SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI"

Transkripsi

1 SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Oleh: Rosita Cahayani Sabatiana NIM: PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 i

2 2 ii 2 ii

3 iii

4 PERSEMBAHAN Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberikan berkat dan kasih sepanjang hari, skripsi ini kupersembahkan kepada: 1. Orang tuaku, Bapak Subiyanto dan Ibu Sri Yani yang selalu memberikan doa, semangat, dan kasih sayang. 2. Kedua kakakku, Apri Wulandari dan Bambang Handono serta keponakanku Deo Christian Prihandono yang selalu memberikan doa, semangat, dan bantuan. 3. Sahabat-sahabatku seperjuangan skripsi Lela, Rinda, dan Yovita yang selalu memberi semangat. 4. Sahabatku sejak TK, Dhita Ruari yang selalu menghibur dan setia mendengarkan keluh kesahku. 5. Almamater Universitas Sanata Dharma tempat mengenyam ilmu pendidikan dan mengukir kenangan yang indah. iv

5 MOTTO Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan. (Amsal 1 : 7) Doa adalah kunci pembuka hari dan sekrup penutup malam. (Mahatma Gandhi) Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum. (Mahatma Gandhi) v

6 PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 7 Maret 2017 Peneliti Rosita Cahayani Sabatiana vi

7 LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Rosita Cahayani Sabatiana Nomor Mahasiswa : Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO Dengan demikian saya memberitahukan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan ke dalam internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 7 Maret 2017 Yang menyatakan Rosita Cahayani Sabatiana vii

8 ABSTRAK SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO Rosita Cahayani Sabatiana Universitas Sanata Dharma 2017 Sekolah dasar inklusi adalah sekolah dasar reguler yang menampung atau menerima anak tidak berkebutuhan khusus dan anak berkebutuhan khusus menjadi siswanya. Peserta didik dengan beragam latar belakang belajar bersama dalam satu ruang kelas, mendapat layanan pendidikan yang layak dan memadai bagi perkembangan potensi setiap anak didik. Penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo merupakan wujud pelaksanaan kebijakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat terutama anak berkebutuhan khusus yang tinggal di daerah pedesaan, sehingga tidak harus bersekolah di sekolah luar biasa yang keberadaannya jauh di kota kabupaten. Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo menetapkan 26 sekolah dasar inklusi yang tersebar di 12 kecamatan. Sekolah dasar reguler yang menyelenggarakan pendidikan inklusi harus menerapkan prinsip-prinsip pendidikan inklusi yang meliputi penerimaan peserta didik baru, identifikasi anak, adaptasi kurikulum, merancang bahan ajar dan pembelajaran yang ramah, assesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, dan evaluasi pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo sudah menerapkan prinsip-prinsip pendidikan inklusi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantatif non eksperimental dengan metode survey cross sectional. Data diperoleh dengan cara mengirim angket kepada 66 guru di 11 sekolah dasar inklusi. Guru yang bersedia mengisi angket dan mengirim kembali ada 65 orang. Hasil olah data menunjukkan bahwa 63,63% sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo sudah menerapkan prinsip-prinsip sekolah inklusi. Kata kunci: prinsip-prinsip sekolah inklusi dan sekolah dasar inklusi viii

9 ix 22 ABSTRACT THE OPERATION OF INCLUSION ELEMNTARY SCHOOL IN KULON PROGO REGENCY Rosita Cahayani Sabatiana Sanata Dharma University 2017 Inclusion elementary school is a regular elementary school which accommodate or accept both students with special needs and regular or normal students with various background learn together in a class, get education services properly edequately for every potential management. In Kulon Progo regency, this program is the government s policy implementation to fulfill the needs of the community specially children in special needs who live in a village, so as they do not have to go far from their regency to attend the school. The education board of Kulon Progo regency set 26 inclusion elementary school which distributed in 12 districts. The regular elementary school which conducted the inclusion education must apply the principle of inclusion education with covered the acceptance of new students, curriculum adaptation, friendly material and learning design, adaptable usage of learning media, and learning evaluation. This research aimed to recognize how far the inclusion elementary school in Kulon Progo regency had applied the inclusion education principle. The research method that had been used in this research was Non-Experimental Quantitative Approach, with Sectional Cross Survey Method. The data were obtained by sending questionnaire to 66 teachers in 11 inclusion elementary schools. The teacher who were willing to fill the questionnaire were 65 person. From the data, there were 63,63% of inclusion elementary school in Kulon Progo regency had applied 8 principles of inclusion education. Key words: inclusion education principle and inclusion elementary school ix

10 x KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk kelulusan dalam memperoleh gelar sarjana. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, dengan segenap hati penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. 2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma. 4. Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai. 5. Ibu Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai. x

11 xi 6. Kepala Sekolah Dasar Inklusi se-kabupaten Kulon Progo yang telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar. 7. Guru Sekolah Dasar Inklusi se-kabupaten Kulon Progo yang sudah membantu dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 8. Kedua orang tuaku, Bapak Subiyanto dan Ibu Sri Yani yang selalu memberiku doa, semangat, bantuan dan kasih sayang sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 9. Kedua kakakku, Apri Wulandari dan Bambang Handono yang selalu memberiku doa, semangat, dan bantuan dalam mengerjakan skripsi. Serta keponakanku Deo Christian Prihandono yang selalu memberiku keceriaan. 10. Teman-teman payung yang banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi. Peneliti xi

12 xii DAFTAR ISI xii Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv HALAMAN MOTTO... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR BAGAN... xiv DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. RUMUSAN MASALAH... 5 C. TUJUAN PENELITIAN... 5 D. MANFAAT PENELITIAN... 6 E. DEFINISI OPERASIONAL... 7 BAB II LANDASAN TEORI... 8 A. KAJIAN TEORI Pendidikan Inklusi... 8 a. Pengertian Pendidikan Inklusi... 8 b. Tujuan Pendidikan Inklusi... 9 c. Karakteristik Pendidikan Inklusi d. Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi Sekolah Dasar Inklusi Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi a. Penerimaan Peserta Didik Baru yang Mengakomodasi Semua Anak b. Identifikasi c. Adaptasi Kurikulum d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak e. Penataan Kelas Ramah Anak f. Asesmen g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus... 29

13 xiii a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus b. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus B. PENELITIAN YANG RELEVAN C. KERANGKA BERPIKIR D. HIPOTESIS BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN B. SETTING PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Subjek Penelitian Objek Penelitian C. POPULASI DAN SAMPEL Populasi Sampel D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA E. INSTRUMEN PENELITIAN F. TEKNIK PENGUJIAN INSTRUMEN Uji Validitas Instrumen Uji Reliabilitas Instrumen G. TEKNIK ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI PENELITIAN B. TINGKAT PENGEMBALIAN KUESIONER C. HASIL PENELITIAN D. PEMBAHASAN Kesesuaian Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo Proses Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN A. KESIMPULAN B. KETERBATASAN PENELITIAN C. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS xiii

14 xiv DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Penelitian yang Relevan xiv

15 xv DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Daftar Sekolah Dasar Inklusi di Kabupaten Kulon Progo Tabel 2.2 Gejala-gejala yang dapat diamati dalam identifikasi Tabel 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner Terbuka tentang Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo Tabel 3.2 Skala Likert Tabel 3.3 Contoh Coding Data Tabel 4.1 Hasil Pengumpulan Data Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Kabupaten Kulon Progo Tabel 4.2 Prinsip-prinsip Sekolah Inklusi yang Terlaksana di Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo xv

16 xvi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Permohonan Izin Penelitian dari Sekretariat Daerah... 1 Lampiran 2 Permohonan Izin Penelitian dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu... 2 Lampiran 3 Validasi Dosen A... 3 Lampiran 4 Validasi Dosen B Lampiran 5 Kuesioner Lampiran 6 Kuesioner yang Diisi Responden xvi

17 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan zaman yang semakin lama semakin meningkat. Oleh karena itu, kebutuhan akan pendidikan dapat disebut sebagai hak dasar yang harus diberikan kepada semua anak Indonesia, tidak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Ilahi (2013: 17) menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan layanan pendidikan, tidak terkecuali warga negara yang memiliki kesulitan belajar, seperti kesulitan membaca (disleksia), kesulitan menulis (disgrafia), dan kesulitan menghitung (diskalkulia) maupun penyandang ketunaan, seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan tunalaras. Undang-undang tersebut menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak pada umumnya dalam pendidikan. Pada umumnya, anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB). SLB jarang didirikan di daerah pedesaan atau daerahdaerah terpencil, tetapi didirikan di ibukota kabupaten (Ilahi, 2013 : 19). Padahal keberadaan anak berkebutuhan khusus dapat saja ada di daerah pedesaan atau daerah-daerah terpencil, jadi tidak selalu ada di ibukota kabupaten. Pemerintah mengeluarkan sebuah peraturan untuk mempermudah anak berkebutuhan khusus 1

18 2 2 dalam memperoleh pendidikan yaitu Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Pada pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan inklusi didefinisikan sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan inklusi pada hakekatnya adalah sebuah filosofi pendidikan yang menghargai keberagaman, menghormati bahwa semua orang merupakan bagian yang berharga dari masyarakat dengan tanpa memandang perbedaan (Rosilawati, 2013: 9). Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik bersamasama anak reguler lainnya untuk mengoptimalkan segenap potensi dan keterampilan mereka dengan penuh kesungguhan (Ilahi, 2013: 27). Sekolah reguler yang sudah ditunjuk sebagai sekolah inklusi oleh pemerintah, harus mau dan mampu menerima anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan khusus bersekolah di sekolah tersebut. Sekolah dikatakan mampu karena bukan sekedar menerima peserta didik, namun juga dapat memfasilitasi serta memberikan kegiatan dan materi pelajaran yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus tersebut. Pendidikan khusus dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar dengan anak sebayanya di 2

19 3 sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Namun, penerimaan anak didik berkebutuhan khusus juga harus melihat kesiapan dari sekolah, terutama guru (Tiarni, 2013: 4). Guru-guru sekolah inklusi harus mempersiapkan diri dengan keberagaman karakteristik anak didiknya. Guru harus mampu mempersiapkan metode dan kegiatan pembelajaran yang cocok untuk menggali dan memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didiknya yang beragam. Selain itu, kurikulum yang digunakan untuk mengajar anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak tidak berkebutuhan khusus sehingga guru harus mampu melakukan pengamatan dengan benar sehingga kurikulum yang diterapkan pada anak berkebutuhan khusus tepat. Jika memang guru tidak memiliki kompetensi untuk menerima anak berkebutuhan khusus dengan kasus berat, guru bisa saja hanya menerima anak berkebutuhan khusus dengan kasus yang ringan (Tiarni, 2013: 4). Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara (Ilahi, 2013: 23). Melalui pernyataan tersebut, sekolah yang sudah ditunjuk pemerintah sebagai sekolah inklusi harus mampu menerima seluruh anak, baik anak yang tidak berkebutuhan khusus maupun anak berkebutuhan khusus. Selain kesiapan guru-guru, sekolah inklusi juga harus menyediakan fasilitas yang memadai untuk seluruh anak didiknya, terutama anak berkebutuhan khusus. Fasilitas tersebut harus disesuaikan dengan kondisi anak didik. Misalnya, anak didik yang membutuhkan kursi roda untuk mobilisasi

20 4 disediakan jalan khusus yang bukan berupa tangga. Anak didik yang menyandang tunarungu harus mendapatkan pencahayaan yang cukup dalam proses pembelajaran agar dapat melihat gerak bibir dengan jelas, dan sebagainya. Selain kesiapan guru-guru dan fasilitas sekolah yang memadai, sekolah inklusi harus menerapkan prinsip-prinsip sekolah inklusi dalam penyelenggaraannya. Sekolah inklusi mempunyai prinsip-prinsip yang harus dipenuhi agar layak disebut sebagai sekolah inklusi, bukan sekedar menerima anak berkubutuhan khusus. Prinsipprinsip tersebut disebut dengan prinsip-prinsip inklusi. Prinsip-prinsip inklusi memegang peranan penting untuk mengatur sekolah inklusi mulai dari manajemennya hingga pelaksanaan sekolah inklusi tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Wahyu Setyaningsih (2016) mengenai evaluasi belajar yang digunakan oleh guru di sekolah dasar inklusi se-kota Yogyakarta. Evaluasi belajar hanya merupakan salah satu dari 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Dengan demikian, belum semua prinsip pendidikan inklusi terungkap penerapannya di sekolah dasar inklusi. Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengungkap penerapan seluruh prinsip pendidikan inklusi di sekolah dasar. Di wilayah Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta ada 26 sekolah dasar inklusi. Jumlah sekolah tersebut sudah cukup memadai untuk menyediakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dalam satu kabupaten. Penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo belum diketahui apakah sudah menerapkan prinsip-prinsip inklusi atau belum. Peneliti ingin mengetahui penerapan prinsip-prinsip inklusi pada sekolah

21 5 dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo tersebut. Penelitian ini mengangkat judul Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, penulis menentukan rumusan masalah yang akan diteliti. Rumusan masalah tersebut adalah seperti berikut : 1. Seberapa besar sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi? 2. Bagaimana penerapan setiap prinsip sekolah inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo? C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah, peneliti menentukan 2 tujuan penelitian. Tujuan penelitian tersebut adalah: 1. Mengetahui seberapa besar sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi. 2. Mendeskripsikan penerapan setiap prinsip sekolah inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo.

22 6 D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kajian prinsip dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo tentang penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang sesuai dengan prinsip-prinsip sekolah inklusi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah Dasar Inklusi Sekolah mendapatkan data tentang penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang sesuai dengan prinsip-prinsip sekolah inklusi. b. Bagi Guru Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi guru apakah penyelenggaraan sekolah inklusi berdasarkan prinsip-prinsip sekolah inklusi sudah praktis/aplikatif. c. Bagi Peneliti Peneliti dapat mendeskripsikan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo sesuai dengan prinsip-prinsip sekolah inklusi dengan menggunakan penelitian kuantitatif.

23 7 E. DEFINISI OPERASIONAL 1. Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang diberikan kepada semua anak tanpa memandang latar belakang anak tersebut, baik anak tidak berkebutuhan khusus maupun anak berkebutuhan khusus dan mereka belajar dalam satu kelas reguler. 2. Sekolah Dasar Inklusi Sekolah dasar inklusi adalah sekolah dasar reguler yang menampung atau menerima anak tidak berkebutuhan khusus dan anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas serta menyediakan suatu layanan pendidikan yang layak dan memadai bagi perkembangan potensi setiap anak didik. 3. Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya yang memerlukan bantuan khusus dalam belajar.

24 BAB II LANDASAN TEORI A. KAJIAN TEORI 1. Pendidikan Inklusi Berikut ini akan dijelaskan kajian teori tentang pengertian pendidikan inklusi, tujuan pendidikan inklusi, karakteristik pendidikan inklusi, dan prinsip dasar pendidikan inklusi. a. Pengertian Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak tanpa terkecuali (Rosilawati, 2013: 9). Sedangkan menurut Ilahi (2013: 23), pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang kehidupan anak karena keterbatasan fisik maupun mental. Pendidikan Inklusi memandang setiap anak merupakan manusia yang sederajat meskipun beragam. Oleh karena itu, semua anak memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan, baik anak yang tidak berkebutuhan khusus maupun anak berkebutuhan khusus. Dalam pendidikan inklusi, anak tidak berkebutuhan khusus dan anak berkebutuhan khusus menerima pelajaran dalam satu kelas, namun cara pengajaran serta tingkat materi yang diberikan berbeda. Menurut Staub dan Peck (dalam Tarmansyah, 2007: 83), pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas. 8

25 9 Memasuki tahun 1990an, dunia mulai menerapkan sistem pendidikan inklusi, sebuah sistem pendidikan yang menganggap setiap peserta didik adalah individu yang unik dan memberikan kepada setiap peserta didik untuk menempuh pendidikan di sekolah terdekat dengan rumah tempat tinggal mereka (Rosilawati, 2013: 8). Sekolah reguler terdekat yang dipercaya sebagai sekolah dengan pendidikan inklusi bukan hanya sekedar mau menerima semua anak, terlebih anak berkebutuhan khusus. Sekolah tersebut harus mampu memberikan pengajaran dan fasilitas yang memadai untuk anak didiknya, terutama untuk anak berkebutuhan khusus. Dari beberapa pengertian menurut para ahli di atas, pendidikan inklusi diartikan sebagai pendidikan yang diberikan kepada semua anak tanpa memandang latar belakang anak tersebut, baik anak tidak berkebutuhan khusus maupun anak berkebutuhan khusus yang belajar dalam satu kelas reguler. b. Tujuan Pendidikan Inklusi Ilahi (2013: 38) menjelaskan pendidikan inklusi ditujukan kepada semua kelompok yang terpinggirkan, tetapi kebijakan dan praktik inklusi anak berkebutuhan khusus telah menjadi perekat utama untuk mengembangkan pendidikan inklusi yang efektif, fleksibel, dan tanggap terhadap keanekaragaman gaya dan kecepatan belajar. Sesungguhnya pendidikan inklusi bukan hanya ditujukan kepada anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak berkebutuhan khusus tetapi kepada seluruh anak yang memiliki latar belakang yang berbeda, misalnya anak dengan perbedaan sosial kultural, anak yang memiliki perbedaaan

26 10 sosio-emosional, anak yang memiliki kelainan fungsi anggota tubuh, anak yang memiliki kelainan fungsi mental dan intelektual, dan sebagainya. Meskipun pendidikan inklusi ditujukan kepada seluruh anak yang memiliki latar belakang yang berbeda, namun pendidikan untuk anak tidak berkebutuhan khusus dan anak berkebutuhan khusus menjadi perekat dalam praktik pendidikan inklusi. Tiarni (2013: 4) menjelaskan pendidikan inklusi dimaksudkan sebagai sistem layanaan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Pendidikan inklusi bertujuan untuk melayani anak berkebutuhan khusus untuk bersekolah layaknya anak-anak lain di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Anak berkebutuhan khusus tidak perlu bersekolah ke SLB yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalnya karena sebagian besar SLB berada di ibu kota kabupaten, sedangkan keberadaan anak kebutuhan khusus menyebar di seluruh daerah. Pendidikan inklusi menempatkan semua anak, khususnya anak berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan anak-anak lain di dalam satu kelas. Sembodo (2008: 7) memaparkan, beberapa manfaat penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi anak-anak istimewa yang belajar bersama-sama dengan anak-anak lain diantaranya adalah: 1) Meningkatkan interaksi sosial. 2) Lebih banyak tingkah laku normal yang dapat dicontoh oleh mereka. 3) Meningkatkan perkembangan bahasa. 4) Menjadikan mereka lebih mandiri.

27 11 5) Perkembangan dan nilai guna pendidikan bergantung pada program dan intervensi yang dijalankan oleh guru. Selanjutnya Rosilawati (2013: 10) juga menjelaskan manfaat dan sisi positif lain yang diperoleh dari adanya pendidikan inklusi diantaranya : 1) Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi tentang semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah. 2) Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial, dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran. 3) Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak. c. Karakteristik Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi pada hakikatnya bertujuan untuk berupaya memberikan peluang sebesar-besarnya kepada seluruh anak Indonesia untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang terbaik dan memadai demi kemajuan masa depan bangsa. Hal ini sesuai dengan yang tertuang pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 (dalam Ilahi, 2013: 42) yang menyatakan bahwa sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

28 12 Karakteristik pendidikan inklusi menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (dalam Ilahi, 2013: 44) memiliki empat karakteristik makna, antara lain : 1) Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu. 2) Mempedulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak dalam belajar. 3) Anak kecil yang hadir (di sekolah), berpartisipasi, dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya. 4) Diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong marginal, eksklusif, dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar. Menurut pernyataan-pernyataan yang sudah disampaikan di atas, karakteristik pendidikan inklusi merupakan upaya layanan pendidikan untuk seluruh anak Indonesia, terutama untuk anak-anak yang tergolong terpinggirkan, eksklusif, dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar. Proses pendidikan tersebut dilakukan secara terus menerus untuk menemukan cara-cara merespon keragaman individu. Hambatan-hambatan yang dihadapi anak dalam belajar harus mendapat kepedulian untuk diruntuhkan. d. Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi Prinsip dasar pendidikan inklusi sebagai sebuah paradigma pendidikan menekankan pada keterbukaan dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus (Ilahi 2013: 48). Pendidikan inklusi merupakan suatu pendidikan yang sangat menghargai pada keberagaman anak didik. Pendidikan inklusi menjamin

29 13 akses dan kualitas yang terintegrasi tanpa terkecuali, hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat belajar bersama-sama dengan anak tidak berkebutuhan khusus dalam satu kelas. Dokumen internasional sesuai pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi pada Pendidikan Kebutuhan Khusus (dalam Ilahi, 2013: 49) prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus adalah semua anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah tanpa memandang perbedaan latar belakang kehidupannya. Florian (dalam Ilahi, 2013: 50) menjelaskan bahwa pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan bagi semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, perbedaan emosional, perbedaan kultural, maupun perbedaan bahasa. Pendidikan inklusi pada prinsipnya tidak hanya untuk anak tidak berkebutuhan saja tetapi untuk seluruh anak, misalnya anak berkebutuhan khusus, anak yang memiliki perbedaan sosial, anak yang memiliki perbedaan emosional, anak yang memiliki perbedaan kultural, dan sebagainya. Jadi, prinsip pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan peluang yang sama untuk setiap anak dalam mendapatkan layanan pendidikan yang memadai dan berkualitas. 2. Sekolah Dasar Inklusi Sekolah dasar adalah jenjang pertama dari lembaga pendidikan formal di Indonesia. Lama pendidikan di sekolah dasar adalah 6 tahun, terdiri dari 6 kelas/tingkat. Ilahi (2013: 87) menjelaskan bahwa sekolah dasar inklusi adalah

30 14 sekolah dasar reguler yang menampung atau menerima anak tidak berkebutuhan khusus dan anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas serta menyediakan suatu layanan pendidikan yang layak dan memadai bagi perkembangan potensi setiap anak didik. Pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan (dalam Ilahi 2013: 83) menjelaskan bahwa sekolah reguler dengan orientasi inklusi merupakan cara yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang terbuka, membangun suatu masyarakat inklusi dan mencapai pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi sehingga menekan biaya untuk keseluruhan sistem pendidikan. Ilahi (2013: 87) menjelaskan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengakomodasikan dan mengintegrasikan anak tidak berkebutuhan khusus dan anak berkebutuhan khusus dalam program yang sama. Rosilawati (2013: 18) memaparkan bahwa sekolah inklusi menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar siswa-siswanya berhasil. Sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Sekolah inklusi merupakan tempat bagi setiap anak untuk dapat diterima menjadi bagian dari kelas, dapat mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat. Kurikulum yang

31 15 digunakan dalam kelas inklusi berbeda-beda satu anak dengan anak lainnya, menyesuaikan kebutuhan anak. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa sekolah dasar inklusi adalah sekolah dasar reguler dengan pendidikan inklusi yang memberikan layanan pendidikan dan menerima semua anak tanpa memandang latar belakang setiap anak, baik anak yang tidak berkebutuhan khusus maupun anak berkebutuhan khusus. Di Kabupaten Kulon Progo terdapat 26 sekolah dasar inklusi, selengkapnya seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini: Tabel 2.1 Daftar Sekolah Dasar Inklusi di Kabupaten Kulon Progo No. Sekolah Dasar Inklusi Kecamatan 1. SD Negeri Gadingan Wates 2. SD Negeri 1 Glagah Temon 3. SD Negeri Bugel Panjatan 4. SD Negeri Butuh Lendah 5. SD Negeri Ngentakrejo Lendah 6. SD Negeri Kalimenur Sentolo 7. SD Negeri Kalikutuk Sentolo 8. SD Negeri Jlaban Sentolo 9. SD Negeri Srikayangan Sentolo 10. SD Negeri Pergiwatu Sentolo 11. SD Negeri Kaliagung Sentolo 12. SD Negeri Ngento Pengasih 13. SD Negeri 1 Ngulakan Pengasih 14. SD Negeri Widoro Pengasih

32 SD Negeri Gunungdani Pengasih 16. SD Negeri Margosari Pengasih 17. SD Negeri Serang Pengasih 18. SD Negeri Kokap Kokap 19. SD Negeri Tanjungharjo Nanggulan 20. SD Negeri 1 Giripurwo Girimulyo 21. SD Negeri 2 Giripurwo Girimulyo 22. SD Negeri Mejing Kalibawang 23. SD Negeri 1 Samigaluh Samigaluh 24. SD Negeri 2 Sungapan Galur 25. SD Negeri Brosot Galur 26. SD Negeri 3 Brosot Galur Pada tabel 2.1 dapat diketahui bahwa, di Kecamatan Wates terdapat 1 SD inklusi yaitu SD Negeri Gadingan. Di Kecamatan Temon ada 1 SD inklusi yaitu SD Negeri 1 Glagah. Di Kecamatan Panjatan ada SD inklusi yaitu SD Negeri Bugel. Di Kecamatan Lendah ada 2 SD inklusi yaitu SD Negeri Butuh dan SD Negeri Ngentakrejo. Di Kecamatan Sentolo ada 6 SD inklusi yaitu SD Negeri Kalimenur, SD Negeri Kalikutuk, SD Negeri Jlaban, SD Negeri Srikayangan, SD Negeri Pergiwatu, dan SD Negeri Kaliagung. Di Kecamatan Pengasih ada 6 SD inklusi yaitu SD Negeri Ngento, SD Negeri 1 Ngulakan, SD Negeri Widoro, SD Negeri Gunungdani, SD Negeri Margosari, dan SD Negeri Serang. Di Kecamatan Kokap ada 1 SD inklusi yaitu SD Negeri Kokap. Di Kecamatan Nanggulan ada 1 SD inklusif yaitu SD Negeri Tanjungharjo. Di Kecamatan Girimulyo ada 2 SD inklusi yaitu SD Negeri 1 Giripurwo dan SD Negeri 2 Giripurwo. Di Kecamatan

33 17 Kalibawang ada 1 SD inklusi yaitu SD Negeri Mejing. Di kecamatan Samigaluh ada 1 SD inklusi yaitu SD Negeri 1 Samigaluh. Sedangkan di Kecamatan Galur ada 3 SD inklusi yaitu SD Negeri 2 Sungapan, SD Negeri Brosot, dan SD Negeri 3 Brosot. Sekolah-sekolah tersebut telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo sebagai sekolah dasar inklusi yang mampu memberikan pelayanan pendidikan bagi semua anak. 3. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Berikut ini akan dibahas beberapa prinsip sekolah yang dapat mengakses seluruh anak termasuk anak berkebutuhan khusus. Prinsip-prinsip tersebut adalah penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasikan semua anak, identifikasi, adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel), merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, serta penilaian dan evaluasi pembelajaran. a. Penerimaan Peserta Didik Baru yang Mengakomodasikan Semua Anak Tulkit RIP (dalam Kustawan 2013: 90) menjelaskan bahwa sekolah yang ramah terhadap anak merupakan sekolah di mana semua anak memiliki hak untuk belajar mengembangkan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin dalam lingkungan yang nyaman dan terbuka. Sekolah menjadi ramah apabila mampu menciptakan ketertiban dan partisipasi semua pihak dalam pembelajaran dengan baik.

34 18 Penerimaan peserta didik baru di sekolah dasar pada setiap tahun pelajaran perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah (Kustawan, 2013: 90). Sumber daya yang dimiliki sekolah antara lain: (1) sumberdaya pendidik dan tenaga kependidikan, (2) sumber daya sarana dan prasarana, dan (3) sumber daya biaya. Satuan pendidikan tersebut harus mengalokasikan kursi didik (kuota) paling sedikit 1 peserta didik yang berkebutuhan khusus dalam satu rombongan belajar yang akan diterima dan biasanya bekisar 1-3 peserta didik dalam satu kelas. Pengaturan ini dalam upaya memberikan layanan yang optimal sesuai dengan kekuatan sekolah dan dalam upaya pemerataan penyebaran peserta didik di wilayah/daerahnya masing-masing. Dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, sekolah membentuk panitia penerimaan peserta didik baru yang dilengkapi dengan pendidik (guru pendidik khusus dan/ atau konselor) yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Bagi sekolah yang memiliki psikolog atau bekerjasama dengan psikolog, psikolog tersebut dapat ikut serta dalam kepanitiaan PPDB (Kustawan 2013: 91). Kustawan (2013: 92) menjabarkan persyaratan penerimaan peserta didik baru bagi peserta didik berkebutuhan khusus perlu dituangkan pada pedoman penerimaan peserta didik baru, misalnya setiap calon peserta didik baru ketika mendaftar harus menyerahkan/melampirkan hasil pemeriksaan dokter umum/dokter spesialis untuk calon peserta didik yang mempunyai kebutuhan khusus. Sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusi menerima peserta didik berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki

35 19 sekolah dan mengalokasikan kursi/kuota untuk peserta didik berkebutuhan khusus. b. Identifikasi Identifikasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan / kelainan / gangguan baik fisik, intelektual, mental, emosional, dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya (Kustawan 2013 : 93). Dalam buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (Kustawan 2013 : 93), istilah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan / penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional) dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Hasil dari identifikasi adalah ditemukannya anak-anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inklusi. Menurut buku Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif (dalam Kustawan 2013: 93), identifikasi dapat diartikan menemukenali. Identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah suatu upaya menemukenali anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak berkelainan dengan gejala-gejala yang menyertainya. Lerner (dalam Kustawan 2013: 95) menjelaskan bahwa identifikasi dilakukan untuk lima keperluan, yaitu: penjaringan (sreening), pengalihtanganan

36 20 (referal), klasifikasi (classification), perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress). Guru melaksanakan identifikasi berdasarkan gejal-gejala yang nampak atau yang dapat diamati/diobservasi seperti: gejala fisik, gejala perilaku dan gejala hasil belajar. Sasaran identifikasi bukan hanya anak yang sudah bersekolah atau anak yang mau masuk sekolah, namun juga dapat dilakukan pada anak yang belum bersekolah (di masyarakat) untuk kepentingan pendataan dan pemetaan. Tabel 2.2 Gejala-gejala yang Dapat Diamati dalam Identifikasi No Hambatan Gejala yang Dapat Diamati 1 Fisik 1.1. Gangguan penglihatan 1.2. Gangguan pendengaran 1.3. Gangguan bicara/wicara 1.4. Gangguan fungsi gerak 1.5. Gangguan fisik 1.6. dsb. 2 Perilaku 2.1 Emosi yang labil (emosional / temperamental) 2.2 Perilaku sosial yang tidak baik atau negatif (suka membolos, sering bertengkar, malas, dsb) Perilaku sosial yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. 3 Hasil Belajar 3.1 Prestasi belajar anak yang rendah 3.2 Prestasi belajar yang sesuai standar 3.3 Prestasi belajar yang tinggi (di atas standar) Tujuan dilaksanakan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya.

37 21 Hasil identifikasi dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran yang disesuiakan dengan kebutuhan khususnya dan/atau untuk menyususn program dan pelaksanaan intervensi / penanganan / terapi berkaitan dengan hambatannya (Kustawan 2013: 94). c. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel) Perencanaan pembelajaran dilakukan setelah informasi / data diperoleh. Perencanaan yang disusun harus memenuhi kebutuhan khusus yang dimiliki oleh anak dan berpusat pada anak, maka diharuskan memiliki kemampuan dan keberanian untuk melakukan penyesuaian terhadap kurikulum yang berlaku. Dengan kata lain, kurikulum yang digunakan haruslah kurikulum yang fleksibel yang dapat dengan mudah disesuaikan dengan kebutuhan anak, karena hambatan dan kemampuan yang dimilikinya bervariasi (Kustawan, 2013: 107). Kurikulum umum yang diberlakukan untuk anak pada umumnya perlu diubah atau dimodifikasi untuk disesuaikan dengan kondisi anak berkebutuhan khusus merupakan prinsip pengembangan kurikulum fleksibel yang harus dijadikan acuan para guru bagi anak berkebutuhan khusus. Secara umum, ada empat komponen utama yang harus ada di dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi/materi, proses, dan evaluasi (Kustawan 2013: 108). Penyesuaian kurikulum dengan kondisi anak berkebutuhan khusus terjadi pada komponen tujuan, materi, proses dan/atau penilaian. Penyesuaian ini tidak harus sama untuk semua materi dan tidak harus sama pada masing-masing komponen. Penyesuaian kurikulum fleksibel seyogyanya dilakukan oleh tim pengembang kurikulum di sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, guru kelas,

38 22 guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling (konselor), guru pembimbing khusus, orang tua, dan ahli (profesional) lainnya sesuai kebutuhan misalnya psikolog dan terapis (Kustawan 2013: 109). Arifin (dalam Ilahi, 2013: 169) memaparkan bahwa proses modifikasi tujuan disesuaikan dengan beberapa prinsip sekaligus cara yang harus diperhatikan guru, terutama bagi anak yang mengalami hambatan kecerdasan. Semakin berat tingkatan hambatan intelektual anak berkebutuhan khusus, maka akan semakin ekstrim sifat modifikasi yang dilakukan. Jika semakin ringan tingkatan hambatannya, maka semakin ringan pula kadar modifikasinya. Proses modifikasi tidak harus sama untuk semua mata pelajaran dan juga tidak harus sama pada masing-masing anak berkebutuhan khusus. Jadi dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus adalah kurikulum sekolah reguler (SD/MI) yang dalam halhal tertentu dilakukan penyesuaian dan modifikasi sesuai dengan hambatan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Penyesuaian dan modifikasi tersebut meliputi penyesuain dan modifikasi cara, media, materi, dan penilaian pembelajaran. Hal lain yang juga perlu untuk diperhatikan adalah bahwa pemberian layanan khusus atau layanan kompensantoris bagi anak berkebutuhan khusus harus sesuai dengan hambatannya, misalnya untuk anak yang memiliki hambatan penglihatan perlu diberi orientasi dan mobilitas. Anak berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan pendengaran perlu diberi program khusus bina persepsi bunyi dan irama. Anak berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan kecerdasan perlu diberi program khusus bina diri. Anak berkebutuhan khusus

39 23 yang memiliki hambatan motorik dan gerak perlu diberi bina gerak. Anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan emosi dan perilaku perlu diberi program khusus bina pribadi dan sosial. d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak Guru yang baik akan melakukan pembelajaran yang interaktif agar perhatian anak didiknya terpusat penuh kepada guru (Kustawan 2013 : 113). Guru juga harus menggunakan metode pembelajaran yang cocok bagi anak didiknya agar anak didiknya mampu berpartisipasi di dalam pelajaran. Maka dari itu, rencana kegiatan pembelajaran yang berisi metode dan bahan ajar yang dibuat harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak didik. Jenis materi pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang disabilitas (Friend 2015: 266). Pemilihan bahan ajar ini dilakukan guru melalui identifikasi dan asesmen. Anak dilibatkan dalam rangka penyusunan bahan ajar yang akan diajarkan. Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) fleksibel atau ramah anak secara garis besar terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari anak berkebutuhan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhannya atau hambatannya dalam rangka mencapai standar kompetensi yang ditentukan. Jenis materi fakta adalah nama-nama obyek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, dan sebagainya. Jenis materi konsep adalah pengertian, definisi, ciri khusus, komponen atau bagian suatu obyek. Jenis materi prinsip adalah dalil, rumus, adagium, postulat, teorema, atau hubungan antar konsep yang

40 24 menggambarkan jika...maka.... Jenis materi prosedur adalah materi yang berkenaan dengan langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu tugas. Materi jenis sikap adalah materi yang berkenaan dengan sikap atau nilai, misalnya nilai kasih sayang, kejujuran, tolong menolong, semangat dan minat belajar, semangat bekerja, dan sebagainya. Kustawan (2013: 115) menjelaskan bahwa bagi anak berkebutuhan khusus tertentu, misalnya anak yang memiliki gangguan dengan penglihatan, mengenal dan memahami fakta, konsep, prinsip, dan prosedur dalam pengetahuan, diperlukan penyesuaian cara, metode, pendekatan, dan penggunaan media pembelajaran yang disesuaikan dalam mengenal atau memahami memahami fakta, konsep, prinsip, dan prosedur tersebut. Suasana belajar yang efektif dan kondusif juga sangat penting untuk anak didik dalam memahami bahan ajar yang diberikan. Guru hendaknya selalu mengkondisikan suasana belajar yang kondusif dan efektif untuk anak didiknya. e. Penataan Kelas Ramah Anak Evertson & Weinstein (dalam Friend 2015: 288) menjabarkan bahwa pengelolaan ruang kelas mencakup semua hal yang dilakukan oleh para guru untuk mengoptimalkan proses belajar-mengajar yang efektif, mulai dari mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi. Kerr & Nelson (dalam Friend 2015: 288) menekankan bahwa cara penataan unsur-unsur fisik dalam suatu ruang kelas dapat berdampak pada proses belajar dan perilaku siswa di sejumlah area. Suatu ruang kelas disusun secara cermat akan dapat mengurangi tingkat kebisingan dan gangguan, meningkatkan tingkat dan kualitas interaksi siswa, serta menambah

41 25 persentase waktu yang dihabiskan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas akademis. Penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang berkebutuhan khusus. Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding, pencahayaan, area lantai serta ruang penyimpanan (Friend, 2015 : 288). Friend (2015: 290) menjelaskan bahwa area dinding pada ruang kelas dapat dimanfaatkan untuk memasang hiasan atau dekorasi, menempel aturan kelas, menempelkan hasil pekerjaan siswa, dan sebagainya. Pencahayaan di ruang kelas juga tidak kalah penting untuk diperhatikan. Pencahayaan dari jendela, pintu, maupun langit-langit dapat mempengaruhi anak didik yang berkebutuhan khusus. Misalnya anak yang menyandang tunarungu memerlukan cahaya yang cukup agar dapat membaca gerak bibir. Anak-anak yang memiliki keterbatasan visual juga memerlukan cahaya yang cukup ketika belajar, namun anak-anak yang memiliki kesulitan belajar atau gangguan emosi akan sensitif terhadap cahayacahaya tertentu. Maka dari itu, penataan cahaya sangat penting untuk diperhatikan. Penataan ruang lantai, jenis dan penempatan perabotan yang digunakan juga perlu dipertimbangkan. Misalnya lantai yang tidak memiliki anti licin akan menyulitkan anak didik yang menggunakan kursi roda untuk berpindah tempat. Perabotan-perabotan yang diletakkan tidak teratur akan menyulitkan anak didik untuk mengakses jalan menuju ke papan tulis, terlebih anak yang menyandang tunanetra. Meja yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi akan menyulitkan anak yang duduk di kursi roda. Satu area tambahan dalam penataan

42 26 unsur fisik adalah ruang penyimpanan. Misalnya, anak yang mempunyai keterbatasan visual akan memerlukan tempat untuk menyimpan peralatan, seperti rekaman audio, buku-buku bercetak besar, buku braille, dan alat pembesar. Pengelolaan ruang kelas juga mencakup pembagian kelompok anak didik, jumlah anak didik dalam setiap kelompok, dan jumlah kelompok di dalam kelas. Dalam pembagian kelompok, komposisi anak didik di dalam kelompok harus diperhatikan. Misalnya anak didik pandai satu kelompok dengan anak didik yang kurang pandai, jumlah wanita dan pria seimbang, dan lain-lain Kustawan, 2013: 115). f. Asesmen Asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan ketika diperlukan (Friend, 2012: 209). Beberapa upaya pengumpulan informasi yang paling umum adalah melalui tes terstandar yang telah diproduksi secara komersial, ujian pertanggungjawaban negara bagian dengan taruhan tinggi, dan berbagai tes informal yang diciptakan oleh guru yang bersangkutan. Para guru pendidikan umum berkontribusi dalam proses asesmen informasi pada enam ranah penting pengambilan keputusan berikut, yaitu screening, diagnosis, penempatan program, penempatan kurikulum, evaluasi pengajaran, dan evaluasi program. 1. Screening Menurut (Friend (2015: 210) menjelaskan screening meliputi keputusan untuk menentukan proses kemajuan seorang peserta didik dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima

43 27 perubahan pengajaran, atau pada akhirnya asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas. Tiarni (2013: 22) menekankan bahwa screening dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan identifikasi anak berkebutuhan khusus 2. Diagnosis Keputusan besar yang terkait dengan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, pertimbangan berdasarkan ketentuan hukum bahwa peserta didik dianggap layak untuk dianggap menyandang disabilitas atau tidak (Friend 2015: 221). 3. Penempatan program Friend (2015: 215) memaparkan bagian utama dari keputusan penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima peserta didik, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah. 4. Penempatan kurikulum Friend (2015: 216) menjabarkan penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk memulai pengajaran peserta didik. Informasi mengenai penempatan kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukuran bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa peserta didik penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum. 5. Evaluasi pengajaran

44 28 Friend (2015: 216) menjelaskan keputusan dalam evaluasi pengajaran meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada peserta didik. 6. Evaluasi program Friend (2015: 217) menjelaskan keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk menghentikan, melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa. g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif Kustawan (2013: 117) mendeskripsikan media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengantujuan, kebutuhan, materi, kemampuan, dan karakteristik anak akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran. h. Penilaian dan evaluasi pembelajaran Kustawan (2013: 124) memaparkan evaluasi merupakan proses yang penting dalam bidang pengambilan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan pengambilan keputusan dalam memilih di antara beberapa alternatif. Adapun karakteristik evaluasi adalah: (1) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi, (2) memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan, (3) menyediakan informasi yang berguna, (4) melaporkan penyimpangan / kelemahan untuk memperoleh remediasi dari yang dapat diukur saat itu juga.

45 29 4. Anak Berkebutuhan Khusus a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Tiarni (2013 : 3) menjelaskan bahwa dalam profil pendidikan inklusi di Indonesia yang dikeluarkan Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa tahun 2010, yang disebut sebagai anak berkebutuhan khusus adalah: 1. Anak yang karena internalnya mengalami kecacatan/kelainan (disability) membutuhkan layanan pendidikan khusus, seperti: tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna daksa, tuna laras, berkesulitan belajar, autis, memiliki gangguan motorik, anak berbakat dan berkecerdasan istimewa, tuna ganda, memiliki kelainan lainnya. 2. Anak yang karena kondisi eksternalnya mengalami hambatan dalam belajar sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus seperti anak-anak dalam faktor gender, suku asli, pekerja anak, anak yang terinfeksi HIV/AIDS, anak pekerja migran, anak korban bencana alam, rural (termasuk juga rural exodus), anak di daerah terpencil atau pulau terpencil, anak suku minoritas, anak jalanan, anak yang tersangkut kasus hukum, dan lain-lain. Mulyono (dalam Ilahi, 2013: 137) menjabarkan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan berbakat. Sunanto (dalam Ilahi, 2013: 137) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus bukan berarti hendak menggantikan anak penyandang cacat atau anak luar biasa, melainkan memiliki pandangan yang lebih luas dan positif bagi anak dengan keberagaman yang berbeda. Anak berkebutuhan khusus bukan hanya anak yang memiliki

46 30 keterbatasan fisik maupun keterbatasan fungsi anggota tubuh, melainkan setiap anak yang memiliki potensi dan bakat yang memiliki hambatan dalam belajar dan memerlukan bantuan secara khusus. Heward (dalam Rosilawati 2013: 1) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya secara serius dan menetap. Ilahi (2013: 139) memaparkan bahwa konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan dalam dua kelompok besar, yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanen). Kebutuhan permanen adalah kebutuhan yang menetap dan tidak mungkin hilang, sedangkan kebutuhan temporer adalah adalah kebutuhan yang sifatnya sementara. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda pada anak pada umumnya yang memerlukan bantuan khusus dalam belajar. Anak berkebutuhan khusus digolongkan ke dalam dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang disebabkan pengaruh internal (permanen) dan anak berkebutuhan khusus yang disebabkan oleh faktor eksternal (temporer). b. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus Ilahi (2013: 139) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang memiliki hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, misalnya anak yang mengalami kejadian pemaksaan secara terus menerus sehingga memungkinkan anak tidak dapat belajar dengan tenang. Sementara Hurlock

47 31 (dalam Ilahi 2013: 140) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanen) adalah anak yang memiliki hambatan belajar dan perkembangan karena kecacatan atau bawaan sejak lahir, misalnya tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, tuna grahita, lamban belajar, dan kelainan lainnya. Tiarni (2013: 24) menjelaskan bahwa dalam panduan penganganan anak berkebutuhan khusus bagi pendamping orang tua, keluarga, dan masyarakat, membagi menjadi 12 macam, antara lain: 1. Anak disabilitas penglihatan adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh (total) atau sebagian (lowvision). 2. Anak disabilitas pendengaran adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran, baik sebagian maupun menyeluruh, dan biasanya memiliki hambatan dalam berbahasa dan bicara. 3. Anak disabilitas intelektual adalah anak yang memiliki inteligensi yang signifikan berada dibawah rata-rata anak seusianya dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku, yang muncul dalam masa perkembangan. 4. Anak disabilitas fisik adalah anak yang mengalami gangguan gerak akibat kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk, dan fungsi tubuh atau anggota gerak. 5. Anak disabilitas sosial adalah anak yang memiliki masalah atau hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, serta berperilaku menyimpang.

48 32 6. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan, yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah rentang atensi atau perhatian, hiperativitas, dan impulsivitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berpikir, dan mengendalikan emosi. 7. Anak dengan gangguan spektrum autisma atau autism spectrum disorders (ASD) adalah anak yang mengalami gangguan dalam tiga area dengan tingkatan berbeda-beda, yaitu kemampuan komunikasi dan interaksi sosial, serta pola-pola perilaku yang repititif dan stereotipi. 8. Anak dengan gangguan ganda adalah anak yang memiliki dua atau lebih gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan, pendidikan khusus, dan alat bantu pelajar yang khusus. 9. Anak lambat belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah rata-rata tetapi belum termasuk gangguan mental. Mereka butuh waktu lamadan berulang-ulang dan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik. 10. Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning disabilities adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung. 11. Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anak yang mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa wicara, suara,

49 33 irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan oleh faktor fisik, psikologis dan lingkungan, baik reseptif maupun ekspresif. 12. Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah anak yang memiliki skor inteligensi yang tinggi (gifted), atau mereka yang unggul dalam bidang-bidang khusus (talented) seperti musik seni, olah raga, dan kepemimpinan. B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang pertama dilakukan oleh Dewi Asiyah pada tahun Judul penelitiannya adalah Dampak Pola Pembelajaran Sekolah Inklusi Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Pada penelitian yang ditulis oleh peneliti mengatakan bahwa metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data seperti observasi, dokumentasi, dan angket. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk membuktikan bagaimana dampak dari pola pembelajaran yang diterapkan di sekolah Inklusi Sada Ibu Cirebon terhadap anak berkebutuhan khusus, untuk menjelaskan bagaimana pola pembelajaran di Sekolah Dasar Sada Ibu serta menggambarkan respon peserta didik dan orang tua terhadap pola pembelajaran yang diterapkan di Sekolah Dasar Sada Ibu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perkembangan anak berkebutuhan khusus dari waktu ke waktu mengalami perkembangan yang baik dilihat dari segi akademik, maupun sosial kognitif, afektif, dan psikomotorik yang tertera dalam program pembelajaran individual (PPI) masing-masing siswa.

50 34 Penelitian yang kedua dilakukan oleh Ery Wati pada tahun Judul penelitiannya adalah Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data meliputi: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui program pendidikan inklusi, implementasi manajemen pendidikan inklusi dan kendala yang dihadapi dalam implementasi manajemen pendidikan inklusi di SD Negeri 32 Kota Banda Aceh. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa (1) Program kepala sekolah dalam melaksanakan pendidikan inklusi diimplementasikan dalam pemberian pelatihan kepada guru-guru, penerimaan peserta didik anak berkebutuhan khusus, memodifikasi kurikulum serta mengupayakan sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan kebutuhan peserta didik; (2) Implementasi dari manajemen pendidikan inklusi dapat dilihat dari jumlah siswa berkebutuhan khusus pada tahun ajaran 2009/2010 berjumlah 19 orang, mempunya 1 (satu) tenaga guru pendamping khusus, serta kurikulum yang sudah dimodifikasi menurut kebutuhan peserta didik; (3) Kendala dari program pendidikan inklusi adalah pembiayaan pendidikan, sarana dan prasarana belum memadai serta kurangnya tenaga guru pendamping khusus. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Prastiyono pada tahun Judul penelitiannya adalah Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif. Di penelitian yang ditulis oleh peneliti mengatakan bahwa metode yang digunakan adalah kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui implentasi kebijakan pendidikan inklusi pada Sekolah Galuh Handayani Surabaya; (2) Untuk

51 35 mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pendidikan inklusif dalam mewujudkan mutu pendidikan pada Sekolah Galuh Handayani Surabaya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa (1) Implementasi kebijakan pendidikan inklusi di sekolah Galuh Handayani belum optimal atau masih belum sesuai harapan masyarakat; (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan implementasi kebijakan pendidikan inklusi di Sekolah Galuh Handayani Surabaya sangat dipengaruhi oleh faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Ketiga penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Penelitian pertama menyatakan hasil perkembangan anak berkebutuhan khusus yang baik setelah bersekolah di sekolah inklusi, dalam lingkup satu sekolah. Penelitian kedua menjelaskan tentang implementasi manajemen sekolah inklusi dalam lingkup satu sekolah. Sedangkan penelitian ketiga menyatakan bahwa yang mempengaruhi keberhasilan maupun kegagalan implementasi kebijakan pendidikan inklusi dalam lingkup satu sekolah sangat dipengaruhi oleh faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyelenggaraan sekolah dasar inklusi. Penelitian ini memiliki kekhasan dibandingkan penelitian terdahulu yaitu memberikan gambaran tentang kesesuaian penyelenggaraan sekolah dasar inklusi dengan prinsip-prinsip sekolah inklusi dalam lingkup yang lebih luas, yaitu wilayah kabupaten. Literatur map penelitian yang relevan dapat dilihat sebagai berikut:

52 36 Dewi Asiyah Dampak Pola Pembelajaran Sekolah Inklusi Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus Ery Wati Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh Prastiyono Implementasi Kebijakan Pendidikan Inklusif Pentingnya manajemen dalam penyelenggaraan sekolah inklusif bagi perkembangan anak didik. Pentingnya manajemen kepala sekolah yang baik mewujudkan sekolah inklusif yang baik pula. Pentingnya faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan pendidikan inklusif. Rosita Cahayani Sabatiana Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Gambar 2.1 Penelitian yang Relevan

53 37 C. Kerangka Berpikir Di wilayah Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta ada 26 sekolah dasar inklusi. Sekolah dasar inklusi tersebut keberadaannya tersebar pada 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Sebagaian wilayah Kabupaten Kulon Progo merupakan daerah pegunungan, hanya sebagian kecil yang merupakan daerah dataran rendah. Perbedaan keadaan wilayah itu tentu berpengaruh pada kemudahan sekolah-sekolah tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi. Ilahi (2013: 87) menjelaskan bahwa sekolah dasar inklusi adalah sekolah dasar reguler yang menampung atau menerima anak tidak berkebutuhan khusus dan anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas serta menyediakan suatu layanan pendidikan yang layak dan memadai bagi perkembangan potensi setiap anak didik. Sekolah dasar inklusi yang berada di kota kabupaten dan wilayah kecamatan dataran rendah tentu lebih mudah untuk memenuhi prinsip-prinsip sekolah dasar inklusi dalam memberikan layanan pendidikan. Sebaliknya, penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang berada di daerah pegunungan tentu tidak semudah dibandingkan dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang berada di daerah kota atau daerah dataran rendah. Kustawan (2013: 60) menjelaskan bahwa kepala sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah inklusi harus memahami atau menguasai filosofi dan konsep pendidikan inklusi yang diyakini dan harus berani menjamin dan mempertanggungjawabkan tugas mulianya atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang dapat mengakomodasi semua anak ketika dalam pelaksanaannya ada tantangan atau permasalahan. Keberhasilan dalam mewujudkan sekolah dasar

54 38 inklusi sangat dipengaruhi oleh manajemen penyelenggaraannya. Manajemen penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang baik harus memenuhi prinsip-prinsip sekolah dasar inklusi serta filosofi dan konsep pendidikan inklusi. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan survey kepada guru-guru di sekolah dasar inklusi yang ada di wilayah Kabupaten Kulon Progo untuk mengetahui kesesuaian prinsipprinsip pendidikan inklusi serta filosofi dan konsep pendidikan inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi Peneliti berusaha agar melalui penelitian ini dapat diungkap keadaan yang senyatanya tentang penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada semua pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan sekolah dasar inklusi agar memahami prinsip-prinsip sekolah dasar inklusi dan bersemangat dalam mengimplementasikannya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil judul Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo. D. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Sebesar 50% sekolah dasar inklusi memenuhi prinsip-prinsip inklusi. 2. Proses penyelenggaraan inklusi mencakup penerimaan peserta didik baru yang mengakomodasikan semua anak, identifikasi, adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel), merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang

55 39 ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, dan penilaian dan evaluasi pembelajaran.

56 BAB III METODE PENELITIAN Bagian metode penelitian ini membahas tentang jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas, dan teknik analisis data. A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross sectional. Poin pertama pada penelitian kuantitatif adalah menjelaskan fenomena atau gejala untuk mencari penjelasan akan sesuatu dari masalah yang dihadapi yang memerlukan kejelasan dan menggambarkan keingintahuan dan keinginan untuk mendapatkan pemahaman akan kondisi atau kejadian (Suharsaputra, 2014: 50). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Penelitian survei sering kali digunakan dalam ilmu sosial untuk membantu melakukan pengamatan terhadap suatu fenomena sosial (Morissan, 2014: 165). Effendi dan Tukiran (2012: 3) menjelaskan bahwa penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Metode penelitian survei ini digunakan peneliti untuk mengetahui penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo melalui alat pengumpul data berupa kuesioner terbuka. Penelitian dengan cross sectional adalah penelitian yang dilakukan dalam waktu tertentu dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk 40

57 41 diperbandingkan (Prasetyo dan Jannah, 2005: 45). Maksud dan tujuan penelitian ini adalah ingin menjelaskan fenomena atau gejala untuk mencari kejelasan sesuatu dengan mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Penelitian ini dilakukan dalam sekali waktu. B. Setting Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo. Pemilihan sekolah dasar tersebut berdasarkan data daftar nama sekolah dasar inklusi yang didapat peneliti dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo. Sekolah dasar yang dinyatakan sebagai sekolah dasar inklusi telah mendapat Surat Keputusan (SK) dari Dinas Pendidikan. Penelitian dilakukan di 11 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo. Alasan peneliti memilih sekolah-sekolah tersebut sebagai tempat penelitian karena mendapat izin oleh kepala sekolah untuk melakukan penelitian. b. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2016 hingga bulan Februari Kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah penentuan judul skripsi yang dilakukan pada bulan Agustus Penyusunan instrumen kuesioner dilakukan dari bulan Agustus hingga November Pada akhir bulan November 2016, peneliti membuat surat pengantar validasi instrumen kuesioner. Pada awal bulan Desember 2016, peneliti membuat proposal penelitian

58 42 sebagai syarat meminta surat izin kepada pemerintah daerah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui kantor Biro Administrasi Pembangunan untuk melakukan penelitian di Kabupaten Kulon Progo. Setelah mendapatkan surat izin dari pemerintah daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, surat izin tersebut dibawa peneliti ke kantor Perizinan Terpadu Kabupaten Kulon Progo sebagai syarat untuk mendapatkan surat izin penelitian di Kabupaten Kulon Progo. Pada awal bulan Januari, peneliti mengantarkan tembusan surat izin ke sejumlah kantor terkait, yaitu: (1) Kantor Bupati Kabupaten Kulon Progo, (2) Kantor Bappeda Kabupaten Kulon Progo, (3) Kantor Kesbangpol Kabupaten Kulon Progo, (4) Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo, (5) Kantor UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Temon, (6)Kantor UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Panjatan, (7) Kantor UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Galur, (8) Kantor UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Lendah, (9) Kantor UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Wates, (10) Kantor UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Pengasih, dan (11) sekolah dasar inklusi. Pengambilan data dilaksanakan pada pertengahan bulan Januari hingga akhir bulan Januari Setelah mendapatkan data, peneliti mengolah data tersebut dari akhir bulan Januari hingga awal Februari Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah guru kelas 1 hingga kelas 6 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo. 3. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah pengelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo.

59 43 C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajarai dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012: 80). Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru kelas pada 26 sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2012: 81). Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili) (Sugiyono, 2015: 118). Peneliti menetapkan teknik sampling yang disebut Simple Random Sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata pada populasi itu (Sugiyono, 2015: 120). Peneliti memilih cara tersebut karena anggota populasinya homogen, yaitu sekolah dasar negeri yang ditetapkan sebagai sekolah dasar inklusi. Sekolah-sekolah tersebut sumber daya dan manajemennya relatif sama, karena kepala sekolah dan guru-gurunya diangkat oleh pemerintah, sarana dan prasarananya berasal dari pemerintah, dan sumber dananya juga dari pemerintah. Melalui teknik sampling tersebut, peneliti menetapkan 11 sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo sebagai sampel.

60 44 D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh dan alat-alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data (Darmawan, 2013: 159). Sugiyono (2012: 224) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah berupa kuesioner terbuka. Kuesioner merupakan daftar tertulis pertanyaan yang harus dijawab oleh responden (Widi, 2010: 243). Kuesioner terbuka berupa pertanyaanpertanyaan bebas yang memberi kebebasan pula kepada responden untuk menjawabnya (Darmawan, 2013: 159). Kuesioner terbuka dijawab oleh responden yaitu guru kelas 1 hingga guru kelas 6 sekolah dasar inklusi. Kuesioner yang harus dijawab oleh responden berkaitan dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo yang mencakup prinsi-prinsip sekolah inklusi. Jangka waktu pengisian kuesioner menurut kesepakatan peneliti dengan pihak sekolah dasar inklusi. E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bagi peneliti yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian (Indrawan dan Yaniawati, 2014: 112). Penelitian ini menggunakan alat ukur

61 45 berupa kuesioner terbuka. Kuesioner terbuka ini digunakan untuk mengetahui penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo. Kuesioner terbuka ini diisi oleh guru kelas 1 hingga guru kelas 6 sekolah dasar inklusi yang merupakan sampel penelitian dalam penelitian ini. Kuesioner terbuka yang harus diisi memuat pertanyaan-pertanyaan yang dibuat berdasarkan indikator-indikator yang dikembangkan dari prinsip-prinsip sekolah inklusi. Kustawan (2013: ) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip sekolah inklusi ada 8 yang meliputi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasikan semua anak, identifikasi, adaptasi Kurikulum (Kurikulum fleksibel), merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asessmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, dan penilaian dan evaluasi pembelajaran. Indikator-indikator dalam instrumen diturunkan dari 8 prinsip tersebut. Kisi-kisi kuesioner yang digunakan oleh peneliti seperti yang tercantum pada tabel berikut ini: Tabel 3.1 Kisi-kisi Kuesioner Terbuka Tentang Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo No. Prinsip Indikator No. Item 1 Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasikan semua anak Menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus Mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah 1, 2, 3, 4, 5 6, 7, 8 Mempersiapkan sarana dan 9, 10, 11

62 46 prasarana Merencanakan sumber daya biaya 2 Identifikasi Mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus 12, 13, 14, 15 16, 17, 18, 19 3 Adaptasi Kurikulum (Kurikulum fleksibel) Menyusun Kurikulum 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29 4 Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak 5 Penataan kelas yang ramah anak Menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa Menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar Mengarahkan pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas 30, 31, 32, 33 34, 35, 36, 37, 38 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45 46, 47, 48, 49, 50 6 Asessmen Upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan Melakukan penyaringan atau screening Melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus Melakukan penempatan program pada anak berkebutuhan khusus Melakukan penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran siswa Melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan 51, 52, 53, 54, 55 56, 57, 58, 59, 60 61, 62, 63, 64 65, 66, 67 68, 69 70, 71, 72, 73

63 47 khusus 7 Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif Melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus Memahami pentingnya Media Pembelajaran Adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran 74, 75, 76, 77 78, 79, 80, 81, 82, 83 8 Penilaian dan evaluasi pembelajaran Menentukan KKM 84, 85, 86, 87 Menjelaskan evaluasi karakteristik 88, 89, 90, 91, 92 Menunjukkan kegiatan evaluasi kegunaan 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100 Pada tabel 3.1 terdapat 8 aspek model penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang diturunkan menjadi indikator. Indikator yang sudah diperoleh digunakan untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang berfungsi untuk menggali informasi-informasi dari responden sebagai data. Setelah peneliti menyelesaikan instrumen kuesioner, peneliti melakukan validasi instrumen kuesioner kepada validator. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan intrumen kuesioner menurut para ahli sebelum disebarkan kepada responden. F. Teknik Pengujian Instrumen Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian harus melalui pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua hal yaitu validitas isi dan validitas konstruk. Kedua validitas dan reliabilitas akan dikenakan dalam instrumen penelitian.

64 48 1. Uji Validitas Instrumen Arikunto (dalam Taniredja dan Mustafidah, 2011: 42) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesasihan suatu instrumen. Secara mendasar, validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur. Suatu instrumen yang valid atau sah mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. a. Validitas Isi Validitas isi merupakan pengukuran kualitas ketepatan instrumen dalam memberi cakupan isi yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian sebagaimana telah dipandu dalam operasional variabel (Indrawan dan Yaniawati, 2014: 124). Validitas isi diberikan oleh para ahli yang bidang keahliannya berhubungan dengan penelitian ini. Peneliti dalam hal ini memberikan rentan skor atas komentar para ahli menjadi data interval. Skala penilaian terhadap lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi meliputi: sangat baik (4), baik (3), cukup (2), tidak baik (1). Untuk menyusun tabel klasifikasi, dicari skor tertinggi, skor terendah, jumlah kelas, dan jarak interval. Skor Tertinggi (ideal) = 4 (sangat baik) Skor Terendah Jumlah kelas = 1 (sangat tidak baik) = 4 (sangat tidak baik sampai sangat baik) Jarak interval = (4-1)/3 = 1

65 49 Skor yang sudah didapat kemudian dikonversikan menggunakan tabel konversi nilai skala empat berdasarkan skala Likert. Skala Likert berisi pernyataan yang sistematis untuk menunjukkan sikap seorang responden terhadap pernyataan itu (Prasetyo dan Jannah, 2005: 110). Lembar penilaian dalam penelitian ini dibuat berdasarkan indikator-indikator dan hasil akhirnya akan diakumulasi kemudian dikategorikan menggunakan kriteria yang telah ditentukan. Ketentuan pelaksanaan revisi terhadap instrumen diatur dalam tabel berikut. Tabel 3.2 Skala Likert Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan 5 Sangat Baik 4 Baik 2 Tidak Baik 1 Sangat Tidak Baik Dari tabel 3.2 di atas dapat diketahui bahwa jika soal mendapat nilai 4 atau kurang dari 4 serta mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal tersebut perlu direvisi. Jika soal mendapat nilai 4 dan kurang dari 4 dan mendapat komentar baik maka soal perlu direvisi. Jika soal yang divalidasi mendapat nilai lebih dari 4 tetapi mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal perlu direvisi. Jika soal lebih dari 3 dan mendapat komentar baik, maka soal tidak perlu direvisi. Validator pertama adalah validator ahli A. Validator A adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling. Hasil validasi dari validator A menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada beberapa kesalahan pengetikan kata dan kekonsistenan

66 50 penggunaan kata inklusi atau inklusif. Validator A memberi nilai 5 pada setiap aspek yang tertulis pada blue print. Validator pertama adalah validator ahli B. Validator B adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling. Hasil validasi dari validator B menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada susunan kalimat yang sesuai dengan kaidah EYD. Revisi lain dari validator B adalah nenerapa soal harus lebih dipertajam agar jawaban yang diharapkan dari responden dapat tercapai. Validator B memberi nilai 4 pada setiap aspek yang tertulis pada blue print. Berdasarkan validasi instrumen kuesioner yang telah dilakukan oleh validator, instrumen kuesioner yang dibuat oleh peneliti layak untuk digunakan, namun ada beberapa hal yang harus direvisi oleh peneliti. Adapun beberapa hal tersebut adalah: 1) Menkonsistenkan pemilihan kata antara inklusi atau inklusif 2) Kalimat pertanyaan harus sesuai dengan SPOK 3) Ada beberapa pertanyaan yang kurang dapat menggali informasi lebih dalam sehingga pertanyaan tersebut harus dipecah lagi 4) Ada beberapa pertanyaan yang harus diubah beberapa katanya agar lebih dipahami oleh responden Semua saran yang diberikan oleh validator tersebut dijadikan pedoman oleh peneliti untuk perbaikan instrumen kuesioner yang akan digunakan agar layak dan dapat menghasilkan data yang terpercaya.

67 51 Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh validator A dan validator B, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian layak untuk digunakan dengan revisi sesuai saran yang diberikan oleh validator A dan validator B. Setelah divalidasi oleh dua orang validator ahli, peneliti menggunak 100 pertanyaan pada kuesioner terbuka yang sudah dianggap valid untuk diujikan di 26 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo. Selanjutnya, hasil pengujian tersebut dikoreksi oleh peneliti untuk dilihat soal yang valid. b. Validitas Konstruk Validitas konstruk (construct validity), yaitu tingkat validitas ketika terdapat konsistensi antarkomponen konstruk yang satu dengan yang lain (Martono, 2014: 100). Validitas konstruk tercapai bila instrumen tersebut sudah sesuai atau memenuhi konsep-konsep atau konstruk dari teori empiris yang sesuai atau mewakili dengan apa yang diteliti sesuai dengan bidang keilmuannya (Indrawan dan Yaniawati, 2014: 125). Cara menguji validitas konstruk pada penelitian ini akan dilihat melalui pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang diturunkan dari prinsip-prinsip yang ada dalam instrumen. Bentuk pertanyaan dari kuesioner ini adalah pertanyaan terbuka sehingga peneliti akan mendapatkan jawaban yang bervariasi dari seluruh responden. Jawaban yang bervariasi dari masing-masing responden peneliti kelompokkan yang memiliki kata kunci yang sama. Hasil jawaban ini kemudian dilakukan uji validitas konstruk yang akan direkap menggunakan microsoft excel yang kemudian disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang telah peneliti pilih untuk

68 52 dipetakan menjadi beberapa pertanyaan berdasarkan indikator-indikator yang peneliti kembangkan. Berdasarkan kisi-kisi pada tabel 3.1 halaman 45, prinsip pertama adalah prinsip penerimaan peserta didik baru yang kemudian dikembangkan menjadi beberapa indikator. Indikator-indikator tersebut adalah menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus, mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah, mempersiapkan sarana dan prasarana, dan merencanakan sumber daya biaya. Melalui pengembangan indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kesiapan dari sekolah dasar inklusi dalam penerimaan peserta didik baru. Prinsip kedua adalah identifikasi. Identifikasi menghasilkan sebuah indikator, yaitu mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus. Melalui indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang sekolah dasar inklusi dalam mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus. Prinsip ketiga adalah adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel). Adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel) menghasilkan sebuah indikator, yaitu menyusun kurikulum. Melalui indikator tersebut peneliti bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang kurikulum yang digunakan oleh sekolah dasar inklusi. Prinsip keempat adalah merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Prinsip tersebut menghasilkan dua indikator, yaitu menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa dan menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Melalui indikator yang telah dibuat peneliti

69 53 memiliki tujuan untuk mendapatkan informasi tentang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang digunakan pada sekolah dasar inklusi. Prinsip kelima adalah penataan kelas yang ramah anak. Prinsip tersebut menghasilkan dua indikator, yaitu mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar dan mengarahkan pengelompokkan siswa untuk pengajaran di ruang kelas. Melalui dua indikator yang telah dibuat peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui penataan kelas ramah anak yang digunakan oleh sekolah dasar inklusi. Prinsip keenam adalah asesmen. Asesmen menghasilkan tujuh indikator, yaitu upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan, melakukan penyaringan atau screening, melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, melakukan penempatan program pada anak berkebutuhan khusus, melakukan penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran siswa, melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus, dan melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus. Melalui indikator-indikator yaang telah dibuat peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui proses asesmen yang digunakan oleh sekolah dasar inklusi. Prinsip ketujuh adalah pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif. Prinsip tersebut menghasilkan sebuah indikator, yaitu memahami pentingnya media pembelajaran adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran. Melalui indikator tersebut peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui tentang pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif yang digunakan di sekolah dasar inklusi.

70 54 Prinsip kedelapan adalah prinsip penilaian dan evaluasi pembelajaran. Prinsip tersebut menghasilkan tiga indikator, yaitu menentukan KKM, menjelaskan karakteristik evaluasi, dan menunjukkan kegunaan kegiatan evaluasi. Melalui indikator-indikator tersebut peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui tentang penilaian dan evaluasi yang digunakan di sekolah dasar inklusi. Peneliti mengumpulkan informasi tentang penyelenggaraan sekolah dasar inklusi dari jawaban-jawaban responden pada pertanyaan kuesioner. Pertanyaanpertanyaan kuesioner tersebut dibuat berdasarkan indikator-indikator hasil pengembangan dari delapan prinsip yang peneliti pilih. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang peneliti buat untuk mengumpulkan informasi telah sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang menjadi dasar teori dari pembuatan instrumen. 2. Uji Reliabilitas Instrumen Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain, seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2008: 4). Instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut memiliki ketepatan atau keajegan dalam menilai apa yang seharusnya dinilai dan instrumen harus dapat mengatur apa yang seharusnya diukur. Pada intinya, instrumen dikatakan reliabel jika instrumen tersebut dapat dipercaya karena sesuai dengan hasil yang didapat.

71 55 A number of techniques are available for measuring the reliability of questionnaire items, but the methods for maximizing reliability are pretty straightforward. Ask people only questions they are likely to know the answers to, ask about things relevant to them, and be clear in what you re asking (Babbie, 1990: 133). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa banyak tehnik yang tersedia untuk menilai kepercayaan dari soal-soal kuesioner, tetapi hanya sedikit metode atau cara yang mampu memaksimalkan penilaian kepercayaan. Metode yang maksimal untuk menilai kepercayaan adalah dengan menanyakan pertanyaan yang tepat pada responden yang tepat pula. Responden yang tepat akan dapat menjawab semua pertanyaan dengan memberi informasi yang sesuai dengan pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang peneliti buat mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi. Responden yang peneliti pilih merupakan guru kelas sekolah dasar inklusi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian yang dibuat peneliti telah reliabel. G. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross-sectional. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif persentase. Statistik deskriptif atau statistik deduktif adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Statistik deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau

72 56 keadaan atau fenomena (Hasan, 2009: 6). Statistik deskriptif bertugas untuk menggambarkan (description) tentang suatu gejala (Partino dan Idrus, 2009: 5). Penelitian ini menggunakan lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka berjumlah 100 item untuk mendapatkan data mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo. Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis oleh peneliti. Blaxter (dalam Martono, 2014: 160) menjelaskan bahwa analisis data merupakan sebuah proses berkelanjutan dalam penelitian, dengan analisis ini peneliti dapat menginformasikan data yang telah dikumpulkan. Menurut Faisal (dalam Martono, 2014: 160) ada beberapa tahap yang harus dilakukan seorang peneliti untuk melakukan analisis data, yaitu: data coding, data entering, data cleaning, data output, dan data analyzing. Data coding merupakan proses penyusunan data mentah secara sistematis ke dalam bentuk yang mudah dibaca oleh mesin pengolah data (komputer). Kode bisa berupa angka maupun huruf yang bertujuan untuk membedakan antara data atau identitas data yang akan dianalisis. Data coding dalam penelitian ini berupa pemberian kode pada kuesioner. Tujuannya untuk membedakan data guru satu dengan guru yang lain. Berikut contoh coding data dalam penelitian ini. Tabel 3.3 Contoh Coding Data No. Soal Kode jawaban Kode jawaban Kode jawaban ya tidak kadang 1 1.a 1.b 1.c

73 57 Pada tabel 3.4 kode 1.a menunjukkan bahwa angka 1 merupakan nomor soal 1, huruf a merupakan pengelompokan jawaban ya yang memiliki kata kunci sama pada masing-masing nomor. Kode 1.b menunjukkan bahwa angka 1 merupakan nomor soal 1, huruf b merupakan pengelompokan jawaban tidak yang memiliki kata kunci sama pada masing-masing nomor. Data entering merupakan proses pemindahan data yang telah diubah dalam kode angka ke dalam komputer. Data hasil penelitian dimasukkan ke dalam Microsoft Excel Setelah selesai melakukan data entering selanjutnya dilakukan data cleaning. Data cleaning adalah sebuah proses pengecekan untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke dalam komputer telah sesuai dengan informasi yang sebenarnya. Proses data cleaning adalah menghilangkan item-item kuesioner yang tidak valid. Setelah melakukan data cleaning selanjutnya dilakukan data analyzing. Pada tahap data analyzing atau menganalisis data, peneliti harus menginterpretasikan data yang sudah diperoleh selama pengumpulan data. Analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah mengelompokkan masing-masing jawaban yang memiliki kata kunci yang sama menjadi satu kategori jawaban dalam masing-masing nomor soal. Pengelompokkan jawaban tersebut dihitung jumlahnya menggunakan turus pada jawaban dengan kategori yang sama. Data Output atau penyajian data adalah tahap penyajian hasil pengolahan data dalam bentuk yang mudah dibaca. Data Output merupakan tahap terakhir dalam analisis data. Penyajian data dalam penelitian ini menggunakan bentuk

74 58 tabel yang berisikan angka presentase dari nomor soal dan pengelompokkan jawaban.

75 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV ini membahas mengenai deskripsi penelitian, tingkat pengembalian kuesioner, hasil penelitian, dan pembahasan. A. Deskripsi Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian non-eksperimental yang berjudul Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo yang dilaksanakan pada bulan Januari Penelitian ini dilaksanakan bersama dengan anggota kelompok studi penelitian namun masing-masing penelitian berbeda wilayah penelitiannya. Peneliti meminta surat izin penelitian ke Kepala Biro Adminitrasi Pembangunan. Surat tersebut merupakan surat izin dari provinsi untuk mengadakan penelitian di Kabupaten Kulon Progo. Surat tersebut peneliti bawa kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Kulon Progo sebagai syarat meminta surat izin penelitian ke sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo. Surat tembusan izin penelitian dari Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Kulon Progo peneliti berikan ke kantor-kantor yang bersangkutan serta ke sekolah dasar inklusi yang akan dijadikan tempat penelitian. Setelah peneliti memberikan surat tembusan izin penelitian ke 11 sekolah dasar inklusi yang terpilih, maka peneliti memulai penelitiannya dengan membagikan kuesioner ke guru kelas 1 hingga guru kelas 6. 59

76 60 Kuesioner disebarkan pada tanggal 9 Januari Januari 2017 kepada 66 responden yang mewakili dua puluh enam sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo. Teknis pembagian kuesioner dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada guru kelas 1 hingga guru kelas 6 yang berupa 100 pertanyaan terbuka dan peneliti menjelaskan langkah-langkah pengisian kuesioner. Pengumpulan hasil kuesioner pada tujuh sekolah dasar inklusi sesuai dengan deadline yang ditentukan, tetapi pada empat sekolah dasar inklusi lainnya mundur beberapa hari dari deadline yang telah disepakati. B. Tingkat Pengembalian Kuesioner Kuesioner disebar kepada guru kelas 1 hingga guru kelas 6 di sebelas sekolah dasar inklusi terpilih. Jumlah semua guru yang mendapat kuesioner ada 66 orang guru tetapi ada 1 orang guru yang tidak bersedia mengisi kuesioner yang peneliti berikan. Kuesioner yang disebarkan berjumlah 66 kuesioner, tetapi kuesioner yang kembali hanya 65 kuesioner (98,5%). C. Hasil Penelitian Peneliti membagikan kuesioner kepada 66 guru di sebelas sekolah dasar inklusi yang ada di wilayah Kabupaten Kulon Progo. Kuesioner tersebut berisi 100 item pertanyaan terbuka. Terdapat 1 kuesioner yang kembali. Data yang peneliti peroleh dihitung melalui 4 tahap. Tahap pertama yaitu menghitung total kuesioner yang didapat. Tahap kedua yaitu mengelompokkan jawaban responden berdasarkan kategori jawaban. Kategori jawaban setiap nomor soal berbeda-beda

77 61 sesuai dengan jawaban yang muncul. Tahap ketiga yaitu menghitung jumlah jawaban berdasarkan kategori jawaban pada setiap nomor. Tahap keempat yaitu mengubah jumlah jawaban setiap kategori jawaban kedalam bentuk persen. Persentase dihitung dengan membagi jumlah jawaban yang muncul dengan jumlah responden dikalikan 100%. Hasil pengumpulan data penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.1 Hasil pengumpulan data Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Kabupaten Kulon Progo No. Kategori Kode Jumlah Persentase (%) 1. Usia 1.a 29 44,62 Usia minimal 6 tahun 1.b 24 36,92 Usia minimal 7 tahun 1.c 2 3,08 Usia minimal 6 tahun, fotocopy KK, akta kelahiran, ijazah TK, kartu JAMKESMAS 1.d 1 1,54 Fotocopy akta kelahiran, fotocopy ijazah TK, Fotocopy KK, mengisi formulir pendaftaran 1.e 6 9,23 Usia minimal 6 tahun, fotocopy akta kelahiran, fotocopy KK 1.f 1 1,54 Usia minimal 6 tahun, lulus dari TK 1.g 1 1,54 Fotocopy KK 1.h 1 1,54 2. Berdasarkan ranking usia 2.a 42 64,62 Tidak ada seleksi 2.b 17 26,15 Berdasarkan ranking usia, maksimum 28 anak 2.c 6 9,23 3. Berdasarkan ranking usia 3.a 63 96,92 Tidak menjawab 3.b 2 3,08 4. Low vision, tuna grahita, tuna daksa, autis ringan 4.a 3 4,62 Semua ABK 4.b 36 55,38 Autis, hiperaktif, yang mampu dididik 4.c 1 1,54 ABK tingkat ringan 4.d 4 6,15

78 62 Tuna daksa dan slow learner 4.e 2 3,08 Autis dan slow learner 4.f 1 1,54 Slow learner 4.f 5 7,69 Tuna grahita dan tuna daksa 4.g 5 7,69 Tuna grahita, tuna daksa, autis, hiperaktif 4.h 3 4,62 Tuna daksa, tuna Laras, tuna grahita 4.i 1 1,54 Tidak menjawab 4.j 3 4,62 Slow learner, tuna daksa, tuna rungu 4.k 1 1,54 5. Masih usia SD 5.a 14 21,54 Masih mampu dididik dan dilatih 5.b 24 36,92 Tidak ada kriteria 5.c 23 35,38 Slow learner 5.d 3 4,62 Low vision, tuna grahita, tuna daksa 5.e 1 1,54 6. Guru kelas didiklat, mendatangkan GPK dari SLB 6.a 3 4,62 Mencari guru berkualifikasi sarjana pendidikan 6.b 1 1,54 Guru kelas mengikuti diklat inklusi 6.c 25 38,46 Mendatangkan GPK dari SLB 6.d 28 43,08 Belum ada usaha 6.e 2 3,08 Memberdayakan guru kelas 6.f 6 9,23 7. Tidak ada 7.a 62 95,38 Tidak menjawab 7.b 1 1,54 Tidak ada seleksi karena guru kelas sudah didiklat 7.b 2 3,08 8. Diutamakan S1 PGSD 8.a 14 21,54 Tidak ada 8.b 25 38,46 Ada. Agar memberikan pelayanan yang tepat. 8.c 9 13,85 Tidak ada, karena tugas mengajar ABK dilaksanakan guru kelas. 8.d 4 6,15 Ada. 8.e 12 18,46 Tidak ada, karena mendatangkan GPK dari SLB 8.f 1 1,54 9. Mendatangkan guru pendamping 9.a 2 3,08 Mengalokasikan dana BOS 9.b 13 20,00 Disesuaikan kebutuhan dan kemampuan sekolah 9.c 2 3,08 Disesuaikan kebutuhan siswa 9.d 23 35,38 Tidak menjawab 9.e 6 9,23 Mengajukan proposal kepada pihak yang terkait 9.f 6 9,23

79 63 Melakukan pelayanan pada siswa secara sama 9.g 11 16,92 Menyediakan ruangan yang bersih dan terang, buku pelajaran, media pembelajaran, perpustakaan. 9.h 1 1,54 Menyediakan plengsengan dan pegangan 9.i 1 1, Bermacam alat pembelajaran dan internet 10.a 1 1,54 Gedung, perpustakaan, kantin, UKS, mushola, WC, plengsengan, pegangan 10.b 21 32,31 Buku-buku pelajaran, alat-alat olahraga, alat peraga 10.c 2 3,08 Sama dengan sekolah pada umumnya ditambah pendidik inklusi 10.d 2 3,08 Buku pelajaran, perpustakaan, alat olahraga & seni, alat peraga, hand drill, pegangan, plengsengan. 10.e 7 10,77 Sarana pembelajaran 10.f 4 6,15 Kamar mandi dan akses jalan 10.g 12 18,46 Tidak menjawab 10.h 1 1,54 Alat peraga dan akses jalan 10.i 4 6,15 Aksesbilitas ke semua ruang, hand grill, WC duduk, buku braille, buku panduan, GPK 10.j 6 9,23 Kursi roda, WC duduk, plengsengan, pegangan 10.k 5 7, Ya 11.a 37 56,92 Tidak 11.b 19 29,23 Ya sesuai kekhususannya 11.c 8 12,31 Tidak karena keterbatasan sarana dan prasarana 11.d 1 1, BOS pusat 12.a 19 29,23 BOS pusat, BOS provinsi, BOS kabupaten 12.b 27 41,54 BOS pusat dan BOS provinsi 12.c 6 9,23 Dinas dan BOS pusat 12.d 5 7,69 BOS pusat dan infaq sukarela 12.e 6 9,23 BOS pusat, BOS provinsi, BOS kabupaten, dan BOS inklusi 12.f 1 1,54 BOS pusat dan dana alokasi khusus 12.g 1 1, Menjadi satu dengan APBS 13.a 14 21,54 Transparan 13.b 5 7,69 Sesuai petunjuk teknis 13.c 25 38,46 Sesuai petunjuk teknis dan RAPBS 13.d 7 10,77

80 64 Dikelola menurut kebutuhan dan kondisi 13.e 6 9,23 BOS dikelola sekolah, infaq dikelola paguyuban wali 13.f 6 9,23 Dikelola oleh tim 13.g 2 3, Ada. Wali membeli alat-alat yang belum ada di sekolah 14.a 6 9,23 Tidak 14.b 47 72,31 Ada, infaq wali untuk biaya satpam dan kegiatan agama 14.c 6 9,23 Ada, forum wali mengelola infaq 14.d 1 1,54 Ada, wali memberikan sumbangan 14.e 4 6,15 Ada 14.f 1 1, Ada, komite sebagai mitra sekolah 15.a 8 12,31 Ada, ketika pengadaan sarana prasarana 15.b 5 7,69 Ada 15.c 8 12,31 Ada, dinas 15.d 9 13,85 Tidak ada 15.e 35 53, Identifikasi melalui mengamati dan mempelajari tingkah laku 16.a 24 36,92 Identifikasi melalui komunikasi verbal dan non verbal 16.b 2 3,08 Identifikasi melalui pengamatan tingkah laku dan hasil tes 16.c 17 26,15 Identifikasi melalui asesmen oleh ahli 16.d 17 26,15 Melakukan identifikasi 16.e 5 7, Melalui asesmen 17.a 16 24,62 Melalui pengamatan perilaku dan wawancara dengan anak 17.b 22 33,85 Melalui pengamatan perilaku dan tes 17.c 15 23,08 Melalui pengamatan perilaku dan asesmen 17.d 3 4,62 Melalui pengamatan perilaku, tes, dan asesmen 17.e 4 6,15 Melalui pengamatan perilaku dan diskusi dengan guru lain 17.f 3 4,62 Melalui pengamatan perilaku, diskusi dengan guru lain, dan asesmen 17.g 1 1,54 Tidak menjawab 17.h 1 1, Hasil identifikasi dijadikan dasar menentukan pelayanan kepada siswa 18.a 43 66,15 Hasil identifikasi dijadikan dasar membuat RPP 18.b 1 1,54 Hasil identifikasi ditindaklanjuti asesmen 18.c 14 21,54

81 65 Tidak menjawab 18.d 5 7,69 Hasil identifikasi dijadikan dasar konsultasi kepada GPK 18.e 2 3, Sudah, guru-guru berdiskusi dengan GPK 19.a 2 3,08 Sudah, memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan siswa 19.b 19 29,23 Sudah, hasil identifikasi dijadikan dasar melakukan asesmen 19.c 3 4,62 Sudah, menyiapkan alat screening 19.d 5 7,69 Sudah, identifikasi dengan cara tes 19.e 1 1,54 Sudah, dibiayai dengan anggaran dana BOS 19.f 4 6,15 Sudah, hasil disampaikan kepada wali siswa 19.g 6 9,23 Sudah, mencari bantuan GPK 19.h 2 3,08 Sudah, dimusyawarahkan untuk ditindaklanjuti 19.i 2 3,08 Sudah, melapor pada dinas 19.j 1 1,54 Sudah 19.k 14 21,54 Belum, minta bantuan pada pihak yang terkait 19.l 5 7,69 Belum 19.m 1 1, Sudah 20.a 22 33,85 Sudah, merumuskan dan menyusun kurikulum serta mensosialisasikan 20.b 4 6,15 Sudah, sesuai dengan tupoksi 20.c 15 23,08 Sudah, memodifikasi KTSP dengan inklusi 20.d 8 12,31 Sudah, menyempurnakan kurikulum sesuai dengan perkembangan 20.e 5 7,69 Sudah, tapi belum maksimal melaksanakan tugasnya 20.f 1 1,54 Belum 20.g 10 15, KTSP 21.a 45 69,23 Kurikulum dari pemerintah 21.b 2 3,08 KTSP yang dimodifikasi dengan inklusi 21.c 6 9,23 KTSP dan Kurikulum d 6 9,23 KTSP dan Kurikulum 2013 dimodifikasi dengan inklusi 21.e 6 9, Sudah 22.a 45 69,23 Belum 22.b 16 24,62 Belum, hanya sebagian guru saja 22.c 3 4,62

82 66 Belum, karena bukan jurusannya 22.d 1 1, Sudah 23.a 30 46,15 Belum 23.b 24 36,92 Belum, masih dilakukan perbaikan dan pengembangan 23.c 5 7,69 Belum, kurikulum belum mengakomodir setiap ABK 23.d 1 1,54 Sudah, dengan mencantumkan indikator inklusi setiap KD per mapel 23.e 2 3,08 Sudah, dengan mencantumkan KKM anak ABK dan reguler 23.f 3 4, Sudah 24.a 48 73,85 Sudah, contoh ada di silabus 24.b 4 6,15 Sudah, contoh ada di RPP 24.c 1 1,54 Sudah. Contoh: standar kelulusan, isi, proses, penilaian 24.d 4 6,15 Sudah. Contoh: tujuan kurikulum, muatan kurikulum, PBM, penilaian 24.e 4 6,15 Sudah. Contoh: tujuan kurikulum, mulok, PBM, penilaian 24.f 1 1,54 Sudah. Contoh: tujuan, isi, proses, evaluasi 24.g 2 3,08 Tidak menjawab 24.h 1 1, Sudah, jika kemampuan anak di bawah rata-rata IQ diberikan program pembelajaran individu 25.a 5 7,69 Sudah, dengan menurunkan indikator bagi ABK 25.b 8 12,31 Sudah, mengurangi sebagian materi sesuai ketunaan 25.c 12 18,46 Sudah, modifikasi pada indikator dan materi 25.d 2 3,08 Belum, dilakukan pendampingan pada ABK 25.e 6 9,23 Belum 25.f 26 40,00 Tidak menjawab 25.g 6 9, Belum 26.a 9 13,85 Sudah, disesuaikan dengan kemampuan anak 26.b 25 38,46 Sudah, dengan menambahkan indikator inklusi pada setiap KD per mapel 26.c 2 3,08 Sudah 26.d 15 23,08 Sudah, pembelajaran disesuaikan dengan kondisi lingkungan 26.e 8 12,31

83 67 Sudah, disesuaikan dengan perkembangan IPTEK 26.f 4 6,15 Sudah, mengakomodir keberagaman anak 26.g 2 3, Sudah. Contoh di RPP 27.a 3 4,62 Sudah 27.b 16 24,62 Sudah. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar 27.c 9 13,85 Sudah. Menerapkan metode yang membuat anak aktif dan kreatif 27.d 18 27,69 Belum 27.e 8 12,31 Sudah, dengan melakukan praktek dan eksperimen 27.f 2 3,08 Sudah. Kegiatan pembelajaran menggunakan media dan alat peraga 27.g 7 10,77 Sudah, dengan metode dan media bervariasi 27.h 2 3, Belum 28.a 26 40,00 Sudah, materi sesuai dengan kebutuhan ABK 28.b 25 38,46 Sudah 28.c 8 12,31 Sudah, contoh di RPP 28.d 1 1,54 Sudah, dalam RPP dituliskan indikator yang berbeda bagi ABK 28.e 1 1,54 Sudah, menentukan KKM sendiri bagi ABK 28.f 1 1,54 Sudah, soal evaluasi pembelajaran bagi ABK dibedakan 28.g 2 3,08 Tidak menjawab 28.h 1 1, Belum 29.a 33 50,77 Sudah 29.b 10 15,38 Sudah, materi sesuai dengan kemampuan anak 29.c 11 16,92 Sudah, dilakukan modifikasi metode, media, dan evaluasi 29.d 6 9,23 Sudah, kriteria kelulusan ABK dan non ABK dibedakan 29.e 1 1,54 sudah, dengan membedakan indikator ABK dan non ABK 29.f 1 1,54 Tidak menjawab 29.g 3 4, Sudah 30.a 30 46,16 Belum 30.b 26 40,00 Sebagian sudah 30.c 5 7,69 Sudah, disesuaikan dengan kebutuhan 30.d 4 6,15

84 68 anak 31. Dimodifikasi agar dapat melayani ABK dan non ABK 31.a 5 7,69 Disesuaikan dengan kemampuan belajar anak 31.b 22 33,85 Tidak menjawab 31.c 3 4,62 RPP disesuaikan kurikulum 31.d 2 3,08 RPP dibuat secara bersama dengan guru lain 31.e 12 18,46 Belum menyusun RPP 31.f 1 1,54 RPP disusun oleh guru kelas 31.g 7 10,77 RPP dibuat sama untuk semua anak 31.h 1 1,54 RPP dibuat melalui pengkajian dan perumusan 31.i 6 9,23 RPP dibuat dengan memperhatikan kalender pendidikan, silabus, materi, dan jadwal 31.j 6 9, Ya 32.a 56 86,15 Tidak 32.b 1 1,54 Ya, baru sebagian terlaksana 32.c 6 9,23 Ya, dengan memperhatikan kebutuhan siswa 32.d 2 3, Belum dibedakan 33.a 20 30,77 Belum dibedakan, bagi anak ABK ada catatan tambahan 33.b 4 6,15 Belum dibedakan, bagi anak ABK pada pelaksanaan diberi pendampingan 33.c 5 7,69 Tidak menjawab 33.d 3 4,62 Dibedakan 33.e 8 12,31 Dibedakan dengan cara indikator untuk ABK disesuaikan dengan kondisi ABK 33.f 25 38, Sudah 34.a 25 38,46 Sudah, bahan ajar diperoleh dari buku paket, perpustakaan, dan internet 34.b 11 16,92 Sudah, bahan ajar dari BSE dan buku lain yang relevan 34.c 13 20,00 Sudah, bahan ajar dari buku-buku KTSP 34.d 1 1,54 Sudah, bahan ajar diperoleh dari buku paket, peta, atlas, dan lingkungan sekitar 34.e 3 4,62 Sudah, bahan ajar dari buku paket, gambar, poster, dan video pembelajaran 34.f 1 1,54 Sudah, sesuai dengan silabus 34.g 5 7,69 Sudah, sesuai dengan standar isi kurikulum 34.h 6 9,23

85 Sudah 35.a 32 49,23 Sudah, bahan ajar diperoleh dari buku SBK 35.b 3 4,62 Sudah, sesuai dengan silabus 35.c 3 4,62 Sudah, RPP dirancang untuk mengembangkan aspek keterampilan 35.d 1 1,54 Sudah, ditunjang dengan adanya alat-alat praktikum, membatik, dan olahraga 35.e 6 9,23 Sudah, ditunjang dengan adanya tempat praktik keterampilan 35.f 1 1,54 Sudah, bahan ajar diperoleh dari buku BSE dan buku penunjang lainnya 35.g 1 1,54 Sudah, dengan memanfaatkan lingkungan sekitar 35.h 10 15,38 Belum sepenuhnya 35.i 4 6,15 Sudah, melalui pelajaran SBK, praktikum IPA, dan ekstrakurikuler 35.j 4 6, Sudah, ada laporan kegiatan tegur sapa 36.a 1 1,54 Sudah, melalui pendidikan karakter 36.b 16 24,62 Sudah, melalui pembiasaan 5S 36.c 5 7,69 Sudah, melalui kegiatan praktek dan pembiasaan 36.d 9 13,85 Sudah 36.e 27 41,54 Sudah, bahan ajar diambil dari buku BSE dan buku penunjang 36.f 1 1,54 Sudah, sesuai dengan silabus 36.g 2 3,08 Tidak menjawab 36.h 2 3,08 Sudah, bahan ajar diambil dari buku budi pekerti 36.i 1 1,54 Sudah, melalui buku kegiatan keagamaan 36.j 1 1, Dilakukan pendampingan kepada ABK oleh guru kelas 37.a 16 24,62 Dilakukan pendampingan ABK oleh GPK 37.b 3 4,62 Tidak menjawab 37.c 2 3,08 ABK diberi tambahan waktu belajar 37.d 8 12,31 Diterapkan metode bervariasi dan tutor sebaya 37.e 8 12,31 Bagi ABK disesuaikan tingkat kesulitan materinya 37.f 10 15,38 Terhadap ABK diberikan bimbingan khusus 37.g 18 27, Menerapkan pendekatan CTL dan 38.a 5 7,69

86 70 kooperatif learning Pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik bahan ajar 38.b 2 3,08 Pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan anak 38.c 10 15,38 Menerapkan pendekatan PAKEM 38.d 9 13,85 Tidak menjawab 38.e 1 1,54 Memanfaatkan media pembelajaran 38.f 6 9,23 Menerapkan tutor sebaya 38.g 5 7,69 Menerapkan metode bervariasi 38.h 21 32,31 Penciptaan kondisi kelas yang menyenangkan 38.i 6 9, Mengkondisikan kelas sebelum memulai pelajaran 39.a 11 16,92 Menciptakan suasana yang menyenangkan 39.b 16 24,62 Menggunakan alat peraga dan melibatkan siswa 39.c 8 12,31 Mengelola kelas dengan maksimal 39.d 3 4,62 Melakukan kegiatan apersepsi dan menciptakan suasana yang menyenangkan 39.e 9 13,85 Membangun hubungan yang baik dengan siswa-siswa 39.f 2 3,08 Tidak menjawab 39.g 2 3,08 Menggunakan metode yang bervariasi 39.h 4 6,15 Menggunakan pembelajaran PAKEM 39.i 3 4,62 Menata tempat duduk siswa 39.j 2 3,08 Melibatkan siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran 39.k 5 7,69 40 CTL 40.a 6 9,23 CTL, problem solving, diskusi kelompok 40.b 1 1,54 CTL dan diskusi kelompok 40.c 1 1,54 CTL, karena pendekatan ini paling mudah diterima anak 40.d 2 3,08 Disesuaikan dengan ABK 40.d 3 4,62 Tutor sebaya 40.e 3 4,62 CTL, supaya anak mengalami sendiri yang telah mereka pelajari 40.f 5 7,69 Inkuiri-discovery, karena semua anak aktif 40.g 1 1,54 PAIKEM, karena anak lebih senang 40.h 5 7,69 Kooperarif, supaya anak saling 40.i 6 9,23

87 71 membantu Pendekatan individu dan kelompok 40.j 6 9,23 CTL, sebab layanan diberikan berdasarkan latar belakang anak 40.k 3 4,62 CTL, karena memberi kesempatan siswa berinteraksi dan percaya diri 40.l 5 7,69 Kooperatif learning, peer tutor, peer colaboration 40.m 1 1,54 Kerja kelompok, agar anak saling bertukar pikiran 40.n 3 4,62 Tutor sebaya, agar ABK dan non ABK dapat saling membantu 40.o 1 1,54 Pendekatan personal, agar guru bisa mengetahui daya tangkap anak 40.p 7 10,77 Humanis, karena ada perhatian, kasih sayang, dan penghargaan 40.q 6 9, Beda 41.a 1 1,54 Baik 41.b 3 4,62 Penataan ruang kelas untuk kerja kelompok 41.c 7 10,77 ABK ditempatkan di depan / di dekat guru 41.d 33 50,77 Sesuai dengan standar / secara klasikal 41.e 5 7,69 Penataan ruang kelas dibuat variatif (letak meja dan kursi) 41.f 10 15,38 Tempat duduk anak diubah sesuai dengan kebutuhan ABK 41.g 4 6,15 Tempat duduk anak diubah supaya tidak jenuh 41.h 2 3, Pencahayaan cukup, sudah sesuai 42.a 35 53,85 Pencahayaan cukup, berasal dari ventilasi, jendela, dan lampu 42.b 26 40,00 Cahaya dari arah kiri siswa 42.c 3 4,62 Cahaya kurang terang 42.d 1 1, Disesuaikan dengan kondisi anak, sehingga tidak mengganggu konsentrasi 43.a 7 10,77 Disesuaikan dengan kondisi anak untuk mendukung KBM 43.b 17 26,15 Digunakan untuk memajang hasil karya anak 43.c 20 30,77 Dirancang seperti ruang kelas reguler 43.d 2 3,08 Disesuaikan untuk mendukung KBM dan memajang karya anak 43.e 14 21,54 Dipasang hand grill 43.f 5 7,69

88 Dibuat plengsengan 44.a 32 49,23 Dibuat pegangan 44.b 5 7,69 Dibuat plengsengan dan pegangan 44.c 11 16,92 Lantai teras dibuat kasar dan dibuat plengsengan 44.d 2 3,08 Masih sama seperti sekolah reguler 44.e 12 18,46 Tidak menjawab 44.f 3 4, Ada, disimpan di lemari kelas masingmasing 45.a 16 24,62 Ada, disimpan di perpustakaan dan laboratorium 45.b 6 9,23 Tidak menjawab 45.c 3 4,62 Ada, disimpan di gudang 45.d 17 26,15 Ada 45.e 3 4,62 Ada, disimpan di perpustakaan dan lemari kelas 45.f 4 6,15 Disimpan di perpustakaan 45.g 6 9,23 Tidak ada 47.h 1 1,54 Ada, di lemari kelas dan kantor guru 47.i 1 1,54 Ada, disimpan di perpstakaan dan gudang 47.j 1 1,54 Ada, disimpan di ruang LRC 47.k 5 7,69 Ada, disimpan di laboratorium 47.l 2 3, Kelompok kecil 46.a 16 24,62 Kelompok besar 46.b 14 21,54 Kelompok besar dan kelompok kecil (sesuai bahan ajar) 46.c 18 27,68 Tidak membuat kelompok 46.d 5 7,69 Kelompok dibuat berdasarkan prestasi anak 46.e 2 3,08 Kelompok dibuat secara heterogen 46.f 1 1,54 Tidak menjawab 46.g 3 4,62 Dibuat kelompok untuk bermain sambil belajar 46.h 6 9, Ya, dalam membuat kelompok ABK dicampur dengan non ABK 47.a 17 26,15 Ya, dalam membuat kelompok kadang anak yang memilih kadang guru yang memilih 47.b 1 1,54 Tidak 47.c 5 7,69 Ya, dalam membuat kelompok anak pandai dan kurang pandai dicampur 47.d 7 10,77 Ya, tiap kelompok ditunjuk koordinatio 47.e 3 4,62

89 73 dan sekretaris Ya 47.f 1 1,54 Kadang-kadang 47.g 19 29,23 Ya, guru memantau jalannya diskusi masing-masing kelompok 47.h 7 10,77 Tidak menjawab 47.i 5 7, (+)Anak lebih mudah dalam mengerjakan tugas, (-)Membutuhkan banyak waktu 48.a 2 3,08 (+)Ada pengalaman berinteraksi dengan teman, (-)Membutuhkan banyak waktu 48.b 1 1,54 (+)Kelompok besar kurang efektif, (- )Kelompok kecil lebih efektif 48.c 1 1,54 (+)Ada pengalaman berinteraksi dengan teman, (-)Suasana kelas ramai 48.d 5 7,69 (+)Lebih efisien,(-)susah dikondisikan 48.e 11 16,92 (+)Anak merasa tidak dibedakan,(-)ada anak kurang beratisipasi 48.f 2 3,08 (+) Siswa dapat diawasi guru, (-)ABK kurang tertangani 48.g 18 27,69 (+) Terjadi interaksi antar anak,(-)abk cenderung pasif 48.h 3 4,62 Murid yang pandai dapat membimbing murid yang kurang o (+)Terjadi tutor sebaya, (-)Kadangkadang anak yang pandai kurang sabar 48.i 7 10,77 (+)Lebih efisien, (-)Ada anak yang kurang memahami materi 48.j 10 15,38 Tidak menjawab 48.k 5 7, (+)Lebih kondusif,(-) - 49.a 3 4,62 (+)Setiap anak dapat dipantau (-)Terlalu banyak kelompok 49.b 13 20,00 (+)Anak lebih aktif 49.c 1 1,54 (+)Pembelajaran menjadi efisien dan efektif, (-)Terjadi dominasi oleh anak pandai 49.d 12 18,46 (+)Pembelajaran menjadi efisien dan efektif, (-)Suasana gaduh 49.e 2 3,08 (+)Pembelajaran menjadi efisien dan efektif, (-)- 49.f 6 9,23 (+)Pembelajaran lebih efektif, (-)Butuh banyak waktu 49.g 11 16,92 (+)Setiap anak dapat dipantau 49.h 1 1,54 (+)Anak aktif, ABK mendapat perhatian 49.i 1 1,54

90 74 khusus, (-)- (+)Anak aktif, (-)Pengetahuan kurang mendalam 49.j 7 10,77 (+)Anak mempunyai banyak peluang untuk menyampaikan gagasan,(- )Gagasan kurang variatif 49.k 3 4,62 (+)Anak lebih serius dalam diskusi, (- )Guru sulit memantau semua kelompok 49.l 1 1,54 Tidak menjawab 49.m 4 6, Kelompok kecil 50.a 41 63,08 Kelompok besar 50.b 12 18,46 Sesuai materi yang harus dikerjakan 50.c 6 9,23 Tidak menjawab 50.d 6 9, Melalui tes hasil belajar 51.a 45 69,23 Melalui tes dan non tes 51.b 12 18,46 Tidak menjawab 51.c 8 12, Guru melakukan identifikasi berdasarkan evaluasi belajar 52.a 19 29,23 Guru melakukan identifikasi berdasarkan pengamatan terhadap perilaku anak 52.b 31 47,69 Guru melakukan identifikasi berdasarkan evaluasi belajar dan pengamatan 52.c 2 3,08 Kontribusi guru masih kurang 52.d 5 7,69 Tidak menjawab 52.e 8 12, Screening untuk menentukan ABK atau bukan. 53.a 2 3,08 Screening dan diagnosis, sesuai kemampuan guru 53.b 9 13,85 Diagnosis dan evaluasi pengajaran, dapat menilai kondisi anak 53.c 6 9,23 Evaluasi pengajaran 53.d 16 24,62 Penempatan program, sesuai kebutuhan ABK 53.e 3 4,62 Evaluasi program, karena hasil evaluasi digunakan perbaikan program berikutnya 53.f 7 10,77 Screening, diagnosis, dan evaluasi pengajaran, sesuai dengan kemampuan guru 53.g 1 1,54 Tidak menjawab 53.h 21 32, Screening dilakukan oleh PUSKESMAS 54.a 2 3,08 Screening dan diagnosis 54.b 3 4,62 Membandingkan hasil evaluasi pembelajaran, membandingkan hasil pengamatan perilaku 54.c 2 3,08

91 75 Membandingkan hasil evaluasi pembelajaran 54.d 22 33,85 Membandingkan hasil pengamatan 54.e 27 41,54 Membandingkan hasil evaluasi program 54.f 4 6,15 Tidak menjawab 54.g 5 7, Menyajikan data tentang anak yang akan diasesmen 55.a 55 84,62 Sebagai pelaksana asesmen awal 55.b 9 13,85 Tidak menjawab 55.c 1 1, Ya 56.a 62 95,38 Tidak 56.b 2 3,08 tidak menjawab 56.c 1 1, Untuk mengidentifikasi adanya ABK 57.a 40 61,54 Untuk penyesuaian layanan 57.b 23 35,38 Tidak menjawab 57.c 2 3, Melihat hasil belajar dikaitkan dengan hasil pengamatan terhadap anak 58.a 25 38,46 Bekerjasama dengan PUSKESMAS 58.b 13 20,00 Bekerjasama dengan SLB 58.c 23 35,38 Dilaksanakan sekali di awal tahun 58.d 2 3,08 Tidak menjawab 58.e 2 3, Satu kali 59.a 42 64,62 Dua kali 59.b 5 7,69 Tiga kali 59.c 6 9,23 Tidak tentu, jika ada tanda-tanda ABK 59.d 9 13,85 Tidak menjawab 59.e 3 4, Ya 60.a 50 76,92 Tidak 60.b 6 9,23 Ya, dari SLB 60.c 7 10,77 Tidak menjawab 60.d 2 3, Diskusi dan konsultasi dengan GPK 61.a 5 7,69 Analisis hasil pengamatan pada saat-saat awal proses pembelajaran 61.b 37 56,92 Kerjasama dengan ahli 61.c 12 18,46 Dilakukan oleh petugas dari PUSKESMAS 61.d 6 9,23 Tidak menjawab 61.e 5 7, Sebagai pertimbangan menentukan bentuk layanan 62.a 41 63,08 Untuk memastikan adanya ABK 62.b 18 27,69 Tidak menjawab 62.c 6 9, Sekolah memberitahu ke orang tua 63.a 5 7,69

92 76 Sekolah mengusahakan media pembelajaran bagi ABK 63.b 5 7,69 Sekolah menyusun program layanan terhadap ABK 63.c 51 78,46 Tidak menjawab 63.d 4 6, Disampaikan secara lisan 64.a 48 73,85 Disampaikan secara lisan dan tertulis 64.b 13 20,00 Tidak menjawab 64.c 4 6, Ya, ada program klasikal ada program individu 65.a 8 12,31 Tidak melakukan penempatan program 65.b 29 44,62 Ya, di ruang perpustakaan 65.c 8 12,31 Ya 65.d 5 7,69 Ya, di ruang kelas 65.e 11 16,92 Tidak menjawab 65.f 4 6, Kadang-kadang di kelas umum, kadangkadang di ruang khusus 66.a 9 13,85 Diberi tambahan jam untuk bimbingan khusus 66.b 2 3,08 Bersama-sama anak reguler tetapi didampingi GPK 66.c 4 6,15 Bersama-sama anak reguler 66.d 27 41,54 Bersama-sama anak reguler tetapi dilayani khusus 66.e 9 13,85 Tidak menjawab 66.f 14 21, Tidak ada bantuan 67.a 24 36,92 Tenaga ahli menjadi konsultan 67.b 16 24,62 Tenaga ahli menjadi pendamping ABK 67.c 18 27,69 Tidak menjawab 67.d 7 10, Tidak 68.a 41 63,08 Ya, indikator untuk ABK dibedakan 68.b 17 26,15 Tidak, ABK yang ada tergolong ringan 68.c 4 6,15 Ya 68.d 3 4, Kurikulum reguler, materi untuk ABK disesuaikan 69.a 28 43,08 Disamakan dengan kurikulum untuk anak reguler 69.b 32 49,23 Tidak menjawab 69.c 5 7, Mengubah prosedur 70.a 32 49,23 Melanjutkan prosedur 70.b 27 41,54 Tidak menjawab 70.c 6 9, Dilakukan tindakan perbaikan dan pengayaan 71.a 35 53,85

93 77 Dilakukan bimbingan pribadi 71.b 6 9,23 Perbaikan pendekatan mengajar 71.c 19 29,23 Tidak menjawab 71.d 5 7, Pernah 72.a 37 56,92 Belum 72.b 13 20,00 Pernah, disesuaikan dengan kebutuhan anak 72.c 5 7,69 Belum, hanya memberikan perhatian lebih pada ABK 72.d 5 7,69 Tidak menjawab 72.e 5 7, Mengubah metode atau pendekatannya 73.a 25 38,46 Anak non ABK belajar mandiri, anak ABK dibimbing secara individu 73.b 10 15,38 Belum pernah 73.c 17 26,15 Tergantung kondisi dan kebutuhan anak 73.d 9 13,85 Dengan memberikan materi yang lebih mudah sehingga KKM tercapai 73.e 4 6, Dilakukan evaluasi program 74.a 48 73,85 Tidak dilakukan evaluasi program 74.b 13 20,00 Kadang-kadang melakukan 74.c 4 6, Modifikasi program 75.a 5 7,69 Menentukan indikator khusus bagi ABK 75.b 9 13,85 Modifikasi program, tetapi belum berkesinambungan untuk seluruh jenjang 75.c 6 9,23 Program dibuat sama untuk semua anak 75.d 8 12,31 Membandingkan capaian prestasi belajar anak 75.e 15 23,08 Belum melakukan 75.f 22 33, Ya 76.a 42 64,62 Tidak 76.b 21 32,31 Sesuai dengan kebutuhan 76.c 2 3, Materi menyesuaikan kemampuan ABK tetapi harus tuntas 77.a 50 76,92 Pelayanan terhadap ABK dan non ABK sama 77.b 4 6,15 Tidak menetapkan target evaluasi program 77.c 11 16, Sudah 78.a 14 21,54 Belum 78.b 18 27,69 Sudah, disesuaikan dengan materi pelajaran 78.c 27 41,54 Sudah, tetapi baru sebagian 78.d 6 9, ,00

94 Sudah, siswa lebih aktif dan capaian nilai meningkat 79.a 32 49,23 Sudah, penggunaannya disesuaikan dengan kondisi anak 79.b 3 4,62 Sudah 79.c 4 6,15 Sudah, tetapi hasilnya belum maksimal 79.d 17 26,15 Belum 79.e 9 13, Media yang dipakai bukan buatan sendiri 80.a 24 36,92 Media ada yang buatan sendiri, ada yang bukan buatan sendiri 80.b 34 52,31 Membuat sendiri sesuai dengan materi pelajaran 80.c 7 10, Sudah, hasil pembelajaran meningkat 81.a 43 66,15 Sudah, tetapi hasilnya belum optimal 81.b 6 9,23 Sudah 81.c 8 12,31 Belum 81.d 8 12, Ada, disesuaikan dengan materi pelajaran 82.a 53 81,54 Ada 82.b 1 1,54 Tidak ada 82.c 11 16, Sudah 83.a 20 30,77 Belum 83.b 45 69, Potensi anak, kompleksitas pelajaran, dan daya dukung 84.a 28 43,08 Capaian hasil evaluasi sebelumnya 84.b 33 50,77 Tidak menjawab 84.c 4 6, Menentukan nilai rata-rata berdasarkan potensi anak, kompleksitas pelajaran, dan daya dukung 85.a 28 43,08 Menentukan perkiraan capaian nilai ratarata berdasarkan hasil evaluasi sebelumnya 85.b 33 50,77 Tidak menjawab 85.c 4 6, KKM tidak beda, karena ABK tergolong ringan 86.a 4 6,15 KKM tidak beda 86.b 43 66,15 KKM tidak beda, tetapi kedalaman materinya berbeda 86.c 13 20,00 KKM ada perbedaan 86.d 5 7, Tidak 87.a 60 92,31 Ada, disesuaikan dengan kemampuan anak 87.b 5 7, Menjadi dasar dalam membuat soal 88.a 50 76,92

95 79 Agar hasil evaluasi dapat maksimal 88.b 12 18,46 Tidak menjawab 88.c 3 4, Memetakan kedalaman dan keluasan materi 89.a 45 69,23 Mempertimbangkan kemampuan anak, khususnya ABK 89.b 3 4,62 Mempertimbangkan hasil evaluasi sebelumnya 89.c 12 18,46 Tidak menjawab 89.d 5 7, Ada 90.a 24 36,92 Ada, disesuaikan dengan kemampuan anak 90.b 15 23,08 Ada, mempertimbangkan alokasi waktu dan keluasan materi 90.c 5 7,69 Tidak 90.d 21 32, Tes dan non tes 91.a 35 53,85 Tes 91.b 25 38,46 Tidak menjawab 91.c 5 7, Penilaian untuk semua anak 92.a 41 63,08 Ada perbedaan, penilaian untuk ABK dan non ABK 92.b 19 29,23 Tidak menjawab 92.c 5 7, Mengukur tingkat penguasaan materi oleh anak 93.a 48 73,85 Mengukur tingkat penguasaan materi oleh anak dan menjadi dasar program tindak lanjut 93.b 11 16,92 Tidak menjawab 93.c 6 9, Akhir penyampaian materi 94.a 39 60,00 Akhir penyampaian materi, tengah semester, akhir semester 94.b 9 13,85 Sesuai program yang dibuat 94.c 10 15,38 Tidak menjawab 94.d 7 10, Melakukan perbaikan dan pengayaan 95.a 51 78,46 Menganalisis hasil evaluasi 95.b 9 13,85 Tidak menjawab 95.c 5 7, Guru 96.a 8 12,31 Guru dan siswa 96.b 14 21,54 Guru, siswa, dan orang tua 96.c 6 9,23 Guru, siswa, dan kepala sekolah 96.d 9 13,85 Guru dan kepala sekolah 96.e 5 7,69 Guru, kepala sekolah, anak, dan orang tua 96.f 6 9,23

96 80 Guru dan orang tua 96.g 10 15,38 Tidak menjawab 96.h 7 10, Mengawasi dan membimbing belajar anak di rumah 97.a 43 66,15 Memberi masukan yang berkaitan dengan program evaluasi 97.b 14 21,54 Tidak menjawab 97.c 8 12, Untuk mengetahui tingkat kemampuan ABK 98.a 35 53,85 Untuk mengetahui tingkat kemampuan sebagai dasar menentukan layanan bagi ABK 98.b 24 36,92 Tidak menjawab 98.c 6 9, Dengan evaluasi dapat diketahui tingkat penguasaan materi oleh anak 99.a 28 43,08 Dengan evaluasi dapat ditentukan bentuk layanan selanjutnya 99.b 24 36,92 Dengan evaluasi dapat diketahui tingkat penguasaan materi oleh anak dan tindaklanjutnya 99.c 8 12,31 Tidak menjawab 99.d 5 7, Dilakukan bersama-sama non ABK 100.a 19 29,23 Soal tes dibuat lebih mudah 100.b 28 43,08 Dengan menggunakan tes 100.c 6 9,23 Dilakukan bersama-sama non ABK dengan pendampingan 100.d 6 9,23 Tidak menjawab 100.e 6 9,23 Pada tabel 4.1 dijelaskan bahwa indikator tentang penerimaan semua tipe anak berkebutuhan khusus dijelaskan pada soal nomor 1 sampai 5 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (1) syarat penerimaan siswa baru berdasarkan usia, responden yang menjawab demikian ada 29 atau 44,62%, (2) seleksi penerimaan siswa baru berdasarkan rangking usia. Responden yang menjawab demikian ada 42 atau 64,62%, (3) seleksi penerimaan siswa baru berdasarkan rangking usia. Responden yang menjawab demikian ada 63 atau 96,92%, (4) semua tipe anak berkebutuhan khusus dapat diterima. Responden yang menjawab demikian ada 36

97 81 atau 55,38%, (5) kriteria anak berkebutuhan khusus yang diterima adalah masih mampu dididik dan dilatih. Responden yang menjawab demikian ada 24 atau 36,92%. Indikator tentang pengukuran sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah dijelaskan pada soal nomor 6 hingga 8 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (6) mendatangkan GPK dari SLB untuk mencukupi sumber daya pendidik. Responden yang menjawab demikian ada 28 atau 43,08%, (7) tidak ada proses seleksi untuk sumber daya pendidik. Responden yang menjawab demikian ada 62 atau 95,38%, (8) tidak ada kualifikasi khusus untuk sumber daya pendidik. Responden yang menjawab demikian ada 25 atau 38,46%. Indikator tentang persiapan sarana dan prasarana dijelaskan pada soal nomor 9 sampai 11 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (9) sekolah memfasilitasi semua siswa dengan menyesuaikan kebutuhan siswa. Responden yang menjawab demikian ada 23 atau 35,38%, (10) sarana prasarana yang disediakan ada gedung sekolah, perpustakaan, kantin, UKS, mushola, WC, plengsengan, dan pegangan Responden yang menjawab demikian ada 21 atau 32,31%, (11) semua tipe anak berkebutuhan khusus mendapatkan fasilitas yang sama. Responden yang menjawab demikian ada 37 atau 56,92%. Indikator perencanaan sumber daya biaya dijelaskan pada soal nomor 12 sampai 15 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (12) sumber daya biaya yang didapat di sekolah berasal dari BOS pusat, BOS provinsi, BOS kabupaten. Responden yang menjawab demikian ada 27 atau 41,54%, (13) pengelolaan

98 82 sumber daya biaya biaya sesuai dengan petunjuk teknis. Responden yang menjawab demikian ada 25 atau 38,46%, (14) tidak ada keterlibatan wali siswa dalam sumber daya biaya di sekolah. Responden yang menjawab demikian ada 47 atau 72,31%, (15) tidak ada keterlibatan pihak lain dalam pengelolaan sumber daya biaya. Responden yang menjawab demikian ada 35 atau 53,85%. Pada aspek kedua, indikator tentang mengindentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus dijelaskan pada soal nomor 16 sampai 19 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (16) cara guru mengenali hambatan-hambatan anak adalah dengan mengidentifikasi melalui pengamatan dan mempelajari tingkah laku. Responden yang menjawab demikian ada 24 atau 36,92%, (17) cara guru di sekolah dalam melaksanakan identifikasi berdasarkan gejala-gejala yang nampak pada anak adalah melalui pengamatan perilaku dan wawancara dengan anak. Responden yang menjawab demikian ada 22 atau 33,85%, (18) hasil identifikasi dijadikan dasar untuk menentukan layanan kepada siswa. Responden yang menjawab demikian ada 43 atau 66,15%, (19) para guru di sekolah sudah menyadari benar akan tujuan dari melaksanakan identifikasi bagi anak-anak dengan memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan anak. Responden yang menjawab demikian ada 19 atau 29,23%. Pada aspek ketiga, indikator tentang penyusunan kurikulum dijelaskan pada soal nomor 20 sampai 29 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (20) sekolah sudah memiliki tim pengembang kurikulum. Responden yang menjawab demikian ada 22 atau 33,85%, (21) kurikulum yang ditetapkan di sekolah adalah KTSP. Responden yang menjawab demikian ada 45 atau 69,23%, (22) guru-guru seudah

99 83 memahami prinsip pendidikan inklusi. Responden yang menjawab demikian ada 45 atau 69,23%, (23) kurikulum yang sudah ada atau yang sudah dibuat sudah sesuai dengan tingkat, perkembangan, dan karakteristik anak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 30 atau 46,15%, (24) kurikulum di sekolah sudah memenuhi empat komponen utama (tujuan, isi/materi, proses, evaluasi). Responden yang menjawab demikian ada 48 atau 73,85%, (25) penyusunan atau memodifikasi kurikulum sekolah belum memperhatikan pemberian program khusus bagi anak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 26 atau 40,00%, (26) kurikulum yang ada di sekolah sudah memiliki sistem pembelajaran yang fleksibel disesuaikan dengan kemampuan anak. Responden yang menjawab demikian ada 25 atau 38,46%, (27) guru-guru sudah merancang sistem pembelajaran yang kreatif dan aktif dengan berdasarkan kurikulum yang sudah ada. Contoh rancangan sistem pembelajaran yang kreatif dan aktif adalah dengan menerapkan metode-metode yang membuat anak aktif dan kreatif yang. Responden yang menjawab demikian ada 18 atau 27,69%, (28) sistem penyusunan atau memodifikasi kurikulum di sekolah belum mempertimbangkan keragaman anak dari keberagaman latar belakang. Responden yang menjawab demikian ada 26 atau 40,00%, (29) sistem penyusunan atau memodifikasi kurikulum di sekolah belum mengakomodasi keragaman anak dari keberagaman kemampuan anak. Responden yang menjawab demikian ada 33 atau 50,77%. Pada aspek keempat, indikator tentang penyusunan perencanaan pembelajaran bagi siswa dijelaskan pada soal nomor 30 sampai 33 dengan hasil

100 84 terbanyak sebagai berikut: (30) penyusunan pembelajaran di sekolah sudah sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 30 atau 46,16%, (31) proses penyusunan perencanaan pembelajaran bagi siswa dibuat menyesuaikan kemampuan belajar anak. Responden yang menjawab demikian ada 22 atau 33,85%, (32) pembelajaran sudah berpusat pada siswa. Responden yang menjawab demikian ada 56 atau 86,16%, (33) penyusunan rencana pembelajaran dibedakan dengan cara indikator untuk anak berkebutuhan khusus disesuaikan dengan anak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 25 atau 38,46%. Indikator tentang penentuan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap dijelaskan pada soal nomor 34 sampai 38 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (34) bahan ajar di sekolah sudah memenuhi aspek pengetahuan, tanpa adanya penjelasan. Responden yang menjawab demikian ada 25 atau 38,46%, (35) bahan ajar di sekolah sudah memenuhi aspek keterampilan, tanpa adanya penjelasan. Responden yang menjawab demikian ada 32 atau 49,23%, (36) bahan ajar di sekolah sudah memenuhi aspek sikap, bahan ajar diambil dari buku BSE. Responden yang menjawab demikian ada 27 atau 41,54%, (37) cara guru menghadapi perbedaan kondisi anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan khusus dalam menangkap materi pelajaran adalah dengan memberikan bimbingan khusus terhadap anak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 18 atau 27,69%, (38) strategi yang digunakan guru agar anak dapat mengikuti dan menangkap materi pembelajaran

101 85 yang disampaikan oleh guru adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi. Responden yang menjawab demikian ada 21 atau 32,31%. Pada aspek kelima, indikator tentang pengelolaan kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar dijelaskan pada soal nomor 39 sampai 45 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (39) guru menciptakan suasana yang menyenangkan untuk menyiapkan suasana belajar yang efektif dan kondusif. Responden yang menjawab demikian ada 16 atau 24,62%, (40) pendekatan yang digunakan guru agar anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan khusus dapat menangkap materi pelajaran dengan baik adalah dengan pendekatan personal. Alasan guru menggunakan pendekatan personal agar guru bisa mengetahui daya tangkap anak. Responden yang menjawab demikian ada 7 atau 10,77%, (41) penataan ruang kelas pada kelas inklusi adalah dengan menempatkan anak berkebutuhan khusus di bagian depan atau dekat dengan guru. Responden yang menjawab demikian ada 33 atau 50,77%, (42) penataan pencahayaan pada ruang kelas sudah cukup dan sesuai. Responden yang menjawab demikian ada 35 atau 53,85%, (43) desain dinding kelas di sekolah digunakan untuk memajang hasil karya anak. Responden yang menjawab demikian ada 20 atau 30,77%, (44) sekolah mengatur lantai untuk mobilitas anak terutama bagi anak yang menggunakan alat bantu jalan adalah dengan membuat plengsengan. Responden yang menjawab demikian ada 32 atau 49,23%, (45) sekolah mempunyai tempat penyimpanan sendiri unutk media pembelajaran. Media pembelajaran disimpan di gudang. Responden yang menjawab demikian ada 17 atau 26,15%.

102 86 Indikator tentang pengarahan pengelompokkan anak untuk pengajaran di ruang kelas dijelaskan pada soal nomor 46 sampai 50 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (46) jenis pengaturan kelompok yang digunakan guru dalam mengajar adalah kelompok besar dan kelompok kecil sesuai dengan bahan ajar yang diajarkan. Responden yang menjawab demikian ada 18 atau 27,69%, (47) pembagian anak ke dalam kelompok selama kegiatan pembelajaran hanya dilakukan kadang-kadang oleh guru. responden yang menjawab demikian ada 19 atau 29,23%, (48) keuntungan anak bekerja dalam kelompok besar adalah guru dapat mengawasi kelompok dengan mudah, sedangkan kekurangan anak bekerja daam kelompok besar adalah anak berkebutuhan khusus kurang tertangani. Responden yang menjawab demikian ada 18 atau 27,69%, (49) keuntungan anak bekerja dalan kelompok kecil adalah setiap anak dapat dipantau, sedangkan kekurangan anak bekerja dalam kelompok kecil adalah terlalu banyak jumlah kelompok. Responden yang menjawab demikian ada 13 atau 20,00%, (50) yang lebih efisien antara kelompok besar dan kelompok kecil dalam pengajaran adalah kelompok kecil. Responden yang menjawab demikian ada 41 atau 63,08%. Pada aspek keenam, indikator tentang upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan dijelaskan pada soal nomor 51 sampai 55 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (51) upaya pengumpulan informasi yang dilakukan sekolah untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan yang diperlukan adalah dengan tes hasil belajar. Responden yang menjawab demikian ada 45 atau 69,23%, (52) kontribusi guru dalam proses asesmen pada pengambilan keputusan yag berkenaan dengan anak-anak

103 87 berkebutuhan khusus adalah dengan melakukan identifikasi berdasarkan pengamatan terhadap perilaku anak. Responden yang menjawab demikian ada 31 atau 47,69%, (53) guru-guru tidak menggunakan alat ukur untuk membantu proses pengambilan keputusan yang berkenaan dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 21 atau 32,31%, (54) cara guru untuk mengidentifikasi adanya kondisi disabilitas adalah dengan membandingkan hasil pengamatan perilaku anak. Responden yang menjawab demikian ada 27 atau 41,54%, (55) peran guru dalam melaksanakan asesmen terhadap kebutuhan khusus anak adalah dengan menyajikan data tentang anak yang akan diasesmen. Responden yang menjawab demikian ada 55 atau 84,62%. Indikator tentang melakukan penyaringan atau screening dijelaskan pada soal nomor 56 sampai 60 dengan hasil terbanyak adalah sebagai berikut: (56) dilakukan tes penyaringan atau tes screening untuk mengetahui anak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 62 atau 95,38%, (57) tes screning dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi adanya anak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 40 atau 61,54%, (58) proses tes screening yang dilakukan oleh sekolah ini adalah dengan melihat hasil belajar dikaitkan dengan hasil pengamatan terhadap anak. Responden yang menjawab demikian ada 25 atau 38,46%, (59) sekolah melakukan tes screening satu kali dalam satu tahun pelajaran. Responden yang menjawab demikian ada 42 atau 64,62%, (60) ketika melaksanakan tes screening peserta didik didampingi oleh tenaga profesional. Responden yang menjawab demikian ada 50 atau 76,92%.

104 88 Indikator tentang melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus dijelaskan pada soal nomor 61 sampai 64 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (61) proses diagnosis yang dilakukan sekolah adalah dengan menganalisis hasil pengamatan pada saat-saat awal proses pembelajaran. Responden yang menjawab demikian ada 37 atau 56,92%, (62) sekolah perlu melakukan tes diagnosis karena tes tersebut sebagai pertimbangan menentukan bentuk layanan kepada anak berkebutuhan khusus. Responden yang emnjawab demikian ada 41 atau 63,08%, (63) tindakan selanjutnya setelah dilaksanakan tes diagnosis adalah menyusun program layanan terhadap anak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 51 atau 78,46%, (64) penyampaian hasil diagnosis pada orang tua anak didik disampaikan secara lisan. Responden yang menjawab demikian ada 48 atau 73,85%. Indikator tentang penempatan program pada anak berkebutuhan khusus dijelaskan pada soal nomor 65 sampai 67 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (65) sekolah tidak melakukan penempatan program. Responden yang menjawab demikian ada 29 atau 44,62%, (66) sistem penempatan program untuk anak berkebutuhan khusus hanya ditempatkan bersama-sama dengan anak tidak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 27 atau 41,54%, (67) tidak ada bantuan dari tenaga ahli dalam sistem penempatan program. Responden yang menjawab ada 24 atau 36,92%. Indikator tentang penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran anak dijelaskan pada soal nomor 68 dan 69 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (68) tidak ada perbedaan penempatan kurikulum yang dilaksanankan di sekolah

105 89 bagi anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 41 atau 63,08%, (69) penempatan kurikulum yang digunakan untuk anak berkebutuhan khusus disamakan dengan kurikulum untuk anak tidak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 32 atau 49,23%. Indikator tentang melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus dijelaskan pada soal nomor 70 sampai 73 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (70) evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus adalah dengan mengubah prosedur pengajaran. Responden yang menjawab demikian ada 32 atau 49,23%, (71) guru-guru menindaklanjuti hasil evaluasi adalah dengan melakukan tindakan perbaikan dan pengayaan. Responden yang menjawab demikian ada 35 atau 53,85%, (72)guru-guru pernah mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada anak. Responden yang menjawab demikian ada 37 atau 56,92%, (73) guru-guru mengubah prosedur pengajaran dengan cara mengubah metode atau pendekannya. Responden yang menjawab demikian ada 25 atau 38,46%. Indikator tentang melakukan evaluasi program pada anak kebutuhan khusus dijelaskan pada soal nomor 74 sampai 77 dengan hasil terbanyak sebagai berikt: (74) sekolah sudah melakukan evaluasi program. Responden yang menjawab demikian ada 48 atau 73,85%, (75) guru belum melakukan evaluasi program. Responden yang menjawab demikian ada 22 atau 33,85%, (76) guru menerapkan target atau patokan tersendiri untuk evaluasi program. Responden yang menjawab demikian ada 42 atau 64,62%, (77) target atau patokan yang diterapkan terkait dengan evaluasi program adalah materi menyesuaikan kemampuan anak

106 90 berkebutuhan khusus dan harus tuntas. Responden yang menjawab demikian ada 50 atau 76,92% Pada aspek ketujuh, indikator tentang pemahaman pentingnya media pembelajaran adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran dijelaskan pada soal nomor 78 sampai 83 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (78) media pembelajaran di sekolah sudah disusun/dirancang berdasarkan kebutuhan anak dan materi pelajaran. Responden yang menjawab demikian ada 27 atau 41,54%, (79) penggunaan media di sekolah sudah membantu seluruh anak dalam memahami materi dengan hasil anak lebih aktif dan capaian nilai meningkat. Responden yang menjawab demikian ada 32 atau 49,23%, (80) pembuatan media pembelajaran di sekolah ada yang buatan sendiri ada yang bukan buatan sendiri. Responden yang menjawab demikian ada 34 atau 52,31%, (81) penggunaan media pembelajaran di sekolah sudah menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran. Hasil pembelajaran semakin meningkat. responden yang menjawab demikian ada 43 atau 66,15%, (82) ada proses pemilihan media pembelajaran di sekolah, disesuaikan dengan materi pelajaran. Responden yang menjawab demikian ada 53 atau 81,54%, (83) sekolah belum menyediakan/membuat media pembelajaran secara maksimal. Responden yang menjawab demikian ada 45 atau 69,23%. Pada aspek kedelapan, indikator tentang penentuan KKM dijelaskan pada soal nomor 84 sampai 87 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (84) dasar atau patokan yang digunakan untuk menetapkan KKM adalah capaian hasil evaluasi sebelumnya. Responden yang menjawab demikian ada 33 atau 50,77%, (85) cara

107 91 menetapkan KKM di sekolah adalah dengan menentukan perkiraan capaian nilai rata-rata berdasarkan hasil evaluasi sebelumnya. Responden yang menjawab demikian ada 33 atau 50,77%, (86) tidak ada perbedaan KKM antara anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 43 atau 66,15%, (87) tidak ada perbedaan KKM. Responden yang menjawab demikian ada 60 atau 92,31%. Indikator tentang menjelaskan karakteristik evaluasi dijelaskan soal nomor 88 sampai 92 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (88) mengidentifikasi aspekaspek yang akan dievaluasi perlu karena menjadi dasar dalam membuat soal. Responden yang menjawab demikian ada 50 atau 76,92%, (89) cara guru mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi adalah dengan memetakan kedalaman dan keluasan materi. Responden yang menjawab demikian ada 45 atau 69,23%, (90) ada pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam mengevaluasi pembelajaran. Responden yang menjawab demikian ada 24 atau 36,92%, (91) teknik yang digunakan untuk melakukan penilaian pembelajaran di sekolah ini adalah tes dan non tes. Responden yang menjawab demikian ada 35 atau 53,85%, (92) penilaian yang telah dilakukan berlaku untuk semua anak dan tidak ada perbedaan antara anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 41 atau 63,08%. Indikator tentang menunjukkan kegiatan evaluasi dijelaskan pada soal nomor 93 sampai 100 dengan hasil terbanyak sebagai berikut: (93) kegiatan evaluasi dilaksanakan untuk mengukur tingkat penguasaan materi oleh anak. Responden yang menjawab demikian ada 48 atau 73,85%, (94) guru melaksanakan kegiatan

108 92 evaluasi pada saat akhir penyampaian materi pelajaran. Responden yang menjawab demikian ada 39 atau 60,00%, (95) tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh guru setelah mengetahui hasil dari kegiatan evaluasi adalah melakukan perbaikan dan pengayaan. Responden yang menjawab demikian ada 51 atau 78,46%, (96) guru dan siswa yang berperan dalam kegiatan evaluasi. Responden yang menjawab demikian ada 14 atau 21,54%, (97) peran orangtua dalam kegiatan evaluasi adalah mengawasi dan membimbing belajar anak di rumah. Responden yang menjawab demikian ada 43 atau 66,15%, (98) manfaat kegiatan evaluasi bagi anak berkebutuhan khusus adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan anak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 35 atau 53,85%, (99) kegiatan evaluasi dapat bermanfaat bagi anak berkebutuhan khusus karena dengan evaluasi dapat diketahui tingkat penguasaan materi oleh anak. Responden yang menjawab demikian ada 28 atau 43,08%, (100) guru-guru melaksanakan kegiatan evaluasi bagi anak berkebutuhan khusus dengan cara soal tes dibuat lebih mudah daripada anak tidak berkebutuhan khusus. Responden yang menjawab demikian ada 28 atau 43,08%.

109 93 D. Pembahasan 1. Kesesuaian Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo dengan Prinsip Sekolah Inklusi Semua sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo telah menerapkan prinsip-prinsip sekolah inklusi. Penerapan prinsip-prinsip sekolah inklusi oleh sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo seperti tersebut dalam tabel berikut ini. Tabel 4.2 Prinsip-prinsip Sekolah Inklusi yang Terlaksana di Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo No. Sekolah Prinsip yang Muncul Kesimpulan 1. A Menerima peserta didik baru dengan mengakomodasikan semua anak. Melakukan identifikasi peserta didik. Dari 8 prinsipprinsip sekolah inklusi yang muncul ada 8 prinsip. Mengembangkan kurikulum fleksibel. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Menata kelas menjadi ramah anak. Melaksanakan asesmen. Mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. Melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran. 2. B Menerima peserta didik baru dengan mengakomodasikan semua anak. Melakukan identifikasi peserta Dari 8 prinsipprinsip sekolah inklusi yang muncul ada 7

110 94 didik. prinsip. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Menata kelas menjadi ramah anak. Melaksanakan asesmen. Mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. Melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran. 3. C Menerima peserta didik baru dengan mengakomodasikan semua anak. Melakukan identifikasi peserta didik. Dari 8 prinsipprinsip sekolah inklusi yang muncul ada 8 prinsip. Mengembangkan kurikulum fleksibel. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Menata kelas menjadi ramah anak. Melaksanakan asesmen. Mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. Melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran. 4. D Menerima peserta didik baru dengan mengakomodasikan semua anak. Melakukan identifikasi peserta didik. Dari 8 prinsipprinsip sekolah inklusi yang muncul ada 7 prinsip. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Menata kelas menjadi ramah anak.

111 95 Melaksanakan asesmen. Mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. Melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran. 5. E Menerima peserta didik baru dengan mengakomodasikan semua anak. Melakukan identifikasi peserta didik. Dari 8 prinsipprinsip sekolah inklusi yang muncul ada 8 prinsip. Mengembangkan kurikulum fleksibel. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Menata kelas menjadi ramah anak. Melaksanakan asesmen. Mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. Melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran. 6. F Menerima peserta didik baru dengan mengakomodasikan semua anak. Melakukan identifikasi peserta didik. Dari 8 prinsipprinsip sekolah inklusi yang muncul ada 7 prinsip. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Menata kelas menjadi ramah anak. Melaksanakan asesmen. Mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. Melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran.

112 96 7. G Menerima peserta didik baru dengan mengakomodasikan semua anak. Melakukan identifikasi peserta didik. Dari 8 prinsipprinsip sekolah inklusi yang muncul ada 8 prinsip. Mengembangkan kurikulum fleksibel. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Menata kelas menjadi ramah anak. Melaksanakan asesmen. Mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. Melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran. 8. H Melakukan identifikasi peserta didik. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Menata kelas menjadi ramah anak. Dari 8 prinsipprinsip sekolah inklusi yang muncul ada 6 prinsip. Melaksanakan asesmen. Mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. Melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran. 9. I Menerima peserta didik baru dengan mengakomodasikan semua anak. Melakukan identifikasi peserta didik. Dari 8 prinsipprinsip sekolah inklusi yang muncul ada 8 prinsip. Mengembangkan kurikulum fleksibel. Merancang bahan ajar dan kegiatan

113 97 pembelajaran yang ramah anak. Menata kelas menjadi ramah anak. Melaksanakan asesmen. Mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. Melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran. 10. J Menerima peserta didik baru dengan mengakomodasikan semua anak. Melakukan identifikasi peserta didik. Dari 8 prinsipprinsip sekolah inklusi yang muncul ada 8 prinsip. Mengembangkan kurikulum fleksibel. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Menata kelas menjadi ramah anak. Melaksanakan asesmen. Mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. Melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran. 11. K Menerima peserta didik baru dengan mengakomodasikan semua anak. Melakukan identifikasi peserta didik. Dari 8 prinsipprinsip sekolah inklusi yang muncul ada 8 prinsip. Menggunakan kurikulum fleksibel. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Menata kelas menjadi ramah anak. Melaksanakan asesmen.

114 98 Mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. Melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran. Menurut tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa ada 7 sekolah yang memenuhi 8 prinsip sekolah inklusi atau sebesar 63,63%, 3 sekolah hanya memenuhi 7 prinsip 27,27%, dan 1 sekolah hanya memenuhi 6 prinsip atau 9,09%. Prinsip pendidikan inklusi yang belum dilaksanakan oleh sekolah seperti yang tercantum pada tabel di atas tidak berarti belum dilaksanakan sama sekali, tetapi baru dilaksanakan sebagian. Berdasarkan data tersebut di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat diterima karena sudah lebih dari 50% sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo menerapkan prinsip-prinsip sekolah inklusi. 2. Proses Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Kulon Progo Semua sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo dalam penerimaan peserta didik baru hanya mempertimbangkan usia anak sebagai syarat utama, namun hanya anak berkebutuhan khusus yang masih bisa dididik dan dilatih saja yang dapat diterima. Pada prinsipnya tidak dilakukan seleksi, tetapi apabila jumlah pendaftar melebihi kuota dilakukan seleksi usia. Seleksi usia dilakukan dengan cara memberi prioritas kepada anak yang usianya lebih tua. Sesuai dengan ketentuan penerimaan peserta didik baru dari pemerintah Kabupaten Kulon Progo kuota

115 99 untuk setiap rombongan belajar adalah 28 anak ditambah maksimum 4 anak berkebutuhan khusus. Apabila dalam penerimaan peserta didik baru terdapat anak berkebutuhan khusus maka sekolah mendatangkan Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai solusi untuk memberikan layanan kepada anak berkebutuhan khusus. GPK bertugas mendampingi anak berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran dan memberikan saran kepada guru kelas dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Hal itu dilakukan karena guru kelas tidak dipersiapkan sebagai guru anak berkebutuhan khusus melalui seleksi. Keberadaan anak berkebutuhan khusus diketahui berdasarkan kegiatan identifikasi (Kustawan 2013: 94). Sarana dan prasarana sekolah pun disesuaikan dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Idealnya sekolah inklusi harus menyediakan sarana dan prasarana yang dapat memudahkan untuk diakses oleh anak berkebutuhan khusus, meliputi: (1) jalan menuju halaman sekolah; (2) pintu ruang kelas; (3) jendela; (4) koridor kelas; (5) ruang kelas; (6) perpustakaan; (7) laboratorium; (8) ruang konseling; (9) arena olahraga; (10) arena bermain dan taman sekolah; (11) toilet; (12) tangga; (13) penyeberangan jalan menuju sekolah; dan (14) tanda-tanda khusus sekolah di lingkungan sekitarnya, namun berdasarkan data sarana dan prasarana yang dapat dipenuhi baru meliputi gedung, perpustakaan, kantin, UKS, mushola, WC, plengsengan, dan pegangan. Semua anak berkebutuhan khusus mendapatkan fasilitas yang sama dari sekolah. Sumber daya biaya yang digunakan untuk memfasilitasi semua siswa, baik anak berkebutuhan khusus

116 100 maupun anak tidak berkebutuhan khusus, diperoleh dari dana BOS, yaitu: BOS pusat, BOS provinsi, dan BOS kabupaten. Sumber daya biaya tersebut dikelola sesuai dengan petunjuk teknis dari pemerintah dan tanpa campur tangan wali siswa. Kegiatan yang dilakukan guru setelah peserta didik baru adalah melakukan identifikasi terhadap anak. Identifikasi adalah upaya guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/kelainan/gangguan baik fisik, intelektual, mental, emosional, dan soasial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya (Kustawan 2013: 93). Guru-guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Kulon Progo melakukan identifikasi dengan cara mengamati perilaku dan wawancara dengan anak. Kegiatan identifikasi tersebut akan menghasilkan data tentang anak yang termasuk berkebutuhan khusus dan yang tidak berkebutuhan khusus. Berdasarkan data yang diperoleh maka selanjutnya ditentukan bentuk layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Kurikulum yang digunakan oleh sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu kurikulum yang dikembangkan oleh tim pengembang kurikulum di sekolah dengan mengacu pada pedoman dan model kurikulum dari pemerintah. Semua guru sudah memahami prinsip-prinsip pendidikan inklusi. Kurikulum yang diberlakukan sudah memenuhi 4 komponen utama, yaitu tujuan, isi/materi, proses, dan evaluasi (Kustawan 2013: 107). Meskipun di dalam kurikulum belum terdapat program khusus bagi anak berkebutuhan khusus, namun dalam pelaksanaan

117 101 pembelajaran guru sudah melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan anak berkebutuhan khusus secara fleksibel. Guru-guru sudah merancang sistem pembelajaran yang mendorong keaktifan dan kreatifitas anak. Penyusunan kurikulum oleh sebagian besar sekolah dasar inklusi belum mempertimbangkan keragaman anak, baik keragaman latar belakang maupun keragaman kemampuan anak, karena anak berkebutuhan khusus yang ada masih dalam level ringan. Perencanaan pembelajaran yang disusun oleh guru sudah sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Dalam penyusunan perencanaan pembelajaran guru menentukan indikator yang lebih rendah bobotnya bagi anak berkebutuhan khusus dibandingkan dengan indikator bagi anak tidak berkebutuhan khusus. Penyesuain itu dilakukan karena pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru berpusat pada anak. Bahan ajar yang digunakan untuk mengajar anak sudah memenuhi 3 aspek, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Kustawan 2013: 111). Dalam kegiatan belajar mengajar anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan khusus dijadikan satu, namun anak berkebutuhan khusus diberi pendampingan oleh guru. Guru menerapkan berbagai metode pembelajaran sebagai strategi agar anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus dapat mengikuti dan menangkap materi pembelajaran dengan baik. Guru menyiapkan suasana belajar yang efektif dan kondusif dengan selalu menciptakan suasana yang menyenangkan. Pendekatan yang diterapkan guru agar anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus dapat menangkap materi pelajaran dengan maksimal adalah pendekatan personal.

118 102 Pendekatan personal maksudnya adalah disamping penyampaian materi secara klasikal guru juga memberikan bantuan individual kepada setiap anak lebih-lebih anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus ditempatkan di dekat meja guru dimaksudkan agar guru mudah memantau dan memberikan bantuan individual. Ruang kelas hendaknya ditata agar menunjang suasana belajar yang kondusif dan memudahkan anak baik anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus untuk beraktivitas. Meja dan kursi seyogyanya dapat diatur sehingga dengan mudah dapat dipindahkan untuk mempersiapkan kerja kelompok (Kustawan 2013: 114). Lantai dibawah pintu kelas dibuat plengsengan agar memudahkan anak berkebutuhan khusus yang memakai kursi roda masuk atau keluar kelas. Pencahayaan ruang kelas dibuat cukup terang agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar. Dinding kelas difungsikan untuk memajang hasil karya anak. Media pembelajaran disimpan di gudang. Dalam proses pembelajaran kadang-kadang anak diatur berkelompok untuk mengembangkan keterampilan bekerja dalam kelompok. Anak-anak kadang-kadang diatur dalam kelompok besar tetapi kadang-kadang juga dalam kelompok kecil sesuai dengan bahan ajar yang diajarkan. Pengaturan dengan kelompok besar memiliki kelebihan yaitu guru mudah dalam memantau kelompok, tetapi juga memiliki kekurangan yaitu anak berkebutuhan khusus kurang dapat tertangani dengan baik. Pengaturan dengan kelompok kecil juga memiliki kelebihan yaitu setiap anak dapat dipantau oleh guru, tetapi kekurangannya adalah terlalu banyak kelompok sehingga pemantauan terhadap

119 103 kelompok sulit dilakukan oleh guru. Berdasarkan kelebihan dan kekurangan penggunaan kelompok besar maupun kelompok kecil maka guru lebih senang menggunakan kelompok kecil. Asesmen bagi anak berkebutuhan khusus dilakukan untuk memastikan tingkat ketunaan anak (Kustawan 2013: 97). Asesmen dilakukan oleh ahlinya yaitu psikolog dari SLB. Anak-anak yang diikutkan dalam kegiatan asesmen terlebih dahulu diidentifikasi oleh guru kelas dengan cara menganalisis hasil tes penguasaan materi belajar dan hasil pengamatan perilaku anak. Guru juga menyiapkan data tentang anak yang akan diikutkan dalam kegiatan asesmen secara lengkap untuk menunjang proses asesmen. Tes screening dilakukan sekali dalam setahun yaitu pada awal tahun pelajaran sesudah pelaksanaan penerimaan peserta didik baru. Tes screening bertujuan untuk menyaring anak-anak yang diduga berkebutuhan khusus. Cara untuk melakukan tes screening yaitu dengan membandingkan hasil tes penguasaan materi pelajaran dengan hasil pengamatan perilaku dan fisik anak. Dalam pelaksanaan tes screening anak-anak didampingi tenaga profesional dari SLB. Sekolah melakukan tes diagnosis pada saat-saat awal tahun pembelajaran. Tes diagnosis bertujuan untuk mengetahui hambatan-hambatan belajar pada anak, dilakukan dengan cara menganalisis hasil pengamatan perilaku dan hasil belajar anak. Tujuan dilakukannya tes diagnosis adalah sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan bentuk layanan kepada anak. Sekolah menyusun program layanan kepada anak berkebutuhan khusus berdasarkan hasil tes diagnosis. Hasil

120 104 tes diagnosis disampaikan kepada orang tua anak secara langsung dan bersifat rahasia. Cara menyampaikan hasil tes diagnosis yaitu orang tua anak dipanggil ke sekolah kemudian kepala sekolah menyampaikan hasil tes tanpa diketahui orang lain. Sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo belum melakukan penempatan program dalam pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus. Proses pembelajaran terhadap anak berkebutuhan khusus dilakukan bersama-sama dengan anak tidak berkebutuhan khusus di ruang kelas umum. Anak berkebutuhan khusus dalam mengikuti proses pembelajaran mendapat pendampingan dari GPK. Pendampingan ini dilakukan untuk melayani anak berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhannya. Seyogyanya sekolah juga melaksanakan penempatan program dalam pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus agar pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan maksimal. Sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo tidak menyusun kurikulum tersendiri bagi anak berkebutuhan khusus. Kurikulum disusun untuk anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus. Meskipun kurikulum yang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus dan yang diperuntukkan bagi anak tidak berkebutuhan khusus sama, tetapi guru-guru menetapkan indikator yang lebih rendah bagi anak berkebutuhan khusus dalam program pembelajaran. Guru-guru mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada anak apabila hasil evaluasi pengajaran menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran

121 105 belum dapat tercapai. Keadaan itu ditandai dengan rendahnya nilai capaian dalam evaluasi belajar dari mayoritas anak sehingga Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) belum tercapai. Anak yang capaian nilainya dibawah KKM disebut belum tuntas, sebaliknya apabila telah mencapai KKM atau lebih disebut tuntas. Apabila nilai capaian yang belum mencapai KKM jumlahnya sedikit maka langkah yang dilakukan guru adalah dengan melakukan kegiatan perbaikan bagi yang belum tuntas dan melakukan pengayaan bagi yang sudah tuntas. Perubahan program pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah pada metode dan pendekatan pembelajaran. Guru-guru melakukan evaluasi terhadap program pembelajaran yang sudah dilaksanakan lebih-lebih program pembelajaran terhadap anak berkebutuhan khusus. Apabila tujuan program pembelajaran yang telah dilaksanakan tidak dapat berhasil dengan baik maka dilakukan modifikasi program pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Modifikasi program dilakukan dengan cara menentukan indikator khusus bagi anak berkebutuhan khusus. Indikator bagi anak berkebutuhan khusus bobotnya dibuat lebih rendah dibandingkan indikator bagi anak tidak berkebutuhan khusus. Materi pelajaran bagi anak berkebutuhan khusus disesuaikan dengan kebutuhan anak. KKM untuk anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus dibuat sama tetapi bobot KKM untuk anak berkebutuhan khusus lebih rendah (Kustawan 2013: 120). Guru-guru menetapkan target dalam evaluasi program pembelajaran, yaitu semua anak harus tuntas dalam capaian nilai evaluasi pembelajaran.

122 106 Sekolah sudah merancang media pembelajaran untuk menunjang efektivitas proses pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan disesuaikan dengan materi pelajaran yang dirancang oleh guru. Penggunaan media pembelajaran berdampak positif pada kualitas proses pembelajaran, yaitu anak lebih aktif dan capaian nilainya meningkat. Media pembelajaran yang digunakan ada yang dibuat sendiri oleh guru, ada yang dibeli. Media pembelajaran yang pengadaannya dengan cara membeli, dalam proses pengadaannya dilakukan pemilihan agar sesuai dengan materi pelajaran. Pada umumnya sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo belum maksimal dalam penyediaan dan pembuatan media pembelajaran. Seyogyanya sekolah lebih mengembangkan media pembelajaran adaptif, yaitu media pembelajaran yang dirancang, dibuat, dipilih, dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat dan cocok bagi anak, khususnya bagi anak berkebutuhan khusus. KKM ditentukan berdasarkan rata-rata nilai yang dicapai pada evaluasi sebelumnya. Nilai rata-rata evaluasi tersebut ditetapkan menjadi batas minimal kelulusan. KKM bagi anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan khusus ditetapkan sama, tetapi bobot soal untuk anak berkebutuhan khusus dibuat lebih rendah. Seyogyanya penentuan KKM tidak hanya mempertimbangkan ratarata nilai yang dicapai pada evaluasi sebelumnya, tetapi juga harus mempertimbangkan kerumitan materi pelajaran dan daya dukung yang lain seperti tersedianya buku-buku sumber, media pembelajaran, dan lain-lain. Guru-guru melakukan identifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi. Aspek-aspek yang akan dievaluasi meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

123 107 Identifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi memudahkan guru dalam menyusun soal evaluasi. Dalam proses identifikasi tersebut juga dilakukan pemetaan kedalaman dan keluasan materi. Guru mempertimbangkan bobot soal yang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus, dibuat lebih mudah daripada soal yang diperuntukkan bagi anak tidak berkebutuhan khusus. Evaluasi yang dilakukan guru menggunakan teknik tes dan teknik non tes agar aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan dapat diukur secara lengkap. Penilaian dilakukan bagi semua anak namun bobot soal bagi anak berkebutuhan khusus dibuat lebih rendah. Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mengukur tingkat penguasaan materi oleh anak. Evaluasi dilakukan pada akhir kegiatan penyampaian materi. Guru menganalisis hasil evaluasi belajar anak sebagai dasar untuk menentukan tindak lanjut pembelajaran. Anak-anak yang capaian nilainya dibawah KKM dilakukan perbaikan, sedangkan anak-anak yang capaian nilainya sama dengan KKM atau lebih dilakukan pengayaan. Guru dan anak didik sama-sama aktif dalam kegiatan evaluasi. Guru menyiapkan perangkat evaluasi, anak melakukan persiapan untuk megikuti evaluasi dengan cara belajar intensif. Orang tua anak berperan besar dalam kegiatan evaluasi yaitu mengawasi dan membimbing anak dalam belajar di rumah. Kegiatan evaluasi sebagai tahapan proses pembelajaran sangat penting karena bermanfaat untuk mengetahui tingkat penguasaan materi oleh anak. Melalui kegiatan evaluasi baik anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus dapat diukur sejauh mana penguasaannya terhadap materi

124 108 pelajaran yang diterima. Khusus bagi anak berkebutuhan khusus guru dapat melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan mereka dengan cara menyiapkan soal yang lebih mudah.

125 BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Bab V ini akan membahas tentang kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya. A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo sudah memenuhi prinsip-prinsip sekolah inklusi, tetapi belum maksimal. 2. Proses penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Kulon Progo dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Penerimaan peserta didik baru di semua sekolah dasar inklusi hanya mempertimbangkan usia anak sebagai syarat utama untuk diterima. Anak berkebutuhan khusus yang masih bisa dididik dan dilatih dapat diterima sebagai peserta didik baru. Sekolah melakukan identifikasi terhadap peserta didik baru dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya anak berkebutuhan khusus. Anak yang diduga berkebutuhan khusus ditindaklanjuti dengan program asesmen untuk memastikan tingkat ketunaannya. Sekolah juga melakukan penyesuaian layanan terhadap anak berkebutuhan khusus agar hasil proses pembelajarannya dapat optimal. Sekolah mendatangkan guru pembimbing khusus dari Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk mendampingi anak berkebutuhan khusus. Sekolah 109

126 110 memfasilitasi sarana dan prasarana bagi kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Sumber daya biaya yang digunakan untuk memfasilitasi anak diperoleh dari dana BOS. Sumber daya biaya dikelola sesuai dengan petunjuk teknis dari pemerintah dan tanpa campur tangan wali siswa. b. Identifikasi dilakukan oleh sekolah untuk mengetahui ada atau tidak adanya anak berkebutuhan khusus. Sekolah memanfaatkan hasil identifikasi untuk menyusun program layanan sesuai dengan kebutuhan anak. c. Kurikulum yang digunakan oleh sekolah dasar di wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum beberapa sekolah belum memuat program khusus bagi anak berkebutuhan khusus, namun dalam pelaksanaan pembelajaran guru melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan anak berkebutuhan khusus secara fleksibel, karena anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah itu termasuk level ringan. d. Guru menyusun rencana pembelajaran dan materi pelajaran sesuai dengan kebutuhan anak. Indikator bagi anak berkebutuhan khusus dibuat lebih rendah bobotnya. Anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan khusus menerima materi pembelajaran secara bersama-sama dalam satu ruangan, tetapi guru menerapkan metode yang bervariasi dan memberikan pendampingan khusus kepada anak berkebutuhan khusus. e. Ruangan kelas dikelola dengan pengaturan yang memudahkan anak berkebutuhan khusus untuk beraktivitas. Guru dalam mengelola proses

127 111 pembelajaran kadang-kadang mengatur anak dalam kelompok besar, kadang-kadang kelompok kecil sesuai dengan bahan ajar yang diajarkan. f. Asesmen bagi anak berkebutuhan khusus dilakukan untuk memastikan tingkat ketunaan anak dengan cara bekerjasama dengan psikolog. Anakanak yang diikutkan dalam kegiatan asesmen terlebih dahulu diidentifikasi oleh guru berdasarkan analisis hasil tes dan hasil pengamatan perilaku anak. Tes penyaringan (screening) dilakukan untuk menyaring anak-anak yang diduga berkebutuhan khusus, selanjutnya diikutkan program asesmen. g. Sekolah sudah merancang dan melakukan pengadaan media pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan ada yang dibuat sendiri oleh guru ada yang dibeli. Penggunaan media dalam proses pembelajaran berdampak positif pada kualitas proses pembelajaran yaitu anak lebih aktif dan capaian nilainya meningkat. h. Langkah awal dalam program evaluasi adalah menentukan kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan tolok ukur ketuntasan belajar bagi anak dalam mengikuti evaluasi belajar. KKM bagi anak berkebutuhan khusus maupun anak tidak berkebutuhan khusus ditetapkan sama, namun dibedakan bobot soalnya. Guru melaksanakan evaluasi hasil belajar tidak hanya mengukur aspek pengetahuan saja tetapi juga aspek sikap dan keterampilan.

128 112 B. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari sungguh bahwa dalam proses penelitian ini masih banyak kelemahan dan keterbatasan. Keterbatasan tersebut seperti berikut ini: 1. Ada beberapa istilah di dalam kuesioner yang kurang dipahami oleh responden. 2. Pengumpulan data melalui penyebaran dan pengisian kurang lancar karena waktu penelitian bertepatan dengan padatnya pekerjaan guru pada awal semester. C. Saran Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat berjalan dengan lancar, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pembuatan kuesioner perlu memperhatikan penggunaaan kata dan istilah yang mudah dipahami oleh responden. 2. Waktu pelaksanaan penelitian perlu diperhitungkan dengan cermat; tidak menganggu kesibukan responden.

129 DAFTAR PUSTAKA Asiyah, Dewi. (2015). Dampak Pola Pembelajaran Sekolah Inklusi Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Gema Wiralodra, VII (1). Azwar, Saifuddin. (2008). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Babbie, Earl R. (1990). Survey Research Methods. Belmond: Wadsworth Publishing Company. Darmawan, Deni. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Friend, Marilyn dan Bursuck, William D. (2015). Menuju Pendidikan Inklusi Panduan Praktis untuk Mengajar Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hasan, Mohammad Iqbal. (2009). Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Jakarta: PT Bumi Aksara. Ilahi, Mohammad Takdir. (2013). Pendidikan Inklusif : Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-ruzz Media. Indrawan dan Yaniawati. (2014). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Campuran untuk Manajemen, Pembangunan, dan Pendidikan. Bandung: PT Refika Aditama. Kustawan, Dedy dan Hermawan, Budi. (2013). Model Implementasi Pendidikan Inklusif Ramah Anak Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta : PT. Luxima Metro Media. Martono, Nanang. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: Rajawali Pers. Morissan. (2014). Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana. Partino dan Idrus. (2009). Statistik Deskriptif. Yogyakarta: Safiria Insania Pers Prasetyo dan Jannah. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Prastiyono. (2013). Implementasi Keijakan Pendidika Inklusif (Studi di Sekolah Galuh Handayani Surabaya). Jurnal Administrasi Publik, 11 (1). Rosilawati, Ina. (2013). Trik Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan Inklusif. Yogyakarta: Familia. 113

130 114 Setyaningsih, Tri Wahyu. (2016). Evaluasi Belajar yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi Se-kota Yogyakarta, [Skripsi: Tidak diterbitkan], Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2015). Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, R&D). Bandung: Alfabeta. Suharsaputra, Uhar. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung: PT Refika Aditama. Taniredja dan Mustafidah. (2011).Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pengantar). Bandung: Alfabeta. Tiarni, Wahyu dan Rakhamawati, Dwi. (2013). Konsep Sekolah Inklusi yang Humanis. Yogyakarta: Familia. Tukiran dan Effendi. (2012). Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Wati, Ery. (2014). Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh. Banda Aceh: Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA. Vol. XIV, No. 2. Widi, Restu Kartiko. (2010). Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

131 LAMPIRAN 115

132 1 Lampiran 1 Permohonan Ijin Penelitian dari Sekretariat Daerah 1

133 2 Lampiran 2 Permohonan Ijin Penelitian dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan terpadu

134 3 Lampiran 3 Validasi Dosen A

135 4

136 5

137 6

138 7

139 8

140 9

141 10

142 11

143 12

144 13

145 14

146 15

147 16

148 17

149 18 Lampiran 4 Validasi Dosen B

150 19

151 20

152 21

153 22

154 23

155 24

156 25

157 26

158 27

159 28

160 29

161 30

162 31

163 32

164 33

165 34 Lampiran 7 Kuesioner KUESIONER PENYELENGGARAAN SEKOLAH INKLUSIF DI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO Oleh Rosita Cahayani Sabatiana UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017

166 35 Identitas Responden Nama Sekolah Pengampu Kelas Usia No Telepon Bapak/ibu guru yang saya hormati, Saya mahasiswa jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam hal ini saya sedang mengadakan penelitian Tugas Akhir. Kuesioner ini berhubungan dengan penyelenggaraan sekolah inklusif di Kabupaten Kulon Progo. Hasil kuesioner ini tidak untuk dipublikasikan, melainkan untuk kepentingan penelitian semata. Atas bantuan, kesediaan waktu, dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih. Hormat saya, Peneliti

167 36 Petunjuk mengerjakan Bacalah dan isilah setiap pertanyaan sesuai dengan respon pribadi Anda. Mohon untuk menjawab setiap pertanyaan pada kolom yang telah disediakan dengan sungguh-sungguh dan lengkap. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, jawaban yang terbaik adalah yang sebenarnya dan sesuai dengan pengalaman maupun pendapat Anda pribadi. 1. Apa syarat penerimaan siswa baru di sekolah ini? 2. Apakah ada proses seleksi dalam penerimaan siswa baru? Jika ada, bagaimana cara menyeleksinya? 3. Bagaimana proses seleksi dalam penerimaan siswa baru? 4. Di sekolah ini anak berkebutuhan khusus tipe apa yang bisa diterima? Berikan alasannya

168 37 5. Bagaimanakah kriteria anak berkebutuhan khusus yang dapat diterima di sekolah ini? 6. Bagaimana sekolah ini memenuhi sumber daya pendidik untuk mencakup semua tipe siswa? 7. Apakah ada proses seleksi untuk sumber daya pendidik di sekolah? Jika ada, bagaimana? 8. Apakah ada kualifikasi khusus untuk sumber daya pendidik? Mengapa menggunakan kriteria tersebut? 9. Bagaimana sekolah ini memfasilitasi semua siswa? 10. Apa saja sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah ini?

169 Apakah semua tipe anak berkebutuhan khusus mendapatkan fasilitas yang sama? misalnya tempat tas dan sepatu, media yang digunakan dan yang lainnya. 12. Darimana saja sumber biaya yang didapatkan di sekolah ini? 13. Bagaimana pengelolaan sumber daya biaya di sekolah ini? 14. Apakah ada keterlibatan wali siswa dalam sumber daya biaya di sekolah ini? jika ada, jelaskan. 15. Apakah ada keterlibatan pihak lain dalam pengelolaan sumber daya biaya? 16. Bagaimana cara guru mengenali hambatan-hambatan tersebut?

170 Bagaimana cara guru di sekolah ini dalam melaksanakan identifikasi berdasarkan gejala-gejala yang nampak pada setiap anak? 18. Bagaimana cara guru dalam menangani hasil yang sudah diperoleh dari identifikasi tipe anak berkebutuhan khusus? 19. Apakah sekolah dan para guru di sekolah ini sudah menyadari benar akan tujuan dari melaksanakan identifikasi bagi anak-anak? Lalu bagaimana cara sekolah dan guru di sekolah ini menyikapi pelaksanaan identifikasi yang akan dilakukan? 20. Apakah sekolah ini sudah memiliki tim pengembang kurikulum? Jika sudah ada, apa tugas masing-masing dari tim pengembang kurikulum? 21. Kurikulum apa yang diterapkan di sekolah ini? apakah menggunakan kurikulum dari pemerintah?

171 Apakah semua guru di sekolah ini sudah memahami prinsip pendidikan yang inklusif? 23. Dari kurikulum yang sudah dibuat atau yang sudah ada, apakah sudah sesuai dengan tingkat, perkembangan, dan karakteristik anak berkebutuhan khusus? Seperti apa dan bagaimana kurikulum tersebut? 24. Apakah kurikulum di sekolah ini sudah memenuhi empat komponen utama yang harus ada di dalam kurikulum? seperti tujuan, isi/materi, proses, evaluasi. Jika sudah, berikan contoh empat komponen utama yang ada di dalam kurikulum di sekolah ini. 25. Apakah penyusunan atau memodifikasi kurikulum disekolah ini sudah memperhatikan pemberian program khusus bagi anak berkebutuhan khusus? jika ada, bagaimana penyusunan atau memodifikasi kurikulum di sekolah ini?

172 Apakah kurikulum yang ada di sekolah sudah memiliki sistem pembelajaran yang fleksibel? Bagaimana kurikulum sistem pembelajaran yang fleksibel di sekolah ini? 27. Apakah guru-guru di sekolah ini sudah merancang sistem pembelajaran yang kreatif dan aktif, dengan berdasarkan kurikulum yang sudah ada? Berikan contoh rancangan sistem pembelajaran yang kreatif dan aktif di sekolah ini? 28. Apakah sistem penyusunan atau memodifikasi kurikulum di sekolah ini sudah mempertimbangkan keragaman anak dari keberagaman latar belakang? Berikan contoh modifikasi kurikulum di sekolah ini yang sudah mempertimbangkan keragaman anak dari keberagaman latar belakang. 29. Apakah sistem penyusunan atau memodifikasi kurikulum di sekolah ini sudah mengakomodasi keragaman anak dari keberagaman kemampuan anak? Berikan contoh modifikasi kurikulum di sekolah ini yang sudah mengakomodasi keragaman anak dari keberagaman kemampuan anak.

173 Agar anak berkebutuhan khusus dapat menerima materi pelajaran yang disampaikan oleh guru secara maksimal, perlu adanya penyusunan perencanaan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi anak berkebutuhan khusus tersebut. Apakah penyusunan perencanaan pembelajaran di sekolah ini sudah sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus? 31. Bagaimana proses penyusunan perencanaan pembelajaran bagi siswa? 32. Apakah pembelajaran berpusat pada siswa? 33. Kemampuan dalam mengikuti pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan khusus berbeda. Perlu adanya rencana pembelajaran yang sesuai dengan masing-masing kondisi siswa. Bagaimana penyusunan rencana pembelajaran antara anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan khusus di sekolah ini? 42

174 Bahan ajar yang digunakan untuk mengajar siswa sebaiknya memenuhi 3 aspek, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Apakah bahan ajar di sekolah ini sudah memenuhi aspek pengetahuan? Seperti apa bahan ajar yang digunakan di sekolah? 35. Apakah bahan ajar di sekolah ini sudah memenuhi aspek keterampilan? Seperti apa bahan ajar yang digunakan di sekolah? 36. Apakah bahan ajar di sekolah ini sudah memenuhi aspek sikap? Seperti apa bahan ajar yang digunakan di sekolah? 37. Bagaimana cara guru menyampaikan materi pembelajaran di sekolah ini dimana ada perbedaan kondisi antara anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan khusus yang membuat daya tangkap mereka berbeda? 38. Strategi pembelajaran seperti apa yang digunakan guru agar semua siswa dapat mengikuti dan menangkap materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru?

175 Suasana belajar yang efektif dan kondusif sangat penting untuk menunjang prestasi siswa. Bagaimana guru menyiapkan suasana belajar yang efektif dan kondusif? 40. Pendekatan apa yang digunakan guru agar anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan khusus dapat menangkap materi pembelajaran dengan maksimal? Mengapa menggunakan pendekatan tersebut? 41. Penataan ruang kelas pada kelas inklusif sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan siswa agar semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik, terlebih siswa dengan disabilitas. Bagaimana penataan ruang kelas di sekolah ini? 42. Pencahayaan ruang kelas yang cukup dapat membantu siswa mengikuti proses pembelajaran. Bagaimana dengan penataan pencahayaan ruang kelas di sekolah ini?

176 Segala sesuatu yang menempel di dinding ruang kelas inklusif sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan khusus guna menunjang prestasi belajar siswa. Bagaimana desain dinding kelas di sekolah ini untuk mendukung proses pembelajaran? 44. Desain lantai sekolah inklusif perlu diatur untuk memfasilitasi siswa disabilitas, terutama siswa yang menggunakan alat bantu untuk berjalan. Bagaimana sekolah ini mengatur lantai untuk mobilitas siswa terutama bagi siswa yang menggunakan alat bantu jalan? 45. Sekolah sebaiknya menyediakan ruangan khusus untuk menyimpan media pembelajaran agar tertata dan tidak rusak. Apakah di sekolah ini media pembelajaran ada tempat penyimpanan tersendiri? Di mana tempat penyimpanan media pembelajaran?

177 Ada beberapa jenis dalam pengaturan kelompok dalam kelas inklusif, di antaranya pengajaran kelompok besar maupun kelompok kecil. Apa jenis pengaturan kelompok yang digunakan guru dalam mengajar? 47. Siswa-siswa berkebutuhan khusus memperoleh manfaat dari berbagai macam penataan kelompok di ruang kelas, yaitu di antaranya pengajaran kelompok besar maupun kelompok kecil. Apakah guru membagi siswa ke dalam kelompok selama kegiatan pembelajaran? Bagaimana guru mengatur siswa untuk bekerja dalam kelompok? 48. Apa keuntungan dan kekurangan jika siswa bekerja dalam kelompok besar? 49. Apa keuntungan dan kekurangan jika siswa bekerja dalam kelompok kecil? 50. Mana yang lebih efisien antara bekerja dalam kelompok besar dan kelompok kecil dalam pengajaran?

178 Beberapa upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan adalah melalui tes terstandar yang telah diproduksi secara komersial, ujian pertanggungjawaban negara bagian dengan taruhan tinggi, dan berbagai tes informal yang diciptakan oleh guru yang bersangkutan. Bagaimana upaya pengumpulan informasi yang dilakukan di sekolah ini untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan yang diperlukan? 52. Para guru pendidikan umum berkontribusi dalam proses asesmen informasi pada enam ranah penting pengambilan keputusan berikut, yaitu screening, diagnosis, penempatan program, penempatan kurikulum, evaluasi pengajaran, dan evaluasi program. Bagaimana kontribusi guru dalam proses asesmen pada pengambilan keputusan yang berkenaan dengan siswa-siswa berkebutuhan khusus? 53. Dari enam ranah pengambilan keputusan berikut, yaitu screening, diagnosis, penempatan program, penempatan kurikulum, evaluasi pengajaran, dan evaluasi program, apa alat ukur yang digunakan bapak/ibu guru untuk membantu proses pengambilan keputusan yang berkenaan dengan siswasiswa berkebutuhan khusus? Mengapa bapak/ibu guru menggunakan alat ukur tersebut?

179 Bagaimana bapak/ibu guru menggunakan alat ukur tersebut untuk mengidentifikasi adanya kondisi disabilitas? 55. Kebutuhan khusus para siswa dapat diidentifikasi, ditangani, serta dipantau melalui proses asesmen berbasis pada observasi, screening, pengujian diagnosis, penempatan, dan evaluasi program, penempatan kurikulum, serta evaluasi pengajaran. Peran apa yang dimainkan oleh guru pendidikan umum dalam melaksanakan asesmen terhadap kebutuhan khusus para siswa? 56. Screening meliputi keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran, atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas. Apakah dilakukan tes screening atau tes penyaringan untuk mengetahui anak berkebutuhan khusus?

180 Mengapa tes screening dilaksanakan di sekolah ini? 58. Bagaimana pelaksanaan tes screening yang dilakukan di sekolah ini? 59. Berapa kali sekolah ini melakukan tes screening dalam satu tahun pelajaran? 60. Apakah ketika melaksanakan tes screening peserta didik didampingi tenaga profesional? 61. Bagaimana proses diagnosis yang dilakukan di sekolah ini? 62. Mengapa sekolah ini perlu melakukan tes diagnosis untuk mengetahui anak berkebutuhan khusus? 63. Bagaimana tindakan selanjutnya setelah dilaksanakan tes diagnosis?

181 Bagaimana penyampaian hasil diagnosis pada orangtua siswa? 65. Penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima siswa, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah. Apakah sekolah ini melakukan penempatan program? 66. Bagaimana sistem penempatan program untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah ini? 67. Bagaimana bantuan dari tenaga ahli dalam sistem penempatan program di sekolah ini? 68. Penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa, keputusan ini dapat berarti memilih buku bacaan, atau sumber belajar lainnya yang akan digunakan oleh siswa. Apakah ada perbedaan penempatan kurikulum yang dilaksanakan di sekolah ini bagi anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkubutuhan khusus?

182 Bagaimana penempatan kurikulum yang digunakan untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah ini? 70. Keputusan dalam evaluasi pengajaran meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa. Bagaimana evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah ini? 71. Bagaimana bapak/ibu guru menindaklanjuti dari hasil evaluasi yang dilakukan? 72. Apakah bapak/ibu guru pernah mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa? 73. Jika pernah, bagaimana bapak/ibu guru mengubah prosedur pengajarannya?

183 Keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk menghentikan, melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa. Apakah dilakukan evaluasi program di sekolah ini? 75. Bagaimana evaluasi program untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah ini? 76. Apakah bapak/ibu guru menerapkan target atau patokan tersendiri untuk evaluasi program? 77. Bagaimana target atau patokan yang diterapkan terkait dengan evaluasi program? 78. Apakah media pembelajaran di sekolah ini sudah disusun/dirancang berdasarkan kebutuhan semua siswa? Seperti apa media yang digunakan? 79. Apakah penggunaan media di sekolah ini sudah membantu seluruh siswa dalam memahami materi? Bagaimana proses dan hasilnya?

184 Bagaimana dengan proses pembuatan media pembelajaran yang ada di sekolah? 81. Apakah penggunaan media pembelajaran di sekolah ini sudah menunjang efisiensi dan evektivitas proses dan hasil pembelajaran? Bagaimana hasilnya? 82. Apakah ada proses pemilihan media di sekolah ini? seperti apa prosesnya? 83. Mengingat pentingnya media pembelajaran,apakah sekolah ini sudah menyediakan/membuat media tersebut secara maksimal? 84. Apa dasar/patokan yang digunakan untuk menetapkan KKM kelulusan? 85. Bagaimana cara menetapkan KKM di sekolah ini? 86. Adakah perbedaan KKM antara anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan khusus?

185 Jika iya, mengapa ada perbedaan KKM tersebut? 88. Mengapa perlu mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi? 89. Bagaimana cara guru mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi? 90. Apakah ada pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam mengevaluasi pembelajaran? 91. Teknik apa yang digunakan untuk melakukan penilaian pembelajaran di sekolah ini? 92. Apakah penilaian yang telah dilakukan berlaku untuk semua siswa atau ada perbedaan antara anak berkebutuhan khusus atau anak tidak berkebutuhan khusus?

186 Mengapa bapak/ibu guru melaksanakan kegiatan evaluasi? 94. Kapan bapak/ibu guru melaksanakan kegiatan evaluasi? 95. Apa tindakan selanjutnya yang dilakukan bapak/ibu guru setelah mengetahui hasil dari kegiatan evaluasi? 96. Siapa saja yang berperan dalam kegiatan evaluasi? 97. Bagaimana peran serta orang tua dalam kegiatan evaluasi? 98. Setiap informasi yang dikumpulkan oleh guru selama kegiatan evaluasi di kelas dapat menunjukkan apakah pengajaran yang berlangsung sudah efektif dan mampu membantu proses pengajaran seperti yang dibutuhkan. Menurut bapak/ibu guru apa manfaat kegiatan evaluasi yang dilaksanakan bagi siswa berkebutuhan khusus?

187 Mengapa kegiatan evaluasi dapat bermanfaat bagi siswa-siswa? khususnya bagi siswa berkebutuhan khusus Bagaimana bapak/ibu guru melaksanakan kegiatan evaluasi bagi siswa berkebutuhan khusus? ~ Terimakasih atas partisipasinya ~

188 57 Lampiran 8 Kuesioner yang Diisi Responden

189 58

190 59

191 60

192 61

193 62

194 63

195 64

196 65

197 66

198 67

199 68

200 69

201 70

202 71

203 72

204 73

205 74

206 75

207 76

208 77

209 78

210 BIOGRAFI PENULIS Rosita Cahayani Sabatiana anak kedua dari dua bersaudara, lahir di Yogyakarta pada tanggal 16 Juli 1995 dari pasangan Subiyanto dan Sri Yani. Peneliti telah menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak pada tahun 2001 di TK Seruni III Palihan. Peneliti menempuh jenjang pendidikan Sekolah Dasar di SD BOPKRI Palihan dan dinyatakan lulus pada tahun Jenjang Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2010 di SMP Negeri Temon I. Tahun 2013 peneliti dinyatakan lulus dari Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri Wates 2. Pada tahun 2013 peneliti menempuh pendidikan tinggi dengan mengambil Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh bangku perkuliahan, peneliti mengikuti berbagai kegiatan untuk mengembangkan soft skill. Tahun 2013 peneliti mengikuti kegiatan Inisiasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sanata Dharma atau INFISA. Pada tahun 2014, peneliti mengikuti Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa I dan II. Peneliti telah mengikuti Kursus Mahir Dasar (KMD) Pramuka pada tahun yang sama. Peneliti juga telah lulus mengikuti tes penguasaan Bahasa Inggris Aktif. 116

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

Lebih terperinci

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 1 TENTANG: PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri... (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

Lebih terperinci

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Lebih terperinci

NADIA DEVINA ARYA PUTRI K

NADIA DEVINA ARYA PUTRI K EFEKTIVITAS METODE COURSE REVIEW HORAY (CRH) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG PEMBAGIAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS IV DI SLB NEGERI SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016 SKRIPSI Oleh: NADIA

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,

Lebih terperinci

GALIH PRIAMBADA NIM K

GALIH PRIAMBADA NIM K PENGARUH PEMBELAJARAN VIDEO ANIMASI PANCA INDERA TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS XII DI SLB C YPSLB SURAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017 SKRIPSI Disusun oleh : GALIH PRIAMBADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA PENGARUH PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPS SISWA KELAS X SMA NEGERI I GODEAN, SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015 TESIS Oleh : SULASTRI NPM. 122551400032

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PADA PEMBELAJARAN AKUNTANSI DI SMK NEGERI 1 KLATEN

KEEFEKTIFAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PADA PEMBELAJARAN AKUNTANSI DI SMK NEGERI 1 KLATEN KEEFEKTIFAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PADA PEMBELAJARAN AKUNTANSI DI SMK NEGERI 1 KLATEN SKRIPSI Oleh: DWI HASTUTI K7412060 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Agustus

Lebih terperinci

TEKNIK SELF MONITORING UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN TATA TERTIB DI SEKOLAH SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 17 SURAKARTA

TEKNIK SELF MONITORING UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN TATA TERTIB DI SEKOLAH SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 17 SURAKARTA TEKNIK SELF MONITORING UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN TATA TERTIB DI SEKOLAH SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 17 SURAKARTA SKRIPSI Oleh : DEBBY AYU ARVIANOLA NIM K3111024 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan mengenai Pendidikan Inklusi a. Pengertian Pendidikan Inklusi Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan keadaan normal saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah  Rizki Panji Ramadana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

A. Perspektif Historis

A. Perspektif Historis A. Perspektif Historis Pendidikan Luar Biasa (PLB) di Indonesia dimulai ketika Belanda masuk ke Indonesia. Mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi Barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING STICK

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING STICK HALAMAN JUDUL UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING STICK DAN PEMANFAATAN MEDIA POWER POINT PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS 2 SD NEGERI SALATIGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945, Amandemen IV Pembukaan, alinea IV yaitu dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

: WAHYU CAHYA SETYONINGRUM K

: WAHYU CAHYA SETYONINGRUM K TEKNIK MODELING DENGAN MEDIA FILM SEMESTA MENDUKUNG UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016 SKRIPSI Oleh : WAHYU CAHYA SETYONINGRUM

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS TINGGI SD NEGERI SERANG KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN

HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS TINGGI SD NEGERI SERANG KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS TINGGI SD NEGERI SERANG KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2011/2012 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait

BAB I PENDAHULUAN. yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya. Namun terkait 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan pendidikan tentu dirasakan oleh semua orang, termasuk anak berkebutuhan khusus. Keterbatasan yang dialami menjadikan anak berkebutuhan khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN

Lebih terperinci

FHALAMAN JUDUL. Skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana. Oleh Rutinah

FHALAMAN JUDUL. Skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana. Oleh Rutinah FHALAMAN JUDUL UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN METODE PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS 5 SDN 2 WONOROTO KABUPATEN WONOSOBO SEMESTER II TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat

Lebih terperinci

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Drs. Didi Tarsidi I. Pendahuluan 1.1. Hak setiap anak atas pendidikan

Lebih terperinci

K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA EFEKTIVITAS METODE PICTURE EXCHANGE COMMUNICATION SYSTEM (PECS) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYUSUN KALIMAT BERBASIS EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD) PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VIb SLB-B YRTRW SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Oleh karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE DISCOVERY UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP MENGENAL BENTUK BANGUN DATAR ANAK AUTIS SKRIPSI

PENGGUNAAN METODE DISCOVERY UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP MENGENAL BENTUK BANGUN DATAR ANAK AUTIS SKRIPSI PENGGUNAAN METODE DISCOVERY UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP MENGENAL BENTUK BANGUN DATAR ANAK AUTIS SKRIPSI Disusun oleh: NOVIA LINAWATI K5110044 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN MEDIA VIDEO DAN MOTIVASI

HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN MEDIA VIDEO DAN MOTIVASI HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN MEDIA VIDEO DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SMA NEGERI 6 SURAKARTA SKRIPSI Oleh: LIA MAWARNI K8412040 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

PROYEKSI KEBUTUHAN GURU DI SEKOLAH DASAR NEGERI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN

PROYEKSI KEBUTUHAN GURU DI SEKOLAH DASAR NEGERI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN Proyeksi Kebutuhan Guru... ( Deti Setianingsih) 27 PROYEKSI KEBUTUHAN GURU DI SEKOLAH DASAR NEGERI KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2017-2021 PUBLIC ELEMENTARY SCHOOL TEACHERS NEEDS PROJECTION IN 2017-2021

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan bertujuan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: AYU PRATIWI HANDAYANI K

SKRIPSI. Oleh: AYU PRATIWI HANDAYANI K PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PERAGA BLOCK DIENES SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS IV DI SLB-C SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016 SKRIPSI

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK

PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK Jurnal Pendidikan Rokania Vol. I (No. 1/2016) 20-26 20 PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK Oleh Nia Purnama Sari Dosen Program Studi Pendidikan Jasmani

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ALAT BANTU VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MERAWAT DIRI ANAK GANGGUAN SPEKTRUM

EFEKTIVITAS ALAT BANTU VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MERAWAT DIRI ANAK GANGGUAN SPEKTRUM EFEKTIVITAS ALAT BANTU VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MERAWAT DIRI ANAK GANGGUAN SPEKTRUM AUTIS KELAS II SLB NEGERI SURAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016 SKRIPSI Oleh: AGNES WIJAYANTI HANDAYANI K5112002

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN MODEL INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN MEDIA PEMBELAJARAN PADA SISWA KELAS IV SEMESTER II SD KECANDRAN 01 SALATIGA 2015/2016 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH PADA HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 4 SEKOLAH DASAR NEGERI DUKUH 03 SALATIGA SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2012/1013 Skripsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah ditegaskan dalam UU RI 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus

Lebih terperinci

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016 Desain Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Kelas Inklusif Juang Sunanto dan Hidayat Departemen Pendidikan Khusus, Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menyusun desain

Lebih terperinci

SKRIPSI PROGAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

SKRIPSI PROGAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL DALAM KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN KEMAMPUAN SOSIALISASI SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 PABELAN TAHUN PELAJARAN 2014 / 2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

: TRI ANGGA WAHYU NATALIA K

: TRI ANGGA WAHYU NATALIA K PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA DOMINO BERTEMA TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA MATERI TATA SURYA SISWA KELAS VI SLB E BHINA PUTERA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Oleh : TRI ANGGA WAHYU NATALIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan juga menjadi hak setiap individu tanpa terkecuali seperti dijelaskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang berkebutuhan khusus (tunanetra, tunarungu, tunagrahita ringan, autisme, lambat belajar dan tunalaras),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk bekal mengarungi samudera kehidupan yang semakin penuh dengan persaingan. Oleh karena itu pendidikan menjadi

Lebih terperinci

: TRI ESTU HAYUNINGTYAS X

: TRI ESTU HAYUNINGTYAS X PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBEDAKAN BANGUN DATAR MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA TUNAGRAHITA KELAS V SLB C IMMANUEL TAHUN AJARAN 2015/2016 SKRIPSI Oleh : TRI ESTU HAYUNINGTYAS

Lebih terperinci

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang sudah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN SMK N 1 PUNDONG BANTUL TAHUN AJARAN 2015/2016

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN SMK N 1 PUNDONG BANTUL TAHUN AJARAN 2015/2016 HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS X TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN SMK N 1 PUNDONG BANTUL TAHUN AJARAN 2015/2016 SKRIPSI Oleh : IMANDA KURNIA NISA NPM : 12144200011 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah anak berkebutuhan khusus usia sekolah terus menunjukkan peningkatan. Tahun 2008 hasil data penjaringan Bidang Pendidikan Luar Biasa Dinas Pendidikan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, setiap individu terkadang mengalami suatu hambatan. Hambatan yang terjadi pada suatu individu beragam jenisnya. Beberapa jenis

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: K

SKRIPSI. Oleh: K PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS AKSARA JAWA DENGAN MEDIA FLASH CARD AKSARA JAWA PADAA ANAK TUNALARAS KELAS III SLB E BHINA PUTERA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI Oleh: RISNA PRIMANINGTYAS

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM INKLUSI SD NEGERI KLERO 02 KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG. Tesis

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM INKLUSI SD NEGERI KLERO 02 KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG. Tesis EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM INKLUSI SD NEGERI KLERO 02 KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG Tesis Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Lebih terperinci

PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KELAS XI DKV DI SMK NEGERI 4 PADANG JURNAL

PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KELAS XI DKV DI SMK NEGERI 4 PADANG JURNAL PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KELAS XI DKV DI SMK NEGERI 4 PADANG JURNAL Oleh : MARDIANSYAH NIM. 11060308 PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DISERTAI HANDOUT

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DISERTAI HANDOUT PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DISERTAI HANDOUT UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI, KEAKTIFAN, DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN

Lebih terperinci

Implementasi Pendidikan Segregasi

Implementasi Pendidikan Segregasi Implementasi Pendidikan Segregasi Pelaksanaan layanan pendidikan segregasi atau sekolah luar biasa, pada dasarnya dikembangkan berlandaskan UUSPN no. 2/1989. Bentuk pelaksanaannya diatur melalui pasal-pasal

Lebih terperinci

KAJIAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS ANTARA SISWA YANG TINGGAL DI DALAM PONDOK PESANTREN DAN DI LUAR PONDOK PESANTREN DI MAN PURWOKERTO 1

KAJIAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS ANTARA SISWA YANG TINGGAL DI DALAM PONDOK PESANTREN DAN DI LUAR PONDOK PESANTREN DI MAN PURWOKERTO 1 KAJIAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS ANTARA SISWA YANG TINGGAL DI DALAM PONDOK PESANTREN DAN DI LUAR PONDOK PESANTREN DI MAN PURWOKERTO 1 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING PADA SISWA KELAS 4 SD KRISTEN KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2012/ 2013

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING PADA SISWA KELAS 4 SD KRISTEN KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2012/ 2013 UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING PADA SISWA KELAS 4 SD KRISTEN KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2012/ 2013 Skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada

Lebih terperinci

MODELING DAN ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI PERILAKU BULLYING PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 21 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

MODELING DAN ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI PERILAKU BULLYING PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 21 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 MODELING DAN ROLE PLAYING UNTUK MENGURANGI PERILAKU BULLYING PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 21 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SKRIPSI OLEH : ANINDYA RAHMA PUSPITA K3110007 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus di Indonesia bila dilihat dari data statistik jumlah Penyandang Cacat sesuai hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut

Lebih terperinci

PENGARUH MULTIMEDIA INTERAKTIF MENGGUNAKAN

PENGARUH MULTIMEDIA INTERAKTIF MENGGUNAKAN PENGARUH MULTIMEDIA INTERAKTIF MENGGUNAKAN APLIKASI SMARTFIELD TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PEMAHAMAN BANGUN DATAR SEDERHANA ANAK TUNARUNGU KELAS II B DI SLB B YAKUTPURWOKERTO TAHUN 2013/2014 SKRIPSI

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN GURU SEKOLAH DASAR SE GUGUS DIPONEGORO DI KECAMATAN BANSARI KABUPATEN TEMANGGUNG SKRIPSI

PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN GURU SEKOLAH DASAR SE GUGUS DIPONEGORO DI KECAMATAN BANSARI KABUPATEN TEMANGGUNG SKRIPSI PELAKSANAAN PROSES PEMBELAJARAN GURU SEKOLAH DASAR SE GUGUS DIPONEGORO DI KECAMATAN BANSARI KABUPATEN TEMANGGUNG SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS MODEL PENEMUAN TERBIMBING DAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS MODEL PENEMUAN TERBIMBING DAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PERBANDINGAN EFEKTIVITAS MODEL PENEMUAN TERBIMBING DAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP N 2 PIYUNGAN TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada

Lebih terperinci

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume Nomor September 2014 E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman : 221-229 Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA Disusun oleh: ZULKIFLI SIDIQ NIM 029519 A. PENDAHULUAN Selama beberapa tahun kita telah mengamati bahwa anak-anak dan remaja berhenti sekolah

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK DI SMA NEGERI SE-KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK DI SMA NEGERI SE-KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN POLITIK DI SMA NEGERI SE-KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat memperoleh pendidikan melekat pada semua

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: WAHYU DWIANA SAFITRI X

SKRIPSI. Oleh: WAHYU DWIANA SAFITRI X PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MATERI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN AUDIO VISUAL PADA SISWA LAMBAN BELAJAR KELAS IV SD PURBA ADHI SUTA PURBALINGGA TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENJUMLAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA PAPAN MANIK-MANIK PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS III DI SLB MARSUDI PUTRA I BANTUL

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENJUMLAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA PAPAN MANIK-MANIK PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS III DI SLB MARSUDI PUTRA I BANTUL PENINGKATAN KEMAMPUAN PENJUMLAHAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA PAPAN MANIK-MANIK PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS III DI SLB MARSUDI PUTRA I BANTUL SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PBL MELALUI METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA SUHU DAN KALOR KELAS X-5 SMAN GONDANGREJO

PENERAPAN MODEL PBL MELALUI METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA SUHU DAN KALOR KELAS X-5 SMAN GONDANGREJO PENERAPAN MODEL PBL MELALUI METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA SUHU DAN KALOR KELAS X-5 SMAN GONDANGREJO SKRIPSI Oleh : NIKEN TRI WIDAYATI K 2312049 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN E-LEARNING PADA PROSES PEMBELAJARAN DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

EVALUASI PENGGUNAAN E-LEARNING PADA PROSES PEMBELAJARAN DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS SEBELAS MARET EVALUASI PENGGUNAAN E-LEARNING PADA PROSES PEMBELAJARAN DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SKRIPSI Oleh: RIASTY PURWANDARI K2512059 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PUTRI LESTARI K

PUTRI LESTARI K HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG SITUS KESEJARAHAN DAN PENGETAHUAN SEJARAH LOKAL DENGAN SIKAP CINTA TANAH AIR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI

Lebih terperinci