BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 Tugas Akhir BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Plastik Plastik merupakan suatu bahan yang mampu dibentuk. Dalam pengertian modern yang lebih luas, plastik mencakup semua bahan sintetik organik yang berubah menjadi plastis setelah dipanaskan dan mampu dibentuk di bawah pengaruh tekanan. (Amstead, et al., 1991 hal. 223) Klasifikasi Material Plastik Plastik dipilih sebagai bahan dasar pembuatan kemasan, karena memiliki berbagai sifat fisik yang mudah dibentuk, tahan kelembaban dan tahan korosi, sehingga baik digunakan untuk produk kemasan makanan ataupun produk yang memiliki beban yang ringan. Secara umum platik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: Pemanasan Plastik Berulang ( Thermo Plastik) Di mana jenis plastik ini dapat dipanaskan sehingga menjadi struktur lunak/cair kemudian menjadi keras saat dingin. Setelah itu plastik ini 10

2 Tugas Akhir 11 dapat dilunakan/dicairkan kembali berulang kali. Contoh: PP, PE, PVC, NYLON, PET, PS, ABS. Pemanasan Plastik Tidak Berulang (Thermoset Plastik) Plastik jenis ini hanya sekali saja mengalami struktur lunak/ carir setelah dipanaskan, setelah dingin menjadi berstruktur keras serta tidak dapat dicairkan kembali. Produk yang dihasilkan oleh PT. Mutiara Hexagon berbahan dasar plastik, namun tidak semua jenis plastik dapat digunakan sebagai bahan baku. Jenis plastik yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk di PT. Mutex adalah jenis plastik polipropilene. 2.2 Proses Produksi Plastic Film Secara sederhana proses produksi lembaran film dimulai dengan adanya mesin CPP (Cast Poly Propylene Machine) dan mesin crusher dalam prosesnya. Mesin CPP merupakan mesin utama pembuatan lembaran film, dimana prosesnya dimulai dari peleburan material seperti bijih plastik dan material lainnya di dalam komponen yang disebut dengan extruder. Material yang mencair di dalam extruder kemudian dicetak pada komponen sheet die dan kemudian digulung pada komponen-komponen yang disebut casting roll dan serangkaian proses lainnya sehingga terbentuklah gulungan film. Diantara proses tersebut, terdapat proses trimming ketika lembaran film dipotong di kedua sisinya untuk mendapatkan ukuran yang sesuai dengan permintaan. Film hasil trimming kemudian disalurkan

3 Tugas Akhir 12 ke sebuah mesin crusher dimana film tersebut dicacah menjadi potonganpotongan kecil yang disebut flapping. Flapping selanjutnya akan dihisap dan di salurkan kembali ke dalam hopper sebelum dicairkan di dalam extruder bersama material lainnya. Gambar 2.1 Cast Film Line Sumber: Diakses tanggal 30/03/ Cara-Cara Pembuatan Film Dalam membuat film atau lembaran tipis dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya penggilingan, ekstrusi, peniupan, dan pengecoran. Ekstrusi merupakan cara yang dipilih untuk membuat film sebagai produk dasar kemasan oleh PT. Mutex. Ekstrusi merupakan suatu proses pembentukan plastik secara kontinyu yang menggunakan mesin ekstruder dan material yang dibentuk akan berupa bentukan profil tertentu yang panjang, seperti, pipa, batang, lembaran, film, filament,dll. Proses ekstrusi digunakan untuk membuat lembaran dari polipropilen, polietilen, polistiren atau ABS. Setelah dicampurkan, bahan dimasukkan kedalam pengumpan. Kemudian bahan

4 Tugas Akhir 13 dipanaskan, kurang dari 315 C dan ditekan melalui suatu die (cetakan) oleh suatu konveyor sekrup dengan mengatur besar lubang cetakan. Setelah ekstrusi, lembaran melalui rol yang didinginkan dengan minyak atau air, kemudian dipotong sesuai ukuran yang dikehendaki. Pendinginan dengan minyak lebih diutamakan oleh karena suhu harus berada di sekitar 120 C, agar plastik betul-betul matang. Tebal lembaran yang dapat dihasilkan berkisar anatara 0,03 sampai 3,2 mm. (Amstead, et al., 1991 hal ) Gambar 2.2 Ekstruder Machine Sumber: repository.usu.ac.id/bitstream/ /26135/4/chapter%20ii.pdf PT. Mutex memiliki 2 buah mesin ekstrusi untuk pembuatan film, mesin ekstrusi yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini merupakan mesin buatan Jerman dengan sistem otomatisasi Mesin Ekstrusi Film Secara umum mesin extrusi untuk pembuatan film terdiri dari:

5 Tugas Akhir 14 a. Hopper Berfungsi sebagai penampung resin yang akan diumpankan kedalam extruder. Biasanya dilengkapi dengan magnet untuk pengaman dari pengotor logam. b. Screw Berfungsi sebagai tempat pelelehan (melting), pencampuran (mixing) dan sebagai pendorong lelehan polimer ke cetakan (die). Umumnya screw terbagi dalam 3 daerah yaitu: b.1. Daerah pengumpan (feeding zone) Memiliki alur lekuk yang yang dalam. Resin yang dimasukan dari hopper bergerak maju pada alur lekuk screw yang dalam sambil dipanaskan sehingga meleleh. b.2. Daerah kompresi (compression zone) Memiliki alur lekuk yang runcing yang menghubungkan daerah pengumpan dan daerah pendorong. Di daerah ini resin akan meleleh dengan sempurna dan ditekan sehingga bergerak ke daerah Pendorong. b.3. Daerah pendorong (metering zone) Memiliki alur lekuk yang dangkal. Lelehan resin yang sudah meleleh sempurna akan terdorong menuju die dengan jumlah tetap. c. Film die Berfungsi sebagai pengatur lelehan polimer sebelum menjadi balon. Hal yang perlu diperhatikan : c.1. Lebar celah Die (Die lip gap)

6 Tugas Akhir 15 Banyak berpengaruh terhadap ketebalan dan kualitas permukaan film yang akan dihasilkan. c.2. Diameter Die Berpengaruh terhadap ukuran balon yang bisa dihasilkan secara optimal. d. Ring udara pendingin Berfungsi untuk mendinginkan lelehan polimer yang sudah berbentuk balon. Jumlah udara pendingin menentukan tinggi rendahnya garis frost yang juga menentukan kualitas film yang dihasilkan. e. Colapsing frame (pelipat balon) Berfungsi untuk melipat balon sehingga didapat lebar film sesuai dengan yang diinginkan. f. Niproll Berfungsi untuk menarik dan juga mengontrol tebal film. g. Winder Berfungsi untuk menggulung hasil film. 2.3 Grinding Machine Mesin grinder yang digunakan di PT. MUTEX merupakan sebuah mesin pencacah atau pemotong material trimming, untuk didaur ulang kembali menjadi bahan baku pembuatan film.

7 Tugas Akhir 16 Gambar 2.3. Mesin Grinder Instalasi Grinding Instalasi atau penempatan dan pemasangan mesin grinder untuk proses trimming terdiri dari: 1. Kelompok Grinding, digerakkan oleh sebuah motor listrik dan V-belt. Jenis transmisi ini dirancang untuk melindungi variasi inersia dan puncak penyerapan karena variasi kemungkinan dalam kuantitas materi menjadi dasar atau diparut. 2. Kelompok pemisah pemangkasan, yang dapat bervariasi dalam ukuran tergantung pada ukuran kelompok penggilingan atau jenis hiasan untuk diparut.

8 Tugas Akhir Kelompok hisap dan sistem transportasi udara, terdiri dari sebuah kipas angin listrik yang menarik sampai bahan diparut dan dibagikan melalui layar dari yang turun ke dalam ruang koleksi di bawah ini. bahan yang dikumpulkan disampaikan langsung ke silo penyimpanan. 4. Kabin kedap suara, didesain untuk menyerap kebisingan yang dihasilkan oleh proses penggilingan, sesuai dengan hukum kecelakaan pencegahan saat ini dan kebutuhan mendasar bagi kesehatan dan keselamatan (EEC Directive 89/392 Dan 91/368). Ukuran kabin kedap suara akan diatur oleh beberapa variabel, seperti jenis pemisah, tata letak pabrik dan posisi kipas yang mengungsikan bahan robek. (CROCI hal. 5) Gambar 2.4. Diagram of The Plant Sumber: Aertecnica Croci. Operation And Maintenance Manual

9 Tugas Akhir Metode Operasi Pada Grinding Group Adapun pengoperasian dari mesin grinder yaitu: Trimmings yang tiba dari separator memasuki ruang pemotongan (1) di mana mereka dirobek oleh rotor (2) yang memiliki tiga bilah yang melekat pada dudukan rotor (3). Tindakan pemotongan dicapai dengan bantuan empat bilah tetap (4) yang dipasang bertentangan dengan bilah pada rotor. Tepat di bawah ruang pemotongan ada interchangeable screen (5) yang bertindak sebagai filter. Dengan kata lain, screen tersebut mempertahankan potongan material yang lebih besar yang kemudian dikembalikan ke ruang pemotongan untuk dipotong-potong kembali. Siklus ini berlangsung berulangkali sampai material mencapai ukuran minimum yang diperlukan untuk melewati lubang screen dan kemudian diarahkan ke ruang koleksi (6) dari mana ia dikeluarkan oleh vakum yang diciptakan oleh exhaust fan dan kipas transportasi.

10 Tugas Akhir 19 Gambar 2.5. Grinder Operation Sumber : AERTECNICA CROCI. Operation And Maintenance Manual Data Teknis Mesin Grinder Tabel 2.1 Data Teknis Mesin Grinder Grinder Mod. 500/4.3/5 Satuan Type of motor Three phase Power Supply Voltage 380 V Frequency 50 Hz Power 22/4P/B3 kw Rpm 1500 n/min Kapasitas 220 kg/h GRINDER Cutting Diameter 320 mm Working widht 548 mm ROTATING BLADES Blades 3 Length of rotating blades mm COUNTERBLADES Counterblades 4 Length of counterblades mm Rotor rpm 875 n/min Cutting speed n/min Hourly production 220 kg MOUNTED SCREEN Mesh diameter mm 2.4 Jenis Jenis Pemeliharaan dan Perawatan Biaya pemeliharaan (Maintenance costs) mengambil bagian nesar dari total biaya produksi. Tergantung pada jenis industrinya, biaya pemeliharaan (maintenance) berkisar antara 15 sampai 60 persen dari biaya produksi barang. Kegiatan pemeliharaan terbagi dalam dua bentuk yaitu pemeliharaan terencana

11 Tugas Akhir 20 (planned maintenance) dan pemeliharaan tak berencana (unplanned maintenance). Perawatan terencana adalah perawatan yang diorganisisr dan dilakukan dengan perencanaan dan pengontrolan yang sudah ditentukan terlebih dahulu. Sedangkan perawatan tak terencana adalah satu jenis perawatan yang dilakukan tanpa perencanaan terlebih dahulu. Perawatan preventif adalah perawatan yang dilakukan pada interval waktu yang sudah ditentukan contoh dari strategi ini adalah scheduled maintenance - atau berhubungan dengan kriteria yang sudah ditentukan - contoh dari strategi ini adalah condition maintenance. Dengan melakukan perawatan preventif, mengandung maksud untuk mengurangi probabilitas kegagalan atau penurunan performance dari suatu sistem. Perawatan korektif adalah perawatan yang dilakukan setelah peralatan mengalami kegagalan dan perawatan ini dimaksudkan untuk mengembalikan sistem ke keadaan dimana sistem tersebut dapat melakukan fungsinya kembali. Emergency maintenance adalah salah satu jenis dari corrective maintenance yang diperlukan untuk memfungsikan kembali peralatan secepatnya agar dampak yang lebih buruk dapat dihindari. Perawatan preventif dapat dibagi lagi menjadi scheduled maintenance (perawatan terjadwal) dan condition based maintenance (Perawatan yang berbasis pada kondisi sistem). Perawatan terjadwal dilakukan pada interval waktu tertentu, baik itu banyaknya jam kerja, jumlah siklus yang ytelah dilalui, dan lain lain. Pemilihan interval waktu perawatan untuk satu komponen tertentu terbukti sangat sulit. Bentuk dari perawatan preventif biasanya berupa pengecekan (inspection) terhadap berbagai komponen secara periodik

12 Tugas Akhir 21 untuk menentukan apakah pengaturan (adjustment) dan penggantian (replacement) sudah diperlukan. Jika interval ini terlalu sering, maka pengecekan ini akan mengurangi ketersediaan sistem dan menambah resiko kesalahan reassembly. Sedangkan pengecekan yang jarang mungkin akan menimbulkan kerusakan sistem yang tidak diinginkan. Condition based maintenance (perawatan yang berbasis pada kondisi sistem) adalah perawatan terhadap suatu yang dilakukan sebagai hasil dari suatu kondisi yang sudah diketahui dari hasil pemantauan secara kontinyu atau secara periodik. Kegiatan perawatan dilakkukan hanya jika kondisin dari peralatan menunjukkan bahwa peralatan tersebut membutuhkan perawatan. 2.5 Kegagalan (Failure) Kegagalan dapat terjadi pada suatu komponen maupun suatu sistem. Kegagalan pada komponen atau sistem tersebut merupakan suatu keadaan dimana komponen atau sistem tidak dapat menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Kegagalan dari suatu komponen dapat di bagi menjadi tiga kelompok, yaitu: Kegagalan primer (primary failure) Kegagalan sekunder (secondary failure) Kegagalan perintah (command failure) Kegagalan primer dapat didefinisikan sebagai suatu komponen berada dalam keadaan rusak (non-working state) dimana komponen tersebut memang diperhitungkan akan mengalami kegagalan, sehingga perlu diadakan aksi perbaikan agar komponen tersebut dapat kembali berada pada keadaan siap bekerja (workingstate).kegagalan primer pada komponen akan terjadi pada design envelope dari komponen, dan penyebab dari kegagaln ini

13 Tugas Akhir 22 adalah umur dari komponen. Sebagai contoh kerusakan pada tangki karena kelelahan material merupakan contoh dari kegagalan primer. Kegagalan sekunder dapat dikatakan sama dengan kegagalan primer kecuali kegagalan komponen terjadi diluar perhitungan. Stress yang berlebihan yang diterima komponen baik pada masa lalu maupun pada saat sekarang merupakan penyebab kegagalan sekunder. Stress ini melibatkan amplitudo dari kondisi yang tidak dapat sitolerir, frekuensi, durasi, atau polaritas dan input sumbersumber energi termal, mekanikal elektrikal, kimia, magnetik, atau radioaktif. Stress ini disebabkan oleh komponen-komponen yang ada disekitar atau lingkungan disekitar komponen yang mengalami kegagalan, yang melibatkan kondisi meteorologi atau geologi, dan sistem engineering yang lain. Personel, seperti operator dan inspektor juga mungkin menyebabkan terjadinya kegagalan sekunder, jika mereka merusakkan komponen. Perlu dicatat bahwa stress yang berlebihan pada komponen tidak akan menjamin komponen akan kembali pada working-state seperti semula, karena stress yang dialami komponen akan meninggalkan kerusakan (memori) pada komponen yang direparasi. Kesalahan perintah didefinisikan sebagai komponen berada dalam keadaan rusak (nonworking state) karena kesalahan sinyal pengontrol atau noise, seringkali aksi perbaikan tidak diperlukan untuk mengembalikan komponen pada keadaaan semula. (Priyanta, 2000 hal ) COMPONENT FAILURE

14 Tugas Akhir 23 Gambar 2.6 Karakteristik Kegagalan Komponen Sumber: Dwi Priyanta. Keandalan dan Perawatan Melihat konsep kegagalan tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa kondisi dimana material trimming yang mengalami slip dan menyebabkan berhentinya kerja mesin grinder merupakan jenis secondary failure. Oleh sebab itu akan dicari event-event yang menyebabkan terjadinya slip material trimming dengan menggunakan metode FTA. 2.6 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu Menentukan Severity, Occurrence, Detection dan RPN Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan meka tim FMEA harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang Severity, Occurrence, Detection, serta hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number. a. Severity

15 Tugas Akhir 24 Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu menghitung seberapa besar dampak/intensitas kejadian mempengaruhi output proses. Dampak tersebut diranking mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk. b. Occurrence Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk. Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10. c. Detection Nilai Detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan / mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. d. Risk Priority Number (RPN) RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effects (Severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effects (Occurrence), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada pelanggan (Detection). RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut : RPN = S * O * D

16 Tugas Akhir 25 Angka ini digunakan untuk mengidentifikasikan resiko yang serius, sebagai petunjuk ke arah tindakan perbaikan. 2.7 Fault Tree Analysis (FTA) Fault Tree Analysis merupakan teknik yang memberikan penjelasan sistematis dari kombinasi kejadian-kejadian yang mungkin terjadi dalam sistem yang mengakibatkan kerusakan. Pada dasarnya, fault tree adalah diagram logika dimana gerbang-gerbang logika digunakan untuk menentukan hubungan antara peristiwa-peristiwa dimasukkan dan peristiwa-peristiwa dikeluaran. Analisis Fault-Tree menggunakan aljabar Boolean di analisis logikanya dan kemungkinan kerusakan dihitung untuk tiap peristiwa Contoh : Analisis fault tree untuk kerusakan pada start mesin pemotong rumput dimulai dari peristiwa awal dan kemudian tentukan peristiwa kontribusi yang menunjang peristiwa awal Konsep Dasar Fault Tree Analysis Analisis pohon kegagalan merupakan analisis deduktif yaitu suatu kejadian disebabkan oleh kejadian sebelumnya. Kejadian sebelumnya disebabkan oleh kejadian lain lebih lanjut, kegagalan komponen atau kegagalan operator (manusia). Masing-masing kegagalan tersebut dianalisis lebih lanjut penyebabnya sehingga sampai pada kondisi kejadian dasar (basic event). Ketika kecelakaan atau kegagalan terjadi, akar penyebab dari peristiwa negatif dapat diidentifikasi. FTA ( Fault Tree Analysis ) berorientasi pada fungsi (fungtion-oriented) atau yang lebih dikenal dengan

17 Tugas Akhir 26 top down approach karena analisa ini berawal dari system level (top) dan meneruskannya ke bawah. (Priyanta, 2000 hal. 17) Setiap event dianalisis dengan bertanya, bagaimana hal ini bisa terjadi?, dalam menjawab pertanyaan ini, penyebab utama dan bagaimana mereka berinteraksi untuk menghasilkan sebuah kejadian yang tidak diinginkan adalah dengan mengidentifikasi. Cabang pohon berhenti ketika semua event yang mengarah ke event negative telah selesai. Analisis pohon kegagalan dapat untuk mengkuantifikasi kegagalan sistem, komponen, fungsi atau operasi. Model pohon kegagalan dapat dipergunakan untuk menentukan : 1. Kombinasi beberapa kegagalan 2. Probabilitas gagal 3. Titik lemah (kritis) pada sistem, komponen, fungsi atau operasi Kejadian puncak (Top Event) dari pohon kegagalan menunjukkan kejadian atau kondisi yang tidak diinginkan (undesired event/undesired state) dari suatu sistem sehingga hasilnya merupakan kegagalan atau ketidaktersediaan (unavailability) sistem. Dalam suatu penyusunan FTA, Top Event haruslah terlebih dahulu diidentifikasi, kemudian event-event yang secara langsung menyebabkan terjadinya Top Event di identifikasi dan dihubungkan dengan Top Event dengan dengan menggunakan hubungan logika. Dalam FTA ada suatu sebutan yaitu cut set. Cut set merupakan kombinasi kegagalan kejadian dasar, sedangkan minimal cut set adalah kombinasi terkecil dari kegagalan kejadian dasar.

18 Tugas Akhir 27 Perhitungan analisis pohon kegagalan sesuai dengan hukum aljabar Boolean. Pengertian tentang minimal cut set ini sangat penting, karena minimal cut set ini berhubungan dengan komponen atau kejadian dasar yang kritis yaitu bila komponen kritis atau kejadian dasar ini terjadi maka memungkinkan terjadinya kejadian puncak. FTA dapat bersifat kualitatif, kuantitatif atau keduanya, tergantung pada tujuan analisis. Kemungkinan hasil dari analisis dapat misalnya menjadi (Jorn Vatn,2001): a. Daftar dari kemungkinan kombinasi dari faktor lingkungan, kesalahan manusia, peristiwa normal dan kegagaln komponen yang dapat menyebabkan peristiwa penting dalam sistem. b. Probabilitas bahwa peristiwa penting akan terjadi selama selang waktu tertentu Simbol Gerbang Simbol gerbang dipakai untuk menunjukkan hubungan diantara kejadian input yang mengarah pada kejadian output dengan kata lain, kejadian output disebabkan oleh kejadian input yang berhubungan dengan cara tertentu. Simbol gerbang yaitu: a. AND gate Ini berarti event output akan terjadi hanya jika semua input peristiwa ada secara bersamaan. b. OR gate Event ini akan terjadi jika hanya satu atau kombinasi dari peristiwa masukan ada.

19 Tugas Akhir 28 c. INHIBIT gate gerbang ini dilambangkan dengan segi enam, merupakan kasus khusus dari gerbang AND. Output disebabkan oleh satu input, tetapi juga harus memenuhi kondisi tertentu sebelum input dapat menghasilkan output. Contohnya: saluran bahan bakar (bensin) membeku jika terjadi penurunan suhu dimana suhu tersebut lebih kecil dari suhu kritis. d. EXCLUSIVEOR gate gerbang excludive or adalah gerbang or dengan khasus tertentu, yaitu kejadian output muncul jika tepat satu kejadian ikut muncul. e. PRIORITY AND gate gerbang PRIORITY AND adalah gerbang AND dengan syarat dimana kejadian output muncul hanya jika semua kejadian input muncul dengan urutan tertentu Simbol Event a. Intermediate Event berbentuk persegi panjang. Persegi panjang adalah bangunan utama blok untuk pohon analitis. Ini merupakan event negatif

20 Tugas Akhir 29 dan terletak dibagian atas pohon dan terdapat di seluruh pohon untuk menunjukkan peristiwa lain mampu menjadi dipecah-pecah lebih lanjut. Ini adalah simbol satu-satunya yang memiliki gerbang logika dan acara input di bawahnya. b. Basic Event berbentuk lingkaran. Simbol lingkaran ini digunakan untuk menyatakan basic event atau primary event atau kegagalan mendasar yang tidak perlu dicari penyebabnya. Artinya, simbol lingkaran ini merupakan batas akhir penyebab suatu kejadian. Simbol lingkaran merupakan peristiwa dasar dan ditemukan di tingkatan bawah pohon. c. Undeveloped Event berbentuk wajik. Simbol ini mengidentifikasi bahwa suatu kejadian kegagalan tertentu tidak perlu dicari penyebabnya, baik karena kejadiannya tidak cukup berhubungan atau karena tidak tersedia informasi yang terkait dengannya. d. Conditioning event berbentuk oval. Simbol oval menyatakan suatu kondisi atau batasan khusus yang diterapkan pada suatu gerbang

21 Tugas Akhir 30 (biasanya pada gerbang INHIBIT dan PRIORITY AND). Simbol ini digunakan khusus situasi yang hanya bisa terjadi jika keadaan tertentu terjadi. e. Simbol transfer berbentuk segitiga. Simbol ini terbagi menjadi 2, yaitu triangle in dan triangle out. Triangle-in atau transfer-in, merupakan titik dimana sub-fault tree bisa dimulai sebagai kelanjutan pada transfer out. Sedangkan Triangle-out atau transfer-out, merupakan titik dimana fault tree dipecah menjadi sub-fault tree. Sebuah fault tree mengilustrasikan keadaan dari komponen sistem (basic event) dan hubungan antara basic event dan TOP event. Simbol grafis yang dipakai untuk menyatakan hubungan disebut gerbang logika (logika gate). Output dari sebuah gerbang logika ditentukan oleh event yang masuk ke gerbang tersebut Pengkonstruksian FTA Mendefinisikan Problem dan Kondisi Batas (Boundary Condition) Kegiatan ini terdiri dari: a. definisi dari peristiwa kritis (kecelakaan) untuk dianalisa. b. definisi kondisi batas untuk analisis.

22 Tugas Akhir 31 Event kritis ( kecelakaan) yang akan dianalisa biasanya disebut TOP event. Hal ini sangat penting bahwa TOP event diberikan definisi yang jelas dan tidak ambigu. Jika tidak, analisis akan sering menghasilkan nilai terbatas. Untuk mendapatkan analisis yang konsisten, penting bahwa kondisi batas untuk analisis adalah didefinisikan dengan hati-hati Pengkonstruksian Fault Tree Pengkonstruksian FTA selalu bermula dari TOP event. Oleh karena itu, berbagai fault event yang secara langsung, penting dan berbagai penyebab terjadinya TOP event harus secara teliti di identifikasi. Berbagai penyebab ini di koneksikan ke TOP event oleh sebuah gerbang logika. Penting kiranya bahwa penyebab level pertama di bawah TOP event harus disusun secara terstruktur. Level pertama ini sering disebut dengan TOP srtuktur dari sebuah Fault Tree. TOP struktur ini sering diambil dari kegagalan modul-modul utama sistem, atau fungsi utama dari sistem. Analisis dilanjutkan level dami level sampai semua fault tree telah dikembangkan sampai pada resolusi yang ditentukan. Analisis ini merupakan analisis deduktif dan dilakukan dengan mengulang pertanyaan. Apa alasan terjadinya event ini. Aturan untuk mengkonstruksikan FTA: 1. Deskripsikan fault event Masing-masing basic event harus didefinisikan secara teliti (apa, dimana, kapan) dalam sebuah kotak. 2. Evaluasi fault event

23 Tugas Akhir 32 Kegagalan komponen dikelompokan dalam tiga kelompok yaitu primary failure, secondary failure, dan command failure. Sebuah normal basic event di dalam sebuah fault tree merupakan primary failure yang menunjukan bahwa komponen merupakan penyebab dari kegagalan. Secondary failure dan command failure merupakan intermediate event yang membutuhkan investigasi lebih mendalam untuk mengidentifikasikan alasan utama. Pada saat mengevaluasi sebuah fault tree, seorang analis akan bertanya, dapatkah fault ini dikategorikan dalam primary failure. Jika jawabannya adalah YA, maka analis tersebut dapat mngklasifikasikan fault tree sebagai normal basic event. Jika jawabannya adalah TIDAK, maka analis tersebut dapat mengklasifikasikan fault tree sebagai intermediate event, yang harus didevelope lebih jauh, atau sebagai secondary basic event. Secondary basic event sering disebut dengan undeveloped event dan menunjukkan sebuah fault event yang tidak dikaji lebih jauh karena informasinya tidak tersedia atau karena dampak yang ditimbulkan tidak signifikan. 3. Lengkapi semua gerbang logika Semua input ke gerbang tertentu harus didefinisikan dengan lengkap dan dideskripsikan sebelum memproses gate lainnya. Fault tree harus di selesaikan pada masing-masing level sebelum memulai level berikutnya Pengidentifikasian Minimal Cut Set Cut Set adalah himpunan dari basic event dimana jika semua basic event tersebut muncul, akan terjadi top event. Minimal cut set adalah

24 Tugas Akhir 33 himpunan kombinasi terkecil dari basic event dimana jika basic event tersebut terjadi, akan menyebabkan top event terjadi (Vesely, et al., 1981) Jumlah basic event yang berbeda didalam sebuah minimal cutset disebut dengan orde cut set. Untuk fault tree yang sederhana adalah mungkin untuk mendapatkan minimal cut set decngan tanpa menggunakan prosedur formal atau algoritma. Untuk fault tree yang lebih besar, maka diperlukan sebuah algoritma untuk mendapatkan minimal cut set pada fault tree. MOCUS (Method For Obtaining Cut Set) merupakan sebuah algoritma yang dapat dipakai untuk mendapatkan minimal cut set dalam sebuah fault tree Evaluasi Kualitatif Fault Tree Evaluasi kualitatif dari sebuah fault tree dapat dilakukan berdasarkan minimal cut set. Kekritisan dari sebuah cut set jelas tegantung pada jumlah basic event di dalam cut set (orde dari cut set). Sebuah cut set dengan orde satu umumnya lebih kritis daripada sebuah cut set dengan orde dua atau lebih. Jika sebuah fault tree memiliki cut set dengan orde satu, maka TOP event akan terjadi sesaat setelah basic event yang bersangkutan terjadi. Jika sebuah cut set memiliki dua basic event, kedua event ini harus terjadi secara serentak agar TOP event dapat terjadi. Faktor lain yang penting adalah jenis basic event dari sebuah minimal cut set. Kekritisan dari berbagai cut set dapat diranking berdasarkan bari basic event berikut ini:

25 Tugas Akhir 34 Human error Kegagalan komponen / peralatan yang aktif (active equipment failure) Kegagalan komponen / Peralatan yang pasif ( passive equipment failure) Peringkat ini disusun berdasarkan asumsi bahwa human error lebih sering terjadi dari pada komponen / peralatan yang aktif dan komponen / peralatan yang aktif lebih rentan terhadap kegagalan bila dibandingkan komponen / peralatan yang pasif. Evaluasi kualitatif pada dasarnya mengubah logika fault tree ke dalam bentuk logis yang setara memberikan informasi lebih terfokus sehingga dari cut set inilah yang merupakan penyebab dari kegagalan yang terjadi Analisa Kuantitatif Fault Tree Analisa kuantitatif adalah analisa probabilitas terhadap kejadian yang terjadi. Dengan cut set (rangkaian dari basic event yang menyebabkan top event terjadi) yang ada, maka dihitung probabilitas dari top event dengan adanya probabilitas setiap event. Probabilitas dari setiap event bisa didapatkan dengan menggunakan data historis atau engineering judgement apabila tidak ada data historis.

26 Tugas Akhir 35 Pada FTA, analisa kuantitatif menggunakan gabungan gerbang logika dan hukum boolean algebra. Berikut adalah aturan probabilitas pada setiap gerbang: OR gate OR gate merupakan union (gabungan) dari event. Jika event A dan B merupakan input dari output Q, maka: Pr(Q) = Pr (A) + PR (B) Pr (AnB) = Pr (A) + Pr (B) Pr(A) Pr(B/A) = Pr(A) + Pr(B) Pr(B) Pr(A/B) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam probabilitas OR gate yaitu: 1. Jika A dan B adalah independent (berdiri sendiri) maka Pr(B/A) = Pr(B) Dan Pr (Q) = Pr (A) + Pr (B) Pr (A) Pr (B) 2. Jika A dan B adalah dependent (berhubungan), maka Pr(B/A) = 1 Dan Pr (Q) = Pr (B) AND gate AND gate merupakan irisan (intersection) dari event. Jika event A dan B merupakan input dari output Q, maka: Pr (Q) = Pr (A) Pr (B/A) = Pr (A) Pr (A/B) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam probabilitas AND gate yaitu:

27 Tugas Akhir Jika A dan B adalah independent (berdiri sendiri) maka Pr (B/A) = Pr (B), Pr (A/B) = Pr (A) Dan Pr (Q) = Pr (A) pr(b) 2. Jika A dan B adalah dependent (berhubungan) maka Pr (B/A) = 1 dan Pr (Q) = Pr (A) Penyelesaian Analisis Pohon Kegagalan Didalam menyelesaikan analisis pohon kegagalan dilakukan tahapan sebagai berikut : 1. Mengubah logika pohon kegagalan menjadi persamaan boolean. 2. Menyederhanakan (mereduksi) persamaan boolean menjadi bentuk sederhana, dengan aturan seperti dalam tabel. Tabel 2.2. Operasi Hukum Aljabar Boolean Proses kuantifikasi dan penyederhanaan persamaan aljabar boolean dilakukan dengan perangkat lunak.

ANALISA FAKTOR PENYEBAB KEGAGALAN MESIN GRINDER PADA PROSES PRODUKSI PLASTIC FILM DI PT. MUTIARA HEXAGON

ANALISA FAKTOR PENYEBAB KEGAGALAN MESIN GRINDER PADA PROSES PRODUKSI PLASTIC FILM DI PT. MUTIARA HEXAGON ANALISA FAKTOR PENYEBAB KEGAGALAN MESIN GRINDER PADA PROSES PRODUKSI PLASTIC FILM DI PT. MUTIARA HEXAGON Imam Hidayat, Swandya Eka Pratiwi Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Mercu

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL BAB III METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) 3.1 Failure Mode and Effect

Lebih terperinci

ANALISA KETERLAMBATAN PROYEK MENGGUNAKAN FAULT TREE ANALYSIS

ANALISA KETERLAMBATAN PROYEK MENGGUNAKAN FAULT TREE ANALYSIS ANALISA KETERLAMBATAN PROYEK MENGGUNAKAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) (STUDI KASUS PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI TAHAP II UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG) NASKAH PUBLIKASI Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan suatu tahap - tahap yang harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum melakukan pemecahan suatu masalah yang akan dilakukan dalam melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN PRODUK Produk merupakan sesuatu yang dapat dirasakan manfaatnya oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Perusahaan dituntut untuk menciptakan suatu produk yang sesuai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENYEBAB KERUSAKAN VALVE PADA MUD PUMP TYPE TRIPLEX PUMP MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS DI PT. X

IDENTIFIKASI PENYEBAB KERUSAKAN VALVE PADA MUD PUMP TYPE TRIPLEX PUMP MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS DI PT. X IDENTIFIKASI PENYEBAB KERUSAKAN VALVE PADA MUD PUMP TYPE TRIPLEX PUMP MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS DI PT. X Ambri 1, Yohanes 2, Yuhelson 2 Laboratorium Teknologi Produksi, Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009 ANALISIS DATA 4.1 FASE ANALISA Fase ini merupakan fase mencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. Kemudian, dilakukan brainstroming dengan pihak perusahaan untuk mengidentifikasi akar permasalahan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut :

BAB V ANALISA HASIL. terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut : BAB V ANALISA HASIL 5.1 Jenis Cacat Dari pengolahan data yang telah dilakukan, maka diambil 3 jenis cacat terbanyak dari Transmission Case (XCR) adalah sebagai berikut : a. Bocor (35,8%) Jenis cacat bocor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Setiap produk diharapkan dapat memenuhi kebutuhankebutuhan konsumen. Salah satu hal yang menjadi kebutuhan konsumen yaitu kualitas produk yang digunakan.

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PABRIK ROTI BARITON 1

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PABRIK ROTI BARITON 1 Anugrah, dkk USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DI PABRIK ROTI BARITON 1 Ninda Restu Anugrah, Lisye Fitria, Arie Desrianty

Lebih terperinci

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA Proses Produksi I MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA by Asyari Daryus Universitas Darma Persada OBJECTIVES Mahasiswa dapat menerangkan sifat dan jenis bahan plastik Mahasiswa dapat menerangkan cara pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PROSES PENILAIAN KESELAMATAN

BAB II TEORI DASAR PROSES PENILAIAN KESELAMATAN BAB II TEORI DASAR PROSES PENILAIAN KESELAMATAN 2.1 PENDAHULUAN SAE ARP4761 dikeluarkan oleh SAE (Society for Automotive Engineers) International The Engineering Society for Advancing Mobility Land Sea

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI 56 BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI Pada Bab ini dibahas tahap Analyze (A), Improve (I), dan Control (C) dalam pengendalian kualitas terus menerus DMAIC sebagai langkah lanjutan dari kedua tahap sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 32 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan metoda Fault Tree Analysis (FTA) yang merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian kualitatif untuk

Lebih terperinci

Analisis Pohon Kejadian (ETA)

Analisis Pohon Kejadian (ETA) Analisis Pohon Kejadian (ETA) Analisis induktif : Suatu analisis diawali dengan kejadian awal dan diikuti dengan bekerja atau tidaknya sistem-sistem keselamatan/mitigasi Hal yang penting : Menghubungkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih dahulu, agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tahap Pendahuluan Tahap pendahuluan terdiri dari empat langkah utama yaitu pengamatan awal, perumusan masalah, menentukan tujuan penelitan dan menentukan batasan masalah.

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN PENJADWALAN PERAWATAN MESIN DIVISI PIPA (STUDY KASUS DI PT. X)

Seminar Nasional IENACO 2015 ISSN PENJADWALAN PERAWATAN MESIN DIVISI PIPA (STUDY KASUS DI PT. X) PENJADWALAN PERAWATAN MESIN DIVISI PIPA (STUDY KASUS DI PT. X) Robert Triatmaja 1*, LM.Hadi Santosa 2, Ig.Joko Mulyono 3 1,2,3 Program Studi Teknik Industri,Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Pertamina EP Region Jawa Area Cepu merupakan salah satu cabang dari industri pengeboran minyak dan gas alam yang cukup besar di Region Jawa. Area tersebut mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan mempermudah proses

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah

Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah 3.1. Flowchart Pemecahan Masalah Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka sebelumnya penulis membuat perencanaan tentang langkah-langkah pemecahan masalah

Lebih terperinci

ANALISIS DEFECT MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) BERDASARKAN DATA GROUND FINDING SHEET (GFS) PT. GMF AEROASIA

ANALISIS DEFECT MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) BERDASARKAN DATA GROUND FINDING SHEET (GFS) PT. GMF AEROASIA ANALISIS DEFECT MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) BERDASARKAN DATA GROUND FINDING SHEET (GFS) PT. GMF AEROASIA Tara Ferdiana 1 dan Ilham Priadythama 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PIRANTI LUNAK

BAB III TINJAUAN PIRANTI LUNAK BAB III TINJAUAN PIRANTI LUNAK 3.1 PEMILAHAN PIRANTI LUNAK Bahasan dalam bab ini dimulai dengan proses pemilahan piranti lunak, kemudian dilanjutkan dengan deskripsi piranti lunak yang terpilih dari proses

Lebih terperinci

Analisis Gangguan Jaringan Kabel dengan Kombinasi Metode Fault Tree Analysis dan Failure Mode and Effect Analysis (Studi kasus PT.

Analisis Gangguan Jaringan Kabel dengan Kombinasi Metode Fault Tree Analysis dan Failure Mode and Effect Analysis (Studi kasus PT. Performa (2005) Vol. 4, No.1: 10-15 Analisis Gangguan Jaringan Kabel dengan Kombinasi Metode Fault Tree Analysis dan Failure Mode and Effect Analysis (Studi kasus PT. ABC) Donar Setyajid Carel, Yuniaristanto,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatkan permasalahan yang diteliti sehingga dapat menjelaskan dan membahas permasalahan

Lebih terperinci

Pembimbing : Bpk. Ir Arie Indartono MT Bpk. Projek Priyongo SL ST MT

Pembimbing : Bpk. Ir Arie Indartono MT Bpk. Projek Priyongo SL ST MT BAB 1 BAB 2 PRESENTASI SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA KEANDALAN PADA INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN METODE FAILURE MODE EFFECT & ANALYSIS (FMEA) DALAM MERENCANAKAN STRATEGI PREVENTIVE MAINTENANCE (Studi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISIS. Penyebab dari kegagalan yang dialami oleh APU unable to start atau tak bisa

BAB V HASIL DAN ANALISIS. Penyebab dari kegagalan yang dialami oleh APU unable to start atau tak bisa BAB V HASIL DAN ANALISIS 5.1 Pembahasan FTA (Fault Tree Analysis) Penyebab dari kegagalan yang dialami oleh APU unable to start atau tak bisa dinyalakan. Dari beberapa penyebab yaitu: Test cell power lost

Lebih terperinci

USULAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK STANG ENGKOL DI PRODUSEN SENJATA MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA)

USULAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK STANG ENGKOL DI PRODUSEN SENJATA MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE EFFECT ANALYSIS DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas.02 Vol.4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Aprili 2016 USULAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK STANG ENGKOL DI PRODUSEN SENJATA MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah proses produksi di PT. XY, sedangkan objek penelitian ini adalah perbaikan dan meminimalisir masalah pada proses produksi

Lebih terperinci

FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1

FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1 ISSN 1979-2409 FMEA SEBAGAI ALAT ANALISA RISIKO MODA KEGAGALAN PADA MAGNETIC FORCE WELDING MACHINE ME-27.1 Iwan Setiawan Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, Kawasan Puspiptek, Serpong ABSTRAK FMEA SEBAGAI

Lebih terperinci

ANALISIS KECACATAN PRODUK MENGGUNAKAN METODE FMEA DAN FTA PADA PT. XXX

ANALISIS KECACATAN PRODUK MENGGUNAKAN METODE FMEA DAN FTA PADA PT. XXX ANALISIS KECACATAN PRODUK MENGGUNAKAN METODE FMEA DAN FTA PADA PT. XXX Rahajeng Triwidayat Utami 1*, Ni Luh Putu Hariastuti 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, * Email : threewieda@gmail.com ABSTRACT Amid the

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini diawali dengan permasalahan tingginya tingkat NPL (Non Performing Loan) di PT BPR SIP yang telah beroperasi sejak tahun 1993. Masalah di atas diidentifikasi disebabkan oleh tidak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Perencanaan Alat Alat pirolisator merupakan sarana pengolah limbah plastik menjadi bahan bakar minyak sebagai pengganti minyak bumi. Pada dasarnya sebelum melakukan penelitian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENYEBAB KECACATAN PADA PRODUK PIPA PVC DENGAN METODE FAULT TREE ANALYSIS DI PT.TJAKRINDO MAS GRESIK SKRIPSI

IDENTIFIKASI PENYEBAB KECACATAN PADA PRODUK PIPA PVC DENGAN METODE FAULT TREE ANALYSIS DI PT.TJAKRINDO MAS GRESIK SKRIPSI IDENTIFIKASI PENYEBAB KECACATAN PADA PRODUK PIPA PVC DENGAN METODE FAULT TREE ANALYSIS DI PT.TJAKRINDO MAS GRESIK SKRIPSI Oleh : DEWI RATIH YUNITASARI 07 3201 0006 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

#6 FAULT TREE ANALYSIS (FTA)

#6 FAULT TREE ANALYSIS (FTA) #6 FAULT TREE ANALYSIS (FTA) 6.1. Pendahuluan Seperti yang telah dibahas pada materi sebelumnya bahwa dua metode yang banyak digunakan untuk menganalisa kegagalan sistem adalah Fault Tree Analysis (FTA)

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Sistematika Pemecahan Masalah

Gambar 3.1 Diagram Alir Sistematika Pemecahan Masalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan metode berpikir untuk menghasilkan tahapan-tahapan yang harus ditetapkan oleh peneliti dalam proses penelitian. Berikut adalah tahapan-tahapan

Lebih terperinci

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Oleh : Achmad Sebastian Ristianto IDENTIFIKASI BAHAYA MENGGUNAKAN METODE HAZOP DAN FTA PADA DISTRIBUSI BAHAN BAKAR MINYAK JENIS PERTAMAX DAN PREMIUM (STUDI KASUS : PT. PERTAMINA (PERSERO) UPMS V SURABAYA) Oleh : Achmad Sebastian Ristianto

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 MESIN SILENT CUTTER TYPE SCR-250S Mesin cutter ini menggunakan motor listrik sebagai penggerak utama dan V-belt untuk mentransmisikan daya dari poros yang satu

Lebih terperinci

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG

Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Penilaian Risiko dan Penjadwalan Inspeksi pada Pressure Vessel Gas Separation Unit dengan Metode Risk Based Inspection pada CPPG Aga Audi Permana 1*, Eko Julianto 2, Adi Wirawan Husodo 3 1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Memasuki Era pertumbuhan yang maju, lingkungan perusahaan beroperasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Memasuki Era pertumbuhan yang maju, lingkungan perusahaan beroperasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki Era pertumbuhan yang maju, lingkungan perusahaan beroperasi semakin mengikuti perubahanan dengan cepat, sehingga membuat prilaku industri selalu mengevaluasi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 27 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 1.1 ALUR PROSES ZINC CAN Zinc Ingot Zinc Furnace Proses Peleburan Zinc Proses Casting Proses Rolling Proses Drawing Proses Cutting Proses Coil Aging Zinc Slug Proses

Lebih terperinci

PENERAPAN RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II (RCM II) DALAM PERENCANAAN KEGIATAN PADA MESIN BOILER DI PT PG CANDI BARU SIDOARJO SKRIPSI.

PENERAPAN RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II (RCM II) DALAM PERENCANAAN KEGIATAN PADA MESIN BOILER DI PT PG CANDI BARU SIDOARJO SKRIPSI. PENERAPAN RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE II (RCM II) DALAM PERENCANAAN KEGIATAN PADA MESIN BOILER DI PT PG CANDI BARU SIDOARJO SKRIPSI Oleh : NURAHADIN ZAKI ROMADHON NPM. 0632010165 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Produktivitas 2.1.1 Definisi Produktivitas Produktivitas menurut Sinungan (2005) diartikan sebagai perbandingan antara nilai yang dihasilkan suatu kegiatan terhadap nilai semua

Lebih terperinci

Oleh: Gita Eka Rahmadani

Oleh: Gita Eka Rahmadani ANALISA KEANDALAN PADA DAPUR INDUKSI 10 TON MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE EFFECT & CRITICALITY ANALYSIS (FMECA) ( STUDI KASUS PT BARATA INDONESIA (PERSERO) Oleh: Gita Eka Rahmadani 6506.040.040 Latar

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PADA MESIN PRODUKSI NONWOVEN SPUNBOND DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEVEN TOOLS DAN FMEA

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PADA MESIN PRODUKSI NONWOVEN SPUNBOND DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEVEN TOOLS DAN FMEA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PADA MESIN PRODUKSI NONWOVEN SPUNBOND DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEVEN TOOLS DAN FMEA Mochammad Damaindra, Atikha Sidhi Cahyana Program studi Teknik Industri Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang BAB V ANALISA DATA 5.1. Tahap Analyze Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang terjadi pada perusahaan yang telah menurunkan keuntungan dan merugikan perusahaan. Alat yang digunakan

Lebih terperinci

11.1 Pemrosesan Material Plastik

11.1 Pemrosesan Material Plastik 11.1 Pemrosesan Material Plastik Banyak proses yang digunakan untuk mengubah granula, pelet plastik menjadi bentuk produk seperti lembaran, batang, bagian terekstrusi, pipa atau bagian cetakan yang terselesaikan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Kualitas merupakan ukuran yang tidak dapat didefinisikan secara umum, karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi perspektif yang

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA 4.1. Menentukan Nilai Severity, Occurrence, Detection dan RPN 4.1.1 Oli dan Filter Hidrolik Kotor Kerusakan pada oli dan filter hidrolik dapat menyebabkan kenaikan temperature

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perdagangan bebas. Persaingan dunia usaha yang semakin ketat menimbulkan tantangan

BAB 1 PENDAHULUAN. perdagangan bebas. Persaingan dunia usaha yang semakin ketat menimbulkan tantangan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, dunia industri di Indonesia terasa semakin meningkat dan bersaing menuju ke arah persaingan global, terutama persaingan dalam hal menghadapi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. permukaan material terlihat bercak atau noda keputih-putihan. Bercak atau

BAB V ANALISA HASIL. permukaan material terlihat bercak atau noda keputih-putihan. Bercak atau BAB V ANALISA HASIL 5.1 Definisi Cacat a. Belang Dari hasil pengolahan data sebelumnya terlihat bahwa jenis cacat belang merupakan jenis cacat terbanyak. Jenis cacat belang merupakan jenis cacat dimana

Lebih terperinci

PENENTUAN PRIORITAS MODE KEGAGALAN PENYEBAB KECACATAN PRODUK DENGAN ANOVA (STUDI KASUS: CV. PUTRA NUGRAHA TRIYAGAN)

PENENTUAN PRIORITAS MODE KEGAGALAN PENYEBAB KECACATAN PRODUK DENGAN ANOVA (STUDI KASUS: CV. PUTRA NUGRAHA TRIYAGAN) PENENTUAN PRIORITAS MODE KEGAGALAN PENYEBAB KECACATAN PRODUK DENGAN ANOVA (STUDI KASUS: CV. PUTRA NUGRAHA TRIYAGAN) Ida Nursanti 1*, Dimas Wisnu AJi 2 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Oleh : Taufiq Junaedi ( )

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Oleh : Taufiq Junaedi ( ) ANALISA DAN PENGUKURAN POTENSI RISIKO KECELAKAAN KERJA DENGAN MENGGUNAKAN METODE APMM (ACCIDENT POTENTIAL MEASUREMENT METHOD) PADA PROYEK PEMBANGUNAN DORMITORY 5 LANTAI AKADEMI TEKNIK KESELAMATAN DAN PENERBANGAN

Lebih terperinci

BAB III PROSES PERANCANGAN

BAB III PROSES PERANCANGAN BAB III PROSES PERANCANGAN 3.1 aftar Periksa. aftar periksa merupakan daftar dari parameter-parameter yang ada dalam sebuah perancangan. Pada tahapan pertama proses perancangan ini akan dikumpulkan ide-ide

Lebih terperinci

Identifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Maintenance Kapal Menggunakan Metode HIRARC dan FTA Dengan Pendekatan Fuzzy

Identifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Maintenance Kapal Menggunakan Metode HIRARC dan FTA Dengan Pendekatan Fuzzy Identifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Maintenance Kapal Menggunakan Metode HIRARC dan FTA Dengan Pendekatan Fuzzy di Industri Kapal Andri Kurniawan 1, Mardi Santoso 2, Mey Rohma Dhani 1 1 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan menjelaskan latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian yang ingin dicapai, batasan masalah dan sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

ANALISA PENYEBAB KEGAGALAN PRODUK WOVEN BAG DENGAN MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE AND EFFECTS ANALYSIS (STUDI KASUS DI PT INDOMAJU TEXTINDO KUDUS)

ANALISA PENYEBAB KEGAGALAN PRODUK WOVEN BAG DENGAN MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE AND EFFECTS ANALYSIS (STUDI KASUS DI PT INDOMAJU TEXTINDO KUDUS) C.2. Analisa Penyebab Kegagalan Produk Woven Bag dengan Menggunakan... (Diana Puspita Sari) ANALISA PENYEBAB KEGAGALAN PRODUK WOVEN BAG DENGAN MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE AND EFFECTS ANALYSIS (STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri atau perindustrian merupakan sebuah kegiatan ekonomi yang tidak hanya melakukan pengolahan bahan baku menjadi produk yang memiliki nilai lebih dalam penggunaannya

Lebih terperinci

B D. 1.1 Konsep Model Jaringan

B D. 1.1 Konsep Model Jaringan A 1 MODEL JARINGAN UNTUK SISTEM KOMPLEKS 1.1 Konsep Model Jaringan P ada bab sebelumnya telah diuraikan teknik dalam melakukan pemodelan jaringan untuk sistem sederhana. eberapa pola hubungan komponen

Lebih terperinci

Analisis Keandalan Pada Boiler PLTU dengan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

Analisis Keandalan Pada Boiler PLTU dengan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Analisis Keandalan Pada Boiler PLTU dengan Menggunakan Metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA) Weta Hary Wahyunugraha 2209100037 Teknik Sistem Pengaturan Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

PROSES PERENCANAAN PERAWATAN POMPA LEAN AMINE[STUDI KASUS DI HESS (INDONESIA- PANGKAH)LTD]

PROSES PERENCANAAN PERAWATAN POMPA LEAN AMINE[STUDI KASUS DI HESS (INDONESIA- PANGKAH)LTD] PROSES PERENCANAAN PERAWATAN POMPA LEAN AMINE[STUDI KASUS DI HESS (INDONESIA- PANGKAH)LTD] ANDRILA N. AKBAR (2108 100 621) DOSEN PEMBIMBING Ir. Arino Anzip M.Eng.sc JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai bahan bakar tungku alternatif baik skala kecil maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai bahan bakar tungku alternatif baik skala kecil maupun BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Semua jenis industri khususnya industri manufaktur membutuhkan suatu kelancaran proses produksi dalam memenuhi tuntutan yang harus dipenuhi untuk menjaga kinerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dijabarkan tentang tinjauan pustaka yang digunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. II.1 Sejarah FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Didalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Proses Thermoforming Mesin Noack N921 Dengan 2 Desain

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Proses Thermoforming Mesin Noack N921 Dengan 2 Desain BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan yang nantinya digunakan dalam penyelesaian pembahasan yang berkaitan dengan analisa yang penulis ambil dengan

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN:

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: ANALISIS TINGKAT RESIKO KEGAGALAN PROSES PRODUKSI PASTED BAG KEMASAN SEMEN DENGAN METODE FMEA (Studi Kasus: Pabrik Kantong PT. Semen Padang) Rizki Alfi, M. Harif Sistem Produksi Industri, Akademi Teknologi

Lebih terperinci

Pembagian Tugas & Tanggung Jawab. Pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian pada

Pembagian Tugas & Tanggung Jawab. Pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian pada Lampiran 1 Pembagian Tugas & Tanggung Jawab Pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian pada struktur organisasi di PT Pusaka Prima Mandiri menurut jabatan dan posisinya adalah sebagai

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: analisa moda dan efek kegagalan, pakan ternak, pengendalian kualitas, mix up

ABSTRAK. Kata kunci: analisa moda dan efek kegagalan, pakan ternak, pengendalian kualitas, mix up 1 ANALISA MODA DAN EFEK KEGAGALAN UNTUK MENGURANGI RISIKO TERJADINYA CACAT MIX UP PADA PAKAN TERNAK (Studi Kasus di PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA - semarang) Noor Charif Rachman; Dyah Ika Rinawati; Rani

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatakan permasalahan yang diteliti sehingga menjelaskan dan membahas permasalahan secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KERJA PRAKTEK. 4.1 Analisis Sistem Informasi Produksi Air Minum Dalam Kemasan Cup

BAB IV ANALISIS KERJA PRAKTEK. 4.1 Analisis Sistem Informasi Produksi Air Minum Dalam Kemasan Cup BAB IV ANALISIS KERJA PRAKTEK 4.1 Analisis Sistem Informasi Produksi Air Minum Dalam Kemasan Cup Pengertian dari produksi air minum dalam kemasan cup adalah ada beberapa bentuk kemasan air minum, ada botol,

Lebih terperinci

BAB III. FAILURE MODE and EFFECT ANALYSIS

BAB III. FAILURE MODE and EFFECT ANALYSIS FMEA Pada Sepeda Motor Honda Absolute Revo Produksi Tahun 2009 39 BAB III FAILURE MODE and EFFECT ANALYSIS 3.1 Pengertian FMEA Adalah sebuah proses analisa untuk mengetahui penyebab terjadinya kegagalan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PRODUKSI KABEL PADA MESIN EKSTRUDER 15 JA

BAB III PROSES PRODUKSI KABEL PADA MESIN EKSTRUDER 15 JA BAB III PROSES PRODUKSI KABEL PADA MESIN EKSTRUDER 15 JA Dalam membuat atau memproduksi kabel listrik memerlukan suatu langkah langkah yang menggunakan alat alat / mesin mesin untuk mendukung, adapun urutan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

BAB V ANALISA PEMBAHASAN 79 BAB V ANALISA PEMBAHASAN Setelah melakukan tahap pengumpulan dan pengolahan data, maka tahap selanjutnya adalah analisa pembahasan. Pada tahap ini akan dilakukan pengurutan terhadap Risk Priority Number

Lebih terperinci

ANALISA KECACATAN PRODUK TRIPEL DRASSER BALI DENGAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DI PT. GOLDFINDO INTIKAYU PRATAMA GRESIK

ANALISA KECACATAN PRODUK TRIPEL DRASSER BALI DENGAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DI PT. GOLDFINDO INTIKAYU PRATAMA GRESIK ANALISA KECACATAN PRODUK TRIPEL DRASSER BALI DENGAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DI PT. GOLDFINDO INTIKAYU PRATAMA GRESIK SKRIPSI OLEH: ZAENAL ARIFIN 0632010130 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V-29 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Sinar Utama Nusantara (PT. SUN) merupakan perusahaan yang berlokasi di jalan Batang kuis Km 3,8 Desa Telaga Sari, Tanjung Morawa yang didirikan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS KATA PENGANTAR...

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS KATA PENGANTAR... ABSTRAK.. ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv viii ix x xv

Lebih terperinci

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI

BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI BAB VI PERAWATAN DI INDUSTRI Tenaga kerja, material dan perawatan adalah bagian dari industri yang membutuhkan biaya cukup besar. Setiap mesin akan membutuhkan perawatan dan perbaikan meskipun telah dirancang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Six Sigma 2.1.1. Pengertian Six Sigma Six sigma terdiri dari dua kata yaitu Six yang berarti enam dan sigma yang berarti sebuah simbol atau lambang standar deviasi yang lebih

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK CELANA JEANS DENGAN MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) (STUDI KASUS DI CV.

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK CELANA JEANS DENGAN MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) (STUDI KASUS DI CV. Reka Integra ISSN: 2388-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.01 Vol.4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2016 USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK CELANA JEANS DENGAN MENGGUNAKAN METODE FAILURE

Lebih terperinci

PROBABILITAS KECELAKAAN KAPAL TENGGELAM DI WILAYAH SELAT MAKASSAR

PROBABILITAS KECELAKAAN KAPAL TENGGELAM DI WILAYAH SELAT MAKASSAR Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 14, Nomor 1, Januari - Juni 2016 PROBABILITAS KECELAKAAN KAPAL TENGGELAM DI WILAYAH SELAT MAKASSAR Haryanti Rivai Dosen Program Studi Teknik Sistem Perkapalan

Lebih terperinci

Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK BATIK MENGGUNAKAN METODE FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DAN FAILURE MODE AND EFFECTS ANALYSIS (FMEA) (Studi Kasus: Industri Batik Gress Tenan) Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri di Indonesia yang sangat cepat menyebabkan banyak industri yang tumbuh dan bersaing dalam mendapatkan konsumennya. Melihat gejala tersebut

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Perawatan (Maintenance) Perawatan di suatu industri merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendukung suatu proses produksi yang mempunyai daya saing di pasaran.

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah

BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN. pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah BAB V PENGOLAHAN DATA DAN PERBAIKAN Pembahasan pada bab ini menanalisa hasil pendefinisian permasalahan pada define dan hasil pengukuran (measure) pada permasalahan yang telah ditetapkan. 5.1 Analyze Dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK CV. Kembar Jaya merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pengecoran dan menghasilkan berbagai jenis produk berbahan logam (jenis produk yang diproduksi sesuai dengan pesanan). Pengecoran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Pustaka. Persiapan Dan Pengesetan Mesin. Kondisi Baik. Persiapan Pengujian. Pemasangan Alat Ukur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Pustaka. Persiapan Dan Pengesetan Mesin. Kondisi Baik. Persiapan Pengujian. Pemasangan Alat Ukur BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian Didalam melakukan pengujian diperlukan beberapa tahapan agar dapat berjalan lancar, sistematis dan sesuai dengan prosedur dan literatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Pembagian 17 mesin di PT. Dwi Indah Divisi Plastik (Sumber : Divisi Plastik PT. Dwi Indah)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Pembagian 17 mesin di PT. Dwi Indah Divisi Plastik (Sumber : Divisi Plastik PT. Dwi Indah) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Dwi Indah merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi plastik dan berbagai olahan kertas. Beberapa jenis produk olahan yang dihasilkan PT. Dwi Indah adalah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas ABSTRAK Peningkatan kualitas produk ataupun jasa yang dihasilkan merupakan sesuatu yang mutlak perlu dilakukan oleh setiap perusahaan untuk dapat bertahan di era yang semakin kompetitif ini. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian dan definisi sistem pada berbagai bidang berbeda-beda, tetapi

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian dan definisi sistem pada berbagai bidang berbeda-beda, tetapi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Sistem Pengertian dan definisi sistem pada berbagai bidang berbeda-beda, tetapi meskipun istilah sistem yang digunakan bervariasi,semua sistem pada bidangbidang tersebut

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 55 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 56 3.2 Langkah-langkah Penelitian Dalam melakukan penelitian, terdapat beberapa kegiatan untuk dapat

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1. Sejarah Perusahaan Berdiri dengan nama PT. Indoaluminium Intikarsa Industri atau sering disebut dengan PT. 3I, pada tanggal 17 April 1990 dalam rangka Penanaman Modal Dalam

Lebih terperinci

ANALISA KUALITAS PRODUK KANTONG KRAFT LEM AKIBAT KESALAHAN MANUSIA DI PT. X TUBAN

ANALISA KUALITAS PRODUK KANTONG KRAFT LEM AKIBAT KESALAHAN MANUSIA DI PT. X TUBAN ANALISA KUALITAS PRODUK KANTONG KRAFT LEM AKIBAT KESALAHAN MANUSIA DI PT. X TUBAN Irwan Soejanto Teknik Industri FTI UPN Veteran Jawa Timur E-mail : irwansj@yahoo.co.id INTISARI Persaingan antara industri

Lebih terperinci

TEKNIK PENGECORAN Halaman 1 dari 6

TEKNIK PENGECORAN Halaman 1 dari 6 KOMPETENSI : Operasi peleburan KODE : M4.1A DURASI PEMELAJARAN : 100 Jam @ 45 menit LEVEL KOMPETENSI KUNCI A B C D E F G 2 1 2 3 1 2 1 KONDISI KINERJA Meliputi tunggal atau ganda, kokas, minyak, gas atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Singkong Singkong merupakan tumbuhan umbi-umbian yang dapat tumbuh di daerah tropis dengan iklim panas dan lembab. Daerah beriklim tropis dibutuhkan singkong untuk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Metode penelitian ini merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapantahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan maupun bagian yang

Lebih terperinci

Seminar Nasional Waluyo Jatmiko II FTI UPN Veteran Jawa Timur

Seminar Nasional Waluyo Jatmiko II FTI UPN Veteran Jawa Timur Perencanaan Perawatan pada Mesin Extruder dengan Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) di PTPN XI Rosela Baru Surabaya Ir. Endang P W, MMT Teknik Industri FTI-UPN Veteran Jatim Abstract

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Kualitas 1.1.1 Pengertian Kualitas Kualitas menurut Gaspersz (2001) memiliki dua definisi yaitu definisi konvensional dan definisi strategik. Kualitas yang menggambarkan karakteristik

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu

LAMPIRAN I DATA PENGAMATAN. 1. Data Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu LAMPIRAN I ATA PENGAMATAN. ata Uji Kinerja Alat Penepung dengan Sampel Ubi Jalar Ungu Berikut merupakan tabel data hasil penepungan selama pengeringan jam, 4 jam, dan 6 jam. Tabel 8. ata hasil tepung selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Penyusunan naskah tugas akhir ini dapat dilihat secara garis besar dalam bagan alir yang ditunjukkan pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Bagan Alir Tahapan Penulisan

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN CUP PADA MACHINING THERMOFORMING MEAF KMS600 DI PT. PASIFIC ASIA PACKAGING.

PROSES PEMBUATAN CUP PADA MACHINING THERMOFORMING MEAF KMS600 DI PT. PASIFIC ASIA PACKAGING. PROSES PEMBUATAN CUP PADA MACHINING THERMOFORMING MEAF KMS600 DI PT. PASIFIC ASIA PACKAGING. Nama : Yonathan Yosep ST. NPM : 27411567 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Iwan Setyawan ST., MT. Latar Belakang

Lebih terperinci