SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN"

Transkripsi

1 SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Oleh: Ristya Ferinda NIM: PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 i

2 SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Oleh: Ristya Ferinda NIM: PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 ii i

3 ii

4 iii

5 PERSEMBAHAN Skripsi ini peneliti persembahkan untuk: 1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya dalam hidupku. 2. Orang tuaku, Bapak Hartiyo dan Ibu Indar Ristiningsih yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan yang tak terhingga besar dan waktunya. 3. Tunanganku, Arif Yuono yang selalu memberikan doa, semangat, dan kasih sayang untuk berbagai hal yang kulakukan khususnya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Bapak Suhartono dan Ibu Nurjanah yang selalu memberikan doa dan kasih sayang. Serta kakakku tersayang Aniza Sudarmini yang selalu memberikan doa, menghiburku, dan membantuku untuk berbagai hal. 5. Dosen pembimbingku, Ibu Erlita dan Ibu Laura yang selalu membantu dan membimbingku dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Saudaraku semuanya yang selalu memberikan doa dan kasih sayang untuk berbagai hal 7. Sahabat-sahabatku seperjuangan skripsi, Lela, Rosita, dan Yovita, yang selalu memberiku semangat dan membantuku untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 8. Sahabat-sahabatku, yang selalu mendengarkan keluh kesahku dan menyemangatiku. 9. Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma, yang telah memberikan berbagai pengalaman dan kenangan. iv

6 MOTTO Doa adalah lagu hati yang membimbing ke arah singgahsana Tuhan meskipun ditingkah oleh suara ribuan orang yang sedang meratap (Kahlil Gibran) Ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta (Albert Einstein) Sejumlah godaan akan datang kepada mereka yang tekun dan rajin, tapi seluruh godaan akan menyerang mereka yang bermalas-malasan (Charles H. Spurgeon) v

7 PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 07 Maret 2017 Peneliti Ristya Ferinda vi

8 LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Ristya Ferinda Nomor Mahasiswa : Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN Dengan demikian saya memberitahukan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan ke dalam internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 07 Maret 2017 Yang menyatakan Ristya Ferinda vii

9 ABSTRAK SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN Ristya Ferinda Universitas Sanata Dharma 2017 Dinas pendidikan telah menunjuk beberapa sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Sekolah dasar inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat untuk memerangi sikap diskriminatif. Tujuan penelitian ini mengetahui besar presentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi dan mendeskripsikan penerapan setiap prinsip sekolah dasar inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Penelitian ini merupakan penelitian kuantatif non eksperimental dengan metode survei cross sectional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka, yang telah dilakukan validasi kepada dua orang validator sebelum dibagikan kepada responden. Ada 32 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman yang ditunjuk Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Kuesioner yang dibagikan kepada responden berjumlah 54 dan kuesioner yang kembali berjumlah 47 kuesioner. Dari hasil olah data, peneliti mendapatkan hasil bahwa hanya 22% penyelenggara sekolah dasar inklusi yang memenuhi prinsip-prinsip sekolah inklusi dan penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman telah mencakup 8 prinsip, yaitu penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran. Kata kunci: sekolah dasar inklusi dan prinsip-prinsip sekolah inklusi viii

10 ABSTRACT SURVEI OF THE IMPLEMENTATION OF INCLUSION PRIMARY SCHOOL IN SLEMAN REGENCY Ristya Ferinda Sanata Dharma University 2017 Education Authorities has appointed several schools to implement inclusion education. Concept of inclusion education is an education concept that represent all aspects relating to openness in accepting children with special needs to acquire their basic rights as citizens. Inclusion primary school is a school that accommodate every child in the same class by accommodating and responds to diversity through the curriculum that appropriate to each children s needs and partnering with the society to fight against discriminatory attitudes. The purpose of this research knowing a large percentage of inclusion primary school in Sleman regency in accordance with the principles of inclusion school and describe the application of any principle of inclusion school of implementation by inclusion primary school in Sleman regency. This research was a quantitative non experimental research with cross sectional survey method. Instrument that used in this research was questionnaire with open question which has been validated to two validators before being given to the respondents. There are 32 inclusion primary schools in Sleman District that had been appointed by the Education Authorities of Sleman District to implement inclusive education. Questionnaire that given to the respondents were 54 respondents and there were 47 respondents which bring back the questionnaire. From the data processing, researcher got the result that approach 22% of the schools that implement inclusion education have comply inclusion school s principles. The implementation of inclusion primary school in Sleman District included 8 principles, there were the new student s admission; identifications; flexible curriculum; designing child-friendly teaching materials and learning activities; child-friendly classroom arrangement; assessment; procurement and utilization of adaptive media learning; assessment and evaluation of learning. Keywords: inclusion primary school and inclusion school s principles ix

11 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik yang berjudul Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat berhasil dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. 2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma. 3. Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma. 4. Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan hingga akhir penyusunan skripsi selesai. 5. Ibu Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan x

12 bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan hingga akhir penyusunan skripsi selesai. 6. Validator instrumen kuesioner yang telah memberikan kritik dan saran pada instrumen penelitian ini. 7. Kepala Sekolah Dasar Inklusi se-kabupaten Sleman yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar. 8. Guru Sekolah Dasar Inklusi se-kabupaten Sleman yang sudah membantu dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 9. Kedua orang tuaku, Bapak Hartiyo dan Ibu Indar Ristiningsih yang selalu memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang. 10. Tunanganku, Arif Yuono yang selalu memberiku doa, semangat, bantuan, dan kasih sayang. 11. Lela Mustikasari, Rosita Cahayani, Yovita Ratri yang bersama-sama berjuang dan saling membantu dalam menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari bahwa penelitian skripsi ini masih banyak kekurangan. Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi. Peneliti xi

13 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv HALAMAN MOTTO... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR BAGAN... xiv DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. RUMUSAN MASALAH... 6 C. TUJUAN PENELITIAN... 6 D. MANFAAT PENELITIAN... 7 E. DEFINISI OPERASIONAL... 8 BAB II LANDASAN TEORI... 9 A. KAJIAN TEORI Pendidikan Inklusi... 9 a. Pengertian Pendidikan Inklusi... 9 b. Tujuan Pendidikan Inklusi c. Karakteristik Pendidikan Inklusi d. Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi Sekolah Dasar Inklusi Anak Berkebutuhan Khusus a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus b. Jenis-jenis Anak Bekebutuhan Khusus Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi a. Penerimaan Peserta Didik Baru yang Mengakomodasi Semua Anak b. Identifikasi c. Adaptasi Kurikulum d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak e. Penataan Kelas Ramah Anak f. Asesmen g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif xii

14 h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran B. HASIL PENELITIAN RELEVAN C. KERANGKA BERPIKIR D. HIPOTESIS BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN B. SETTING PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Subjek Penelitian Objek Penelitian C. POPULASI DAN SAMPEL Populasi Sampel D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA E. INSTRUMEN PENELITIAN F. TEKNIK PENGUJIAN INSTRUMEN Uji Validitas Instrumen Uji Reliabilitas Instrumen G. TEKNIK ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI PENELITIAN B. TINGKAT PENGEMBALIAN KUESIONER C. HASIL PENELITIAN D. PEMBAHASAN Kesesuaian Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman Penerapan Prinsip Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN A. KESIMPULAN B. KETERBATASAN PENELITIAN C. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS xiii

15 DAFTAR BAGAN Gambar 2.1 Bagan Literature Map xiv

16 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Daftar 9 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman sebagai sampel penelitian Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen penelitian tentang penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman Tabel 3.3 Skala Likert Tabel 3.4 Contoh Coding Data Tabel 4.1 Hasil jawaban prinsip pertama dengan jawaban terbanyak Tabel 4.2 Hasil jawaban prinsip kedua dengan jawaban terbanyak Tabel 4.3 Hasil jawaban prinsip ketiga dengan jawaban terbanyak Tabel 4.4 Hasil jawaban prinsip keempat dengan jawaban terbanyak Tabel 4.5 Hasil jawaban prinsip kelima dengan jawaban terbanyak Tabel 4.6 Hasil jawaban prinsip keenam dengan jawaban terbanyak Tabel 4.7 Hasil jawaban prinsip ketujuh dengan jawaban terbanyak Tabel 4.8 Hasil jawaban prinsip kedelapan dengan jawaban terbanyak Tabel 4.9 Prinsip-prinsip Sekolah Inklusi yang Terlaksana di Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman xv

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Rekomendasi Penelitian dari Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Sleman Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman Lampiran 3 Daftar Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi di Kabupaten Sleman Lampiran 4 Validasi Dosen Ahli A Lampiran 5 Validasi Dosen Ahli B Lampiran 6 Bentuk Kuesioner Lampiran 7 Contoh Instrumen Kuesioner yang Diisi Responden Lampiran 8 Hasil Olah Data Jawaban Responden xvi

18 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng sehingga itu harus dilindungi, dihormati, dan dipertahankan (Kustawan, 2013: 1). Ada berbagai macam hak asasi yang dimiliki manusia, yakni hak asasi pribadi yang berkaitan dengan kehidupan pribadi manusia, hak asasi politik yang berkaitan dengan kehidupan politik, hak asasi hukum yang berkaitan dengan hukum juga pemerintahan, hak asasi ekonomi yang berkaitan dengan kegiatan perekonomian, hak asasi peradilan yang berkaitan dengan perlakuan yang sama terhadap tata cara pengadilan, dan hak asasi sosial budaya yang berkaitan dengan kehidupan dalam bermasyarakat. Salah satu contoh hak asasi sosial budaya adalah mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam membangun peradaban bangsa. Pendidikan adalah satu-satunya aset untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas (Shoimin, 2014:20). Pendidikan dapat diperoleh melalui 3 jalur, yaitu pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolahsekolah pada umumnya; pendidikan nonformal yang terdapat di luar 1

19 2 pendidikan formal bisa sebagai tambahan belajar, sekolah pada usia dini, kursus, dan sebagainya yang dapat diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang; dan pendidikan informal merupakan pendidikan dalam keluarga dan lingkungan. Jalur pendidikan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, serta meningkatkan akademik maupun nonakademik yang dimiliki karena pendidikan formal, nonformal, dan informal ini dapat saling melengkapi untuk mengembangkan potensi diri. Potensi diri dapat dikembangkan melalui meningkatkan akademik juga nonakademik, sehingga sumber daya manusia semakin berkualitas dan dapat membangun peradaban bangsa yang semakin maju. UNESCO (dalam Kustawan, 2013: 3) The International Commission on Education for the Twenty-first Century, mengingatkan bahwa kebijakan pendidikan harus dirancang agar dapat merespon keberagaman kebutuhan peserta didik dan harus menghindari atau tidak menyebabkan munculnya ekslusivisme/pemisahkan dan diskriminasi. Sementara Salamanca Statement dan framework for Action (dalam Kustawan, 2013 : 17), menjelaskan bahwa sekolah regular yang berorientasi inklusif adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat inklusif dan mencapai cita-cita pendidikan untuk semua. Pendidikan hendaknya mampu memberikan wadah dan juga fasilitas belajar yang layak untuk semua peserta didik tanpa membeda-bedakan kebutuhan, penampilan fisik, suku, ras, agama, ekonomi, dan lainnya. Bagi

20 3 pihak sekolah harus bisa menghilangkan sikap diskriminasi yang sering menjadi kekhawatiran bagi orangtua yang akan menyekolahkan anaknya. Semua orangtua menginginkan pendidikan yang terbaik bagi anaknya, pendidikan yang mampu merespon keberagaman kebutuhan peserta didik. Sekolah hendaknya tidak membedakan siswa yang tidak memiliki kebutuhan khusus dan siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Setiap sekolah wajib menerima semua peserta didik tanpa prasyarat tertentu dan menerima dengan keterbukaan. Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusi atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Pendidikan inklusi didefinisikan sebagai konsep yang menampung semua anak yang berkebutuhan khusus maupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan menulis (Ilahi, 2013: 23). Di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang menyelenggarakan pendidikan inklusi akan terjadi perubahan praktis yang memberi kesempatan kepada semua anak dengan latar belakang dan

21 4 kemampuan yang berbeda untuk belajar bersama (Kustawan, 2013: 61). Sekolah Dasar Inklusi juga terselenggara di Kabupaten Sleman dengan jumlah sebanyak 32 sekolah. Sekolah yang ditunjuk dianggap mampu untuk menyelanggarakan sekolah inklusi. Sekolah tersebut tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Sleman, yakni di Kecamatan Seyegan, Mlati, Tempel, Turi, Pakem, Cangkringan, Ngemplak, Ngaglik, Moyudan, Godean, Gamping, Depok, Kalasan, dan Prambanan. Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi memberi tanggungjawab kepada semua pihak sekolah untuk bertanggungjawab juga mengupayakan bantuan dalam berbagai hal dalam kegiatan sekolah dan hubungannya dengan masyarakat, dengan tujuan untuk memberikan pendidikan yang layak bagi peserta didik. SD/MI harus mampu mengakomodasi semua peserta didik tanpa membedakan dari sudut pandang apapun. Pihak sekolah diharapkan mampu merancang model, fasilitas, kurikulum, tenaga pendidik, administrami, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sekolah dengan baik agar menjadikan sekolah yang ramah anak, terbuka, dan tidak mendiskriminasi. Kepala SD/MI harus memahami atau menguasai filosofi dan konsep pendidikan inklusi yang diyakininya dan harus berani menjamin dan bertanggungjawab tugas mulianya atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang dapat mengakomodasi semua anak ketika dalam pelaksanaannya ada tantangan atau permasalahan (Kustawan, 2013: 60). Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sleman

22 5 sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusi berjumlah 32 sekolah yang tersebar di beberapa kecamatan. Jumlah sekolah dasar ini sudah cukup memadai untuk menampung siswa yang mengalami kebutuhan khusus di wilayah Kabupaten Sleman. Berdasarkan penelitian terdahulu dari Supardjo (2016) bertujuan mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam sistem inklusi di sekolah dasar penyelenggaraan pendidikan inklusi dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran di SD Negeri III Giriwono Wonogiri dan penelitian terdahulu dari Ery Wati (2014) yang menyatakan di SD Negeri 32 Kota Banda Aceh ditemukan adanya kesalahan-kesalahan terkait aspek pemahaman, kebijakan internal sekolah, kurikulum, serta tenaga kependidikan dan pembelajarannya mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang relevan di Wilayah Kabupaten Sleman. Peneliti terdorong untuk melanjutkan penelitian tersebut dengan menambahkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi pada penelitian ini untuk mengetahui kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Berakar dari latar belakang yang disebutkan di atas, peneliti ingin meneliti dengan judul Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

23 6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka rumusan masalah yang diperoleh sebagai berikut : 1. Berapa jumlah persentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi? 2. Bagaimana penerapan setiap prinsip sekolah inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman? C. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui jumlah persentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi. 2. Mendeskripsikan penerapan setiap prinsip sekolah inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

24 7 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan referensi tentang kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. 2. Manfaat praktis a. Bagi Peneliti Peneliti memperoleh pengalaman langsung untuk menggali kesesuaian prinsip-prinsip sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. b. Bagi Guru Guru mendapatkan informasi kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. c. Bagi Sekolah Dasar Inklusi Sekolah mendapatkan data tentang kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

25 8 E. Definisi Operasional 1. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang melayani anak berkebutuhan khusus di kelas reguler bersama-sama teman seusianya untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. 2. Sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan selama enam tahun yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak untuk memerangi sikap diskriminatif. 3. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu karena dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan berbakat. 4. Prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi adalah penyelenggaraan sekolah inklusi yang menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran untuk memberi kesempatan kepada semua anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda untuk belajar bersama. Ada 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang digunakan peneliti, sebagai berikut: penerimaan peserta didik baru (PPDB), identifikasi, kurikulum fleksibel, merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, penilaian dan evaluasi pembelajaran.

26 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini membahas kajian teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis. A. Kajian Teori 1. Pendidikan Inklusi a. Pengertian Pendidikan Inklusi Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara (Ilahi, 2013: 24). Pernyataan tersebut didukung oleh Staub dan Peck (dalam Ilahi, 2013: 27) yang menyatakan bahwa pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Sedangkan O Neil (dalam Ilahi, 2013: 27) menambahkan, pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya. Rosilawati (2013: 9) memaparkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak tanpa terkecuali. Tiarni (2013: 4) berpendapat pendidikan inklusi dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan 9

27 10 khusus belajar dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang melayani anak berkebutuhan khusus di kelas regular bersama-sama teman seusianya untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. b. Tujuan Pendidikan Inklusi Menurut Ilahi (2013: 39), tujuan pendidikan inklusi, yaitu : 1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. 2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Sembodo (2008: 7) menyebutkan beberapa manfaat pendidikan dibuat agar anak-anak istimewa belajar bersama-sama anak-anak lain diantaranya adalah : 1) Meningkatkan interaksi sosial 2) Lebih banyak tingkah laku normal yang dapat dicontoh oleh mereka 3) Meningkatkan perkembangan bahasa 4) Menjadikan mereka lebih mandiri

28 11 5) Perkembangan dan nilai guna pendidikan bergantung pada program dan intervensi yang dijalankan oleh guru Rosilawati (2013: 10) menyatakan bahwa manfaat dan sisi positif lain yang diperoleh dari adanya pendidikan inklusi diantaranya : 1) Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah. 2) Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran. 3) Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak. Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan inklusi adalah 1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. 2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. 3) Meningkatkan interaksi sosial 4) Menjadikan mereka lebih mandiri

29 12 5) Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran. c. Karakteristik Pendidikan Inklusi Direktorat Pendidikan Luar Biasa (dalam Ilahi, 2013: 44) menyatakan bahwa pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna, antara lain: 1) Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon karagaman individu. 2) Mempedulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak dalam belajar. 3) Anak kecil yang hadir (di sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya. 4) Diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong marginal, ekslusif, dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar. d. Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi Ilahi (2013: 48) menjelaskan bahwa prinsip dasar pendidikan inklusi sebagai sebuah paradigma pendidikan yang menekankan pada keterbukaan dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus. Salamanca Statement dan Framework for Action (dalam Ilahi, 2013: 49) menyatakan prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus adalah semua anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah tanpa memandang perbedaan latar belakang kehidupannya. Kedua pernyataan tersebut didukung oleh Florian (dalam Ilahi, 2013: 50)

30 13 yang menyatakan bahwa pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan untuk semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, kultural, maupun bahasa. Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip pendidikan inklusi adalah sebuah paradigma pendidikan yang menekankan pada keterbukaan dimana semua anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah tanpa menghiraukan perbedaan yang ada. 2. Sekolah Dasar Inklusi Stainback dan Stainback (dalam Ilahi, 2013: 83) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Pernyataan tersebut didukung oleh perjanjian Salamanca Statement dan Framework for Action (dalam Kustawan, 2013: 17) bahwa sekolah regular dengan orientasi inklusi merupakan cara yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang terbuka, membangun suatu masyarakat inklusi dan mencapai pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi sehingga menekan biaya untuk keseluruhan sistem pendidikan. Menurut Rosilawati (2013: 18), sekolah inklusi merupakan tempat bagi setiap anak untuk dapat diterima menjadi bagian dari kelas, dapat mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat. Bafadal

31 14 (2006: 03) menyatakan bahwa sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan enam tahun. Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan selama enam tahun yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat untuk memerangi sikap diskriminatif. 3. Anak Berkebutuhan Khusus a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Mulyono (dalam Ilahi, 2013: 137) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan berbakat. Sunanto (dalam Ilahi, 2013: 137) mendukung pernyataan tersebut dengan menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus bukan berarti hendak menggantikan anak penyandang cacat atau anak luar biasa, melainkan memiliki pandangan yang lebih luas dan positif bagi anak dengan keberagaman yang berbeda. Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens. Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan

32 15 segala hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu (Ilahi, 2013: 138). Sunan & Rizzo (dalam Subini, 2014: 13) memaparkan, anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki perbedaan dalam beberapa dimensi penting dari fungsi kemanusiaannya. Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah sebagai anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan segala hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu karena dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan berbakat. b. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus Menurut Tiarni (2013: 24), dalam panduan penganganan ABK bagi pendaming orang tua, keluarga, dan masyarakat, jenis-jenis ABK ada 12 macam, antara lain: 1) Anak disabilitas penglihatan adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh (total) atau sebagian (lowvision). 2) Anak disabilitas pendengaran adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran, baik sebagian maupun menyeluruh, dan biasanya memiliki hambatan dalam berbahasa dan bicara. 3) Anak disabilitas intelektual adalah anak yang memiliki inteligensi yang signifikan berada dibawah rata-rata anak seusianya dan sertai

33 16 dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku, yang muncul dalam masa perkembangan. 4) Anak disabilitas fisik adalah anak yang mengalami gangguan gerak akibat kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk, dan fungsi tubuh atau anggota gerak. 5) Anak disabilitas sosial adalah anak yang memiliki masalah atau hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, serta berperilaku menyimpang. 6) Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan, yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah rentang atensi atau perhatian, hiperativitas, dan impulsivitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berpikir, dan mengendalikan emosi. 7) Anak dengan gangguan spektrum autisma atau autism spectrum disorders (ASD) adalah anak yang mengalami gangguan dalam tiga area dengan tingkatan berbeda-beda, yaitu kemampuan komunikasi dan interaksi sosial, serta pola-pola perilaku yang repititif dan stereotipi. 8) Anak dengan gangguan gada adalah anak yang memiliki dua atau lebih gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan, pendidikan khusus, dan alat bantu pelajar yang khusus.

34 17 9) Anak lambat belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah rata-rata tetapi belum termasuk gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan berulang-ulang dan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik. 10) Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning disabilities adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung. 11) Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anak yang mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa wicara, suara, irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan oleh faktor fisik, psikologis, dan lingkungan, baik reseptif maupun ekspresif. 12) Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah anak yang memiliki skor inteligensi yang tinggi (gifted), atau mereka yang unggul dalam bidang-bidang khusus (talented) seperti musik seni, olah raga, dan kepemimpinan. Permendiknas No 70 Tahun 2009 tentang Pendidik Inklusi Bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, bahwa peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah:

35 18 1) Tunanetra (hambatan indra penglihatan) tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision. 2) Tunarungu (hambatan pendengaran) adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah: a) Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40dB) b) Gangguan pendengaran ringan (41-55dB) c) Gangguan pendengaran sedang (56-70dB) d) Gangguan pendengaran berat (71-90dB) e) Gangguan pendengaran ekstrim/tuli (di atas 91dB) 3) Tunawicara (hambatan bicara) adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain. 4) Tunagrahita (hambatan intelektual) adalah individu yang memiliki itelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. 5) Tunadaksa (kelainan motorik dan mobilitas) adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-

36 19 muskular dan struktur tulang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. 6) Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Public Law (dalam Hidayat, 2013:13) mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan emosi, yaitu gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukan salah satu atau lebih gejala-gejala berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar : a) Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan, pengindraan, atau kesehatan b) Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru c) Berperilaku yang tidak pantas dalam keadaan normal d) Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus menerus e) Cenderung menunjukan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah. Karakteristik yang dikemukakan oleh Hallahan dan Kauffman (dalam Hidayat, 2013: 32-33) berdasarkan dimensi tingkah laku: a) Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku memperlihatkan ciri-ciri : suka berkelahi, memukul, menyerang, tidak mau bekerja sama, cemburu dan mudah terpengaruh.

37 20 b) Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan ciri-ciri khawatir, cemas, ketakutan, sedih, dan kurang percaya diri. c) Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri yaitu pelamun, kaku, pasif, dan pembosan. d) Anak yang agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri, yaitu mempunyai kelompotan jahat, mencuru bersama kelompoknya, dan bolos sekolah. 7) Kesulitan belajar (learning disability) adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau atau penggunaan bahasa, lisan maupun tertulis, yang termanifestasikan dalam suatu kemampuan yang tidak sempurnauntuk mendengarkan, berpikir, bicara, membaca, menulis, mengeja, maupun melakukan perhitungan matematika. Jenis-jenis kesulitan belajar diantaranya dyscalculia, dysgraphia, dyslexia, dan dyspraxia. 8) Lambat belajar (slow learner) adalah mereka yang memiliki prestasi belajar rendah, di bawah rata-rata anak pada umumnya pada salah satu atau seluruh area akademik, tapi mereka ini bukan tergolong anak keterbelakang mental. Anak lambat belajar atau slow learner adalah mereka yang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit dibawah rata-rata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau seluruh area akademik. Jika dilakukan pengetesan pada IQ mereka menunjukkan skor antara Wiley

38 21 (dalam Triani, 2013:3) menyebutkan karakteristik anak yang mengalami slow learner: a) Inteligensi Dari segi inteligensi anak-nak lambat belajar atau slow learner berada pada kisaran di bawah rata-rata yaitu berdasarkan skala WISC b) Bahasa Anak-anak lambat belajar atau slow learner mengalami masalah dalam berkomunikasi. c) Emosi Dalam hal emosi, anak-anak lambat belajar atau slow learner memiliki emosi yang kurang stabil. Mereka cepat marah dan sensitif. d) Sosial Anak-anak lambat belajar atau slow learner dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Mereka sering memeilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri. e) Moral Anak-anak lambat belajar atau slow learner tahu aturan yang berlaku tetapi mereka tidak paham untuk apa peraturan tersebut dibuat. (Triani. 2013: 10-12) f) Autis (autism child) adalah keadaan anak yang mengalami gangguan autisme.

39 22 Menurut Tiarni (2013: 26-28), anak berkebutuhan khusus yang biasa masuk di sekolah inklusi antara lain anak yang: 1) Berkesulitan belajar Adalah anak yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, disleksia, dan afasia perkembangan. 2) Lamban belajar Jika anak yang berkesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata maka sebaliknya dengan anak-anak lamban belajar. Mereka memiliki IQ di bawah lancar. Ingatannya sangat pendek sekali. 3) ADHD Attention Deficits and hiperactivity disorder, adalah gangguan yang berupa kekurangannya perhatian dan hiperaktivitas (aktivitas yang berlebihan). 4) Spectrum Autisma Spectrum Autisma atau autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita. Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis anak berkebutuhan khusus adalah tunanetra, tunarungu,

40 23 tunawicara, tunagrahita, GPPH, kesulitan belajar khusus, Slow learner, spectrum autis, gifted, tunalaras, tunadaksa. 4. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Sekolah Inklusi a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasikan Semua Anak Kustawan (2013: 90-91) menyatakan bahwa penerimaan peserta didik baru di SD/MI pada setiap tahun pelajaran perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, sekolah membentuk Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru yang dilengkapi dengan pendidik (guru pendidik khusus dan/ atau konselor) yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Bagi sekolah yang memiliki psikolog atau bekerjasama dengan psikolog, maka psikolog tersebut dapat ikut serta dalam kepanitiaan PPDB. SD/MI Penyelenggara pendidikan inklusi menerima peserta didik berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah dan mengalokasikan kursi/quota untuk peserta didik berkebutuhan khusus. b. Identifikasi Kustawan (2013: 93) menyatakan bahwa identifikasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/kelainan/gangguan baik fisik,

41 24 intelektual, mental, emosional dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (dalam Kustawan, 2013: 93) menjelaskan istilah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/ tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Buku Modul Pelatihan Pendidikan Inklusi (dalam Kustawan, 2013: 93) memaparkan, identifikasi dapat diartikan menemukenali. Identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah suatu upaya menemukenali anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak berkelainan dengan gejala-gejala yang menyertainya. Lerner (dalam Kustawan, 2013: 95) mengemukakan bahwa identifikasi dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan(screening), pengalihtanganan (referral), klasifikasi (classification), perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress). Tujuan dilaksanakan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, dimana hasil identifikasi

42 25 dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran yang disesuiakan dengan kebutuhan khususnya dan/atau untuk menyusun program dan pelaksanaan intervensi/penanganan/terapi berkaitan dengan hambatannya (Kustawan, 2013: 95). c. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel) Kurikulum fleksibel yakni mengakomodasi anak dengan berbagai latar belakang dan kemampuan, maka kurikulum tingkat satuan pendidikan akan lebih peka mempertimbangkan keragaman anak agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan kebutuhannya (Kustawan, 2013: 107). Pendapat tersebut didukung oleh Nasution (dalam Ilahi, 2013: 168) yang menyatakan, kurikulum merupakan salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolok-ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan. Pengembangan dan pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan dan menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Menurut Arifin (dalam Ilahi, 2013: 169), kurikulum tidak sekadar dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan anak didik oleh pendidiknya, tetapi juga segala kegiatan yang menyangkut kependidikan dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak didik dalam rangka mencapai hakikat tujuan pendidikan yang sebenarnya, terutama perubahan tingkah laku yang menjadi cerminan dari kualitas anak didik yang berkepribadian luhur.

43 26 d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak Guru yang baik akan melakukan pembelajaran yang interaktif agar perhatian anak didiknya terpusat penuh kepada guru. Guru juga harus menggunakan metode pembelajaran yang cocok bagi anak didiknya agar anak didiknya mampu berpartisipasi di dalam pelajaran. Jenis materi pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang disabilitas (Kustawan, 2013: 111). Ilahi (2013: ) menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-sub topik tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan. e. Penataan Kelas Ramah Anak Everton dan Weintein (dalam Friend, 2015: 285) mengemukakan bahwa pengelolaan ruang kelas mencakup semua hal yang dilakukan oleh para guru demi mengoptimalkan proses belajar-mengajar yang efektif, mulai dari mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi. Kerr dan Nelson (dalam Friend, 2015: 274) menyatakan bahwa cara penataan unsurunsur fisik dalam suatu ruang kelas dapat berdampak pada proses belajar dan perilaku siswa di sejumlah area. Menurut Friend (2015: 270), penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang

44 27 berkebutuhan khusus. Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding, pencahayaan, area lantai serta ruang penyimpanan. f. Asesmen Asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan ketika diperlukan (Overton dalam Friend, 2015: 209). Triani (2013: 25) menambahkan asesmen merupakan kegiatan secara utuh dan menyeluruh untuk tujuan tertentu, kegiatan yang dilakukan dalam asesmen adalah mengumpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran. a) Screening Friend (2015: 210) menyatakan bahwa screening meliputi keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran, atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas. Menurut Tiarni (2013: 22), screening dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus. b) Diagnosis Keputusan besar yang terkait dengan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, pertimbangan berdasarkan

45 28 ketentuan hukum bahwa siswa dianggap layak untuk dianggap menyandang disabilitas atau tidak (Friend, 2015: 211). c) Penempatan program Friend (2015: 215) mengemukakan bagian utama dari keputusan penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima siswa, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah. d) Penempatan kurikulum Friend (2015: 216) mengungkapkan bahwa penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai penempatan kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukuran bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum yang juga menjadi tujuan tegas dari IDEA. e) Evaluasi pengajaran Keputusan dalam evaluasi pengajaran meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa. Keputusan ini dibuat dengan memantau kemajuan siswa secara cermat (Friend, 2015: 217).

46 29 f) Evaluasi program Friend (2015: 217) menjelaskan bahwa keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk menghentikan, melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa. g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajarn Adaptif Kustawan (2013: 117) berpendapat bahwa media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan, dan karakteristik anak akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran. h. Penilaian dan evaluasi pembelajaran Evaluasi merupakan proses yang penting dalam bidang pengambilan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan pengambilan keputusan dalam memilih diantara beberapa alternatif. Adapun karakteristik evaluasi adalah: (1) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi, (2) memfasilitasi pertimbanganpertimbangan, (3) menyediakan informasi yang berguna, (4) melaporkan penyimpangan/kelemahan untuk memperoleh remediasi dari yang dapat diukur saat itu juga (Kustawan, 2013: 124).

47 30 B. Hasil Penelitian Relevan Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu. Adapun penelitian tersebut adalah : Pertama, penelitian yang berjudul Pengelolaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Sekolah dasar Negeri III Giriwono Wonogiri yang ditulis oleh Supardjo. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam sistem inklusi di sekolah dasar penyelenggaraan pendidikan inklusi dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Data dikumpulkan berupa katakata, gambar, dokumen, angka yang ditampilkan merupakan data pelengkap. Kedua, penelitian yang berjudul Pelaksanaan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 14 Pakan Sinayan Payakumbuh yang ditulis oleh Winda Quida Sari. Penulis menyatakan bahwa penelitian ini penting dilakukan agar pelaksanaan inklusi dapat terlaksana sebagaimana semestinya dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan tujuan pendidikan. Metode yang digunakan peneliti adalah desktiptif untuk memahami perubahan atau intervensi terhadap sasaran penelitian. Analisis data merupakan suatu proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan, karena penelitian ini bersifat deskriptif maka teknik analisis data yang digunakan adalah gambaran dengan kata-kata. Ketiga, penelitian yang berjudul Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh yang ditulis oleh Ery Wati. Latar

48 31 belakang dari penelitian ini adalah meskipun sudah banyak sekolah dasar yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi, tetapi dalam implementasinya masih banyak yang tidak sesuai dengan konsep-konsep yang mendasar, bahkan tidak jarang ditemukan adanya kesalahan-kesalahan praktek terutama terkait dengan aspek pemahaman, kebijakan internal sekolah, kurikulum, serta tenaga kependidikan dan pembelajarannya. Bahkan seperti diberitakan oleh beberapa media massa di Aceh bahwa sekolah dasar yang sudah ditunjuk menjadi sekolah inklusi menolak untuk menerima anak berkebutuhan khusus dikarenakan belum adanya guru yang professional. Penelitiannya menguak beberapa aspek penting terkait dengan pelaksanaan dan kendala pendidikan inklusi di Banda Aceh. Ketiga penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Pada penelitian pertama memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti tentang tujuan dilakukannya penelitian, yaitu untuk mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam sistem inklusi di sekolah dasar penyelenggaraan pendidikan inklusi dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Sedangkan penelitian kedua memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti tentang tujuan dilakukannya penelitian. Pada penelitian ini, tujuannya adalah agar pelaksanaan inklusi dapat terlaksana sebagaimana semestinya dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan tujuan pendidikan. Sedangkan pada penelitian ketiga memiliki relevansi tentang latar belakang yang bertujuan menguak

49 32 beberapa aspek penting terkait dengan pelaksanaan dan kendala pendidikan inklusi. Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa meskipun sudah banyak sekolah dasar yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi, tetapi dalam implementasinya masih banyak yang tidak sesuai dengan konsep-konsep yang mendasar. Ketiga penelitian tersebut memberi relevansi kepada peneliti yang melakukan penelitian mengenai kesesuaian prinsip sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi. Penelitian ini juga melanjutkan dari penelitian-penelitian terdahulu terkait prinsip-prinsip yang diteliti. Pada penelitian terdahulu ada 3 hingga 5 prinsip yang diteliti, penelitian ini menambahkan jumlah prinsip yang diteliti menjadi 8 prinsip. Peneliti menambahkan jumlah prinsip yang diteliti dengan tujuan melanjutkan ruang lingkup penelitian dan mengetahui perbedaan penyelenggaraan sekolah inklusi di wilayah yang diteliti. Penelitian terdahulu menjadi pendukung pada penelitian ini terkait prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Literature map penelitian yang relevan dapat dilihat pada berikut :

50 33 Supardjo (2016) Pengelolaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Sekolah dasar Negeri III Giriwono Wonogiri mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran ABK dalam sistem inklusi di sekolah dasar penyelenggaraan pendidikan inklusi Winda Quida Sari (2012) Pelaksanaan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 14 Pakan Sinayan Payakumbuh pelaksanaan inklusi dapat terlaksana sebagaimana semestinya sesuai dengan tujuan pendidikan Ristya Ferinda Survei Penyelenggaraan Sekolah Inklusi di Kabupaten Sleman Ery Wati (2014) Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh dalam implementasinya masih banyak yang tidak sesuai dengan konsepkonsep yang mendasar Gambar 2.1 bagan literature map

51 34 C. Kerangka Berpikir Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi memberi tanggungjawab kepada semua pihak sekolah untuk bertanggungjawab juga mengupayakan bantuan dalam berbagai hal dalam kegiatan sekolah dan hubungannya dengan masyarakat, dengan tujuan untuk memberikan pendidikan yang layak bagi peserta didik. SD/MI harus mampu mengakomodasi semua peserta didik tanpa membedakan dari sudut pandang apapun. Pihak sekolah diharapkan mampu merancang model, fasilitas, kurikulum, tenaga pendidik, administrami, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sekolah dengan baik agar menjadikan sekolah yang ramah anak, terbuka, dan tidak mendiskriminasi. Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusi atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Kustawan (2013: 60) berpendapat, kepala SD/MI harus memahami atau menguasai filosofi dan konsep pendidikan inklusi yang diyakininya dan harus berani menjamin dan bertanggungjawab tugas mulianya atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang dapat mengakomodasi semua anak ketika dalam pelaksanaannya ada tantangan atau permasalahan.

52 35 Penelitian ini mengembangkan dari penelitian-penelitian terdahulu terkait prinsip-prinsip yang diteliti. Pada penelitian terdahulu ada 3 hingga 5 prinsip yang diteliti, penelitian ini menambahkan jumlah prinsip yang diteliti menjadi 8 prinsip. Sehingga peneliti menambahkan jumlah prinsip yang diteliti dengan tujuan mengembangkan ruang lingkup penelitian dan mengetahui perbedaan penyelenggaraan sekolah inklusi di wilayah yang diteliti. Penelitian terdahulu menjadi pendukung pada penelitian ini terkait prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Peneliti terdorong untuk mengembangkan penelitian tersebut dengan menambahkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi pada penelitian ini untuk mengetahui kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Peneliti mengambil judul penelitian Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman dengan jenis penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross-sectional yang menggunakan instrumen berupa kuesioner terbuka untuk mengumpulkan data. Tes ini berbentuk uraian (esai) yang memberi kebebasan kepada subjek yang diteliti dalam memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Data yang diperoleh kemudian akan diolah dan dianalisis. Peneliti akan memberikan kuesioner dengan pertanyaan terbuka kepada guru kelas 1 hingga guru kelas 6 di sekolah dasar inklusi se-kabupaten Sleman yang menjadi sampel penelitian. Kuesioner yang diperoleh dari berbagai sekolah dasar inklusi dikumpulkan, kemudian data tersebut akan diolah sehingga dapat disimpulkan jumlah persentase sekolah dasar inklusi di

53 36 Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dnegan prinsip sekolah inklusi dan mendeskripsikan penerapan setiap prinsip sekolah inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. D. Hipotesis Penelitian 1. Sebesar 50% penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman sudah sesuai prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. 2. Penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman mencakup prinsip penerimaan peserta didik baru (PPDB), identifikasi, kurikulum fleksibel, merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, penilaian dan evaluasi pembelajaran.

54 BAB III METODE PENELITIAN Bagian metode penelitian ini memaparkan jenis penelitian, setting penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, validasi dan reliabilitas, dan teknik analisis data. A. Jenis Penelitian Pada penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross-sectional. Menurut Suharsaputra (2014: 50), poin dari penelitian kuantitatif adalah menjelaskan fenomena atau gejala untuk mencari penjelasan akan sesuatu, dari masalah yang dihadapi yang memerlukan kejelasan dan menggambarkan keingintahuan dan keinginan untuk mendapatkan pemahaman akan kondisi atau kejadian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dimana peneliti berusaha untuk mengetahui kondisi penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Menurut Jogiyanto (2008: 03), survei (survey) atau jajak-pendapat atau lengkapnya self-administered survey adalah metoda pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden-responden secara tertulis. Survei dibatasi pada penelitian dengan data yang dikumpulkan dari sampel untuk mewakili seluruh populasi (Effendi, 2012: 03). Prasetyo (2008: 45) mengemukakan bahwa penelitian dengan cross-sectional adalah penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu, dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan. 37

55 38 B. Setting Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Pemilihan sekolah dasar inklusi ini berdasarkan data yang didapat peneliti dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman. Tempat penelitian di sekolah dasar se-kabupaten Sleman yang telah mendapatkan surat keputusan (SK) berupa keputusan untuk menyelenggarakan sekolah inklusi. Berdasarkan SK dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sleman sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi berjumlah 32 sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Sleman, namun pada penelitian ini hanya 9 sekolah dasar inklusi yang dijadikan sebagai sampe penelitian. b. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2016 sampai dengan bulan Maret Adapun kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah peneliti menentukan judul skripsi yang dilakukan awal bulan Agustus Penyusunan instrumen kuesioner yang dilakukan dari bulan Agustus hingga awal bulan November Di akhir bulan November 2016 penulis konsultasi pembuatan surat pengantar validasi dengan dosen pembimbing dan dilanjutkan pembuatan surat pengantar validasi instrumen kuesioner.

56 39 Pada bulan Desember 2016 peneliti melakukan validasi instrumen kuesioner dan penyusunan skripsi bab I dan II. Pada awal bulan Januari 2017 melakukan perizinan kepada pemerintah melalui pengajuan surat izin ke Kantor Kesatuan Bangsa yang dilanjutkan ke Kantor Bappeda Kabupaten Sleman, selanjutnya peneliti mengantarkan tembusan surat ke Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Kantor Bupati Kabupaten Sleman, UPT dan Kantor Kecamatan di setiap kecamatan yang terdapat sekolah dasar inklusi yang digunakan sebagai penelitian. Pada pertengahan bulan Januari hingga pertengahan bulan Februari 2017 membagikan kuesioner dan pengambilan data di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman dilanjutkan mengerjakan bab III. Pengolahan data, revisi, dan penyusunan bab IV dan V dilakukan pada bulan Februari Awal bulan Maret 2017 dilanjutkan konsultasi bab I hingga V dan revisi. 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah guru kelas 1 hingga kelas 6 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman. 3. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah pengelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman.

57 40 C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012: 80). Menurut Nawawi (dalam Taniredja, 2011: 33) populasi adalah keseluruhan subyek yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai sumber. Populasi dari penelitian ini adalah semua guru di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman dengan jumlah 32 sekolah dasar inklusi. Populasi dibatasi hanya berjumlah 32 sekolah dasar karena berdasarkan surat keputusan yang peneliti dapatkan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman sekolah dasar yang menyelenggarakan sekolah inklusi berjumlah 32 sekolah dasar inklusi dengan jumlah guru sebanyak 192 guru. 4. Sampel Sugiyono (2012: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Menurut Ali (dalam Taniredja, 2011: 34) sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti yang dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian adalah obyek/subyek yang diteliti yang mewakili keseluruhan populasi.

58 41 Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel (Sugiyono, 2015: 118). Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling dengan teknik simple random sampling. Teknik pengambilan sampel ini memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel dan dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 9 sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman dengan 47 guru sebagai responden. Tabel 3.1 Daftar 9 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman sebagai sampel penelitian No. Sekolah Dasar Inklusi Kecamatan 1. SD Negeri Ngijon 2 Moyudan 2. SD Negeri Semarangan 5 Godean 3. SD Muhammadiyah Kasuran Seyegan 4. SD Negeri Plaosan 1 Mlati 5. SD Negeri Sendangadi 2 Mlati 6. SD Negeri Bedelan Mlati 7. SD Negeri Gejayan Depok 8. SD Negeri Puren Depok 9. SD Negeri Mustokorejo Depok D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2014: 62). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner ini digunakan untuk mengumpulkan data, yang diharapkan dapat mengungkapkan kondisi

59 42 penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Menurut Sugiyono (2010: 199), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner adalah instrumen survei untuk mendapatkan datanya (Jogiyanto, 2008: 17). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan kepada responden untuk mendapatkan data. Kuesioner termasuk dalam teknik pengumpulan data non tes. Kuesioner ini disebarkan kepada wali kelas 1 hingga wali kelas 6 di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Kuesioner berisikan pertanyaan terbuka terkait dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Jangka waktu pengisian kuesioner berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan pihak sekolah namun dengan batas waktu tertentu. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah mendatangi sekolahsekolah yang dijadikan sampel penelitian. Selanjutnya peneliti melakukan ijin penelitian dengan kepala sekolah. Setelah mendapat ijin dari kepala sekolah, peneliti membagikan angket kuesioner kepada guru kelas 1 hingga kelas 6, peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner dan membuat kesepakatan waktu pengumpulan bersama kepala sekolah. Langkah selanjutnya saat tiba waktu pengumpulan yang telah disepakati, peneliti kembali datang ke sekolah tersebut untuk mengambil hasil kuesioner yang telah diisi, apabila ada responden yang belum menyelesaikannya, peneliti membuat kesepakatan ulang dalam menentukan waktu pengumpulan.

60 43 E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat yang dipakai untuk menjembatani antara subjek dan objek (secara substansial antara hal-hal teoritis dengan empiris, antara konsep dengan data), sejauh mana data mencerminkan konsep yang ingin diukur tergantung pada instrumen (yang substansinya disusun berdasarkan penjabaran konsep/penentuan indikator) yang dipergunakan untuk mengumpulkan data (Suharsaputra, 2014: 94). Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka. Lembar kuesioner terbuka ini digunakan untuk mengetahui kondisi penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Kuesioner ini dibagikan kepada wali kelas 1 hingga wali kelas 6 yang menjadi sampel penelitian. Lembar kuesioner terbuka ini berisi indikator-indikator tentang prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Menurut Effendi (2012: 185) pertanyaan terbuka, baik alasan utama atau alasan apa saja tidak disediakan variasi jawaban dari pertanyaan tersebut oleh peneliti, responden diberikan kebebasan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Instrumen kuesioner dalam penelitian ini berbentuk pertanyaan terbuka (terlampir). Peneliti menyusun beberapa soal dengan indikatorindikator yang akan diteliti. Berikut kisi-kisi kuesioner yang digunakan peneliti: Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian tentang penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman No. Prinsip Indikator No. Item 1 Penerimaan Peserta Menerima semua tipe anak 1, 2, 3, 4, 5

61 44 Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasikan semua anak berkebutuhan khusus Mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah Mempersiapkan sarana dan prasarana Merencanakan sumber daya biaya 2 Identifikasi Mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus 3 Adaptasi Kurikulum (Kurikulum fleksibel) 4 Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak 5 Penataan kelas yang ramah anak 6, 7, 8 9, 10, 11 12, 13, 14, 15 16, 17, 18, 19 Menyusun Kurikulum 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29 Menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa Menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar Mengarahkan pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas 6 Asessmen Upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan Melakukan penyaringan atau screening Melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus Melakukan penempatan program pada anak berkebutuhan khusus Melakukan penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran siswa Melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus 30, 31, 32, 33 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40 41, 42, 43, 44, 45 46, 47, 48, 49, 50 51, 52, 53, 54, 55 56, 57, 58, 59, 60 61, 62, 63, 64 65, 66, 67 68, 69 70, 71, 72, 73 Melakukan evaluasi program 74, 75, 76, 77 pada anak berkebutuhan khusus 7 Pengadaan dan Memahami pentingnya Media 78, 79, 80, 81,

62 45 pemanfaatan media pembelajaran adaptif 8 Penilaian dan evaluasi pembelajaran Pembelajaran Adaptif sebagai 82, 83 sarana dalam pembelajaran Menentukan KKM 84, 85, 86, 87 Menjelaskan karakteristik 88, 89, 90, 91, evaluasi 92 Menunjukkan kegunaan 93, 94, 95, 96, kegiatan evaluasi 97, 98, 99, 100 Berdasarkan tabel 3.2 terkait kisi-kisi instrumen, teori yang digunakan untuk penyusunan berlandaskan teori dari Kustawan, Friend, Ilahi, Tiarni, dan Triani yang lebih lengkapnya terdapat pada kajian teori BAB II penelitian ini halaman Teori dari Kustawan digunakan untuk menentukan prinsipprinsip sekolah inklusi yang digunakan peneliti sebagai acuan penelitian. Teori-teori dari beberapa tokoh yang lain digunakan untuk mengembangkan prinsip-prinsip sekolah inklusi menjadi beberapa indikator yang kemudian dikembangkan menjadi pertanyaan-pertanyaan dengan jumlah 100 aitem untuk menguak kondisi penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. F. Teknik Pengujian Instrumen Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian harus melalui pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua hal yaitu validitas isi dan validitas konstruk. 1. Uji Validitas Instrumen Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai

63 46 validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. (Azwar, 2008: 5-6). a. Validitas Isi Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment (Azwar, 2008: 45). Validitas isi pada penelitian ini menggunakan pendapat dari tim ahli (judgement experts). Dalam hal ini instrumen yang akan dilakukan validasi adalah instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka, setelah instrumen dikonstruksi tentang prinsip-prinsip yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan tim ahli. Validitas isi diberikan oleh para ahli yang bidang keahliannya berhubungan dengan penelitian ini. Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun. Setelah dikonsultasikan kemudian dilihat apakah instrumen tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan apakah instrumen dirombak total. Peneliti memberikan rentang skor atas komentar para ahli menjadi data interval saat melakukan validasi. Skala penilaian terhadap lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi meliputi: sangat baik (4), baik (3), cukup (2), tidak baik (1). Untuk menyusun tabel klasifikasi, dicari skor tertinggi, skor terendah, jumlah kelas, dan jarak interval.

64 47 Skor Tertinggi (ideal) = 4 (sangat baik) Skor Terendah Jumlah kelas = 1 (sangat tidak baik) = 4 (sangat tidak baik sampai sangat baik) Jarak interval = (4-1)/3 = 1 Skor yang sudah didapat kemudian dikonversikan menggunakan tabel konversi nilai skala empat berdasarkan skala Likert. Skala Likert berisi pernyataan yang sistematis untuk menunjukkan sikap seorang responden terhadap pernyataan itu (Prasetyo dan Jannah, 2005: 110). Lembar penilaian dalam penelitian ini dibuat berdasarkan indikatorindikator dan hasil akhirnya akan diakumulasi kemudian dikategorikan menggunakan kriteria yang telah ditentukan. Ketentuan pelaksanaan revisi terhadap instrumen diatur dalam tabel berikut. Tabel 3.3 Skala Likert Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan 5 Sangat Baik 4 Baik 2 Tidak Baik 1 Sangat Tidak Baik Dari tabel 3.3 di atas dapat diketahui bahwa jika soal mendapat nilai 4 atau kurang dari 4 serta mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal tersebut perlu direvisi. Jika soal mendapat nilai 4 dan kurang dari 4 dan mendapat komentar baik maka mungkin ada soal yang perlu direvisi dari sisi bahasanya (ejaan EYD). Jika soal yang divalidasi mendapat nilai lebih dari 4 tetapi mendapat saran untuk diperbaiki,

65 48 maka soal perlu direvisi. Jika soal lebih dari 4 dan mendapat komentar baik, maka soal tidak perlu direvisi. Validator yang digunakan oleh peneliti untuk memvalidasi instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka adalah dua orang dosen dari Universitas Sanata Dharma yang menjadi dosen pengampu di Program Studi Bimbingan dan Konseling. Validator pertama adalah validator ahli A. Validator ahli A memberi nilai 5 pada setiap aspek penilaian validasi instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka yang tertulis pada blue print. Validator ahli A telah memberikan nilai 5 untuk setiap aspeknya, namun beliau memberikan komentar beberapa saran untuk memperbaiki instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka agar lebih baik lagi. Saran yang diberikan adalah beberapa soal perlu direvisi karena ada beberapa kesalahan pengetikan kata dan kekonsistenan untuk menggunakan kata inklusi atau inklusif. Validator kedua adalah validator ahli B. Validator ahli B memberi nilai 4 pada setiap aspek penilaian validasi instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka yang tertulis pada blue print. Validator ahli B memberikan komentar pada setiap aspeknya, komentar yang diberikan berupa saran agar instrument kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka ini bisa lebih mudah dipahami oleh responden dan peneliti bisa mendapatkan jawaban dari responden lebih mendalam lagi. Saran yang diberikan berupa kalimat perlu disesuaikan dengan

66 49 kaidah EYD, contohnya ada beberapa kalimat pertanyaan yang belum memiliki susunan SPOK dengan jelas dan masih ada kalimat pertanyaan yang tidak efektif dalam penggunaan kata. Revisi lain dari validator ahli B adalah beberapa soal harus lebih dipertajam agar jawaban yang diharapkan dari responden dapat tercapai, sehingga beliau memberikan saran untuk menambahkan beberapa pertanyaan untuk memperdalam jawaban yang diperoleh dari responden. Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh validator ahli A dan validator ahli B, skor yang didapatkan adalah 5 (sangat baik) dan 4 (baik), revisi dari hasil validasi bisa menjadi pertimbangan dan masukan bagi peneliti untuk memperbaiki agar saat menggunakan instrumen kuesioner tersebut bisa layak digunakan. Peneliti kemudian melakukan revisi sesuai saran dan komentar dari para ahli yang akhirnya dari 96 item pertanyaan menjadi 100 item pertanyaan yang siap digunakan dan dianggap valid untuk disebarkan di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. b. Validitas Konstrak Validitas konstrak adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana tes mengungkapkan suatu trait atau konstrak teoritik yang hendak diukurnya (Allem & Yen dalam Azwar, 1990: 48). Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka. Peneliti akan mendapatkan jawaban yang bervariasi dari hasil penelitian yang dilakukan. Jawaban yang bervariasi dari respon

67 50 kemudian dikelompokkan atau dikagetorikan yang memiliki jawaban atau kata kunci yang sama dan dihitung jumlah yang menjawabnya. Hasil jawaban yang diperoleh akan direkap menggunakan microsoft excel yang kemudian disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang telah peneliti pilih untuk dipetakan menjadi beberapa pertanyaan berdasarkan indikator-indikator yang telah peneliti kembangkan, kemudian dilakukan uji validitas konstruk berdasarkan prinsip dan indikatornya. Prinsip pertama adalah penerimaan peserta didik baru yang kemudian dikembangkan menjadi beberapa indikator seperti menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus, mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah, mempersiapkan sarana dan prasarana, dan merencanakan sumber daya biaya dengan tujuan agar peneliti mendapatkan informasi tentang kesiapan dari sekolah dasar inklusi dalam penerimaan peserta didik baru. Prinsip kedua adalah identifikasi, peneliti kemudian mengembangkan prinsip identifikasi menjadi indikator mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus. Peneliti menggunakan indikator ini untuk mengetahui bagaimana cara guru mengidentifikasi anak yang mengalami hambatan, juga mencari tahu bagaimana pelaksanaan identifikasinya, penanganannya, dan juga cara guru menyikapi pelaksanaan identifikasinya. Peneliti ingin mencari

68 51 informasi secara jelas bagaimana identifikasi yang dilaksanakan oleh guru-guru di sekolah dasar inklusi. Hingga akhirnya peneliti mendapat informasi yang jelas terkait prinsip identifikasi yang menjadi salah satu prinsip dalam penyelenggaraan sekolah inklusi. Prinsip ketiga yang digunakan oleh peneliti adalah adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel) yang kemudian dikembangkan menjadi indikator menyusun kurikulum. Dari indikator ini peneliti ingin mengetahui kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut, adakah tim tersendiri yang menyusun kurikulum, dan juga apakah untuk siswa berkebutuhan khusus dan tidak berkebutuhan khusus menggunakan kurikulum yang sama atau tidak. Informasi ini digunakan peneliti untuk mengetahui bagaimana kurikulum yang dilaksanakan di sekolah dasar inklusi bagi siswa yang berkebutuhan khusus dan siswa yang tidak berkebutuhan khusus. Prinsip keempat adalah merancang bahan ajar. Peneliti mengembangkan prinsip ini menjadi indikator menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa dan menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Indikator ini digunakan peneliti untuk mencari informasi mengenai perencanaan pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus apakah berbeda dengan siswa yang tidak berkebutuhan khusus ataukah sama. Selain itu, peneliti juga ingin mencari informasi tentang bahan ajar yang digunakan untuk memenuhi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Hal tersebut untuk

69 52 mengetahui penyelenggaraan sekolah inklusi yang dilaksanakan sekolah dalam menyesuaikan perencanaan pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus. Prinsip kelima adalah penataan kelas yang ramah anak, peneliti mengembangkan prinsip ini menjadi indikator mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar dan mengarahkan pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas. Indikator ini digunakan peneliti untuk mengetahui penataan ruang kelas, penataan pencahayaan di dalam kelas, desain dinding kelas, lantai untuk mobilitas siswa di sekolah, penyimpanan media pembelajaran, dan juga pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru. Prinsip keenam yang digunakan peneliti adalah asesmen. Prinsip ini dikembangkan menjadi beberapa indikator, diantaranya adalah upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan, melakukan screening, melakukan diagnosis, melakukan penempatan program, melakukan penempatan kurikulum, melakukan evaluasi pengajaran, dan melakukan evaluasi program. Indikator ini digunakan peneliti untuk mencari informasi bagaimana pelaksanaan pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan yang digunakan oleh guru terkait memantau kemajuan pada siswa berkebutuhan khusus dan alat ukur apa yang digunakan oleh guru. Prinsip ketujuh yang digunakan peneliti adalah pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, yang peneliti kembangkan

70 53 menjadi indikator memahami pentingnya media pembelajaran adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran. Dari indikator ini peneliti ingin mengetahui bagaimana penggunaan media pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk membantu siswa dalam memahami materi juga efisiensi dan efektivitas dalam pembelajaran, dan juga pembuatan media yang digunakan. Sekolah inklusi terdapat berbagai macam tipe siswa, dari berbagai macam tipe siswa ini, dalam menangkap materi juga memahami materi ada perbedaan daya tangkap yang dimiliki siswa. Adanya media pembelajaran diharapkan dapat memudahkan penangkapan materi oleh siswa. Prinsip kedelapan yang digunakan peneliti adalah penilaian dan evaluasi pembelajaran yang dikembangkan menjadi indikator menentukan KKM, menjelaskan karakteristik evaluasi, dan menunjukkan kegunaan kegiatan evaluasi. Dari indikator ini peneliti akan mencari informasi berkaitan dasar/patokan KKM yang digunakan oleh guru, dan adakah perbedaan KKM antara siswa berkebutuhan khusus dan siswa tidak berkebutuhan khusus, mengingat siswa memiliki daya tangkap berbeda. Selain itu, peneliti juga akan mencari informasi yang berkaitan dengan kegiatan evaluasi terkait dengan manfaat evaluasi yang dilakukan, tindakan selanjutnya setelah melakukan kegiatan evaluasi, hingga peran serta orang tua dalam kegiatan evaluasi.

71 54 Dari kedelapan prinsip tersebut peneliti menjadikannya sebagai acuan untuk membuat daftar pertanyaan yang digunakan untuk mencari informasi bagaimana penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman dan apakah telah sesuai dengan prinsipprinsip juga indikator-indikator yang dijadikan patokan/acuan oleh peneliti. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah mengacu pada kedelapan prinsip tersebut telah dilakukan expert judgment (validasi dengan tim ahli) yang mendapatkan hasil bahwa daftar pertanyaan tersebut sudah baik. Dari hasil validasi dengan tim ahli tersebut maka daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah mengacu pada prinsip dan indikator dinyatakan sudah baik (valid) untuk memenuhi validitas konstruk. 2. Uji Reliabilitas Instrumen Reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2008: 04). A number of techniques are available for measuring the reliability of questionnaire items, but the methods for maximizing reliability are pretty straightforward. Ask people only questions they are likely to know the answers to, ask about things relevant to them, and be clear in what you re asking (Babbie, 1990: 33). Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross-sectional dan instrumen yang

72 55 digunakan pada penelitian ini adalah instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka. Peneliti akan melakukan penelitian dengan banyak responden yang akan diteliti, dengan memberikan beberapa pertanyaan terbuka peneliti tidak bisa memberikan batasan pada jawaban setiap pertanyaan. Akibat dari penelitian yang dilakukan pada banyak responden yang berbeda-beda tidak memungkiri hasil yang didapatkan oleh peneliti juga berupa jawaban yang berbeda-beda karena setiap responden memiliki sikap dan tindakan yang berbeda. Teknik untuk menilai kepercayaan/reliabilitas dari item kuesioner ini melalui jawaban dari responden terhadap pertanyaan yang hanya responden ketahui atau yang relevan terhadap sikap dan tindakan responden. Peneliti perlu memberikan pertanyaan dengan jelas agar responden mampu memberikan jawaban yang dapat dipercaya. Namun hal ini juga dapat membahayakan bagi peneliti, karena responden akan memberikan jawaban yang dapat dipercaya atau tidak, jika tidak dapat dipercaya maka akan membahayakan bagi peneliti karena akan menurunkan derajat kepercayaan/reliabilitas dari item pertanyaan tersebut. G. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross-sectional dengan teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif persentase. Statistik deskriptif bertugas untuk menggambarkan (description) tentang suatu gejala (Partino, 2009: 5).

73 56 Statistik deskriprif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau keadaan atau fenomena (Hasan, 2009: 6). Menurut Darmawan (2013: 174) statistik deskriptif berkenaan dengan bagaimana data dapat digambarkan (dideskripsikan) atau disimpulkan, baik secara numerik (misalnya menghitung rata-rata dan deviasi standar) atau secara grafis (dalam bentuk tabel atau grafik), untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai data tersebut sehingga lebih mudah dibaca dan bermakna. Jadi, dapat disimpulkan bahwa statistik deskriptif adalah data penelitian diuraikan atau dideskriptifkan mengenai suatu keadaan atau fenomena sehingga lebih mudah dibaca dan bermakna. Penelitian ini menggunakan lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka yang berjumlah 100 item pertanyaan untuk mendapatkan data berupa kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Data yang diperoleh dari jawaban responden kemudian dianalisis oleh peneliti. Menurut Blaxter (dalam Martono, 2014: 160) analisis data merupakan sebuah proses berkelanjutan dalam penelitian, dengan analisis ini peneliti dapat menginformasikan data yang telah dikumpulkan. Faisal (dalam Martono, 2014: 160) ada beberapa tahap yang harus dilakukan seorang peneliti untuk melakukan analisis data, yaitu: data coding, data entering, data cleaning, data output, dan data analyzing. Data coding atau mengkoding data merupakan suatu proses penyusunan data mentah secara sistematis (yang ada dalam bentuk kuesioner-survei; surat

74 57 kabar, majalah, buku, karya sastra-analisis isi) ke dalam bentuk yang mudah dibaca oleh mesin pengolah data (komputer). Kode bisa berupa angka maupun huruf yang bertujuan untuk membedakan antara data atau identitas data yang akan dianalisis. Koding data pada penelitian ini berupa pemberian kode pada jawaban kuesioner dengan tujuan untuk membedakan data setiap jawaban yang diberikan responden. Tabel 3.4 merupakan contoh koding data dalam penelitian ini. Tabel 3.4 Contoh koding data No. Soal Kode jawaban Kode jawaban Kode jawaban ya tidak kadang 1 1.a 1.b 1.c Tabel 3.4 menjelaskan bahwa untuk kode 1.a yang dimaksudkan adalah angka 1 untuk menjelaskan nomor soal 1, dan huruf a untuk menjelaskan pengelompokan jawaban ya yang memiliki kata kunci yang sama pada masing-masing nomor. Begitu juga dengan 1.b yang artinya angka 1 untuk nomor soal 1, dan huruf b untuk menjelaskan pengelompokan jawaban tidak yang memiliki kata kunci yang sama pada masing-masing nomor. Data entering merupakan proses pemindahan data yang telah diubah dalam kode angka ke dalam komputer. Proses ini memakan waktu yang cukup lama serta memerlukan ketelitian yang cukup tinggi, terutama bila data yang dimasukkan sangat banyak. Data yang diperoleh peneliti dari jawaban responden dimasukkan ke dalam Microsoft excel 2010 dan kemudian dicek kelengkapannya.

75 58 Data cleaning atau membersihkan data merupakan proses pengecekan untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke komputer sudah sesuai dengan informasi yang sebenarnya. Pada tahap ini peneliti melakukan mengecekan terhadap data yang telah dimasukkan ke dalam komputer untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan sudah sesuai dengan informasi yang sebenarnya. Proses membersihkan data ini juga menghilangkan item-item kuesioner yang tidak valid. Data analyzing atau menganalisis data merupakan tahap akhir dalam penelitian. Tahap ini mengharuskan peneliti menginterpretasikan data yang sudah diperoleh selama pengumpulan data di lapangan. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan mengelompokkan setiap jawaban yang memiliki kata kunci yang sama menjadi satu dalam masing-masing nomor soal. Setelah peneliti melakukan pengelompokkan peneliti menghitung dengan turus untuk menghitung seluruh responden yang memiliki jawaban sama. Data output atau mengeluarkan data merupakan tahap menyajikan hasil pengolahan data dengan bentuk yang mudah dibaca dan lebih menarik. Penyajian data ini dapat disajikan dalam bentuk tabel (distribusi frekuensi dan rosstabulation atau tabel silang), grafik, atau dalam bentuk gambar. Peneliti menyajikan data hasil pengolahan dengan bentuk tabel yang berisikan angka persentase dari nomor soal dan pengelompokkan jawaban.

76 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV ini membahas mengenai deskripsi penelitian, tingkat pengembalian kuesioner, hasil penelitian, dan pembahasan. A. Deskripsi Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian non-eksperimental dengan metode survei yang berjudul Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Peneliti melaksanakan penelitian diawali dengan mengurus surat izin penelitian dari instansi terkait seperti Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Bupati Sleman, Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Kecamatan se-kabupaten Sleman yang bersangkutan, UPT Pelayanan Pendidikan se-kabupaten Sleman yang bersangkutan, dan Sekolah Dasar Inklusi se-kabupaten Sleman yang bersangkutan untuk mendapatkan izin penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Sleman. Langkah pertama yang dilakukan peneliti meminta surat pengantar dari Sekretariat Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma yang ditujukan untuk Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Sleman. Selanjutnya, dari Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Sleman peneliti mendapatkan surat rekomendasi penelitian sebagai syarat untuk meminta surat izin penelitian di seluruh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang ditujukan kepada Kepala Badan 59

77 60 Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman. Surat rekomendasi penelitian tersebut peneliti bawa ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman untuk mendapatkan surat izin penelitian. Surat izin penelitian yang telah didapatkan, selanjutnya peneliti berikan kepada instansi-instansi terkait yang tertera pada surat tembusan sebagai syarat untuk mendapatkan izin penelitian di Kabupaten Sleman. Setelah peneliti memberikan surat tembusan tersebut, peneliti memulai untuk melakukan izin penelitian di Sekolah Dasar Inklusi di Kabupaten Sleman yang telah ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman. Sekolah dasar inklusi yang memberikan izin penelitian kepada peneliti, kemudian peneliti melanjutkan dengan pengambilan data penelitian. Peneliti melaksanakan pengambilan data penelitian dengan teknik menyebarkan instrumen kuesioner yang berbentuk pertanyaan terbuka sebanyak 100 item pertanyaan kepada guru kelas 1 sampai dengan guru kelas 6. Pengambilan data yang dilakukan peneliti dilaksanakan pada tanggal 11 Januari 2017 sampai dengan 27 Januari Kuesioner dibagikan kepada 32 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman dengan jumlah guru sebanyak 192 guru. Saat membagikan kuesioner peneliti memberikan petunjuk untuk pengisiannya juga menentukan jadwal pengambilan hasil pengisian kuesioner. Pengambilan hasil pengisian kuesioner berdasarkan jadwal yang telah ditentukan peneliti, apabila pihak sekolah merasa keberatan dengan jadwal yang ditentukan, maka peneliti dan pihak sekolah mendiskusikan

78 61 bersama untuk menentukan jadwal pengumpulan sehingga jadwal pengumpulan mendapatkan kesepakatan bersama. B. Tingkat Pengembalian Kuesioner Peneliti membagikan kuesioner di 9 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman dengan jumlah guru kelas sebanyak 54 guru. Saat waktu yang sudah disepakati untuk pengambilan kuesioner tiba, peneliti kembali ke sekolah tersebut untuk mengambil kuesioner, sebanyak 47 guru yang bersedia mengembalikan kuesioner. Maka dari itu kuesioner yang kembali kepada peneliti sebanyak 47 kuesioner. C. Hasil Penelitian Peneliti membagikan kuesioner kepada 54 guru di 9 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman, saat pengambilan hasil kuesioner yang kembali kepada peneliti berjumlah 47 kuesioner. Kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka dibuat berdasarkan 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Dari 8 prinsip ini dikembangkan menjadi beberapa indikator disetiap prinsipnya. Dari setiap indikator dijabarkan menjadi beberapa soal untuk mencari informasi terkait kesesuaian dan proses penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman. Data yang peneliti peroleh dari hasil jawaban kuesioner diolah melalui 4 tahap. Tahap pertama yaitu menghitung total kuesioner yang diperoleh peneliti. Tahap kedua yaitu mengelompokkan jawaban responden yang

79 62 memiliki kata kunci sama dijadikan satu yang kemudian dikategorikan setiap jawabannya. Setiap nomor pertanyaan akan menjadi beberapa kategori dengan jumlah yang berbeda pada setiap nomornya sesuai jawaban dari setiap responden. Tahap ketiga yaitu menghitung jumlah jawaban yang telah dikategorikan pada setiap soal. Tahap keempat yaitu jumlah jawaban yang telah dihitung diubah ke dalam bentuk persen dengan cara jumlah jawaban setiap kategori dibagi jumlah seluruh responden yang mengumpulkan kuesioner dikalikan 100%. Tabel hasil jawaban responden terkait penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang telah dikategorikan dapat dilihat pada lampiran. Tabel 4.1 Hasil jawaban prinsip pertama dengan jawaban terbanyak Indikator No. Jumlah Jawaban Soal responden persentase 1 Usia siswa minimal 7 tahun 22 46,8% 2 Seleksi usia siswa minimal 7 tahun 21 44,7% 3 Proses seleksi berdasarkan usia 23 48,9% Semua tipe siswa dapat 4 diterima 18 38,3% Tipe siswa lambat belajar 17 36,2% 5 Kriteria siswa lambat belajar 10 21,3% Tidak ada kriteri 9 19,1% 6 Ada guru pendamping khusus 31 66% 7 Tidak ada proses seleksi untuk sumber daya pendidik 15 31,9% 8 Ijazah minimal S1 pendidikan atau memiliki akta mengajar 27 57,4% 9 Menyediakan fasilitas bagi siswa 24 51,1% 10 Computer, LCD, proyektor, buku, alat peraga, dan lain-lain 23 48,9%

80 Mendapatkan fasilitas yang sama 35 74,5% 12 Sumber biaya dari dana BOS 32 68,1% 13 Dikelola bendahara BOS 10 21,3% 14 Tidak ada keterlibatan 23 48,9% 15 Tidak ada keterlibatan 28 59,6% Tabel 4.2 Hasil jawaban prinsip kedua dengan jawaban terbanyak Indikator 1 No. Jumlah Jawaban Soal responden persentase 16 Melakukan tes psikolog 8 17% 17 Melakukan observasi peserta didik 9 19,1% 18 Dengan bantuan psikolog 13 27,7% Guru sudah menyadari tujuan 19 pelaksanaan identifikasi dengan mengikuti rekomendasi 12 25,5% dan saran psikolog Tabel 4.3 Hasil jawaban prinsip ketiga dengan jawaban terbanyak Indikator 1 No. Soal Jawaban Jumlah responden persentase 20 Memiliki tim pengembang kurikulum 34 72,3% 21 KTSP (kurikulum 2006) 37 78,7% 22 Sudah memahami prinsip pendidikan yang inklusi 39 83% 23 Sudah sesuai tingkat, perkembangan, dan karakteristik siswa 39 83% berkebutuhan khusus 24 Sudah memenuhi empat komponen utama 40 85,1% 25 Sudah, disesuaikan kemampuan siswa berkebutuhan khusus 29 61,7%

81 64 26 Kurikulum sudah fleksibel 13 27,7% 27 Sudah merancang pembelajaran yang aktif dan 16 34% kreatif 28 Sudah mempertimbangkan keberagaman latar belakang 31 66% 29 Sudah mempertimbangkan kemampuan anak 30 63,8% Tabel 4.4 Hasil jawaban prinsip keempat dengan jawaban terbanyak Indikator 1 2 No. Soal Jawaban Jumlah responden persentase 30 Sudah sesuai kebutuhan siswa berkebutuhan khusus 36 76,6% 31 Sesuai dengan kurikulum dan silabus, indikator disesuaikan 6 12,8% kebutuhan 32 Pembelajaran berpusat pada siswa 46 97,9% 33 Soal evaluasi dibuat berbeda 12 25,5% 34 Sudah memenuhi aspek pengetahuan % 35 Sudah memenuhi aspek keterampilan 43 91,5% 36 Sudah memenuhi aspek sikap 41 87,2% 37 Diberi tambahan materi/ pembelajaran 14 29,8% 38 Mengajak aktif peserta didik 10 21,3% 39 Menyiapkan materi sebelum kegiatan belajar mengajar 9 19,1% 40 Pendekatan saintifik 20 42,6% Tabel 4.5 Hasil jawaban prinsip kelima dengan jawaban terbanyak No. Jumlah Indikator Jawaban persentase Soal responden 1 41 Disesuaikan dengan kebutuhan 14 29,8%

82 65 2 siswa 42 Pencahayaan sudah baik, dari jendela maupun lampu 30 63,8% 43 Dinding kelas ditempeli gambar-gambar 20 42,6% 44 Desain lantai biasa 20 42,6% 45 Di gudang/ ruang khusus media 23 48,9% 46 Kelompok besar atau kecil 32 68,1% Menyesuaikan dengan 47 kebutuhan masing-masing 22 46,8% siswa Keuntungan membaur/ 48 bersosialisasi dengan teman yang lain, kekurangan 16 34% pembelajaran tidak maksimal Keuntungan kelompok mudah 49 terkontrol, kekurangan ada 10 21,3% siswa yang aktif dan pasif 50 Kelompok kecil 27 57,4% Tabel 4.6 Hasil jawaban prinsip keenam dengan jawaban terbanyak Indikator 1 2 No. Soal Jawaban Jumlah responden persentase 51 Hasil belajar yang dicapai siswa dan kerjasama antara 7 14,9% guru dan orang tua 52 Sesuai kemampuan guru 7 14,9% 53 Melakukan diagnosis 12 25,5% 54 Kerjasama dengan psikolog 9 19,1% 55 Guru memiliki peran yang melakukan dan membantu guru pendamping khusus 9 19,1% 56 Guru melakukan tes screening 30 63,8% Tidak melakukan 17 36,2% Untuk mengetahui keadaan 57 siswa 20 42,6% Tidak melakukan 17 36,2%

83 66 58 Bekerjasama dengan psikolog 14 29,8% Tidak melakukan 17 36,2% 59 1 kali dalam 1 tahun 9 19,1% Tidak melakukan 17 36,2% 60 Didampingi tenaga profesional 20 42,6% Tidak melakukan 17 36,2% 61 Melalui observasi 13 27,7% Untuk mengetahui kemampuan ,7% siswa 3 63 Melaksanakan tindak lanjut 12 25,5% 64 Mengundang orangtua siswa ke sekolah 17 36,2% Sekolah melakukan 65 penempatan program 26 55,3% Tidak melakukan 20 42,6% Dilakukan sesuai kondisi dan 4 66 diberi pendamping khusus 7 14,9% Tidak melakukan 20 42,6% Ada bantuan dari guru 67 pendamping khusus 13 27,7% Tidak melakukan 20 42,6% Ada perbedaan penempatan kurikulum bagi siswa 27 57,4% 68 berkebutuhan khusus dan tidak 5 Tidak melakukan 20 42,6% 69 Sesuai kebutuhan siswa 15 31,9% Tidak melakukan 20 42,6% Menganalisis nilai siswa dan 70 disesuaikan dengan 8 17% kemampuan siswa Tidak melakukan 12 25,5% Dilakukan remidi 8 17% 71 6 Tidak melakukan 12 25,5% Pernah mengubah prosedur 72 pengajaran 32 68,1% Tidak melakukan 12 25,5% 73 Sesuai kebutuhan siswa 11 23,4% Tidak melakukan 12 25,5% 7 74 Melakukan evaluasi program 35 74,5%

84 Tidak melakukan 12 25,5% Di awal dan di akhir semester 12 25,5% Tidak melakukan 12 25,5% Ya, menerapkan target/ patokan 29 61,7% Tidak melakukan 12 25,5% Mendapatkan hasil yang maksimal dan disesuaikan hasil 9 19,1% yang diperoleh Tidak melakukan 12 25,5% Tabel 4.7 Hasil jawaban prinsip ketujuh dengan jawaban terbanyak Indikator 1 No. Soal Jawaban Jumlah responden persentase 78 Sudah disusun/ dirancang berdasarkan kebutuhan siswa 35 74,5% 79 Sudah membantu dalam memahami materi 36 76,6% 80 Guru membuat media pada materi tertentu 15 31,9% 81 Sudah menunjang efisiensi dan efektivitas 41 87,2% 82 Ada proses pemilihan media 17 36,2% 83 Sudah menyediakan/ membuat media secara maksimal 38 80,9% Tabel 4.8 Hasil jawaban prinsip kedelapan dengan jawaban terbanyak Indikator 1 No. Soal Jawaban Jumlah responden persentase 84 Kompleksitas, intaks, dan daya serap 9 19,1% 85 Dimusyawarahkan seluruh guru 17 36,2% 86 Ada perbedaan KKM 33 70,2% 87 Sesuai dengan kemampuan siswa 29 61,7%

85 Mempermudah evaluasi 23 48,9% 89 Melihat hasil sebelumnya 9 19,1% 90 Ada pertimbangan tertentu dalam mengevaluasi 33 70,2% pembelajaran 91 Lisan dan tertulis 15 31,9% 92 Ada perbedaan penilaian 34 72,3% Untuk mengetahui hasil akhir, 93 untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa, dan sebagai 11 23,4% tindak lanjut 94 Di akhir pembelajaran 14 29,8% 95 Ditindak lanjuti sesuai kemampuan siswa 17 36,2% 96 Guru kelas 17 36,2% 97 Menemani belajar dan mengerjakan tugas di rumah 17 36,2% 98 Mengetahui tingkat kemampuan belajar siswa 16 34% 99 Untuk melihat perkembangan siswa berkebutuhan khusus 15 31,9% Disamakan dengan siswa 100 lainnya (tidak ada perbedaan dengan siswa tidak 14 29,8% berkebutuhan khusus) Tabel 4.9 Prinsip yang diselenggarakan di setiap sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman No. Sekolah Prinsip yang muncul Kesimpulan 1. SD A Penerimaan peserta didik Sekolah ini telah baru (PPDB) menyelenggarakan 4 Identifikasi Merancang bahan ajar dan aspek dari 8 aspek prinsip penyelenggaraan sekolah kegiatan pembelajaran inklusi yang ramah anak Penataan kelas yang ramah anak 2. SD B Penerimaan peserta didik Sekolah ini telah

86 69 baru (PPDB) menyelenggarakan 4 aspek dari 8 aspek prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi Identifikasi Penataan kelas yang ramah anak Penilaian dan evaluasi pembelajaran 3. SD C Penerimaan peserta didik baru (PPDB) Identifikasi Kurikulum fleksibel Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak Penataan kelas yang ramah anak Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif Penilaian dan evaluasi pembelajaran 4. SD D Penerimaan peserta didik baru (PPDB) Identifikasi Kurikulum fleksibel Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak Penataan kelas yang ramah anak Asesmen Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif Penilaian dan evaluasi pembelajaran 5. SD E Penerimaan peserta didik baru (PPDB) Identifikasi Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak Penataan kelas yang ramah anak Asesmen Penilaian dan evaluasi Sekolah ini telah menyelenggarakan 7 aspek dari 8 aspek prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi Sekolah ini telah menyelenggarakan 8 aspek dari 8 aspek prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi Sekolah ini telah menyelenggarakan 6 aspek dari 8 aspek prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi

87 70 pembelajaran 6. SD F Penerimaan peserta didik baru (PPDB) Identifikasi Kurikulum fleksibel Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak Penataan kelas yang ramah anak Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif Penilaian dan evaluasi pembelajaran 7. SD G Penerimaan peserta didik baru (PPDB) Identifikasi Kurikulum fleksibel Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak Penataan kelas yang ramah anak Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif 8. SD H Penerimaan peserta didik baru (PPDB) Identifikasi Kurikulum fleksibel Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak Penataan kelas yang ramah anak Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif Penilaian dan evaluasi pembelajaran 9. SD I Penerimaan peserta didik baru (PPDB) Identifikasi Kurikulum fleksibel Sekolah ini telah menyelenggarakan 7 aspek dari 8 aspek prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi Sekolah ini telah menyelenggarakan 6 aspek dari 8 aspek prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi Sekolah ini telah menyelenggarakan 7 aspek dari 8 aspek prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi Sekolah ini telah menyelenggarakan 8 aspek dari 8 aspek prinsip penyelenggaraan sekolah

88 71 Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak Penataan kelas yang ramah anak Asesmen Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif Penilaian dan evaluasi pembelajaran inklusi D. Pembahasan 1. Kesesuaian Prinsip Penyelenggaraan Sekolah Inklusi dengan yang Diselenggarakan Sekolah Dasar Inklusi di Kabupaten Sleman Peneliti menganalisis kesesuaian antara prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman berdasarkan hasil penelitian atau hasil dari kuesioner yang didapat dari keseluruhan responden. Ada 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang dijadikan acuan oleh peneliti, yaitu penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran. 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang dijadikan acuan oleh peneliti dikembangkan menjadi 100 item pertanyaan terbuka untuk mencari informasi kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman. Jumlah kuesioner yang kembali dari 32 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman, sekolah dasar inklusi mengembalikan

89 72 kuesiner berjumlah 9 sekolah dasar, dari 9 sekolah dasar ini peneliti menganalisis setiap sekolah sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh responden untuk melihat kesesuaian penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman dengan 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Dari 9 sekolah dasar yang menjadi sampel penelitian, sekolah inklusi yang telah menerapkan 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi ada 2 sekolah dasar. Sebanyak 3 sekolah dasar inklusi telah menerapkan 7 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Sebanyak 2 sekolah dasar menyelenggarakan telah 6 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Ada 2 sekolah dasar inklusi yang baru melaksanakan 4 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Sekolah dasar inklusi yang belum maksimal atau belum 8 prinsip yang diterapkan tidak berarti sekolah tersebut tidak menyelenggarakan. Hanya dalam satu sekolah belum semua guru yang menerapkan, sehingga hanya sebagian guru yang sudah menerapkan. Sebanyak 9 sekolah dasar inklusi yang menjadi sampel atau sebesar 100% telah menerapkan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi sebagai berikut penerimaan peserta didik baru (PPDB), Identifikasi, dan penataan kelas yang ramah anak. Diterapkannya prinsip penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kustawan (2013: 91) menjelaskan manfaat penerimaan peserta didik baru (PPDB) sebagai berikut layanan yang optimal sesuai dengan kekuatan sekolah dan dalam upaya pemerataan penyebaran peserta didik berkebutuhan khusus di setiap satuan pendidikan di

90 73 wilayah/daerahnya masing-masing. Dengan diterimanya anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar, orang tua merasa dihargai atau dapat meningkatkan penghargaan terhadap anak. Sekolah dasar yang menerapkan prinsip identifikasi memiliki manfaat untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan dalam pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Hasil identifikasi dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan khususnya dan/atau untuk menyusun program dan pelaksanaan intervensi/penanganan/terapi berkaitan dengan hambatannya (Kustawan, 2013: 94). Kustawan (2013: 114) menyatakan penerapan prinsip penataan kelas yang ramah anak memiliki manfaat untuk menimbulkan gairah atau motivasi anak untuk giat belajar. Anak-anak dapat bekerjasama dengan bahagia dan belajar bersama dengan penuh suka. Prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang hanya diterapkan di 3 sekolah atau sebesar 33,33% yaitu prinsip terkait asesmen. Penerapan prinsip asesmen sendiri memiliki manfaat sebagai berikut informasi dari melakukan asesmen dapat dijadikan sebagai dasar dalam memberikan layanan yang berorientasi pada kebutuhan dan karakteristik siswa, mampu memberikan gambaran mengenai kondisi kelainan seseorang meskipun sifatnya sulit terlihat dengan jelas (invisible condition). Informasi yang didapat tidak hanya sebatas informasi saja namun lebih dari itu

91 74 memberikan dasar bagi seorang pendidikan melakukan perlakuan pada anak didiknya (Kustawan, 2013: 96-98). Apabila prinsip asesmen ini kurang diterapkan, maka guru tidak bisa maksimal dalam memberikan gambaran mengenai kondisi kelainan seseorang dan memberikan perlakuan pada anak didiknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman belum memenuhi prinsipprinsip sekolah inklusi secara keseluruhan atau belum sesuai dugaan sementara peneliti yaitu sebesar 50% penyelenggara sekolah dasar inklusi yang memenuhi prinsip-prinsip sekolah inklusi. Sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman yang menyelenggarakan 8 prinsip sekolah inklusi hanya mencapai sekitar 22,22% sekolah dasar inklusi. Perhitungan ini diperoleh dari jumlah sekolah yang melaksanakan 8 prinsip dibagi seluruh sekolah yang menjadi sampel dikalikan 100%. 2. Penerapan Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Sekolah Inklusi yang diselenggarakan Sekolah Dasar Inklusi di Kabupaten Sleman Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, sekolah dasar inklusi telah banyak diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman. Hal ini berdasarkan data yang peneliti peroleh yang menyatakan bahwa Keputusan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi di Kabupaten Sleman berjumlah 32 sekolah dasar yang tersebar di 14 Kecamatan. Peneliti menggunakan 8 prinsip

92 75 penyelenggaraan sekolah inklusi untuk mengetahui proses penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman berdasarkan pengetahuan atau pengalaman dari guru kelas. Penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman terkait dengan penerimaan peserta didik baru (PPDB), syarat utama yang digunakan pihak sekolah sebagai penerimaan siswa baru adalah usia siswa. Sekolah mengutamakan usia siswa yaitu minimal usia 7 tahun. Dalam penerimaan ini pihak sekolah tidak melakukan proses seleksi yang khusus, proses seleksi hanya sebatas dengan usia untuk memenuhi kuota yang ditentukan, apabila kuota belum terisi penuh maka sekolah menerima usia siswa di bawah 7 tahun. Semua tipe siswa berkebutuhan khusus dapat diterima di sekolah dasar inklusi yang diselenggarakan di Kabupaten Sleman. Kustawan (2013: 90-91) menyatakan bahwa pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, sekolah membentuk Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru yang dilengkapi dengan pendidik (guru pendidik khusus dan/ atau konselor) yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan tenaga kependidikan tambahan sebagai sumber daya pendidik untuk mencakup semua tipe siswa, disediakan oleh provinsi yaitu berupa guru pendamping khusus. Guru pendamping khusus ini hanya sebatas menangani siswa jika guru kelas tidak bisa melakukan dan menjadi konsultan bagi guru kelas.

93 76 Kualifikasi khusus untuk sumber daya pendidik yang diterima sekolah adalah memiliki S1 bidang pendidikan atau memiliki akta mengajar. Sumber daya biaya yang didapatkan sekolah hanya berasal dari dana BOS yang dikelola oleh bendahara BOS setiap sekolah. Seluruh sampel penelitian melaksanakan prinsip penerimaan peserta didik baru (PPDB). Upaya pihak sekolah untuk mengenali siswa berkebutuhan khusus berdasarkan gejala-gejala yang nampak atau melakukan observasi. Dalam melakukan observasi ini guru dibantu oleh tenaga ahli seperti psikolog. Beberapa sekolah dalam melakukan kegiatan observasi berdasarkan panduan atau menggunakan instrument yang telah disusun atau dibuat oleh tenaga ahli tersebut. Hasil dari identifikasi yang dilakukan guru dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa terkait hambatannya. Pernyataan tersebut didukung oleh Kustawan (2013: 93) yang menyatakan bahwa identifikasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/kelainan/gangguan baik fisik, intelektual, mental, emosional, dan social dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Seluruh sampel penelitian melaksanakan prinsip identifikasi. Mengingat sekolah inklusi terdapat berbagai macam latar belakang dan kemampuan yang dimiliki siswa maka perlu adanya kurikulum fleksibel untuk mengakomodasi semua siswa. Menurut Kustawan (2013: 107) Prinsip pengembangan kurikulum fleksibel harus dijadikan acuan

94 77 oleh para guru untuk siswa berkebutuhan khusus yakni kurikulum umum yang diberlakukan untuk siswa pada umumnya perlu diubah atau dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan kondisi dan kemampuan siswa berkebutuhan khusus. Guru-guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman sudah menyadari akan kurikulum yang dibuat untuk dimodifikasi dengan memperhatikan kebutuhan bagi siswa berkebutuhan khusus. Hanya ada 6 sampel penelitian yang melaksanakan prinsip kurikulum fleksibel. Kemampuan dalam mengikuti pembelajaran pada siswa berkebutuhan khusus dengan siswa tidak berkebutuhan khusus berbeda. Sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman sudah menyusun perencanaan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus. Penjelasan Ilahi (2013: ) menerangkan bahwa untuk mencapai tujuan mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Guru-guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman sudah menggunakan bahan ajar yang memenuhi 3 aspek, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Strategi pembelajaran agar semua siswa dapat mengikuti dan menangkap materi pembelajaran dilakukan guru dengan cara mengajak aktif peserta didik. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan saintifik. Guru menyiapkan materi sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai agar suasana belajar tercipta efektif dan kondusif. Ada 8 sampel sekolah yang melaksanakan prinsip merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak.

95 78 Penataan kelas yang ramah anak diterapkan sekolah dengan menata ruang kelas sesuai kebutuhan siswa, menata pencahayaan ruang kelas dengan baik, dan dinding kelas ditempeli gambar-gambar untuk mendukung proses pembelajaran. Sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman memiliki ruangan khusus untuk menyimpan media pembelajaran. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Friend (2015: 270) yang menerangkan bahwa penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang berkebutuhan khusus, penataan unsur fisik Selain itu, saat kegiatan belajar mengajar guru juga mengatur siswa untuk bekerja dalam kelompok dengan menyesuaikan kebutuhan masingmasing siswa. Bekerja dalam kelompok memberi keuntungan tersendiri bagi siswa, jika bekerja dalam kelompok besar semua siswa dapat membaur/bersosialisasi dengan teman lain dan jika dalam bekerja dalam kelompok kecil setiap kelompok/siswa mudah terkontrol. Namun selain keuntungan yang didapat ada kekurangan jika siswa bekerja dalam kelompok yaitu pembelajaran tidak maksimal dan juga ada siswa yang aktif dan ada siswa yang pasif. Pernyataan tersebut didukung oleh Everton & Weintein (dalam Friend, 2015: 285) yang mengemukakan bahwa pengelolaan ruang kelas mencakup semua hal yang dilakukan oleh para guru demi mengoptimalkan proses belajar-mengajar yang efektif, mulai dari mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi. Seluruh sampel penelitian melaksanakan prinsip penataan kelas yang ramah anak.

96 79 Pernyataan Triani (2013: 25) menyatakan bahwa asesmen merupakan kegiatan secara utuh dan menyeluruh untuk tujuan tertentu, kegiatan yang dilakukan dalam asesmen adalah mengumpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran. Prinsip asesmen dalam prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang terjadi di lapangan belum semua guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman melaksanakan prinsip tersebut. Dari 9 sekolah yang mengembalikan kuesioner hanya ada 3 sekolah dasar inklusi yang melaksanakan prinsip asesmen secara keseluruhan, sekolah dasar inklusi yang lainnya belum maksimal dalam melaksanakan aspek asesmen. Walaupun belum maksimal dilaksanakan, semua guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman menyadari pentingnya dilakukan asesmen untuk mengetahui keadaan siswa, untuk mengetahui kemampuan siswa, dan untuk melaksanakan tindak lanjut. Guru yang melaksanakan prinsip asesmen mendapat bantuan dari psikolog dan guru pendamping khusus. Hanya ada 3 sampel sekolah yang melaksanakan prinsip asesmen. Prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi terkait dengan pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif sudah disusun/dirancang berdasarkan kebutuhan semua siswa dan media digunakan untuk membantu seluruh siswa dalam memahami materi. Terkait dengan proses pembuatan media pembelajaran guru membuat media pada materi tertentu dan ada proses pemilihan media di sekolah dasar inklusi di Kabupaten

97 80 Sleman. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kustawan (2013: 117) menyatakan, media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih, dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran. Ada 6 sampel sekolah yang melaksanakan prinsip pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif. Prinsip tentang penilaian dan evaluasi pembelajaran yang berkaitan dengan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi ada dasar/patokan yang digunakan guru untuk menetapkan KKM, yaitu kompleksitas, intaks, dan daya serap. Ada perbedaan KKM yang ditetapkan antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa tidak berkebutuhan khusus, perbedaan ini disesuaikan dengan kemampuan siswa. Guru di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman juga melaksanakan kegiatan evaluasi bagi siswa berkebutuhan khusus yang dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat kemampuan belajar siswa dan melihat perkembangan siswa berkebutuhan khusus. Hasil dari kegiatan evaluasi untuk melakukan tindak lanjut sesuai kemampuan siswa. Peran serta orang tua dalam kegiatan evaluasi adalah mendapatkan laporan hasil dari kegiatan evaluasi dan ikut serta dalam menemani belajar juga menemani mengerjakan tugas siswa di rumah. Sesuai dengan pernyataan Kustawan (2013: 124) yang menyebutkan bahwa evaluasi merupakan proses yang penting dalam bidang pengambilan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang

98 81 akan digunakan pengambilan keputusan dalam memilih diantara beberapa alternative. Ada 7 sampel sekolah yang melaksanakan penilaian dan evaluasi pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman belum seluruhnya mencakup prinsip penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran. 8 prinsip terkait penyelenggaraan sekolah inklusi yang diteliti oleh peneliti menambahkan informasi baru terkait dengan penelitian terdahulu yang dilaksanakan oleh Supardjo (2016). Penelitian Supardjo ini bertujuan mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam sistem inklusi di sekolah dasar penyelenggaraan pendidikan inklusi dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

99 BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Bab V ini akan membahas tentang kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya. A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di sekolah dasar inklusi se- Kabupaten Sleman dapat diperoleh bahwa : 1. Penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan 8 prinsip prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi ada sekitar 22% sekolah. Hal tersebut tidak sesuai dengan dugaan sementara peneliti yaitu sebesar 50% penyelenggara sekolah dasar inklusi. 2. Penerapan prinsip sekolah inklusi yang diselenggarakan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman hanya ada beberapa sekolah yang mencakup prinsip penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran. 82

100 83 B. Keterbatasan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyampaikan keterbatasan dalam penelitian sebagai berikut: 1. Instrumen kuesioner yang digunakan peneliti berbentuk pertanyaan terbuka dengan jumlah soal 100 item. Beberapa sekolah menolak untuk dijadikan tempat penelitian karena jumlah soal yang terlalu banyak dan dirasa sangat mengganggu pekerjaan guru, selain itu beberapa soal tidak dikerjakan oleh responden. 2. Saat peneliti mengambil kuesioner sesuai dengan waktu yang telah disepakati, beberapa sekolah belum selesai mengerjakan atau meminta tambahan waktu sehingga pengumpulan menjadi terhambat dan beberapa sekolah tidak mengembalikan keseluruhan kuesioner. 3. Beberapa soal yang dibuat peneliti dalam satu nomor soal berisi 2 pertanyaan, kebanyakan responden hanya menjawab pertanyaan utama dan pertanyaan selanjutnya tidak dijawab. C. Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menyampaikan saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut: 1. Peneliti selanjutnya sebaiknya memberikan penawaran untuk melakukan pendampingan dalam pengisian kuesioner, sehingga jika ada guru yang merasa kebingungan dengan pertanyaan yang diajukan dapat ditanyakan secara langsung dan peneliti bisa langsung melakukan pengecekan pengisian jawaban-jawaban tersebut.

101 84 2. Peneliti selanjutnya pada saat menentukan waktu pengembalian kuesioner perlu mempertimbangkan jumlah waktu pengisian dengan jumlah soal yang diberikan, sehingga waktunya tidak terlalu cepat atau terlalu lama. Jika waktu telah disepakati, sebaiknya peneliti selanjutnya menegaskan dan mengkonfirmasi ulang terkait waktu pengumpulan sehingga pihak sekolah bisa mengumpulkan tepat waktu. 3. Peneliti selanjutnya saat menyusun instrumen, dalam satu nomor soal hendaknya hanya berisi satu pertanyaan saja dan jika ingin memperjelas pertanyaan tersebut buat pertanyaan lagi untuk memperjelas di nomor berikutnya.

102 DAFTAR PUSTAKA Azwar, Saifuddin Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Babbie, Earl R Survey research methods. Belmond: Wadsworth Publishing Company. Bafadal, Ibrahim Seri manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU SEKOLAH DASAR dari sentralisasi menuju desentralisasi. Jakarta: PT Bumi Aksara Darmawan, Deni Metode penelitian kuantitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Effendi, Sofian, & Tukiran Metode penelitian survei. Jakarta: LP3ES. Friend, Marilyn & Bursuck, William D., Menuju pendidikan inklusi panduan praktis untuk mengajar. Edisi ke 7. Diterjemahkan oleh: Annisa Nuriowandari. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hasan, Iqbal Pokok-pokok materi statistik 1 (statistik deskriptif). Jakarta: PT Bumi Aksara. Hidayat, Saepul & Wawan Pendidikan anak berkebutuhan khusus tunalaras. Jakarta: PT Luxima Metro Media. Ilahi, Mohammad Takdir Pendidikan inklusi: konsep & aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Jogiyanto Pedoman survei kuesioner: mengembangkan kuesioner, mengatasi bias dan meningkatkan respon. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Kustawan, Dedy & Hermawan, Budi Model implementasi pendidikan inklusi ramah anak. Jakarta: PT Luxima Metro Media. Martono, Nanang Metode penelitian kuantitatif: analisis isi dan analisis data sekunder. Jakarta: Rajawali Pers. Partino & Idrus Statistik deskriptif. Yogyakarta: Safiria Insania Press. Prasetyo, Bambang Metode penelitian kuantitatif: teori dan aplikasi. Jakarta: PT Grafindo Persada. Rosilawati, Ina Trik bimbingan dan konseling dalam pendidikan inklusif. Yogyakarta: Familia. Sari, Winda Quida Pelaksanaan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 14 Pakem Sinayan Payakumbuh. E-jupekhu Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, 1(1). 85

103 86 Shoimin, Aris model pembelajaran inovatif dalam kurikulum Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Subini, Nini Pengembangan pendidikan inklusi berbasis potensi. Yogyakarta. Redaksi Maxima. Sugiyono Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sugiyono Metode penelitian pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. Suharsaputra, Uhar Metode penelitian: kuantitatif, kualitatif dan tindakan. Bandung: PT. Refika Aditama. Supardjo Pengelolaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Penyelenggara Pendidikan Inklusif Sekolah Dasar Negeri III Giriwono Wonogiri. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Taniredja, Tukiran, & Mustafidah, Hidayati Penelitian kuantitatif (sebuah pengantar). Bandung: Alfabeta. Tiarni, Nani & Amir Pendidikan anak berkebutuhan khusus lamban belajar slow learner. Jakarta: PT Luxima Metro Media. Triani, Wahyu & Rakhmawati, Dian Konsep sekolah inklusi yang humanis. Yogyakarta: Familia. Wati, Ery Manajemen Pendidikan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Didaktika, XIV(2).

104 LAMPIRAN 87

105 88 Lampiran 1. Rekomendasi Penelitian

106 89 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian

107 90 Lampiran 3. Daftar Sekolah Inklusi di Kabupaten Sleman

108 91

109 92

110 93 Lampiran 4. Validasi Dosen Ahli A

111 94

112 95

113 96

114 97

115 98

116 99

117 100

118 101

119 102

120 103

121 104

122 105

123 106

124 107

125 108

126 109 Lampiran 5. Validasi Dosen Ahli B

127 110

128 111

129 112

130 113

131 114

132 115

133 116

134 117

135 118

136 119

137 120

138 121

139 122

140 123

141 124

142 125 Lampiran 6. Kuesioner

143 126

144 127

145 128

146 129

147 130

148 131

149 132

150 133

151 134

152 135

153 136

154 137

155 138

156 139

157 140

158 141

159 142

160 143

161 144

162 145

163 146

164 147

165 148 Lampiran 7. Contoh Kuesioner yang Diisi

166 149

167 150

168 151

169 152

170 153

171 154

172 155

173 156

174 157

175 158

176 159

177 160

178 161

179 162

180 163

181 164

182 165

183 166

184 167

185 168

186 169

187 170 Lampiran 8. Hasil Olah Data Hasil Jawaban Responden yang Telah Dikategorikan dan Dipersentase Terkait Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi Di Kabupaten Sleman No. Kategori Jawaban Kode Jumlah Persentase 1 Tidak ada syarat 1.a 2 4,3% Usia minimal 6 th 1.b 3 6,4% Usia minimal 7 th 1.c 22 46,8% Akta kelahiran, KK, dan ijazah TK 1.d 11 23,4% Mengisi biodata 1.e 2 4,3% Sesuai umur dan domisili terdekat 1.f 7 14,9% Tidak ada seleksi 2.a 13 27,7% Seleksi, usia minimal 7 th 2.b 21 44,7% Seleksi, siswa berkebutuhan khusus tertentu 2.c 3 6,4% Ada, dengan akta kelahiran 2.d 1 2,1% Ada, seleksi usia dan jenis ketunaan 2.e 3 6,4% Ada, seleksi usia dan jarak tempat tinggal 2.f 6 12,8% Berdasarkan usia 3.a 23 48,9% Tidak ada seleksi 3.b 10 21,3% Kuota kelas 3.c 2 4,3% Dilakukan wawancara 3.d 1 2,1% Jika siswa berkebutuhan khusus 3.e 2 4,1% didukung hasil asesmen Jenis ketunaan 3.f 2 4,3% Seleksi usia dan jenis ketunaan 3.g 1 2,1% Mencari usia minimal 7 tahun dan jarak tempat tinggal dekat sekolah 3.h 6 12,8% Lambat belajar 4.a 17 36,2% Semua tipe ABK 4.b 18 38,3% Tidak menjawab 4.c 1 2,1% Tipe C, GPPH, autis 4.d 1 2,1% Tuna netra dan tuna grahita ringan 4.e 1 2,1% Autis ringan dan lambat belajar 4.f 1 2,1% Lambat belajar, tuna netra, autis, tuna daksa (ABK ringan) 4.g 3 6,4% Tuna daksa ringan (bisa mengikuti 4.h 1 2,1%

188 171 KBM) Semua tipe ABK namun IQ minimal 70 Tergantung fasilitas sekolah dan keputusan orang tua 4.i 3 6,4% 4.j 1 2,1% Tidak ada kriteria 5.a 9 19,1% Lambat belajar 5.b 10 21,3% Sesuai dengan SDM sekolah 5.c 4 8,5% IQ tidak di bawah rata-rata 5.d 2 4,3% Tidak menjawab 5.e 2 4,3% Bisa bersosialisasi umum 5.f 3 6,4% Kelainan tidak terlalu berat 5.g 1 2,1% Bentuk fisik normal 5.h 1 2,1% Masih taraf sedang dan ada pendamping 5.i 1 2,1% ABK ringan 5.j 6 12,8% IQ minimal 70 5.k 8 17% Ada guru pendamping khusus 6.a 31 66% Dari bantuan operasional siswa 6.b 1 2,1% Tidak ada pemenuhan 6.c 3 6,4% Mengikuti seminar atau diklat dari dinas 6.d 7 14,9% Sesuai klasifikasi untuk mengampu siswa berkebutuhan khusus dan tidak 6.e 1 2,1% Memberikan pelatihan secara khusus dan bergilir 6.f 2 4,3% Bekerjasama dengan sekolah yang lain 6.g 1 2,1% Guru kelas masing-masing 6.h 1 2,1% Tidak ada 7.a 15 31,9% Ada, sesuai yang dibutuhkan di SD 7.b 8 17% Ada seleksi administrasi 7.c 2 4,3% Ada, sesuai dengan kompetensi 7.d 1 2,1% Ada, dilihat ijazah pendidikan 7.e 13 27,7% Kebijakan pemerintah 7.f 8 17% Tidak ada 8.a 13 27,7% Guru kelas minimal S1 pendidikan atau memiliki akta mengajar 8.b 27 57,4% Memiliki ijazah pendidikan khusus/ PLB 8.c 4 8,5% Sesuai keahlian 8.d 1 2,1%

189 172 Tujuan tercapai dan tepat sasaran 8.e 2 4,3% Menggunakan dana yang ada 9.a 9 19,1% Menurunkan KD bagi ABK 9.b 3 6,4% Menyediakan fasilitas bagi siswa 9.c 24 51,1% Memberi bimbingan sesuai kebutuhan 9.d 1 2,1% Melayani sesuai kebutuhan 9.e 2 4,3% Meminjami buku paket 9.f 1 2,1% Kerjasama dengan orang tua 9.g 1 2,1% Dibimbing oleh guru kelas 9.h 2 4,3% Memberikan hak yang sama 9.i 2 4,3% Sesuai kemampuan sekolah 9.j 1 2,1% Tidak menjawab 9.k 1 2,1% Perpustakaan 10.a 3 6,4% Kursi, meja, kelas, komputer, gedung sekolah, perpustakaan, dll 10.b 23 48,9% Belum ada 10.c 3 6,4% Tidak menjawab 10.d 4 8,5% Alat peraga matematika 10.e 1 2,1% Buku paket pelajaran dan alat peraga 10.f 2 4,3% Tidak ada sarpras yang memenuhi 10.g 1 2,1% Yang dibutuhkan sesuai KBM 10.h 1 2,1% Alat peraga 10.i 2 4,3% Perpustakaan dan alat peraga 10.j 1 2,1% LCD, proyektor, bola keseimbangan, dan berbagai alat peraga 10.k 6 12,8% Tidak 11.a 12 25,5% Mendapat fasilitas yang sama 11.b 35 74,5% BOS dan infaq 12.a 1 2,1% Pemerintah 12.b 5 10,6% BOS 12.c 32 68,1% Tidak ada 12.d 1 2,1% Pemerintah dan BOS 12.e 1 2,1% BOS dan beasiswa 12.f 7 14,9% Dikelola oleh guru 13.a 3 6,4% Dikelola oleh bendahara BOS, guru, dan komite 13.b 4 8,5% Diberikan secara transparan 13.c 3 6,4% Dikelola bendahara sekolah dan 13.d 3 6,4%

190 173 komite Tidak menjawab 13.e 2 4,3% Dikelola oleh bendahara BOS 13.f 10 21,3% Sesuai juknis dari dinas 13.g 3 6,4% Dialokasikan sesuai kebutuhan siswa dan sekolah 13.h 6 12,8% Sesuai dengan RAPBS dan ketentuan dari dinas 13.i 9 19,1% Pembuatan laporan 13.j 4 8,5% Tidak ada 14.a 23 48,5% Ada 14.b 1 2,1% Ada memberi masukan untuk sekolah 14.c 4 8,5% Ada, seragam sekolah siswa membayar sendiri 14.d 5 10,6% Ada, jika untuk kegiatan yang sifatnya bersama 14.e 1 2,1% Ada, sebagai pengawas 14.f 1 2,1% Ada, sumbangan seikhlasnya 14.g 12 25,5% Tidak ada 15.a 28 59,6% Ada 15.b 9 19,1% Ada, komite sekolah untuk penyusunan APBS 15.c 8 17% Ada, dari psikolog, puskesmas, dan universitas 15.d 2 4,3% Tidak menjawab 16.a 18 38,3% Konsultasi dengan GPK 16.b 2 4,3% Diberi assesment 16.c 7 14,9% Mengidentifikasi masalah 16.d 4 8,5% Menunjuk guru untuk menjadi pendamping 16.e 1 2,1% Pengamatan sehari-hari dan wawancara dengan orang tua dan 16.f 1 2,1% psikolog Memanfaatkan fasilitas yang ada 16.g 1 2,1% Melakukan tes psikolog 16.h 8 17% Observasi 16.i 4 8,5% Mengadakan tes tertentu 16.j 1 2,1% Tes IQ 17.a 4 8,5% Konsultasi dengan GPK 17.b 3 6,4%

191 174 Melakukan assesment 17.c 3 6,4% Mencari informasi dari lingkungan keluarga 17.d 1 2,1% Wawancara dengan orangtua 17.e 2 4,3% Mengidentifikasi karakteristik setiap siswa dan mencari informasi latar 17.f 1 2,1% belakang keluarga Mencari informasi latar belakang keluarga 17.g 2 4,3% Melakukan observasi peserta didik 17.h 9 19,1% Tes psikolog 17.i 6 12,8% Melakukan observasi dan diskusi kepada teman sejawat serta kepala 17.j 1 2,1% sekolah Berdasarkan gejala-gejala yang nampak 17.k 1 2,1% Pengamatan dan komunikasi 17.l 1 2,1% Pengamatan terhadap siswa dan konsultasi dengan orang tua 17.m 5 10,6% Konsultasi dengan pihak terkait 17.n 2 4,3% Pedoman instrumen dari psikolog 17.o 6 12,8% Ditangani sesuai kebutuhan anak 18.a 8 17% Konsultasi dengan GPK dan psikolog 18.b 2 4,3% Meminta bantuan psikolog 18.c 13 27,7% Melakukan tindak lanjut 18.d 9 19,1% Diberikan pembelajaran khusus 18.e 4 8,5% Ditangani sama dengan siswa yang lain 18.f 1 2,1% Guru bekerjasama dengan orangtua dan psikolog 18.g 1 2,1% Memodifikasi kurikulum (KBM dan evaluasi berbeda) 18.h 3 6,4% Diadakan asesmen 18.i 1 2,1% Dikelompokkan sesuai tipenya 18.j 3 6,4% Sesuai dengan metode yang dibutuhkan siswa 18.k 2 4,3% Sudah 19.a 12 25,5% Sudah dengan konsultasi ke GPK 19.b 2 4,3% Sudah, bekerjasama dengan pihak lain 19.c 2 4,3% Sudah, sesuai kemampuan anak 19.d 5 10,6% Belum 19.e 1 2,1%

192 175 Sudah, melakukan tes psikolog 19.f 1 2,1% Sudah, melaksanakan sesuai prosedur 19.g 1 2,1% Sudah, melakukan identifikasi 19.h 5 10,6% Sudah, guru harus sabar 19.i 2 4,3% Sudah, dilaksanakan dengan teliti 19.j 1 2,1% Sudah, mendukung pelaksanaannya 19.k 1 2,1% Sudah, menerapkan pembelajaran yang sesuai 19.l 2 4,3% Sudah, mengikuti rekomendasi yang menjadi saran psikolog 19.m 12 25,5% Belum 20.a 12 25,5% Sudah 20.b 34 72,3% Tidak mengetahui 20.c 1 2,1% KTSP 21.a 37 78,7% Kurikulum dari pemerintah 21.b 3 6,4% Kurikulum c 2 4,3% KTSP dan kurikulum d 5 10,6% Sudah 22.a 39 83% Belum 22.b 8 17% Sudah 23.a 39 83% Belum 23.b 8 17% Sudah 24.a 40 85,1% Belum 24.b 7 14,9% Belum 25.a 13 27,7% Sudah, disesuaikan kemampuan ABK 25.b 29 61,7% Sudah, bimbingan tambahan 25.c 5 10,6% Sudah 26.a 13 27,7% Belum 26.b 7 14,9% Sudah, sesuai dengan kebutuhan anak 26.c 7 14,9% Sudah, sesuai usia dan perkembangan peserta didik 26.d 2 4,3% Sudah, sesuai tingkat kemampuan anak 26.e 7 14,9% Tergantung masing-masing guru 26.f 3 6,4%

193 176 Sudah, sesuai situasi dan kondisi 26.g 8 17% Sudah 27.a 16 34% Belum 27.b 5 10,6% Pembelajaran di luar sekolah 27.c 2 4,3% Sudah, dengan menerapkan berbagai macam metode 27.d 8 17% Sudah, pembelajaran PAIKEM 27.e 1 2,1% Sudah, siswa menciptakan karya dari sesuatu yang sudah didapat 27.f 2 4,3% Sudah, dengan menerapkan metode kontekstual 27.g 1 2,1% Sudah, menggunakan media sesuai materi 27.h 12 25,5% Belum 28.a 11 23,4% Sudah 28.b 31 66% Sudah, sesuai dengan latar belakang dan lingkungan sekitar 28.c 2 4,3% Sudah, oleh pendamping khusus 28.d 2 4,3% Sudah, berkelompok dengan latar belakang yang berbeda 28.e 1 2,1% Belum 29.a 12 25,5% Sudah 29.b 30 63,8% Sudah, mulok sesuai dengan 29.c 1 2,1% lingkungan Sudah, menyederhanakan KD 29.d 2 4,3% Sudah, evaluasi dibuat berbeda 29.e 1 2,1% Sudah, disesuaikan dengan kebutuhan siswa 29.f 1 2,1% Sudah 30.a 36 76,6% Belum 30.b 11 23,4% Tidak menjawab 31.a 7 14,9% Membuat RPP di awal semester 31.b 3 6,4% Disesuaikan dengan kemampuan anak 31.c 2 4,3% Sesuai dengan usia anak 31.d 1 2,1% Sesuai dengan kurikulum dan silabus 31.e 6 12,8% Disusun berdasarkan materi ajar 31.f 2 4,3% Disesuaikan dengan silabus 31.g 1 2,1% Sesuai usia dan perkembangan anak 31.h 1 2,1%

194 177 Kegiatan RPP aktif dan kreatif 31.i 2 4,3% Sesuai karakter siswa 31.j 1 2,1% Indikator disesuaikan kebutuhan 31.k 6 12,8% Kerjasama dengan guru kelas dan guru pendamping 31.l 1 2,1% Mandiri 31.m 2 4,3% RPP dibuat oleh guru kelas 31.n 1 2,1% Membuat prota, promes, silabus, dan RPP 31.o 3 6,4% Merancang berdasar SK dan KD 31.p 2 4,3% Membuat tujuan materi yang dicapai siswa berdasarkan KD 31.q 6 12,8% Ya 32.a 46 97,9% Tidak 32.b 1 2,1% Tidak menjawab 33.a 6 12,8% Membuat KD yang berbeda bagi ABK 33.b 3 6,4% Target pencapaian diturunkan bagi siswa ABK 33.c 1 2,1% Sesuai kebutuhan anak 33.d 6 12,8% Untuk siswa berkebutuhan khusus RPP dibuat oleh guru pendamping 33.e 1 2,1% Penyusunan berbeda untuk antara siswa berkebutuhan khusus dan tidak 33.f 7 14,9% Menyederhanakan materi 33.g 1 2,1% Jumlah indikator berbeda dengan siswa tidak berkebutuhan khusus 33.h 1 2,1% Penyusunan rencana pembelajaran tidak dibedakan 33.i 7 14,9% Mengacu pada kurikulum 33.j 2 4,3% Soal evaluasi berbeda 33.k 12 25,5% 34 Sudah 34.a % Sudah 35.a 43 91,5% Belum 35.b 3 6,4% Sebagian 35.c 1 2,1% Sudah 36.a 41 87,2% Belum 36.b 5 10,6% Sebagian 36.c 1 2,1%

195 Disesuaikan dengan kondisi anak 37.a 6 12,8% Ceramah dan demonstrasi 37.b 2 4,3% Tidak menjawab 37.c 2 4,3% Bekerjasama dengan GPK 37.d 9 19,1% Diberi tambahan pembelajaran 37.e 14 29,8% Diberi tambahan waktu 37.f 1 2,1% Diberikan dengan cara yang sama 37.g 7 14,9% Indikator bagi siswa berkebutuhan khusus dibedakan 37.h 2 4,3% Memberi materi yang lebih mudah 37.i 2 4,3% Siswa berkebutuhan khusus diberi tempat duduk sendiri 37.j 2 4,3% Aktif & kreatif 38.a 6 12,8% CTL 38.b 8 17% Memilih metode dan teknik yang tepat 38.c 1 2,1% Sesuai kondisi anak 38.d 4 8,5% Penjelasan, pelatihan, dan tugastugas 38.e 2 4,3% Menyenangkan dan sesuai kondisi anak 38.f 2 4,3% Mengajak aktif peserta didik 38.g 10 21,3% Tidak menjawab 38.h 3 6,4% Pendekatan PAIKEM 38.i 2 4,3% Tanya jawab lisan 38.j 5 10,6% Dengan saintifik 38.k 4 8,5% Kelas dibuat senyaman dan semenyenangkan 39.a 6 12,8% Menggunakan pendekatan diskusi 39.b 2 4,3% Menyiapkan materi sebelum KBM dengan baik 39.c 9 19,1% Menggunakan alat peraga/media 39.d 3 6,4% Menggunakan waktu belajar dan memperhatikan tingkah laku anak 39.e 2 4,3% Pendekatan PAIKEM 39.f 2 4,3% Penguasaan materi dan kelas dengan pembelajaran yang inovatif 39.g 5 10,6% Menggunakan sistem pendekatan yang sesuai 39.h 3 6,4% Mengenal karakter masing-masing anak 39.i 1 2,1% Tidak menjawab 39.j 2 4,3%

196 179 Menggunakan fasilitas sekolah 39.k 1 2,1% Mengatur tempat duduk yang berganti-ganti 39.l 7 14,9% Dengan metode bervariasi 39.m 4 8,5% Tidak menjawab 40.a 10 21,3% Diskusi, agar ABK bisa berpartisipasi dalam pembelajaran 40.b 3 6,4% Kontekstual 40.c 5 10,6% Memberi pendampingan khusus 40.d 1 2,1% Pendekatan individu 40.e 3 6,4% Saintifik 40.f 20 42,6% Pendekatan individu dan klasikal 40.g 1 2,1% Dengan pembelajaran PAIKEM 40.h 4 8,5% Disesuaikan dengan kebutuhan anak 41.a % ABK duduk di depan 41.b % Sudah baik 41.c 3 6.4% Menyesuaikan kegiatan pembelajaran 41.d % Setiap bulan suasana kelas di rubah 41.e % Siswa berkebutuhan khusus di tempatkan di posisi yang tepat 41.f 2 4.3% Tidak menjawab 41.g 1 2.1% Dibuat kelompok 41.h 2 4.3% Siswa berkebutuhan khusus dan tidak dalam satu kelas 41.j 3 6.4% Sudah mencukupi 42.a % Sudah bagus 42.b % Kurang bagus 42.c 2 4.3% Tidak menjawab 42.d 1 2.1% Ditempeli gambar-gambar 43.a % Biasa, yang penting terlihat 43.b % Tidak menjawab 43.c 4 8.5% Baik 43.d % Ditempeli hasil pekerjaan siswa 43.e % Tidak mendesain 43.f 1 2.1% Ada media dan alat peraga 43.g 1 2.1% Sudah disesuaikan kebutuhan 44.a % Disediakan jalur khusus kursi roda 44.b 2 4.3% Tidak menjawab 44.c %

197 180 Lantai datar tidak licin 44.d % Biasa saja 44.e % Tidak ada 45.a % Kantor guru 45.b 3 6.4% Ada, di gudang khusus media 45.c % Ada, di perpustakaan 45.d 4 8.5% Ada, di almari kelas dan kantor guru 45.e % Ada, di laboratorium 45.f 3 6.4% Ada, di laboratorium dan perpustakaan 45.g 1 2.1% Tidak menjawab 46.a % Kelompok besar 46.b 2 4.3% Kelompok kecil 46.c % Kelompok besar/kecil 46.d % Tidak membagi kelompok 46.e 1 2.1% Sesuai dengan kebutuhan masingmasing anak 47.a % Tidak membagi kelompok 47.b 3 6.4% Tidak menjawab 47.c 2 4.3% Kelompok diatur secara heterogen 47.d % Dengan menunjukkan ketua kelompok 47.e % 48 Keuntungan tidak minder 48.a Kekurangan partisipasi kurang Keuntungan melatih kerjasama 48.b Kekurangan ada anak yang pasif Keuntungan semua siswa turut berpartisipasi 48.c Kekurangan tidak cepat selesai Keuntungan membaur dengan teman yang lain 48.d Kekurangan pembelajaran tidak maksimal Keuntungan peserta didik lebih aktif 48.e Kekurangan siswa sulit dikendalikan Keuntungan mempermudah pembagian tugas 48.f Kekurangan siswa sulit dikendalikan Keuntungan efisien waktu 48.g Kekurangan ada siswa yang belum 3 6.4% % 3 6.4% % 2 4.3% 4 8.5% 4 8.5%

198 181 paham Keuntungan belajar bekerja sama 48.h 3 6.4% Kekurangan siswa berkebutuhan 48.i khusus tidak bisa diajak kerjasama 1 2.1% Tidak menjawab 48.j 1 2.1% 49 Keuntungan melatih kemandirian 49.a anak Kekurangan siswa akan ramai dalam 49.b kelompok Keuntungan semua siswa mendapat 49.c tugas Keuntungan partisipasi aktif 49.d Kekurangan kurang percaya diri Keuntungan siswa bertanggung jawab 49.e Kekurangan butuh waktu lama Keuntungan mempermudah siswa menerima materi 49.f Kekurangan siswa sulit dikondisikan Keuntungan siswa mudah dikendalikan 49.g Kekurangan siswa lebih sedikit, pembagian tugas sulit Keuntungan siswa lebih berkonsentrasi 49.h Kekurangan siswa tidak bekerjasama dengan baik Keuntungan siswa berkebutuhan khusus banyak teman 49.i Kekurangan siswa berkebutuhan kurang bisa mengerjakan Keuntungan kelompok mudah terkontrol 49.j Kekurangan ada yang aktif, ada yang pasif Keuntungan siswa memahami materi 49.k Kekurangan butuh waktu lama Keuntungan melatih keberanian Kekurangan ada siswa bergantung 49.l pada teman 3 6.4% 1 2.1% 1 2.1% 3 6.4% % 4 8.5% 2 4.3% 4 8.5% % % 4 8.5% 1 2.1% 50 Kelompok kecil 50.a % Kelompok besar 50.b 4 8.5% Tidak menjawab 50.c 2 4.3%

199 182 Sesuai materi 50.d % Tidak menjawab 51.a % Mengisi daftar nilai 51.b 3 6.4% Diadakan ulangan 51.c 1 2.1% Hasil belajar yang dicapai anak 51.d % Mencari informasi dari berbagai sumber 51.e 1 2.1% Kerjasama antara guru dan orang tua 51.f % Mengikuti penataran yang diselenggarakan dinas 51.g 1 2.1% Tes IQ dan asesmen siswa di awal tahun 51.h 1 2.1% Menyesuaikan dengan kondisi sekolah 51.i 2 4.3% Melibatkan wali siswa dan instansi terkait 51.j 3 6.4% Observasi KBM dan evaluasi 51.k 1 2.1% Tugas, PR, ulangan, UTS, dan TKM 51.l 4 8.5% Tes lisan dan tertulis 51.m 3 6.4% Mengumpulkan informasi dari orangtua, hasil belajar, dan teman sejawat 51.n % Kontribusi guru sangat besar 52.a 3 6.4% Melakukan screening 52.b 3 6.4% Membantu memberi informasi keadaan siswa 52.c % Diskusi dengan kepala sekolah dan GPK 52.d 3 6.4% Menganalisis anak yang berkebutuhan khusus 52.e % Tidak menjawab 52.f % Kerjasama dengan instalasi lain (psikolog/puskesmas/lainnya) 52.g 1 2.1% Sesuai kemampuan guru 52.h % Belum memberikan kontribusi proses asesmen 52.i 1 2.1% Dilakukan secara obyektif 52.j 4 8.5% Penilaian proses dan evaluasi 1 52.k 1 2.1% Melakukan tindak lanjut sesuai kemajuan masing-masing siswa 52.l % 53 Tidak menggunakan 53.a %

200 183 Menggunakan KKM untuk mengetahui ketuntasan belajar 53.b 4 8.5% Screening 53.c 1 2.1% Tidak menjawab 53.d % Supaya pelayanan terhadap siswa lebih tepat 53.e 1 2.1% Sesuai aturan 53.f 1 2.1% Mengidentifikasi ABK untuk memudahkan guru 53.g 1 2.1% Menggunakan semua alat ukur 53.h 1 2.1% Sesuai kebijakan sekolah 53.i 1 2.1% Sesuai rekomendasi psikolog 53.j 2 4.3% Dari hasil asesmen kemampuan anak 53.k % Sesuai kebutuhan siswa 53.l % Melakukan diagnosis 53.m % Tidak menggunakan 54.a % Nilai di bawah KKM remedi 2 kali 54.b 3 6.4% Tidak menjawab 54.c % Wawancara dan pemberian tugas 54.d 1 2.1% Sesuai kebutuhan 54.e % Kerjasama dengan psikolog 54.f % Melakukan screening terlebih dahulu 54.g 1 2.1% Mengidentifikasi siswa yang berkebutuhan khusus 54.h 1 2.1% Siswa berkebutuhan khusus memerlukan pendamping khusus 54.i 2 4.3% Dengan hasil siswa lebih rendah dari yang lain 54.j 4 8.5% Mengakumulasi semua penilaian 54.k 1 2.1% Melakukan observasi 54.l 1 2.1% Menggunakan instrumen untuk melakukan diagnosis dari psikolog 54.m % Tidak menjawab 55.a % Screening 55.b 2 4.3% Memberikan masukan dan informasi tentang siswa 55.c % Pembelajaran lebih tepat 55.d % Pelaksana asesmen 55.e 2 4.3% Mengidentifikasi awal siswa berkebutuhan khusus 55.f 1 2.1% Pelaksana lapangan (eksekutor) 55.g % Untuk mengetahui kemampuan siswa 55.h 3 6.4%

201 184 Guru umum memiliki tugas rangkap 55.i 3 6.4% Yang melakukan dan membantu GPK 55.j % Tidak 56.a % Ya 56.b % Tidak 57.a % Untuk mengetahui keadaan siswa 57.b % Karena sekolah inklusi 57.c 2 4.3% Untuk mengetahui layanan yang sesuai 57.d 2 4.3% Untuk meningkatkan pemahaman siswa 57.e % Tidak melaksanakan 58.a % Tidak menjawab 58.b % Bekerjasama dengan psikolog 58.c % Dilaksanakan bersama guru, orangtua, dan siswa dengan wawancara 58.d 1 2.1% Wawancara 58.e 2 4.3% Bekerjasama dengan puskesmas 58.f 1 2.1% Belum maksimal 58.g 1 2.1% Tidak melaksanakan 59.a % Tidak menjawab 59.b % Bila diperlukan 59.c % 2 kali 59.d 2 4.3% 1 kali 59.e % Tidak 60.a % Tidak didampingi tenaga profesional 60.b 2 4.3% Ya 60.c % Tidak menjawab 60.d % Mendatangkan ahli dibidangnya 61.a 4 8.5% Bekerjasama dengan psikolog 61.b % Tidak menjawab 61.c % Melibatkan guru ABK 61.d 1 2.1% Dengan wawancara dan tugas 61.e 1 2.1% Tidak melakukan 61.f % Sesuai alur dan prosedur 61.g 3 6.4% Pengamatan 61.h %

202 185 Tes IQ 61.i % Bekerjasama dengan puskesmas 61.j % Untuk identifikasi siswa berkebutuhan khusus 62.a % Untuk screening ABK 62.b 2 4.3% Tidak menjawab 62.c 3 6.4% Untuk memberi pelayanan 62.d 3 6.4% Mengetahui jenis kebutuhan khusus yang dialami siswa 62.e 1 2.1% Untuk perkembangan selanjutnya 62.f % Tingkat lamban belajar 62.g 1 2.1% Tidak melakukan 62.h % Untuk mengetahui kemampuan siswa 62.i % Melaksanakan tindak lanjut 63.a % Konsultasi dengan psikolog 63.b 3 6.4% Tidak menjawab 63.c 4 8.5% Memberikan pelayanan yang sesuai 63.d % Memberikan materi tambahan 63.e 2 4.3% Tidak melakukan 63.f % Melaksanakan terapi 63.g 2 4.3% Konsultasi dengan orangtua 63.h 1 2.1% Metode berbeda 63.i 4 8.5% Melakukan evaluasi 63.j 4 8.5% Laporan per semester 64.a 3 6.4% Penyerahan raport 64.b 3 6.4% Tidak menjawab 64.c 2 4.3% Mengundang orang tua siswa ke sekolah 64.d % Melakukan konsultasi 64.e % Tidak melakukan 64.f % Memperlihatkan hasil diagnosis yang telah dilakukan 64.g % Ya 65.a % Tidak 65.b % Kadang-kadang 65.c 1 2.1% Disesuaikan kondisi 66.a % Tidak melaksanakan 66.b % Tetap di kelas 66.c % Diberi pendamping khusus 66.d %

203 186 Melalui asesmen 66.e 1 2.1% Ada ruang khusus untuk siswa berkebutuhan khusus 66.f % Sudah cukup membantu 67.a 3 6.4% Tidak melaksanakan 67.b % Bantuan dari GPK 67.c % Menyesuaikan keadaan 67.d 1 2.1% Dibantu psikolog 67.e % Tidak ada bantuan 67.f 4 8.5% Ya 68.a % Tidak melaksanakan 68.b % Sesuai kebutuhan siswa 69.a % Menurunkan KD bagi ABK 69.b 3 6.4% Guru ABK yang menyusun kurikulum 69.c 1 2.1% Tidak melakukan 69.d % Menyederhanakan kurikulum sesuai kemampuan 69.e 3 6.4% Disisipkan pada silabus dan RPP 69.f 1 2.1% Memodifikasi kurikulum 69.g 4 8.5% Tidak melakukan 70.a % Menganalisis nilai siswa 70.b % KKM diturunkan 70.c 2 4.3% Materi disederhanakan dan soal ulangan lebih sedikit 70.d 1 2.1% Disesuaikan dengan kemampuan siswa 70.e % Membuat soal sendiri 70.f 2 4.3% Disesuaikan dengan tujuan yang ditetapkan 70.g 1 2.1% Siswa berkebutuhan khusus diberi pendamping agar lebih efektif 70.h % Menggunakan penilaian khusus 70.i 2 4.3% Dilakukan remidial 70.j 4 8.5% Tidak ada 71.a % Remidi 71.b % Memahami hasil yang dicapai siswa berdasarkan kelainannya 71.c 2 4.3% Dianalisis sebagai acuan untuk 71.d 4 8.5%

204 187 tindak lanjut berikutnya Sesuai kebutuhan 71.e 2 4.3% Memberi tambahan materi 71.f 1 2.1% Mengadakan perbaikan dan pengayaan 71.g 4 8.5% Memberi pengarahan 71.h 1 2.1% Refleksi pembelajaran setiap akhir pembelajaran 71.i 1 2.1% Mengubah/memodifikasi pembelajaran 71.j % Menyampaikan ke guru berikutnya 71.k % Pernah 72.a % Tidak menjawab 72.b 3 6.4% Tidak melakukan 72.c % Sesuai kebutuhan siswa 73.a % Demonstrasi 73.b 1 2.1% Tidak menjawab 73.c % Siswa berkebutuhan khusus diberi materi khusus 73.d 1 2.1% Dengan gambar 73.e 2 4.3% Tidak melaksanakan 73.f % Dengan mengubah sedikit teknik pengajaran 73.g 3 6.4% Tergantung materi yang diajarkan 73.h 2 4.3% Tergantung situasi dan kondisi 73.i 4 8.5% Evaluasi dan meminta pendapat guru lain 73.j % Ya 74.a % Tidak 74.b % Berkesinambungan 75.a 3 6.4% Tidak melaksanakan 75.b % ABK mendapat soal yang berbeda 75.c 2 4.3% KKM diturunkan sesuai hasil asesmen 75.d 1 2.1% Tidak menjawab 75.e 1 2.1% Dengan tes 75.f 2 4.3% Disesuaikan 75.g % Jika guru tidak bisa mengatasi, akan dikonsultasikan ke SLB terdekat 75.h 1 2.1% Sama dengan siswa yang lain 75.i 4 8.5%

205 188 Dibimbing 75.j 1 2.1% Diawal dan diakhir semester diadakan evaluasi 75.k % Ya, menerapkan target/patokan 76.a % Tidak menerapkan target/patokan 76.b % Tidak melaksanakan 76.c % Mendapatkan hasil yang maksimal 77.a % Tidak ada patokan/target 77.b % Tidak melaksanakan 77.c % Sesuai dengan KKM yang diturunkan 77.d 3 6.4% Tidak menjawab 77.e 3 6.4% Standar nilai minimal 4 77.f 1 2.1% Disesuaikan hasil 77.g % Sesuai KKM sekolah 77.h % Sudah 78.a % Belum 78.b % Tidak menjawab 78.c 1 2.1% Sudah 79.a % Belum 79.b % Media pembelajaran didapat dari membeli 80.a % Tidak melaksanakan 80.b % Menyesuaikan kegiatan belajar 80.c % Guru membuat media pada materi tertentu 80.d % Ada yang membuat sendiri dan ada yang menggunakan dari sekolah 80.e 1 2.1% Dilakukan oleh guru yang bersangkutan 80.f % Media dibuat sederhana yang menarik dan mudah digunakan 80.g % Dengan memanfaatkan yang ada di sekitar 80.h 1 2.1% Sudah 81.a % Belum 81.b % 82 Tidak ada 82.a %

206 189 Ya 82.b % Menyesuaikan kegiatan pembelajaran 82.c % Menyeleksi sesuai kebutuhan 82.d % Sudah 83.a % Belum 83.b % Tidak ada patokan 84.a % Kompleksitas, intaks, dan daya serap 84.b % Kemampuan siswa 84.c % Daya dukung 84.d 1 2.1% Indikator, sarana, daya dukung, dan kemampuan siswa 84.e % Daya dukung dan sarana 84.f 2 4.3% Jika sudah memenuhi KKM 84.g 3 6.4% Rapat dengan wali murid 84.h 1 2.1% Materi 84.i 2 4.3% SK, KD, media, sumber belajar, dll 84.j 1 2.1% Kemampuan siswa dan hasil uji coba soal evaluasi 84.k % Tidak menetapkan 85.a % Tidak menjawab 85.b 3 6.4% Menganalisis kompleksitas, intaks, dan daya serap 85.c % Menyesuaikan sarpras, materi, siswa, dan guru 85.d % Dimusyawarahkan seluruh guru dilanjutkan perkelas 85.e % Sudah ada rumus/prosedur 85.f 2 4.3% Melihat hasil dan kemampuan siswa 85.g 2 4.3% Melihat ketercapaian indikator 85.h 2 4.3% Tidak ada 86.a % Ada 86.b % Disesuaikan oleh keadaan anak 87.a 1 2.1% Menurunkan KD bagi ABK 87.b 3 6.4% Tidak menjawab 87.c 2 4.3% Tidak dibedakan 87.d % Sesuai dengan kemampuan siswa 87.e % Disesuaikan dengan indikator 87.f 1 2.1%

207 Tidak menjawab 88.a % Mempermudah evaluasi 88.b % Tercapai secara tepat 88.c 2 4.3% Agar siswa bisa mengerjakan soal yang diberikan 88.d 2 4.3% Supaya lebih efektif 88.e 3 6.4% Agar sesuai kebutuhan siswa 88.f 1 2.1% Untuk menentukan nilai 88.g 3 6.4% Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami 88.h 2 4.3% Mempermudah tindak lanjut 88.i 2 4.3% Tidak menjawab 89.a % Konsultasi dengan GPK 89.b 2 4.3% Memahami materi 89.c % Dilihat indikator yang akan dicapai 89.d % Sesuai kebutuhan yang diperlukan 89.e 2 4.3% Sesuai kemampuan 89.f 1 2.1% Pengamatan dan pengalaman guru 89.g 1 2.1% Dengan hasil kerja siswa 89.h % Sesuai prosedur 89.i 1 2.1% Dengan memperhatikan proses RPP 89.j 2 4.3% Melihat hasil sebelumnya 89.k % Tidak menjawab 90.a % Ya 90.b % Ya, berdiskusi dengan GPK 90.c 2 4.3% Ya, sesuai kemampuan dan 90.d kebutuhan siswa 4 8.5% Tidak ada teknik 91.a 4 8.5% Tertulis dan sikap 91.b 3 6.4% Tes 91.c 3 6.4% Tergantung kegiatan dan tujuan 91.d pembelajaran % Macam-macam 91.e 2 4.3% Lisan, tertulis, dan sikap 91.f 4 8.5% Sesuai kondisi 91.g 1 2.1% Tes dan non tes 91.h 3 6.4% Lisan dan tertulis 91.i % Sesuai kriteria 91.j 1 2.1% Laporan kegiatan siswa di sekolah dan di rumah 91.k %

208 Tidak menjawab 92.a % Ada perbedaan 92.b % Tidak ada perbedaan 92.c % Menyesuaikan kemampuan anak 92.d 3 6.4% Untuk mengetahui hasil akhir 93.a % Untuk mengetahui kekurangan siswa 93.b 2 4.3% Untuk mengetahui keberhasilan 93.c pembelajaran % Untuk mengetahui sejauh mana 93.d kemampuan anak % Untuk mengetahui kondisi siswa 93.e 1 2.1% Keberhasilan KBM dan kemampuan 93.f siswa 1 2.1% Sebagai tindak lanjut 93.g % Sebulan sekali 94.a 4 8.5% Akhir perbatasan per KD 94.b 4 8.5% Akhir pembelajaran 94.c % Jika materi sudah selesai 94.d % Akhir subtema 94.e 1 2.1% Ulangan harian, UTS, TKM 94.f 4 8.5% Akhir pembelajaran dan selesai 94.g materi 1 2.1% Setelah 2/3 KD 94.h 1 2.1% Setelah 3-4 kali pertemuan 94.i 1 2.1% Akhir semester 94.j 1 2.1% Awal, akhir, dan tengah semester 94.k 1 2.1% 1 minggu 1 kali 94.l % Ditindak lanjuti sesuai kemampuan 95.a siswa % Remidi atau pengayaan 95.b % Menganalisis hasil test 95.c 4 8.5% Mengadakan perbaikan 95.d % Mengulang materi 95.e 1 2.1% Memberi tambahan pelajaran 95.f 1 2.1% Laporan ke orangtua dan perbaikan 95.g % Guru kelas 96.a % Guru, siswa, orang tua 96.b % Guru, siswa, dan GPK 96.c 2 4.3% Guru kelas dan kepala sekolah 96.d 1 2.1% Guru dan siswa 96.e %

209 192 Wali kelas, guru bidang studi, dan 96.f orangtua 1 2.1% Guru kelas dan guru bidang studi 96.g 2 4.3% Mendapatkan laporan secara 97.a berkelanjutan % Menemani belajar dan mengerjakan 97.b tugas siswa di rumah % Tidak menjawab 97.c 3 6.4% Memberikan arahan terhadap hasil 97.d evaluasi % Mendukung dan memberi nasehat 97.e % Melaksanakan terapi dari rumah 97.f 1 2.1% Untuk mengetahui perkembangan 98.a siswa % Mengetahui ketuntasan KD siswa 98.b berkebutuhan khusus 2 4.3% Mengetahui pembelajaran siswa 98.c berkebutuhan khusus 3 6.4% Menambah ketrampilan 98.d 2 4.3% Mengukur kemajuan siswa 98.e 2 4.3% Sebagai media belajar, mandiri, dan 98.f mengetahui kemampuan siswa 1 2.1% Tidak menjawab 98.g 4 8.5% Mengetahui tingkat kemampuan 98.h belajar siswa % Agar siswa tidak minder dan bisa 98.i mandiri 1 2.1% Sudah efektif 98.j 4 8.5% Sebagai tindak lanjut 98.k 1 2.1% Untuk melihat perkembangan anak 99.a berkebutuhan khusus % Sebagai alat refleksi siswa dan guru 99.b 2 4.3% Tidak menjawab 99.c 3 6.4% Latihan soal dan memecahkan 99.d masalah 2 4.3% Mengukur sejauhmana materi yang 99.e diterima siswa % Agar mendapat pelayanan sesuai 99.f kebutuhan 1 2.1% Menumbuhkan rasa percaya diri 99.g 1 2.1% Untuk melakukan tindak lanjut 99.h 4 8.5%

210 193 Mengetahui tipe anak berkebutuhan 99.i khusus 1 2.1% Untuk meningkatkan kemampuan 99.j % 100 Dilaksanakan sebulan sekali 100.a 3 6.4% Remidi dan pemberian tugas 100.b 2 4.3% Dengan tes 100.c % Menyesuaikan dengan kemampuan 100.d % Disamakan dengan siswa lainnya 100.e % Menurunkan materi yang digunakan 100.f untuk evaluasi 2 4.3% Mengamati dan mempelajari yang 100.g dilakukan anak 2 4.3% Tidak menjawab 100.h 2 4.3% Jumlah soal yang berbeda 100.i 2 4.3% Disendirikan dalam proses belajar 100.j 1 2.1% Cek hasil belajar berkala 100.k %

211 194 BIOGRAFI PENELITI Ristya Ferinda, lahir di Sleman pada tanggal 26 Februari 1995 sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Hartiyo dan Ibu Indar Ristiningsih. Menempuh pendidikan non formal di TK ABA Kalikotak lulus pada tahun 2001, dilanjutkan menempuh pendidikan formal di SD Negeri Sutan lulus pada tahun 2007, SMP Negeri 1 Godean lulus pada tahun 2010, dan SMA Negeri 1 Godean lulus pada tahun Peneliti melanjutkan studi S1 di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Selama menempuh pendidikan S1 PGSD, peneliti mengikuti berbagai macam kegiatan, antara lain: 1. Peserta seminar free sex: thumbs up or thumps down? Sebagai Anggota Divisi Dampok Parade Gamelan Anak 2013 Se-Jawa 3. Pesera Kuliah Umum Indonesia Mengajar Sebagai Koordinator Divisi Acara Insipro Sebagai Sekretaris Pelepasan Wisudawan-wisudawati PGSD Sebagai Koordinator Divisi Acara Malam Kreativitas PGSD Sebagai Ketua Bidang Acara Insipro Peserta Seminar Reinventing Childhood Education 2015 Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi Di Wilayah Kabupaten Sleman

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak normal (siswa reguler), akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak normal (siswa reguler), akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi hak setiap anak. Pendidikan menjadi salah satu aspek penting dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan tidak hanya

Lebih terperinci

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah

Lebih terperinci

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS HERRY WIDYASTONO Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Khusus PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 6/9/2010 Herry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang begitu bahagia dan ceria tanpa lagi ada kesepian. dengan sempurna. Namun kenyataannya berkata lain, tidak semua anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang begitu bahagia dan ceria tanpa lagi ada kesepian. dengan sempurna. Namun kenyataannya berkata lain, tidak semua anak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, anak merupakan anugerah terindah dari Tuhan yang Maha Esa bagi orang tua. Kehadiran seorang anak begitu dinantikan dan ditunggu dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

Oleh: Rita Pranawati Komisioner KPAI

Oleh: Rita Pranawati Komisioner KPAI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA Oleh: Rita Pranawati Komisioner KPAI Disampaikan pada Dialog Interaktif Peningkatan Peran Serta Anak dalam Pembangunan Biro Bina Sosial Setda Jawa Tengah Salatiga, 8

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki kewajiban pada warga negaranya untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada warga negara lainnya tanpa terkecuali termasuk

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk bekal mengarungi samudera kehidupan yang semakin penuh dengan persaingan. Oleh karena itu pendidikan menjadi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd BEBERAPA ISTILAH ABK ANAK LUAR BIASA ANAK CACAT ANAK TUNA ANAK ABNORMAL ANAK LEMAH INGATAN ANAK IDIOT ANAK BERKELAINAN ANAK BERKEBUTUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan bagian dari hak asasi manusia dan hak setiap warga negara yang usaha pemenuhannya harus direncanakan dan dijalankan dan dievaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pelayanan pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Dengan mengambil lokus pada Sekolah Menengah Pertama Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Pendidikan telah menjadi bagian kehidupan yang diamanatkan secara nasional maupun internasional. Dalam

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak berhak mendapat pendidikan, hal ini telah tercantum dalam deklarasi universal 1948 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak atas pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945, Amandemen IV Pembukaan, alinea IV yaitu dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016 Desain Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Kelas Inklusif Juang Sunanto dan Hidayat Departemen Pendidikan Khusus, Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menyusun desain

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lembaga Sosial Lembaga sosial adalah sekumpulan tata aturan yang mengatur interaksi dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga sosial ini ada

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN KESULITAN BELAJAR ANAK

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN KESULITAN BELAJAR ANAK IDENTIFIKASI DAN ASESMEN KESULITAN BELAJAR ANAK Maria Purnama Nduru Universitas Flores Abstrak Kesulitan belajar didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus di Indonesia bila dilihat dari data statistik jumlah Penyandang Cacat sesuai hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 adalah

Lebih terperinci

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):

Lebih terperinci

MODEL & STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DLM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF

MODEL & STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DLM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF MODEL & STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DLM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF oleh: H i d a y a t * H i d a y a t * hidayatday999@yahoo.com Pendahuluan Indonesia: laboratorium terbesar & paling menarik utk menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) seperti anak dengan hambatan penglihatan, anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang berkebutuhan khusus (tunanetra, tunarungu, tunagrahita ringan, autisme, lambat belajar dan tunalaras),

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah ditegaskan dalam UU RI 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak Berkebutuhan Khusus (Children with special needs) atau yang sering disingkat ABK adalah anak yang memiliki perbedaan dalam keadaan dimensi penting dari

Lebih terperinci

PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk

PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG Juang Sunanto, dkk Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Tujuan utama penelitian ini untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah anugrah dan titipan dari tuhan yang harus di jaga dan di pelihara dengan baik. Seseorang yang masih dikategorikan sebagai seorang anak adalah sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak. terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak. terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami menjadikan Anak Berkebutuhan Khusus

Lebih terperinci

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume Nomor September 2014 E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman : 221-229 Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan dipaparkan simpulan dan saran yang berkenaan dengan hasil penelitian ini. A. SIMPULAN Berdasarkan analisis terhadap hasil pengolahan data, penulis membuat beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak berkembang dengan kondisi fisik atau mental yang normal. Akan tetapi, sebagian kecil anak mengalami hambatan dalam perkembangannya atau memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baik ABK atau ALB adalah mereka yang membutuhkan penanganan khusus. Macam macam ABK dapat digolongkan menjadi beberapa jenis

BAB I PENDAHULUAN. Baik ABK atau ALB adalah mereka yang membutuhkan penanganan khusus. Macam macam ABK dapat digolongkan menjadi beberapa jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak merupakan salah satu anugerah tidak ternilai yang Allah SWT berikan pada setiap orang tua. Melalui anak, dapat menetukan keberlangsungan suatu keturunan dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat memperoleh pendidikan melekat pada semua

Lebih terperinci

Digital story telling sebagai media bagi guru untuk mengembangkan komunikasi anak berkebutuhan khusus

Digital story telling sebagai media bagi guru untuk mengembangkan komunikasi anak berkebutuhan khusus Digital story telling sebagai media bagi guru untuk mengembangkan komunikasi anak berkebutuhan khusus Brigitta Erlita Tri Anggadewi 1 1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Mrican, Catur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat 1 s.d 4 menyatakan bahwa ; Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan mengenai Pendidikan Inklusi a. Pengertian Pendidikan Inklusi Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan keadaan normal saja

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 Abstract: Artikel ini dimaksudkan untuk membantu para guru dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) didefinisikan

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA TASIKMALAYA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia agar mampu menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU DAN BERTANGGUNG JAWAB

PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU DAN BERTANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) MENUJU PENDIDIKAN BERMUTU DAN BERTANGGUNG JAWAB ASPEK LEGAL Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif menghargai keberagaman apapun perbedaannya. Pendidikan inklusif berkeyakinan bahwa setiap individu dapat berkembang sesuai dengan potensi yang

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH DENGAN PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING

PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH DENGAN PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH DENGAN PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PARTISIPASI SISWA KELAS VIII.I SMP NEGERI 3 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA SISWA KELAS I SD NEGERI KEMASAN I KECAMATAN SERENGAN KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 SKRIPSI Oleh : SITI RASYIDAH

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM INKLUSI SD NEGERI KLERO 02 KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG. Tesis

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM INKLUSI SD NEGERI KLERO 02 KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG. Tesis EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM INKLUSI SD NEGERI KLERO 02 KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG Tesis Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu sesuai

Lebih terperinci

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN KHUSUS

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN KHUSUS DESAIN PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN KHUSUS (Model Bahan Ajar Program Khusus Tunarungu SLB) Oleh: Tim Pengembang KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada diri setiap warga dari suatu negara. Rumusan pendidikan sebagai bagian dari HAM itu terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003 pasal 12 ayat (1.b) yaitu: Setiap peserta didik pada setiap satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak warga negara sebagai sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu

Lebih terperinci

Profil Kemampuan Matematis Siswa SLB di Jawa Tengah Berdasarkan Hasil Ujian Nasional Matematika

Profil Kemampuan Matematis Siswa SLB di Jawa Tengah Berdasarkan Hasil Ujian Nasional Matematika PRISMA 1 (2018) PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Profil Kemampuan Matematis Siswa SLB di Jawa Tengah Berdasarkan Hasil Ujian Nasional Matematika

Lebih terperinci