BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah
|
|
- Ridwan Ade Sudjarwadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah yang responsif terhadap beragam kebutuhan aktual dari anak dan masyarakat. Dengan demikian, pendidikan inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah mendidik anak yang berkebutuhan khusus akibat kecacatannya di kelas reguler bersama-sama dengan anak-anak lain yang non cacat, dengan dukungan yang sesuai dengan kebutuhannya, di sekolah yang ada di lingkungan rumahnya. Perkembangan terakhir dalam pendidikan kebutuhan khusus adalah pemikiran mengenai pendidikan inklusif. Pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia dipayungi UUD 1945 pasal 3: tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, kemudian Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 32 tentang pendidikan khusus dan layanan khusus, penjelasan pasal 15 UU SISDIKNAS yaitu: Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan inklusif juga diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, dalam Pasal 1 disebutkan bahwa: 1
2 Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Jaminan pelaksanaan pendidikan inklusif dari berbagai instrumen hukum internasional yang telah diratifikasi Indonesia, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990), Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (1993), Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi UNESCO (1994), Undang-undang Penyandang Kecacatan (1997), Kerangka Aksi Dakar (2000) dan Deklarasi Kongres Anak Internasional (2004). Pernyataan Salamanca pasal 4 dan pasal 7 dalam Tarmansyah (2009) yaitu: Pendidikan kebutuhan khusus berasumsi bahwa perbedanperbedan manusia itu normal adanya dan bahwa oleh karenanya pembelajaran itu harus disesuaikan dengan kebutuhan anak bukannya anak yang disesuaikan dengan kecepatan dan hakikat proses belajar. Pedagogik yang berpusat pada anak itu menguntungkan bagi semua siswa dan pada gilirannya menguntungkan bagi masyarakat secara keseluruhan [ ] hal tersebut dapat sangat mengurangi angka droup-out dan tinggal kelas [ ] dan sekali gus juga menjamin tercapainya tingkat prestasi rata-rata yang lebih tinggi. [ ] Lebih jauh sekolah yang berpusat pada diri anak merupakan tempat berlatih yang baik bagi masyarakat yang berorientasi pada orang, yang menghargai adanya perbedan-perbedan serta menjunjung harga diri semua umat manusia. Prinsip mendasar dari sekolah inklusif adalah bahwa, selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersamasama, tanpa memandang kesulitan ataupun perbedan yang mungkin ada pada diri mereka. Sekolah inklusif harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbedabeda dari pada siswanya, [ ] 2
3 Dalam pemikiran inklusif, anak tanpa pengecualian dapat bersamasama belajar di kelas yang sama tanpa ada persiapan di kelas khusus terlebih dahulu. Untuk dapat mewujudkan pendidikan yang inklusif tersebut maka orientasi pembelajarannya adalah berpusat pada anak. Artinya bukan lagi Anak Berkebutuhan Khusus yang harus menyesuaikan diri agar cocok dengan setting yang ada melainkan sekolah sebagai institusi pendidikan yang harus membuat penyesuaian agar tercipta pembelajaran untuk semua. Menurut Skjørten (2003) Untuk menciptakan hal tersebut maka diperlukan fleksibilitas atas kebijakan-kebijakan, kreativitas dan kepekaan. Di Indonesia sendiri, pendidikan inklusif secara resmi didefinisikan sebagai berikut: Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan Anak Berkebutuhan Khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik (Direktorat PLB, 2004). Implementasi pendidikan inklusif di sekolah, secara umum dan di kelas secara khusus berarti sekolah atau kelas tersebut ditandai oleh sikap tidak diskriminatif, pengakuan dan penghargaan terhadap individu anak, fasilitas belajar dan lingkungan memberi kemudahan dan rasa aman kepada setiap anak, guru bekerja dalam sebuah tim dan adanya keterlibatan orang tua/masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah/kelas (Alimin:2008). 3
4 Sampai saat ini belum ada angka pasti tentang jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia. Namun, yang pasti jumlah mereka yang belum memperoleh hak pendidikan masih sangat banyak. Data resmi Direktorat PLB tahun 2007 menyebutkan bahwa jumlah ABK yang sudah mengikuti pendidikan formal baru mencapai 24,7% atau anak dari populasi anak cacat di Indonesia, yaitu anak (Direktorat PLB, 2008). Ini artinya masih terdapat sebanyak 65,3% ABK yang masih terseklusi, termarjinalisasikan dan terabaikan hak pendidikan. Bahkan angka tersebut diperkirakan dapat jauh lebih besar mengingat kecilnya angka prevalensi yang digunakan, yaitu 0,7% dari populasi penduduk serta masih buruknya sistem pendataan. Kondisi di atas tentu sangat memprihatinkan, mengingat bahwa pendidikan merupakan salah satu hak azazi manusia yang paling fundamental yang dilindungi dan dijamin oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun nasional. Sejak digulirkannya pendidikan inklusif di Indonesia, sambutan dan apresiasi masyarakat sangat luar biasa, sehingga implementasinya tumbuh dan berkembang cepat di berbagai pelosok negeri. Tidak salah jika UNESCO menilai bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif bagi ABK, Indonesia pada tahun 2007 menduduki ranking ke 58 dari 130 negara. Sayangnya, karena berbagi faktor, terutama kurangnya komitmen dan dukungan pemerintah, sehingga implementasinya belum menasional dan menyeluruh, sehingga ranking tersebut terus mengalami kemerosotan, pada tahun 2008 berada pada ranking ke 63 dan pada tahun 2009 berada pada ranking ke 71 (Kompas.com, 30 November 2009). Menurut data statistik 4
5 pendidikan inklusif jenjang pendidikan dasar tahun 2005, jumlah sekolah inklusif di Jawa Timur tercatat 59 lembaga dengan jumlah siswa Anak Berkebutuhan Khusus. Dalam tataran operasional di sekolah, sekali pun sudah banyak sekolah yang mendeklarasikan sebagai sekolah inklusif, tetapi dalam implementasinya masih banyak yang belum sesuai dengan konsep-konsep yang mendasarinya. Bahkan, tidak jarang ditemukan adanya kesalahankesalahan praktek, terutama terkait dengan aspek pemahaman, kebijakan internal sekolah, serta kurikulum dan pembelajaran. Hal ini sekaligus menyiratkan bahwa dalam perjalanan menuju pendidikan inklusif (toward inclusive education). Kabupaten Magetan masih dihadapkan berbagai isu dan permasalahan yang kompleks dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif yang harus mendapatkan perhatian serius dan disikapi oleh berbagai pihak yang terkait, khususnya pemerintah sehingga tidak menghambat hakekat penyelenggaraan pendidikan inklusif itu sendiri. Di lapangan ditemukan sekolah yang mendeklarasikan diri/resmi sebagai sekolah inklusif yang masih terdapat sikap eksklusif bagi ABK di dalamnya Anak Hiperaktif. Sekolah penyelenggara inklusif di Kabupaten Magetan yang ditunjuk pemerintah baru ada satu lembaga yaitu SDN Sukowinangun 2 Magetan, tetapi dalam pelaksaannya masih ditemukan ketidaksesuaian dalam prinsipprinsip inklusif, di lain pihak tumbuh Sekolah-Sekolah Dasar yang mau menerima kehadiran Anak Berkebutuhan Khusus untuk belajar bersama dengan anak normal di sekolah tersebut, meskipun tanpa surat tugas dari pemerintah. Permasalahan lainnya Peneliti belum menemukan sekolah 5
6 inklusif yang khusus menerima ABK dalam satu spesialisasi saja, yaitu Anak Hiperaktif. Pada kenyataanya Anak Hiperaktif banyak ditemukan di SD umum, tapi biasanya guru tidak terlalu peduli terhadap kebutuhan pembelajaran anak yang butuh perbedan dari teman lainnya. Guru sering menganggap anak hiperaktif sebagai akar masalah dan pembuat kekacauan di kelas tanpa berusaha untuk memberikan strategi atau modifikasi dalam pembelajaran. Masalah lainnya muncul dari dalam diri anak yaitu: anak hiperaktif di sekolah Anak tidak mampu mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan baik, anak sering terlihat gelisah untuk duduk lama dan memperhatikan pelajaran, selalu meninggalkan tempat duduk ketika di kelas, konsentrasi yang mudah terganggu membuat anak tidak dapat menyerap materi pelajaran secara keseluruhan, rentang perhatian yang pendek membuat anak ingin cepat selesai bila mengerjakan tugas-tugas sekolah, kecenderungan berbicara yang tinggi akan mengganggu teman lain. Banyak dijumpai bahwa anak hiperaktif banyak mengalami kesulitan membaca, menulis, bahasa, dan matematika, keterampilan motorik halusnya yang secara umum tidak sebaik anak normal. Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan inklusif di Sekolah Dasar Kabupaten Magetan, antara lain: (1) Peranserta Pemerintah Daerah dalam penjaminan penyelenggaraan dan sumberdaya pendidikan inklusif berdasarkan Standar Nasional Pendidikan masih kurang maksimal, (2) kurangnya tenaga pendidik dan kependidikan, (3) Guru dalam kegiatan belajar mengajar mengacu kepada kurikulum yang 6
7 digunakan di sekolah tersebut tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan khusus anak berkebutuhan khusus, (4) Latar belakang pendidikan guru pembimbing khusus tidak sesuai dengan Spesialisasi yang diambilnya, yaitu spesialisasi pendidikan anak luar biasa, (5) Kepala Sekolah dan pihak birokrasi belum memahami sepenuhnya visi, misi, tujuan dan tatalaksana sistem pendidikan inklusif, (6) Belum memanfaatkan secara maksimal fungsi SLB sebagai pusat sumber sebagai upaya peningkatan layanan bagi anak berkebutuhan khusus. Dari kondisi di atas, Peneliti memandang fenomena ini penting dan menarik untuk dilakukan penelitian tentang Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusif bagi Anak Hiperaktif di Sekolah Dasar Kabupaten Magetan. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka terdapat beberapa fokus penelitian yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana analisis kebijakan peranserta Pemerintah Kabupaten Magetan dalam jaminan penyelenggaraan dan penyediaan sumberdaya pendidikan inklusif bagi anak Hiperaktif di Sekolah Dasar Kabupaten Magetan? 2. Bagaimana analisis Kebijakan pembelajaran Inklusif bagi anak Hiperaktif di Sekolah Dasar Kabupaten Magetan? 3. Apa faktor pendukung dan pengambat kebijakan pendidikan inklusif bagi Anak Hiperaktif di Sekolah Dasar Kabupaten Magetan? 4. Bagaimana solusi yang sudah dijalankan dalam mendukung kebijakan pendidikan inklusif bagi Anak Hiperaktif di Sekolah Dasar Kabupaten Magetan? 7
8 C. Tujuan Penelitian 1. Secara umum, penelitian bertujuan untuk mengungkap gambaran secara menyeluruh analisis kebijakan pendidikan inklusif bagi Anak Hiperaktif di Sekolah Dasar Kabupaten Magetan. 2. Secara khusus, penelitian bertujuan mengungkap secara rinci tentang: a. Analisis kebijakan peranserta pemerintah Kabupaten Magetan dalam jaminan penyelenggaraan dan penyedian sumberdaya pendidikan inklusif bagi Anak Hiperaktif di Sekolah Dasar Kabupaten Magetan. b. Análisis kebijakan pelaksanaan pembelajaran Inklusif bagi Anak Hiperaktif di Sekolah Dasar Kabupaten Magetan. c. Faktor pendukung dan pengambat kebijakan pendidikan inklusif bagi Anak Hiperaktif di Sekolah Dasar Kabupaten Magetan. d. Solusi yang sudah dijalankan dalam mendukung kebijakan pendidikan inklusif bagi Anak Hiperaktif di Sekolah Dasar Kabupaten Magetan. D. Manfaat Penelitian Temuan-temuan dari Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi keilmuan secara terotis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini akan memberikan perspektif baru dalam melihat, mendefinisikan, memaknai, dan menginterpretasikan tentang analisis kebijakan inklusif bagi Anak Hiperaktif di SD Kabupaten Magetan. Penelitian ini juga bisa digunakan sebagai penambah khazanah keilmuan khususnya studi kebijakan pendidikan inklusif bagi Anak Hiperaktif 8
9 terutama masalah kesetaraan hak pendidikan (education for All), aksesibilitas dan peningkatan mutu pendidikan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini nantinya sebagai penambah wawasan dan pengalaman untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan dan kebijakan pendidikan Inklusif di Indonesia. b. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan kajian/saran perbaikan analisis kebijakan pendidikan inklusif bagi Anak Hiperaktif. c. Bagi Sekolah Dasar di Magetan, Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk meningkatkan aksesibilitas, mutu dan merumuskan strategi yang harus dilakukan dalam analisis kebijakan inklusif bagi Anak Hiperaktif di Kabupaten Magetan di masa yang akan datang. d. Bagi Peneliti lebih lanjut, hasil penelitian ini nantinya akan membuka peluang kepada peneliti lebih lanjut untuk mengadakan penelitian tentang analisis kebijakan inklusif bagi Anak Hiperaktif di Sekolah umum. E. Penegasan Istilah Supaya tidak terjadi persepsi yang beragam tentang istilah yang dijadikan fokus dalam penelitian ini, maka diberi batasan dalam bentuk penegasan istilah. Istilah-istilah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah analisis kebijakan pendidikan inklusif, Anak Hiperaktif, peranserta, pembelajaran, dan solusi. 9
10 1. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusif Analisis Kebijakan (Policy Analisys) adalah suatu aktivitas intelektual dan praktis untuk menciptakan secara kritis menilai dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan (Dunn, 2003:44). Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 70 Tahun 2009, disebutkan bahwa: Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Kebijakan pendidikan inklusif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebijakan untuk terpenuhinya asesibilitas pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah umum dengan melihat dari terpenuhinya program-program pembelajaran, mampu menciptakan rasa senang, menerima, ramah, bersahabat, peduli, mencintai, menghargai, serta hidup dan belajar dalam kebersamaan. 2. Anak Hiperaktif Menurut Baihaqi&Sugiarmin (2008), Anak Hiperaktif disebut dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) yaitu suatu kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (sulit memusatkan perhatian), Minimal Brain Disorder (ketidakberesan kecil di otak), minimal brain damage (kerusakan kecil pada otak), dan hyperactive. 10
11 3. Peranserta Peranserta diartikan sebagai keterlibatan atau partisipasi seseorang dan/atau kelompok dalam suatu aktivitas tertentu atau obyek tertentu (Direktorat PSLB, 2007:10). Dalam kaitannya dengan pendidikan inklusif partisipasi Pemerintah Daerah adalah keikutsertaan atau peran serta Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. 4. Pembelajaran Pembelajaran adalah usaha sistematis yang memungkinkan terciptanya pendidikan demi meraih internalisasi ilmu pengetahuan sebagai proses pengalaman khusus yang bertujuan menciptakan perubahan secara terus-menerus (dinamika) dalam perilaku dan pemikiran manusia. (Yusmi, 2007). 5. Solusi Solusi adalah penyelesaian pemecahan masalah, jalan keluar. (visual Arti Kata, 2011). Solusi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penyelesaian pemecahan masalah, jalan keluar dari permasalahan kebijakan pendidikan inklusif. Berdasar penegasan istilah di atas dikaitkan dengan penelitian ini, maka judul penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusif bagi Anak Hiperaktif di Sekolah Dasar Kabupaten Magetan. 11
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945, Amandemen IV Pembukaan, alinea IV yaitu dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal (1) dinyatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan bagian dari hak asasi manusia dan hak setiap warga negara yang usaha pemenuhannya harus direncanakan dan dijalankan dan dievaluasi
Lebih terperinciSekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler
Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Drs. Didi Tarsidi I. Pendahuluan 1.1. Hak setiap anak atas pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,
Lebih terperinciAHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010
AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama ini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus lebih banyak diselenggarakan secara segregasi di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id
Lebih terperinciA. Perspektif Historis
A. Perspektif Historis Pendidikan Luar Biasa (PLB) di Indonesia dimulai ketika Belanda masuk ke Indonesia. Mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi Barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan
Lebih terperinciINOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO
INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat memperoleh pendidikan melekat pada semua
Lebih terperinciPENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto
PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA Oleh: Haryanto REALITA PENCA DI LAPANGAN Belum ada data riil jumlah penca di Indonesia, Diperkirakan 10% dari populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adanya perubahan paradigma baru tentang pendidikan, yaitu pendidikan untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas usia, tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kasus yang akan dieksplorasi. SD Negeri 2 Bendan merupakan salah satu sekolah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini ditujukan untuk mengekesplorasi praktik pelaksanaan dan pengembangan sekolah inklusif. Penelitian dilakukan dengan menjadikan SD Negeri 2 Bendan, Kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pelayanan pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Dengan mengambil lokus pada Sekolah Menengah Pertama Negeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk
Lebih terperinci1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang sudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan inklusi, yaitu Peraturan Gubernur No. 116 tahun 2007 saja, masih belum
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kesempatan untuk mendapatkan akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah umum, masih rendah bahkan boleh dikatakan memprihatinkan. Salah satu indikatornya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan yang layak sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah ditegaskan dalam UU RI 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam melaksanakan tugas belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga menjadi kebiasaan. Dalam pendidikan keberhasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak. terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami menjadikan Anak Berkebutuhan Khusus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pemerataan akses pendidikan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) baik yang diselenggarakan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membuat manusia menyesuaikan diri dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari bahwa setiap individu memiliki hak untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri... (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of Productive Employement and Social Integrationyaitu Promote equal access to all levels of
Lebih terperinciGURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI
GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI Dieni Laylatul Zakia Program Magister Pendidikan Luar Biasa UNS dienizuhri@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimalisasiperan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk bekal mengarungi samudera kehidupan yang semakin penuh dengan persaingan. Oleh karena itu pendidikan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih terperinciLandasan Pendidikan Inklusif
Bahan Bacaan 3 Landasan Pendidikan Inklusif A. Landasan Filosofis 1) Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang
Lebih terperinciPERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI
PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI (Program Pengabdian Masyarakat di SD Gadingan Kulonprogo) Oleh: Rafika Rahmawati, M.Pd (rafika@uny.ac.id) Pendidikan inklusi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Pendidikan telah menjadi bagian kehidupan yang diamanatkan secara nasional maupun internasional. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu pranata sosial yang didalamnya terdapat proses sosialisasi mengenai norma-norma dan nilai-nilai yang diajarkan kepada anak. Jika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak berhak mendapat pendidikan, hal ini telah tercantum dalam deklarasi universal 1948 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak atas pendidikan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus dapat merasakan upaya pemerintah ini, dengan tidak memandang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya pemerataan pendidikan oleh pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar yang berkualitas memiliki makna yang sangat strategis untuk mencerdaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anakanak yang mempunyai kelainan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak normal (siswa reguler), akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi hak setiap anak. Pendidikan menjadi salah satu aspek penting dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan tidak hanya
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN
Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1119 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No. 067261 MEDAN MARELAN Dahniar Harahap* 1 dan Nina Hastina 2 1,2) Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan,
Lebih terperinciBAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat
Lebih terperinciP 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta
P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta Risti Fiyana Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika Dr.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak semua anak, terbuka untuk semuatanpa memandang latar belakang setiap individudikarenakan mereka tumbuh dari lingkungan dan budaya yang berbeda-beda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal. Pendidikan berlaku untuk semua anak, tanpa memandang jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan suatu bangsa. Banyak kajian mengatakan tentang besarnya suatu bangsa dikarenakan pendidikan. Terdapat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENELITIAN. A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi
BAB IV ANALISIS PENELITIAN A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi Pendidikan inklusi merupakan suatu terobosan dimana keberadaan serta operasionalnya dapat memudahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat 1 s.d 4 menyatakan bahwa ; Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
Lebih terperinciKata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.
SEKOLAH INKLUSI SEBAGAI PERWUJUDAN PENDIDIKAN TANPA DISKRIMINASI (Studi Kasus Pelaksanaan Sistem Pendidikan Inklusi di SMK Negeri 9 Surakarta) Nurjanah K8409047 Pendidikan Sosiologi Antropologi ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdul Majid (2011:78) menjelaskan sabda Rasulullah SAW.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abdul Majid (2011:78) menjelaskan sabda Rasulullah SAW. Didiklah anakmu dalam tiga tahap. Tujuh tahun pertama ajarkanlah ia sambil bermain, tujuh tahun kedua
Lebih terperinciPENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
PENDIDIKAN INKLUSIF Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Seperti sebuah lagu yang baru saja diluncurkan, pendidikan inklusif mendapat sambutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak untuk semua anak dan hal ini telah tercantum dalam berbagai instrument internasional
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak untuk semua anak dan hal ini telah tercantum dalam berbagai instrument internasional mulai dari Deklarasi Universal 1948. Instrumeninstrument
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam pendidikan, terus menerus melakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penddikan adalah hak setiap warga negara. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan untuk semua warga negaranya tanpa diskriminasi. Pendidikan untuk semua diwujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rika Saptaningrum, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada seluruh anak untuk memperoleh layanan pendidikan tanpa adanya diskriminasi, yaitu pendidikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah dalam upaya pemerataan layanan pendidikan untuk menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang berkualitas bagi semua anak di Indonesia mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) seperti anak dengan hambatan penglihatan, anak
Lebih terperinci37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA
37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA Oleh: Indah Permata Darma, & Binahayati Rusyidi E-mail: (indahpermatadarma@gmail.com; titi.rusyidi06@gmail.com) ABSTRAK Sekolah inklusi merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif menghargai keberagaman apapun perbedaannya. Pendidikan inklusif berkeyakinan bahwa setiap individu dapat berkembang sesuai dengan potensi yang
Lebih terperinciPROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk
PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG Juang Sunanto, dkk Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Tujuan utama penelitian ini untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada diri setiap warga dari suatu negara. Rumusan pendidikan sebagai bagian dari HAM itu terlihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan
Lebih terperinciPendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia
Pendidikan Inklusif Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia Perkembangan SLB di Dunia 1770: Charles-Michel de l Epee mendirikan SLB pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Masalah difabel atau penyandang ketunaan merupakan satu masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai aspek. Salah satu hal yang masih menjadi polemik adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan
Lebih terperinciBUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS
1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,
Lebih terperinciWALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan
Lebih terperinciJASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016
Desain Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Kelas Inklusif Juang Sunanto dan Hidayat Departemen Pendidikan Khusus, Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menyusun desain
Lebih terperinciMODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSI
Jurnal Pendidikan Dasar PerKhasa Volume 2, Nomor 2, Oktober 2016 MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSI Agung Nugroho, Lia Mareza PGSD-FKIP Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan diyakini merupakan salah satu aspek pembangunan bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal profesional dan berdaya saing
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penegasan
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti memaparkan latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penegasan istilah. Adapun penjelasannya sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan inklusif atau yang sering disebut dengan inclusive class merupakan salah satu terobosan besar yang dicetuskan di dunia pendidikan. Hal ini karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah anak-anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar merupakan kebiasaan belajar yang dilakukan oleh individu secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis atau berlangsung secara spontan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Di sekolah,
Lebih terperinciSeminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan yang menjadi acuan dari penulisan laporan ini. Dari latar belakang permasalahan tersebut maka dapat diuraikan pokok-pokok
Lebih terperinciPERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP
PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):
Lebih terperinci