BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri... (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab 1 ayat 1). Pencapaian tujuan pendidikan tersebut secara umum ditujukan bagi segenap peserta didik, termasuk didalamnya peserta didik yang berkelainan atau berkebutuhan khusus tunagrahita. Hak peserta didik yang berkelainan atau berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan khusus dijamin dalam UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab IV pasal 5 ayat 2 yaitu Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan anak berkebutuhan khusus tunagrahita dapat diselenggarakan dalam berbagai alternatif sistem penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak, antara lain berupa sekolah luar biasa tunagrahita (SLB C). Sebagai lembaga formal, SLB C mempunyai tugas menyelengarakan pendidikan, pengajaran, latihan, dan bimbingan bagi peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikannya secara optimal, terutama kemandiriannya dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Dilihat dari rentang atau derajat kemandiriannya, tingkat kemandirian anak tunagrahita tentu berbeda-beda, sekalipun di dalam kelompok tunagrahita yang sejenis atau sama. Ukuran perkembangan optimal kemandirian anak tunagrahita bersifat relatif, yaitu bergerak dari kemampuan untuk mengurus diri sendiri (activity in daily living) sampai betul-betul mampu menunjukkan ciri ciri pribadi yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Secara spesifik ukuran optimal bagi siswa tunagrahita lebih mengarah kepada kemampuan mengurus diri sendiri (Suhaeri dan Purwanta, 1996:27-28). Hal ini sejalan pendapat Bailey (1982: 19) bahwa aspek kemandirian siswa tunagrahita berhubungan dengan kemampuan menolong diri sendiri (self-help) berupa kemampuan makan, minum, kemampuan mobilitas, menggunakan toilet/wc, mandi,

2 2 berpakaian, serta berhias. Wehman (1981: 185) menyebutnya sebagai kemampuan merawat diri meliputi: makan, berpakaian, kebersihan, keamanan, dan keterampilan kesehatan. Hal senada dikemukakan pula oleh Alimin (2006), bahwa kemandirian anak tunagrahita yang harus dimiliki diantaranya adalah keterampilan perilaku adaptif, yaitu keterampilan mengurus diri dalam kehidupan sehari-hari (personal living skills) dan keterampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan (social adaptive skills). Adanya perubahan cara pandang masyarakat dunia atau paradigma pendidikan anak berkebutuhan khusus bersamaan dengan lahirnya Deklarasi Salamanca tentang pendidikan untuk semua (Education for All), yang dideklarasikan oleh bangsa-bangsa di dunia telah menginspirasi dan mendorong perubahan cara pandang dan orientasi penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus tunagrahita termasuk di Indonesia. Dalam konteks ini, Kartadinata (2002) mengemukakan pandangannya bahwa Sudut pandang pendidikan luar biasa sudah berubah dari semula berorientasi Medical Approach kini lebih mengarah kepada Educational Approach. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus tunagrahita kini lebih diarahkan berdasarkan prinsip the Least Restrictive Environment, Ecological Oriented dan atau Behavioral Oriented. Pendekatan ini mengandung arti bahwa dalam mendidik anak tunagrahita diupayakan dalam lingkungan yang tidak terpisah, tidak dibatasi dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya, dengan berorientasi kepada tingkah laku dan lingkungannya, melalui layanan pendidikan khusus sesuai kebutuhan anak. Kecacatan yang disandang anak tidak lagi dipandang sebagai hambatan bagi individu tunagrahita untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Permasalahan yang dihadapi anak tunagrahita tentu relatif berbeda-beda baik dari segi kedalaman, keluasan, jenis, maupun intensitasnya. Masalahmasalah yang dihadapi anak tunagrahita dalam konteks pendidikan, antara lain: masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, masalah kesulitan belajar, masalah penyesuaian diri, masalah penyaluran ke tempat kerja,

3 3 ganguan kepribadian dan emosi, dan masalah pemanfaatan waktu luang (Amin, 1995: 41-50). Meskipun demikian, pada dasarnya anak tunagrahita memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan pencapaian tugas perkembangannya. Bagi siswa tunagrahita tunagrahita sedang, mereka dapat dilatih membaca, menulis dan berhitung yang bersifat fungsional-sosial, belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri, serta dilatih keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari (Activity of daily living). Dalam konteks pendidikan siswa tunagrahita, bimbingan merupakan bagian integral dari proses pendidikan yang dalam pelaksanaannya terintegrasi dalam proses pembelajaran itu sendiri. Kebutuhan bimbingan dalam proses pendidikan siswa tunagrahita pada dasarnya berkaitan erat dengan makna dan fungsi pendidikan itu sendiri, yaitu upaya untuk mewujudkan manusia sebagai totalitas kepribadian dari setiap subyek didik tunagrahita yang berkualitas, yaitu suatu pribadi yang paripurna, pribadi yang serasi, selaras dan seimbang dalam aspek-aspek spiritual, moral, sosial, intelektual, fisik, dan sebagainya. Dengan kata lain, titik tolak pendekatan layanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus tunagrahita lebih kepada upaya memfasilitasi pengembangan dan memberdayakan potensi siswa tunagrahita mencapai kemandiriannya secara optimal, dimana kebutuhan dan kemampuan individual anak tunagrahita merupakan dasar dalam upaya pencapaiannya. Berdasarkan studi pendahuluan di SLB C melalui observasi, wawancara, dan analisis dokumen, diperoleh informasi bahwa untuk siswa tunagrahita tunagrahita sedang pada jenjang SDLB pelaksanaan pendidikannya lebih diarahkan pada penguasaan keterampilan dasar untuk memenuhi atau melayani kebutuhan hidup sehari-hari (pribadi), melalui program khusus bina diri, misalnya: merawat diri, mengurus diri, menolong diri, melakukan komunikasi dengan orang lain, dan melakukan adaptasi di lingkungan. Kemampuan membaca, menulis dan berhitung juga diajarkan atau dilatihkan untuk hal-hal yang bersifat fungsional-sosial dalam kehidupan sehari-hari.

4 4 Namun pada kenyataannya masih banyak siswa tunagrahita sedang yang belum mandiri, hal ini tampak dari gejala diantaranya siswa belum mampu melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Bahkan ada siswa yang sudah lulus namun masih kembali ke sekolah asalnya. Hal ini kecuali atas kemauan anak juga juga karena orang tua menganggap bahwa anaknya belum mandiri untuk melayani kebutuhan dirinya sendiri. Berdasarkan hasil analisis terhadap dokumen rencana pembelajaran siswa tunagrahita sedang secara administratif dan pelaksanaannya dalam pembelajaran, dapat dideskripsikan bahwa pada dasarnya guru menerapkan prinsip-prinsip bimbingan pendekatan perilaku misalnya, merumuskan tujuan pembelajaran, melakukan pembelajaran individualisasi, memberikan latihan dan penguatan. Namun, dalam praktik pelaksanaan pembelajarannya tampak guru belum melakukannya secara optimal, konsisten dan proporsional. Demikian pula dalam hal individualisasi pengajaran sebagai prinsip utama pembelajaran bagi siswa tunagrahita, dimana bahan ajar yang disampaikan guru lebih berorientasi kepada kurikulum yang ada, tidak secara sungguh-sungguh didasarkan atas hasil asesmen kebutuhan belajar siswa atau berdasarkan kemampuan awal yang dimiliki siswa tunagrahita sedang secara individual. Hal ini menunjukkan masih ada kesenjangan dalam pelaksanaan pembelajarannya, sehingga berdampak pula terhadap perolehan hasil belajar atau pencapaian kemandirian siswa tunagrahita sedang terutama dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Kondisi demikian tentu cukup memprihatinkan sekaligus merugikan siswa, karena tidak kondusif dalam upaya membantu mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedangsecara secara optimal. Mengingat demikian besar peran guru dalam proses bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang SDLB yang pelaksanaannya terpadu dalam pembelajaran di sekolah, hal ini mengandung implikasi bahwa guru seyogyanya mampu melakukan reorientasi pendekatan dengan cara mensinergikan antara pendekatan pengajaran (Instructional Approach) dengan pendekatan

5 5 psycho-education (melalui penerapan nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan pendekatan perilaku) dalam proses pembelajaran kemandirian siswa tunagrahita sedang. Upaya mensinergikan kedua pendekatan tersebut di atas, dimaksudkan untuk meletakkan dasar perspektif ke arah upaya memfasilitasi pengembangan potensi siswa tunagrahita sedang mencapai kemandirian secara optimal. Hal ini mengingat bahwa pada dasarnya bimbingan sejalan dengan pendidikan itu sendiri, dimana upaya bimbingan dan pendidikan terarah kepada tujuan yang sama yaitu membantu tercapainya kedewasaan atau kemandirian. Dalam arti memfasilitasi anak tunagrahita sedang agar mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari untuk mengurus diri atau merawat diri dalam memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Mencermati fenomena tersebut di atas, dan dengan mempertimbangkan aspek-aspek karakteristik kebutuhan belajar, kecerdasan dan fungsi mental siswa tunagrahita sedang yang mengalami hambatan secara signifikan, sehingga berdampak pula diantaranya terhadap kemampuan belajar, perolehan hasil belajar dan pencapaian kemandiriannya yang belum optimal. Oleh karena itu, dalam upaya membantu mengembangkan potensi siswa tunagrahita mencapai kemandiriannya secara optimal diperlukan kepedulian, komitmen, dedikasi dan upaya sungguh-sungguh dari pihak-pihak terkait dalam proses pendidikan siswa tunagrahita terutama guru atau pembimbing. Sebagai ujung tombak pelaksana pembelajaran di sekolah guru seyogyanya memiliki kemampuan: pemahaman mendalam tentang berbagai karakteristik siswa tunagrahita sedang; mengelola dan memberdayakan sumber-sumber lingkungan secara kondusif untuk belajar siswa; memilih pendekatan, metode, dan teknik atau strategi intervensi yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa dan mampu mensinergikannya dengan nilai-nilai bimbingan dan konseling, serta menjadi model sosial yang baik dan efektif dalam proses pembelajaran kemandirian siswa. Dengan kata lain, dalam pelaksanaan layanan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan harus dilakukan secara profesional yang dirancang secara sistematis dan prosedural. Yakni dilakukan guru

6 6 berdasarkan suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian yang merujuk kapada nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang. Dalam kaitan ini konsep teori sebagai rujukan pendekatan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yang diasumsikan sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang adalah pendekatan perilaku. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan pada latar belakang tersebut, maka dapat ditarik pemahaman bahwa pada pada dasarnya profesi seorang guru SLB tunagrahita senantiasa terkait dengan pengubahan perilaku (behavior modification) peserta didiknya. Sehubungan dengan hal ini, dalam kegiatan mendidik (mengajar, melatih, dan membimbing) siswa tunagrahita sedang, guru akan terlibat dalam proses menganalisis perilaku atau kinerja siswanya untuk menentukan tujuan pembelajaran secara spesifik, yaitu meliputi kondisi, faktor penyebab (stimulus), dan perilaku secara operasional sekaligus menentukan kriteria penilaiannya. Secara umum keterkaitan guru dengan pengubahan perilaku siswa tunagrahita tunagrahita sedang sebagai berikut: (1) membentuk atau mempertahankan perilaku positif pada diri siswa, (2) mengurangi, mencegah atau bahkan meniadakan perilaku negatif (tidak baik atau tidak diinginkan) lingkungannya. Perilaku positif yang dibentuk dan dipertahankan pada diri siswa tunagrahita tersebut, mengacu kepada perilaku atau aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (activity of daily living), meliputi: bina diri, menolong diri, merawat diri, berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya: Dengan demikian dapat ditarik pemahaman bahwa pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam suatu kerangka kerja bimbingan untuk membantu mengembangkan potensi kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yaitu untuk memfasilitasi siswa dalam pembentukan perilaku baru dan memelihara perilaku positif yang sudah dimiliki serta mengurangi atau mencegah perilaku negatif yang tidak dikehendaki, adalah pilihan yang tepat.

7 7 Pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam kerangka kerja bimbingan kemandirian, diidasarkan atas alasan-alasan sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan siswa tunagrahita sedang adalah pencapaian kemandirian, yang menekankan kepada penguasaan kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, (2) bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku memandang individu memiliki kemampuan untuk memperoleh pengalaman atau tingkah laku baru melalui pengamatan terhadap lingkungannya sekaligus mengembangkan potensinya dalam konteks lingkungannya, (3) bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang di SLB C pelaksanaannya secara terpadu dengan proses pembelajarannya. Hal ini selaras dengan pendapat Hoyt (Shertzer & Stone, 1984: 69), bahwa... bimbingan hanya akan berhasil jika tujuan-tujuannya terintegrasi dalam tujuan pendidikan, (4) bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku dapat memberikan nilai-nilai fungsional-aplikatif dalam kehidupan sehari-hari siswa tunagrahita sedang, (5) bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku berorientasi pada penyesuaian diri dan realitas lingkungan pada kondisi saat kini dan masa mendatang. Dengan kata lain, kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang melalui penerapan nilainilai atau prinsip-prinsip bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku sesuai dengan kondisi dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: Kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku seperti apa yang dapat digunakan guru sebagai rujukan pendekatan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yaitu untuk memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri?. C. Fokus Penelitian dan Pertanyaan Penelitian 1. Fokus Penelitian

8 8 Teori bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku memandang individu memiliki kemampuan untuk memperoleh pengalaman atau tingkah laku baru melalui pengamatan terhadap lingkungannya sekaligus mengembangkan potensi individu dalam konteks lingkungannya. Penelitian tentang kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, dilakukan untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) siswa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Oleh karena itu fokus penelitian adalah aspek-aspek yang terkait dengan konstruk kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, meliputi: hakikat ketunagrahitaan dan kemandirian, kondisi aktual kemandirian siswa tunagrahita sedang, kondisi objektif pelaksanaan bimbingan kemandirian di sekolah, konsep pendekatan perilaku, konsep kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku beserta desain atau prosedur implementasinya dalam suatu wadah kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara terstruktur, sistematis dan terprogramkan di lapangan. 2. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang diajukan untuk memperoleh data empirik sebagai dasar mengkonstruk kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku sebagai berikut: a. Bagaimana kondisi objektif kemandirian siswa tunagrahita sedang? b. Bagaimana kondisi objektif pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang tunagrahita sedang di SLB C? c. Bagaimana rumusan konstruk kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku? d. Bagaimana prosedur implementasi bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku?

9 9 e. Bagaimana kelayakan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku dalam implementasinya di lapangan untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam kerangka kerja bimbingan kemandirian didasarkan atas pertimbangan bahwa kondisi faktual dalam pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita tunagrahita sedang adalah secara terpadu dalam pembelajaran di sekolah, khususnya dalam cara-cara pendekatan pembelajaran untuk perolehan keterampilan siswa yang lebih ditekankan kepada hal yang bersifat nyata, dapat damati dan dirasakan langsung oleh siswa atau bersifat fungsional aplikatif untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Misalnya melalui pemberian contohcontoh kongkrit, modeling dan pemberian penghargaan atau reinforcement oleh guru. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, yaitu untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) baru siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan seharihari untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri sesuai dengan potensi dan karakteristik kebutuhan belajarnya. 2. Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data berkenaan dengan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk mengkonstruk kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, yaitu: a. Memperoleh data tentang kondisi objektif kemandirian siswa tunagrahita sedang

10 10 b. Memperoleh data secarai objektif tentang pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang di SLB C. c. Mendapatkan rumusan konstruk kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku. d. Menemukan desain atau prosedur implementasi pendekatan perilaku dalam suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang yang pelaksanaannya secara terpadu dalam pembelajaran bina diri di sekolah. e. Mengetahui kelayakan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku dalam implementasinya di lapangan. E. Metode Penelitian Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka metode penelitian yang dianggap relevan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: (1) masalah penelitian memerlukan suatu pengungkapan secara deskriptif dan komprehensif; (2) pendekatan kualitatif lebih peka, fleksibel dan mampu menyesuaikan diri jika dipergunakan untuk menelaah berbagai pengaruh fenomena dan pola-pola nilai yang dihadapi responden dalam setting natural; (3) temuan penelitian kualitatif dapat memberikan kesan yang lebih aktual dan bermakna, sehingga dianggap lebih meyakinkan dan dapat diterima; (4) penelitian ini bermaksud untuk merumuskan kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku beserta desain penerapannya yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita tunagrahita sedang, (5) temuan penelitian berimplikasi terutama kepada kinerja guru untuk membantu mengembangkan potensi siswa tunagrahita tunagrahita sedang mencapai kemandirian secara optimal, dalam arti memfasilitasi perolehan keterampilan siswa untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

11 11 Menurut Nasution (1988:19) penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri, antara lain: (1) penelitian dilakukan dalam setting natural, (2) peneliti sebagai human instrument, (3) sangat deskriptif, (4) mementingkan proses, (5) mencari makna, (6) mengutamakan data dari tangan pertama, first hand, (7) melakukan triangulasi, (8) menonjolkan konteks, (9) peneliti berkedudukan sama dengan yang diteliti, (10) mengutamakan pandangan emic, (11) sampling purposif, dan (12) berpartisipasi tanpa mengganggu, unobtrusive. F. Manfaat/Signifikansi Penelitian Temuan penelitian, diharapkan memberikan manfaat/signifikansi baik secara teoretis maupun praktis bagi pihak-pihak terkait dengan pelaksanaan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang, sebagai berikut: 1. Manfaat/signifikansi secara teoretis, yaitu: memberikan wawasan ke arah pengembangan mendasar secara konsep tentang bagaimana suatu kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku dikonstruk, dirumuskan, didesain, dan dilaksanakan secara terpadu dalam pembelajaran bina diri di SLB C. 2. Manfaat/signifikansi hasil penelitian secara praktis adalah sebagai bahan masukkan atau sumbangan pemikiran aplikatif sekaligus sebagai rujukan pendekatan guru atau pembimbing dalam melakukan layanan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal di sekolah, yaitu untuk memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, dalam suatu wadah kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku yang didesain secara sistematis dan terprogramkan.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 170 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Setelah melalui kajian konsep, proses penelitian, temuan objektif di lapangan, dan pengujian kelayakan penerapannya di lapangan, secara umum dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 65 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian dan Justifikasi Penggunaannya. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menemukan dan merumuskan suatu kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada umumnya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan individu secara optimal sehingga dapat hidup mandiri. Pendidikan di Indonesia telah memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah program. Program melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan bagian dari anak berkebutuhan khusus, anak

I. PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan bagian dari anak berkebutuhan khusus, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak tunagrahita merupakan bagian dari anak berkebutuhan khusus, anak tunagrahita sedang mengalami gangguan dalam perkembangan mental. Gangguan tersebut diakibatkan

Lebih terperinci

A. Perspektif Historis

A. Perspektif Historis A. Perspektif Historis Pendidikan Luar Biasa (PLB) di Indonesia dimulai ketika Belanda masuk ke Indonesia. Mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi Barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah

Lebih terperinci

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Pendidikan bertanggungjawab mengembangkan kepribadian siswa sebagai upaya menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan dengan berbagai keberagaman dimana terdapat persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri setiap inividu. Setiap

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Ini tercantum dalam Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan. Hak dalam pendidikan diatur sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa Setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan juga menjadi hak setiap individu tanpa terkecuali seperti dijelaskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bangsa Indonesia sedang mengerahkan segala daya upaya untuk melakukan pembangunan di segala bidang demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

2016 MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PAD A ANAK TUNAGRAHITA SED ANG MELALUI METOD E D RILL D I SLB C SUMBERSARI BAND UNG

2016 MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PAD A ANAK TUNAGRAHITA SED ANG MELALUI METOD E D RILL D I SLB C SUMBERSARI BAND UNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap individu memiliki akal dan pikiran, namun individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengoptimalkan akal dan pikiran tersebut. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adanya perubahan paradigma baru tentang pendidikan, yaitu pendidikan untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas usia, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan meliputi rencana dan proses yang akan menentukan hasil yang ingin di capai sebagaimana termasuk dalam UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat (1) tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan di Indonesia saat ini belum tercapai seperti yang diharapkan, hal ini dikarenakan oleh banyak komponen yang mempengaruhi mutu tersebut. Komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang anak dan memengaruhi anak dalam berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang secara normal. Orang tua pun akan merasa senang dan bahagia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang secara normal. Orang tua pun akan merasa senang dan bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu sangat mendambakan dirinya terlahir dalam keadaan sempurna (jasmani dan rohani). Dengan kesempurnaannya tersebut, ia akan berkembang secara normal.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu usaha yang memiliki tujuan, maka pelaksanaannya harus berada dalam proses

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PENINGKATAN KOMPETENSI GURU D ALAM MENYUSUN PROGRAM PEMBELAJARAN IND IVIDUAL DI SLB AD ITYA GRAHITA KOTA BAND UNG

2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PENINGKATAN KOMPETENSI GURU D ALAM MENYUSUN PROGRAM PEMBELAJARAN IND IVIDUAL DI SLB AD ITYA GRAHITA KOTA BAND UNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap peserta didik yang mengikuti proses belajar dan proses pendidikan, memiliki keadaan yang beragam. Seperti yang terjadi pada peserta didik berkebutuhan

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal (1) dinyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Lebih terperinci

2016 RUMUSAN PROGRAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MERAWAT DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB X PALEMBANG

2016 RUMUSAN PROGRAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MERAWAT DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB X PALEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia mandiri,,, (UURI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab II

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Warga Negara Republik Indonesia yang memiliki keragaman budaya, perbedaan latar belakang, karakteristik, bakat dan minat, peserta didik memerlukan proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan diperuntukkan bagi semua warga negara, hal ini sesuai dengan UU RI nomor 20 tentang Sisdiknas pasal 5 ayat 1 mennyatakan bahwa Setiap warga negara mempunyai

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k FOKUS LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Suherman, M.Pd. Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Proses pendidikan dapat berlangsung dalam berbagai lingkungan, baik lembaga formal maupun lembaga informal. Pendidikan di sekolah mengarahkan belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak dalam kelompok di bawah normal dan atau lebih lamban dari pada anak normal, baik perkembangan sosial maupun kecerdasannya disebut anak keterbelakangan mental:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Negeri A Kota Bandung yang beralamat di jalan Pajajaran No. 50 Kota Bandung. Sekolah Luar Biasa Negeri Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul tanggung jawab sosial menurut ukuran perkembangan usia, tempat, waktu, dan norma-norma dimana

Lebih terperinci

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecakapan hidup adalah berbagai jenis keterampilan yang memupuk dan melatih remaja putra dan putri menjadi anggota masyarakat yang kreatif, inovatif, produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan konseling sangat berperan penting dalam dunia pendidikan, karena tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu untuk mengembangkan diri secara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN. sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN. sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 79 BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kompetensi manajerial kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dilaksanakan secara sadar untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan menjadi sesuatu hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia memunculkan perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya. Tidak hanya seseorang

Lebih terperinci

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Banyak pertanyaan dari mahasiswa tentang, bagaimana menjadi konselor professional? Apa yang harus disiapkan

Lebih terperinci

BINA DIRI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS OLEH: ASTATI

BINA DIRI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS OLEH: ASTATI BINA DIRI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS OLEH: ASTATI Konsep Dasar 1. Istilah: - ADL (Activity of Daily Living)= kegiatan hidup sehari-hari - Personal Management= sepadan dengan self care, self help - KMD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mencetak sumber daya manusia yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap potensi

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah BAB I A. Latar Belakang Masalah Pendidikan harus mendapatkan dukungan untuk menjalankan fungsi penyelenggaraannya bagi masyarakat dengan sebaik-baiknya. Fungsi pendidikan baik bersifat formal maupun non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan (insight) dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan ia berkembang Crow

Lebih terperinci

KOMITMEN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYIAPKAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK ABK. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia

KOMITMEN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYIAPKAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK ABK. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia KOMITMEN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYIAPKAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK ABK Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia A. Pendahuluan Sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan ditingkat sekolah dasar merupakan pendidikan formal yang paling dasar. Di tingkat ini, dasar-dasar ilmu pengetahuan, watak, kepribadian, moral,

Lebih terperinci

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Pendekatan Perkembangan dalam Bimbingan di Taman Kanak-kanak 47 PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Penata Awal Bimbingan perkembangan merupakan suatu bentuk layanan bantuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kunci utama untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. kunci utama untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah proses yang dengan sengaja dilaksanakan semata-semata bertujuan untuk mencerdaskan. Melalui proses pendidikan akan terbentuk sosok-sosok

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA Oleh: Haryanto REALITA PENCA DI LAPANGAN Belum ada data riil jumlah penca di Indonesia, Diperkirakan 10% dari populasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu.

Lebih terperinci

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur mengartikan

Lebih terperinci

KOMPETENSI KONSELOR DALAM MENGHADAPI PENDIDIKAN INKLUSI

KOMPETENSI KONSELOR DALAM MENGHADAPI PENDIDIKAN INKLUSI KOMPETENSI KONSELOR DALAM MENGHADAPI PENDIDIKAN INKLUSI Makalah disampaikan pada Konvensi Nasional XIV dan Kongres X Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia di Semarang Tanggal 13 16 April 2005 Oleh Edi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia sama-sama memiliki kebutuhan, keinginan dan harapan serta potensi untuk mewujudkanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan

BAB I PENDAHULUAN. penunjang roda pemerintahan, guna mewujudkan cita cita bangsa yang makmur dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu Negara terbesar didunia yang termasuk kategori Negara berkembang yang saat ini menempatkan pendidikan sebagai fondasi dan atau penunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

Individualized Education Program (IEP) Least Restrictive Environment (LRE) Teaming and Collaboration among Professionals

Individualized Education Program (IEP) Least Restrictive Environment (LRE) Teaming and Collaboration among Professionals PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS Individualized Education Program (IEP) Least Restrictive Environment (LRE) Teaming and Collaboration among Professionals Individualized Education Program (IEP) Dapat diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Menjadi insan-insan yang terdidik merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah  Rizki Panji Ramadana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nana Sutarna, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nana Sutarna, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pembelajaran yang bermakna sangat menentukan terwujudnya pendidikan yang berkualitas. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEMANDIRIAN ACTIVITY OF DAILY LIVING ANAK LOW VISION SEKOLAH DASAR KELAS IV DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEMANDIRIAN ACTIVITY OF DAILY LIVING ANAK LOW VISION SEKOLAH DASAR KELAS IV DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Setiap individu ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki alat indera yang lengkap, terutama mata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang mengalami retardasi mental dalam perkembangannya berbeda dengan anak-anak normal. Anak dengan reardasi mental mempunyai keterlambatan dan keterbatasan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan pembangunan yang dicapai bangsa Indonesia khususnya pembangunan di bidang pendidikan akan mendorong tercapainya tujuan pembangunan nasional, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata yang terjadi pada saat masa perkembangan dan memiliki hambatan dalam penilaian adaptif. Secara

Lebih terperinci

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Drs. Didi Tarsidi I. Pendahuluan 1.1. Hak setiap anak atas pendidikan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni 2007 PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang semaksimal mungkin mengakomodasi semua

Lebih terperinci

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode dapat diartikan sebagai teknik atau cara kerja untuk mencapai suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode dapat diartikan sebagai teknik atau cara kerja untuk mencapai suatu BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode dapat diartikan sebagai teknik atau cara kerja untuk mencapai suatu tujuan. Sebagaimana dikemukakan oleh Winarno Surakhmad (1990: 131) bahwa: Metode

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN FORMAL RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM JALUR PENDIDIKAN FORMAL DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN

Lebih terperinci

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia dan untuk itu setiap warga Negara termasuk anak berkebutuhan khusus berhak memperoleh pendidikan yang bermutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu sesuai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bagian ini diuraikan sejumlah kesimpulan penelitian sebagai hasil

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bagian ini diuraikan sejumlah kesimpulan penelitian sebagai hasil BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Pada bagian ini diuraikan sejumlah kesimpulan penelitian sebagai hasil akhir dari rangkaian proses penelitian yang telah dilakukan sekaligus merupakan finalisasi

Lebih terperinci

2015 PROGRAM PENINGKATAN KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN HASIL ANALISIS KINERJA PROFESIONAL

2015 PROGRAM PENINGKATAN KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN HASIL ANALISIS KINERJA PROFESIONAL BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah yang menjadi dasar pijakan peneliti melakukan penelitian, kemudian tujuan penelitian yang menjadi arah pada penelitian ini, selanjutnya

Lebih terperinci

EKSISTENSI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI BALIK UU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

EKSISTENSI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI BALIK UU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL EKSISTENSI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI BALIK UU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL (Telaah Yuridis-Akademik Dalam Penegasan Kebijakan Dasar Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling) Sunaryo Kartadinata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bab I membahas mengenai latar belakang masalah; tujuan penelitian dan pengembangan; spesifikasi produk; pentingnya penelitian dan pengembangan; asumsi dan keterbatasan penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membuat manusia menyesuaikan diri dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari bahwa setiap individu memiliki hak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan bangsa. Sejarah menunjukan bahwa kunci keberhasilan pembangunan Negaranegara maju adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi reformasi pembangunan dalam upaya menyelamatkan kehidupan nasional yang tertera dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah terwujudnya masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,

Lebih terperinci

Bina Diri Anak Tunagrahita

Bina Diri Anak Tunagrahita Bina Diri Anak Tunagrahita Peristilahan Activity Daily Living Personal Management Self care Self help Di Indonesia: KMD berubah Bina Diri karena merealisasikan diri pada situasi kehidupan rumah, sekolah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma Penelitian 1. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan metode penelitian

Lebih terperinci

NUR ENDAH APRILIYANI,

NUR ENDAH APRILIYANI, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fenomena globalisasi membuahkan sumber daya manusia yang menunjukkan banyak perubahan, maka daripada itu dalam menghadapi era globalisasi seperti sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya pendidikan tersebut, lebih lanjut diuraikan dalam Undang- Undang Pendidikan Nomor 20 tahun 2003, Pasal 5 yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya pendidikan tersebut, lebih lanjut diuraikan dalam Undang- Undang Pendidikan Nomor 20 tahun 2003, Pasal 5 yang berbunyi: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas pendidikan berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fokus sasaran pendidikan pada jenjang SMLB bagi anak tunagrahita

BAB I PENDAHULUAN. Fokus sasaran pendidikan pada jenjang SMLB bagi anak tunagrahita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fokus sasaran pendidikan pada jenjang SMLB bagi anak tunagrahita dititikberatkan pada kecakapan vokasional. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa mereka mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI 1 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI Pendahuluan Guru-guru pendidikan jasmani (penjas) sudah mengetahui dan menyadari sepenuhnya bahwa aktivitas jasmani di samping mengembangkan aspek

Lebih terperinci