INDUKSI ANDROGENESIS LEUNCA (Solanum nigrum L.) DENGAN PERLAKUAN CEKAMAN SUHU INKUBASI PADA KULTUR ANTERA SISTEM MEDIA DUA LAPIS DINA AGUSTIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDUKSI ANDROGENESIS LEUNCA (Solanum nigrum L.) DENGAN PERLAKUAN CEKAMAN SUHU INKUBASI PADA KULTUR ANTERA SISTEM MEDIA DUA LAPIS DINA AGUSTIN"

Transkripsi

1 INDUKSI ANDROGENESIS LEUNCA (Solanum nigrum L.) DENGAN PERLAKUAN CEKAMAN SUHU INKUBASI PADA KULTUR ANTERA SISTEM MEDIA DUA LAPIS DINA AGUSTIN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Induksi Androgenesis Leunca (Solanum nigrum L.) dengan Perlakuan Cekaman Suhu Inkubasi pada Kultur Antera Sistem Media Dua-lapis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2016 Dina Agustin NIM G

4

5 ABSTRAK DINA AGUSTIN. Induksi Androgenesis Kultur Antera Leunca (Solanum nigrum L.) dengan Perlakuan Cekaman Suhu Inkubasi pada Sistem Media Dua-lapis. Dibimbing oleh ENCE DARMO JAYA SUPENA dan HADISUNARSO. Leunca (Solanum nigrum L.) selain biasa dikonsumsi sebagai sayuran dan lalap juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas leunca dapat diupayakan melalui penggunaan benih hibrida dari persilangan dua tetua galur murni. Pembentukan galur murni dapat dilakukan dengan cepat melalui kultur antera. Penelitian ini bertujuan menguji teknik kultur antera sistem media dua-lapis pada tanaman leunca dengan perlakuan cekaman suhu inkubasi. Perlakuan cekaman suhu inkubasi terdiri atas: suhu rendah (4-9 o C), suhu kamar (25-26 o C), suhu tinggi (32-33 o C), dan suhu tinggi (34-35 o C) selama tujuh hari pertama kultur, kemudian kultur dipindahkan pada suhu inkubasi o C selama tiga minggu. Seluruh perlakuan dilakukan dalam keadaan gelap. Antera yang dikulturkan bersumber dari kuncup bunga leunca yang berukuran mm dan berwarna ungu pada kedua ujung antera yang mengandung populasi mikrospora uninukleat akhir lebih dari 50%. Pembelahan sporofitik pada tanaman leunca dapat diinduksi melalui kultur antera pada sistem media dua-lapis dengan cekaman suhu inkubasi 4-9 o C dan o C selama tujuh hari pertama kultur. Induksi androgenesis yang ditandai dengan terbentuknya embrio fase pre-globular hanya terjadi pada hasil perlakuan cekaman suhu inkubasi o C selama tujuh hari pertama kultur. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa metode kultur antera sistem media dua-lapis yang awalnya dikembangkan untuk cabai memiliki potensi untuk dikembangkan pada tanaman spesies lain yang tergolong dalam genus Solanum. Kata kunci: androgenesis, kultur antera, Solanum nigrum, suhu inkubasi

6 ABSTRACT DINA AGUSTIN. Androgenesis Induction in Anther Culture of Solanum nigrum L. through Incubation Temperature Treatment in Double-Layered Medium System. Under supervision of ENCE DARMO JAYA SUPENA and HADISUNARSO. Leunca (Solanum nigrum L.) are usually consumed as vegetable and salad, as well as used for traditional medicinal purposes. Productivity and quality of leunca can be improved by developing the hybrid seed derived from crossing of two parentals of pure lines. Pure lines can be quickly produced through anther culture technique. The purpose of study was to test the anther culture double-layered medium system in Leunca through incubation temperature as stress treatment. Temperature stress treatment for the first seven days of culture were 4-9 C for low temperature, C for room temperature as well as C and C for high temperature and then followed by incubation temperature of C for three weeks in dark condition. The source of anther for explant were from flower buds of mm with a purple color in both anther tips, which were contained microspore population of more than 50% in the late uninucleate stage. Sporophytic divisions in Leunca can be induced through anther culture in double-layered medium system with incubation temperature stress of 4-9 C and C for the first seven days of culture. Androgenesis induction could be recognized by embryo form at pre-globular phase that can only occur in incubation temperature C for the first seven days of culture. This result indicated that double-layered medium system had been develop for hot-pepper can be used to for other species of the Solanum genus. Keywords: androgenesis, anther culture, Solanum nigrum, incubation temperature

7 INDUKSI ANDROGENESIS LEUNCA (Solanum nigrum L.) DENGAN PERLAKUAN CEKAMAN SUHU INKUBASI PADA KULTUR ANTERA SISTEM MEDIA DUA LAPIS DINA AGUSTIN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

8

9

10

11 PRAKATA Alhamdulillahirabbil alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada suri tauladan terbaik Rasulullah sallahu alaihiwasallam, para keluarganya dan orang-orang yang mengikuti jejak beliau sampai hari akhir. Tema yang dipilih dalam penelitian untuk tugas akhir skripsi ialah kultur jaringan tanaman, dengan judul Induksi Androgenesis Leunca (Solanum nigrum L.) dengan Perlakuan Cekaman Suhu Inkubasi pada Kultur Antera Sistem Media Dualapis. Dalam pelaksanaannya penulis banyak dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Untuk itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Dr Ir Ence Darmo Jaya Supena, MSi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan fasilitas, pendanaan penelitian, masukan, arahan, dan juga motivasi dalam penyusunan karya ilmiah ini. 2. Ir Hadisunarso, MSi, yang dengan sabar telah membimbing, mengarahkan dan memotivasi dalam penyusunan karya ilmiah ini. 3. Dr Ir RR Dyah Perwitasari MSc, selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran terkait karya ilmiah ini. 4. Program beasiswa BIDIK MISI atas biaya kuliah saya selama ini. 5. Laboratorium Kultur Jaringan, PPSHB IPB, dan Laboratorium Biotechnology Research Indonesia-the Netherland (BIORIN) PPSHB IPB yang telah menyediakan tempat untuk penelitian. 6. Kedua orang tua saya, Abdul Kamal dan Neti atas doa, kasih sayangnya, dan telah membimbing dan merawat saya tanpa lelah. Adik saya tercinta Aida Nurika Cahyani yang senantiasa memberi semangat kepada saya. Sahabat-sahabat saya satu perjuangan dari SMP, Ratih Suryaningrum dan Siti Rohmah, atas doa dan semangatnya untuk saya. 7. Teman-teman seperjuangan Biologi angkatan 48, atas kebersamaan, motivasi dan kesenangan selama ini. 8. Teh Nia Dahniar, teh Sarah, pak Asep, pak Mulya, pak Yanto, mba Pepi, ibu Eni, ibu Emi, ibu Fatimah, ibu Endang, pak Ipan, pak Itar, ibu Retno, ibu Eti, pak Iri, pak Jaka, pak Kusnadi, mba Wiwi, ibu Tini, ka Yusdar, ka Seni, ka Nurul, ka Nuril, ibu Idha, pak Nono, ka Allen atas semangat dan bantuannya selama penelitian di Laboratorium, para staf Departemen Biologi (mas Endan dan mas Faris) dan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2016 Dina Agustin

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xii Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Biologi dan Manfaat Tanaman Leunca (Solanum nigrum L.) 2 Androgenesis pada Solanaceae 3 BAHAN DAN METODE 4 Waktu dan Tempat 4 Bahan dan Alat 4 Metode Penelitian 4 Pertanaman Tanaman Leunca 4 Pembuatan Media Dua-lapis 5 Pengamatan Fase Mikrospora atau Polen 5 Praperlakuan dan Sterilisasi Kuncup Bunga 5 Kultur Antera dalam Sistem Media Dua-lapis dan Perlakuan Suhu Inkubasi 5 Pengamatan dan Pengolahan Data 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Hubungan Morfologi Kuncup Bunga dan Antera dengan 6 Fase Perkembangan Mikrospora 6 Perkembangan Mikrospora Hasil Perlakuan Cekaman Suhu Inkubasi 8 SIMPULAN DAN SARAN 11 Simpulan 11 Saran 11 DAFTAR PUSTAKA 11 RIWAYAT HIDUP 14

14 DAFTAR TABEL 1 Fase perkembangan mikrospora pada beberapa fase perkembangan kuncup bunga 7 2 Persentase perkembangan mikrospora dan mikrospora multiseluler pada perlakuan cekaman suhu inkubasi selama tujuh hari pertama kultur dan selanjutnya diinkubasi pada suhu o C sampai umur empat minggu kultur 9 DAFTAR GAMBAR 1 Berbagai ukuran kuncup bunga leunca 7 2 Fase perkembangan mikrospora leunca hasil pewarnaan dengan DAPI dan diamati menggunakan mikroskop flouresens filter UV 8 3 Fase perkembangan mikrospora leunca setelah perlakuan cekaman suhu inkubasi selama tujuh hari (umur 1 MSK) 10 4 Induksi pembelahan sporofitik dan androgenesis setelah perlakuan cekaman suhu inkubasi o C pada tujuh hari pertama kultur kemudian dipindahkan dalam suhu inkubasi o C 10

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Leunca (Solanum nigrum L.) merupakan salah satu spesies dari famili Solanaceae yang biasa dikonsumsi sebagai sayuran dan lalap. Leunca dapat dimanfaatkan juga sebagai obat tradisional. Masyarakat biasa mengonsumsi daun muda dan buah muda sebagai sayuran dan dimasak dengan cara ditumis atau direbus. Buah muda dari Leunca dapat dikonsumsi sebagai lalap mentah (Putriantari 2014). Penelitian Karmakar et al. (2010) menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah leunca dapat menunda dan menghambat terjadinya diare pada tikus yang diinduksi minyak jarak. Gogoi dan Islam (2012) menyebutkan ekstrak daun leunca memiliki kandungan metabolit sekunder yaitu alkaloid, saponin, tannin, dan flavonoid. Kandungan metabolit sekunder tersebut yang diduga memiliki khasiat sebagai obat. Daun leunca yang gugur dicampur minyak digunakan sebagai tempelan untuk menutup luka dan daun segarnya digunakan untuk menghilangkan nyeri dan peradangan. Di Amerika Utara masyarakat Indian menggunakan rebusan akar tanaman leunca sebagai obat cacingan pada anak (Edmonds dan Chweya 1997). Potensi pengembangan tanaman leunca sebagai tanaman obat perlu didukung. Untuk meningkatkan potensi leunca sebagai tanaman obat, dapat dilakukan melalui upaya meningkatkan produktivitas dan kualitasnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman adalah menggunakan benih hibrida dari persilangan dua tetua galur murni (Evans et al. 2003). Secara alami untuk memperoleh galur murni membutuhkan 6-10 generasi melalui penyerbukan sendiri terkendali. Kultur haploid melalui proses androgenesis merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menghasilkan tanaman haploid dan haploid ganda (galur murni) hanya dalam satu generasi (Collin dan Edwards 1998). Secara alami, mikrospora (stadium muda polen) akan berkembang menjadi polen dewasa, namun secara in vitro mikrospora tersebut dapat diinduksi untuk mengalami pembelahan sporofitik dan selanjutnya berkembang menjadi embrio. Mikrospora dan polen dewasa merupakan sel gamet jantan tanaman yang mengandung kromosom setengah dari jumlah kromosom sel somatik atau haploid (Powell 1990). Perubahan jalur perkembangan mikrospora dari gametofitik ke arah sporofitik merupakan dasar dari proses androgenesis. Perubahan jalur perkembangan gametofitik ke arah sporofitik dapat diinduksi dengan mengaplikasikan perlakuan cekaman, misalnya kombinasi suhu o C dan medium starvasi sumber karbon selama 5-6 hari pada tembakau (Nicotiana tabacum) (Touraev dan Heberle-Bors 2003), suhu 9 o C (Supena et al. 2006) selama satu minggu pertama pada kultur antera cabai (Capsicum annuum L.), suhu 4-9 o C selama satu minggu pertama kultur antera pada kedelai varietas Wilis (Budiana 2010), serta suhu 35 o C selama 4 hari pada kultur antera sweet pepper (Capsicum annuum L.) (Parra-Vega et al. 2013). Praperlakuan sumber eksplan sebelum kultur juga dapat menginduksi pembelahan sporofitik dan androgenesis. Praperlakuan tersebut diantaranya adalah suhu dingin 6 o C selama dua hari pada kuncup bunga kentang (Solanum tuberosum) (Tiainen 1992), suhu 4 o C selama satu hari pada

16 2 kuncup bunga cabai (Capsicum annuum L.) (Supena et al. 2006), dan suhu 5-10 o C selama satu hari pada kuncup bunga cabai (Capsicum annuum L.) (Utami 2007). Supena et al. (2006) telah berhasil mengembangkan teknik kultur antera pada media dua-lapis untuk memproduksi tanaman haploid ganda cabai besar dan cabai kriting Indonesia. Metode Supena et al. (2006) juga telah berhasil diterapkan untuk tanaman cabai paprika (Parra-Vega et al. 2013), cabai hias (Capsicum annuum L.) (Ari et al. 2016), serta terong var Antaboga dan tanaman model Nicotiana tabacum SR1 (Pratama 2014) dengan diperolehnya tanaman haploid dan haploid ganda melalui proses androgenesis. Oleh karena itu, sistem media dua-lapis berpotensi untuk diujikan pada spesies lain dari genus Solanum, dan teknik ini belum dicobakan pada tanaman leunca (Solanum nigrum L.) yang merupakan salah satu spesies dari genus Solanum. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menguji teknik kultur antera sistem media dua-lapis pada tanaman leunca (Solanum nigrum L.) dengan perlakuan cekaman suhu inkubasi. TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Manfaat Tanaman Leunca (Solanum nigrum L.) Tanaman leunca (Solanum americanum Miller sinonim Solanum nigrum L.) merupakan salah satu sayuran yang berasal dari Amerika Selatan dan telah dimanfaatkan secara lokal di masyarakat Indonesia (Siemonsma dan Jansen, 1994; Putrasamedja 2005). Leunca awalnya adalah tanaman yang tumbuh liar dan dikenal sebagai gulma budidaya. Saat ini, leunca banyak tumbuh di pekarangan dan ladang yang mendapat air dan sinar matahari cukup. Leunca merupakan salah satu spesies dari genus Solanum famili Solanaceae. Leunca tersebar di Indonesia, yaitu di Pulau Jawa dan Sumatera mulai dari dataran rendah sampai ketinggian (mdpl) (Wijayakusuma dan Dalimartha 2005). Leunca termasuk tanaman semusim yang memiliki batang tegak, tinggi cm, dan memiliki percabangan banyak. Daun tunggal tersusun berseling dan posisi daun pada dua sisi batang. Helaian daun berbentuk bulat telur dengan ujung dan pangkal helaian daun meruncing, serta memiliki tepi daun bergelombang sampai rata. Bunga tersusun majemuk berjumlah 2-10 kuntum dengan bentuk mahkota bintang berwarna putih (Wijayakusuma dan Dalimartha 2005; Nugroho et al. 2006). Menurut Siemonsma dan Jansen (1994), terdapat dua jenis leunca di Jawa Barat, yaitu leunca yang buahnya berukuran kecil berdiameter ± 0.5 cm dan berwarna kebiruan hingga hitam saat masak disebut Leunca Manuk atau Leunca Ayam, serta leunca yang buahnya berukuran besar berdiameter ± 1.0 cm dan berwarna mengkilap keunguan hingga hitam saat masak disebut Leunca Biasa atau Leunca Badak. Leunca diperbanyak melalui biji dengan cara disemai. Benih berkecambah enam hari setelah disemai. Pertumbuhan bunga terlihat pada delapan minggu

17 3 setelah berkecambah atau lima minggu setelah pindah tanam. Buah muncul sepuluh hari setelah bunga antesis dan dipanen delapan hari kemudian. Panen biasanya dilakukan dua bulan setelah tanam (Siemonsma dan Jansen, 1994). Bagian yang dikonsumsi sebagai sayuran dari tanaman leunca adalah daun dan buah, serta dapat dimasak untuk rebusan dan tumisan (Siemonsma dan Jansen, 1994; Putriantari 2014). Selain dikonsumsi sebagai sayuran, leunca juga dimanfaatkan untuk obat tradisional. Leunca yang memiliki rasa pahit berkhasiat sebagai obat antikanker, membersihkan racun, penurun panas (anti-piretik), menghilangkan bengkak, melancarkan sirkulasi darah, menghilangkan gatal, meredakan rasa sakit (analgetik), peluruh kemih (diuretik), peluruh dahak (ekspektorans), serta pereda batuk dan sesak (Wijayakusuma 2005). Leunca juga dapat dimanfaatkan untuk obat demam, diare, penyakit mata, penyakit jantung, edema anasarka (bengkak seluruh tubuh), penyakit anjing gila, pembesaran hati kronis, blood-spitting (batuk berdarah), ambeyen dan disentri (Ghani 2003). Berdasarkan penelitian Gogoi dan Islam (2012) bahwa ekstrak daun Solanum nigrum L. mengandung senyawa alkaloid, saponin, tannin, flavonoid, dan protein. Jain et al. (2011) menyebutkan bahwa tanaman S. nigrum memiliki berbagai komponen senyawa utama glikoalkaloid (solamargin, solasodin, solanin, dan kelompok senyawa tropane), glikoprotein, dan polisakarida. Penelitian Karmakar et al. (2010) mengungkapkan adanya senyawa kimia dari ekstrak etanol buah yaitu, karbohidrat, alkaloid, tannin, saponin, steroid, glikosida, dan damar (gums). Kandungan kelompok senyawa tersebut yang diduga menyebabkan leunca memiliki khasiat sebagai tanaman obat. Androgenesis pada Solanaceae Androgenesis atau embriogenesis mikrospora adalah proses yang diawali membelokkan arah perkembangan gametofitik (jalur perkembangan sel induk gamet menjadi sel gamet) ke arah sporofitik, yang dilanjutkan dengan jalur perkembangan menjadi embrio sehingga menghasilkan embrio bersifat haploid. Proses penggandaan kromosom embrio haploid selanjutnya akan menghasilkan tanaman yang bersifat haploid ganda (homozigot) (Touraev dan Heberle-Bors 2003; Wahidah 2014). Teknologi untuk produksi tanaman haploid dan haploid ganda secara in vitro dapat dilakukan melalui proses androgenesis, ginogenesis, dan eliminasi kromosom. Androgenesis merupakan metode yang paling efisien dan tercepat untuk menghasilkan tanaman haploid dan haploid ganda dalam satu generasi (Segui-Simarro et al. 2011). Induksi androgenesis untuk produksi tanaman haploid dan haploid ganda dapat dilakukan melalui teknik kultur isolasi mikrospora pada media cair atau kultur antera melalui media padat (Evans et al. 2003). Kultur antera pada media dua-lapis telah diuji dan hasilnya lebih efisien dari pada kultur antera pada media padat dan kultur mikrospora pada media cair untuk tanaman cabai lokal Indonesia (Supena et al. 2006). Kultur anter pada sistem media dua-lapis ini telah dicobakan pada beberapa spesies tanaman dari genus Solanum, diantaranya kultur antera pada tanaman tembakau (Johansson et al. 1982), cabai besar dan cabai keriting Indonesia (Supena et al. 2006), cabai paprika (Parra-Vega et al. 2013), cabai hias (Capsicum annuum L.) (Ari et al. 2016), dan terong var Antaboga (Pratama 2014).

18 4 Pada prinsipnya, teknik kultur antera pada media dua-lapis menggabungkan keutamaan dari teknik kultur antera pada media padat maupun kultur isolasi mikrospora pada media cair, serta mengurangi efek negataif dari keduanya (Supena 2016 Komunikasi pribadi). Teknik kultur antera pada metode dua-lapis memiliki dua metode berbeda yaitu, metode cabai (Supena et al. 2006) dan metode tembakau (Johansson et al. 1982; Custers et al. 1999). Penelitian Pratama (2014) menunjukkan metode cabai dapat menginduksi androgenesis pada ketiga spesies Solanaceae, yaitu cabai, terong dan tembakau. Induksi androgenesis dapat terjadi jika mikrospora mengalami cekaman (stress). Tanpa cekaman, mikrospora akan tetap berkembang normal (gametofitik) yang selanjutnya menjadi polen dewasa (Heberle-Bors 1999). Cekaman untuk induksi androgenesis dapat berupa cekaman suhu rendah dan tinggi, starvasi (medium B, karbon dan colchicine), penggabungan perlakuan cekaman suhu dan starvasi yang telah diterapkan pada beberapa tanaman (Shariatpanahi et al. 2006). Cekaman untuk induksi androgenesis telah diterapkan pada beberapa spesies tanaman, yaitu cekaman suhu tinggi 33 o C dengan starvasi medium B selama 6 hari pada tembakau, dan starvasi sumber karbon sukrosa (Touraev et al. 1996), suhu rendah 4 o C selama 72 jam (Reinert et al. 1975) dan 5 o C selama 3 hari (Duncan dan Heberle 1976) pada kultur antera tembakau. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan September sampai November Penyiapan bahan berupa kuncup bunga leunca dilakukan pertanaman di kebun percobaan Cikabayan. Kultur in vitro dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB. Pengamatan stadia perkembangan mikrospora leunca dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Biologi FMIPA IPB. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah kuncup bunga Leunca Biasa (Leunca Badak). Bahan kimia yang digunakan antara lain: media dasar Nitsch (Nitsch dan Nitsch 1969), larutan B-medium (300 mm manitol, 20 mm KCl, 1 mm MgSO4, 1 mm CaCl2, 1 mm potassium phosphate, buffer, dan ph 6.8) (Kyo dan Harada 1986), maltosa, arang aktif, gellan gum, pewarna 4,6-diamidino-2-phenylindole (DAPI), Triton X-100, dan gliserin. Alat-alat yang digunakan diantaranya mikroskop fluoresens dengan filter UV, laminar air flow cabinet, dan peralatan standar laboratorium kultur jaringan. Metode Penelitian Pertanaman Tanaman Leunca Bahan perbanyakan tanaman leunca menggunakan biji. Biji diperoleh dari buah Leunca Biasa (Leunca Badak) yang sudah masak dengan cara mengeluarkan

19 5 biji dari daging buah. Biji direndam dalam air selama satu malam untuk mengetahui biji yang bernas. Biji yang bernas akan tenggelam saat direndam, sedangkan yang tidak bernas akan mengapung. Biji kemudian ditiriskan di bawah sinar matahari hingga kandungan airnya hilang. Biji yang sudah hilang kandungan airnya siap dilakukan penebaran. Metode penanaman dengan cara menebar benih langsung pada polibag. Komposisi tanah dan pupuk 1:1 dalam satu polibag, benih ditebar sebanyak 3-5 biji per satu polibag. Pertanaman tanaman leunca dilakukan di kebun percobaan Cikabayan yang merupakan area dengan cukup sinar matahari. Penyiraman tanaman dilakukan hingga tanaman tidak kekurangan air, dikarenakan tanaman leunca sensitif terhadap kekeringan. Pembuatan Media Dua-lapis Komposisi media padat mengandung komponen Nitsch (Nitsch dan Nitsch 1969) dan maltosa 20 g/l dengan penambahan arang aktif 10 g/l, dan gellan gum 3 g/l. Media cair mengandung komponen yang sama seperti media padat, kecuali tanpa arang aktif dan gellan gum. Media dua-lapis terdiri atas media padat di bagian bawah dan media cair di lapisan atas. Media diatur pada ph 5.8 sebelum proses sterilisasi menggunakan autoklaf. Cawan petri yang digunakan untuk kultur adalah berdiameter 6 cm dengan volume masing-masing media padat maupun media cair 3 ml. Pengamatan Fase Mikrospora atau Polen Penentuan fase perkembangan mikrospora untuk sumber eksplan leunca dikorelasikan dengan fase perkembangan kuncup bunga, yaitu panjang dari bagian dasar kuncup bunga hingga ujung mahkota, dan warna ungu pada antera. Mikrospora diisolasi dari antera dalam larutan B-medium. Mikrospora yang terlarut diendapkan dengan centrifuge pada kecepatan 4000 rpm selama 4 menit pada suhu ruang. Pelet yang terbentuk diwarnai dengan µl DAPI (4,6-Diamidino 2- phenylidole) konsentrasi 0.5 mg/l yang ditambah Triton X-100 dan gliserin. Fase perkembangan mikrospora diamati di bawah mikroskop flouresens dengan filter UV. Fase perkembangan yang diidentifikasi, yaitu: tetrad, uninukleat awal, uninukleat akhir, biseluler awal, biseluler tengah, biseluler akhir, dan polen matang. Sumber eksplan untuk keperluan kultur dalam percobaan ini dipilih kuncup dengan antera yang mengandung mikrospora fase uninukleat akhir di atas 50%. Praperlakuan dan Sterilisasi Kuncup Bunga Kuncup bunga diberi praperlakuan suhu dingin (4-9 o C) selama satu hari. Kuncup bunga selanjutnya disterilisasi sebelum dilakukan proses isolasi anter. Kuncup bunga didesinfeksi selama 1-2 menit dalam etanol 70%, kemudian dibilas 1 kali dalam akuades steril dingin. Desinfeksi dilanjutkan dalam NaOCl 1.3% dengan penambahan Tween % (v/v) selama 10 menit, kemudian dibilas 3 kali dalam akuades steril dingin secara bertahap masing-masing 3 menit. Sterilisasi kuncup dilakukan di dalam laminar. Kultur Antera dalam Sistem Media Dua-lapis dan Perlakuan Suhu Inkubasi Isolasi antera dilakukan dengan cara mengelupas kelopak dan mahkota terlebih dahulu. Antera dikulturkan pada media dua-lapis. Setiap cawan petri terdapat 25 anter dari 5 buah kuncup bunga. Kultur selanjutnya diinkubasi sesuai

20 6 dengan perlakuan cekaman suhu inkubasi, yaitu pada suhu rendah (4-9 o C), suhu kamar (25-26 o C), dan suhu tinggi (32-33 o C dan o C) selama tujuh hari pertama dalam kondisi gelap. Kultur kemudian dipindahkan inkubasinya pada suhu o C dalam kondisi gelap selama tiga minggu. Pengamatan dan Pengolahan Data Perkembangan kultur diamati setiap minggu. Untuk mengetahui fase perkembangan mikrospora leunca dan pembelahan sporofitik maupun androgenesis, dilakukan pengamatan pada antera dengan teknik squash, menggunakan pewarnaan DAPI dan diamati di bawah mikroskop flouresens dengan filter UV. Pengamatan perkembangan mikrospora dalam antera sebelum kultur maupun pada umur kultur tertentu sesuai kebutuhan pengamatan, dilakukan dengan menghitung masing-masing fase perkembangan mikrospora. Pengamatan dilakukan sebanyak 3 ulangan, masing-masing diamati pada 5 bidang pandang. Data hasil pengamatan kultur antera selanjutnya dihitung persentase fase perkembangan mikrospora. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Morfologi Kuncup Bunga dan Antera dengan Fase Perkembangan Mikrospora Kuncup bunga leunca yang digunakan pada penelitian ini berasal dari rangkaian bunga leunca yang terdiri dari 6-10 kuncup (Gambar 1). Untuk mendapatkan fase perkembangan mikrospora uninukleat akhir dengan persentase lebih dari 50% dapat diperoleh ketika panjang kuncup mm dengan frekuensi 77.5% dan 73.3%, antera berwarna hijau kekuningan dengan terdapat warna ungu pada ujung antera dari mulai terlihat tipis sampai jelas atau tebal (Tabel 1). Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan Pratama (2014) pada terong var Antaboga bahwa ketika antera berwarna hijau kekuningan dengan warna ungu pada ujungnya memiliki fase mikrospora uninukleat akhir lebih dari 50%. Penciri morfologi untuk beberapa spesies dari genus Solanum lainnya seperti, warna ungu pada ujung antera tanaman Capsicum annuum (Supena et al. 2006), dan ukuran kuncup bunga pada Nicotiana tabaccum (Wahidah 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ciri morfologi kuncup bunga dan antera pada leunca dapat digunakan untuk mengetahui dan menduga fase perkembangan mikrospora. Ciri lain adalah kuncup bunga leunca dengan ukuran mahkota mm lebih panjang dari kelopaknya (Gambar 1C). Penggunaan antera sebagai sumber eksplan dengan fase perkembangan mikrospora yang tepat penting dalam kultur antera untuk induksi androgenesis. Perkembangan mikrospora fase uninukleat akhir sampai biseluler awal merupakan tahap responsif untuk induksi androgenesis, seperti yang telah dilaporkan pada tanaman Capsicum annuum (Supena et al. 2006) dan Cocos nucifera (Perera et al. 2008). Pada fase perkembangan uninukleat akhir hingga biseluler awal, kondisi inti sel dalam keadaan tidak stabil, karena pada kondisi peralihan fase G1 ke sintesis DNA. Oleh karena itu, dapat dimanfaatkan untuk proses pembelokan arah

21 7 perkembangan gametofitik ke arah sporofitik untuk induksi pembelahan sporofitik dan androgenesis (Indrianto et al. 2001). A B C D E F G Gambar 1 Berbagai ukuran kuncup bunga leunca. (A) rangkaian bunga 6-10 kuncup; (B) ukuran kuncup 3.0 mm; (C) ukuran kuncup 3.5 mm; (D) ukuran kuncup 4.0 mm; (E) ukuran kuncup 4.5 mm; (F) ukuran kuncup 5.0 mm; (G) ukuran kuncup 5.5 mm. Garis skala = 3.0 mm untuk B-G. Tabel 1 Fase perkembangan mikrospora pada beberapa fase perkembangan kuncup bunga No Panjang Ukuran kuncup (mm) Penciri Fase Perkembangan Mikrospora (%) Warna ungu pada anter TE UA UK BA BT BK PM TI Belum ada Hanya di salah satu ujung Ada di kedua ujung anter Ada di kedua ujung anter dan lebih jelas/tebal ¼ panjang anter ½ panjang anter Keterangan:TE = tetrad, UA = uninukleat awal, UK =uninukleat akhir, BA =biseluler awal, BT = biseluler tengah, BK =biseluler akhir, PM = polen matang, TI = tanpa inti. Fase perkembangan mikrospora leunca hasil pewarnaan DAPI dengan pengamatan di bawah mikroskop flouresens filter UV (Gambar 2). Perkembangan mikrospora sampai menjadi polen diawali dengan fase tetrad sebagai hasil proses meiosis (Gambar 2A), kemudian individu mikrospora memisahkan diri menjadi fase uninukleat awal yang selanjutnya berkembang menjadi uninukleat akhir. Inti mikrospora membelah secara mitosis menjadi inti vegetatif dan inti generatif atau fase biseluler yang berkembang lebih lanjut menjadi polen matang. Pada fase tetrad tampak empat sel mikrospora yang masih dalam satu kesatuan dan diselubungi dinding kalosa. Pada fase uninukleat awal (Gambar 2B) tampak inti sel berbentuk bulat dan berada di tengah sel, kemudian inti sel mikrospora bergerak ke tepi sel dan sel mikrospora semakin jelas berbentuk bulat pada fase uninukleat akhir (Gambar 2C). Inti sel terlihat tidak beraturan, tampak lonjong atau seperti serabut

22 8 pada fase biseluer awal (Gambar 2D), selanjutnya inti sel belum berbentuk bulat dan terpisah satu sama lain pada biseluler tengah (Gambar 2E). Pada fase biseluler akhir (Gambar 2F) tampak inti vegetatif akan berukuran lebih besar dari inti generatif dan kedua inti terpisah dengan sangat jelas, dan akhirnya pada fase polen matang (Gambar 2G) tampak inti generatif yang awalnya berbentuk bulat menjadi lonjong. Mikrospora tanpa inti dijumpai juga dalam populasi mikrospora pada antera dari kuncup bunga mulai ukuran panjang 4.5 mm (Tabel 1). B C D A E F G Gambar 2 Fase perkembangan mikrospora leunca hasil pewarnaan dengan DAPI dan diamati menggunakan mikroskop flouresens filter UV. (A) fase tetrad; (B) fase uninukleat awal; (C) fase uninukleat akhir; (D) fase biseluler awal; (E) fase biseluler tengah; (F) fase biseluler akhir; (G) fase polen matang. Garis skala = 20 µm untuk A-G. Perkembangan Mikrospora Hasil Perlakuan Cekaman Suhu Inkubasi Hasil kultur antera leunca menggunakan sistem media dua-lapis metode cabai (Supena et al. 2006) dengan perlakuan berbagai cekaman suhu inkubasi menunjukkan bahwa perlakuan cekaman suhu inkubasi dingin 4-9 o C (Gambar 3A) dan suhu inkubasi tinggi o C (Gambar 3B) selama tujuh hari pertama kultur mampu menginduksi pembelahan sporofitik (Tabel 2). Mikrospora dengan dua sel relatif simetris ditemukan pada kedua perlakuan cekaman suhu inkubasi tersebut. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Supena et al. (2006) bahwa perlakuan cekaman suhu inkubasi dingin 4 o C selama tujuh hari pertama kultur mampu menginduksi mikrospora uninukleat membelah secara simetris (sporofitik) pada cabai besar Tombak. Perlakuan cekaman suhu inkubasi tinggi yang menginduksi pembelahan sporofitik pada tanaman gandum yaitu 32 o C selama enam hari (Li et al. 1988), dan pada tanaman kedelai varietas Wilis o C pada minggu pertama kultur (Budiana 2010).

23 9 Tabel 2 Perlakuan cekaman suhu Inkubasi tujuh hari pertama kultur 4-9 o C o C o C o C Persentase perkembangan mikrospora dan mikrospora multiseluler pada perlakuan cekaman suhu inkubasi selama tujuh hari pertama kultur dan selanjutnya diinkubasi pada suhu o C sampai umur empat minggu kultur Umur kultur (MSK) Tanpa Inti (%) Satu sel (UK) BA Gametofitik (%) Sporofitik (%) Androgenik (%) BK (1V+1G) PM (1V+1G) 1V+2G V+V 2V+1G 3V 4-8 sel sel (preglobul ar) Keterangan: MSK = minggu setelah kultur, UK = uninukleat akhir, BA = biseluler awal, BK = biseluler akhir, PM = polen matang, V = inti vegetatif, G = Inti generatif 9

24 10 A B C D Gambar 3 Fase perkembangan mikrospora leunca setelah perlakuan cekaman suhu inkubasi selama tujuh hari (umur 1 MSK). (A) fase dua sel simetris (2V) umur 1 MSK (4-9 o C); (B) fase dua sel simetris (2V) umur 1 MSK (32-33 o C); (C) suhu (25-26 o C) dan (D) suhu (34-35 o C) fase tanpa inti umur 1 MSK. Garis skala = 20 µm untuk A-D. Mikrospora tanpa inti sudah menjadi 100% ditemukan pada perlakuan cekaman o C (Gambar 3G) dan suhu inkubasi tinggi o C (Gambar 3H) sejak satu minggu pertama setelah kultur. Mikrospora tanpa inti disebabkan oleh perkembangan gametofitik yang dilanjutkan perkecambahan polen yang tidak normal dan mengalami lisis. Kondisi inkubasi pada suhu o C selama tujuh hari pertama kultur bukan merupakan kondisi untuk cekaman suhu (baik rendah dan tinggi), sehingga mikrospora berinti tunggal akan terus mengalami perkembangan gametofitik. Pada tanaman kedelai perlakuan suhu kontrol o C, inti sel mikrospora membelah secara asimetris menghasilkan dua sel, yaitu sel generatif dan sel vegetatif. Perkembangan selanjutnya tidak tampak menjadi polen dewasa tetapi inti dan sitoplasmanya keluar sehingga mikrospora menjadi tidak berinti (Rezany, 2008). Untuk perlakuan cekaman suhu o C diduga terlalu tinggi, seperti yang dilaporkan Wahidah (2014), bahwa mikrospora tanaman tembakau tidak dapat bertahan hidup pada kondisi suhu tinggi 34 o C selama masa cekaman enam hari. A B C Gambar 4 Induksi pembelahan sporofitik dan androgenesis setelah perlakuan cekaman suhu inkubasi o C pada tujuh hari pertama kultur kemudian dipindahkan dalam suhu inkubasi o C. (A) fase empat sel umur 2 MSK; (B) fase sepuluh-tiga puluh sel (3 MSK); (C) fase preglobular umur 4 MSK. Garis skala = 30 µm untuk A-C. Pembelahan sporofitik lebih dibuktikan dengan dihasilkannya mikrospora multiseluler (4-8 sel) pada umur 2 MSK baik setelah perlakuan cekaman suhu 4-9 o C maupun o C (Tabel 2). Perkembangan lebih lanjut sampai fase sel dan fase pre-globular pada umur 3 dan 4 MSK hanya dijumpai setelah perlakuan cekaman o C (Gambar 4, Tabel 2). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak semua mikrospora yang melakukan pembelahan sporofitik bersifat embriogenik. Indrianto et al. (2001), menyatakan bahwa dari tiga stadia mikrospora gandum, yaitu

25 11 uninukleat akhir, biseluler awal, dan tipe biseluler akhir akan mengalami perkembangan lebih lanjut atau tidak berkembang lebih lanjut, meskipun pembelahan sel pertama mikrosporanya selalu simetris atau bersifat sporofitik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa induksi androgenesis dengan metode kultur antera pada media dua-lapis dapat diterapkan untuk tanaman leunca yang juga merupakan salah satu spesies dari genus Solanum famili Solanaceae seperti cabai. Oleh karena itu, metode kultur antera pada media dua-lapis yang pada awalnya dikembangkan untuk tanaman cabai berpeluang dapat diterapkan untuk semua anggota Solanum menjadi lebih memungkinkan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pembelahan sporofitik pada tanaman leunca dapat diinduksi melalui kultur antera pada sistem media dua-lapis dengan cekaman suhu inkubasi 4-9 o C dan o C selama tujuh hari pertama kultur. Namun untuk induksi androgenesis yang ditandai terbentuknya embrio fase pre-globular dengan frekuensi 0.3% umur tiga minggu setelah kultur pada suhu inkubasi o C hanya terjadi pada hasil perlakuan cekaman suhu inkubasi o C selama tujuh hari pertama kultur. Antera yang tepat untuk dikultur adalah bersumber dari kuncup bunga leunca berukuran mm dan berwarna ungu pada kedua ujung antera yang mengandung populasi mikrospora uninukleat akhir lebih dari 50%. Saran Pertanaman sumber eksplan sebaiknya dilakukan di greenhouse dengan sinar matahari cukup. Pemilihan tanaman donor disarankan menggunakan tanaman muda (pembungaan periode kedua). DAFTAR PUSTAKA Ari E, Bedir H, Yildirim S, Yildirim T Androgenic responses of 64 ornamental pepper (Capsicum annuum L.) genotypes to shed-microspores culture in the autumn season. Turk J Biol. 40: Budiana Induksi pembelahan sporofitik mikrospora kedelai melalui kultur antera pada sistem media dua lapis [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Collin HA, Edwards S Plant Cell Culture. Singapore (SGP): Springe-Verlag. hlm Custers JBM, Snepvangers SCHJ, Jansen HJ, Zhang L, van Lookeren Campagne MM The 35S-CaMV promoter is silent during early embryogenesis but activated during nonembryonic sphorophytic development in microspore culture. Protoplasma 208:

26 12 Duncan EJ, Heberle E Effect of temperature shock on nuclear phenomena in microspores of Nicotiana tabacum and consequently on plantlet production. Protoplasma 90: Edmonds JM, Chweya JA Black Nightshades Solanum nigrum L. and Related Spesies. Itali (ITA): International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI). Evans DE, Coleman JOD, Kearns A Plant Cell Culture. New York (US): BIOS Scientific Publishers. Ghani A Medicinal Plants of Bangladesh 2 nd Ed. Dhaka (BGD): The Asiatic Society of Bangladesh. Gogoi P, Islam M Phytochemical screening of Solanum nigrum L. and S. myriacanthus Dunal from Districts of Upper Assam, India. IOSR. 2: Heberle-Bors E Microspore culture, totipotency, and double haploids in plant breeding, In vitro Cell Dev. Biol-Plant. 35: Indrianto A, Barinova I, Touraev A, Herbele-Bors E Tracking individual wheat microspores in vitro: identification of embryogenic microspores and body axis formation in embryo. Planta 212: Jain R, Sharma A, Gupta S, Sarethy IP, Gabrani R Solanum nigrum: corrent prespectives on therapeutic properties. J of Clinic Ther. 6: Johansson L, Andersson B, Eriksson T Improvement of anther culture technique: activated charcoal bound in agar medium in combination with liquid medium and elevated CO2 concentration. Physiol Plant. 54: Karmakar UK, Tarafder UK, Sadhu SK, Biswas NN, Shill MC Biological investigation of dried fruit of Solanum nigrum Linn. S J Pharm Sci. 3: Kyo M, Harada H Control of the development pathway of tobacco pollen in vitro. Planta 168: Li H, Qureshi JA, Kartha KK The influence of different temperature treatments on anther culture response of spring wheat (Triticum aestivum L.). Plant Science 57: Nitsch JP, Nitsch C Haploid plant from pollen grains. Science. 163: 85. Nugroho LH, Purnomo, Sumardi I Struktur dan Perkembagan Tumbuhan. Depok (ID): Penebar Swadaya. Parra-Vega V, Ranau-Morata B, Sifres A, Segui-Simarro JM Stress treatments and in vitro culture conditions influence microspore embryogenesis and growth of callus from anther walls of sweet pepper (Capsicum annum L.). Plant Cell Tiss Org Cult. 112: Perera PIP, Houcher V, Verdeil JL, Bandupriya HDD, Yakandawala DMD, Weerakoon LK Androgenic potential in coconut (Cocos nucifera L.). Plant Cell Tiss Org Cult. 92: Powell W Environmental and Genetical Aspects of Pollen Embryogenesis. Di dalam: Bajaj YPS, editor. Biotechnology in Agriculture and Forestry, Vol 2 Haploid in Crop Improvement I. Berlin: Springer-Verlag. hlm Pratama SY Responsivitas dan kapasitas androgenesis beberapa genotipe cabai dan terong dalam kultur antera pada media dua-lapis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Putrasamedja S Eksplorasi dan koleksi sayuran indigenous di Kabupaten Karawang. Buletin Plasma Nutfah 11:

27 Putriantari M Pertumbuhan dan kadar alkaloid tanaman leunca (Solanum americanum Miller) pada dosis nitrogen yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Reinert J, Bajaj YPS, Heberle E Induction of haploid tobacco plants from isolated pollen. Protoplasma 84: Rezany EA Cekaman suhu untuk induksi pembelahan sporofitik pada kultur antera kedelai dalam sistem media dua lapis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Segui-Simarro JM, Cooal-Mrtinez P, Parra-Vega V, Gonzales-Gracia B Androgenesis in recalcitran solanaceous crops. Plant Cell Rep. 30: Shariatpanahi ME, Bal U, Heberle-Bors E, Touraev A Stress applied for the re-programming of plant microspores towards in vitro embryogenesis. Phis Plant. 127: Siemonsma JS, Jansen PCM Solanum americanum Miller. Di dalam: Siemonsma JS, Piluek K, editors. Plant Resources of South-East Asia. PROSEA. Voume 8. Vegetable. Bogor (ID): Prosea. hlm Supena EDJ, Suharsono S, Jacobsen E, Custers JBM Successful development of shed-microspore culture protocol for doubled haploid production in Indonesian hot peppers (Capsicum annuum L.). Plant Cell Rep. 25:1-10. Tiainen T The influence of culture on anther culture response of commercial varietas of Solanum tuberosum L.. Plant cel Tis and Org Cul. 30: Touraev A, Herbele-Bors E Anther and microspore culture in tobacco. Di Dalam: Maluszynki M, Kasha KJ, Foster BP, Szarejko I, editors. Double Haploid Production in Crop Plant. Dordrecht (NL): Kluwer Academic Publisher. hlm Utami LB Implementasi prosedur kultur sebar mikrospora antera cabai (Capsicum annuum L.) dengan perlakuan antibiotik pada kondisi lokal di Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wahidah BF Kajian karakter morfologi mikrospora tembakau virginia yang mengalami cekaman pelaparan dan suhu tinggi secara in vitro. Jurnal Teknosains 8: Wijayakusuma H Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. Jakarta (ID): Puspa Swara. Wijayakusuma H, Dalimartha S Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Darah Tinggi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 13

28 14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 12 Agustus 1992 dari ayah Abdul Kamal dan ibu Neti. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pangandaran dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di Forum Silaturahmi Dewan Mushola Asrama TPB IPB sebagai koordinator divisi PSDM (Pengembangan Sumber Daya Manusia) pada tahun ajaran 2011/2012, Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Biologi pada tahun ajaran 2012/2013 sebagai staf dan sebagai ketua pada tahun ajaran 2013/2014, Serambi Ruhiyah Mahasiswa FMIPA IPB pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014 sebagai staf HRD, Bina Desa pada tahun 2012/2013, sebagai ketua divisi Public Relation, sebagai koordinator sponsorship dalam acara IPB Social and Health Care, pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional 2013 dan meraih juara 1 di FKIP Universitas Jember. Penulis juga menjadi asisten praktikum Kultur Jaringan Tanaman dan Fisiologi Tumbuhan pada tahun ajaran 2014/2015. Bulan Juni-Agustus 2014 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Environment Health and Safety System PT Astra Honda Motor di Jakarta.

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Bunga tanaman kedelai termasuk bunga sempurna dengan tipe penyerbukan sendiri yang terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup, sehingga kemungkinan kawin silang

Lebih terperinci

HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora

HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora 3 HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora Morfologi malai jantan kelapa sawit dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan ukuran pembukaan spata, posisi spikelet pada malai, dan

Lebih terperinci

RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS ANDROGENESIS BEBERAPA GENOTIPE CABAI DAN TERONG DALAM KULTUR ANTERA PADA MEDIA DUA-LAPIS SANDI YUDA PRATAMA

RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS ANDROGENESIS BEBERAPA GENOTIPE CABAI DAN TERONG DALAM KULTUR ANTERA PADA MEDIA DUA-LAPIS SANDI YUDA PRATAMA RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS ANDROGENESIS BEBERAPA GENOTIPE CABAI DAN TERONG DALAM KULTUR ANTERA PADA MEDIA DUA-LAPIS SANDI YUDA PRATAMA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

HASIL. Rasio Panjang Panjang. Varietas

HASIL. Rasio Panjang Panjang. Varietas 14 HASIL Hubungan Morfologi Kuncup Bunga dengan Perkembangan Mikrospora Fase perkembangan mikrospora pada bunga dapat ditandai dengan perubahan morfologi bagian bunga. Pada bunga kedelai, perkembangan

Lebih terperinci

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Pendahuluan Tanaman haploid ialah tanaman yang mengandung jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gametnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budaya menggunakan tanaman hias dan bunga bagi tujuan kesenangan dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun akhirnya meluas hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan 25 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan Sejumlah faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kultur adalah suhu, cahaya, karbondioksida, oksigen, etilen, dan kelembaban

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan hormon 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis L. (Bl.) dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MIKROSPORA DALAM KULTUR ANTERA DAN VIABILITAS POLEN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) ITA PURNAMASARI

PERKEMBANGAN MIKROSPORA DALAM KULTUR ANTERA DAN VIABILITAS POLEN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) ITA PURNAMASARI PERKEMBANGAN MIKROSPORA DALAM KULTUR ANTERA DAN VIABILITAS POLEN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) ITA PURNAMASARI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word: hormone 2,4-D, microspore, P. amabilis, sporofitik cleavage.

ABSTRACT. Key word: hormone 2,4-D, microspore, P. amabilis, sporofitik cleavage. INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA ANGGREK BULAN (PHALAENOPSIS AMABILIS (L.) BL.) DENGAN PERLAKUAN HORMON 2,4-D Devi Hery Puji Astuti, Drs. H. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D. dan Dwi Kusuma Wahyuni,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan tanaman hortikultura semusim yang mempunyai nilai ekonomi. Cabai rawit memiliki nilai tinggi untuk industri makanan dan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROSEDUR KULTUR SEBAR MIKROSPORA ANTERA CABAI (Capsicum annuum L.) DENGAN PERLAKUAN ANTIBIOTIK PADA KONDISI LOKAL DI BOGOR

IMPLEMENTASI PROSEDUR KULTUR SEBAR MIKROSPORA ANTERA CABAI (Capsicum annuum L.) DENGAN PERLAKUAN ANTIBIOTIK PADA KONDISI LOKAL DI BOGOR IMPLEMENTASI PROSEDUR KULTUR SEBAR MIKROSPORA ANTERA CABAI (Capsicum annuum L.) DENGAN PERLAKUAN ANTIBIOTIK PADA KONDISI LOKAL DI BOGOR Oleh : Lestari Budi Utami G34101067 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MIKROSPORA DAN INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK PADA KULTUR ANTERA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) POPI SEPTIANI

PERKEMBANGAN MIKROSPORA DAN INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK PADA KULTUR ANTERA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) POPI SEPTIANI PERKEMBANGAN MIKROSPORA DAN INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK PADA KULTUR ANTERA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) POPI SEPTIANI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaman Romawi (Stephens, 2009). Brokoli masuk ke Indonesia sekitar 1970-an dan

BAB I PENDAHULUAN. jaman Romawi (Stephens, 2009). Brokoli masuk ke Indonesia sekitar 1970-an dan 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) merupakan salah satu tanaman sayuran dari suku kubis- kubisan atau Brassicaceae yang berasal dari dataran tinggi

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah Diusulkan oleh : Miftah Faridzi A34070042 (2007) Vicky Saputra A24050609

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH:

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: Dinda Marizka 060307029/BDP-Pemuliaan Tanaman PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN PEMBAGIAN KULTUR JARINGAN Kultur organ (kultur meristem, pucuk, embrio) Kultur kalus Kultur suspensi sel Kultur protoplasma Kultur haploid ( kultur anther,

Lebih terperinci

INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN

INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN INDUCTION OF MICROSPORE EMBRYOGENESIS IN Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden WITH HEAT SHOCK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU

PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU Jurnal Biologi XIV (1) : 1-6 ISSN : 1410 5292 PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU THE EFFECT OF STARVATION AND HEAT SHOCK TOWARDS EMBRYOGENESIS OF

Lebih terperinci

Pengembangan Kultur Mikrospora pada Varietas Padi Ladang Lokal Asal Kendari

Pengembangan Kultur Mikrospora pada Varietas Padi Ladang Lokal Asal Kendari Pengembangan Kultur Mikrospora pada Varietas Padi Ladang Lokal Asal Kendari Development of Microspore Culture of Local Upland Rice Varieties from Kendari Suaib * dan Makmur Jaya Arma Program Studi Agronomi,

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Kadar Alkaloid Tanaman Leunca (Solanum americanum Miller) pada Beberapa Dosis Nitrogen

Pertumbuhan dan Kadar Alkaloid Tanaman Leunca (Solanum americanum Miller) pada Beberapa Dosis Nitrogen Pertumbuhan dan Kadar Alkaloid Tanaman Leunca (Solanum americanum Miller) pada Beberapa Dosis Nitrogen Growh and Alkaloids Levels of Leunca (Solanum americanum Miller) of Different Nitrogen Application

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS EMBRIOGENESIS MIKROSPORA BEBERAPA GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.) PADA SISTEM KULTUR SEBAR-MIKROSPORA HAKIIM BASHAAR

RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS EMBRIOGENESIS MIKROSPORA BEBERAPA GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.) PADA SISTEM KULTUR SEBAR-MIKROSPORA HAKIIM BASHAAR RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS EMBRIOGENESIS MIKROSPORA BEBERAPA GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.) PADA SISTEM KULTUR SEBAR-MIKROSPORA HAKIIM BASHAAR DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama lima bulan, mulai bulan Januari 2011 sampai Mei 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO SRI IMRIANI PULUNGAN A24051240 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

KULTUR JARINGAN TANAMAN

KULTUR JARINGAN TANAMAN KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Victoria Henuhili, MSi Jurdik Biologi victoria@uny.ac.id FAKULTAS MATEMATIKA DA/N ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 Kultur Jaringan Tanaman Pengertian

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT Oleh: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Tanaman cabai (Capsicum annum) dalam klasifikasi tumbuhan termasuk ke dalam family Solanaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah

Lebih terperinci

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO 41 INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO Abstrak Komposisi media mempengaruhi kemampuan antera membentuk kalus dan/atau embrio serta regenerasi tanaman. Pada tanaman Dianthus

Lebih terperinci

STUDI KULTUR ANTER SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) Oleh YOGO ADHI NUGROHO A

STUDI KULTUR ANTER SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) Oleh YOGO ADHI NUGROHO A STUDI KULTUR ANTER SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) Oleh YOGO ADHI NUGROHO A 34402023 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH F LTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO Oleh : Pratiwi Amie Pisesha (A34303025) DEPARTEMEN AGRONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar 22 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) 2.1.1 Morfologi Brokoli Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar 2.1). Bunga terdiri atas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

Famili Solanaceae. Rommy A Laksono

Famili Solanaceae. Rommy A Laksono Famili Solanaceae Rommy A Laksono Suku terong-terongan atau Solanaceae adalah salah satu suku tumbuhan berbunga. Suku ini memiliki nilai ekonomi cukup tinggi bagi kepentingan manusia. Beberapa anggotanya,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE

PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE Djoko Santosa Fakultas Farmasi UGM ABSTRAK Mikrospora adalah serbuk sari yang masih muda di dalam suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum 11 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum Wijen (Sesamum indicum L.) merupakan tanaman setahun yang tumbuh tegak dan bisa mencapai ketinggian 1.5 m 2.0 m. Tanaman wijen berbentuk semak yang berumur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN MK. BIOTEKNOLOGI (SEM VI) Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2015 16 maret : metode biotek tnmn 23 maret : transgenesis 30 maret

Lebih terperinci

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc. PENDAHULUAN Metode kultur jaringan juga disebut dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr PERSEMAIAN CABAI Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai Djoko Sumianto, SP, M.Agr BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN (BBPP) KETINDAN 2017 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)/ Kompetensi Dasar :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A34101039 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. I. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. Pengaruh media dasar dan arang aktif terhadap pengecambahan biji

METODE PENELITIAN. I. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. Pengaruh media dasar dan arang aktif terhadap pengecambahan biji III. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri 4 percobaan yaitu : I. Persilangan dialel lengkap dua tetua anggrek Phalaenopsis. II. Pengaruh media dasar dan arang aktif terhadap pengecambahan biji anggrek

Lebih terperinci

RINGKASAN. Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D

RINGKASAN. Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D LAMPIRAN 1 RINGKASAN Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D Devi Hery Puji Astuti, Drs. H. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D.

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO

AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTER MORFOLOGI MIKROSPORA TEMBAKAU VIRGINIA YANG MENGALAMI CEKAMAN PELAPARAN DAN SUHU TINGGI SECARA IN VITRO

KAJIAN KARAKTER MORFOLOGI MIKROSPORA TEMBAKAU VIRGINIA YANG MENGALAMI CEKAMAN PELAPARAN DAN SUHU TINGGI SECARA IN VITRO KAJIAN KARAKTER MORFOLOGI MIKROSPORA TEMBAKAU VIRGINIA YANG MENGALAMI CEKAMAN PELAPARAN DAN SUHU TINGGI SECARA IN VITRO Baiq Farhatul Wahidah Dosen Pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis peleitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang dilakukan dengan memanipulasi objek penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2012 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gladiol Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan pada bentuk daunnya yang sempit dan panjang seperti pedang. Genus gladiolus terdiri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS

EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS EVALUASI KETAHANAN POPULASI F1 DOUBLE CROSS SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) TERHADAP LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum f. sp. niveum) DAN KARAKTER KUANTITATIFNYA Oleh SWISCI MARGARET

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Bulan November 2011

Lebih terperinci

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat A. Siklus sel dan siklus hidup organisme B. Prinsip dasar reproduksi dan pewarisan material genetik: mitosis, meiosis dan fertilisasi C.Pola pewarisan sifat:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai The King of Vegetable dan produksinya menempati urutan keempat dunia setelah beras, gandum dan jagung (The International

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

TAHLIYATIN WARDANAH A

TAHLIYATIN WARDANAH A PEMANFAATAN BAKTERI PERAKARAN PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (PLANT GROWTH- PROMOTING RHIZOBACTERIA) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT MOSAIK TEMBAKAU (TOBACCO MOSAIC VIRUS) PADA TANAMAN CABAI TAHLIYATIN WARDANAH

Lebih terperinci

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN MODUL II TEKNIK PERSILANGAN BUATAN 2.1 Latar Belakang Keragaman genetik merupakan potensi awal di dalam perbaikan sifat. Salah satu upaya untuk memperluas keragaman genetik ialah melalui persilangan buatan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO Oleh : SITI SYARA A34301027 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI TANAMAN PEKARANGAN RUMAH PENDUDUK DI KECAMATAN PACIRAN DAN LAREN, KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR MOH.

IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI TANAMAN PEKARANGAN RUMAH PENDUDUK DI KECAMATAN PACIRAN DAN LAREN, KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR MOH. IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI TANAMAN PEKARANGAN RUMAH PENDUDUK DI KECAMATAN PACIRAN DAN LAREN, KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR MOH. QOMARUDIN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Merry Dwi Afsari

SKRIPSI. Oleh : Merry Dwi Afsari PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PADA PERSEMAIAN TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tobaccum L. ) DENGAN PEMANFAATAN ZAT EKSTRAKTIF DAUN MINDI (Melia azedarach Linn.) SKRIPSI Oleh : Merry Dwi Afsari 051203020

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN ZPT 2,4 D TERHADAP PERTUMBUHAN DAN METABOLIT KALUS KEDELAI PADA PROSES HYPOXYDA SKRIPSI OLEH:

PENGARUH PEMBERIAN ZPT 2,4 D TERHADAP PERTUMBUHAN DAN METABOLIT KALUS KEDELAI PADA PROSES HYPOXYDA SKRIPSI OLEH: PENGARUH PEMBERIAN ZPT 2,4 D TERHADAP PERTUMBUHAN DAN METABOLIT KALUS KEDELAI PADA PROSES HYPOXYDA SKRIPSI OLEH: Elita Kumianjani A B 100301159 PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DAN FITOKIMIA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO PUTRI KARINA LAILANI

ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DAN FITOKIMIA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO PUTRI KARINA LAILANI ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DAN FITOKIMIA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO PUTRI KARINA LAILANI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PENGARUH VARIASI KONSENTRASI SUKROSA DAN ERITROSA 4-FOSFAT TERHADAP BIOMASSA DAN KADAR FLAVONOID KULTUR NODUS BATANG SAMBUNG NYAWA [Gynura procumbens (Lour) Merr.] SECARA IN VITRO TESIS untuk memenuhi

Lebih terperinci

PENGARUH SUKROSA DAN 2-ISOPENTENILADENINA TERHADAP PEMBENTUKAN DAN PERTUMBUHAN UMBI MIKRO KENTANG (Solanum tuberosum L.)

PENGARUH SUKROSA DAN 2-ISOPENTENILADENINA TERHADAP PEMBENTUKAN DAN PERTUMBUHAN UMBI MIKRO KENTANG (Solanum tuberosum L.) PENGARUH SUKROSA DAN 2-ISOPENTENILADENINA TERHADAP PEMBENTUKAN DAN PERTUMBUHAN UMBI MIKRO KENTANG (Solanum tuberosum L.) SKRIPSI OLEH: ASMA UL HUSNA 090301188/PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Keragaman Somaklonal Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Mekanisme Terjadinya Keragaman Somaklonal Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang terjadi sebagai hasil kultur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB 1 TIPE KULTUR JARINGAN TANAMAN Kompetensi Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan pengertian kultur jaringan, mampu menguraikan tujuan dan manfaat kultur jaringan, mampu menjelaskan prospek kultur jaringan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dua faktor yaitu faktor kombinasi larutan enzim

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA : Kecicang PENCIPTA : Ni Ketut Rini Astuti, S.Sn., M.Sn PAMERAN International Exhibition International Studio for Arts & Culture FSRD ALVA Indonesia of

Lebih terperinci