IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Leony Kurniawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK JAHE Rimpang jahe yang digunakan pada penelitian ini ada tiga jenis, yaitu jahe gajah (Zingiber officinale var. Roscoe), jahe emprit (Zingiber officinale var. Amarum), dan jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum). Ketiga jenis jahe tersebut merupakan jahe lokal yang berasal dari Indonesia yang memiliki perbedaan morfologi yang jelas (Gambar 6). Jahe gajah berukuran sangat besar dengan panjang antara cm, kulitnya berwarna coklat muda, dengan kandungan serat sedikit. Bila diiris, memberikan aroma yang sangat kuat khas aroma jahe. Jahe emprit berukuran kecil (antara 5-8 cm), berwarna coklat muda namun lebih gelap dari jahe gajah, seratnya banyak (lebih sulit diiris dibandingkan jahe gajah). Bila diiris, aroma jahe emprit tidak sekuat aroma jahe gajah. Jahe merah berukuran hampir sama dengan jahe emprit, namun warna kulitnya lebih coklat. Bila diiris, aroma jahe merah tidak begitu kuat, seratnya lebih banyak daripada jahe gajah. Perbedaan jahe merah dan jahe emprit adalah pada warna kulitnya, yaitu ketika diiris jahe merah terlihat berwarna merah jambu pada bagian tepi kulitnya, sementara pada jahe emprit berwarna coklat muda. Masing-masing jenis jahe yang digunakan dalam penelitian ini berusia antara 8-9 bulan dimana jahe telah mencapai tingkat kematangan yang cukup (tua) dan memiliki aroma, flavor, dan kepedasan yang utuh. Bila jahe yang digunakan berusia lebih dari 9 bulan, menghasilkan produk dengan kandungan serat yang tinggi (Purseglove et al., 1981). a b c Gambar 6. Rimpang jahe (a) gajah, (b) emprit, dan (c) merah yang digunakan dalam penelitian Pembuatan oleoresin jahe diawali dengan pembuatan bubuk jahe. Bubuk jahe dibuat dari jahe segar yang dikeringkan dalam oven. Mulanya, jahe segar dicuci dan disikat untuk menghilangkan sisa tanah yang menempel setelah pemanenan. Jahe kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2-3 jam. Setelah kering, jahe diiris-iris tipis dan dikeringkan dengan oven vakum pada suhu o C selama jam. Pengirisan jahe dilakukan tanpa pengupasan kulit karena pada bagian kulit jahe mengandung komponen minyak atsiri yaitu pada bagian korteks jahe sehingga dapat mengurangi hilangnya minyak atsiri (Koswara, 1995). Begitu pula dengan pemilihan oven vakum untuk pengeringan dan penggunaan suhu oven pada kisaran o C, yaitu untuk meminimalisasi kehilangan minyak atsiri akibat penguapan selama pengeringan pada suhu tinggi. 15
2 Menurut Richardson (1966) yang diacu dalam Purseglove et al., (1981), suhu optimum untuk pengeringan jahe yang menggunakan pengering rak dengan irisan satu lapis pada tiap rak pada suhu o C menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dari sampel jahe dalam hal kandungan minyak atsiri dan oleoresin jahe. Tetapi pada suhu 65 o C atau lebih, terjadi perubahan warna menjadi lebih gelap. Pengeringan jahe untuk perdagangan rempah sebaiknya pada suhu dibawah 57 o C, namun untuk keperluan ekstraksi, suhu hingga 81 o C dapat digunakan. Jahe yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan dengan blender. Penghalusan jahe menggunakan blender dilakukan selama 2 menit dengan kecepatan sedang-tinggi. Jahe yang diperoleh adalah jahe bubuk. Jahe segar yang belum dikeringkan dan jahe bubuk yang diperoleh diukur kadar airnya menggunakan metode destilasi azeotropik (SNI yang dimodifikasi). Ekstraksi jahe dilakukan dengan metode maserasi (perendaman) pada suhu ruang. Jahe bubuk direndam dalam pelarut etanol 95% dengan perbandingan bubuk jahe : etanol = 1:4. Penggunaan pelarut etanol karena pelarut ini bersifat aman (Somaatmaja, 1981), polaritas tinggi, larut dalam air, dapat mengekstrak komponen polar lebih banyak dibandingkan aseton dan heksan (Purseglove et al., 1981), dan memiliki titik didih 78.4 o C. Penggunaan pelarut dengan titik didih rendah dapat menyebabkan kehilangan (loss) pada saat evaporasi, sementara penggunaan pelarut dengan titik didih tinggi akan mempersulit pemisahan sehingga dapat menyebabkan kerusakan oleoresin pada saat pemisahan (Kirk dan Othmer, 1952). Ekstraksi dilakukan selama 72 jam, setiap 24 jam ekstrak jahe-etanol dipisahkan dari bubuk jahe. Bubuk jahe yang telah dipisahkan dari etanol tersebut kemudian ditambah kembali dengan etanol dengan perbandingan 1:4. Pengulangan ekstraksi sebanyak tiga kali ini bertujuan memperoleh komponen-komponen fenolik yang bersifat pungent pada oleoresin jahe terekstrak secara sempurna. Penggantian etanol setiap 24 jam bertujuan mempertahankan minyak atsiri selama proses maserasi agar tidak terlalu banyak yang menguap dan mengalami oksidasi sehingga berbau tengik (Ariviani, 1999). Hasil ekstrak jahe-etanol yang berwarna coklat muda hingga coklat gelap disaring menggunakan pompa vakum. Selanjutnya ekstrak ini dipisahkan dengan rotari evaporator pada suhu 50 o C hingga tidak ada lagi etanol yang menetes. Hasil yang diperoleh adalah oleoresin jahe yang berwarna coklat gelap dan bersifat lengket (Lampiran 4). Oleoresin jahe ini kemudian disimpan dalam vial gelap untuk mengurangi oksidasi akibat cahaya serta disimpan dalam freezer untuk digunakan kemudian. Secara ringkas, kadar air dan rendemen hasil olahan ketiga jenis jahe dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kadar air dan rendemen hasil olahan ketiga jenis jahe Karakteristik Jahe gajah Jahe emprit Jahe merah Kadar air jahe segar (%bb) Kadar air jahe kering (%bb) Rendemen bubuk jahe (%) Rendemen oleoresin jahe dalam bubuk jahe (%)
3 1. Kadar air jahe Jahe merupakan komoditas yang kadar airnya cukup tinggi. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh kadar air jahe gajah segar 89.15% (bb), jahe emprit segar 88.17% (bb), dan jahe merah segar 85.50% (bb). Kadar air jahe segar mempengaruhi rendemen bubuk jahe dan rendemen oleoresin yang dihasilkan, semakin tinggi kadar airnya, rendemen bubuk jahe dan rendemen oleoresin semakin rendah begitu pula sebaliknya. Kadar air bubuk jahe (basis basah) yang diperoleh, yaitu jahe gajah bubuk 8.26%, jahe emprit bubuk 7.70%, dan jahe merah bubuk 7.03%. Kadar air bubuk jahe (simplisia) ini telah memenuhi syarat standar mutu simplisia, yaitu maksimum 12.0% (b/b) (Materia Medika Indonesia; BS 4593: 1970 diacu dalam Purseglove, 1981). Menurut Guenther (1952), selama pengeringan terjadi pergerakan air beserta zat-zat yang mudah menguap dari jaringan ke permukaan bahan yang menyebabkan kehilangan zat-zat seperti komponen minyak atsiri dan resin. Kerusakan dinding sel selama pengeringan memudahkan pengeluaran minyak dan resin sehingga waktu proses ekstraksi menjadi lebih singkat Kadar Air (%) Segar Bubuk 0 Gajah Emprit Merah Jenis Jahe Gambar 7. Kadar air jahe segar dan jahe bubuk (basis basah) 2. Rendemen bubuk jahe dan oleoresin jahe Rendemen bubuk jahe yang diperoleh berturut-turut mulai dari yang terbesar hingga terkecil adalah jahe merah 18.21%, jahe emprit 17.15%, dan jahe gajah 8.99%. Menurut Nour (1996), rendemen jahe yang dikeringkan dengan sistem tray pada suhu antara o C berkisar antara %, sementara Purseglove (1981) menyebutkan bahwa rendemen jahe kering berkisar antara 13-15%. Jahe gajah memiliki rendemen jahe bubuk yang paling rendah diantara ketiga jenis jahe karena jahe gajah segar memiliki kadar air yang paling tinggi. Rendemen bubuk jahe ini mempengaruhi rendemen oleoresin jahe. Bubuk jahe diperoleh dari jahe kering yang telah dihaluskan. Bubuk jahe yang digunakan untuk ekstraksi oleoresin sebaiknya ukurannya seragam agar antara bahan dan pelarut mudah terjadi kontak sehingga ekstraksi lebih sempurna (Purseglove et al.,1981). Menurut Guenther (1952), kehalusan bubuk yang diekstraksi merupakan faktor yang harus diperhatikan. Kehalusan yang sesuai menghasilkan ekstraksi yang sempurna dalam waktu yang singkat. 17
4 30 Rendemen (%) rendemen bubuk jahe rendemen oleoresin jahe 0 Gajah Emprit Merah Jenis Jahe Gambar 8. Rendemen bubuk jahe dan oleoresin jahe (basis basah) Rendemen oleoresin jahe berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah jahe emprit 12.52%, jahe merah 11.35%, dan jahe gajah 2.02%. Rendemen oleoresin jahe gajah paling rendah diantara ketiga jenis jahe karena rendemen jahe gajah bubuk sangat rendah (Gambar 8). Menurut Purseglove et al. (1981), rendemen oleoresin jahe yang dihasilkan dan kandungannya tergantung pada bahan baku dan pelarut yang digunakan serta kondisi ekstraksi. Rendemen oleoresin jahe juga mempengaruhi kadar gingerol dan shogaol yang dikandungnya. Semakin tinggi rendemen oleoresin yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula kadar gingerol dan shogaol jahe. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah rendemen oleoresin yang dihasilkan, maka kadar gingerol dan shogaol jahe yang dihasilkan semakin rendah. Ekstraksi oleoresin menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen oleoresin % (Pursglove et al.,1981), sementara menurut Fakhrudin (2008), rendemen oleoresin yang diperoleh dengan ekstraksi menggunakan pelarut etanol adalah %. Semakin tinggi waktu ekstraksi dan semakin kecil ukuran bahan akan memberikan nilai rendemen yang semakin besar. Hasil penelitian Risfaheri dan Anggraeni (1994) menunjukkan rendemen oleoresin jahe kualitas rendah berkisar antara %, sementara jahe kualitas ekspor yaitu 10.13%. Oleoresin jahe mengandung berbagai komponen diantaranya minyak atsiri, lemak, beberapa asam lemak bebas, resin, dan karbohidrat (Guenther, 1952). Selain itu, rendemen oleoresin juga ditentukan oleh umur jahe ketika dipanen (Baranowski, 1986 diacu dalam Ravindran et al., 2005). B. KADAR GINGEROL DAN SHOGAOL Gingerol dan shogaol merupakan komponen fenolik jahe yang diketahui memiliki efek anti-inflamasi (Wresdiyati dkk, 2003; Sabina et al., 2010), antikanker (Rieska, 2004; Rizki, 2004), dan antitumor (Abdullah et al., 2010). Selain memberikan efek fungsional bagi kesehatan, gingerol dan shogaol juga merupakan komponen pungent pada jahe yang memberikan citarasa dan aroma khas (Shahidi dan Naczk, 1995). Hasil pengujian menunjukkan kandungan (6)-gingerol paling tinggi bila dibandingkan dengan (8)-gingerol, (10)-gingerol, dan (6)-shogaol; namun bila dibandingkan 18
5 antara gingerol dan shogaol, total kadar gingerol lebih tinggi secara keseluruhan dibandingkan kadar shogaol. Menurut Zachariah et al. (1993) diacu dalam Ravindran dan Babu (2005), kandungan gingerol dalam oleoresin antara 14-25% dan shogaol dalam oleoresin antara %. Rasio senyawa gingerol : shogaol : zingeron pada oleoresin jahe adalah 60 : 30 : 10 (Connel dan Sutherland, 1969). Kandungan gingerol dan shogaol jahe mulai dari yang terbesar hingga terkecil adalah jahe gajah, jahe merah, dan jahe emprit. Kandungan (6)-, (8)-, (10)-gingerol, dan (6)- shogaol jahe gajah berturut-turut sebesar 9.56, 1.49, 2.96, dan 0.92 mg/g; jahe emprit 22.57, 4.73, 6.68, dan 2.24 mg/g; serta jahe merah 18.03, 4.09, 4.61, dan 1.36 mg/g. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda untuk jahe gajah dengan hasil yang diperoleh Lee et al. (2007), dimana kandungan (6)-, (8)-, (10)-gingerol, dan (6)-shogaol dalam jahe segar berturut-turut 9.3, 1.6, 2.3, dan 2.3 mg/g. Perbedaan kandungan homolog-homolog gingerol dan shogaol diantara ketiga jenis jahe dikarenakan perbedaan jenis jahe. Tinggi-rendahnya kadar gingerol dan shogaol pada ketiga jenis jahe mempengaruhi kepedasan jahe. Jahe gajah yang mengandung gingerol dan shogaol paling rendah, berdasarkan uji intensitas kepedasan memperoleh nilai kepedasan yang paling rendah, begitu pula sebaliknya jahe emprit yang mengandung gingerol dan shogaol paling tinggi memperoleh nilai kepedasan yang paling tinggi diantara ketiga jenis jahe Kandungan (mg/g) (6)-gingerol (8)-gingerol (10)-gingerol (6)-shogaol Gajah Emprit Merah Senyawa pungent jahe Gambar 9. Kadar gingerol dan shogaol jahe Kadar (6)-, (8)-, dan (10)-gingerol yang lebih besar daripada kadar (6)-shogaol pada simplisia jahe ini dikarenakan gingerol bersifat termostabil. Gingerol dapat berubah menjadi zingeron dan heksanal melalui reaksi retroaldol serta menjadi shogaol melalui dehidrasi pada pemanasan di atas 200 o C. Kepedasan jahe semakin berkurang selama penyimpanan karena transformasi gingerol menjadi shogaol (Purseglove et al., 1981). Menurut Vernin dan Parkanyi (2005), kadar gingerol jahe meningkat seiring dengan bertambahnya usia panen jahe. Biasanya jahe segar hanya mengandung sedikit shogaol jahe. Menurut Puengphian dan Siringchote (2008), kandungan (6)-gingerol jahe berubah tergantung pada suhu pengeringan. Semakin tinggi suhu pengeringan, maka kandungan (6)-gingerol jahe semakin rendah. 19
6 C. UJI INTENSITAS KEPEDASAN DAN HEDONIK Uji intensitas kepedasan dan hedonik jahe menggunakan bahan oleoresin pada konsentrasi 60 ppm (w/v), dimana oleoresin ini dibuat menjadi minuman jahe dengan mencampurnya ke dalam larutan gula 8% (w/v). Batas konsentrasi oleoresin yang dapat digunakan dalam minuman tidak beralkohol (minuman jahe) adalah 79 ppm sehingga dalam penelitian ini, penggunaan oleoresin masih memenuhi kriteria yang diizinkan oleh FEMA (Federal Emergency Management Agency No diacu dalam Furia dan Bellanca, 1970). Pengujian intensitas kepedasan dalam bentuk minuman jahe ini dipilih karena diantara produk-produk pemanfaatan oleoresin jahe sebagai flavor seperti: minuman tidak beralkohol, es krim, permen, produk bakery, saos, daging; minuman jahe merupakan aplikasi oleoresin yang paling sederhana dan murah. Selain itu, minuman jahe dipilih agar intensitas kepedasan jahe tidak berkurang akibat pengikatan komponen pungent jahe dengan protein (protein dapat menurunkan intensitas kepedasan jahe). Penilaian dilakukan menggunakan metode skoring dengan garis horizontal sepanjang 15 cm (ujung 0 cm menunjukkan tidak ada rasa pedas sama sekali/none dan ujung 15 cm menunjukkan rasa pedas yang sangat/very). Pemilihan uji intensitas metode skoring dengan skala garis dibandingkan dengan metode ranking karena metode ini dapat mengetahui seberapa besar perbedaan kepedasan diantara sampel (Watts et al., 1989) Hasil uji intensitas kepedasan jahe oleh 30 orang panelis tidak terlatih menunjukkan bahwa jahe emprit memiliki intensitas kepedasan yang paling tinggi diantara ketiga jenis jahe (7.99), diikuti jahe merah (5.94) dan jahe gajah (2.25). Secara statistik (uji Duncan), ketiga jenis jahe berbeda nyata kepedasannya pada taraf signifikansi 5% (α = 0.05). Menurut panelis, jahe emprit pedasnya lebih menyengat dan tidak bertahan lama; sementara kepedasan jahe merah muncul ketika diakhir dan lebih sebentar bila dibandingkan jahe emprit. Jahe merah ketika diawal cenderung terasa hambar sehingga lebih dominan rasa manis. Ada panelis yang menilai sampel jahe gajah tidak pedas sama sekali (nilai 0). Beberapa panelis menilai secara keseluruhan jahe kurang terasa pedas. Intensitas kepedesan yang diujiakan pada ketiga jenis jahe berkorelasi positif terhadap kadar gingerol-shogaol dimana jahe emprit memiliki kadar gingerol-shogaol yang paling tinggi bila dibandingkan dengan jahe gajah dan jahe merah. Sifat pedas (pungent) jahe segar dan juga yang terdapat dalam oleoresin jahe merupakan gabungan sensasi panas, tajam, dan menyengat yang berasal dari komponen gingerol jahe (Shahidi dan Nackz, 1995). Menurut Govindarajan dan Govindarajan (1979) diacu dalam Shahidi dan Nackz (1995), senyawa (6)-gingerol merupakan yang paling pungent dalam jahe. Proses pengeringan (rehidrasi/menghilangkan molekul air) dari jahe segar menjadi jahe kering mengubah homolog-homolog gingerol menjadi homolog-homolog shogaol yang memiliki ke-pungent-an lebih rendah dari gingerol. Diantara homolog-homolog gingerol, (6)-gingerol memiliki ke-pungent-an yang paling tinggi, diikuti oleh (8)-gingerol, dan (10)-gingerol. 20
7 Tingkat kepedasan Gajah Emprit Merah Keterangan: 0 = tidak pedas sama sekali (none) 15 = sangat pedas sekali (very) Jenis Jahe Gambar 10. Hasil uji intensitas kepedasan jahe Uji hedonik yang dilakukan menggunakan metode skala kategori (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka) dimana panelis memberikan penilaian terhadap kesukaan minuman jahe pada atribut rasa, aroma, dan kesukaan keseluruhan. Jahe gajah memiliki nilai kesukaan netral untuk atribut rasa (4.14), aroma (4.31), dan keseluruhan (4.04). Jahe emprit memiliki nilai kesukaan netral untuk atribut rasa (4.26) dan keseluruhan (4.38), sementara atribut aroma nilai kesukaannya agak disukai (5.04). Jahe merah memiliki nilai kesukaan netral untuk atribut rasa (4.42) dan keseluruhan (4.00), sementara atribut aroma nilai kesukaannya agak disukai (5.12). Hasil analisis ragam (ANOVA), atribut rasa pada ketiga jenis jahe yang diujikan tidak berbeda nyata (p>0.05), atribut aroma pada ketiga jenis jahe berbeda nyata (p<0.05), dan secara keseluruhan tidak berbeda nyata (p>0.05). Mengingat bahwa atribut rasa dan keseluruhan tidak berbeda nyata, sementara atribut aroma berbeda nyata, maka uji lanjutan (Duncan) dilakukan hanya untuk atribut aroma. Hasil uji Duncan terhadap atribut aroma dengan taraf nyata 5% menunjukkan bahwa aroma jahe gajah berbeda nyata dengan aroma jahe emprit dan aroma jahe merah, sedangkan aroma jahe emprit tidak berbeda nyata dengan aroma jahe merah (Lampiran 18b). Tingkat Kesukaan b b a a a a a a a Rasa Aroma Keseluruhan Keterangan: 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = agak tidak suka 4 = netral 5 = agak suka 6 = suka 7 = sangat suka Atribut Sensori Gajah Emprit Merah Gambar 11. Hasil uji hedonik jahe (skala 0-7) 21
8 Parameter yang dirasakan dan dinilai oleh panelis terhadap atribut rasa minuman jahe ini berkaitan dengan sifat khas jahe yang memberikan rasa hangat, rasa pedas dan juga rasa manis dari minuman jahe. Beberapa panelis mengatakan bahwa rasa jahe gajah dan jahe emprit kurang mantap (kurang terasa jahe dan kurang pedas), sementara rasa manis minuman jahe gajah lebih dominan dan ada juga panelis yang menilai rasanya terlalu netral (seperti air). Rasa pedas jahe emprit terlalu tajam (berada di pangkal tenggorokan) sehingga pada saat mencicipi sampel, panelis mengalami kaget (batuk dan tersedak). Sampel jahe emprit juga memiliki aftertaste pahit sehingga kurang disukai. Beberapa panelis menilai jahe merah rasanya terlalu pedas dan menyengat dimana rasa jahenya lebih terasa. Selain itu juga, sampel jahe merah lebih memberikan rasa hangat di tenggorokan, terasa spicy seperti ada cabai, namun aftertaste-nya terasa hambar. Beberapa panelis menilai aroma minuman jahe tidak begitu wangi, terutama jahe gajah yang aromanya tidak kuat. Namun, ada juga panelis yang menilai aroma ketiga minuman jahe sangat menyengat. Diantara ketiga jenis jahe, jahe merah memiliki nilai skor kesukaan aroma paling tinggi. Panelis menilai minuman jahe merah lebih terasa aroma dan rasa jahenya dibandingkan jahe gajah dan jahe emprit. Sementara jahe gajah aromanya terlalu slight dan rasa jahenya kurang terasa. Beberapa panelis ada yang menilai bahwa semua jahe kurang kuat rasa pedas dan aromanya, namun ada juga yang menilai sampel jahe merah paling pas secara keseluruhan. Penyajian sampel dalam keadaan hangat dapat meningkatkan sensasi pedas (terbakar/burn), sementara kondisi penyajian dalam keadaan dingin menghambat kepedasan (Green, 1985; Sizer dan Harris, 1985 diacu dalam Sugai et al., 2005). Hal ini dapat mengantisipasi kesalahan positif dari uji intensitas kepedasan dan uji hedonik. Sifat oleoresin jahe yang viskos (lengket) membuat konsistensi (emulsi) minuman jahe kurang stabil, yaitu oleoresin jahe tidak larut sempurna dalam air. Hal ini bisa mempengaruhi penilaian terhadap penampilan (skor keseluruhan). Kelarutan oleoresin pada air kurang baik dapat diatasi dengan menambahkan emulsifier atau dengan mikroenkapsulasi oleoresin jahe menggunakan bahan karier seperti tepung, susu skim, maltodekstrin, natrium kaseinat, dan bahan lainnya. Selain itu, melarutkan oleoresin dalam etanol terlebih dahulu sebelum dicampurkan ke dalam larutan gula juga dapat menghomogenkan sampel minuman jahe yang diujikan. 22
III. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Biofarmaka, IPB-Bogor. Penelitian ini berlangsung selama lima
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikembangkan sebagai usaha tanaman industri. Rimpangnya memiliki banyak
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu rempah-rempah penting. Oleh karena itu, jahe menjadi komoditas yang mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai usaha
Lebih terperinciSTANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. susunan asam-asam amino yang lengkap (Fitri, 2007). Produksi telur yang tinggi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu sumber protein pangan hewani yang memiliki kandungan gizi yang lengkap dan baik bagi pertumbuhan. Produk pangan hasil peternakan unggas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. JAHE
II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAHE Tanaman jahe termasuk Famili Zingiberaceae yang merupakan tanaman herba menahun, berakar serabut, dan termasuk kelas monokotil atau berkeping satu. Jahe tumbuh subur di ketinggian
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan
20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik
Lebih terperinciSEMINAR REKAYASA KIMIA DAN PROSES, 4-5 Agustus 2010 ISSN :
PENGARUH TEMPERATUR, RASIO BUBUK JAHE KERING DENGAN ETANOL, DAN UKURAN BUBUK JAHE KERING TERHADAP EKSTRAKSI OLEORESIN JAHE (Zingiber officinale, Roscoe) Susiana Prasetyo dan Afilia Sinta Cantawinata Jurusan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang
Lebih terperinciI. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013
I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 IV. Tujuan Percobaan: 1. Memilih peralatan yang dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Produk minuman merupakan salah satu produk instan yang banyak digemari oleh masyarakat. Ada berbagai macam produk minuman yang telah dikembangkan oleh berbagai industri,
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 Mei 2017 di
11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 Mei 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian serta Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro;
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis
I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, tempat dan waktu penelitian.
Lebih terperinciGambar 32. Diagram Alir Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis
7. LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis Penelitian ini menggunakan bahan baku dari tepung kulit buah manggis. Pertama-tama buah manggis yang digunakan dicuci terlebih dahulu. Proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ikan pada umumnya lebih banyak di kenal daripada hasil perikanan lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di konsumsi. Hasil perikanan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan
BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan pektin kulit jeruk, pembuatan sherbet
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN MINUMAN JAHE INSTAN
LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN MINUMAN JAHE INSTAN Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain rimpang temulawak, sorbitol cair dengan kadar air 25%, maltodekstrin dan karagenan. Selain itu digunakan
Lebih terperinciLampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah
Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah Rimpang jahe merah Rimpang jahe merah yang diiris
Lebih terperinci7. LAMPIRAN Lampiran 1. Scoresheet Uji Sensori Hedonik
7. LAMPIRAN Lampiran 1. Scoresheet Uji Sensori Hedonik UJI THRESHOLD Nama Panelis : Tanggal : Produk : Es Krim Brokoli Kriteria : Rasa Instruksi : Di hadapan Anda disajikan empat macam es krim yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan dunia dan memiliki harga mahal. Kopi merupakan minuman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kopi termasuk salah satu tanaman komoditas pertanian dalam perdagangan dunia dan memiliki harga mahal. Kopi merupakan minuman berwarna hitam gelap dengan aroma
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit kentang (Solanum tuberosum L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan Cipaganti,
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fenomena saat ini menunjukkan bahwa penggunaan produk-produk alami
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena saat ini menunjukkan bahwa penggunaan produk-produk alami semakin meningkat seiring dengan meningkatnya perhatian dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan.
Lebih terperinciBAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA Bab ini akan membahas pengujian, cara pengujian, hasil pengujian dan analisa hasil pengujian. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah sistem yang dirancang
Lebih terperinciMANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN
MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI JAHE DAN REMPAH PADA PEMBUATAN SIRUP KOPI
PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI JAHE DAN REMPAH PADA PEMBUATAN SIRUP KOPI Effect of the concentration of ginger and spices in the manufacture of coffee syrup OLEH: Dina Mardhatilah STp. MS.i Staf pengajar
Lebih terperinci5.1 Total Bakteri Probiotik
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :
Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hortikultura merupakan salah satu dari hasil kekayaan alam Indonesia, terutama buah-buah serta biji-bijian yang menempati posisi paling penting dalam hal pemenuhan
Lebih terperinciIII METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini menguraikan mengenai (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Metode
III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Metode Penelitian, dan (3) Prosedur Penelitian. 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan yang Digunakan Bahan-bahan
Lebih terperinciMETODE. Waktu dan Tempat
14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Sido Makmur, Kec. Sipora Utara, Kab. Kep.Mentawai untuk proses penggorengan keripik ikan lemuru. Dan dilanjutkan dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging
TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa
Lebih terperinciKANDUNGAN GINGEROL DAN SHOGAOL, INTENSITAS KEPEDASAN DAN PENERIMAAN PANELIS TERHADAP OLEORESIN JAHE GAJAH
KANDUNGAN GINGEROL DAN SHOGAOL, INTENSITAS KEPEDASAN DAN PENERIMAAN PANELIS TERHADAP OLEORESIN JAHE GAJAH (Zingiber officinale var. Roscoe), JAHE EMPRIT (Zingiber officinale var. Amarum), DAN JAHE MERAH
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat
20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman
Lebih terperinciTEKNOLOGI PEMBUATAN KRISTAL JAHE Oleh: Masnun (BPP Jambi) BAB I PENDAHULUAN
TEKNOLOGI PEMBUATAN KRISTAL JAHE Oleh: Masnun (BPP Jambi) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jahe adalah tanaman berjuta khasiat yang berada di sekitar kita yang sudah banyak dimanfaatkan oleh manusia
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack
Lebih terperinciMeningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi
Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah
Lebih terperinciPENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI Susiana Prasetyo S. dan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan
Lebih terperinciMETODE. Bahan dan Alat
22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik
Lebih terperinciAtas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.
Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan
Lebih terperinciMANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN
MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan
IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi
Lebih terperinciDeterminasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman Buah pisang raja diperoleh dari Pasar Legi, Surakarta, Jawa Tengah. Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di Laboratorium Biologi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan
Lebih terperinciEKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I
EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C
LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan
LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Penentuan Formulasi Bubur Instan Berbasis Tepung Komposit : Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Tujuan: - Mengetahui
Lebih terperinciPEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU
Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar
Lebih terperinciBALSEM JAHE STICK USAHA PENGOPTIMALAN PEMANFAATAN REMPAH JAHE MELALUI BALSEM SEBAGAI ALTERNATIFNYA
PKMK-2-12-1 BALSEM JAHE STICK USAHA PENGOPTIMALAN PEMANFAATAN REMPAH JAHE MELALUI BALSEM SEBAGAI ALTERNATIFNYA Etik Pibriani, Dilla Melany, Erik Tri Hadi Mulyo, M. Tsani Kurniawan Jurusan Budidaya Pertanian,
Lebih terperinciBAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN
BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Produksi Kopi Biji Salak dengan Penambahan Jahe Merah dilaksanakan pada bulan Maret-April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses dan
Lebih terperinci4. PEMBAHASAN Karaktersitik Fisik Sorbet Liqueur Jahe Merah
4. PEMBAHASAN Sorbet merupakan salah satu jenis frozen dessert yang memiliki kandungan berupa pemanis, penstabil, dan esktrak buah atau herbal. Pada proses pembuatan sorbet liqueur jahe merah diawali dengan
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 PENELITIAN PENDAHULUAN 5.1.1 Pembuatan Kacang Salut Proses pembuatan kacang salut diawali dengan mempelajari formulasi standar yang biasa digunakan untuk pembuatan kacang salut,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan
Lebih terperinciKAJIAN PEMBUATAN KOPI JAHE CELUP (STUDY OF GINGER COFFEE BAG PREPARATION)
Agroteknose, Vol. III, No. 2 Th. 2007 KAJIAN PEMBUATAN KOPI JAHE CELUP (STUDY OF GINGER COFFEE BAG PREPARATION) Siti Achadiyah Staf Pengajar Jurusan THP, Fak Tekn Pertanian INSTIPER ABSTRAK Tujuan penelitian
Lebih terperinciKadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu
40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.
Lebih terperinciBab III Bahan dan Metode
Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,
Lebih terperinciCONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN
CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciTekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.
Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat eksperimen. Dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada percobaan ini terdapat 6 taraf perlakuan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
17 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan April 2013 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Mikrobiologi
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium
11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian akan dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Pengujian yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2013 di Laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi
PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produk-produk fermentasi. Proses fermentasi mampu meningkatkan nilai gizi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan konsumsi pangan tidak lagi hanya memikirkan tentang cita rasa, harga dan tampilan makanan tetapi juga mulai memperhatikan nilai gizi. Konsumen mulai beralih
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil
Lebih terperinciLampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi
Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. halaman tempat tinggal (Purwaningsih, 2007).
I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian,
Lebih terperinciDalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk
HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada
Lebih terperinci