HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ulat sutera merupakan poikilotermis yaitu hewan berdarah dingin yang hidupnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Suhu dan kelembaban pemeliharaan ulat berkisar antara ºC dan kelembaban sekitar 62%-64%. Rataan suhu dan kelembaban ulat kecil dan ulat besar disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Pemeliharaan Ulat Sutera Suhu dan Kelembaban UK UB I I-III A I IV B I V B Suhu (ºC) 28, , , Kelembaban (%) 63, , Keterangan: UK= Ulat Kecil; UB= Ulat Besar; A= Andadari et al. (1998); B= Sihombing (1998) Suhu pemeliharaan ulat kecil berkisar 28,12 ºC sudah optimum menurut Andadari et al. (1998), namun kelembaban lebih rendah dari kelembaban optimum. Kelembaban ruang pemeliharaan dijaga selalu dengan melakukan pemercikan air secara rutin. Rendahnya kelembaban dikarenakan jendela ventilasi terbuka lebar angin terlalu kencang sehingga air dilantai cepat menguap. Suhu maupun kelembaban pada pemeliharaan ulat besar lebih rendah daripada suhu dan kelembaban optimum menurut Sihombing (1999). Sedangkan suhu dan kelembaban pemeliharaaan ulat besar berkisar 62,25 ºC dan 62,25%, menurut Sihombing (1999) data tersebut tidak optimum. Hal tersebut dikarenakan ventilasi pada ruang pemeliharaan ulat sutera terlalu lebar yang mengakibatkan suhu lingkungan diluar meningkat sehingga kelembaban ruangan pemeliharaan ulat sutera cepat menurun. Kelembaban ruangan pemeliharaan dijaga dengan melakukan pemercikan air secara rutin dan ventilasi tidak dibuka terlalu lebar. Konsumsi Kosumsi Ulat Kecil Pakan ulat sutera yang digunakan adalah M. cathayana. Pakan yang dibutuhkan ulat sutera meningkat dengan pertambahan instar. Rataan konsumsi ulat

2 kecil sebesar 10,51%. Atmosoedarjo et al. (2000), menyatakan bahwa kebutuhan pakan untuk larva ulat kecil adalah 10% dari kebutuhan keseluruhan pakan. Konsumsi pakan ulat kecil berkisar 740,33-858,69 mg/ekor. Menurut Wageansyah (2007), konsumsi pakan ulat kecil berkisar 746,10-778,18 mg/ekor (Tabel 2). Konsumsi ulat kecil hampir sama dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Wageansyah, 2007). Hal ini disebabkan oleh kelembabannya tidak optimum (Tabel 1). Hasil uji ANOVA menunjukan hibrid ulat kecil tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan ulat kecil, yaitu rata-rata 800,96 mg/ekor. Konsumsi pakan cukup seragam dengan keragaman berkisar 1,79%-9,88%. Ulat H2 dan H5 memiliki koefisien keragaman tinggi (9,88% dan 9,28%), sedangkan H1 memiliki koefisien keragaman rendah (1,79%). Berdasarkan peubah konsumsi H1 merupakan hibrid yang lebih baik dari lainnya karena koefisien keragaman paling rendah. Konsumsi Ulat Besar Ulat besar merupakan larva instar IV dan instar V dengan kebutuhan pakan paling banyak. Konsumsi ulat instar IV berkisar 1.538, ,65 mg/ekor. Berdasarkan uji ANOVA perbedaan hibrid tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan instar IV, dengan rataan 1.831,73 mg/ekor. Koefisien keragaman instar IV berkisar 6,69%-26,06%. H5 memiliki koefisien keragaman paling tinggi (26,06%), sedangkan H4 paling rendah (3,58%). Koefisien keragaman menunjukkan larva beradaptasi terhadap lingkungan. Galur ulat H4 lebih tahan terhadap cekaman karena respon konsumsi lebih seragam. Menurut Wageansyah (2007), bahwa konsumsi ulat instar IV berkisar 2.213, ,80 mg/ekor. Konsumsi pakan ulat instar IV lebih rendah dari Wageansyah (2007). Rataan konsumsi pakan ulat besar pada penelitian ini sebesar 89,49%. Menurut Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan bahwa larva instar V mengkonsumsi pakan kira-kira sebanyak 90% dari keperluan seluruh pakan untuk seluruh instar, hal ini berhubungan dengan cadangan makanan yang akan digunakan untuk pembentukan kelenjar sutera. Konsumsi ulat instar V berkisar 5.065, ,13 mg/ekor. Wageansyah (2007) menyatakan bahwa konsumsi pakan ulat instar V berkisar

3 mg/ekor. Konsumsi pakan ulat instar V pada penelitian sangat rendah hal ini dikarenakan suhu dan kelembaban instar V tidak optimal (Tabel 1). Keadaan lingkungan yang panas menyebabkan ulat mengkonsumsi pakan sedikit. Uji ANOVA menunjukan bahwa hibrid berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan ulat instar V. H2 dan H6 hibrid mengkonsumsi pakan paling tinggi (8.220, ,52 mg/ekor). Sedangkan hibrid H1 dan H4 paling rendah (5.065, ,83 mg/ekor) (Tabel 2). Tabel 2. Konsumsi Ulat Kecil dan Ulat Besar Pakan Ulat Kecil Pakan Ulat Besar Hibrid Instar III Akhir Instar IV Instar V KK (%) KK (%) KK (mg/ekor) (mg/ekor) (mg/ekor) (%) H1 782,97 1, ,73 6, ,86 b 30,63 (628,26) (1.623,84) (4.064,85) H2 774,73 (621,64) 9, ,56 (1.646,97) 8, ,52 a (6.905,07) 11,18 H3 740,33 (594,04) 2, ,13 (1.409,92) 11, ,12 ab (5.352,10) 17,27 H4 801,61 (643,21) 2, ,92 (1.544,56) 3, ,83 b (4.557,50) 11,48 H5 858,69 (689,01) 9, ,65 (1.234,61) 26, ,98 ab (5.358,41) 27,39 H6 847,45 (679,99) Rataan 800,96 (642,69) 5, ,39 (1.358,78) 5, ,73 (1.469,78) 8, ,13 a (6.595,83) 17,76 10,83 19,29 Keterangan: Superscript tanda yang berbeda menunjukkan konsumsi berbeda nyata (P<0,05); Angka didalam tanda kurung ( ) adalah konsumsi bahan kering Konsumsi pakan H1 dan H4 rendah karena cekaman panas dan kering, sedangkan hibrid H2 dan H6 lebih mampu beradaptasi pada cekaman tersebut. Kedua hibrid yang memiliki konsumsi tinggi (H1 dan H4) memiliki koefisien keragaman yang berbeda. H2 memiliki koefisien keragaman rendah 11,18% dan H6 memiliki koefisien keragaman 17,76%. Hal ini mengindikasikan H2 memiliki adaptasi lebih tinggi. 19

4 Bobot Badan Bobot Badan Ulat Kecil Data bobot badan ulat kecil diambil hanya pada awal instar I dan akhir instar III karena ulat kecil sangat rentan terhadap sentuhan. Bobot badan tiap hibrid pada awal instar I diambil satu ulangan saja, sedangkan pada akhir instar III dari semua ulangan. Uji ANOVA menunjukan bahwa bobot badan pada akhir instar III berbeda nyata (P<0,05). Ulat H2 memiliki bobot badan paling tinggi (183 mg/ekor) dengan keragaman terendah (3,15%), sedangkan ulat H5 dan H6 paling rendah (123 dan 117 mg/ekor). Ulat kecil tahan terhadap cekaman kering. H2 pada instar III memiliki kemampuan beradaptasi yang lebih tinggi dibandingkan hibrid lainya (Tabel 3). Tabel 3. Bobot Badan Ulat Kecil Ulat Kecil Hibrid Instar I Awal Instar III Akhir BB akhir Instar III/ (mg/ekor) (mg/ekor) KK (%) BB awal instar I H1 0, b 3,77 463,64 H2 0, a 3,15 415,91 H3 0, b 6,25 363,64 H4 0, b 6,25 313,73 H5 0, c 4,68 286,05 H6 0, c 4,95 531,82 Rataan 0,39 4,84 395,80 Keterangan: Superscript tanda yang berbeda menunjukkan bobot badan ulat kecil berbeda nyata (P<0,05) Bobot badan instar I berkisar 0,22-0,51 mg/ekor dengan rataan 0,39 mg/ekor. Berat badan ini lebih rendah bari berat badan ulat instar I pada umumnya yaitu 0,05 mg/ekor (Purwanti, 2007). Uji ANOVA menunjukan bahwa hibrid berbeda nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan instar III. Ulat H2 memiliki bobot badan paling tinggi (183 mg/ekor), sedangkan H6 memiliki bobot badan paling rendah dibandingkan dengan hibrid lainya. Koefisien keragaman instar III berkisar 3,15%- 6,26% (Tabel 3). 20

5 Bobot Badan Ulat Besar Fase ulat besar terdiri dari ulat instar IV dan instar V. Bobot badan ditimbang setiap awal instar dan akhir instar. Bobot badan instar IV awal berkisar mg/ekor, sedangkan instar IV akhir bobot badan berkisar mg/ekor. Bobot badan ulat instar V awal berkisar mg/ekor, sedangkan bobot badan instar V akhir antara mg/ekor. Bobot badan ulat besar Instar IV dan V disajikan Tabel 4. Wageansyah (2007) menyatakan bahwa bobot badan ulat instar V akhir berkisar 3.982, ,3 mg/ekor (Tabel 4). Uji statistik menunjukan bahwa bobot badan instar IV dan instar V antar hibrid berbeda nyata (P<0,05). Ulat H2 tetap memperlihatkan keunggulannya dibandingkan H6 pada akhir instar IV, terlihat dari bobot badannya yang lebih tinggi dari H6 meskipun terhadap konsumsinya sama (Tabel 2). Tabel 4. Bobot Badan Ulat Besar Ulat Besar Instar IV Instar V Hibrid Awal Akhir Awal Akhir KK KK Δ KK KK Δ (%) (%) (%) (%) H1 140 b 4, , b 5, , H2 170 a 6, , a 4, , H3 140 b 4, , b 3, , H4 150 ab 6, , b 3, , H5 130 b 11, , c 8, , H6 150 ab 0, , a 4, , Rataan - 5, ,48 548,33-5, ,67 5, Keterangan: Superscript tanda yang berbeda menunjukkan bobot badan ulat besar berbeda nyata (P<0,05); Δ= BB Akhir-BB Awal; satuan = mg/ekor Bobot badan tinggi merupakan faktor untuk menentukan kwalitas kokon dan bobot pembentukan serat sutera. Bobot badan tinggi tersimpan dalam bentuk kelenjar sutera dan deposit makanan tubuh, dengan demikian bobot badan merupakan indikator untuk mengetahui kwalitas kokon segar. Berat badan larva instar IV dan Instar V menunjukan bahwa H2 memiliki bobot badan paling tinggi dibandingkan dengan larva lainya. Bobot badan instar V perlu tinggi sebagai persediaan energi selama fase pupa, karena pada akhir fase ini larva larva tidak ada kegiatan makan. Energi digunakan untuk perubahan sel-sel 21

6 tubuh dari larva menjadi imago. Bobot badan instar V besar sejalan dengan membesarnya kelenjar sutera sehingga menghasilkan kokon yang berkualitas (Norati, 1996). Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan instar IV berkisar mg/ekor dan instar V berkisar mg/ekor. Menurut Rustini (2002), pertambahan bobot badan instar IV berkisar 544,6-772,3 mg/ekor dan instar V berkisar 1398,6-2291,5 mg/ekor. Uji ANOVA menunjukan bahwa hibrid instar IV dan V berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan instar IV dan V. Pertambahan bobot badan instar IV dan instar V paling tinggi H2, sedangkan terendah H5. Hibrid H1 memiliki pertambahan bobot badan rendah di instar IV, dan instar V mengalami kenaikan. Koevisien keragaman tinggi dibandingkan dengan hibrid lainya. Koevisien keragaman tinggi menujukan bahwa hibrid tidak tahan terhadap cekaman. Pertambahan bobot badan paling rendah instar IV dan instar V yaitu H5. Hal tersebut disebabkan karena ada sebagian ulat H5 terkena penyakit Glasserie (Tabel 5). Pertambahan bobot badan ulat kecil berkisar (122,56-182,56 mg/ekor) dengan rataan 148,94 mg/ekor. Hibrid baru memiliki pertambahan bobot badan paling tinggi ke rendah H2, H3, H4, dan H1 (182,56, 159,56, 159,49, dan 152,67 mg/ekor) lebih tinggi dari ulat jenis komersial. Pertambahan bobot badan pada instar IV dan instar V nyata (P<0,05) berpengaruh terhadap perbedaan hibrid. Pertambahan bobot badan yang tinggi pada instar V sejalan dengan pertumbuhan kelenjar sutera. Pertambahan bobot badan yang tinggi pada H2 disebabkan perbesaran kelenjar sutera yang tinggi sehingga kokon yang dihasilkan juga lebih tebal. Hal ini sesuai dengan pendapat Samsijah dan Kusumaputra (1978), kelenjar sutera tumbuh sangat cepat pada saat instar V. Pertambahan bobot badan yang besar pada periode ulat besar sejalan dengan pertambahan konsumsi pakan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan berat ulat yaitu akan meningkat pesat sejalan dengan membesarnya kelenjar sutera (40% dari berat tubuh ulat sutera). Setelah melewati tahap akhir larva instar V, ulat sutera tidak makan lagi. Berat badan ulat sutera akan tergantung pada sedikit banyaknya cadangan makanan (Rangaswami et al., 1976). 22

7 Tabel 5. Pertambahan Bobot Badan Ulat Kecil, Instar IV, dan Instar V UK Instar IV Instar V Hibrid (mg/ekor) KK (%) KK (%) (mg/ekor) (mg/ekor) H1 152, c 12, bc 12,82 H2 182, a 2, a 9,12 H3 159, ab 7, bc 6,70 H4 159, ab 8, bc 2,32 H5 122, c 1, c 8,41 H6 116, ab 1, ab 1,67 Rataan 148,94 5,75 6,84 Keterangan: Superscript yang berbeda menunjukkan pertambahan bobot badan berbeda nyata pada taraf 5%. Umur Ulat Pemeliharaan ulat sutera terdiri dari ulat kecil dan ulat besar. Rata-rata pemeliharaan ulat kecil adalah ulat yang berumur 1 hari hingga 12 hari, sedangkan ulat besar adalah fase sejak ulat berumur 12 hari hingga 22 hari hingga ulat memasuki fase pengokonan. Ulat kecil terdiri dari instar I (1-4 hari), instar 2 (5-7 hari) dan instar 3 (8-11 hari). Ulat besar terdiri dari ulat instar IV (12-17 hari) dan ulat instar V (18-22 hari). Tabel 6. Umur Ulat Tiap Instar Instar Hibrid I 1 I 2 I 3 I 4 I 5 Total H1 3h 7j 45m 1h 23j 20m 2h 7j 30m 3h 6j 7h 40m 24h 1j 7m H2 3h 7j 45m 1h 23j 20m 2h 7j 30m 3h 6j 7h 40m 24h 1j 7m H3 3h 7j 45m 1h 23j 20m 2h 7j 30m 3h 6j 7h 40m 24h 1j 7m H4 3h 7j 45m 1h 23j 20m 2h 7j 30m 3h 6j 7h 40m 24h 1j 7m H5 3h 7j 45m 2h 0j 25m 2h 7j 30m 3h 7j 3h 7j 23h 12j H6 3h 0j 30m 2h 8j 0m 2h 7j 30m 3h 7j 10m 6h 6j 10m 23h 1j 23m Keterangan: h= hari; j= jam; m= menit; I 1 = instar 1; I 2 = instar 2; I 3 = instar 3; I 4 = instar 4; I 5 = instar 5 (Guntoro, 1994). Rata-rata umur pemeliharaan ulat pada penelitian ini adalah instar 1 (1-4 hari), instar 2 (6-7 hari), instar 3 (10-12 hari), instar 4 (13-18 hari) dan 23

8 instar 5 (19-23 hari). Umur ulat setiap instar (Tabel 6). Lama pemeliharaan hibrid H2 paling cepat mengokon yaitu 23 hari 1 jam 23 menit, sedangkan H1, H2, H3 dan H4 mengokon 24 hari 1 jam 7 menit. Menurut Guntoro 1994, ulat sutera fase pengokonan dari umur sekitar hari. Hal ini menunjukan bahwa fase mengokon ulat sesuai dengan fase pengokonan. Lama umur ulat dipengaruhi suhu dan kelembaban lingkungan. Suhu yang tinggi mempercepat umur ulat, sedangkan suhu rendah memperlambat umur ulat. Konversi Pakan Konversi pakan ulat kecil pemeliharaan ulat memliliki rataan 4,55. Sedangkan instar IV memiliki rataan konversi pakan 2,73 dan konversi ulat besar memiliki rataan 2,37 (Tabel 7). Konversi yang memiliki nilai rendah menunjukkan bahwa ulat lebih efisien mengkosumsi pakan untuk menghasilkan bobot badan. Tabel 7. Konversi Pakan Ulat Kecil, Instar IV, dan Instar V Hibrid UK Instar IV KK (%) Instar V KK (%) H1 4,12 3,18 16,55 1,86 26,87 H2 3,41 2,61 6,47 3,51 5,67 H3 3,72 2,39 17,14 2,30 10,82 H4 4,03 2,81 8,98 0,68 9,61 H5 5,62 3,17 25,80 3,35 31,75 H6 5,82 2,23 7,82 2,53 17,98 Rataan 4,45 2,73 13,79 2,37 17,12 Keterangan: UK= ulat kecil; KK= koefisien keragaman Konversi pakan merupakan total pakan yang dikonsumsi untuk menaikkan bobot badan sebesar satu satuan. Keefisienan pakan dapat dapt dilihat dari nilai konversi rendah, semakin rendah nilai konversi pakan maka efisiensi penggunaan pakan semakin tinggi. 24

9 Mortalitas Pemeliharaan ulat sutera periode ulat kecil memiliki mortalitas dari tinggi ke rendah H2, H3, H4, H1, H6, dan H5 (0%, 0%, 0%, 1%, 2%, dan 5%) dan mortalitas periode ulat besar dari tinggi ke rendah H5, H3, H4, H1, H6, dan H2 (8%, 4%, 3%, 3%, 3%, dan 1%). Menurut Samsijah dan Kusumaputra (1975), mortalitas pemeliharaan ulat sutera sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa mortalitas pada penelitian ini melebihi angka tersebut, yang disebabkan karena ulat H5 terkena serangan penyakit Glasserie (Gambar 8). Mortalitas ulat sutera hibrid baru lebih rendah dibandingkan dengan hibrid komersial. Mortalitas yang tinggi dapat disebabkan karena ulat tidak tahan terhadap penyakit dan tidak tahan terhadap lingkungan. Gambar 8. Ulat Sutera Terserang Glasserie Performa Ulat Sutera Hibrid Baru dan Jenis Komersial Ulat H2 memiliki konsumsi, berat badan, pertambahan bobot badan, mortalitas rendah. H2 memiliki performa paling tinggi dibandingkan dengan hibrid lainya. Ulat H2 memiliki performa rendah dikarenakan ulat terserang penyakit Glasserie di awal ulat besar (Tabel 8). Ulat sutera hibrid baru H2 memiliki performa lebih unggul dibandingkan dengan hibrid lainnya dan jenis komersial karena memiliki nilai a terbanyak selain itu H2 memiliki bobot badan dan pertambahan bobot badan tinggi dibandingkan dengan hibrid lainnya. 25

10 Tabel 8. Performa Ulat Sutera Hibrid Baru dan Jenis Komersial Hibrid Konsumsi BB PBB Mortalitas Konversi UK UB UK UB UK UB UK UB UK UB H1 a b b b c bc 1% 3% 4,12 2,52 H2 a a a a a a 0% 1% 3,41 2,88 H3 a ab b b ab b 0% 4% 3,72 2,73 H4 a b b b ab b 0% 3% 4,03 1,75 H5 a ab c c c c 5% 8% 5,62 3,26 H6 a a c c ab ab 2% 3% 5,82 2,38 Keterangan: a lebih baik dari b; b lebih baik dari ab; ab lebih baik dari c Nilai bobot badan dan pertambahan bobot badan merupakan indikator penentuan kwalitas kokon. Hibrid baru H2 memiliki ketahanan untuk beradaptasi terhadap lingkungan lebih tinggi dibandingkan hibrid lainnya. Ulat sutera jenis komersial kurang tahan terhadap penyakit dan adaptasi terhadap lingkungan kurang. 26

PERTUMBUHAN ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HIBRID BARU DAN JENIS KOMERSIAL

PERTUMBUHAN ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HIBRID BARU DAN JENIS KOMERSIAL PERTUMBUHAN ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HIBRID BARU DAN JENIS KOMERSIAL SKRIPSI NUR INDAWATI HIDAYAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Floss Floss merupakan bagian kokon yang berfungsi sebagai penyangga atau kerangka kokon. Pada saat akan mengokon, ulat sutera akan mencari tempat lalu menetap di tempat tersebut

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Lokasi pemeliharaan larva, pengokonan, dan pengamatan kokon adalah Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Kompleks Kandang Blok C. Lokasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Filamen Sutera Beberapa atribut yang berperan pada penentuan kualitas filamen sutera diantaranya panjang filamen, bobot filamen, tebal filamen, persentase bobot filamen, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman berbagai ukuran kokon panjang kokon, lingkar bagian medial kokon, lingkar ¼ bagian posterior

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni

Lebih terperinci

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERSUTERAAN ALAM. UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT UPAYA PENINGKATAN KUALITAS MURBEI DAN KOKON ULAT SUTERA Bombyx mori L. DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TIM SUTERA BALITBANGHUT PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR 1 FAKTOR KEBERHASILAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT SUTERA (Bombyx mori L) BS-09 SOPPENG DAN CANDIROTO DENGAN JENIS DAUN MURBEI BERBEDA YUNINDA ESTETIKA

PRODUKTIVITAS ULAT SUTERA (Bombyx mori L) BS-09 SOPPENG DAN CANDIROTO DENGAN JENIS DAUN MURBEI BERBEDA YUNINDA ESTETIKA PRODUKTIVITAS ULAT SUTERA (Bombyx mori L) BS-09 SOPPENG DAN CANDIROTO DENGAN JENIS DAUN MURBEI BERBEDA YUNINDA ESTETIKA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2011. Tahapan meliputi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ulat sutera merupakan serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

Oleh : Lincah Andadari

Oleh : Lincah Andadari POTENSI HIBRID ULAT SUTERA HARAPAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI SUTERA. Oleh : Lincah Andadari Kementerian Kehutanan Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta penyebaran A. atlas (Peigler, 1989) Lampiran 2. Tempat Perkawinan dan Pemeliharaan

Lampiran 1. Peta penyebaran A. atlas (Peigler, 1989) Lampiran 2. Tempat Perkawinan dan Pemeliharaan LAMPIRAN Lampiran 1. Peta penyebaran A. atlas (Peigler, 1989) Lampiran 2. Tempat Perkawinan dan Pemeliharaan (a) Tempat Perkawinan (b) Tempat Pemeliharaan 38 Lampiran 3. Analaisis Sidik Ragam Konsumsi

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SKRIPSI RETNO PURWANTI

RESPON PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SKRIPSI RETNO PURWANTI RESPON PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SKRIPSI RETNO PURWANTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Parameter yang Diamati:

Parameter yang Diamati: 3 Selanjutnya, telur dikumpulkan setiap hari dalam satu cawan petri kecil yang berbeda untuk setiap induk betina fertil. Oviposisi dihitung sejak peletakan telur hari pertama hingga hari terakhir bertelur.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler 29 IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 5. Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Konsumsi Pakan Segar Domba Selama Penggemukan

Lampiran 1. Data Konsumsi Pakan Segar Domba Selama Penggemukan LAMPIRAN 38 Lampiran 1. Data Konsumsi Pakan Segar Domba Selama Penggemukan R1 R2 R3 Ulangan Biskuit Konsentrat Total Biskuit Konsentrat Total Biskuit Konsentrat Total ---------------------------------------------g/ekor/hari---------------------------------------------

Lebih terperinci

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM

PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM PELUANG AGROBISNIS SUTERA ALAM TIM SUTERA BALITBANGHUT KEBUTUHAN SUTERA ALAM NASIONAL BENANG SUTERA 900 TON/THN RENDEMEN 1:8 KOKON 7.200 TON/THN KONDISI 2012 PRODUKSI KOKON 163.119 TON PRODUKSI BENANG

Lebih terperinci

Jurnal Sainsmat, Maret 2012, Halaman 1-12 Vol. I, No. 1 ISSN

Jurnal Sainsmat, Maret 2012, Halaman 1-12 Vol. I, No. 1 ISSN Jurnal Sainsmat, Maret 2012, Halaman 1-12 Vol. I, No. 1 ISSN 2086-6755 http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat Pemberian Jenis Murbei Morus multicaulis dan Morus cathayana Terhadap Produksi Kokon Ulat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

Kajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Persilangan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina

Kajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Persilangan Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina Jurnal Peternakan Indonesia, 11(2):173-180, 2006 ISSN: 1907-1760 173 Kajian Pengaruh Bobot Kokon Induk Terhadap Kualitas Telur Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Ras Jepang Dengan Ras Cina Y. C. Endrawati 1),

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Frekuensi dan Periode Pemberian Pakan yang Berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Pengaruh Frekuensi dan Periode Pemberian Pakan yang Berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian Pengaruh Frekuensi dan Periode Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap Efisiensi Penggunaan Energi pada Ayam Buras Super Umur 3-12 Minggu yang Dipelihara Dikandang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu. Suhu o C IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tahap 1. Pengomposan Awal Pengomposan awal bertujuan untuk melayukan tongkol jagung, ampas tebu dan sabut kelapa. Selain itu pengomposan awal bertujuan agar larva kumbang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi pemberian pakan dan periode pemberian pakan terhadap performa ayam buras super dilaksanakan pada September 2016 sampai dengan November

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian DOC yang dipelihara pada penelitian ini sebanyak 1000 ekor. DOC memiliki bobot badan yang seragam dengan rataan 37 g/ekor. Kondisi DOC sehat dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman

BAB I PENDAHULUAN. kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamur tiram merupakan komoditas hortikultura yang kaya akan protein dan saat ini masyarakat lebih memilihnya sebagai sumber nutrisi. Siswono (2003) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

Lincah Andadari 1 dan Sri Sunarti 2

Lincah Andadari 1 dan Sri Sunarti 2 KUALITAS KOKON HASIL PERSILANGAN ANTARA ULAT SUTERA (Bombyx mory L.) RAS CINA DAN RAS JEPANG Quality of crossedbreed cocoon between Japanese and Chinese races silkworm (Bombyx mory L.) Lincah Andadari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL

PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PRODUKTIVITAS ULAT TEPUNG (Tenebrio molitor L.) PADA FASE LARVA DENGAN MEDIA MENGANDUNG ONGGOK SKRIPSI ACHMAD RIZAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan pemangsaan Menochilus sexmaculatus dan Micraspis lineata Kemampuan pemangsaan diketahui dari jumlah mangsa yang dikonsumsi oleh predator. Jumlah mangsa yang dikonsumsi M.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian berupa konsumsi pakan, produksi telur, konversi pakan serta konsumsi lemak, protein, serat dan vitamin A ayam petelur pada tiap perlakuan tecantum dalam Tabel

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat,

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persuteraan alam merupakan kegiatan yang menghasilkan komoditi yang bernilai tinggi, mudah dilaksanakan, pengerjaannya relatif singkat, tidak memerlukan tempat luas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Januari 11 hingga Juni 11. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapang University Farm Sukamantri, Labolatorium

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

Uji lanjut. Rata-rata K ,620 K ,380 K ,620 P 1,000 1,000 1,000. Kandang

Uji lanjut. Rata-rata K ,620 K ,380 K ,620 P 1,000 1,000 1,000. Kandang 52 Lampiran 1 Analisis ragam konsumsi ransum kumulatif Waktu * kandang 71413,000 2 35706,500 1,148,339 Waktu 4959,375 1 4959,375,159,694 Kandang 2078192,333 2 1039096,167 33,405,000 ** Galat 559901,250

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan ayam ras pedaging yang waktu pemeliharaannya relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam broiler perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas)

Ulat Sutera Liar (Attacus atlas) TINJAUAN PUSTAKA Sutera Sutera yang telah diolah menjadi bahan tekstil memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan bahan sandang lainnya. Dari karakteristiknya keistimewaan kain sutera antara

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air Sebagai Tempat Hidup Ikan Bawal Air Tawar Hasil analisis kualitas media air yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Pakan Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan konsumsi pakan ayam kampung super yang diberi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan ayam broiler merupakan usaha subsektor peternakan yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014) populasi ayam broiler

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus

BAB VII PEMBAHASAN UMUM. Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus BAB VII PEMBAHASAN UMUM 7. 1. Polyvoltin Dari rangkaian penelitian yang dilakukan, nampak bahwa ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) adalah serangga polyvoltin yaitu dapat hidup lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Fase Grower Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras dan tidak boleh disilangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Ransum Terhadap Bobot Potong Ayam dan Lemak Abdominal Persentase lemak abdominal ayam perlakuan cenderung didapatkan hasil yang lebih rendah dibandingkan ayam pembanding.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori)

PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori) PERANAN LITBANG dan INOVASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori) PERSUTERAAN ALAM MORIKULTUR SERIKULTUR Kebutuhan nasional benang sutera adalah 800 ton per tahun, sementara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan selama penelitian adalah 6.515,29 g pada kontrol, 6.549,93 g pada perlakuan KB 6.604,83 g pada perlakuan KBC dan 6.520,29 g pada perlakuan KBE. Konversi pakan itik perlakuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA

KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA ULAT SUTERA UNGGULAN LITBANG TIM SUTERA PUSPROHUT BALITBANGHUT KONDISI PEMELIHARAAN SUTERA DI INDONESIA Penggunaan salah satu bibit untuk kondisi pemeliharaan yang beragam (C301), BS09 jarang produksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 6 bulan. Analisa kualitas susu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Secara umum penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Meskipun demikian terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah kesulitan mendapatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai bobot badan optimum dalam pemeliharaan 8 minggu dibandingkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai bobot badan optimum dalam pemeliharaan 8 minggu dibandingkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Buras Super Ayam buras super merupakan hasil rekayasa genetika yang mampu mencapai bobot badan optimum dalam pemeliharaan 8 minggu dibandingkan ayam buras pada umum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suhu ruangan selama pelaksanaan penelitian ini berkisar 18-20 0 C. Kondisi suhu ini baik untuk vase life bunga potong, karena kisaran suhu tersebut dapat memperlambat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung dikenal sebagai jenis unggas yang mempunyai sifat dwi fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. Wahju (2004) yang menyatakan bahwa Ayam

Lebih terperinci