HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan penampakan fisik, pelet daun Indigofera sp. memiliki warna dan bau hampir sama yaitu warna hijau tua dan bau menyerupai daun teh, namun memiliki tekstur yang berbeda pada semua ukuran. Pelet ukuran 3 dan 5 mm memiliki tekstur halus dan mengkilap sedangkan pelet ukuran 8 mm memiliki tekstur kasar dan terlihat kurang kompak. Hal ini disebabkan karena saat proses pembuatan pelet bahan lebih mudah masuk ke dalam lubang die dengan ukuran lebih besar dan proses penekanan yang lebih rendah yang menghasilkan pelet yang kurang kompak dibandingkan pada die ukuran lebih kecil. Daun Indigofera sp. pada penelitian ini digiling dengan menggunakan screen yang sama (5 mm), agar dihasilkan ukuran partikel yang relatif sama. Pelet daun Indigofera sp. hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Pelet Daun Indigofera sp. Ukuran Die 3, 5 dan 8 mm Sifat Fisik Daun Indigofera sp. Sebelum dan Sesudah Dibentuk Pelet Sifat fisik daun Indigofera sp. sebelum dan sesudah dibentuk pelet memiliki karakteristik yang berbeda. Sifat fisik daun Indigofera sp. sebelum dan sesudah dibentuk pelet disajikan pada Tabel 2. Nilai berat jenis daun Indigofera sp. sebelum dibentuk pelet adalah 601,61 kg/m 3 sedangkan setelah dibentuk pelet dengan ukuran 3, 5 dan 8 mm masing-masing meningkat menjadi 1465,2 kg/m 3, 1623,93 kg/m 3 dan 1674 kg/m 3. Rendahnya nilai berat jenis pada daun Indigofera sp. dalam bentuk tepung (sebelum pemeletan) menunjukkan bahwa daun Indigofera sp. bentuk tepung memiliki sifat amba atau bulky karena berat jenis merupakan indikator dalam menentukan sifat bulky dari suatu bahan. 20

2 Tabel 2. Sifat Fisik Daun Indigofera sp. Bentuk Tepung dan Pelet Peubah Tepung Ukuran Pelet (mm) Rataan Pelet BJ (kg/m 3 ) 601, , , , ,86 KT (kg/m 3 ) 290,33 620,71 A 625,41 A 567,97 B 604,69 KPT (kg/m 3 ) 324,46 659,50 A 645,61 A 577,03 B 627,38 ST ( 0 ) 35,66 18,14 A 21,28 B 24,13 C 21,18 PDI (%) - 97,91 A 96,09 B 90,86 C 94,95 Kadar Air (%) * 14,00 8,49 6,37 12,23 - Keterangan : BJ = Berat Jenis, KT = Kerapatan Tumpukan, KPT = Kerapatan Pemadatan Tumpukan, ST = Sudut Tumpukan, PDI = Pellet Durability Index. * Hasil pengamatan dari Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukan nilai berbeda berdasarkan uji Kontras Ortogonal pada taraf 1% Daun Indigofera sp. bentuk tepung memiliki nilai rataan kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan berturut-turut 290,33 kg/m 3 dan 324,46 kg/m 3. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Gauthama (1998) bahwa tepung hijauan mempunyai kerapatan tumpukan kg/m 3. Daun Indigofera sp. yang telah dibentuk menjadi pelet mengalami peningkatan nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan. Nilai kerapatan tumpukan pelet ukuran 3, 5 dan 8 mm berturut-turut adalah 620,71 kg/m 3, 625,41 kg/m 3, dan 567,97 kg/m 3, sedangkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan pelet ukuran 3, 5 dan 8 mm berturut-turut adalah 659,50 kg/m 3, 645,61 kg/m 3, dan 577,03 kg/m 3. Perbedaan nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan pada daun Indigofera sp. sebelum dan sesudah dibentuk pelet disebabkan karena daun Indigofera sp. bentuk tepung sudah mengalami pemadatan saat proses pembuatan pelet sehingga memiliki nilai kerapatan yang tinggi. Bahan yang mempunyai kerapatan rendah (<450 kg/m 3 ) membutuhkan waktu mengalir dengan arah vertikal lebih lama dan sebaliknya dengan bahan yang mempunyai kerapatan yang lebih besar (>500 kg/m 3 ) termasuk kategori bahan yang mengalir cepat (Khalil, 1999a). Nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan pelet daun Indigofera sp. yang lebih besar menunjukkan bahwa daun Indigofera sp. bentuk pelet memerlukan ruang atau volume yang lebih kecil per satuan berat tertentu dibandingkan dengan daun Indigofera sp. bentuk tepung. 21

3 Nilai sudut tumpukan yang dihasilkan daun Indigofera sp. bentuk tepung lebih besar (35,66 0 ) dibandingkan dengan daun Indigofera sp. bentuk pelet (Tabel 2). Sudut tumpukan pelet daun Indigofera sp. ukuran 3, 5 dan 8 mm masing-masing adalah 18,14 0, 21,28 0, 24,13 0. Hal tersebut disebabkan daun Indigofera sp. bentuk tepung memiliki ukuran partikel yang halus sehingga saat dicurahkan pada bidang miring atau ketinggian tertentu membutuhkan sudut yang lebih besar yang mengindikasikan bahwa bahan tersebut memiliki daya alir yang lebih rendah dibandingkan dengan bentuk pelet. Daun Indigofera sp. bentuk pelet akan lebih efisien dalam hal penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan karena telah mengalami pemadatan sehingga dapat menghemat ruang untuk menampung pelet per satuan berat tertentu. Tepung hijauan mempunyai sudut tumpukan berkisar , sedangkan pembuatan pakan dalam bentuk pelet dapat menurunkan sudut tumpukan hingga 24 0 (Gauthama, 1998). Sifat Fisik dan Kualitas Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Berbeda Ukuran Sifat fisik merupakan sifat dasar dari suatu bahan yang mencakup aspek yang luas sehingga pengetahuan tentang sifat fisik bahan penting diketahui karena terkait dengan kemudahan dalam penanganan, pengolahan, dan penyimpanan. Sifat fisik dan kualitas fisik pelet daun Indigofera sp. yang diukur dalam penelitian ini meliputi berat jenis (BJ), kerapatan tumpukan (KT), kerapatan pemadatan tumpukan (KPT), sudut tumpukan (ST), dan Pellet Durability Index (PDI). Hasil sifat fisik dan kualitas fisik pelet daun Indigofera sp. diuraikan sebagai berikut : Berat Jenis Hasil uji statistik menunjukkan bahwa berat jenis tidak dipengaruhi (P>0,05) oleh ukuran die, artinya perbedaan ukuran die yang digunakan pada penelitian ini tidak mengubah nilai berat jenis daun Indigofera sp. Hal ini diduga bahwa ukuran die 3, 5, dan 8 mm masih merupakan selang ukuran die yang mewakili ukuran partikel seragam dalam menentukan berat jenis, seperti yang disampaikan oleh Gauthama (1998) bahwa berat jenis tidak nyata dipengaruhi oleh perbedaan ukuran partikel. 22

4 Kerapatan Tumpukan dan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Hasil uji statistik pada Tabel 2. memperlihatkan bahwa perbedaan ukuran die berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kerapatan tumpukan (KT) dan kerapatan pemadatan tumpukan (KPT). Hasil uji Kontras Ortogonal menunjukkan bahwa pelet daun Indigofera sp. ukuran 3 mm memiliki nilai KT dan KPT yang sama dengan pelet daun Indigofera sp. ukuran 5 mm namun nilai keduanya lebih tinggi dibandingkan (P<0,01) dengan pelet daun Indigofera sp. ukuran 8 mm. Hal tersebut disebabkan pelet ukuran 3 dan 5 mm memiliki tekstur yang lebih kompak dibandingkan dengan ukuran 8 mm sehingga memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi. Pelet ukuran 8 mm memiliki tekstur yang kurang kompak karena saat pemadatan pelet pada proses pembuatan pelet tekanan yang diterima lebih rendah sehingga menghasilkan pelet dengan kerapatan yang rendah. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Gauthama (1998) bahwa kerapatan tumpukan dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran pelet yang dihasilkan. Selain itu kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi oleh kadar air pelet, terjadi penurunan kadar air setelah dibentuk pelet (Tabel 2). Pelet daun Indigofera sp. ukuran 3 dan 5 mm memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan dengan pelet ukuran 8 mm. Semakin tinggi kadar air pelet maka semakin rendah nilai kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan pelet pada penelitian ini. Sudut Tumpukan Sudut tumpukan menentukan kecuraman silo yang digunakan dengan tujuan untuk memperlancar laju alir bahan yang tidak mudah mengalir dan mencegah bahan pakan yang berterbangan saat bongkar muat. Hasil statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,01) pada perbedaan ukuran die terhadap nilai sudut tumpukan. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa sudut tumpukan pelet ukuran 3 mm berbeda sangat nyata terhadap sudut tumpukan pelet ukuran 5 dan 8 mm, dan sudut tumpukan pelet ukuran 5 mm berbeda sangat nyata terhadap sudut tumpukan pelet ukuran 8 mm. Sudut tumpukan yang dibentuk oleh pelet ukuran 3, 5, dan 8 mm berturut-turut adalah 18,14 0, 21,28 0, dan 24,13 0 (Tabel 2). Perbedaan sudut tumpukan pada penelitian ini berada pada kisaran dibawah 30 0 (Fasina dan Sokhansanj, 1993) yang menujukkan bahwa pelet yang dihasilkan pada penelitian ini sangat mudah mengalir pada bidang miring atau pada ketinggian tertentu. 23

5 Pellet Durability Index Pellet Durability Index (PDI) merupakan salah satu karakteristik untuk menilai kualitas fisik pelet. Pelet yang baik adalah pelet yang kompak, kokoh dan tidak mudah rapuh (Murdinah, 1989). Hasil statistik menunjukkan bahwa perbedaan ukuran die berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai durability. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antara pelet ukuran 3 mm dengan pelet ukuran 5 dan 8 mm terhadap nilai PDI dan pelet ukuran 5 mm berbeda sangat nyata dengan pelet ukuran 8 mm terhadap nilai PDI. Nilai PDI yang dihasilkan pada pelet dengan ukuran 3, 5 dan 8 mm masing-masing adalah 97,91%, 96,09% dan 90,86% (Tabel 2). Nilai PDI pada semua ukuran berada pada kisaran di atas standar spesifikasi durability minimum 80% (Dozier, 2001) sehingga pelet yang dihasilkan dalam penelitian ini tergolong kokoh dan tidak mudah rapuh. Kadar air daun Indigofera sp. bentuk tepung mengalami penurunan setelah dibentuk menjadi pelet (Tabel 2). Kadar air pelet ukuran 3, 5, dan 8 mm masing-masing adalah 8,49%, 6,37% dan 12,23%. Kadar air daun Indigofera sp. bentuk tepung menurun karena pada saat proses pembuatan pelet daun Indigofera sp. menerima panas dari mesin pelet yang dapat menurunkan kadar air daun Indigofera sp. setelah dibentuk pelet. Sifat Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Berbeda Ukuran Selama Masa Simpan Suhu dan kelembaban berpengaruh sangat penting terhadap penyimpanan. Imdad dan Nawangsih (1999) menyebutkan lingkungan hidup yang ideal bagi pertumbuhan serangga yaitu pada suhu C. Menurut Sofyan dan Abunawan (1974), syarat umum ruang penyimpanan antara lain suhu berkisar antara C, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik, serta bebas dari serangan serangga dan tikus. Rataan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan serta nilai aktivitas air pelet selama masa simpan disajikan pada Tabel 3. Rataan suhu ruang penyimpanan adalah 27,38 0 C dan rataan kelembaban 75,65%. Suhu dan aktivitas air maksimum terjadi pada hari ke-15, sedangkan kelembaban maksimum terjadi pada hari ke-7. Kondisi di Indonesia yang beriklim tropis dengan suhu dan kelembaban yang tinggi akan mempercepat terjadinya penurunan kualitas bahan baku pakan dan pertumbuhan kapang selama penyimpanan (Ahmad, 2009). Suhu dan kelembaban ruang 24

6 penyimpanan dapat mempengaruhi sifat fisik pelet Indigofera sp. karena dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan serta Nilai Aktivitas Air Pelet Selama Masa Simpan Hari ke- Suhu ( 0 C) Kelembaban (%) Nilai Aktivitas air (Aw) Pelet 3 mm 5 mm 8 mm 0 27,43 75,50 0,58 0,67 0, ,38 77,79 0,65 0,73 0, ,52 74,28 0,80 0,76 0, ,24 75,38 0,77 0,79 0, ,33 75,31 0,78 0,79 0,79 Rataan 27,38 75,65 0,72 0,75 0,81 Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri peternakan mempunyai peranan yang sangat penting untuk kelangsungan produksi hal ini untuk menunjang ketersediaan pakan dengan kualitas baik untuk diberikan kepada ternak. Kemasan yang digunakan pada penelitian ini adalah kemasan plastik dan karung plastik. Menurut Imdad dan Nawangsih (1999) kemasan adalah wadah atau media yang digunakan untuk membungkus bahan atau komoditi sebelum disimpan untuk memudahkan pengaturan, pengangkutan, penempatan pada tempat penyimpanan serta memberikan perlindungan pada bahan atau komoditi. Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar. Berdasarkan hasil pengamatan penampakan fisik pelet daun Indigofera sp. pelet dengan ukuran 3 dan 5 mm memiliki tekstur yang halus dan mengkilap, berbeda dengan pelet ukuran 8 mm karena selain memiliki tekstur yang kasar juga terlihat kurang kompak. Namun, memiliki bau dan warna yang sama pada semua ukuran yaitu hampir menyerupai bau wangi daun teh dan berwarna hijau tua. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan selama masa simpan yang mengindikasikan bahwa tingkat kerusakan selama masa simpan rendah. 25

7 Gambar 4. Gambar Kemasan Pelet Daun Indigofera sp. Selama Masa Simpan Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Berat Jenis Pelet Berat jenis (BJ) memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan karena menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis yang umum diterapkan pada pabrik pakan seperti dalam proses pengeluaran bahan dari silo untuk dicampur atau digiling (pada ransum bentuk mash) dan proses pengemasan (pada ransum pentuk pelet). Gambar 5 menunjukkan interaksi waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap berat jenis pelet. Rataan nilai BJ pelet ukuran 3, 5 dan 8 mm selama masa simpan berturut-turut adalah 1337,48 kg/m 3, 1335,90 kg/m 3, dan 1312,75 kg/m 3. Rataan nilai BJ pelet untuk semua ukuran pada hari ke-0, 7, 15, 30, dan 60 berturut-turut adalah 1575,47 kg/m 3, 1288,13 kg/m 3, 1277,78 kg/m 3, 1251,09 kg/m 3, dan 1251,09 kg/m 3 (Lampiran 5). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang sangat nyata (P<0,01) antara waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap berat jenis pelet (Gambar 5). Nilai BJ pelet pada semua ukuran cenderung lebih tinggi pada hari yang sama pelet keluar dari mesin (hari ke-0), kemudian nilai BJ mengalami penurunan secara drastis (P<0,01) pada hari ke-7 dan cenderung konstan hingga hari ke-60. Nilai BJ pelet ukuran 3 dan 5 mm relatif lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan nilai BJ pelet ukuran 8 mm pada penyimpanan hari ke-7, demikian pula untuk penyimpanan hari ke-15 pada pelet ukuran 3 mm. 26

8 Gambar 5. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Berat Jenis Pelet Penurunan nilai BJ setelah masa simpan menunjukkan terjadi perenggangan antar partikel tepung daun yang dipadatkan. Sifat adesif dari partikel tepung daun diduga mengalami penurunan sehingga massa pelet berkurang untuk setiap satuan pengisian ruangan (volume). Hal ini menunjukkan bahwa pelet daun Indigofera sp. yang disimpan hingga 60 hari memiliki nilai berat jenis yang relatif konstan. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Tumpukan Pelet Kerapatan tumpukan dan sudut tumpukan penting diketahui dalam merencanakan suatu gudang penyimpanan dan volume alat pengolahan (Syarief dan Irawati, 1993). Kerapatan tumpukan memegang peranan penting dalam memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu, misalnya pengisian silo, elevator, dan ketelitian penakaran secara otomatis (Khalil, 1999a). Gambar 6 menyajikan interaksi waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap kerapatan tumpukan pelet. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang sangat nyata (P<0,01) antara waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap kerapatan tumpukan pelet. Nilai kerapatan tumpukan pelet pada semua ukuran meningkat setelah penyimpanan pelet 7 dan 15 hari, kemudian cenderung konstan pada umur simpan 30 dan 60 hari (Gambar 6) untuk pelet ukuran 3 dan 8 mm, dan menurun untuk pelet ukuran 5 mm. Pelet ukuran 3 dan 5 mm memiliki kerapatan 27

9 yang lebih tinggi dibandingkan dengan pelet ukuran 8 mm, hal ini menunjukkan bahwa pelet ukuran 8 mm memerlukan ruang yang lebih banyak untuk menampung atau menyimpan. Rataan nilai kerapatan tumpukan pelet untuk ukuran 3, 5 dan 8 mm selama masa simpan berturut-turut adalah 633,88 kg/m 3, 644,48 kg/m 3, dan 597,43 kg/m 3. Sedangkan rataan umur simpan 0, 7, 15, 30 dan 60 hari untuk semua ukuran pelet berturut-turut adalah 604,69 kg/m 3, 615,94 kg/m 3, 644,37 kg/m 3, 638,28 kg/m 3, dan 623,05 kg/m 3 (Lampiran 6). Gambar 6. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Tumpukan Pelet Nilai KT pelet ukuran 5 mm pada saat sebelum simpan dan setelah disimpan 60 hari mengalami kesamaan, sedangkan pelet ukuran 3 dan 8 mm memiliki nilai KT yang lebih tinggi setelah pelet disimpan 60 hari dibandingkan dengan sebelum penyimpanan. Peningkatan nilai KT pada pelet ukuran 5 mm setelah disimpan menunjukkan terjadi pemadatan ukuran partikel dibandingkan dengan partikel ukuran 3 dan 8 mm. Pelet dengan ukuran 3 dan 8 mm nilai KT-nya masih tinggi meskipun sampai 60 hari disimpan. Hal ini menunjukkan bahwa pelet masih memiliki kerapatan yang tinggi meskipun sudah disimpan sampai 60 hari. Khalil (1999a) menyatakan bahwa bahan dengan kerapatan tumpukan tinggi membutuhkan waktu jatuh dan mengalir yang lebih singkat daripada bahan ransum dengan kerapatan tumpukan yang rendah. 28

10 Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet Kerapatan pemadatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan. Nilai kerapatan pemadatan tumpukan penting diketahui karena sangat bermanfaat pada saat pengisian bahan ke dalam wadah yang diam tetapi bergetar. Tingkat pemadatan bahan sangat menentukan kapasitas dan akurasi pengisian tempat penyimpanan seperti silo. Gambar 7. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pelet Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa ukuran pelet dan umur simpan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai kerapatan pemadatan tumpukan. Pelet ukuran 8 mm memiliki nilai kerapatan pemadatan tumpukan paling rendah dibandingkan dengan pelet ukuran 3 dan 5 mm (Gambar 7). Hal ini disebabkan karena pelet ukuran 8 mm mendapatkan tekanan yang lebih rendah saat proses pembuatan pelet sehingga terlihat kurang kompak. Selain itu, nilai kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh kadar air pelet. Pelet ukuran 8 mm memiliki kadar air yang paling tinggi dibandingkan dengan pelet ukuran 3 dan 5 mm. Kerapatan pemadatan tumpukan pelet ukuran 3 dan 5 mm relatif konstan masa simpan. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel pelet yang lebih kecil sehingga pada saat penggoyangan pelet dengan mudah menempati rongga-rongga yang kosong. 29

11 Dalam Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan pemadatan tumpukan meningkat hingga umur simpan 15 hari kemudian menurun pada umur simpan 30 hari dan cenderung konstan sampai umur simpan 60 hari. Peningkatan dan penurunan nilai kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh peningkatan kadar air pelet selama masa simpan. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Sudut Tumpukan Pelet Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk antara bidang datar dengan kemiringan tumpukan yang akan terbentuk bila bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong serta menunjukkan kriteria kebebasan bergerak dari partikel pada suatu tumpukan bahan. Soesarsono (1988) berpendapat bahwa nilai sudut tumpukan sangat berperan dalam mendesain corong pemasukan (hopper) dan corong pengeluaran, misalnya pada silo atau pada mesin pengolah. Bahan padat dapat mengalir bebas jika sudut corong pemasukan atau pengeluaran harus sama atau lebih kecil daripada sudut tumpukan bahan. Grafik interaksi antara ukuran die dengan umur simpan terhadap sudut tumpukan pelet disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Sudut Tumpukan Pelet Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang nyata (P<0,05) antara waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap nilai Sudut Tumpukan (ST). Hasil uji lanjut menunjukkan terjadi peningkatan nilai sudut tumpukan pada semua ukuran pelet dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. 30

12 Peningkatan nilai ST mengandung arti bahwa dengan semakin lama penyimpanan maka karakteristik pelet tersebut semakin sulit untuk bergerak, mungkin terjadi pelengketan antar partikel pelet. Namun, nilai ST ini masih dibawah 30 derajat yang berarti bahwa pelet Indigofera sp. untuk setiap ukuran (3, 5, dan 8 mm) meskipun sudah disimpan hingga 60 hari masih tergolong baik karena bahan dianggap mudah mengalir karena sudut yang terbentuk berada pada kisaran di bawah 30 0 (Fasina dan Sokhansanj, 1993). Tingkat kemudahan alir bahan akan berpengaruh terhadap efisiensi sistem pergerakan (conveying system) yang memudahkan dalam perpindahan bahan. Nilai ST pada pelet yang berdiameter 8 mm lebih tinggi dibandingkan dengan pelet yang berukuran 3 dan 5 mm. Sudut tumpukan berbanding terbalik dengan kerapatan tumpukan. Semakin tinggi kerapatan tumpukan maka semakin rendah sudut tumpukan, seperti yang terlihat pada hasil penelitian ini. Pelet ukuran 3 mm cenderung mengalami peningkatan sudut tumpukan hingga umur simpan 30 hari sedangkan pelet ukuran 5 mm mengalami peningkatan pada umur simpan 7 hari kemudian relatif konstan pada umur simpan 15 hari dan mengalami peningkatan kembali hingga umur simpan 60 hari (Gambar 8). Pelet ukuran 8 mm mengalami peningkatan sudut tumpukan yang sama dengan pelet ukuran 5 mm namun pada umur simpan 15 hari mengalami penurunan sudut tumpukan. Hal ini disebabkan karena peningkatan kadar air selama masa simpan. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Pellet Durability Index Pellet Durability Index adalah persentase daya tahan keutuhan pelet terhadap perlakuan mekanis selama proses pembuatan pelet, dapat digambarkan dengan persentase pelet yang utuh dan pelet yang hancur. Indeks Ketahanan Pelet merupakan salah satu karakteristik untuk menilai kualitas fisik pelet. Menurut Thomas et al. (1998) durability terkait dengan berbagai proses dalam pemanfaatan pelet seperti transportasi untuk mengetahui kualitas pelet yang dihasilkan sehingga uji Pellet Durability Index sangat penting dilakukan. Pengaruh innteraksi antara ukuran die dengan umur simpan terhadap Pellet Durability Index pelet disajikan pada Gambar 9. 31

13 Gambar 9. Pengaruh Interaksi Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Pellet Durability Index Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi yang nyata (P<0,05) antara waktu penyimpanan dan ukuran pelet terhadap Pellet Durability Index. Nilai Pellet Durability Index untuk setiap ukuran relatif konstan pada setiap waktu penyimpanan. Pelet ukuran 8 mm memiliki nilai Pellet Durability Index yang lebih rendah dibandingkan dengan pelet ukuran 3 dan 5 mm (Lampiran 9). Hal ini disebabkan pelet ukuran 8 mm terlihat kurang kompak sehingga menyebabkan pelet tersebut mudah rapuh. Selain itu, pelet ukuran 8 mm memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran lainnya. Selama masa simpan rataan Pellet Durability Index mengalami penurunan namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Rataan Pellet Durability Index berada pada kisaran 94,16-94,95% (Lampiran 9) selama masa simpan yang menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di atas nilai minimum yang disarankan oleh Dozier (2001) yaitu 80% sehingga dalam penelitian ini memberikan kecenderungan bahwa pelet dapat disimpan lebih lama. Hal ini berarti pelet Indigofera sp. yang dibuat untuk setiap ukuran dalam penelitian ini masih memiliki daya simpan yang baik meskipun sudah disimpan selama dua bulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pelet antara lain karakteristik bahan baku, yaitu protein, lemak, serat, pati, kepadatan, tekstur dan air serta kestabilan karakteristik bahan yang akan menghasilkan kualitas pelet yang baik (McElhinney, 1994). 32

14 Pengaruh Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Kadar Air Pelet Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Kadar air berdasarkan berat kering adalah perbandingan antara berat air dalam suatu bahan dengan bahan kering bahan tersebut (Syarief dan Halid, 1994). Tabel 4 menyajikan nilai kadar air pelet selama masa simpan. Tabel 4. Kandungan Kadar Air Pelet Selama Masa Simpan Ukuran (mm) Lama Penyimpanan (hari) rataan 3 8,49 E 9,45 G 9,77 G 9,03 F 10,37 H 9,42 B 5 6,37 A 7,42 C 7,48 C 6,92 B 7,83 D 7,20 A 8 12,23 J 11,69 I 11,73 IJ 10,69 H 12,51 K 11,77 C Rataan 9,03 A 9,52 B 9,66 B 8,88 A 10,24 C Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom dan baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) antara ukuran die dengan masa simpan terhadap kadar air. Kadar air pelet selama masa simpan cenderung mangalami peningkatan meskipun terjadi penurunan pada umur simpan 30 hari namun mengalami peningkatan kembali pada umur simpan 60 hari. Rataan kadar air pelet selama masa simpan berkisar antara 7-11%. Pelet ukuran 8 mm memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran lainnya, hal ini disebabkan karena ukuran pelet yang lebih besar dan terlihat tidak kompak yang menyebabkan air mudah masuk ke dalam pelet. Kadar air pelet erat kaitannya dengan sifat fisik pelet. Semakin tinggi kadar air menyebabkan berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan Pellet Durability Index rendah serta nilai sudut tumpukan yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa pelet yang memiliki kadar air tinggi memerlukan ruang penyimpanan yang lebih luas, tidak mudah mengalir, mudah rapuh atau tidak kompak sehingga menyebabkan tidak efisien dalam hal penanganan dan penyimpanan. 33

15 Pengaruh Waktu Penyimpanan dan Ukuran Pelet terhadap Aktivitas Air Pelet Aktivitas air (Aw) bahan pakan adalah air bebas yang terkandung dalam bahan pakan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarief dan Halid, 1994). Aktivitas air merupakan peubah paling penting dalam menentukan ketahanan simpan. Aktivitas air erat kaitannya dengan kelembaban relatif ruang penyimpanan. Tabel 5 memperlihatkan nilai aktivitas air pelet selama masa simpan. Tabel 5. Nilai Aktivitas Air (Aw) Pelet Selama Masa Simpan Ukuran (mm) Lama Penyimpanan (hari) Rataan 3 0,58 0,65 0,80 0,77 0,78 0,72 A 5 0,67 0,73 0,76 0,79 0,79 0,75 A 8 0,79 0,82 0,86 0,81 0,79 0,81 B Rataan 0,68 A 0,73 A 0,81 B 0,79 B 0,79 B Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom dan baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara ukuran die dengan masa simpan. Namun, hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa ukuran die dan masa simpan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas air. Nilai aktivitas air pada semua perlakuan relatif meningkat hingga umur simpan 15 hari kemudian sedikit menurun hingga umur simpan 60 hari (Tabel 5). Pelet ukuran 8 mm memiliki nilai aktivitas air lebih tinggi dibandingkan dengan pelet ukuran 3 dan 5 mm. Semakin besar ukuran pelet maka semakin tinggi nilai aktivitas air dan semakin lama umur simpan pelet maka nilai aktivitas air relatif meningkat dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan karena kadar air pelet mengalami peningkatan selama masa simpan sehingga meningkatkan aktivitas air. Nilai aktivitas air yang berubah-ubah juga disebabkan karena suhu dan kelembaban ruang penyimpanan yang berubahubah. 34

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Penyimpanan adalah salah satu tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2010 di Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Oktober sampai Desember 2011. Penyimpanan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, pengujian kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011). 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Berat Jenis Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya. Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan Hammer mill yang dilengkapi dengan saringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah (Pennisetum purpureum)

TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah (Pennisetum purpureum) TINJAUAN PUSTAKA Rumput gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah marginal (Gambar 1). Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana

Lebih terperinci

PENGARUH DIAMETER PELET DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK PELET DAUN LEGUM Indigofera sp. SKRIPSI UMMUL IZZAH SHOLIHAH

PENGARUH DIAMETER PELET DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK PELET DAUN LEGUM Indigofera sp. SKRIPSI UMMUL IZZAH SHOLIHAH PENGARUH DIAMETER PELET DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK PELET DAUN LEGUM Indigofera sp. SKRIPSI UMMUL IZZAH SHOLIHAH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dari kawasan Universitas Padjadjaran sebanyak 100 kg bahan kering dan untuk

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dari kawasan Universitas Padjadjaran sebanyak 100 kg bahan kering dan untuk 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Bahan Penelitian 2.1.1 Rumput Brachiaria humidicola Rumput Brachiaria humidicola yang digunakan pada penelitian ini didapat dari kawasan Universitas Padjadjaran sebanyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elais guineensis) merupakan tanaman yang termasuk keluarga palma yang tumbuh baik di daerah tropis, di Nigeria disebut orbignya cohune. Awalnya tanaman ini dikembangkan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pellet Bahan Perekat Tepung Pati Garut ( Maranta arundinacea L

TINJAUAN PUSTAKA Pellet Bahan Perekat Tepung Pati Garut ( Maranta arundinacea L TINJAUAN PUSTAKA Pellet Pellet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari lubang die melalui proses mekanik. Pellet memiliki ukuran partikel yang besar

Lebih terperinci

Gambar 2. Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit

Gambar 2. Bentuk Umum Bungkil Inti Sawit TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Komposisi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat yang mempunyai iklim tropis. Tanaman ini awalnya dikembangkan perusahaan besar dan kemudian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. peternak masih bergantung pada hijauan yang berada di lapang.

I PENDAHULUAN. bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. peternak masih bergantung pada hijauan yang berada di lapang. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. Rumput merupakan hijauan segar sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucocephala TERHADAP KUALITAS FISIK PELLET SKRIPSI WIDYA ARY HANDOKO

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucocephala TERHADAP KUALITAS FISIK PELLET SKRIPSI WIDYA ARY HANDOKO PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucocephala TERHADAP KUALITAS FISIK PELLET SKRIPSI WIDYA ARY HANDOKO DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan.

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Cara pengeringan Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Prinsip pengeringan adalah CEPAT agar penurunan kualitas dapat ditekan. Cara pengeringan 1. Sinar matahari. Untuk

Lebih terperinci

KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN

KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN SKRIPSI YULIA AGUSTINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Maksimal 14,0. - Protein Kasar (%) 22 Lemak Kasar (%) Minimal 19,0. Maksimal 7,4. - Serat Kasar (%) - Kalsium (%) Maksimal 6,0

TINJAUAN PUSTAKA. Maksimal 14,0. - Protein Kasar (%) 22 Lemak Kasar (%) Minimal 19,0. Maksimal 7,4. - Serat Kasar (%) - Kalsium (%) Maksimal 6,0 TINJAUAN PUSTAKA Pakan Ayam Broiler Amrullah (2004) menyatakan bahwa ayam broiler mampu mengubah pakan menjadi daging dalam waktu yang singkat. Selain itu, ayam broiler mampu menimbun lemak sebagai bentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (1) : 18-24 (2013) ISSN : 2337-9294 UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO The Physical Characteristic and Storage Capacity of Wafer Complete

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Organoleptik Ikan Tongkol Asap Uji organoleptik/mutu hedonik ikan tongkol asap dinilai berdasarkan pada kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

Metode Uji Kualitas Bahan Pakan Oleh : ATI SIHOMBING, SP Pembahasan

Metode Uji Kualitas Bahan Pakan Oleh : ATI SIHOMBING, SP Pembahasan Metode Uji Kualitas Bahan Pakan Oleh : ATI SIHOMBING, SP Pembahasan Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap obyek pengawasan dan/atau kegiatan tertentu dengan tujuan untuk memastikan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK KONSENTRAT DOMBA SELAMA PENYIMPANAN

PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK KONSENTRAT DOMBA SELAMA PENYIMPANAN PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK KONSENTRAT DOMBA SELAMA PENYIMPANAN (Physical Characteristic Condition of Sheep Diet During Storage) RANTAN KRISNAN Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Sei Putih, Galang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penetasan dan Pemanfatannya sebagai Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penetasan dan Pemanfatannya sebagai Pakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Penetasan dan Pemanfatannya sebagai Pakan Bahan pakan merupakan suatu bahan makanan ternak yang dapat diberikan kepada ternak secara langsung maupun melalui proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat. kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak.

I. PENDAHULUAN. menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat. kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang berpotensi besar untuk penyediaan hijauan pakan, namun sampai saat ini ketersedian hijauan pakan ternak masih menjadi permasalahan

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan komoditas strategis yang secara. kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan komoditas strategis yang secara langsung mempengaruhi kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu program peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic. 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Amilum Biji Nangka Pada penelitian ini didahulu dengan membuat pati dari biji nangka. Nangka dikupas dan dicuci dengan air yang mengalir kemudian direndam larutan

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

Pengaruh Taraf Penyemprotan Air dan Lama Penyimpanan Terhadap Daya Tahan Ransum Broiler Finisher Berbentuk Pellet

Pengaruh Taraf Penyemprotan Air dan Lama Penyimpanan Terhadap Daya Tahan Ransum Broiler Finisher Berbentuk Pellet Pengaruh Taraf Penyemprotan Air dan Terhadap Daya Tahan Ransum Broiler Finisher Berbentuk Pellet (The effect of different water spraying level and storage period on endurance of pellet broiler finisher)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya menyatakan, pencapaian produksi udang nasional

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR, GARUT DAN ONGGOK TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAMA PENYIMPANAN AYAM BROILER BENTUK PELLET SKRIPSI NILASARI

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR, GARUT DAN ONGGOK TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAMA PENYIMPANAN AYAM BROILER BENTUK PELLET SKRIPSI NILASARI PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR, GARUT DAN ONGGOK TERHADAP SIFAT FISIK DAN LAMA PENYIMPANAN AYAM BROILER BENTUK PELLET SKRIPSI NILASARI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia karena memiliki potensi keuntungan yang menjanjikan. Seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

UJI SIFAT FISIK RANSUM AYAM BROILER BENTUK PELLET YANG DITAMBAHKAN PEREKAT ONGGOK MELALUI PROSES PENYEMPROTAN AIR

UJI SIFAT FISIK RANSUM AYAM BROILER BENTUK PELLET YANG DITAMBAHKAN PEREKAT ONGGOK MELALUI PROSES PENYEMPROTAN AIR UJI SIFAT FISIK RANSUM AYAM BROILER BENTUK PELLET YANG DITAMBAHKAN PEREKAT ONGGOK MELALUI PROSES PENYEMPROTAN AIR (The Physical Characteristic Test of Broiler Ration Pelleted That Added of Onggok as Binder

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur dan Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga dan Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Berbentuk Crumble

Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga dan Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Berbentuk Crumble Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga dan Sifat Fisik Ransum Yuli Retnani, Dimar Wigati, dan Abdul Djamil Hasjmy 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hijauan pakan ternak merupakan sumber pakan utama bagi ternak yang

I. PENDAHULUAN. Hijauan pakan ternak merupakan sumber pakan utama bagi ternak yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan pakan ternak merupakan sumber pakan utama bagi ternak yang ketersediaannya sudah mulai berkurang. Lampung yang merupakan salah satu sentra ternak di Indonesia

Lebih terperinci

Jasmal A. Syamsu Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar

Jasmal A. Syamsu Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2007, VOL. 7 NO. 2, 128-134 Karakteristik Fisik Pakan Itik Bentuk Pellet Yang Diberi Bahan Perekat Berbeda Dan Lama Penyimpanan Yang Berbeda (Phyical Characterisics of Duck

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di

III. METODOLOGI. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di 19 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian inidilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juni 2014 di Laboratorium Bioproses dan Pasca Panen dan Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian

Lebih terperinci

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di Indonesia, dihadapkan pada kendala pemberian pakan yang belum memenuhi kebutuhan ternak. Ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicetak dengan mengeluarkan dari die melalui proses mekanik (Nilasari, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicetak dengan mengeluarkan dari die melalui proses mekanik (Nilasari, 2012). 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pellet dan Kualitas Pellet Pellet adalah bahan baku pakan yang telah dicampur, dikompakkan dan dicetak dengan mengeluarkan dari die melalui proses mekanik (Nilasari, 2012).

Lebih terperinci

UJI KUALITAS FISIK PELLET BERBASIS JERAMI JAGUNG SEBAGAI PAKAN SUMBER SERAT UNTUK TERNAK RUMINANSIA SKRIPSI PEBRI HANDAYANY

UJI KUALITAS FISIK PELLET BERBASIS JERAMI JAGUNG SEBAGAI PAKAN SUMBER SERAT UNTUK TERNAK RUMINANSIA SKRIPSI PEBRI HANDAYANY UJI KUALITAS FISIK PELLET BERBASIS JERAMI JAGUNG SEBAGAI PAKAN SUMBER SERAT UNTUK TERNAK RUMINANSIA SKRIPSI PEBRI HANDAYANY DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN PAKAN

PROSES PEMBUATAN PAKAN 8. PROSES PEMBUATAN PAKAN Proses pembuatan pakan merupakan kelanjutan dari proses pemilihan dan pengolahan bahan baku. Dalam proses pembuatan pakan ditempuh beberapa tahap pekerjaan, yaitu: penggilingan/penepungan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

Karakteristik Tepung Daun Singkong Sebagai Bahan Pakan Unggas Pada Berbagai Ukuran Partikel

Karakteristik Tepung Daun Singkong Sebagai Bahan Pakan Unggas Pada Berbagai Ukuran Partikel Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman 343-348 Karakteristik Tepung Daun Singkong Sebagai Bahan Pakan Unggas Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung, 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Konsentrat Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan dimaksudkan

Lebih terperinci

Metode uji densitas tanah di tempat (lapangan) dengan alat konus pasir

Metode uji densitas tanah di tempat (lapangan) dengan alat konus pasir Standar Nasional Indonesia Metode uji densitas tanah di tempat (lapangan) dengan alat konus pasir ICS 75.140; 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN Junaidi, Ariefin 2, Indra Mawardi 2 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik Mesin Produksi Dan Perawatan 2 Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang optimal. Calf starter yang dikonsumsi sejak lepas kolostrum dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang optimal. Calf starter yang dikonsumsi sejak lepas kolostrum dapat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Calf Starter Konsumsi calf starter oleh pedet di usia dini sangat penting untuk pengembangan organ pencernaan yang berfungsi untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Calf

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir. III. METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Sampel 1. Tanah Lempung Anorganik Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS DEDAK YANG DISIMPAM DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN

IDENTIFIKASI KUALITAS DEDAK YANG DISIMPAM DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN IDENTIFIKASI KUALITAS DEDAK YANG DISIMPAM DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN Identification of Quality Rice Bran Stored in Different Types of Packaging Maulia Ramahariah (1), Farida Fathul 2), dan Liman 2) ABSTRACT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Wilayah Kerja KSU Tandangsari. Tanjungsari No. 50, Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Wilayah Kerja KSU Tandangsari. Tanjungsari No. 50, Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Wilayah Kerja KSU Tandangsari Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari berlokasi di Komplek Pasar Tanjungsari No. 50, Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas n Pengeringan Biomass Biogasdigestate Serpih kayu Lumpur limbah Kotoran unggas Limbah sisa makanan, dll. n Kompak dan fleksibel n Mesin pelet

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

SIFAT DAN KUALITAS FISIK DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour.) YANG DIPROSES MENJADI PELLET NABILLAH HAVIDZATI

SIFAT DAN KUALITAS FISIK DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour.) YANG DIPROSES MENJADI PELLET NABILLAH HAVIDZATI SIFAT DAN KUALITAS FISIK DAUN TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour.) YANG DIPROSES MENJADI PELLET NABILLAH HAVIDZATI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dengan melakukan persiapan dan pembuatan ransum di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER

BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER BAB IV PENGEMASAN VACUUM DAN CUP SEALER 4.1. Tujuan Tujuan dari materi praktikum Pengemasan Vacuum Dan Cup Sealer adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui cara pengemasan menggunakan vacuum sealer. 2. Mengetahui

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI

METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR SNI 03-1968-1990 RUANG LINGKUP : Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. RINGKASAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Pucuk teh sangat menentukan

Lebih terperinci

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suhu rumah kaca berkisar antara C hingga 37 C, kondisi yang cukup baik bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Sarief (1985) kisaran maksimum pertumbuhan tanaman antara 15 C

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Sabas Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di pengolahan pakan ternak unggas dan perikanan. Perusahaan ini didirikan pada bulan April

Lebih terperinci

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak Firman Jaya OUTLINE PENGERINGAN PENGASAPAN PENGGARAMAN/ CURING PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci