SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat"

Transkripsi

1 SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Oleh: Yovita Ratri Sulistianingsih NIM: PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 i

2 ii

3 iii

4 PERSEMBAHAN Dengan hati yang penuh syukur dan pujian skripsi ini peneliti persembahkan untuk : 1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, atas berkat dan kasihnya yang selalu melimpah serta Santa Pelindung Yovita yang selalu melindungi dalam keadaan apapun. 2. Kedua orangtuaku yang terkasih, Bapak Agustinus Musiyadi dan Ibu Bernadeta Sulimah yang selalu memberikan doa, semangat, dan kasih sayang. 3. Kakakku terkasih, Isidorus Apri Sulistiadi serta keponakanku Anastasia Ita Wati yang selalu memberi penghiburan, doa, dan, semangat. 4. Sahabat-sahabatku satu penelitian Rinda, Rosita, dan Lela yang selalu membantu dan memberi semangat. 5. Yosephin Intan dan Maria Ratih yang sudah membantu selama pembuatan skripsi serta semua sahabat MB21 yang selalu memberikan semangat dan keceriaan. 6. Natalia Runi Astuti yang selalu memotivasi dan menemani selama kegiatan observasi penelitian. 7. Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tempat mengenyam ilmu pendidikan dan mengukir kenangan yang indah. iv

5 MOTTO Don t cry because it s over. Smile because it happened. (Dr. Seuss) Sebab Tuhan, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati. (Ulangan 31 : 8) Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan akan menyerukan nama Tuhan. (Mazmur 116 : 13) v

6 vi

7 vii

8 ABSTRAK SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KOTA YOGYAKARTA Yovita Ratri Sulistianingsih Universitas Sanata Dharma 2017 Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta telah menunjuk 29 sekolah dasar yang dianggap mampu untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan enam tahun yang mengakomodasi semua anak dalam satu kelas yang sama tanpa adanya sikap diskriminatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesesuaian penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dengan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi dan mendeskripsikan penerapan prinsip penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimental dengan menggunakan metode survey cross sectional. Instrumen yang digunakan dalam adalah kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka yang telah dilakukan validasi kepada dua orang validator sebelum dibagikan kepada responden. Data diperoleh dengan cara membagikan kuesioner kepada 73 responden di 11 sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kota Yogyakarta dan kuesioner yang kembali berjumlah 43 kuesioner. Dari data yang diperoleh dan berdasarkan olah data yang sudah dilakukan, peneliti mendapatkan hasil penelitian bahwa kesesuaian penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta dengan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi sebesar 14.2%. Hal ini belum sesuai dengan dugaan sementara peneliti, yaitu sebesar 50% penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta sesuai dengan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta telah mencakup 8 prinsip, yaitu penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; adaptasi kurikulum; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran. Kata kunci: sekolah dasar inklusi, prinsip-prinsip sekolah inklusi, dan anak berkebutuhan khusus. viii

9 ABSTRACT SURVEY THE OPERATION OF INCLUSION ELEMNTARY SCHOOL IN YOGYAKARTA Yovita Ratri Sulistianingsih Sanata Dharma University 2017 Yogyakarta Education Board has designated 29 elementary schools considered as capable to organize inclusion education. Elementary inclusion schools are six-year educational units which accommodate students in one class without being discriminative. This research aimed to describe the suitability between inclusion schools management in Yogyakarta and inclusion schools management principle. In addition, this research also describes the application of inclusion schools management principle in Yogyakarta. This research was a quantitative non-experimental research with survey cross sectional method. The instruments being used were questionnaires with open-ended questions which were already being validated by two valuators. The data was gained by distributing the questionnaires to 73 respondents from 11 inclusion elementary schools in Yogyakarta and 43 questionnaires have been returned. From the data obtained and processed, the researcher concluded that the suitability between inclusion schools management in Yogyakarta City and inclusion schools management principle was 14.2%. The result was not equal with the researcher s estimation which was 50% suitability. The application of inclusion schools management in Yogyakarta City had covered 8 principles which were the acceptance of new students; identification; flexible curriculum; devised materials education and activity for children; class arrangement, assessment; provided and utilized adaptive learning media; and learning assessment and evaluation. Key words: inclusion elementary school, inclusion education principles, special Neededchidren. ix

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat, berkat, dan kasihnya yang melimpah, sehingga skripsi yang berjudul Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dapat peneliti selesaikan dengan baik. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Peneliti menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang banyak membantu dan memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sampai selesai karena itu, dengan segenap hati peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. 2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma. 3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma. 4. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan peneliti dengan penuh kesabaran dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai. x

11 5. Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan peneliti dengan penuh kesabaran dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai. 6. Kepala Sekolah Dasar Inklusi se-kota Yogyakarta yang telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar. 7. Guru Sekolah Dasar Inklusi se-kota Yogyakarta yang sudah membantu dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 8. Kedua orang tuaku, Agustinus Musiyadi dan Bernadeta Sulimah yang selalu memberiku semangat, perhatian dan kasih sayang dalam setiap doanya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 9. Kakakku terkasih, Isidorus Apri Sulistiadi dan keponakanku Anatasia Ita Wati yang selalu memberikan doa, semangat, dan penghiburan. 10. Ristya Ferinda, Rosita Cahayani, Lela Mustikasari yang bersama-sama berjuang serta saling memberikan semangat dan masukan. 11. Yosephine Intan, Maria Ratih, Aurelia Laksmi, Elvira Margianti, Natalia Runi, sahabat yang selalu membantu dan memberikan semangat. Peneliti berharap semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi. Peneliti xi

12 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv HALAMAN MOTTO... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR BAGAN... xv DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. RUMUSAN MASALAH... 4 C. TUJUAN PENELITIAN... 4 D. MANFAAT PENELITIAN... 5 E. DEFINISI OPERASIONAL... 6 BAB II LANDASAN TEORI... 7 A. KAJIAN PUSTAKA Sekolah Dasar Inklusi Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi... 8 xii

13 a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasi Semua Anak... 8 b. Identifikasi... 9 c. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel) d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah Anak e. Penataan Kelas yang Ramah Anak f. Asesmen g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Inklusi a. Pengertian Pendidikan Inklusi b. Tujuan Pendidikan Inklusi c. Karakteristik Pendidikan Inklusi d. Prinsip dasar Pendidikan Inklusi Anak Berkebutuhan Khusus a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus b. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus B. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN C. KERANGKA BERPIKIR D. HIPOTESIS PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN B. SETTING PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Subjek Penelitian Objek Penelitian C. POPULSI DAN SAMPEL xiii

14 1. Populasi Sampel D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA E. INSTRUMEN PENELITIAN F. TEKNIK PENGUJIAN INSTRUMEN Uji Validitas Instrumen Uji Reliabilitas Instrumen G. TEKNIK ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. DESKRIPSI PENELITIAN B. TINGKAT PENGEMBALIAN KUESIONER C. HASIL PENELITIAN D. PEMBAHASAN Kesesuaian Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dengan Prinsip Sekolah Inklusi Penerapan Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. KETERBATASAN PENELITIAN C. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI xiv

15 DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Penelitian yang relevan xv

16 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Daftar 11 Sekolah Dasar Inklusi Di Kota Yogyakarta Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Tentang Survei Penyelenggaraan Sekolah Inklusi Di Wilayah Kota Yogyakarta Tabel 3.3 Skala Likert Tabel 3.4 Contoh Coding Data Tabel 4.1 Hasil Jawaban Prinsip Pertama Dengan Jawaban Terbanyak Tabel 4.2 Hasil Jawaban Prinsip Kedua Dengan Jawaban Terbanyak Tabel 4.3 Hasil Jawaban Prinsip Ketiga Dengan Jawaban Terbanyak Tabel 4.4 Hasil Jawaban Prinsip Keempat Dengan Jawaban Terbanyak Tabel 4.5 Hasil Jawaban Prinsip Kelima Dengan Jawaban Terbanyak Tabel 4.6 Hasil Jawaban Prinsip Keenam Dengan Jawaban Terbanyak Tabel 4.7 Hasil Jawaban Prinsip Ketujuh Dengan Jawaban Terbanyak Tabel 4.8 Hasil Jawaban Prinsip Kedelapan Dengan Jawaban Terbanyak Tabel 4.9 Prinsip Yang Diselenggarakan Di Setiap Sekolah Dasat Inklusi Di Wilayah Kota Yogyakarta xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Permohonan Data Daftar Sekolah Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta Lampiran 2 Daftar Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta Lampiran 3 Permohonan Surat Ijin Penelitian Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta Lampiran 5 Validasi Dosen A Lampiran 6 Validasi Dosen B Lampiran 7 Kuesioner yang akan dibagikan Lampiran 8 Kuesioner yang diisi Responden Lampiran 9 Hasil Pengumpulan Data Sekolah Inklusi Wilayah Kota Yogyakarta xvii

18 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan definisi operasional. A. Latar Belakang Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan di Indonesia diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Namun pada kenyataannya masih banyak masalah yang ditemui berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Keadaan seperti ini disebabkan karena adanya perbedaan yang mencolok dari kebanyakan orang, seperti orang-orang miskin atau tidak mampu secara ekonomi, minoritas secara budaya/bahasa, dan berbeda keadaan karena menyandang kelainan atau kecacatan (disability). Demi merespon tantangan pendidikan dasar yang dihadapi saat ini, Pemerintah mencanangkan kebijakan pendidikan inklusi, dimana pendidikan inklusi didefinisikan sebagai konsep yang menampung semua anak yang berkebutuhan khusus maupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan menulis (Ilahi, 2013: 23). Sekolah yang menerapkan pendidikan inklusi dalam konsep penerapannya merepresentasikan keseluruhan prinsip yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh 1

19 2 hak dasar mereka sebagai warga negara (Ilahi, 2013: 24). Demi memenuhi kebutuhan dari anak-anak berkebutuhan khusus, pendampingan dan pelayanan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak dan fasilitas yang mendukung proses pendampingan, seperti pencahayaan yang baik, posisi tempat duduk, pemilihan lantai, sirkulasi udara yang baik, serta vasilitas bagi anak-anak disabilitas. Penataan tersebut dimaksudkan supaya materi yang disampaikan dapat tersampaikan dengan maksimal karena, penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang berkebutuhan khusus (Friend, 2015: 270). Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, saat ini sudah ada 29 Sekolah Dasar Negeri yang dianggap mampu untuk menerapkan pendidikan inklusi bagi anak-anak berkebutuhan khusus di wilayah kota Yogyakarta. Di sekolah inklusi guru harus memiliki kemampuan dan kreativitas dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas karena guru yang baik akan melakukan pembelajaran yang interaktif agar perhatian anak didiknya terpusat penuh kepada guru. Guru juga harus menggunakan metode pembelajaran yang cocok bagi anak didiknya agar anak didiknya mampu berpartisipasi di dalam pelajaran. Jenis materi pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang disabilitas (Kustawan, 2013: 111) sehingga anak-anak yang berkebutuhan khusus

20 3 dengan anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus mampu bersama-sama menerima dan memahami maksud dari pembelajaran dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara bersama-sama. Bukan hanya kemampuan dan keterampilan mengajar saja yang harus dimiliki, namun para guru juga harus mampu memberikan pendampingan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan oleh masing-masing anak-anak berkebutuhan khusus maupun anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus. Dengan demikian, pendidikan dapat berjalan secara optimal dan materi dapat dipahami semaksimal mungkin oleh para siswa. Selain itu, peran kepala sekolah juga memberi poin penting dalam mewujudkan penyelenggaraan pendidikan inklusi yang baik. Menurut Kustawan (2013:60), sosok kepala SD/MI sangat berperan dalam mengembangkan sekolah ramah anak dan sekaligus meningkatkan mutu pendidikan. Dengan dipimpin oleh kepala sekolah SD/MI yang profesional, semua warga sekolah merancang SD/MI agar menjadi sekolah yang ramah anak, terbuka (welcome) dan tidak mendeskriminasi. Penelitian ini memusatkan perhatian pada kesesuaian prinsip sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah inklusi yang dilaksanakan oleh sekolah dasar serta penerapan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Berdasarkan jumlah data sekolah inklusi yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, sekolah-sekolah dasar inklusi tersebut sudah cukup memadai dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, namun belum dapat dipastikan apakah penerapan

21 4 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang sudah dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip sekolah inklusi. Peneliti bermaksud untuk mengetahui kesesuaian penyelenggaraan sekolah dasar inklusi dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang ada di Kota Yogyakarta. Peneliti mengangkat judul Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut : 1. Berapa jumlah persentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi? 2. Bagaimana penerapan setiap prinsip sekolah dasar inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui jumlah persentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi. 2. Mendeskripsikan penerapan setiap prinsip sekolah inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta.

22 5 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi guru di sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta tentang penyelenggaraan sekolah inklusi berdasarkan prinsip sekolah inklusi dan penerapan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang digunakan di sekolah dasar inklusi se-kota Yogyakarta. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah Dasar Inklusi Sekolah mendapatkan data tentang penyelenggaraan sekolah inklusi berdasarkan prinsip sekolah inklusi dan penerapan prisip sekolah dasar inklusi yang digunakan di sekolah dasar inklusi se-kota Yogyakarta. b. Bagi Guru Guru mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan dan penerapan prinsip sekolah dasar inklusi berdasarkan prinsip sekolah inklusi. c. Bagi Peneliti Peneliti dapat mendeskripsikan penyelenggaraan dan penerapan prinsip sekolah dasar inklusi se-kota Yogyakarta sesuai dengan prinsip sekolah inklusi.

23 6 E. Definisi Operasional 1. Sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan enam tahun yang mengakomodasi semua anak dalam satu kelas yang sama tanpa adanya sikap diskriminatif. 2. Prinsip penyelenggaraan sekolah dasar inklusi adalah penyelenggaraan yang dilakukan oleh sekolah inklusi dengan memberikan keterbukaan bagi setiap anak untuk memperoleh pendidikan yang layak dengan perangkat dan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak. Ada 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang digunakan peneliti, sebagai berikut: penerimaan peserta didik baru (PPDB), identifikasi, kurikulum fleksibel, merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, penilaian dan evaluasi pembelajaran. 3. Pendidikan Inklusi adalah pendidikan yang bertujuan untuk memberikan sistem layanan pendidikan yang tepat kepada semua anak yang mengalami kebutuhan khusus maupun yang tidak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan secara bersama-sama di sekolah regular. 4. Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental, emosional, hambatan belajar, potensial dan berbakat atau bakat istimewa yang dapat bersifat sementara namun juga dapat bersifat permanen, sehingga mereka tumbuh dan berkembang dengan sifat-sifat yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya atau seusianya.

24 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini membahas kajian teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berfikir, dan hipotesis. A. Kajian Pustaka 1. Sekolah Dasar Inklusi Ilahi (2013:87) menjelaskan sekolah inklusi adalah sekolah regular yang mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa regular dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama. Stainback dan Stainback (dalam Ilahi, 2013:83) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Pernyataan tersebut didukung oleh perjanjian Salamanca Statement dan Framework for Action (dalam Kustawan, 2013: 17) yang menjelaskan bahwa sekolah regular dengan orientasi inklusi merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang terbuka, membangun suatu masyarakat inklusi dan mencapai pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dalam meningkatkan efisiensi sehingga menekankan biaya untuk keseluruhan sistem pendidikan. Rosilawati (2013:18) menjelaskan sekolah inklusi merupakan tempat bagi setiap anak untuk dapat diterima menjadi bagian dari kelas, dapat mengakomodasikan dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat. 7

25 8 Bafadal (2006: 3) menjelaskan bahwa sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan enam tahun. Dari beberapa pendapat di atas, sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan enam tahun yang mengakomodasi semua anak dalam satu kelas yang sama tanpa adanya sikap diskriminatif. 2. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasi Semua Anak Kustawan (2013 : 90 91) menyatakan bahwa penerimaan peserta didik baru di SD/MI pada setiap tahun pelajaran perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, sekolah membentuk panitia penerimaan peserta didik baru yang dilengkapi dengan pendidik (guru pendidik khusus dan/ atau konselor) yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Bagi sekolah yang memiliki psikolog atau bekerjasama dengan psikolog, maka psikolog tersebut dapat ikut serta dalam kepanitiaan PPDB. SD/MI Penyelenggaraan pendidikan inklusi menerima peserta didik berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah dan mengalokasikan kursi/quota untuk peserta didik berkebutuhan khusus.

26 9 b. Identifikasi Kustawan (2013:93) mengatakan bahwa identifikasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/kelainan/ganguuan baik fisik, intelektual, mental, emosional dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Dalam buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (dalam Kustawan, 2013;93) dituliskan bahwa istilah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/ tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Hasil dari identifikasi adalah ditemukannya anak-anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inklusi. Dalam buku Modul Pelatihan Pendidikan Inklusi (dalam Kustawan, 2013;93) identifikasi dapat diartikan menemukenali. Identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah suatu upaya menemukenali anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak berkelainan dengan gejala-gejala yang menyertainya. Lerner (dalam Kustawan, 2013:93) menjelaskan bahwa identifikasi dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan (sreening),

27 10 pengalihtanganan (referral), klasifikasi (classification), perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress). Selanjutnya Kustawan (2013:95) mengemukakan bahwa tujuan dilaksanakan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, dimana hasil identifikasi dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran yang disesuiakan dengan kebutuhan khususnya dan/atau untuk menyususun program dan pelaksanaan intervensi/penanganan/terapi berkaitan dengan hambatannya. Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa identifikasi adalah proses yang dilakukan oleh guru untuk menggali dan mengenali apakah seorang anak mengalami kelainan atau gangguan fisik, emosional, mental, dan potensi atau sangat berbakat. c. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel) Kustawan (2013: 107) mendeskripsikan kurikulum fleksibel yakni mengakomodasi anak dengan berbagai latar belakang dan kemampuan, maka kurikulum tingkat satuan pendidikan akan lebih peka mempertimbangkan keragaman anak agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan kebutuhannya. Penjelasan Kustawan didukung oleh Nasution (dalam Ilahi, 2013 : 168) yang menjelaskan kurikulum merupakan salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan

28 11 untuk menentukan isi pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolok-ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan. Pengembangan dan pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan dan menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Arifin (dalam Ilahi, 2013 : 169) menguraikan bahwa kurikulum tidak sekedar dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan anak didik oleh pendidiknya, tetapi juga segala kegiatan yang menyangkut kependidikan dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak didik dalam rangka mencapai hakikat tujuan pendidikan yang sebenarnya, terutama perubahan tingkah laku yang menjadi cerminan dari kualitas anak didik yang berkepribadian luhur. Dari beberapa pengertian di atas adaptasi kurukulum (kurikulum fleksibel) adalah kurikulum yang disusun sebagai acuan untuk menentukan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak namun juga dapat disesuaikan dengan anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus. d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah Anak Guru yang baik akan melakukan pembelajaran yang interaktif agar perhatian anak didiknya terpusat penuh kepada guru. Guru juga harus menggunakan metode pembelajaran yang cocok bagi anak didiknya agar anak didiknya mampu berpartisipasi di dalam pelajaran. Jenis materi pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang disabilitas (Kustawan, 2013 :111). Ilahi (2013 : ) menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan

29 12 mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik topik dan sub sub topik tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan. Dari beberapa pengertian di atas kesimpulan dari merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak adalah guru harus mengupayakan pembelajaran yang menarik dengan merancang bahan ajar yang menarik dan kreatif sehingga mampu menarik perhatian para anak dan pembelajaran dapat tersalurkan dengan baik. e. Penataan Kelas yang Ramah Anak Everton dan Weintein (dalam Friend, 2015: 285) menjelaskan pengelolaan ruang kelas mencakup semua hal yang dilakukan oleh para guru demi mengoptimalkan proses belajar-mengajar yang efektif, mulai dari mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi. Kerr dan Nelson (dalam Friend, 2015: 274) menyatakan bahwa cara penataan unsur-unsur fisik dalam suatu ruang kelas dapat berdampak pada proses belajar dan perilaku siswa di sejumlah area. Penjelasan tersebut didukung oleh Friend (2015:270) yang menyatakan bahwa penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang berkebutuhan khusus. Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding, pencahayaan, area lantai serta ruang penyimpanan. Dari beberapa pengertian di atas, penataan kelas yang ramah anak itu dilakukan oleh para guru dalam mengoptimalkan proses belajar mengajar,

30 13 dimana suasana dan penataan kelas sangat mempengaruhi proses, situasi dan kondisi belajar bagi setiap anak. f. Asesmen Asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan ketika diperlukan (Overton dalam Friend, 2015 : 209). Triani (2013 : 25) menjelaskan asesmen merupakan kegiatan secara utuh dan menyeluruh untuk tujuan tertentu, kegiatan yang dilakukan dalam asesmen adalah mengumpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran. 1. Screening Friend (2015: 210) mengemukakan bahwa screening meliputi keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran, atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas. Tiarni (2013: 22) menambahkan, bahwa screening dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus. 2. Diagnosis Friend (2015: 211)menjelaskan bahwa keputusan besar yang terkait dengan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, pertimbangan berdasarkan ketentuan hukum bahwa siswa dianggap layak untuk dianggap menyandang disabilitas atau tidak.

31 14 3. Penempatan program Friend (2015: 215) menjelaskan bahwa bagian utama dari keputusan penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima siswa, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah. 4. Penempatan kurikulum Friend (2015: 216) mengemukakan bahwa penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai penempatan kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukuran bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum yang juga menjadi tujuan tegas dari IDEA. 5. Evaluasi pengajaran Friend (2015: 217) menyatakan bahwa keputusan dalam evaluasi pengajaran meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa. Keputusan ini dibuat dengan memantau kemajuan siswa secara cermat. 6. Evaluasi program Friend (2015: 217) menjelaskan bahwa keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk menghentikan, melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa.

32 15 g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif Kustawan (2013 : 117) berpendapat bahwa media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan, dan karakteristik anak akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran. h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran Kustawan (2013 : 124) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses yang penting dalam bidang pengambilan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan pengambilan keputusan dalam memilih diantara beberapa alternatif. Adapun karakteristik evaluasi adalah: (1) mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi, (2) memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan, (3) menyediakan informasi yang berguna, (4) melaporkan penyimpangan/kelemahan untuk memperoleh remediasi dari yang dapat diukur saat itu juga. 3. Pendidikan Inklusi a. Pengertian Pendidikan Inklusi Menurut Ilahi (2013: 24), konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan prinsip yang berkaitan

33 16 dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Pernyataan tersebut didukung oleh Staub dan Peck (dalam Ilahi, 2013: 27) yang menjelaskan pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Sedangkan O Neil (dalam Ilahi, 2013: 27) menambahkan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya. Rosilawati (2013 : 9) memaparkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak tanpa terkecuali. Tiarni (2013:4) berpendapat pendidikan inklusi dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, kesimpulan pengertian pendidikan inklusi adalah pendidikan yang bertujuan untuk memberikan sistem layanan pendidikan yang tepat kepada semua anak yang mengalami kebutuhan khusus maupun yang tidak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan secara bersama-sama di sekolah regular. b. Tujuan Pendidikan Inklusi Menurut Ilahi (2013:39) tujuan pendidikan inklusi, yaitu: 1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki

34 17 potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. 2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Santoso (dalam Ardika, 2016: 11) menambahkan tujuan dari pendidikan inklusi adalah : 1) Menciptakan dan membangun pendidikan yang berkualitas, menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan, menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana kelas yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku, agama, dan sekaligus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, sosial, intelektual, bahasa dan kondisi lainnya. 2) Memberikan kesempatan agar memperoleh pendidikan yang sama dan terbaik bagi semua anak dan orang dewasa yang memerlukan pendidikan bagi yang memiliki kecerdasan tinggi, bagi yang secara fisik dan psikologi memperoleh hambatan dan kesulitan baik yang permanen maupun yang sementara, dan bagi mereka yang terpisahkan dan termajinalkan. Rosilawati (2013 : 10) menambahkan manfaat dan sisi positif yang diperoleh dari adanya pendidikan inklusi : 1) Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap wilayah dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.

35 18 2) Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran. 3) Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, kesimpulan tujuan pendidikan inklusi adalah untuk mewujudkan penyeleggaraan pendidikan tanpa adanya diskriminasi bagi semua peserta didik serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk semua anak memperoleh pendidikan tanpa membedabedakan keberagaman. c. Karakteristik Pendidikan Inklusi Direktorat Pendidikan Luar Biasa (dalam Ilahi, 2013: 44) menjelaskan pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna, antara lain: 1. Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu. 2. Memperdulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak dalam belajar. 3. Anak kecil yang hadir (di sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya. 4. Diperuntukan dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar d. Prinsip dasar Pendidikan inklusi Prinsip dasar pendidikan inklusi sebagai sebuah paradigma pendidikan yang menekankan pada keterbukaan dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus. Prinsip dasar pertama adalah semua anak mendapatkan

36 19 kesempatan yang sama untuk bersekolah tanpa memandang perbedaan latar belakang kehidupannya (Ilahi, 2013:48-49) Prinsip pendidikan inklusi memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk mengembangkan potensinya melalui layanan pendidikan yang tepat. Tinjauan tersebut mengungkapkan beberapa bukti sikap positif implementasi pendidikan inklusi yang oleh Norwich (dalam Ilahi, 2013:43) disebut sebagai pendekatan zero reject terhadap penyediaan pendidikan khusus. Dijelaskan bahwa dalam layanan inklusi tentang sikap dan perspektif para guru yang terlibat dalam pembuatan penyediaan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip pendidikan inklusi adalah untuk memberikan pendidikan yang layak dan tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing setiap anak tanpa memandang perbedaan latar belakang dari setiap anak. 4. Anak Berkebutuhan Khusus a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Mulyono (dalam Ilahi, 2013: 137) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan berbakat. sementara Sunanto (dalam Ilahi, 2013: 137) memiliki pendapat yang sedikit berbeda bahwa anak berkebutuhan khusus bukan berarti hendak menggantikan anak penyandang cacat atau anak luar biasa, melainkan

37 20 memiliki pandangan yang lebih luas dan positif bagi anak dengan keberagaman yang berbeda. Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens. Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan segala hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu (Ilahi, 2013: 138). Sunan dan Rizzo (dalam Subini, 2014: 13) menjelaskan anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki perbedaan dalam beberapa dimensi penting dari fungsi kemanusiaannya. Dari beberapa pendapat di atas, anak berkebutuhan khusus adalah anakanak yang mengalami keterbelakangan mental, emosional, hambatan belajar, potensial dan berbakat atau bakat istimewa yang dapat bersifat sementara namun juga dapat bersifat permanen, sehingga mereka tumbuh dan berkembang dengan sifat-sifat yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya atau seusianya. b. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (dalam Triani dan Rakhmawati, 2013: 24) membagi jenis anak berkebutuhan khusus menjadi 12 macam, antara lain : 1. Anak disabilitas penglihatan adalah anak yang mengalami gangguan daya pengliatan atau berupa kebutuhan menyeluruh (total) atau sebagian (lowvision).

38 21 2. Anak disabilitas pendengaran adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran, baik sebagian ataupun menyeluruh, dan biasanya memiliki hambatan dalam berbahasa dan berbicara. 3. Anak disabilitas intelektual adalah anak yang memiliki intelegensia yang signifikan berada di bawah rata-rata anak seusianya dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku, yang muncul dalam masa perkembangan. 4. Anak disabilitas fisik adalah anak yang mengalami gangguan gerak akibat kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk dan fungsi tubuh atau anggota gerak. 5. Anak disabilitas sosial adalah anak yang memiliki masalah atau hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, serta berperilaku menyimpang. 6. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) atau attention and hyperactivity disorder (ADHD) adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah rentan atensi atau perhatian, hiperaktivitas dan impulsifitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berfikir, dan mengendalikan emosi. 7. Anak dengan gangguan spectrum autism atau autism spectrum disorders (ASD) adalah anak yang mengalami gangguan dalam tiga area dengan tindakan berbeda-beda, yaitu kemampuan komunikasi dan interaksi sosial, serta pola-pola perilaku yang repitif dan stereotipi.

39 22 8. Anak dengan gangguan ganda adalah anak yang memiliki dua atau lebih gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan, pendidikan khusus, dan alat bantu belajar yang khusus. 9. Anak lamban belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah rata-rata tetapi belum termasuk gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik. 10. Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning disabilities adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung. 11. Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anak yang mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa wicara, suara, irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan oleh faktor fisik, psikologis dan lingkungan, baik reseptif maupun ekspretif. 12. Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah anak yang memiliki skor intelegensi yang tinggi (gifted), atau mereka yang unggul dalam bidang-bidang khusus (talend=ted) seperti musik, seni, olahraga, dan kepemimpinan. Sesuai dengan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 ( dalam Sartika, 2013: 7) tentang Pendidikan Inklusi Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, bahwa

40 23 peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosinal, mental atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah : 1. Tunanetra (hambatan indra penglihatan) tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision. 2. Tunarungu (hambatan pendengaran) adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah: a. Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40dB) b. Gangguan pendengaran ringan (41-55dB) c. Gangguan pendengaran sedang (56-70dB) d. Gangguan pendengaran berat (71-90dB) e. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli (di atas 91dB) 3. Tunawicara (hambatan bicara) adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain. 4. Tunagrahita (hambatan intelektual) adalah individu yang memiliki itelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. 5. Tunadaksa (kelainan motorik dan mobilitas) adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular

41 24 dan struktur tulang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. 6. Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Public Law (dalam Hidayat 2013:13) mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan emosi, yaitu gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukan salah satu atau lebih gejala-gejala berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar: a. Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan, pengindraan, atau kesehatan. b. Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman. dan guru. c. Berperilaku yang tidak pantas dalam keadaan normal. d. Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus menerus. e. Cenderung menunjukan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalahmasalah sekolah. Hallahan dan Kauffman (dalam Hidayat 2013: 32-33) menambahkan karakteristik berdasarkan dimensi tingkah laku, antara lain: a. Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku memperlihatkan ciriciri: suka berkelahi, memukul, menyerang, tidak mau bekerja sama, cemburu dan mudah terpengaruh. b. Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan ciri-ciri khawatir, cemas, ketakutan, sedih, dan kurang percaya diri.

42 25 c. Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri yaitu pelamun, kaku, pasif, dan pembosan. d. Anak yang agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri, yaitu mempunyai kelompotan jahat, mencuri bersama kelompoknya, dan bolos sekolah. 7. Kesulitan belajar (learning disability) Kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau atau penggunaan bahasa, lisan maupun tertulis, yang termanifestasikan dalam suatu kemampuan yang tidak sempurna untuk mendengarkan, berpikir, bicara, membaca, menulis, mengeja, maupun melakukan perhitungan matematika. Jenis-jenis kesulitan belajar diantaranya dyscalculia, dysgraphia, dyslexia, dan dyspraxia. 8. Lambat belajar (slow learner) adalah mereka yang memiliki prestasi belajar rendah, di bawah rata-rata anak pada umumnya pada salah satu atau seluruh area akademik, tapi mereka ini bukan tergolong anak keterbelakang mental. Anak lambat belajar atau slow learner adalah mereka yang memiliki prestasi belajar rendah atau sedikit dibawah ratarata dari anak pada umumnya, pada salah satu atau seluruh area akademik. Jika dilakukan pengetesan pada IQ mereka menunjukkan skor antara Wiley (dalam Tiarni, 2013:3) menjelaskan karakteristik anak yang mengalami slow learner:

43 26 a. Inteligensi Dari segi inteligensi anak-anak lambat belajar atau slow learner berada pada kisaran di bawah rata-rata yaitu berdasarkan skala WISC b. Bahasa Anak-anak lambat belajar atau slow learner mengalami masalah dalam berkomunikasi. c. Emosi Dalam hal emosi, anak-anak lambat belajar atau slow learner memiliki emosi yang kurang stabil. Mereka cepat marah dan sensitif. d. Sosial Anak-anak lambat belajar atau slow learner dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Mereka sering memilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri. e. Moral Anak-anak lambat belajar atau slow learner tahu aturan yang berlaku tetapi mereka tidak paham untuk apa peraturan tersebut dibuat (Tiarni, 2013:10-12). 9. Autis (autism spectrum disorder) adalah keadaan anak yang mengalami gangguan autisme. Tiarni (2013: 26-28) mengemukakan adapun anak berkebutuhan khusus yang biasa masuk di sekolah inklusi antara lain anak yang:

44 27 a. Berkesulitan belajar Berkesulitan belajar adalah anak yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, disleksia, dan afasia perkembangan. b. Lamban belajar Jika anak yang berkesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, maka sebaliknya dengan anak-anak lamban belajar. Mereka memiliki IQ di bawah lancer dan ingatannya sangat pendek sekali. c. ADHD Attention Deficits and hiperactivity disorder, adalah gangguan yang berupa kekurangannya perhatian dan hiperaktivitas (aktivitas yang berlebihan). d. Spectrum Autisma Spectrum Autisma atau autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita. B. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang pertama dilakukan oleh Tarmansyah pada tahun Judul penelitiannya adalah Pelaksanaan Pendidikan Inklusi Di SD Negeri 03 Alai Padang Utara Kota Padang. Peneliti menyampaikan bahwa tujuan dari

45 28 penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negri 03 Alai Padang, kendala dan usaha yang dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di SD Negeri 03 Alai Padang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan inklusif di SD Negeri 03 Alai Padang, masih belum terlaksana dengan baik, yaitu; masih dalam bentuk sistem pendidikan terpadu. Kendala yang dihadapi oleh warga sekolah maupun pihak birokrasi, yaitu; belum adanya acuan formal tentang pelaksanaan pendidikan inklusif. Usaha warga sekolah dan pihak birokrasi sudah ada yaitu; mengadakan guru pembimbing khusus di sekolah, mengikuti kegiatan sosialisasi pendidikan inklusi. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Ery Wati pada tahun 2014 dengan judul penelitian Manajemen Pendidikan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui program pendidikan inklusi, implementasi manajemen pendidikan inklusi dan kendala yang dihadapi dalam implementasi manajemen pendidikan inklusi di SD Negeri 32 Kota Banda Aceh. Hasil penelitian tersebut adalah terkait dengan implementasi program pendidikan inklusi di SD Negeri 32 Kota Banda Aceh, kepala sekolah telah mengupayakan pelaksanaan program yang telah disusun. Hal ini dapat diketahui melalui kegiatan perencanaan pembuatan program, pelaksanaan program, serta pengawasan program yang dilakukan oleh kepala sekolah dan wakil dari Dinas DPO Kota Banda Aceh. Pengawasan ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana program pendidikan inklusi ini berjalan di dalam kelas (kurikulum, sarana dan

46 29 prasarana pembelajaran dan guru pendamping khusus), dan juga untuk memberikan penilaian baik yang telah tercapai maupun yang belum tercapai. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Herry Widyastono pada tahun 2014 dengan judul penelitian Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkelainan dimana penelitian ini dilakukan karena adanya ketertarikan dari penulis untuk mendirikan atau menyelenggarakan pendidikan inklusi yang dirasa merupakan terobosan bentuk pelayanan pendidikan yang tidak terlalu memakan banyak biaya mahal dan waktu yang cukup lama. Penyelenggaraan pendidikan inklusi ini diharapkan mampu mewujudkan harapan para anakanak berkelaian atau berkebutuhan khusus yang belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun yang belum mengenyam pendidikan sama sekali mengingat perintisan pendidikan inklusi yang dikembangkan oleh pemerintah menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Selain itu dari pendidikan inklusi ini, anak berkelaian atau berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dengan menggunakan kurikulum, guru, sarana pengajaran dan kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan kondisinya. Ketiga penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian pertama memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti tentang sejauh mana penyelenggaraan sekolah inklusi yang sudah dilakukan. Permasalahan yang ada pada penelitian yang pertama juga memiliki relevansi dengan permasalahan yang ditemui oleh

47 30 peneliti, yaitu bagaimana proses pelaksanaan pendidikan inklusi yang diterapkan di sekolah dasar. Sedangkan penelitian kedua memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti tentang manajemen penyelenggaraan sekolah inklusi yang dilaksanakan apakah sudah sesuai dengan apa yang telah disusun dan dalam pelaksaanaan program, apakah sudah melalui tahap pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah dan wakil dari Dinas. Selanjutnya penelitian yang ketiga memiliki relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tentang permasalahan yang ditemui oleh peneliti yaitu ingin membantu anak-anak berkebutuhan yang tidak mendapatkan pendidikan dikarenakan faktor ekomoni, tidak adanya sekolah dasar yang mau menerima, dan kurangnya guru khusus yang dapat membimbing dalam belajar. Ketiga penelitian tersebut memberi relevansi kepada peneliti yang melakukan penelitian mengenai kesesuaian prinsip sekolah inklusi. Penelitian ini juga mengembangkan dari penelitian-penelitian terdahulu terkait prinsipprinsip yang diteliti. Pada penelitian terdahulu ada 3 prinsip yang diteliti, penelitian ini menambahkan jumlah prinsip yang diteliti menjadi 8 prinsip, dengan tujuan dapat melanjutkan ruang lingkup penelitian dan mengetahui perbedaan penyelenggaraan sekolah inklusi di wilayah yang diteliti. Penelitian terdahulu menjadi pendukung pada penelitian ini terkait prinsipprinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Literature map penelitian yang relevan dapat dilihat pada berikut :

48 31 Tarmansyah (2015) Pelaksanaan Pendidikan Inklusi Di SD Negeri 03 Alai Padang Utara Kota Padang. Ery Wati (2014) Manajemen Pendidikan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh. Herry Widyastono (2014) Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkelainan Pentingnya mengimplementasikanp endidikan inklusi dengan baik. Kepala sekolah perlu melaksanakan program pendidikan inklusi dengan baik. Pentingnya penyelenggaraan pendidikan inklusi yang baik bagi ABK Yovita Ratri Sulistianingsih Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta. Bagan 2.1 Penelitian yang relevan. C. Kerangka Berpikir Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan anak yang tidak berkebutuhan khusus. Kustawan (2013: 60) berpendapat kepala SD/MI harus memahami atau menguasai filosofi dan konsep pendidikan inklusi yang

49 32 diyakininya dan harus berani menjamin dan bertanggungjawab tugas mulianya atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan yang dapat mengakomodasi semua anak ketika dalam pelaksanaannya ada tantangan atau permasalahan. Sudah ada 29 sekolah dasar di wilayah kota Yogyakarta yang mendapatkan SK dari Dinas Pendidikan Yogyakarta, yang dianggap sudah mampu untuk menerapkan pendidikan inklusi. Namun berdasarkan hasil observasi yang sudah dilakukan peneliti pada awal bulan Januari 2017, masih ada beberapa kepala sekolah inklusi tersebut yang mengaku belum mendapatkan SK dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Selain itu, ada juga beberapa sekolah yang memang sudah mendapatkan SK namun belum sepenuhnya menerapkan sistem pendidikan inklusi karena belum ada peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus, kurangnya guru pendamping yang ahli dalam memberikan kebutuhan bagi anak berkebutuhan khusus, dan masih ada beberapa sekolah yang belum sepenuhnya memahami prinsip dari pendidikan inklusi itu sendiri. Kondisi di lapangan menunjukkan, bahwa masih ada pihak sekolah yang belum memahami tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Peneliti terdorong untuk melakukan penelitian Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dengan jenis penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei crosssectional yang menggunakan instrumen berupa kuesioner terbuka untuk mengumpulkan data. Tes ini berbentuk uraian (esai) yang memberi kebebasan

50 33 kepada subjek yang diteliti dalam memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Data yang diperoleh kemudian akan diolah dan dianalisis. Peran kepala sekolah dalam penyelenggaraan atau manajemen penyelenggaraan juga mempengaruhi dalam keberhasilan dan kecakapan dalam mendirikan sekolah dasar. Prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan sekolah inklusi yang baik dan sesuai harus dapat diterapkan pada sekolah-sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi agar tercipta proses pendidikan inklusi yang baik dan mengoptimalkan prestasi para perserta didik. Peneliti terdorong untuk melakukan survei kepada guru-guru yang ada di sekolah dasar inklusi yang sudah mendapatkan SK dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, dengan memberikan kuesioner yang berisi pertanyaan terbuka kepada guru kelas 1 hingga guru kelas 6 untuk mengetahui penyelenggaraan sekolah inklusi dan penerapan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Data yang diperoleh kemudian akan diolah dan dianalisis. Data yang diperoleh peneliti digunakan untuk mendeskripsikan kesesuaian prinsip sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu kepada semua pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan sekolah dasar inklusi agar memahami prinsip-prinsip sekolah dasar inklusi dan penerapan prinsip penyelenggaran sekolah inklusi. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil judul Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta.

51 34 D. Hipotesis Penelitian 1. Sebesar 50% penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta sudah sesuai prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. 2. Penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta mencakup penerimaan peserta didik baru (PPDB), identifikasi, adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel), merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, asesmen, pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif, dan penilaian dan evaluasi pembelajaran.

52 BAB III METODE PENELITIAN Bagian metode penelitian ini memaparkan jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, validasi dan reliabilitas, dan teknik analisis data. A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survey cross sectional. Pengelompokan data dengan cross sectional design merupakan pengumpulan data yang dikumpulkan dalam satu periode tertentu pada beberapa objek dengan tujuan untuk menggambarkan keadaan (Siregar, 2013: 16). Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan metode-metode analisis yang jelas dan sistematis guna menarik kesimpulan (Werang, 2015: 16). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dimana peneliti berusaha untuk menggali data mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kota Yogyakarta. Jogiyanto (2008:3) menjelaskan bahwa survei atau (survey) atau jajak-pendapat atau lengkapnya selfadministered survey adalah metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada responden-responden secara tertulis. Survey dilakukan dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada responden-respoden tanpa komunikasi secara langsung. Survey dibatasi pada 35

53 36 penelitian dengan data yang dikumpulkan dari sampel untuk mewakili seluruh populasi (Effendi, 2012 :3). B. Setting Penelitian 1. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian Dalam penelitian ini, sekolah dasar inklusi yang digunakan adalah 11 sekolah dasar inklusi yang ada di Kota Yogyakarta yaitu: Tabel 3.1 daftar 11 sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta No. Sekolah Dasar Inklusi Kecamatan 1 Sekolah Negeri Karanganyar Mergangsan 2 Sekolah Negeri Wirosaban Umbulharjo 3 Sekolah Negeri Mendungan 2 Umbulharjo 4 Sekolah Bopkri Bintaran Mergangsan 5 Sekolah Bopkri Karang Waru Tegalrejo 6 Sekolah Negeri Tegalpanggung Danurejan 7 Sekolah Negeri Baciro Gondokusuman 8 Sekolah Negeri Balirejo Umbulharjo 9 Sekolah Negeri Tamansari 1 Wirobrajan 10 Sekolah Negeri Panembahan Kraton 11 Sekolah Negeri Juara Gondokusuman

54 37 b. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2016 sampai dengan Februari Adapun kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah peneliti menentukan judul skripsi yang dilakukan di awal bulan Agustus 2016, kemudian penyusunan instrumen kuisoner penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2016 sampai dengan awal bulan November Pada akhir bulan November 2016, penulis konsultasi pembuatan surat pengantar validasi dengan dosen pembimbing dan dilanjutkan pembuatan surat pengantar validasi intrumen kuisoner. Pada bulan Desember 2016, peneliti melakukan validasi instrumen kuisoner, penyusunan bab I dan II, kemudian melakukan perizinan kepada pemerintah melalui pengajuan surat izin penelitian ke Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Pada awal bulan Januari hingga awal bulan Februari 2017, peneliti membagikan kuesioner dan pengambilan data di sekolah dasar inklusi yang telah memberikan izin dilanjutkan mengerjakan bab III. Pengolahan data, revisi, dan penyusunan bab IV dan V dilakukan pada bulan Februari Bulan Maret 2017 mengikuti ujian skripsi. 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah guru kelas 1 hingga kelas 6 sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta.

55 38 3. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah pengelenggaraan sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta. C. Populsi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah himpunan keseluruhan karakteristik dari objek yang diteliti (Sedarmayanti & Hidayat, 2011: 121). Populasi dari penelitian ini adalah semua guru kelas di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dengan jumlah 21 sekolah dasar inklusi. Populasi dibatasi hanya berjumlah 21 dari 29 sekolah dasar inklusi yang sudah mendapatkan surat keputusan mampu menerapkan pendidikan inklusi dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan berdasarkan surat keputusan yang peneliti dapatkan dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ada 21 sekolah dasar yang diperbolehkan untuk diteliti. 2. Sampel Ferguson (dalam Sedarmayanti & Hidayat, 2011: 124) menjelaskan sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi. Sugiyono (2012: 81) mengatakan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel adalah pengambilan sebagian dari keseluruhan obyek yang akan diteliti. Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel (Sugiyono, 2015: 118). Pada penelitian ini teknik

56 39 sampling yang digunakan adalah probability sampling dengan teknik simple random sampling. Teknik pengambilan sampel ini memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel dan dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 11 sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dengan 73 guru yang mengisi instrumen penyelenggaraan sekolah dasar inklusi se-kota Yogyakarta. Pemilihan ini didasarkan pada data yang sudah diperoleh oleh peneliti dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. D. Teknik Pengumpulan Data Sugiyono (dalam Prastowo, 2014: 208) mengemukakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Sugiyono (2011: 192) mengatakan kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner meliputi berbagai instrumen di mana subjek menanggapi untuk menulis pertanyaan untuk mendapatkan reaksi, kepercayaan, dan sikap (Suharsaputra, 2014: 97). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat

57 40 disimpulkan bahwa kuesioner adalah salah satu teknik pengambilan data dengan cara memberikan pertanyaan untuk mendapatkan data dari responden. Kuesioner termasuk dalam teknik pengumpulan data non tes. Kuisoner ini digunakan untuk mengumpulkan data, data yang diperoleh diharapkan dapat mengungkapkan penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta, dimana kuesioner ini akan disebarkan di beberapa sekolah inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta yang menjadi sampel dalam penelitian, kuesioner diberikan kepada guru kelas 1 hingga guru kelas 6. Kuesioner berisikan pertanyaan terbuka terkait dengan model penyelenggaraan sekolah inklusi. Jangka waktu pengisian kuesioner berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan pihak sekolah namun dengan batas waktu tertentu. E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang merupakan alat bagi peneliti yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yang relevan dengan permasalahan penelitian, yang disusun berdasarkan operasional variabel yang dibuat dengan disusun berdasarkan skala yang sesuai (Indrawan dan Yaniwati, 2014: 112). Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa lembar kuesioner terbuka. Lembar kuesioner terbuka ini digunakan untuk mengetahui penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta. Kuesioner ini dibagikan kepada guru kelas 1 hingga guru kelas 6 di sekolah dasar inklusi yang menjadi sampel penelitian. Lembar kuesioner terbuka ini berisi indikator-indikator tentang model penyelenggaraan sekolah inklusi. Effendi (2012: 185)

58 41 menjelaskan bahwa ciri pertanyaan terbuka adalah variasi kemungkinan jawaban tidak ditentukan terlebih dulu oleh peneliti, karena baik alasan utama atau alasan apa saja tidak disediakan variasi jawaban jadi responden diberikan kebebasan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Instrumen kuesioner dalam penelitian ini berbentuk pertanyaan terbuka (terlampir pada lampiran 7). Pengembangan instrumen didasarkan pada prinsip-prinsip inklusi yang dikemukakan oleh Kustawan dalam bukunya yang berjudul Model Implementasi Pendidikan Inklusi Ramah Anak. Peneliti menyusun beberapa soal dengan indikator-indikator yang akan diteliti. Berikut kisi-kisi kuesioner yang digunakan peneliti: Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian tentang survei penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta No. Prinsip Indikator No. Item 1 Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasikan semua anak Menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus Mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah 1, 2, 3, 4, 5 6, 7, 8 Mempersiapkan dan prasarana Merencanakan daya biaya sarana sumber 9, 10, 11 12, 13, 14, 15 2 Identifikasi Mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus 16, 17, 18, 19 3 Adaptasi Kurikulum (Kurikulum fleksibel) Menyusun Kurikulum 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29

59 42 4 Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak 5 Penataan kelas yang ramah anak Menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa Menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar Mengarahkan pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas 30, 31, 32, 33 34, 35, 36, 37, 38, 39 40, 41, 42, 43, 44, 45 46, 47, 48, 49, 50 6 Asesmen Upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan Melakukan penyaringan atau screening Melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus Melakukan penempatan program pada anak berkebutuhan khusus Melakukan penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran siswa Melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus Melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus 51, 52, 53 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60 61, 62, 63, 64 65, 66, 67 68, 69, 70 70, 71, 72, 73 74, 75, 76, 77,

60 43 7 Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif Memahami pentingnya Media Pembelajaran Adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran 78, 79, 80, 81, 82, 83 8 Penilaian dan evaluasi pembelajaran Menentukan KKM 84, 85, 86, 87 Menjelaskan karakteristik evaluasi 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97 Menunjukkan kegunaan kegiatan evaluasi 98, 99, 100 Pada tabel 3.2 terdapat kisi-kisi dari 8 prinsip model penyelenggaraan sekolah inklusi yang diturunkan menjadi beberapa indikator. Setelah peneliti menyelesaikan instrumen kuesioner, peneliti melakukan validasi terhadap validator berdasarkan lembar penilaian yang telah ada sebelum kuesiner disebarkan. Validasi dilakukan peneliti untuk mengetahui kelayakan instrumen kuesioner tersebut menurut para ahli. Penilaian validasi instrumen kuesioner ini terdiri dari dua aspek, yaitu aspek penggunaan bahasa dan isi. Aspek penggunaan bahasa yaitu yang berkaitan dengan EYD, bahasa mudah dipahami, dan susunan SPOK. Sedangkan aspek isi tentang kualitas dari pertanyaan dan kesesuaian dengan tujuan yang akan diteliti. Validator dalam instrumen kuesioner ini terdiri dari dua dosen program studi Bimbingan dan Konseling di Universitas Sanata Dharma. Berdasarkan validasi instrumen kuesioner yang dilakukan oleh kedua validator, dapat disimpulkan bahwa instrumen kuesioner yang peneliti buat

61 44 layak digunakan, namun peneliti mendapatkan beberapa revisi yang menjadi saran dari validator, revisi tersebut diantaranya: a. Kalimat pertanyaan disusun kembali berdasarkan susunan SPOK. b. Diperjelas kalimat pertanyaan. c. Ada beberapa pertanyaan yang dapat dipecahkan kembali sehingga tidak hanya terdiri dari satu pertanyaan. d. Berikan tambahan pertanyaan untuk memperdalam tujuan penelitian. e. Konsistenkan antara pemilihan kata untuk kata inklusif atau inklusi. Validator menyarankan untuk konten ini kalimat pertanyaan lebih diperjelas sehingga diharapkan tidak terjadi penafsiran ganda bagi subjek penelitian yang akan menjawab pertanyaan tersebut. Semua saran yang diberikan oleh validator dijadikan pedoman untuk memperbaiki kualitas instrumen kuesioner oleh peneliti agar kuesioner layak dan dapat menghasilkan data yang terpercaya. F. Teknik Pengujian Instrumen Instrumen penelitian yang digunakan melalui pengujian validasi dan reliabilitas. Uji validasi meliputi dua hal yaitu validitas isi dan validitas konstruk. Kedua validitas dan reliabilitas akan dikenakan pada instrumen non tes. 1. Uji Validitas Instrumen Arikunto (dalam Werang, 2015: 125) mengatakan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau

62 45 kesahihan suatu alat ukur. Sedangkan Sugiyono (2011: 361) memiliki pendapat yang sedikit berbeda, bahwa validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Gay (dalam Sukardi, 2012: 121) menambahkan bahwa suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa validitas adalah suatu alat ukur yang menunjukkan ketepatan antara obyek penelitian dan data penelitian yang dapat dinyatakan valid apabila dapat digunakan untuk mengukur obyek/subyek yang akan diukur. a. Validitas Isi Darmadi (2014: 161) mengatakan validasi isi (content validity) adalah suatu alat ukur yang meliputi: bahan yang akan diukur seperti, topik yang akan disajikan, substansi yang akan diteliti, bersifat representative dan memenuhi syarat suatu sampling penelitian. Validitas isi diberikan kepada dua Dosen Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang bidang keahliannya berhubungan dengan penelitian ini. Peneliti dalam hal ini memberikan rentan skor atas komentar yang diberikan oleh para ahli menjadi dalam bentuk data interval. Skala penilaian terhadap lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi meliputi : sangat baik (4),

63 46 baik (3), cukup (2), tidak baik (1). Untuk menyusun tabel klasifikasi, dicari skor tertinggi, skor terendah, jumlah kelas, dan jarak interval. Skor Tertinggi (ideal) = 4 (sangat baik) Skor Terendah Jumlah kelas = 1 (sangat baik) = 4 (sangat tidak baik sampai sangat baik) Jarak interval = (4-1)/3 = 1 Kemudian skor yang sudah didapat dikonversikan menggunakan tabel konservasi nilai skala empat berdasarkan skala Likert. Skala Likert berisi pernyataan yang sistematis untuk menunjukkan sikap seorang responden terhadap pernyataan itu (Prasetyo dan Jannah, 2005: 110). Lembar penilaian dalam penelitian ini dibuat berdasarkan indikator-indikator dan hasil akhirnya akan diakumulasi kemudian dikategorikan menggunakan kriteria yang telah ditentukan. Ketentuan pelaksanaan revisi terhadap instrumen diatur dalam tabel yang sudah dimodifikasi oleh peneliti, dimana tidak ada skor jawaban bernilai 3. Hal ini dikarenakan skor 3 adalah nilai tengah, sehingga peneliti berasumsi bahwa skor 3 kurang efektif bila dicantumkan karena peneliti mengharapkan ketentuan yang pasti dari skor baik atau tidak baik dari validasi yang diajukan kepada validator, bukan nilai tengah. Berikut tabel skala Likert yang sudah dimodifikasi oleh peneliti;

64 47 Tabel 3.3 Skala Likert Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan 5 Sangat Baik 4 Baik 2 Tidak Baik 1 Sangat Tidak Baik Dari tabel 3.2 di atas dapat diketahui bahwa jika soal mendapat nilai 4 atau kurang dari 4 serta mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal tersebut perlu direvisi dari sisi bahasanya (ejaan EYD). Jika soal yang divalidasi mendapat nilai lebih dari 4 tetapi mendapat saran untuk diperbaiki, maka soal perlu direvisi. Validator pertama adalah validator ahli A. Validator A adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling. Hasil validasi dari validator A menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada beberapa kesalahan pengetikan kata dan kekonsistenan penggunaan kata inklusif atau inklusi. Validator A memberi nilai 5 pada setiap prinsip yang tertulis pada blue print. Validator kedua adalah validator ahli B. Validator B adalah seorang dosen Universitas Sanata Dharma yang mengampu di program studi Bimbingan dan Konseling. Hasil validasi dari validator B menunjukkan bahwa beberapa soal perlu direvisi pada susunan kalimat yang sesuai dengan kaidah EYD. Revisi lain dari

65 48 validator B adalah beberapa soal harus lebih dipertajam agar jawaban yang diharapkan dari responden dapat tercapai. Validator B memberi nilai 4 pada setiap prinsip yang tertulis pada blue print. Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh validator A dan validator B, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian layak untuk digunakan dengan revisi sesuai saran yang diberikan oleh validator A dan validator B. Setelah divalidasi oleh dua orang validator ahli, peneliti menggunakan 100 pertanyaan pada kuesioner terbuka yang sudah dianggap valid untuk diujikan di 11 sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta. Selanjutnya, hasil pengujian tersebut dikoreksi oleh peneliti untuk dilihat soal yang valid. b. Validitas Konstruk Frankel (dalam Siregar 2013: 47) menjelaskan bahwa validasi konstruk (penentuan validasi konstruk) merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria. Sugiyono (dalam Darmadi, 2014: 159) menambahkan untuk menguji validitas konstruk dapat menggunakan pendapat dari ahli (judgment experts). Bentuk pertanyaan dari kuesioner ini adalah pertanyaan terbuka sehingga peneliti akan mendapatkan jawaban yang bervariasi dari seluruh responden. Jawaban yang bervariasi dari masing-masing responden kemudian dikelompokkan yang

66 49 memiliki jawaban atau kata kunci yang sama dan dihitung jumlah yang menjawabnya. Hasil jawaban yang diperoleh akan direkap menggunakan microsoft excel yang kemudian disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang telah peneliti pilih untuk dipetakan menjadi beberapa pertanyaan berdasarkan indikator-indikator yang peneliti kembangkan. Pripsip pertama adalah penerimaan peserta didik baru yang kemudian dikembangkan menjadi beberapa indikator seperti, menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus, mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah, mempersiapkan sarana dan prasarana, dan merencanakan sumber daya biaya. Tujuannya agar peneliti mendapatkan informasi tentang kesiapan dari sekolah dasar inklusi dalam penerimaan peserta didik baru. Prinsip kedua adalah identifikasi, peneliti kemudian mengembangkan prinsip identifikasi menjadi indikator mengidentifikasi tipe anak berkebutuhan khusus. Peneliti menggunakan indikator ini untuk mengetahui bagaimana cara guru mengidentifikasi anak yang mengalami hambatan dan bagaimana cara pelaksanaan identifikasinya, penanganannya, dan juga cara guru menyikapi pelaksanaan identifikasinya. Peneliti ingin mencari informasi bagaimana identifikasi yang dilakasanakan oleh guruguru di sekolah dasar inklusi.

67 50 Prinsip ketiga adalah adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel) yang kemudian dikembangkan menjadi indikator menyusun kurikulum. Dari indikator ini peneliti ingin mengetahui kurikulum yang digunakan, adakah tim yang khusus menyusun kurikulum, dan apakah ada perbedaan antara kurikulum yang diterapkan untuk anak berkebutuhan khusus maupun anak yang tidak berkebutuhan khusus. Informasi ini digunakan peneliti untuk mengetahui bagaimana kurikulum yang dilaksanakan di sekolah dasar inklusi. Prinsip keempat adalah merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak yang kemudian dibagi menjadi dua indikator yaitu, menyusun perencanaan pembelajaran bagi siswa dan menentukan bahan ajar yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Indikator ini digunakan peneliti untuk mengetahui apakah ada perbedaan perencanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus dengan anak yang tidak berkebutuhan khusus. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui tentang bahan ajar yang digunakan apakah memenuhi prinsip pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Prinsip kelima adalah penataan kelas yang ramah anak. Kemudian peneliti membagi menjadi dua indikator yaitu, mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar dan mengarahkan pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas. Tujuannya agar peneliti dapat mengetahui penataan ruang

68 51 kelas, pencahayaan di dalam kelas, desain dinding kelas, lantai untuk mobilitas siswa di sekolah, penyimpanan media pembelajaran, dan juga pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru. Prinsip keenam adalah asesmen. Prinsip ini kemudian dibagi menjadi beberapa indikator yaitu, upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan, melakukan penyaringan atau screening, melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus, melakukan penempatan kurikulum untuk memulai pengajaran siswa, melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus, dan melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus. Indikator ini digunakan agar peneliti dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan yang digunakan oleh guru terkait memantau kemajuan pada siswa berkebutuhan khusus dan alat ukur apa yang digunakan oleh guru. Prinsip ketujuh adalah pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif. Kemudian dikembangkan menjadi indikator memahami pentingnya media pembelajaran adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran. Tujuan dari indikator ini adalah peneliti ingin mengetahui bagaimana penggunaan media pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk membantu siswa dalam memahami

69 52 materi juga efisiensi dan efektifitas serta dalam pembelajaran pembuatan media yang digunakan. Prinsip kedelapan adalah penilaian dan evaluasi pembelajaran yang dibagi menjadi beberapa indikator yaitu, menentukan KKM, menjelaskan karakteristik evaluasi dan menunjukkan kegunaan kegiatan evaluasi dengan tujuan agar peneliti mendapatkan informasi tentang kesiapan dari sekolah dasar inklusi dalam penerimaan peserta didik baru. Melalui indikator ini, peneliti ingin mencari tahu KKM yang digunakan oleh guru, adakah perbedaan KKM antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa yang tidak berkebutuhan khusus. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui kegiatan evaluasi terkait manfaat evaluasi yang dilakukan, tindakan apa yang akan dilakukan setelah melakukan evaluasi, serta peran orang tua dalam kegiatan evaluasi. Kedelapan prinsip tersebut dijadikan peneliti sebagai acuan dalam membuat daftar pertanyaan yang digunakan untuk mencari informasi bagaimana penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dan apakah telah sesuai dengan prinsipprinsip dan indikator yang dijadikan acuan oleh peneliti. Pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada kedelapan prinsip tersebut telah dilakukan expert judgment (validasi dengan tim ahli) yang mendapatkan hasil bahwa daftar pertanyaan tersebut sudah baik. Dari hasil validasi dengan tim ahli tersebut maka daftar

70 53 pertanyaan-pertanyaan yang telah mengacu pada prinsip dan indikator dinyatakan sudah baik (valid) untuk memenuhi validitas konstruk. 2. Uji Reliabilitas Instrumen Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain, seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2008: 4). Reliabilitas adalah tingkatan pada suatu tes secara konsisten mengukur berapapun tes itu mengukur, yang dinyatakan dengan angka-angka, biasanya sebagai suatu koefisien, di mana koefisian yang tinggi menunjukkan reliabilitas yang tinggi (Darmadi, 2014: 125). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, reliabilitas (reliability) adalah kegiatan mengukur atau tes mengukur dalam bentuk angka yang dapat menghasilkan sebuah hasil yang dapat dipercaya. Seperti yang dikutip dalam buku Earl Babbie tahun 1990 dalam bukunya Survey research methods, reliability, however, does not ensure accuracy and more than precicision does, a number of techniques are available for measuring the reliability of questionnaire items, but the methods for maximizing reliability are pretty straightforward. Berdasakan kutipan di atas dikatakan

71 54 bahwa reliabilitas tidak dapat digunakan untuk memastikan sebuah ketepatan, ada banyak teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kereliabilitasan dari hal-hal yang ada di kuesioner, namun metode untuk meningkatkan reliabilitas itu dengan seperti menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang jelas (straight). Jadi dapat dikatakan bahwa ada banyak teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kereliabilitasan pertanyaan-pertanyaan kuesioner yang sudah dibuat. Namun hanya sedikit metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kereliabilitasan suatu pertanyaan. Metode yang tepat dan maksimal dalam mengukur kereliabilitasan pertanyaan-pertanyaan kuesioner adalah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kuesioner kepada responden yang memahami bidang sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan kuesioner yang diberikan, seperti yang dikutip dari Babbie (1990: 133) ask people only questions they are likely to know the answers to, ask about things relevant to them, and be clear in what you re asking. Dengan demikian pertanyaan-pertanyaan kuesioner yang dibuat mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi diberikan kepada responden yang menguasai prinsip-prinsip penyelenggaraan inklusi yaitu guru kelas sekolah dasar inklusi. Jadi dapat disimpulkan bahwa pertanyaan kuesioner yang dibagikan kepada responden sudah reliabel, terlihat dari jawaban para guru kelas sekolah dasar inklusi atas pertanyaan-pertanyaan

72 55 yang diberikan terkait penyelenggaraan dan penerapan prinsipprinsip sekolah dasar inklusi. G. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survey cross-sectional dengan teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif persentase. Statistik deskriptif adalah statistika yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi (Sugiyono, 2011: 199). Sukardi (2012: 86) menjelaskan bahwa tujuan dilakukan analisis deskriptif dengan menggunakan statistika adalah untuk meringkas data agar lebih mudah dilihat dan dimengerti. Widi (2010: 254) menambahkan bahwa statistika deskriptif digunakan untuk menggambarkan ciri-ciri dasar dari data hasil penelitian, dengan memberikan rangkuman sederhana tentang sampel dan ukuran yang disertai dengan grafik analisis sederhana. Penelitian ini menggunakan lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka yang berjumlah 100 aitem pertanyaan untuk mendapatkan data berupa penyelenggaran sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta. Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis oleh peneliti. Wisandi (2010: 253) mengatakan analisis data adalah proses penghimpunan atau pengumpulan, pemodelan dan transformasi data

73 56 dengan tujuan untuk menyoroti dan memperoleh informasi yang bermanfaat, memberikan saran, kesimpulan dan mendukung pembuatan keputusan. Faisal (dalam Martono, 2014: 160) menjelaskan ada beberapa tahap yang harus dilakukan seorang peneliti untuk melakukan analisis data, yaitu data coding, data entering, data cleaning, data output, dan data analyzing. Data coding merupakan suatu penyusunan secara sistematis data mentah (yang ada dalam kuesioner) ke dalam bentuk yang mudah dibaca oleh mesin pengolah data seperti komputer, ketika membuat kode jawaban, kode jawaban yang dibuat harus baku dan konsisten (tidak berubah-ubah) agar ketika dilakukan indeks atau skala memiliki validitas yang tinggi (Jannah, 2005: ). Data coding dalam penelitian ini berupa pemberian kode pada kuesioner. Tujuannya untuk membedakan data guru satu dengan guru yang lain. Berikut contoh coding data dalam penelitian ini; Tabel 3.4 Contoh Coding Data No. Soal Kode jawaban ya Kode jawaban tidak Kode jawaban kadang 1 1.a 1.b 1.c Pada tabel 3.4 kode 1.a menunjukkan bahwa angka 1 merupakan nomor soal 1, huruf a merupakan pengelompokan jawaban ya yang memiliki kata kunci sama pada masing-masing nomor. Kode 1.b menunjukkan bahwa angka 1 merupakan nomor soal 1, huruf b merupakan

74 57 pengelompokan jawaban tidak yang memiliki kata kunci sama pada masing-masing nomor. Data entering merupakan proses pemindahan data yang telah diubah dalam kode angka ke dalam komputer. Proses ini memakan waktu yang cukup lama serta memerlukan ketelitian yang cukup tinggi, terutama bila data yang dimasukkan sangat banyak. Data yang diperoleh peneliti dari jawaban responden dimasukkan ke dalam Microsoft excel 2010 dan kemudian dicek kelengkapannya. Data cleaning atau membersihkan data merupakan proses pengecekan untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke komputer sudah sesuai dengan informasi yang sebenarnya. Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan terhadap data yang telah dimasukkan ke dalam komputer untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan sudah sesuai dengan informasi yang sebenarnya. Proses membersihkan data ini juga menghilangkan item-item kuesioner yang tidak valid. Data analyzing atau menganalisis data merupakan tahap akhir dalam penelitian. Tahap ini mengharuskan peneliti menginterpretasikan data yang sudah diperoleh selama pengumpulan data di lapangan. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan mengelompokkan setiap jawaban yang memiliki kata kunci yang sama menjadi satu dalam masing-masing nomor soal. Setelah peneliti melakukan pengelompokkan peneliti menghitung dengan turus untuk menghitung seluruh responden yang memiliki jawaban sama.

75 58 Data output atau mengeluarkan data merupakan tahap menyajikan hasil pengolahan data dengan bentuk yang mudah dibaca dan lebih menarik. Penyajian data ini dapat disajikan dalam bentuk tabel (distribusi frekuensi dan rosstabulation atau tabel silang), grafik, atau dalam bentuk gambar. Peneliti menyajikan data hasil pengolahan dengan bentuk tabel yang berisikan angka persentase dari nomor soal dan pengelompokkan jawaban.

76 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV ini peneliti akan membahas mengenai deskripsi penelitian, tingkat pengembalian kuesioner, hasil penelitian, dan pembahasan. A. Deskripsi Penelitian Peneliti melakukan penelitian non-eksperimental dengan metode survei yang berjudul Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta yang dilaksanakan pada bulan Agustus Penelitian ini dilaksanakan bersama dengan anggota kelompok studi penelitian. Peneliti melaksanakan penelitian diawali dengan meminta surat pengantar dari Sekretariat Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma yang digunakan untuk meminta daftar sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kota Yogyakarta di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Setelah mendapatkan data daftar sekolah dasar inklusi, peneliti bersama dengan anggota kelompok studi menyusun instrumen yang berupa kuesioner penelitian yang akan disebarkan di sekolah-sekolah dasar inklusi yang berada di Wilayah Kota Yogyakarta. Selanjutnya peneliti mulai menyebarkan blue print kepada dua dosen Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang memiliki bidang keahlian berhubungan dengan penelitian ini untuk bersedia memvalidasi (validasi konstruk) instrumen yang akan dibagikan ke sekolah dasar inklusi. Kemudian peneliti meminta surat ijin penelitian ke Dinas Perizinan Kota Yogyakarta untuk melakukan penelitian di 59

77 60 Wilayah Kota Yogyakarta, yang sebelumnya peneliti meminta surat pengatar dari Sekretariat Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma yang ditujukan kepada Dinas Perizinan Kota Yogyakarta. Setelah mendapatkan surat ijin penelitian pada bulan Desember peneliti kemudian melakukan studi lapangan guna mencari lokasi sekolah dasar inklusi berdasarkan data yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Kuesioner dibagikan pada bulan Januari Februari 2017 kepada 73 responden yang mewakili 11 sekolah dasar inklusi di wilayah Kota Yogyakarta. Teknis pembagian kuesioner dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada guru kelas 1 hingga guru kelas 6 di sekolah dasar inklusi se- Kota Yogyakarta yang berupa kuesioner terbuka dengan 100 pertanyaan dan peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner. Pengumpulan hasil kuesioner beberapa diterima oleh peneliti sesuai dengan deadline dan kesepakatan yang telah disetujui, namun ada beberapa sekolah yang karena suatu alasan tertentu harus mundur dari deadline dan kesepakatan yang sudah dilakukan di awal pembagian kuesioner. Jumlah guru kelas 1 hingga kelas 6 sekolah dasar inklusi se-kota Yogyakarta adalah 73 guru dari 11 sekolah dasar inklusi. Sampel yang kembali sebanyak 43 kuesioner dan 7 sekolah dasar inklusi. B. Tingkat Pengembalian Kuesioner Peneliti mengambil sampel sebanyak 73 guru dari 11 sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta. Peneliti menyediakan kuesioner yang berjumlah 73 buah. Namun setelah deadline yang ditentukan sudah tiba

78 61 kuesioner yang kembali hanya sebanyak 43 buah atau sebanyak 43 guru dari 7 sekolah dasar inklusi yang bersedia mengembalikan kuesioner. Hal ini menjelaskan bahwa kuesioner yang kembali sebanyak 58, 90 %. C. Hasil Penelitian Peneliti membagikan kuesioner kepada 73 guru di 11 sekolah dasar inklusi yang ada di Kota Yogyakarta. Kuesioner tersebut berisi 100 item pertanyaan yang bersifat terbuka, saat pengambilan hasil kuesioner yang kembali kepada peneliti berjumlah 43 kuesioner. Data yang diperoleh mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi se-kota Yogyakarta dihitung dengan empat tahap. Tahap pertama yaitu menghitung total kuesioner yang diperoleh peneliti. Tahap kedua yaitu mengelompokkan jawaban responden dengan mencari kata kunci jawaban yang sama dari setiap aitem soal pertanyaan. Setiap nomor pertanyaan akan menjadi beberapa kategori dengan jumlah yang berbeda pada setiap nomornya sesuai jawaban dari setiap responden. Tahap ketiga yaitu menjumlahkan ada berapa responden yang menjawab dengan jawaban yang sama dengan kata kunci yang sudah dicari. Tahap keempat yaitu jumlah jawaban yang telah dihitung diubah ke dalam bentuk persen dengan cara jumlah jawaban setiap kategori dibagi jumlah seluruh responden yang mengumpulkan kuesioner, kemudian dikalikan 100%. Berdasarkan data yang sudah diperoleh terkait penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta, maka

79 62 dibuatlah tabel persentase jawaban dari para responden yang terlampir pada lampiran 9. Tabel 4.1 Hasil jawaban prinsip pertama dengan jawaban terbanyak Indikator No. Soal Jawaban Jumlah responden Persentase (%) 1 Usia siswa minimal 7 tahun Seleksi umur Tidak ada seleksi Tidak ada kriteria Tidak ada kriteria Belum siap Mengusulkan dan meminta guru inklusi ke Dinas Pendidikan Tidak ada seleksi Melalui basic Pendidikan Luar Biasa (PLB) Tidak ada kualifikasi khusus Semua siswa memperoleh perlakuan yang sama Sesuai kebutuhan siswa Sarana prasarana sekolah standar untuk anak-anak, guru, dan lingkungan. 11 Semua anak mendapatkan fasilitas yang sama BOS dan BOSDA Sesuai dengan RAPBS Tidak ada keterlibatan wali siswa

80 63 15 Tidak ada keterlibatan pihak lain Tabel 4.2 Hasil jawaban prinsip kedua dengan jawaban terbanyak Indikator No. Soal Jawaban Jumlah responden Persentase (%) 16 Tidak menjawab Melalui pengamatan sehari-hari Melalui pengamatan Penanganan tidak sama, harus dilihat dari hasil asesmen 19 Pelaksanaan identifikasi belum sepenuhnya dilaksanakan dan sekolah mengidentifikasi keadaan siswa Tabel 4.3 Hasil jawaban prinsip ketiga dengan jawaban terbanyak Indikator No. Soal Jawaban Jumlah responden Persentase (%) 20 Sudah ada tim pengembang kurikulum Kurikulum KTSP dan K Sudah memahami prinsip pendidikan yang inklusif. 23 Belum ada kurikulum untuk anak ABK 24 Sudah memenuhi empat komponen dalam kurikulum. 25 Belum ada pemberian program khusus bagi anak Pembelajaran disesuaikan

81 64 dengan kebutuhan 27 Sudah merancang pembelajaran yang aktif dan kreatif. 28 Belum ada modifikasi kurikulum. 29 Sudah mengakomodasi keberagaman anak dari keberagaman kemampuan anak Tabel 4.4 Hasil jawaban prinsip keempat dengan jawaban terbanyak Indikator No. Soal Jawaban Jumlah responden Persentase (%) 30 Belum disesuaikan dengan kebutuhan ABK Tidak dijawab Sesuai dengan standar proses Pembelajaran berpusat pada siswa Penyusunan RPP dibedakan dan dipisah. 34 Bahan ajar yang digunakan sudah memenuhi aspek pengetahuan. 35 Bahan ajar yang digunakan sudah memenuhi aspek keterampilan. 36 Bahan ajar yang digunakan sudah memenuhi aspek sikap. 37 Memberi perhatian yang lebih pada anak ABK tidak dijawab Strategi disesuaikan dengan

82 65 materi. 39 Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) Tidak dijawab Menggunakan pendekatan individual learning supaya lebih memahami materi Tabel 4.5 Hasil jawaban prinsip kelima dengan jawaban terbanyak Indikator No. Soal Jawaban Jumlah responden Persentase (%) 41 Tidak dijawab Disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran. 42 Penataan pencahayaan ruang kelas dan ventilasi sudah cukup membantu siswa mengikuti proses pembelajaran Tidak dijawab Desain dinding kelas sesuai layaknya kelas Hasil karya siswa dipajang di dinding kelas. 44 Sekolah belum menyediakan desain lantai untuk siswa disabilitas Media disimpan di ruang media Kelompok disusun fleksibel sesuai kebutuhan pembelajaran. 47 Kelompok dibagi secara acak supaya ada tutor sebaya

83 66 Pembagian kelompok disesuaikan dengan materi atau metode pembelajaran yang digunakan Tidak ada Keuntungannya siswa menjadi lebih dekat dengan temannya dan kerugiannya saat ditanya siswa belum tentu paham atau mengetahui Tidak dijawab Wawasan siswa kurang maksimal Siswa menjadi lebih fokus Tidak menjawab Kelompok kecil Tergantung materi dan tujuan pembelajaran Tabel 4.6 Hasil jawaban prinsip keenam dengan jawaban terbanyak Indikator No. Soal Jawaban Jumlah responden Persentase (%) Tidak menjawab Informasi diperoleh melalui diskusi dengan orang tua dan pemantauan prestasi oleh kepala sekolah Informasi diperoleh melalui jadwal harian guru Tidak menjawab Guru bekerjasama dengan lembaga yang menangani ABK

84 67 Guru menggunakan laporan hasil observasi Tidak dijawab Screening, diagnosis, evaluasi karena lebih mudah untuk memahami dan lebih bisa dipertanggungjawabkan karena adanya kerjasama dengan ahli Guru mengidentifikasi adanya kondisi disabilitas berdasarkan hasil evaluasi Tidak dijawab Guru umum berperan sebagai pemantau Tidak ada tes yang dilakukan untuk mengetahui anak berkebutuhan khusus. Dilakukan tes asesmen dan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Tidak dijawab Untuk mengetahui kondisi anak Tidak dijawab Sekolah bekerjasama dengan Dinas Pendidikan untu melakukan tes screening Tidak dijawab Tes dilakukan kurang lebih dilakukan 2x Saat melakukan tes screening peserta didik didampingi oleh tenaga profesional Tidak dijawab

85 68 Proses diagnosis dilakukan sekolah yang bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Tidak dijawab Untuk penanganan lebih lanjut, tepat, dan pendampingan Tidak dijawab Tindakan yang dilakukan setelah dilaksanakan tes adalah memberikan pendampingan Tidak dijawab Orangtua dipanggil untuk datang ke sekolah dan diberi penjelasan mengenai hasil diagnosis Dilakukan penempatan program yaitu menggabungkan anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan khusus dalam 1 kelas. 66 ABK ditempatkan bersama-sama dengan anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus dan tidak ada perbedaan Tidak dijawab Tidak ada bantuan dari tenaga ahli Tidak ada perbedaan penempatan kurikulum. 69 Tidak ada penempatan kurikulum untuk ABK, karena kurikulum yang digunakan sama Tidak dijawab Evaluasi yang dilakukan untuk ABK sama dengan yang

86 69 dilakukan untuk siswa reguler 71 Tindak lanjut yang dilakukan adalah menganalisis, perbaikan dan pengayaan. 72 Guru pernah mengubah prosedur pengajaran yang telah dilakukan. 73 Melihat situasi kondisi anak saat pembelajaran berlangsung. 74 Sekolah melakukan evaluasi program Tidak ada evaluasi program untuk ABK Evaluasi dilakukan dengan melihat hasil yang dicapai oleh ABK Ada target untuk evaluasi program. 77 Target (KKM) yang ditetapkan disesuaikan dengan kemampuan siswa Tabel 4.7 Hasil jawaban prinsip ketujuh dengan jawaban terbanyak Indikator No. Soal Jawaban Jumlah responden Persentase (%) Belum maksimal Sudah Sesuai materi Sebagian membantu siswa memahami materi Hasil belajar meningkat Media dibuat dengan kreativitas

87 70 guru. 81 Hasil pembelajaran meningkat Sesuai kebutuhan dan kondisi siswa. 83 Media sudah dibuat secara maksimal Tabel 4.8 Hasil jawaban prinsip kedelapan dengan jawaban terbanyak Indikator No. Soal Jawaban Jumlah responden Persentase (%) 1 84 Patokan yang digunakan untuk menentukan adalah intake, fasilitas dan kompleksitas. 85 KKM ditetapkan berdasarkan kompleksitas, daya dukung, dan intake. 86 Tidak ada perbedaan KKM antara ABK dan anak tidak berkebutuhan khusus Tidak ada perbedaan KKM Agar sesuai dengan indicator yang ingin dicapai Sesuai dengan tujuan evaluasi Sesuai KD dan indikator Ada pertimbangan tertentu dalam mengevaluasi pembelajaran Lisan, tertulis, dan praktik Berlaku untuk semua siswa Untuk mengukur kemampuan siswa dan kesesuaian metode

88 71 94 Evaluasi dilakukan di akhir pelajaran. 95 Menganalisis, perbaikan, dan pengayaan Guru dan siswa Mengingatkan dan mendampingi anak untuk belajar Mengukur ketercapaian KD Mengetahui kemampuan anak Sama dengan siswa lainnya Tabel 4.9 Prinsip yang diselenggarakan di setiap sekolah dasat inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta No Sekolah Prinsip-prinsip yang Muncul Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua anak Identifikasi Merancang bahan ajar 1 SD N A dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Penataan kelas yang ramah anak. Penilaian dan evaluasi pembelajaran Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh sekolah A telah menerapkan 5 prinsip sekolah inklusi. 2 SD N B Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua anak. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Dari 8 prinsip sekolah inklusi yang ada, sekolah B telah menerapkan 6 prinsip sekolah inklusi.

89 72 3 SD N C 4 SD N D 5 SD N E Penataan kelas yang ramah anak. Asesmen Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif. Penilaian dan evaluasi pembelajaran. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua anak. Merancang pembelajaran yang ramah anak. Penataan kelas yang ramah anak. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua anak. Identifikasi. Adaptasi Kurikulum (kurikulum fleksibel). Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak Penataan kelas yang ramah anak. Asesmen. Pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif. Penilaian dan evaluasi pembelajaran. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua anak. Identifikasi. Adaptasi Kurikulum (kurikulum fleksibel). Berdasarkan data yang diperoleh, sekolah C sudah menerapkan 3 prinsip sekolah inklusi. Berdasarkan data yang sudah diperoleh sekloah dasar inklusi D sudah menerapkan 8 prinsip sekolah inklusi. Berdasarka data yang sudah diperoleh sekolah dasar inklusi E sudah menerapkan 7 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi.

90 73 6 SD N F 7 SD N G Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Penataan kelas yang ramah anak. Pengadakan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif. Penilaian dan evaluasi pembelajaran. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua anak. Identifikasi. Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Penataan kelas yang ramah anak. Pengadakan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif. Penilaian dan evaluasi pembelajaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengakomodasi semua anak. Identifikasi. Adaptasi Kurikulum (kurikulum fleksibel). Merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Penataan kelas yang ramah anak. Pengadakan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif. Penilaian dan evaluasi pembelajaran. Berdasarkan data yang sudah diperoleh sekolah dasar inklusi F sudah menerapkan 5 prinsip penyelenggaran sekolah inklusi. Dari data yang sudah diperoleh sekolah dasar inklusi G telah menerapkan 7 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi.

91 74 D. Pembahasan 1. Kesesuaian Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dengan Prinsip Sekolah Inklusi Peneliti menganalisis kesesuaian antara prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta berdasarkan hasil penelitian atau hasil kuesioner yang diperoleh dari keseluruhan responden. Ada 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi yang dijadikan acuan oleh peneliti, yaitu penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran. Kedelapan prinsip penyelengaraan sekolah inklusi yang dijadikan acuan oleh peneliti dikembangkan menjadi 100 aitem pertanyaan terbuka yang digunakan untuk mencari informasi mengenai penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta. Dari 73 kuesioner yang dibagikan ada 43 kuesioner yang kembali dari 7 sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kota Yogyakarta. Peneliti menganalisis dari 7 sekolah dasar inklusi sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh responden untuk mengetahui kesesuaian penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta dengan 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi.

92 75 Dari 7 sekolah dasar yang menjadi sampel penelitian, sekolah inklusi yang menerapkan 8 penyelenggaraan sekolah inklusi ada 1 sekolah dasar inklusi. Sebanyak 2 sekolah dasar inklusi telah menerapkan 7 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Sebanyak 2 sekolah dasar telah menyelenggarakan 6 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Ada 1 sekolah dasar inklusi baru menyelenggarakan 5 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi, serta 1 sekolah dasar inklusi baru menyelenggarakan 3 prinsip sekolah inklusi. Sekolah dasar inklusi yang belum maksimal atau belum menyelenggarakan 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi tidak berati sekolah tersebut tidak meyelenggarakan sekolah inklusi sesuai dengan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Hanya dalam satu sekolah, belum semua guru menerapkan semua prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi, dikarenakan tidak ada siswa yang berkebutuhan khusus dalam kelasnya. Dengan demikian, hanya sebagian guru yang menyelenggarakan. Berdasarkan data yang ada, penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kota Yogyakarta belum memenuhi prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi secara keseluruhan atau tidak sesuai dengan dugaan sementara peneliti yaitu sebesar 50% penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang memenuhi prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Dari data yang diperoleh peneliti, penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang sesuai dengan prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi hanya sebesar 14,2%. Perhitungan ini diperoleh dari jumlah sekolah dasar inklusi yang menerapkan 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi dibagi seluruh sekolah yang menjadi sampel,

93 76 kemudian dikalikan 100%. Data tersebut menunjukkan baru satu sekolah yang sudah menerapkan 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Hal ini dikarenakan beberapa dari responden tidak menjawab pertanyaan kuesioner dengan detail atau tidak memberikan jawaban sama sekali. Dapat disimpulkan bahwa sekolah dasar inklusi di wilayah Kota Yogyakarta sudah menerapkan prinsip-prinsip sekolah dasar inklusi namun belum dilaksanakan secara optimal, seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Ilahi (2013:48-49) bahwa prinsip dasar pendidikan inklusi adalah semua anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah tanpa memandang perbedaan latar belakang kehidupannya. Maka penyelenggaraan sekolah dasar inklusi harus diselenggarakan sesuai dengan prinsip sekolah inklusi secara optimal. 2. Penerapan Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, sekolah dasar inklusi telah banyak diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Yogyakarta. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh oleh peneliti, bahwa ada 29 sekolah dasar yang dianggap mampu menerapkan pendidikan inklusi. Peneliti menggunakan 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi untuk mengetahui penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta yang didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman guru kelas.

94 77 Penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta terkait dengan penerimaan peserta didik baru (PPDB), syarat utama yang digunakan pihak sekolah sebagai siswa baru adalah usia minimal 7 tahun. Sekolah mengutamakan usia siswa yang minimal adalah 7 tahun. Sekolah tidak melakukan proses seleksi yang khusus, proses seleksi hanya dilakukan dengan menggunakan peringkat usia siswa dan apabila kuota yang disediakan masih ada. Semua tipe anak berkebutuhan khusus yang masih mampu untuk berinteraksi dan dapat dibimbing, diterima di sekolah dasar inklusi yang diselenggarakan di Wilayah Kota Yogyakarta. Kustawan (2013: 90-91) menyatakan bahwa pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, sekolah membentuk Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru yang dilengkapi dengan pendidik (guru pendidik khusus dan/ atau konselor) yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Berdasarkan informasi yang ada di lapangan, tenaga kependidikan sebagai sumber daya pendidik disediakan oleh pemerintah atau Dimas Pendidikan Kota Yogyakarta yaitu berupa pendamping khusus. Guru khusus ini hanya menangani dan membimbing siswa berkebutuhan khusus, apabila guru kelas tidak bisa atau belum mampu melakukan dan menjadi konsultan bagi siswa. Kualifikasi khusus untuk sumber daya pendidik yang diterima sekolah adalah minimal memiliki S1 pendidikan, lulus tes pegawai, dan melihat ijazah yang dimiliki. Sumber biaya yang didapatkan sekolah hanya berasal dari BOS dan BOSDA yang dikelola oleh tim keuangan dan

95 78 bendahara sesuai dengan RAPBS. Seluruh sampel yang diteliti telah melaksanakan prinsip penerimaan peserta didik baru (PPDB). Identifikasi dilakukan sekolah untuk mengetahui dan menemukenali hambatan serta gejala-gejala yang muncul dari siswa berkebutuhan khusus maupun siswa yang tidak berkebutuhan khusus, yang dilakukan dengan kegiatan observasi berdasarkan kegiatan sehari-hari. Selama melakukan kegiatan observasi pihak sekolah bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Hasil dari identifikasi yang dilakukan guru dijadikan sebagai dasar penyusunan program pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-masing siswa terkait hambatan yang dialami. Didukung dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Kustawan (2013: 93) yang menyatakan bahwa identifikasi adalah upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk menemukan dan mengenali anak yang mengalami hambatan/kelainan/gangguan baik fisik, intelektual, mental, emosional, dan social dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Semua sampel penelitian telah melaksanakan prinsip identifikasi. Sekolah inklusi merupakan sekolah yang mengakomodasi semua anak baik yang berkebutuhan khusus maupun yang tidak berkebutuhan khusus untuk belajar secara bersama-sama, maka sudah seharusnya kurikulum fleksibel diberlakukan untuk semua siswa, dimana didukung dengan pernyataan Kustawan (2013: 107) prinsip pengembangan kurikulum fleksibel harus dijadikan acuan oleh para guru untuk siswa berkebutuhan khusus yakni

96 79 kurikulum umum yang diberlakukan untuk siswa pada umumnya perlu diubah atau dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan kondisi dan kemampuan siswa berkebutuhan khusus. Dari semua sampel yang dipilih, semua responden sudah menyadari akan adanya kurikulum yang harus dimodofikasi guna memenuhi dan menyesuaikan dengan kebutuhan para siswa yang berkebutuhan khusus, namun hanya ada 3 sampel yang melaksanakan prinsip kurikulum fleksibel. Menjadi seorang guru, sudah seharusnya dapat menerapkan berbagai metode pembelajaran yang menarik dan kreatif agar tercipta situasi pembelajaran yang kondusif dan ramah anak. Penyampaian materi dan pendampingan diberikan sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing siswa, agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan tujan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. Penjelasan tersebut didukung dengan pernyataan Ilahi (2013: ) bahwa untuk mencapai tujuan mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Kustawan (2013: 111) menambahkan, bahwa jenis materi pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis siswasiswa penyandang disabilitas. Enam Sekolah dasar inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta sudah melaksanakan prinsip merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak. Penataan kelas yang ramah anak yaitu penataan kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa seperti, pencahayaan di dalam kelas, sirkulasi udara, posisi tempat duduk, warna dinding, serta hasil karya siswa atau gambar-

97 80 gambar yang dapat mendukung proses pembelajaran. Pernyataan tersebut didukung dengan penyataan yang dikemukan oleh Friend (2015: 270) menerangkan bahwa penataan unsur-unsur fisik ruang kelas dapat mempengaruhi kondisi dan suasana belajar bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus dan anak yang berkebutuhan khusus. Selain penataan kelas, peran guru dalam mengatur proses pembelajaran juga penting, seperti pembentukan kelompok yang dapat menunjang proses pembelajaran dan adanya tutor sebaya yang dapat membantu peran guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa, akan tetapi disisi lain akan ada kerugian yang dialami, seperti tidak semua anak dapat bekerja dan suasana kelas menjadi sedikit gaduh dan sulit dikondisikan. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Everton & Weintein (2015: 285) yang mengemukakan bahwa pengelolaan ruang kelas mencakup semua hal yang dilakukan oleh para guru demi mengoptimalkan proses belajar-mengajar yang efektif, mulai dari mengatur siswa-siswa, ruang, waktu, hingga materi. Dari semua sampel yang dipilih, semua sudah menyelenggarakan prinsip penataan kelas yang ramah anak dan guru-guru yang ada di sekolah dasar inklusi juga menyediakan tempat penyimpanan khusus untuk hasil karya siswa dan media pembelajaran yang sudah dibuat. Overton mengemukakan bahwa asesmen merupakan proses pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidik ketika diperlukan (dalam Friend, 2015: 209) dan diperkuat dengan pendapat Triani 2013: 25) yang menjelaskan bahwa asesmen merupakan kegiatan

98 81 secara utuh dan menyeluruh untuk tujuan tertentu, kegiatan yang dilakukan dalam asesmen adalah mengumpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran. Dari 7 sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kota Yogyakarta, baru 1 sekolah dasar inklusi yang sudah menyelenggarakan prinsip asesmen. Kustawan menjelaskan bahwa media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih, dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran (2013: 117) Dari 7 sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kota Yogyakarta 5 diantaranya sudah menerapkan prinsip pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif yang disusun dan dirancang sesuai dengan kebutuhan dari semua siswa, sehingga media yang digunakan dapat membantu proses pembelajaran siswa dan menunjang nilai akademik para siswa. Guru-guru dari 5 sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kota Yogyakarta merancang media pembelajaran sesuai dengan kreativitas masing-masing dan memanfaatkan barang-barang disekitar secara maksimal yang disesuaikan dengan indikator dan KD yang ingin dicapai. Pada prinsip yang ke-8 yaitu penilaian dan evaluasi pembelajaran. Dalam prinsip ini, dapat diketahui bagaimana cara guru dalam menenutukan KKM bagi siswa yang berkebutuhan khusus maupun yang tidak berkebutuhan khusus dan disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing siswa. Dari

99 82 7 sekolah dasar inklusi yang sudah dipilih 6 diantaranya sudah menyelenggarakan prinsip penilaian dan evaluasi pembelajaran. Penentuan KKM yang dilakukan oleh para guru di 6 sekolah dasar inklusi se-kota Yogyakarta yaitu dengan menggunakan kompleksitas, intake, dan daya dukung. Selain itu tidak ada perbedaan KKM antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa yang tidak berkebutuhan khusus, yang membedakan hanya bobot soal yang diberikan. Para guru dari 6 sekolah dasar inklusi, melaksanakan kegiatan evaluasi untuk mengetahui kemampuan dari setiap siswa baik siswa yang berkebutuhan khusus maupun siswa yang tidak berkebutuhan khusus. Selanjutnya hasil yang sudah diperoleh, ditindaklanjuti oleh guru untuk meningkatkan hasil prestasi siswa. Dalam kegiatan evaluasi peran orang tua juga dibutuhkan seperti, mendampingi siswa saat belajar dan mengerjakan tugas di rumah. Pernyataan tersebut, didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Kustawan (2013: 124) bahwa evaluasi merupakan proses yang penting dalam bidang pengambilan keputusan, memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat dan akan digunakan pengambilan keputusan dalam memilih di antara beberapa alternatif. Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kota Yogyakarta sudah mencakup prinsip penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; pengadaan dan pemanfaatan

100 83 media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran. Namun untuk prinsip asesmen masih belum diselenggarakan secara maksimal. Dari 8 prinsip terkait penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang diteliti oleh peneliti menambahkan informasi baru terkait dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Tarmansyah (2015) tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Tarmansyah adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan pendidikan inklusi yang diselenggarakan di SD Negeri 03 Alai Padang.

101 BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Bab V akan membahas tentang kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya. A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di sekolah dasar inklusi se- Kota Yogyakarta dapat diperoleh kesimpulan bahwa penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di tujuh sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta adalah : 1. Penyelenggaraan sekolah dasar inklusi yang ada di Wilayah Kota Yogyakarta yang sesuai dengan 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi sebesar 14,2% sekolah. Hal tersebut tidak sesuai dengan dugaan sementara yaitu sebesar 50% penyelenggaraan sekolah dasar inklusi sesuai dengan 8 prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. 2. Penerapan prinsip sekolah inklusi yang diselenggarakan di 7 sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta yang dijadikan sampel. Tujuh sekolah dasar inklusi sudah menerapkan prinsip penerimaan peserta didik baru (PPDB), merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak, serta penataan kelas yang ramah anak secara optimal. Enam sekolah dasar inklusi diantaranya baru menerapkan prinsip penilaian dan evaluasi pembelajaran secara optimal. Kemudian, ada 5 sekolah dasar inklusi yang baru menerapkan prinsip identifikasi dan pemanfaatan media pembelajaran 84

102 85 adaptif. Selanjutnya untuk prinsip kurikulum fleksibel, baru ada 3 sekolah dasar inklusi yang menerapkannya. Kemudian baru satu sekolah dasar inklusi yang menerapkan prinsip asesmen, 6 sekolah dasar inklusi diantaranya belum maksimal dalam penerapannya. B. Keterbatasan Penelitian Peneliti dalam melakukan penelitian ini menyadari sungguh bahwa masih banyak kelemahan dan keterbatasan yang dialami. Berikut beberapa keterbatasan peneliti : 1. Instrumen yang disusun berupa kuesioner dengan jenis pertanyaan terbuka dengan jumlah pertanyaan sebanyak 100 aitem. Hal ini menyebabkan responden kesulitan dan keberatan dalam mengisi kuesioner. Selain itu, kurangnya tempat atau kolom yang disediakan sebagai tempat responden memberikan jawaban. 2. Adanya sekolah dasar inklusi yang sudah menerima SK dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta untuk menerapkan pendidikan inklusi namun belum ada murid yang memiliki kebutuhan khusus atau di tahun ajaran yang sekarang tidak ada anak berkebutuhan khusus yang mendaftar, sehingga pihak sekolah menolak untuk dijadikan tempat penelitian. 3. Dari 29 sekolah dasar negeri inklusi yang menerima SK dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Dinas Perizinan Kota Yogyakarta membatasi tempat penelitian menjadi 21 sekolah dasar negeri inklusi

103 86 karena alasan tertentu 7 sekolah dasar inklusi tidak diperbolehkan untuk diteliti. 4. Dari 21 sekolah dasar inklusi di Kota Yogyakarta, ada 11 sekolah dasar inklusi yang menerima untuk mengisi kuesioner penelitian, namun pada saat pengembalian kuesioner hanya ada 7 sekolah dasar inklusi yang mengembalikan kuesioner. Hal ini membuat peneliti belum maksimal dalam mengeneralisasikan sampel dari keseluruhan populasi. C. Saran Saran yang diberikan peneliti digunakan sebagai masukan dan perbaikan untuk penelitian selanjutnya agar jangan sampai ada keterbatasan penelitian yang menghambat proses pembelajaran, diantaranya yaitu ; 1. Penelitian selanjutnya, sebaiknya menggunakan instrumen dengan jenis pertanyaan tertutup agar lebih memudahkan responden. Jika memang akan menggunakan kuesioner dengan jenis pertanyaan terbuka, maka sebaiknya menyediakan kolom jawaban yang lebih besar atau bila perlu peneliti dapat menggunakan recoder untuk merekam jawaban responden. 2. Peneliti selanjutnya perlu memastikan daftar sekolah inklusi yang diberikan oleh Dinas Pendidikan apakah sudah sesuai dengan yang sebenarnya, agar tidak terjadi hambatan dikarenakan sekolah yang

104 87 mendapatkan SK belum benar-benar menerapkan pendidikan inklusi atau belum ada murid dengan berkebutuhan khusus. 3. Peneliti selanjutnya perlu melakukan kerjasama dengan pihak sekolah seperti MOU dengan sekolah dasar inklusi, agar tidak terjadi hambatan selama penelitian. 4. Peneliti selanjutnya perlu melakukan kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta dalam meminta kesediaan sekolah untuk diteliti, sehingga peneliti dapat mengeneralisasikan sampel dari keseluruhan populasi secara maksimal.

105 DAFTAR PUSTAKA Azwar, Saifuddin Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Babbie, Earl R Survey Research Methods. Belmond: Wadsworth Publishing Company. Bafadal, Ibrahim Seri Manajemenn Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Creswell, John Riset Pendidikan Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Riset Kualitatif &Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Darmadi, Hamid Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung: Alfabeta. Delphie, Bandi Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung : PT Refika Aditama. Effendi, Sofian & Tukiran Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Friend, Marilyn & William D. Bursuck Menuju Pendidikan Inklusi Panduan Praktis untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hidayat Saepul & Wawan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunalaras. Jakarta : PT Luxima Metro Media. Hikmat, Mahi M Metode Penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ilahi, Mohammad Takdir Pendidikan Inklusi: Konsep & Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Kustawan, Dedy & Budi Hermawan Model Implementasi Pendidikan Inklusi Ramah Anak. Jakarta: TP Luxima Metro Media. Margono Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Martono, Nanang Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Purwanto Metodologi Penelitian Kuantitatif Untuk Pesikologi Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 88

106 89 Rosilawati, Ina Trik Bimbingan Dan Konseling Dalam Pendidikan Inklusif. Yogyakarta: Familia. Sartika, Yopi Ragam Media Pembelajaran Adaptif Untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Familia. Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat Metodologi Penelitian. Bandung: CV. Mandar Maju. Siregar, Syofian Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Stubbs, Sue Pendidikan Inklusif: Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber. Judul Asli: Inclusif Education: Where There Are Few Resources. Dialihbahsakan Oleh: Susi Septaviana. Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Biasa UPI. Sugiyono Metode PenelitianKuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Penerbit Alfabeta. Suharsaputra, Uhar Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan. Bandung: PT Refika Aditama. Sukardi Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sukmadinata, Nana Syaodih Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rusda Karya. Suryosubroto Beberapa Aspek Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Tarmansyah Pendidikan Inklusi. Jakarta: Erlangga. Tarmansyah Pelaksanaan Pendidikan Inklusif Di SD Negeri 03 Alai Padang Utara Kota Padang(Studi Pelaksanaan Pendidikan di Sekolah Ujicoba Sistem Pendidikan Inklusif. Pedagogi Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, IX (1). Tiarni, Nani & Amir Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lamban Belajar Slow Learner. Jakarta : PT Luxima Metro Media. Triani, Wahyu Dan Dwi Rakhmawati Konsep Sekolah Inklusi Yang Humanis.Yogyakarta.: Familia. Wati, Ery Manajemen Pendidikan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, XIV (2):

107 90 Widi, Restu Kartiko Asas Metodologi Penelitian Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu. Widyastono, Herry Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkelainan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 065 Werang, Basilius Redan Pendekatan Kuantitatif dalam Penelitian Sosial.Yogyakarta: Calpulis.

108 LAMPIRAN 91

109 92 Lampiran 1 Permohonan Data Daftar Sekolah Inklusi

110 93 Lampiran 2 Daftar SD Inklusi Kota Yogyakarta

111 94 Lampiran 3 Permohonan Surat Ijin Penelitian

112 95 Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian dari Dinas Perizinan

113 96

114 97 Lampiran 5 Validasi Dosen A

115 98

116 99

117 100

118 101

119 102

120 103

121 104

122 105

123 106

124 107

125 108 Lampiran 6 Validasi Dosen B

126 109

127 110

128 111

129 112

130 113

131 114

132 115

133 116

134 117

135 118

136 119 Lampiran 7 Kuesioner yang akan dibagikan

137 120

138 121

139 122

140 123

141 124

142 125

143 126

144 127

145 128

146 129

147 130

148 131 Lampiran 8 Kuesioner yang dijawab Responden

149 132

150 133

151 134

152 135

153 136

154 137

155 138

156 139

157 140

158 141

159 142

160 143 Lampiran 9 Hasil Pengumpulan Data Sekolah Dasar Inklusi No Kategori Kode Jumlah Persentase KK, Akta, Usia 1.a Usia 7 tahun 1.b Usia Akta 1.c Usia Akta dan C1 1.d Formulir Pendaftaran 1.e Akta C1 dan Asesmen untuk ABK 1.f Tidak Ada 2.a Seleksi Umur 2.b Seleksi dari Dinas Pendidikan 2.c Seleksi Sistem Rangking 2.d Data Online 2.d Tidak Ada 3.a Menurutkan usia dari yang terbesar ke kecil 3.b Untuk usia 7 tahundan dilihat anaknya 3.c Entry Data 3.d Secara otomatis dan data domisili serta ttl 3.e Berdasarkan Ranking 3.e Sesuai Prosedur Pemerintah 3.f Akte, C1, Blangko Pendaftaran 3.g Peringkat Usia Anak 3.h Seleksi Usia 3.i Rangkin Usia, Akta Asli, Fotokopi KK 3.j RTO 3.k Slow leaner hanya mengalami kelambatan 4.a

161 144 belajar Harus ada asesmen, lambat belajar 4.b Tidak ada kriteria 4.c Semua diterima kecuali tunanetra 4.d Retardasi ringan, tuna laras 4.e Apapun selama intelegensi mendekati normal-normal atas dan mampu bersosialisasi Slow leaner ADHD sesuai kemampuan guru Lov vision, lambat belajar, kurangnya GPK 4.f g h Slow leaner 5.a Tidak tunanetra, tidak tunadaksa, tidak tunarungu, tidak tunawicara Kondusif dan atau tanpa pendamping khusus 5.b c Tidak ada kriteria 5.d Berdasarkan usia 5.e Mampu bersosialisasi kecerdasan normal 5.f Masih dapat berkomunikasi 5.g Masih ada kuota 5.h Belum siap 6.a Mengusulkan dan meminta guru inklusi ke Dinas 6.b Guru diberi diklat 6.c Guru diberi workshop dan pendidikan diklat 6.d Guru profesional 6.e Sumber daya reguler 6.f Memaksimalkan yang sudah ada 6.g

162 145 Guru kelas masing-masing 6.h Kerjasama dengan dinas 6.i Memberi pendampingan dan pelatihan untuk siswa ABK 6.j Memiliki GPK 6. k Ada penerimaan PNS 7.a Melalui tes pegawai 7.b Tidak ada seleksi 7.c Tidak ada da nada guru pendamping 7.d Seleksi oleh BKD dan untuk guru honorer minimal S1 7.e Melihat ijazah yang telah dicapai 7.f Panggilan hati, kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota 7.g Melalui basic PLB 7.h Berdasarkan keputusan Dinas 7.i Sesuai kompetensi 8.a Sehat jasmani dan rohani 8.b Asesmen menentukan kritera anak 8.c TidaK ada 8.d Minimal S1 PGSD 8.e Sesuai UU guru dan S1 8.f Supaya berkompetensi 8.g PLB memenuhi kebutuhan siswa 8.h Semua siswa memperoleh perlakuan yang sama 9.a Sesuai kebutuhan siswa 9.b Reguler dengan perlakuan khusus 9.c Individual 9.d

163 146 Bantuan BOS dan BOSDA 9.e Memaksimalkan fasilitas yang ada 9.f Dari BOS yang sudah difasilitasi pemerintah 9.h Membuat RPP 9.i Memberi kesempatan kepada siswa 9.j Mengikuti pelatihan 9.k Tidak dijawab 10.a Gedung halamn luas kamar mandi media pembelajaran alat OR 10.b Standar minimal 10.c Sesuai SMP 10.d Sarana prasarana sekolah untuk standar anak-anak, guru, lingkungan 10.e Masih sangat minim kecuali perhatian 10.f Sarana fisik dan GPK 10.g Lap komputer dan perpustakann 10.h Sama 11.a Tidak 11.b Tidak membeli sendiri 11.c BOS dan BOSDA 12.a BOSNAS, BOSDA Kota dan Propinsi 12.b BOS, KMS, PKH 12.c BOS dan POKJA Inklusi 12.d Tidak dijawab 12.e Sesuai dengan RAPBS 13.a Dikelola oleh tim yang ditunjuk 13.b Sekolah dan orangtua 13.c Dikelola bendahara kepsek dan tim 13.d

164 147 keuangan 13 Sesuai juknis BOS 13.e Tidak ada 13.f Dikelola dengan baik 13.g Dikelola sesuai manajemen sekolah 13.h Dikelola oleh salah 1 guru, kepala sekolah dan dibantu oleh bendahara pembantu 13.i Sama dengan sekolah lain 13.j Berdasarkan BOS dan BOSDA 13.k Sesuai aturan 13.l Tidak ada 14.a Bantuan dari pemerintah yg belanja orantua lalu ditukar 14.b Orangtua(wali) tdk dilibatkan selama kegiatan terencana di RAPBS 14.c Bantuan dari BOS 14.d Sesuai penyusunan dan program anggaran kegiatan sekolah 14.e Membuat RAPBS 14.f Tidak ada 15.a Komite dan wali siswa 15.b Pantauan dari Dinas Kota 15.c Asesmen 16.a Sharing sesama teman sejawat 16.b Berdasarkan EDS 16.d Tidak menjawab 16.e Pengamatan sehari-hari 16.f Asesmen dan psokologi, puskesmas 16.g Melakukan pendekatan persuasif 16.h

165 148 Kesulitan dalam mengikuti pelajaran secara umum 16.i Asesmen 17.a Melalui pengamatan 17.b Latar belakang keluarga, perilaku, nilai prestasi belajar Instrumen BP buku BP kerjasama dengan orang tua Bekerjasama dengan puskesmas dan orangtua murid 17.c d e Sharing dg guru dan observasi dalam tim 17.f Melakukan tes lisan / tulis dan perilaku 17.g Diperlakukan sama dengan yg regular 18.a Dengan memberikan pelayanan semaksimal mungkin Penanganan tidak sama, harus dilihat dari hasil asesmen 18.b c Menyesuaikan ABK 18.d Tidak ada 18.e Tindak lanjut 18.f Diperhatikan 18.g Menyesuaikan kebutuhan anak 18.h Sharing dengan orangtua untuk menentukan perlakuan sesuai kebutuhan 18.i Konsultasi ke psikolog 18.j Diberi waktu khusus 19.a Sudah 19.b Belum sepenuhnya, mengidentifikasi keadaan siswa Dengan kesabaran dan ketulusan dalam melaksanakan 19.c d

166 149 Dilakukan bersama saling memberi masukan 19.e Kerjasama dengan orantua 19.f Bekerjasama dengan yang kompeten 19.g Belum paham 19.h Tidak dijawab 19.i Memperlakukan anak sesuai kebutuhan 19.j Memfasilitasi dan mendukung adanya hambatan siswa yang muncul 19.k Menyesuaikan pembelajaran 19.l Bekerja sesuai tugasnya 20.a Tidak dijawab 20.b Kurikulum bekerja sama dengan kelompok SP1 20.c Sudah 20.d Sesuai tupoksi 20.e Peninjauan ulang, mengkaji, menyusun draf Merangkum dan menuliskan arah pelajaran sesuai visi dan misi sekolah Membuat dan membagikan kepada guruguru yang lain mengenai kurikulum yang dibuat 20.f g h Menyusun kurikulum 20.i Kurikulum KTSP dan K13 21.a Kurikulum modifikasi 21.b KTSP 21.c Hasil sensus dan pengembangan sekolah 21.d Perpaduan antara kurikulum sendiri dengan pemerintah 21.e Tidak dijawab 21.f

167 150 K13 21.g Sudah 22.a Hanya sebagian 22.b Belum 22.c Tidak dijawab 22.d Belum ada kurikulum untuk anak ABK 23.a Kurikulum disesuaikan dg anak ABK 23.b Sudah namun belum optimal 23.c Kurikulum reguler 23.d Akomodasi belum semua 23.e Tidak dijawab 23.f Masih belajar memodifikasi 23.g Sudah 24.a Tidak menjawab 24.b Memuat tujuan, isi, proses dan pendahuluan 24.c Belum 25. a Disesuaikan masing-masing kebutuhan anak 25.b Tidak dijawab 25.c UDL 25.d Kurikulum berbasis lingkungan 26.a Pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan 26.b Sudah 26.c Diserahkan kpd guru kelas 26.d Sesuai situasi sekolah 26.e Belum 26.f Tidak dijawab 26.g

168 151 Sudah 27.a Berbasis lingkungan dan budaya 27.b Disesuaikan denganbakat dan karakter anak Pengalaman, diskusi kelompok, mempresentasikan hasil diskusi dan pembelajaran diluar kelas Pengembangan metode dan teknik pembelajaran yg menyenangkan Berbasis internet (powerpoint) danpermainan 27.c d e f Tidak dijawab 27.g Belum sepenuhnya 27.h Sesuai kompetensi yg ingin dicapai 28.a Belum 28.b Sudah 28.c Pemilihan ekskul dan program pengembangan diri 28.d Belajar kelompok 28.e Modifikasi kurikulum (duplikasi : isi tujuan proses) 28.f UDL 28.g RPP secara umum 28.h Tidak dijawab 28.i Berdasar latar belakang dan budaya 29.a Belum 29.b Sudah 29.c Modifikasi pada pengembangan dan pelayanan 29.d UDL 29.e RPP secara umum 29.f

169 152 Tidak dijawab 29.g Belum Sudah 30.b Rpp reguler dan pelayanan fleksibel 30.c Mengikuti aturan yang berlaku 30.d Tidak dijawab 30.e Belum 31.a Rencana pembelajaran juga disesuaikan dengan anak ABK 31.b Melihat kondisi ABK 31.c Dikerjakan oleh guru masing-masing 31.d Tidak dijawab 31.e Biasa dan reguler 31.f Sesuai standar proses 31.g Melekat dan mempelajari dari sekolah lain 31.h Berpatok pada jadwal dan kalender pendidikan 31.i Tidak ada 31.j Sama dengan RPP umum hanya berbeda materi dan waktu 31.k Ya 32.a Tidak 32.b Tidak dijawab 32.c Ya dan tidak untuk ABK butuh bimbingan 32.d Materi disesuaikan dg kemampuan anak 33.a Materi sama hanya bobot soal yang berbeda 33.b Modofikasi pembelajaran 33.c Menentukan KKM untuk anak reguler dan ABK 33.d

170 153 Digabung 33.e Dibedakan dan dipisah 33.f Sama tetapi didampingi 33.g UDL 33.h RPP secara umum 33.i Tidak dijawab 33.j Sudah 34.a Kurikulum berbasis lingkungan 34.b Pengetahuan anak ABK disesuaikan kemampuan Sesuai dengan materi KD dan lingkungan sekitar 34.c d Sesuai indikator yang ingin dicapai 34.d Buku paket dan buku pendamping 34.e Sesuai SPM (buku sekolah elektronik) 34.f Tidak dijawab 34.g Kunjungan ke tempat industri, menari, membatik 35.a Sudah 35.b Abk diberi keterampilan menurut bakat dan minatnya 35.c Belum 35.d Sesuai KD/tema 35.e Sesuai alat peraga 35.f Tidak dijawab 35.g Buku pendamping, buku paket dan internet 35.h Dimodifikasi dan K13 35.i Sosial, mengunjungi teman yang sakit 36.a Sholat berjamaah peringatan hari besar 36.b

171 154 agama jenguk teman yang sakit Aspek kemampuan anak dan diberi keleluasaan 36.c Sudah / ya 36.d Belum 36.e Sesuai KD atau tema 36.f Melatih kebiasaan yang baik 36.g Tidak dijawab 36.h Memberi peraturan dan kedisiplinan pada siswa 36.i Modifikasi dan K13 36.j Memberi perhatian yanglebih pada anak ABK 37.a Belum 37. b Materi dan jumlah soal berbeda dan ada tutor sebaya Dilakukan berulang-ulang dan pendampingan 37 c d Penanaman konsep 37.e Penjelasan secara global pendampingan ABK dilanjutkan penjelasan Klasikal untuk anak reguler pendampingan untuk ABK Reguler dulu baru pendampingan individual 37.f g h Tidak dijawab 37.i Berbagai metode 37.j Diskusi pengamatan 37.k Cara dan metode yang berbeda 37.l Diskusi kelompok dan praktek 38.a Tutor sebaya 38.b

172 155 Menarik, menyenangkan aktif kreatif 38.c Diskusi kelompok tutor sebaya dan kerjamasa dg ortu 38.d Tidak dijawab 38.e Problem solving 38.f Berpusat pada siswa 38.g Penyampaian materi secara bertingkat 38.h Strategi sesuai materi 38.i Fleksibel 38.j Pendekatan dengan siswa 38.k Dapatkan atensi siswa dengan alat/ media pembelajaran 38.l Tidak dijawab 39.a Refleksi menguasai kelas 39.b Saling menghargai anak reluger dan abk 39.c Refleksi perhatian secara personal 39.d Nyanyian gerak penyesuaian 39.e PAKEM 39.e Penuh kekeluargaan 39.f Familiar 39.g Menyiapkan siswa untuk berkosentrasi 39.h Menciptakan susana tenang agar siswa dapat berkonsentrasi Pengelolaan kelas dan penggunaan alat peraga 39.i j Tutor sebaya 40.a Tidak dijawab 40.b Individual learning supaya lebih memahami materi 40.c Saintific dan tutor sebaya 40.d

173 156 Cooperative learning 40.e Kontekstual 40.f Menggunakan alat peraga yang menarik 40.g Pendekatan dengan siswa 40.h Sesuai kebutuhan siswa 40.i Buku paket dan buku pendampingan 40.j ABK duduk dg anak regular agar menjadi tutor sebaya 41.a ABK di depan 41.b ABK duduk depan dan dengan anak regular Disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran Disabilitas sudah ada, inklusi sudah dibedakan dengan yang lain 41.c d e Tidak dijawab 41.f Sudah penilaian sikap 41.g Baik 42.a Pencahayaan dan ventilasi yang cukup 42.b Tidak dijawab 42.c Hasil karya dipajang di dinding kelas 43.a Dibuatkan tempat karya anak 43.b Tidak dijawab 43.c Sesuai layaknya kelas 43.d Umum dan khusus 43.e Sementara belum 43.f Sama dan tidak ada perbedaan 43.g Baik 43.h Cat terang penempelan peraga di dinding 43.i

174 157 Belum menyediakan 44.a Sudah disesuaikan 44.b Tidak dijawab 44.c Tidak ABK di kelas 44.d Disediakan tempat khusus 44.e Baru akan dibuat 44.f Tidak licin 44.g Tidak ada 45.a Perpustakaan dan ruang guru 45.b Ada namun sederhana karena kurang ruang dan belum tertata 45.c Di ruang Lab 45.d Ruang media 45.e Perpustakaan dan lab 45.f Di lemari 45.g Tidak dijawab 45.h Kelompok tidak dibeda-bedakan 46.a Kelompok kecil 46.b Kelompok ABK yang lambat belajar 46.c Kelompok besar 46.d Tidak ada anak ABK 46.e Fleksibel sesuai kebutuhan 46.f Belum terlaksana 46.g Tidak dijawab 46.h Pembagian kelompok heterogen, terdiri dari anak pandai, ABK (pa/pi) 47.a Pembagian acak supaya ada tutor sebaya 47.b Dicampur agar saling membantu dan menghargai 47.c

175 Agar semua anak melakukan aktifitas maka dibuat kelompok, semua anak harus menulis hasil diskusi 47.d Tidak ada pembagian 47.e Sesuai materi atau metode 47.f Belum 47.g Tidak ada anak ABK di kelas 47.h Berdasarkan tempat dudul atau nomor urut absen 47.i Tidak menjawab 47.j Sesuai GPK 47.k Tidak dijawab 48.a Kerjasama yg baik dan saling menghargai 48.b Anak jadi lebih dekat dengan teman, namun ada anak yg ditanya belum tentu tahu Anak mampu berkembang dengan baik, namun komunikasi kurang maksimal 48.c d Saling berbagi dan melengkapi 48.e Kurang diperhatikan teman 48.f Lebih semangat hasil lebih baik, namun butuh waktu lama dan sulit dalam mengatur 48.g Lebih termotivasi 48.h Dapat menyesuaikan diri dan menambah wawasan 48.i Cepat selesai namun kurang berperan aktif 48.j Perlu konsentrasi lebih 48.k Tidak dijawab 49.a Semua dapat tugas, namun jadi lama selesainya 49.b Yang inklusi merasa terbantu 49.c

176 Semua aktivitas anak bisa terlihat dan dibantu oleh tutor sebaya 49.d Wawasan siswa kurang maksimal 49.e Lebih mudah dikontrol namun kemampuan anggota lebih terbatas 49.f Lebih fokus 49.g Siswa lebih termotivasi 49.h Lebih efektif namun kurang semangat 49.i Siswa lebih terfasilitasi 49.j Tidak dijawab 50.a Kelompok kecil 50.b Kelompok besar 50.c Tergantung materi dan tujuan pembelajaran 50.d Sama ada kekurangan dan kelebihan 50.e Tidak dijawab 51.a Diskusi dengan orangtua dan pemantauan prestasi oleh kepala sekolah 51.b Berkomunikasi dengan orang tua 51.c Mengikuti tes tingkat kecamatan dan kota 51.d Sesuai jadwal harian 51.e Sesuai standar penilaian 51.f Melalui tes PH PTS PAS Ujian 51.g Hasil belajar tes asesmen observasi 51.g Membuat portofolio anak 51.h Memberi motivasi 52.a Asesmen dilakukan dr psikologi, guru menentukan materi pelajaran Pengidentifikasian dan penanganan lebih lanjut dalam proses dan penilaian 52.b c

177 pembelajaran Guru membri pendapat dan menunjukkan bukti Bekerjasama dengan lembaga yg menangani ABK 52.d e Tidak dijawab 52.f Laporan hasil observasi 52.g Memberi saran untuk ke psikolog / puskesmas 52.h Guru memberi saran dan membuat rencana 52.i Tidak dijawab 53.a Kemampuan berbeda-beda 53.b Sreening, diagnosis evaluasi, karena lebih mudah untuk memahami dan lebih bisa dipertangungjawabkan kerena adanya kerjasama dengan ahli 53.c Lembar observasi 53.d sesuai keadaan ABK 53.e Tes dari psikolog 53.f Pertanyaan terbuuka tentang keputusan orangtua Difasilitasi dari BKD dan Dinas Pendidikan, memudahkan evaluasi 53.g h Tidak dijawab 54.a Tidak ada 54.b Menentukan kemampuan anak 54.c Menentukan materi 54.d Hasil observasi 54.e Berdasarkan pengalaman 54.f Berdasarkan hasil evaluasi 54.g

178 161 Mengarah kebutuhan anak 54.h Menemukan kognitif anak kurang 54.i Tidak dijawab 55.a Tidak ada 55.b Guru agar lebih bisa menentukan dan mengetahui kemampuannya Mendampingi dan menambah waktu menyelesaikan tugas dari sekolah 55.c d Mengetahui kemampuan siswa 55.e Pemantauan 55.f Merekomendasikan asessmen 55.g Mengoptimalkan kondisi anak untuk belajar sesuai kondisinya Mengarahkan, mengambil tindakan yang sesuai Berdasarkan kondisi fisik dan psikis yg muncul 55.h i j Tidak dijawab 56.a Tidak ada 56.b Ada 56.c Asesmen bekerjasama dengan dinas pendidikan 56.d Tes screening 56.e Tes intelegensi 56.f Tidak dijawab 57.a Tidak ada 57.b Untuk mengetahui kemampuan 57.c Untuk mengetahui kondisi anak 57.d Tidak dijawab 58.a Tidak ada 58.b

179 162 Tes kemampuan dan hasil dari asesmen 58.c Bekerjasama dengan Dinas Pendidikan 58.d Mengundang tenaga khusus 58.e Mengisi formulir 58.f Mengisis angket 58.g Mengisi angket dan tanggungjawab 58.h Tidak dijawab 59.a Tidak ada 59.b Kurang lebih 2x 59.c x diawal tahun pelajaran 59.d x di tahun ini belum ditahun sebelumnya 59.e Belum 59.f Tidak dijawab 60.a Tidak ada 60.b Ya 60.c Belum 60.d Jika perlu 60.e Kemampuan anak dilihat kalau tidak ada kemajuan dilakukan asesmen lagi 61.a Bekerjasama dengan Dinas Pendidikan 61.b Tidak dijawab 61.c Tidak ada 61.d Dilakukan tes 61.e Diserahkan ke guru kelas dan tenaga profesional 61.f Observasi hasil dikaji 61.g Belum ada 61.h Berdasarkan format pengamatan 61.i

180 163 Tidak dijawab 62.a Tidak ada 62.b Untuk menentukan kemampuan belajar anak Untuk penanganan lebih lanjut/yg tepat dan pendampingan Untuk mencapai tujuan pendidikan kota JOGJA Untuk mempertanggungjawabkan secara administrasi Ada beberapa anak yang menunjukkan gejala ABK 62.c d e f g Dasar hukum 62.h Tidak dijawab 63.a Tidak ada 63.b Untuk menentukan tindak kelanjutannya 63.c Menyampaikan kepada orangtua dan menanyai serta kerjasama dengan orangtua Apabila terlalu berat maka dirujuk ke SLB 63.e 63.d Memberikan pendampingan 63.f Asesmen dari lembaga resmi 63.g Menyesuaikan bahan ajar 63.h Tidak dijawab 64.a Tidak ada 64,b Orangtua dipanggil dan diberi penjelasan 64.c Orantua dipanggil ke sekolah dan diberikan hasil diagnosis dari psikolog 64.d Konsultasi 64.e Wawancara 64.f Persuasif dan langsung 64.g

181 164 Tidak dijawab 65.a ABK bergabung dengan anak-anak yang non ABK dalam 1 kelas 65.b Ya 65.c Penempatan bersama-sama dengan yg reguler dan tidak ada perbedaan 66.a Tidak dijawab 66.b Materi pindah kelas khusus 66.c Tidak dijawab 67.a Tidak ada 67.b Sangat membantu 67.c Sebagai konsultan 67.d Tidak dijawab 68.a Tidak ada 68.b Ada 68.c Tidak dijawab 69.a Tidak ada 69.b Kurikulum modifikasi 69.c Sama 69.d Fleksibel 69.e Sebagai suplement 69.f Evaluasi berbeda, bobot soal dan jumlah soal Bobotnya diturunkan, soal dibacakan, anak didampingi 70.a b Tidak dijawab 70.c Tidak ada 70.d Sama dengan yang reguler 70.d Sesuai kemampuan 70.e

182 165 Menentukan tindak lanjut 70.f Sesuai prosedur 70.g Target belajar lebih rendah 70.h Tidak dijawab 71.a Dilakukan remidial 71.b Analisis, perbaikan pengayaan 71.c Memberikan pendampingan 71.d Memberi penilaian 71.e Memberi pelayanan 71.f Memberi tambahan jam pelajaran 71.g Memberikan kebijakan 71.h Tidak 72.a Pernah 72.b Tidak dijawab 72.c Berusaha 72.d Tidak 73.a Menurut kemampuan masing-masing anak 73.b Melihat situasi kondisi anak saat pembelajaran berlangsung 73.c Mengubah strategi pembelajaran 73.d Tidak dijawab 73.d Jenis evaluasi yang berbeda 73.e Prosedur dari post tes menjadi akhir 73.f Menyesuaikan tujuan 73.g Menggunakan metode yang mudah 73.h Tidak 74.a Ya 74.b Memodifikasi pengajaran 74.c

183 166 Kadang 74.d Tidak dijawab 74.e Tidak ada 75.a Dilihat dari bobot soal dan jumlah soal 75.b Dengan PAS 75.c Melihat hasil yang telah dicapi 75.d Tiap semester 75.e Disesuaikan ABK 75.f Bersama wali 75.g Tidak dijawab 75.h Sesuai kemampuan siswa 75.i Sama 75.j Tidak dijawab 76.a Tidak 76.b YA 76.c Evaluasi menurut ABK 76.d Tidak dijawab 77.a Tidak ada 77.b Patokan agar anak dapat mengerjakan soal 77.c KKM disesuaikan dg kemampuan siswa 77.d Melampaui KKM 77.e Kesepakatan dengan wali 77.f Tidak dijawab 78.a Sudah 78.b Sesuai materi 78.c Belum maksimal 78.d Meningkat 79.a

184 167 Reguler meningkat, abk masih bingung 79.b Efektif jika ada pengkondisian 79.c Tidak dijawab 79.d Ya sebagian 79.e Dilakukan dengan siswa 79.f Sesuai prosedur 79.g Tidak sama digunakan saat pembelajaran dan hasilnya meningkat 79.h Kreativitas guru 80.a Dibuat sesuai kemampuan guru, KD, dalam pembelajaran 80.b Tidak dijawab 80.c Dibuat bersama para siswa dan guru 80.d Sesuai kebutuhan 80.e Sesuai materi 80.f Meningkat 81.a Lumayan 81.b Memperjelas materi 81.c Belum 81.d Tidak dijawab 81.e Sesuai kebutuhan dan kondisi 82.a Prosesnya menyesuaikan keadaan 82.b Disesuaikan dengan kebutuhan dan KD 82.c Ramah lingkungan, mudah didapat, dapat memperjelas materi 82.d Tidak dijawab 82.e Tanggung jawab guru masing-masing 82.f Tidak ada 82.g Tidak dijawab 83.a

185 168 Ya 83.b Belum 83.c Berusaha untuk maksimal 83.d Sesuai SPM 83.e Rata-rata dari rapor kelas semester a Tidak dijawab 84.b Rata-rata nilai rapot kelas dan rapat dengan ortu 84.c Dengan tryout dan rapat sekolah 84.d Intake, fasilitas, kompleksitas 84.e Sarana prasarana, daya dukung, kemampuan siswa 84.e Hasil yang dicapai siswa 84.f Kompleksitas materi sumber daya dan kemampuan siswa 84.g Kemampuan siswa dan Dinas 84.h Kompleksitas, daya dukung, intake 85.a Tidak dijawab 85.b Menghitung sesuai patokan 85.c Rapat sekolah 85.d SDA 85.e Telaah per KD 85.d Sekolah bekerjasama dengan orangtua 85.e Mengidentifikasi kemampuan sekolah 85.f Sesuai aturan pembuatan KKM 85.g Tidak sama 86.a Tidak ada tapi bobot / jumalah soal berbeda 86.b Tidak dijawab 86.c

186 169 Dilihat pada akhir nilai 86.d Ada 86.e Tidak ada 87.a Tidak dijawab 87.b Menyesuaikan kebutuhan siswa ABK 87.c Agar sesuai dengan indikator yang ingin dicapai 88.a Tidak dijawab 88.b Agar tidak melenceng dari KD 88.c Karena kemampuan anak berbeda-beda 88.d Meningkatkan mutu 88.e Sesuai dengan tujuan evaluasi 88.f Faktor materi, lingkungan, KD 89.a Fakort materi, lingkungan dan kemampuan siswa 89.b Sesuai dengan kd dan kemampuannya 89.c Sesuai KD dan indikator 89.d Tidak dijawab 89.e Membaca laporan 89.f Mengadakan remidi dan pengayaan 89.g Menidentifikasi melalui pengamatan 89.h Mengetahui kemampuan siswa memahami pelajaran 89.i Memberi tes 89.j Melihat hasil belajar sebelumnya 89.k Membuat tujuan melihat visi / misi 89.l Tidak ada 90.a Tidak dijawab 90.b Ada 90.c

187 170 Belum 90.d Kemampuan anak 90.e Lisan tertulis praktek 91.a Tertulis tugas 91.b Tidak dijawab 91.c Lisan perbuatan tertulis praktek diskusi 91.d Lisan tertulis performance 91.e Pengamatan, tes tertulis lisan sikap 91.f Tergantung materi 91.g Ada perbedaan dengan anak ABK 92.a Sama 92.b Tidak dijawab 92..c Untuk mengukur kemampuan siswa dan kesesuaian metode 93.a Untuk mengukur kemampuan siswa 93.b Mengukur daya serap siswa pada tiap pembelajaran Mengukur kemampuan di akhir pembelajaran 93.d e Mengukur kesesuain metode 93.f Tidak dijawab 93.g Untuk evaluasi diri 93.h Akhir KD 94.a Akhir pelajaran 94.b Akhir pelajaran pertama 94.c Sesuai jadwal 94.d Setelah KBM 94.e Tidak dijawab 94.f Analisis perbaikan pengayaan 95.a

188 171 Perbaikan dan pengayaan 95.b Dapat mengevaluasi dari guru dan melihat kemampuan anak 95.c Memberikan penilaian 95.d Tidak dijawab 95.e Sebagai pijakan kebijakan 95.f Guru dan siswa 96.a Semua guru bidang studi ortu 96.b Pemerintah, guru, siswa orangtua 96.c Sekolah guru siswa dan orangtua 96.d Guru 96.e Tidak dijawab 96.f Pasif 97.a Mengingatkan / mendampingi anak untuk belajar 97.b Laporan dari guru 97.c Pendampingan dirumah 97.d Membantu kelancaran pelaksanaan 97.e Tidak dijawab 97.f Belum optimal 97.g Memberikan umpan balik 97.h Mengukur ketercapaian KD 98.a Mengetahui hasil belajar apakah bisa mengikuti atau tidak Mengukur kemampuan dalam bidang pengetahuan dan memperbaiki perilaku 98.b c Mengetahui perkembangan kemampuan 98.d Tidak dijawab 98.e Mengetahui kemampuan anak 99.a

189 172 Mengukur kemampuan pengetahuan dan perbaikan perilaku 99.b Seebagai acuan tindak lanjut program 99.c Tidak dijawab 99.d Menempatkan siswa sesuai kebutuhannya 99.e Untuk melihat progres dan tercapainya tujuan Disesuaikan dengan materi pembelajaran ABK 99.f a Dengan pendamping 100.b Sama dengan siswa lainnya 100.c Teknik lisan tertulis tugas 100.d Sesuai dengan tingkat kebutuhan ABK 100.e Sama dengan yang lain tapi tindak lanjut berbeda 100.f Tidak dijawab 100.g

190 BIOGRAFI PENELITI Yovita Ratri Sulistianingsih lahir di Kabupaten Semarang pada tanggal 15 Februari 1995 sebagai anak kedua dari pasangan Agustinus Musiyadi dan Bernadeta Sulimah. Menempuh pendidikan formal di SD Kanisius Girisonta pada tahun Kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Mardi Rahayu Ungaran yang lulus pada tahun 2010, dan melanjutkan di SMA Virgo Fidelis Bawen yang lulus pada tahun Peneliti melanjutkan studi S1 di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Selama menempuh pendidikan di PGSD, peneliti mengikuti kegiatan kepanitiaan yang diselanggarakan oleh kampus seperti Pekan Kreativitas dan Malam Kreativitas Mahasiswa serta Parade Gamelan Anak Ke-8 Se-Yogyakarta dan Jawa Tengah.. Selain itu peneliti juga mengikuti seminar umum yang diadakan oleh kampus. Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi Di Wilayah Kota Yogyakarta. 173

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS HERRY WIDYASTONO Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Khusus PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 6/9/2010 Herry

Lebih terperinci

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang begitu bahagia dan ceria tanpa lagi ada kesepian. dengan sempurna. Namun kenyataannya berkata lain, tidak semua anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang begitu bahagia dan ceria tanpa lagi ada kesepian. dengan sempurna. Namun kenyataannya berkata lain, tidak semua anak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, anak merupakan anugerah terindah dari Tuhan yang Maha Esa bagi orang tua. Kehadiran seorang anak begitu dinantikan dan ditunggu dalam sebuah

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd BEBERAPA ISTILAH ABK ANAK LUAR BIASA ANAK CACAT ANAK TUNA ANAK ABNORMAL ANAK LEMAH INGATAN ANAK IDIOT ANAK BERKELAINAN ANAK BERKEBUTUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945, Amandemen IV Pembukaan, alinea IV yaitu dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak normal (siswa reguler), akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak normal (siswa reguler), akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi hak setiap anak. Pendidikan menjadi salah satu aspek penting dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah  Rizki Panji Ramadana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume Nomor September 2014 E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman : 221-229 Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang

Lebih terperinci

MODEL & STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DLM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF

MODEL & STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DLM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF MODEL & STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DLM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF oleh: H i d a y a t * H i d a y a t * hidayatday999@yahoo.com Pendahuluan Indonesia: laboratorium terbesar & paling menarik utk menghadapi

Lebih terperinci

Oleh: Rita Pranawati Komisioner KPAI

Oleh: Rita Pranawati Komisioner KPAI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA Oleh: Rita Pranawati Komisioner KPAI Disampaikan pada Dialog Interaktif Peningkatan Peran Serta Anak dalam Pembangunan Biro Bina Sosial Setda Jawa Tengah Salatiga, 8

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang berkebutuhan khusus (tunanetra, tunarungu, tunagrahita ringan, autisme, lambat belajar dan tunalaras),

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lembaga Sosial Lembaga sosial adalah sekumpulan tata aturan yang mengatur interaksi dan proses-proses sosial di dalam masyarakat (Bungin 2006: 48). Dalam lembaga sosial ini ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah ditegaskan dalam UU RI 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak berhak mendapat pendidikan, hal ini telah tercantum dalam deklarasi universal 1948 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak atas pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pelayanan pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Dengan mengambil lokus pada Sekolah Menengah Pertama Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki kewajiban pada warga negaranya untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada warga negara lainnya tanpa terkecuali termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):

Lebih terperinci

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) RINGAN MELALUI PEMBELAJARAAN KOOPERATIF SETTING INKLUSIF SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri Abstrak: Salah satu masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA TASIKMALAYA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 Abstract: Artikel ini dimaksudkan untuk membantu para guru dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan cakupan batasan penelitian. 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat 1 s.d 4 menyatakan bahwa ; Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat memperoleh pendidikan melekat pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Di sekolah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, setiap individu terkadang mengalami suatu hambatan. Hambatan yang terjadi pada suatu individu beragam jenisnya. Beberapa jenis

Lebih terperinci

Digital story telling sebagai media bagi guru untuk mengembangkan komunikasi anak berkebutuhan khusus

Digital story telling sebagai media bagi guru untuk mengembangkan komunikasi anak berkebutuhan khusus Digital story telling sebagai media bagi guru untuk mengembangkan komunikasi anak berkebutuhan khusus Brigitta Erlita Tri Anggadewi 1 1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Mrican, Catur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk bekal mengarungi samudera kehidupan yang semakin penuh dengan persaingan. Oleh karena itu pendidikan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus di Indonesia bila dilihat dari data statistik jumlah Penyandang Cacat sesuai hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Akselerasi atau Program Percepatan Belajar atau terakhir istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN KESULITAN BELAJAR ANAK

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN KESULITAN BELAJAR ANAK IDENTIFIKASI DAN ASESMEN KESULITAN BELAJAR ANAK Maria Purnama Nduru Universitas Flores Abstrak Kesulitan belajar didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN LUAR BIASA KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN LUAR BIASA Standar Utama Inti Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia agar mampu menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan mengenai Pendidikan Inklusi a. Pengertian Pendidikan Inklusi Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan keadaan normal saja

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK

PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK Jurnal Pendidikan Rokania Vol. I (No. 1/2016) 20-26 20 PERSIAPAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF SISWA SDLB NEGERI 40 KABUPATEN SOLOK Oleh Nia Purnama Sari Dosen Program Studi Pendidikan Jasmani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

Profil Kemampuan Matematis Siswa SLB di Jawa Tengah Berdasarkan Hasil Ujian Nasional Matematika

Profil Kemampuan Matematis Siswa SLB di Jawa Tengah Berdasarkan Hasil Ujian Nasional Matematika PRISMA 1 (2018) PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Profil Kemampuan Matematis Siswa SLB di Jawa Tengah Berdasarkan Hasil Ujian Nasional Matematika

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN INKLUSIF. BPK Penabur Cimahi, 11 Juli Mohamad Sugiarmin

PENDIDIKAN INKLUSIF. BPK Penabur Cimahi, 11 Juli Mohamad Sugiarmin PENDIDIKAN INKLUSIF sugiarmin_2006@yahoo.co.id BPK Penabur Cimahi, 11 Juli 2009 Target yang diharapkan pada peserta Pemahaman Peserta Memahami konsep Pendidikan Inklusif Peserta Memahami keragaman peserta

Lebih terperinci

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN KHUSUS

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN KHUSUS DESAIN PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN KHUSUS (Model Bahan Ajar Program Khusus Tunarungu SLB) Oleh: Tim Pengembang KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM

Lebih terperinci

Educational Psychology Journal

Educational Psychology Journal EPJ 1 (1) (2012) Educational Psychology Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/epj TINJAUAN PSIKOLOGIS KESIAPAN GURU DALAM MENANGANI PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS PADA PROGRAM INKLUSI (STUDI

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PADA ANAK BERKESULITAN BELAJAR MEMBACA MENULIS DI KELAS III B SD NEGERI GIWANGAN

PEMBELAJARAN PADA ANAK BERKESULITAN BELAJAR MEMBACA MENULIS DI KELAS III B SD NEGERI GIWANGAN Pembelajaran Anak Berkesulitan... (Arih Afra Inayah) 87 PEMBELAJARAN PADA ANAK BERKESULITAN BELAJAR MEMBACA MENULIS DI KELAS III B SD NEGERI GIWANGAN STUDYING PROCESS FOR LEARNING DISSABILITIES IN READING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. (educational for all) yang tidak diskriminatif.

BAB I PENDAHULUAN. realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. (educational for all) yang tidak diskriminatif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah sarana yang dapat mempermudah interaksi antar manusia di seluruh dunia. Sekarang ini komunikasi dan pendidikan merupakan bagian yang penting

Lebih terperinci

KISI-KISI PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN MATA PELAJARAN GURU KELAS SDLB KOMPETENSI PEDAGOGIK

KISI-KISI PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN MATA PELAJARAN GURU KELAS SDLB KOMPETENSI PEDAGOGIK KISI-KISI PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN MATA PELAJARAN GURU KELAS SDLB KOMPETENSI PEDAGOGIK Kompetensi Inti Guru (Standar Kompetensi) 1. Menguasai karakteristik peserta

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak berkembang dengan kondisi fisik atau mental yang normal. Akan tetapi, sebagian kecil anak mengalami hambatan dalam perkembangannya atau memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu anak yang bermasalah

Lebih terperinci

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016 Desain Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Kelas Inklusif Juang Sunanto dan Hidayat Departemen Pendidikan Khusus, Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menyusun desain

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) PENDIDIKAN INKLUSIF DISEKOLAH DASAR KOTA PADANG Oleh: Afrina Devi Marti Abstrak: Penelitian ini di latarbelakangi oleh Permendiknas No.20 tahun 2009 tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan inklusi, yaitu Peraturan Gubernur No. 116 tahun 2007 saja, masih belum

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan inklusi, yaitu Peraturan Gubernur No. 116 tahun 2007 saja, masih belum BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kesempatan untuk mendapatkan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah umum, masih rendah bahkan boleh dikatakan memprihatinkan. Salah satu indikatornya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua entitas yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah dalam upaya pemerataan layanan pendidikan untuk menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang berkualitas bagi semua anak di Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

PENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

PENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia PENDIDIKAN INKLUSIF Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Seperti sebuah lagu yang baru saja diluncurkan, pendidikan inklusif mendapat sambutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu sesuai

Lebih terperinci

K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA EFEKTIVITAS METODE PICTURE EXCHANGE COMMUNICATION SYSTEM (PECS) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYUSUN KALIMAT BERBASIS EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD) PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VIb SLB-B YRTRW SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan dipaparkan simpulan dan saran yang berkenaan dengan hasil penelitian ini. A. SIMPULAN Berdasarkan analisis terhadap hasil pengolahan data, penulis membuat beberapa

Lebih terperinci