Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan
|
|
- Sucianty Hermanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal dari kata rancang yang merupakan proses, suatu perbuatan merancang (mengatur/pengaturan segala sesuatu). Sekolah Luar Biasa : Satuan pendidikan khusus/lembaga sesuai dengan kekhususannya di Indonesia untuk anak berkebutuhan khusus. Tunagrahita : Orang yang - cacat pikiran ; lemah daya tangkap ; keterbelakangan mental. Karakteristik : Sesuatu yang mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Pengguna : Orang yang menggunakan Dari definisi yang telah dipaparkan, dapat diambil pemahaman sebagai berikut : Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna merupakan perancangan suatu tipologi arsitektur berupa bangunan sekolah atau bangunan pendidikan dengan kekhususan untuk anak berkebutuhan khusus yaitu tunagrahita yang keterbelakangan mental di Kota Bontang, Kalimantan Timur dengan menitikberatkan pada konsep desain atau rancangan yang menyesuaikan dengan sifat khas atau karakteristik dari pengguna tunagrahita. 1
2 1.1.3 Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam perkembangan tumbuh kembang manusia. Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan tidak terkecuali kondisi anak yang berstatus difabel (differet ability) atau ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Seperti yang telah disebutkan oleh UU No. 20 tahun 2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Makna definisi tersebut mengungkapkan bahwa setiap peserta didik yang mendapatkan pendidikan dapat mengembangkan potensi dirinya. Dewasa ini, anak dengan kondisi difabel dan ABK di Indonesia dapat menempuh pendidikan khusus yang meliputi pendidikan luar biasa atau pendidikan inklusif. Kebutuhan mengenyam pendidikan bagi mereka tidak ada bedanya dengan anak yang memiliki kondisi normal. Pendidikan khusus dan pendidikan inklusif merupakan sarana pendidikan dengan kurikulum yang disesuaikan oleh karakteristik peserta didiknya. Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial (UU Nomor 157 Tahun 2014). Sedangkan pendidikan inklusif memberikan kesempatan kepada peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengenyam pendidikan yang non-diskriminatif dan menghargai keanekaragaman bersama dengan peserta didik dengan kondisi normal pada umumnya di dalam satu lingkungan pendidikan sesuai dengan PERMENDIKNAS No. 70 Tahun Pendidikan khusus dapat diselenggarakan melalui pendidikan formal yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB). Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah dengan pendidikan khusus yang kegiatan dan program kurikulumnya telah disesuaikan. UU Nomor 157 Tahun 2014 tentang Kurikulum Pendidikan Khusus juga menyebutkan bahwa pembelajaran Sekolah luar biasa tersebut mengacu pada pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik belajar peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif adalah penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didiknya (PERMENDIKNAS No.70 Tahun 2009). Pendidikan inklusif mendorong sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan dengan peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat mengikuti kegiatan pembelajaran bersama atau berdampingan dengan peserta didik umum yang kurikulumnya 2
3 disesuaikan dengan masing-masing kebutuhan peserta didik tetapi dilakukan dalam satu lingkungan sekolah. Kurikulum mengenai pendidikan inklusif pada saat ini dinilai masih prematur dengan mengandalkan PERMENDIKNAS No.70 Tahun Meskipun pada hakikatnya konsep penerapan pendidikan inklusif sangat baik untuk mulai diterapkan pada sekolah di Indonesia, aplikasi dan pelaksanaannya membutuhkan proses yang harus dilakukan secara matang. Jika dibandingkan dengan sekolah Luar Biasa, pada pelaksanaannya memiliki kurikulum dengan peraturan perundang-undangan yang lebih jelas yang telah ditentukan oleh Pemerintah Indonesia. Suatu sistem yang membentuk Sekolah Luar Biasa selain membutuhkan struktur non-fisik yang mengatur kurikulum pendidikan khusus di dalamnya dan memiliki sasaran peserta didik khusus juga membutuhkan sarana dan pra-sarana fisik yang mengakomodasi kegiatan dari pendidikan khusus di Sekolah Luar Biasa tersebut. Sekolah Luar Biasa membutuhkan fitur bangunan yang dapat mendukung aktifitas dan kegiatan yang berlangsung dalam menunjang pendidikan khusus sesuai dengan kurikulumnya. Adanya kebutuhan ruang dengan spesifikasi kegiatan berbeda serta kekhususan user atau pengguna bangunan pada Sekolah Luar Biasa menjadi suatu tipologi bangunan yang unik dan dapat menjadi objek penelitian yang menarik. Eksistensi bangunan Sekolah Luar Biasa menjadi objek penelitian di dunia arsitektur Indonesia dengan eksistensi bangunan yang ramah terhadap difabel dengan spesifikasi bangunan khusus belum tereksplorasi secara maksimal. Sekolah Luar Biasa memiliki klasifikasi khusus yang berbeda ketunaannya sesuai dengan murid-murid berkebutuhan khusus yang mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah yang bersangkutan. Perbedaan klasifikasi ketunaan pada setiap Sekolah Luar Biasa ditandai dengan huruf alphabet yang menyertai, sebagai contoh SLB A khusus untuk murid yang menyandang tunanetra (kekurangan pada indera penglihatan), SLB B merupakan sekolah luar biasa dengan murid tunarungu (kekurangan pada indera pendengaran), SLB C untuk murid penyandang tunagrahita (keterbelakangan menta), sedangkan SLB D ditujukan untuk murid penyandang tunadaksa (kekurangan pada alat gerak), dan SLB E untuk murid tunalaras (kekurangan dalam kontrol emosi dan sosial). Dalam pelaksanaannya, terkadang memungkinkan murid-murid dengan ketunaan ganda untuk masuk ke salah satu jenis SLB yang sekiranya masih dekat dengan ketunaan yang diakomodasi oleh Sekolah Luar Biasa yang bersangkutan. Pelaksanaan seperti ini dapat disebut sebagai sistem integrasi antar jenjang dan integrasi antar jenis kelainan. 3
4 Provinsi Kalimantan Timur merupakan bagian dari pulau terbesar di Indonesia yaitu Pulau Kalimantan yang terdiri atas lima provinsi. Provinsi Kalimantan Timur melingkupi sebanyak sepuluh kota dan kabupaten yang tersebar di Pulau Kalimantan bagian timur. Provinsi Tabel 1.1 Jumlah SLB di Pulau Kalimantan SLB SDLB SMPLB SMALB Negeri Swasta Total Negeri Swasta Total Negeri Swasta Total Negeri Swasta Total TOTAL Prop. Kalimantan Barat Prop. Kalimantan Tengah Prop. Kalimantan Selatan Prop. Kalimantan Timur Prop. Kalimantan Utara Sumber : Data Referensi Pendidikan Kemdikbud, 2017 Tabel 1.1 menunjukkan jumlah ketersediaan SLB di Pulau Kalimantan pada tahun Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Kalimantan, Provinsi Kalimantan Timur berada di peringkat kedua dengan jumlah SLB terbanyak. Jumlah ini harus berbanding lurus dengan jumlah ketersediaannya di masing-masing kota dan kabupaten. Selain tabel menurut jumlah SLB nya, berikut ini tabel dengan tinjauan menurut jenis ketunaan di Pulau Kalimantan; Tabel 2.2 Jumlah Siswa SLB Menurut Jenis Ketunaan di Pulau Kalimantan No. Provinsi Tuna Netra Tuna rungu Tuna Grahita Tuna Daksa Autisme Tunaganda Jumlah 1 Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Sumber : Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, 2016 Menurut tabel yang bersumber dari Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan mengenai Statistik Sekolah Luar Biasa di periode 2015/2016, Provinsi Kalimantan Timur mendapatkan jumlah yang cukup besar untuk statistik jumlah siswa dengan jenis ketunaan tertentu yang bersekolah di pendidikan khusus (SLB). Siswa SLB dengan jumlah ketunaan terbanyak adalah siswa tunagrahita dan tunaganda sebesar 882 orang dan 453 orang dan terbanyak ketiga adalah siswa tunarungu dengan jumlah 378 orang. Jumlah ini menunjukkan bahwa tiga ketunaan tersebut mendominasi ketunaan yang diampu di SLB di Provinsi Kalimantan Timur. Provinsi Kalimantan Timur melingkupi sepuluh kota dan kabupaten di dalamnya. Dari kesepuluh kota dan kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Timur, salah satunya adalah Kota Bontang yang merupakan kota madya dengan hasil industrinya berupa gas alam, pupuk urea dan hasil tambangnya. Kota Bontang terdiri atas tiga kecamatan yaitu Bontang Utara, Bontang Barat, dan Bontang Selatan dengan lima belas desa/kelurahan. 4
5 Tabel 1.3 Jumlah SLB di Kota Bontang Kecamatan SLB SDLB SMPLB SMALB Negeri Swasta Total Negeri Swasta Total Negeri Swasta Total Negeri Swasta Total TOTAL Bontang Utara Bontang Selatan Bontang Barat Sumber : Data Referensi Pendidikan Kemdikbud, 2017 Secara keseluruhan, di Kota Bontang Provinsi Kalimantan Timur memiliki lima SLB yang dikelola oleh pemerintah negeri maupun swasta yang berada di Kecamatan Bontang Utara. Persebaran SLB tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut: Gambar 1.1 Persebaran Sekolah Luar Biasa di Bontang Sumber: Analisis Penulis, 2017 SLB di Bontang yang berjumlah sebanyak lima sekolah menganut sistem integrasi antar jenis yang menggabungkan dua atau lebih ketunaan dan integrasi antar jenjang yang mengakomodasi jenjang SDLB hingga SMALB (Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Akhir Luar Biasa). Efisiensi ekonomi dalam penyelenggaraan pendidikan khusus menjadi faktor utama berlakunya sistem SLB saat ini. Jika ditinjau dari kepentingan pelayanan pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus yang memiliki kategori dan karakteristik yang berbeda-beda, pelayanan pendidikan seperti ini tentu tidak maksimal. Kelima SLB yang berada di Bontang ini masing-masing dapat mengakomodasi murid dengan ketunaan seperti autisme, tunarungu, tunagrahita, tuna netra dan tuna daksa serta tunaganda. Selengkapnya mengenai SLB tersebut dijabarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut; 5
6 Ketunaan yang No Nama Sekolah Status diampu SLB NEGERI 1 Negeri A,B,C,C1,D,H BONTANG,P,Q SLB BORNEO 2 Swasta B,C,C1,E,H,K CENTER,P,Q SLB PERMATA 3 BUNDA 4 5 SLB YAYASAN PENDIDIKAN AMALI BONTANG SLB YAYASAN PUPUK KALTIM BONTANG Tabel 1.4 Data SLB di Kecamatan Bontang Utara Peserta Didik Romb. Belajar Guru Pegawai R. Kelas R. Lab R. Perpus Swasta B,C,C1,D,P,Q Swasta B,C,C1,D,D1, P,Q Swasta A,B,C,C1,D,P,Q KETERANGAN A : Tunanetra B : Tunarungu C : Tunagrahita Ringan C 1 : Tunagrahita Sedang D : Tunadaksa Ringan D1 : Tunadaksa Sedang E : Tunalaras H : Lamban Belajar K : Korban Penyalahgunaan NAPZA P : Down Syndrome Q : Autis Sumber : Data Referensi Pendidikan Kemdikbud, 2017 Menurut Tabel 1.4 SLB di Bontang mengampu lebih dari satu jenis ketunaan sehingga dapat disimpulkan bahwa di Kota Bontang belum ada SLB yang khusus menangani satu ketunaan tertentu. Disebutkan dalam ketunaan yang diampu oleh SLB di Bontang terdapat jenis ketunaan tunagrahita dengan kategori tunagrahita ringan dan sedang, serta down syndrome. Kategori difabel tunagrahita ini dapat diampu oleh semua SLB di Bontang menurut Data Referensi Pendidikan oleh Kemdikbud. Difabel kategori tunagrahita merupakan kategori difabel dengan karakteristik spesifik yang membutuhkan penanganan khusus pada pelaksanaan pendidikan khususnya. Tunagrahita merupakan suatu kondisi dimana anak memiliki kelainan dalam aspek mental dan berdampak pada penyimpangan kemampuan berpikir (mental) secara krits, logis, dan bersikap berbeda dalam menanggapi lingkungan sekitarnya. Istilah umum tunagrahita adalah kondisi keterbelakangan mental seseorang. Ketunagrahitaan ini dapat diklasifikasi menurut tingkat kemampuan IQ masing-masing yang kemudian terbagi menjadi kategori tunagrahita ringan, sedang, dan berat. Kondisi keterbelakangan pada mental penyandang tunagrahita berdampak besar terhadap pengembangan dirinya dan kemampuan dalam menerima ilmu kognitif. Pendidikan khusus untuk tunagrahita sangat penting karena target pendidikan khusus untuk penyandang tunagrahita bukanlah target kemampuan kognitif layaknya siswa sekolah umum normal tetapi agar tunagrahita dapat mengaktualisasi diri dengan maksimal sesuai kemampuan dan bakat masing-masing serta tercapainya kemandirian dalam diri tunagrahita dalam mengurus dirinya sendiri. Pendidikan khusus dapat memberikan penyesuaian materi pembelajaran yang 6
7 meningkatkan kompetensi penyandang tunagrahita melalui program belajar tematik berupa ekstrakulikuler dan program khusus bina diri. Tingginya angka penyandang tunagrahita yang diakomodasi oleh SLB di Bontang maupun di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa difabel tunagrahita memiliki urgensi untuk dieksplorasi secara arsitektural sebagai target penggguna. Ketersediaan SLB di Kota Bontang juga menjadi poin penting dalam pembahasan ini karena persebaran letak SLB tersebut belum mencapai dua kecamatan lainnya dan hanya terkumpul di satu titik yaitu di Kecamatan Bontang Utara. Hal ini tidak berbanding lurus dengan jumlah ideal SLB yang seharusnya tersedia di setiap kecamatan. Dalam sudut pandang arsitektur, bangunan yang dirancang dengan kaidah arsitektural selayaknya mengakomodasi dan melayani pengguna dengan kebutuhan tertentu. Meninjau kembali kepada tipologi bangunan Sekolah Luar Biasa dengan pengguna yang merupakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat dipastikan bangunan dan lingkungan yang melingkupi SLB membutuhkan rancangan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik dari ABK tersebut. Perlu diketahui bahwa kebutuhan dan karakteristik antara tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa berbeda satu sama lain. Melalui perancangan desain bangunan yang berbasis pengguna desain dengan tipologi Sekolah Luar Biasa dapat dikembangkan secara maksimal dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas guna. Perancangan desain arsitektur yang berbasis pengguna, diharapkan dapat membentuk eksplorasi desain yang arsitektural untuk tipologi bangunan terkait serta menjadi wujud penyelesaian permasalahannya. Perancangan SLB dengan target pengguna tunagrahita bertujuan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur Sekolah Luar Biasa serta sebagai benchmark bahwa pendidikan khusus yang fokus mengampu satu ketunaan dapat meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar serta meningkatkan kualitas layanan pendidikan khusus di Kota Bontang Permasalahan a. Permasalahan umum (non arsitektur) Bagaimana merencanakan dan merancang bangunan SLB sebagai sarana belajar pendidikan luar biasa yang mampu mewadahi dan mengakomodasi fungsi utama sebagai tempat pembelajaran pendidikan formal serta memberikan kenyamanan dan mendukung proses pembelajaran untuk peserta didik tunagrahita. 7
8 b. Permasalahan khusus ( arsitektur) Bagaimana merumuskan landasan konseptual perancangan bangunan SLB yang memenuhi standar sesuai dengan kaidah perancangan arsitektur dan desain lingkungan binaan yang mengacu pada karakter dan kebutuhan khusus peserta didik tunagrahita Tujuan & sasaran Merumuskan landasan konseptual untuk perancangan bangunan SLB yang sesuai dengan konteks dan karakteristik pengguna spesifik, memeratakan ketersediaan pendidikan khusus dan sebagai sarana peningkatan kualitas infrastruktur pendidikan khusus di Bontang, Kalimantan Timur Metoda Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam landasan konseptual dan perencanaan ini adalah Studi Pustaka, Survey Lapangan serta Analisis Tapak dan Studi Kasus. 1. Studi Pustaka Metode ini digunakan untuk memperoleh data, fakta, peraturan serta standar yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan Sekolah Luar Biasa. Sumber perolehan data berasal dari buku, jurnal, artikel internet, karya ilmiah dan sebagainya dan digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisa dan merumuskan konsep yang tepat untuk perancangan Sekolah Luar Biasa Tunagrahita. a. Pengumpulan data dari instansi pemerintahan yang terkait dengan kurikulum dan tata pelaksanaan Sekolah Luar Biasa, b. Studi pustaka mengenai Sekolah Luar Biasa., c. Studi pustaka mengenai difabel tunagrahita, d. Studi pustaka mengenai standar desain bangunan Sekolah Luar Biasa, e. Studi pustaka mengenai standar desain dan prinsip desain terkait, f. Studi kasus dengan tipologi bangunan dan pendekatan terkait. 2. Survey Lapangan dan Analisa Tapak Metode ini dilakukan untuk mendapatkan data lapangan yang akurat dengan mengamati langsung kondisi di lapangan. Survey yang dilakukan adalah pengamatan bangunan dengan tipologi yang sama serta pengamatan terhadap kegiatan belajar di SLB. Pada metode ini juga dilakukan wawancara langsung dengan responden terkait 8
9 sebagai bagian dari survey lapangan untuk memperkuat data yang diperoleh dan dapat memperkuat konsep perancangan. 3. Studi Kasus Studi kasus dilakukan sebagai metode analisis data agar diperoleh suatu pemahaman mengenai permasalahan yang diangkat serta mendapatkan suatu perbandingan dalam menyelesaikan masalah yang lebih nyata dari studi kasus yang terpilih Keaslian Penulisan Tema perancangan pengembangan Sekolah Luar Biasa atau bangunan sejenis seperti Sekolah Inklusi sebagai topik yang diangkat dalam tugas akhir mahasiswa di Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Gadjah Mada adalah bukan untuk yang pertama kalinya. Beberapa tugas akhir yang sudah ada sebelumnya dan menggunakan tipologi bangunan serta tema dan penekanan sejenis yang diangkat dalam penulisan skripsi atau tugas akhir digunakan sebagai pembanding dalam hal kesamaan dan perbedaannya. Berikut ini merupakan karya tugas akhir yang menggunakan tipologi bangunan yang sejenis ; 1. Redesain Sekolah Luar Biasa Kota Jambi dengan Penekanan Lingkup Ruang Sebagai Terapi, oleh Dindi Eneng Chandraning Sasmito, tahun Perancangan Bangunan Sekolah Luar Biasa Tunarungu dengan Pendekatan Deafspace Guidelines, oleh Liana Dewi Ariyani, tahun Perbedaan karya penulisan ini dengan karya-karya sebelumnya adalah penekanan yang dipilih dan digunakan oleh karya tugas akhir yang telah disebutkan memiliki fokus yang berbeda. Dari pemaparan beberapa judul di atas, belum ada judul yang sama dengan judul yang dibuat oleh penulis. 9
10 1.6. Kerangka Pemikiran Diagram 1.1 Kerangka Pemikiran Sumber: Analisis Penulis,
11 1.7. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Pemaparan mengenai definisi dan latar belakang pemilihan judul, permasalahan, tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan, metode penulisan, keaslian penulis, sistematika penulisan dan kerangka pemikiran penulis. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi tinjauan mengenai Sekolah Luar Biasa, kelompok difabel dan anak berkebutuhan khusus (ABK) yang menjadi target pengguna pada Sekolah Luar Biasa yang akan dirancang, serta standar desain yang diperlukan dan prinsip desain yang berhubungan langsung dengan target pengguna terkait, serta beberapa contoh preseden bangunan terkait dan studi kasus dari bangunan dengan tipologi sama yang telah disurvey. BAB III TINJAUAN LOKASI Berisi penjelasan dan gambaran umum kondisi fisik dan non fisik lokasi tapak terpilih, analisis tapak terpilih, serta analisa bangunan eksisting sebagai referensi dalam konsep perancangan SLB. BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Berisi analisis permasalahan dan pemaparan konsep perencanaan dengan pendekatan perancangan dengan pendekatan yang telah dipilih. BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Berisi perwujudan perumusan pendekatan konsep perancangan ke dalam konsep perancangan bangunan Sekolah Luar Biasa serta kesimpulan yang diperoleh dari analisis sebagai landasan perumusan konsep perencanaan dan perancangan. 11
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Menjadi insan-insan yang terdidik merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pendidikan adalah hak bagi setiap anak, termasuk anak dengan disabilitas atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pendidikan bagi
Lebih terperinciSLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penting dalam menentukan masa depan suatu bangsa. Pengertian pendidikan sendiri ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Judul. Perancangan Sekolah Luar Biasa Tunarungu Dengan Pendekatan Deafspace Guidelines
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1.1.1. Judul Perancangan Sekolah Luar Biasa Tunarungu Dengan Pendekatan Deafspace Guidelines 1.1.2. Definisi dan Pemahaman Judul Untuk memperjelas judul pembahasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia
Lebih terperinciBUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anak sebagai generasi penerus merupakan aset yang berharga bagi keluarga yang juga memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Anak merupakan
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan berdasarkan bab III ayat 5 dinyatakan bahwa
Lebih terperinciSeminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang menjadi acuan dari penulisan laporan ini. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka dapat diuraikan pokok-pokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam
Lebih terperinciLAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA
LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA DISUSUN OLEH : Chrisbi Adi Ibnu Gurinda Didik Eko Saputro Suci Novira Aditiani (K2311013) (K2311018) (K2311074) PENDIDIKAN FISIKA A 2011 FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tercipta sebagai mahluk indvidu dan juga sebagai mahluk sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia memiliki keunikan dan karakteristik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PNDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk mencetak sumber daya manusia yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap potensi
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Masalah
BAB I A. Latar Belakang Masalah Pendidikan harus mendapatkan dukungan untuk menjalankan fungsi penyelenggaraannya bagi masyarakat dengan sebaik-baiknya. Fungsi pendidikan baik bersifat formal maupun non
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan bangsa dan negara Indonesia pada umumnya ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu manusia yang cerdas, terampil, kreatif, mau
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS
1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,
Lebih terperinciPUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Realita Kehidupan Difabel dalam Masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1.1.1 Realita Kehidupan Difabel dalam Masyarakat Gambar 1.1 Difabel Dokumentasi : Vriesia Tissa Florika (2013) Istilah difable (differently Ability) muncul
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang normal saja, tetapi juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah untuk anak-anak berpendidikan khusus. Berbicara tentang SLB, tidak akan lepas dari keberadaan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Pendidikan diberikan kepada seorang anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah anugrah dan titipan dari tuhan yang harus di jaga dan di pelihara dengan baik. Seseorang yang masih dikategorikan sebagai seorang anak adalah sepenuhnya
Lebih terperinciPENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS
PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,
Lebih terperinciPENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS
PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id
Lebih terperinciWALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelahiran seorang anak di dunia ini adalah kebanggaan tersendiri bagi keluarga, manusia tidak dapat meminta anaknya berwajah cantik atau tampan sesuai dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua hal yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan. Artinya pendidikan diselenggarakan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Warga Negara Republik Indonesia yang memiliki keragaman budaya, perbedaan latar belakang, karakteristik, bakat dan minat, peserta didik memerlukan proses pendidikan
Lebih terperinciTINJAUAN MATA KULIAH...
iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: HAKIKAT PENDIDIKAN KHUSUS 1.1 Definisi dan Jenis Kebutuhan Khusus... 1.3 Latihan... 1.15 Rangkuman... 1.16 Tes Formatif 1..... 1.17 Penyebab dan Dampak
Lebih terperinciBagaimana? Apa? Mengapa?
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,
Lebih terperinciREDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TUGAS AKHIR PERIODE 36 REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG Diajukan Sebagai Syarat Menempuh Gelar Sarjana Arsitektur Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak warga negara sebagai sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak-anak yang dikategorikan memiliki kelainan dalam aspek fisik meliputi kelainan indra penglihatan (tuna netra), kelainan indra pendengaran (tuna rungu), kelainan
Lebih terperinciPENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 1 TENTANG: PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA
Lebih terperinciSEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG. (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) IDA ASTRID PUSPITASARI L2B
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TUGAS AKHIR PERIODE 33 SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) Diajukan
Lebih terperinci2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah merdeka sudah sepatutnya negara tersebut mampu untuk membangun dan memperkuat kekuatan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain. Maka
Lebih terperinciBLANGKO IJAZAH. 1. Blangko Ijazah SD
SALINAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 028/H/EP/2015 TENTANG BENTUK, SPESIFIKASI, DAN PENCETAKAN BLANGKO IJAZAH PADA SATUAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat. Secara umum pendidikan sangat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh
PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan yang dimiliki setiap individu itu berbeda-beda, baik dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi motorik, afektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan pra syarat untuk mencapai tujuan dalam pembangunan. Salah satu cara untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah program. Program melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat ini, termasuk dinegara kita Indonesia. Pendidikan di Indonesia disebutkan dalam Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian Pusat Pendidikan dan Terapi Anak Autis di Sukoharjo dengan Pendekatan Behaviour Architecture, perlu diketahui tentang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur mengartikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia sama-sama memiliki kebutuhan, keinginan dan harapan serta potensi untuk mewujudkanya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara terencana, sistematis, dan logis.pendidikan diharapkan dapat membentuk sumber daya manusia yang siap menghadapi kemajuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih terperinciAHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010
AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia baik itu pendidikan formal maupun non formal. Begitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia akhir-akhir ini sangat terbilang pesat, seiring dengan perkembangan dunia kebutuhan akan pendidikanpun semakin meningkat. Pendidikan akan selalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik dalam hal perkembangan potensinya dalam semua aspek. Sejalan dengan perkataan A.
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciFASILITAS TERAPI DAN PENDIDIKAN ANAK AUTIS DI SEMARANG
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR FASILITAS TERAPI DAN PENDIDIKAN ANAK AUTIS DI SEMARANG PENEKANAN DESAIN RESPON TERHADAP KARAKTER ANAK AUTIS Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pemilihan Kantor Pemerintahan Desa Merdikorejo Pengguna Bangunan Beserta Aktivitasnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Pemilihan Kantor Pemerintahan Desa Merdikorejo Sebuah sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara atau daerah dalam mengatur pemerintahannya.
Lebih terperinciGAMBARAN SEKOLAH INKLUSIF DI INDONESIA TINJAUAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
GAMBARAN SEKOLAH INKLUSIF DI INDONESIA TINJAUAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JAKARTA, 2016 GAMBARAN SEKOLAH INKLUSIF
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pemerataan akses pendidikan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) baik yang diselenggarakan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Luar Biasa PKK Propinsi Lampung sebagai salah satu sekolah centara yang telah ditunjuk untuk menyelenggarakan Sekolah Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan
BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak adalah masa yang terindah dalam hidup dimana semua terasa menyenangkan serta tiada beban. Namun tidak semua anak dapat memiliki kesempatan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelancaran proses pembangunan Bangsa dan Negara Indonesia kearah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelancaran proses pembangunan Bangsa dan Negara Indonesia kearah yang lebih maju ditentukan dengan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas, yaitu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, dan sebagainya. sebaliknya dalam individu berbakat pasti ditemukan kecacatan tertentu.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Filosofi Bhineka Tunggal Ika merupakan wujud kebhinekaan manusia, baik vertikal maupun horizontal. Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan, fisik, finansial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena itu negara memiliki kewajiban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak Berkebutuhan Khusus (Children with special needs) atau yang sering disingkat ABK adalah anak yang memiliki perbedaan dalam keadaan dimensi penting dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu modal seseorang untuk meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Pada dasarnya setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak,
Lebih terperinciBUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU SATUAN PENDIDIKAN JENJANG SEKOLAH DASAR DAN SEKOLAH DASAR LUAR BIASA DI KABUPATEN JEMBER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara di Indonesia mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia bermacam-macam,
Lebih terperincirepository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan manusia dan menjadi kebutuhan bagi semua manusia. Pemerintah juga memberikan kewajiban setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecelakaan, termasuk polio, dan lumpuh (http://id.wikipedia.org/wiki/ Anak_
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna daksa merupakan kelainan cacat fisik dalam gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS
SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan bebas dari diskriminasi dalam bentuk apapun.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan hak semua warga negara, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus. Hal ini telah ditegaskan dalam UUD 1945 pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan rancangan kegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang dan masyarakat luas. Menurut UU Sisdiknas tahun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perbedaan kecerdasan, fisik, finansial, pangkat, kemampuan, pengendalian diri,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Filosofi Bhineka Tunggal Ika merupakan wujud kebhinekaan manusia, baik vertikal maupun horizontal. Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan, fisik, finansial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Masalah difabel atau penyandang ketunaan merupakan satu masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai aspek. Salah satu hal yang masih menjadi polemik adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pendidikan dan yang ditegaskan dalam Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pendidikan bertujuan membentuk manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan UndangUndang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kejadian diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus sering kali terjadi di Indonesia. Menurut Komnas HAM, anak berkebutuhan khusus yang merupakan bagian
Lebih terperinci