAS IR 64 BERDASARKAN VARIASI TEMPAT DAN LAMA PENYIMPANAN VIABILITAS DAN VIGOR BENIH PADI (Oryza sativa, L) VARIETAS IR 64 BERDASARKAN VARIASI TEMPAT DAN LAMA PENYIMPANAN Ika Nurani Dewi 1*, Drs. Sumarjan M.Si 2 Prodi Pendidikan Biologi IKIP Mataram 1* Dosen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Mortalitas imago C. formicarius oleh M. brunneum dan B. bassiana Secara umum data yang diperoleh menunjukan bahwa semakin banyak atau rapat konidia yang digunakan, maka semakin cepat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berbagai galur sorgum banyak dikembangkan saat ini mengingat sorgum memiliki banyak manfaat. Berbagai kriteria ditetapkan untuk mendapatkan varietas unggul yang diinginkan. Kriteria

Lebih terperinci

Teknologi Penyimpanan Jagung Oleh : Sri Sudarwati PENDAHULUAN

Teknologi Penyimpanan Jagung Oleh : Sri Sudarwati PENDAHULUAN Teknologi Penyimpanan Jagung Oleh : Sri Sudarwati PENDAHULUAN Sampai saat ini mutu jagung di tingkat petani pada umumnya kurang memenuhi persyaratan kriteria mutu jagung yang baik, karena tingginya kadar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah padi unggul dari varietas Mamberamo (tahan hama dan penyakit), Ciherang (adaptif), Inpari 10 (toleran lahan kering),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, buah tomat sering digunakan sebagai bahan pangan dan industri, sehingga nilai ekonomi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis tentunya memiliki banyak keanekaragaman jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan karena ternyata Tumbuhan secara alamiah menghasilkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pengkajian daya insektisida nabati dilakukan untuk menyeleksi bahan nabati yang memiliki potensi insektisida terhadap serangga hama gudang Sitophilus

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan dan Maksud Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENYIMPANAN KOPI Penyimpanan kopi dilakukan selama 36 hari. Penyimpanan ini digunakan sebagai verifikasi dari model program simulasi pendugaan kadar air biji kopi selama penyimpanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang relatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Uji Penolakan. terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Uji Penolakan. terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Uji Penolakan Hasil penelitian menunjukan dosis ekstrak rimpang kencur memberikan pengaruh nyata terhadap penolakan hama kutu beras. Namun perlakuan serbuk ekstrak rimpang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah yang serius berkaitan dengan usaha penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar terhadap padi,

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman 8 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Januari hingga April

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Tidak hanya di Indonesia,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi pemeliharaan larva, pengokonan, dan pengamatan kokon adalah Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Kompleks Kandang Blok C. Lokasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I. Pengaruh Suhu Air dan Intensitas Perendaman terhadap Perkecambahan Benih Kelapa Sawit Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Ir. Linda Yanti M.Si BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI 2 0 1 7 1 Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diperlukan dalam kehidupan manusia untuk memberikan bekal

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diperlukan dalam kehidupan manusia untuk memberikan bekal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan diperlukan dalam kehidupan manusia untuk memberikan bekal dalam menjalani dan menyiapkan kehidupan mendatang yang lebih baik. Melalui pendidikan, peserta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Intensitas Serangan Hama Penggerek Tongkol (H. armigera Hubner) Dari hasil penelitian intensitas serangan H. armigera Hubner pada varietas Motorokiki dan Bisi-2 dapat dilihat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang diampu oleh Drs.Dahlia, M.Pd Disusun oleh : Kelompok II/Offering A 1. Annas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

Pengawetan dengan garam, asam dan gula

Pengawetan dengan garam, asam dan gula Pengawetan dengan garam, asam dan gula Pengawetan dengan garam Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Efek garam: saat aktivitas air menurun mikroorganisme terhambat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kebugaran T. chilonis pada Dua Jenis Inang Pada kedua jenis inang, telur yang terparasit dapat diketahui pada 3-4 hari setelah parasitisasi. Telur yang terparasit ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Jengkol Klasifikasi tanaman jengkol dalam ilmu tumbuh-tumbuhan dimasukkan dalam klasifikasi sebagai berikut (Pitojo,1992). Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi.

I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi. I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit III. keras dengan fisik dan kimiawi. Tinjauan Pustaka Biji terdiri dari embrio, endosperma,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan dengan kondisi tempat penyimpanan rata-rata suhu harian 27,05*'C dan kelembaban 84,3%, dengan hasil setiap parameter pengamatan sebagai berikut: 4.1.

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat),

TINJAUAN PUSTAKA. Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Waluh Buah labu kuning atau buah waluh (Jawa Tengah), labu parang (Jawa Barat), pumpkin (Inggris) merupakan jenis buah sayur-sayuran yang berwarna kuning dan berbentuk lonjong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpanan merupakan salah satu tahap penting karena periode tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas. Kerusakan saat penyimpanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci