HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora"

Transkripsi

1 3 HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora Morfologi malai jantan kelapa sawit dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan ukuran pembukaan spata, posisi spikelet pada malai, dan posisi bunga pada spikelet (Gambar 1 & Tabel 1). Ciri morfologi yang diamati kemudian dihubungkan dengan stadia mikrospora. Malai jantan kelapa sawit dengan spata ¼ terbuka mengandung populasi mikrospora yang didominasi oleh stadia uninukleat awal-. Sel mikrospora stadia uninukleat awal- terutama dapat diisolasi dari bunga yang terletak di spikelet yang terdapat pada bagian malai. Mikrospora pada stadium ini dicirikan dengan sel yang berbentuk triangular dengan inti yang mengalami dekondensasi dan terletak di sel (Gambar 2A). Selanjutnya inti sel tampak mengalami rekondensasi dan kedudukannya semakin ke arah tepi karena terdesak oleh vakuola (mendekati dinding sel) (Gambar 2B). Sel mikrospora dengan ciri seperti ini berada pada stadium uninukleat akhir. Mikrospora pada stadium uninukleat akhir dapat diisolasi dari bunga yang terletak di spikelet yang terdapat pada bagian spata ½ terbuka. Selanjutnya sel mikrospora memasuki stadium binukleat awal. Pada stadium ini, inti sel mengalami pembelahan mitosis sebanyak satu kali sehingga dihasilkan dua inti yang berukuran sama dalam satu sel (Gambar 2C). Sel mikrospora stadium ini banyak dijumpai pada bunga yang terletak di spikelet yang terdapat pada bagian malai dengan spata ½ terbuka. Setelah inti sel membelah secara mitosis, kedua inti tersebut mulai bergerak menjauh dan mulai terjadi diferensiasi, yaitu menjadi inti vegetatif dan inti generatif. Sel mikrospora dengan ciri seperti ini menandakan bahwa sel berada pada stadium binukleat (Gambar 2D). Mikrospora stadium binukleat dapat dijumpai dengan populasi terbesar pada bunga yang terletak di spikelet yang terdapat pada bagian spata ½ terbuka. Pada perkembangan selanjutnya, sel mikrospora akan memasuki stadium binukleat akhir. Stadium binukleat akhir dicirikan oleh inti vegetatif dan inti generatif yang dapat dibedakan dengan jelas. Perbedaan ini terlihat pada inti generatif yang berukuran lebih kecil karena lebih terkondensasi sehingga terlihat lebih terang daripada inti vegetatif (Gambar 2E). Setelah stadium binukleat akhir, mikrospora akan menjadi polen matang. Polen matang ditunjukkan oleh kedua inti (inti vegetatif & inti generatif) yang berukuran kecil dan inti generatif berbentuk lonjong sempit (Gambar 2F). Polen matang dapat diisolasi pada semua bagian malai jantan kelapa sawit dengan spata terbuka sepenuhnya. Gambar 1 Morfologi malai jantan dan spikelet kelapa sawit, (A) malai jantan dengan spata ¼ terbuka, (B) malai jantan setelah spata dibuka, dan (C) spikelet. Malai dan spikelet dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (P), (T), dan (U). Garis skala = 1 cm untuk B-C. Gambar 2 Stadia mikrospora kelapa sawit, (A) uninukleat awal-, (B) uninukleat akhir, (C) binukleat awal, (D) binukleat, (E) binukleat akhir, dan (F) polen matang. Inti generatif (ig) dan inti vegetatif (iv). Garis skala = 3 µm untuk A-F.

2 4 Tabel 1 Hubungan ciri morfologi malai bunga jantan dan stadia mikrospora kelapa sawit No Ciri morfologi malai spata 1/4 terbuka spata 1/2 terbuka spata terbuka sepenuhnya Posisi spikelet pada malai Posisi bunga pada spikelet EMU Stadia mikrospora LU EB MB LB MP Keterangan : EMU = uninukleat awal- MB = binukleat LU = uninukleat akhir LB = binukleat akhir EB = binukleat awal MP = polen matang Perkembangan gametofitik mikrospora Kultur mikrospora yang dimulai dari populasi mikrospora yang didominasi oleh fase uninukleat awal- ataupun fase uninukleat akhir menunjukkan respon yang sama. Namun, terlihat bahwa kelompok kultur yang dimulai dengan mikrospora stadium uninukleat akhir mengalami perkembangan yang lebih stabil. Hal ini terlihat dari stabilitas pengurangan jumlah mikrospora stadium uninukleat akhir akibat kematian sel mikrospora pada kultur (Gambar 3B). Sedangkan pengurangan jumlah mikrospora stadium uninukleat awal- akibat kematian sel mikrospora pada kultur cenderung fluktuatif dan kematian sel sangat tinggi pada 1 HSK (Gambar 3A). Selama satu hari kultur (Gambar 4B), kondisi mikrospora tidak berbeda dari kondisi awal kultur ( HSK) (Gambar 4A). Namun, Kematian sel terus meningkat mulai dari 1 HSK sampai 15 HSK (Gambar 3) yang ditandai dengan plasmolisis dan keluarnya inti (Gambar 4D & Gambar 4E) serta sitoplasma sel (Gambar 4F). Namun, kedua kelompok kultur mampu mendukung perkembangan mikrospora sampai menjadi polen matang pada 3 HSK (Gambar 4C).

3 5 Persentase mikrospora A Hari setelah kultur (HSK) Persentase mikrospora B Hari setelah kultur (HSK) polen matang binukleat akhir binukleat binukleat awal uninukleat akhir uninukleat awal- Mati Gambar 3 Perkembangan gametofitik mikrospora dari kondisi awal didominasi (A) uninukleat awal- dan (B) uninukleat akhir dalam kultur in vitro. Gambar 4 Perkembangan mikrospora dari kondisi awal didominasi uninukleat akhir dalam antera pada kultur in vitro (A) HSK, (B) 1 HSK, (C) 3 HSK, (D) 6 HSK, (E) 1 HSK, dan (F) 15 HSK. Mikrospora stadium uninukleat akhir (lu), polen matang (mp), inti sel keluar (ik), dan sitoplasma keluar (sk). Garis skala = 3 µm untuk A-F.

4 6 Viabilitas dan tingkat perkecambahan polen Hasil pengujian viabilitas polen kelapa sawit dengan menggunakan uji TTC yang mengindikasikan keberadaan enzim sitoplasmik diperoleh 95% polen viable, 1% semi-viable, dan 4% polen unviable setelah empat jam pengujian (Gambar 7). Polen yang berkecambah membentuk tabung polen dengan panjang rata-rata mencapai 19 µm setelah diinkubasi selama 24 jam (Gambar 5). Kapasitas germinasi polen kelapa sawit dapat mencapai 95% bila diinkubasi dalam waktu jam (Gambar 6). 25 panjang tabung polen (µm) r =.792 y = 9,479x Gambar 7 Pengujian viabilitas dan tingkat perkecambahan polen kelapa sawit. (A) Uji viabilitas dengan TTC, polen viable (v) berwarna merah, semi-viable (im) berwarna merah muda, dan polen unviable (uv) tidak berwarna; (B) Polen yang dikecambahkan membentuk tabung polen (tp).garis skala = 3 µm. waktu inkubasi (jam) Gambar 5 Ukuran panjang tabung polen kelapa sawit dalam periode 24 jam inkubasi. PEMBAHASAN persentase perkecambahan r =.988 y = 9(1-exp(-5x) waktu inkubasi (jam) Gambar 6 Tingkat perkecambahan polen kelapa sawit dalam periode 24 jam inkubasi. Antera untuk induksi androgenesis kelapa sawit dengan populasi mikrospora stadium uninukleat akhir sampai binukleat awal lebih dari 5% dapat diisolasi dari bunga pada spikelet yang terletak di spata ½ terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa posisi bunga pada spikelet, posisi spikelet pada malai, dan ukuran membukanya spata malai jantan kelapa sawit dapat digunakan sebagai penanda stadia mikrospora. Ciri yang digunakan sebagai penanda stadia mikrospora berbedabeda antar spesies tanaman, seperti warna ungu pada antera tanaman cabai (Supena et al. 26), ukuran kuncup bunga pada tanaman tembakau (Wahidah 21), dan rasio panjang braktea terhadap panjang kuncup bunga pada tanaman kedelai (Budiana 21).

5 7 Penentuan stadia mikrospora dalam antera yang akan digunakan pada induksi androgenesis merupakan faktor penting. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perera et al. (28), stadium mikrospora yang paling responsif untuk induksi androgenesis pada Cocos nucifera adalah saat pembelahan mitosis pertama yaitu stadium uninukleat akhir sampai binukleat awal. Hal ini karena mikrospora pada stadium uninukleat akhir merupakan transisi antara fase G1 dan Sintesis (S). Fase G1 merupakan periode presintesis DNA, sedangkan fase S merupakan masa berlangsungnya sintesis DNA. Bila mikrospora diberi perlakuan stress ketika memasuki check point G1 yang berada di antara fase G1 dan S, maka akan menghasilkan proses seluler yang berbeda dari proses alaminya sehingga dapat dimanfaatkan untuk proses pembelokkan arah perkembangan gametofitik ke arah sporofitik untuk induksi androgenesis dalam upaya pengembangan teknologi haploid (Indrianto et al. 21). Stadia mikrospora yang paling responsif untuk induksi androgenesis pada fase uninukleat akhir sampai binukleat awal juga dilaporkan untuk tanaman Hordeum vulgare (Maraschin et al. 25), Brassica napus (Custers et al. 1994), dan Capsicum annuum (Supena et al. 26; Supena & Custers 211). Perkembangan mikrospora dalam kultur antera dengan teknik media dua lapis dengan media Y3 yang mengandung maltosa 4% sebagai sumber karbon dapat mendukung perkembangan kelompok mikrospora uninukleat awal- dan uninukleat akhir menjadi polen matang pada hari ketiga setelah kultur (3 HSK). Namun, tidak dapat dipastikan bahwa polen matang tersebut merupakan hasil perkembangan dari mikrospora stadium uninukleat awal- ataupun uninukleat akhir. Adam et al. (25) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa waktu yang diperlukan oleh gamet jantan untuk berkembang dari fase tetrad menjadi polen matang in planta adalah 6 minggu. Berdasarkan hal ini, polen matang yang dijumpai pada 3 HSK tersebut kemungkinan dapat berasal dari perkembangan mikrospora stadia binukleat yang sudah ada pada HSK. Septiani (28) menyebutkan bahwa perkembangan mikrospora secara in vitro dalam teknik kultur antera pada media dua lapis dengan media standar embriogenesis yang mengandung sukrosa 1.5% dan glukosa.5% hanya dapat mendukung perkembangan mikrospora dari tahap uninukleat akhir hingga binukleat. Hal ini karena banyaknya mikrospora yang mengalami plasmolisis pada 3 HSK. Sel mikrospora mengalami kematian selama periode kultur. Bertambahnya tingkat kematian sel mulai dari 1 HSK sampai 15 HSK ditandai dengan keluarnya inti dan sitoplasma sel. Penggunaan maltosa dapat mempertahankan persentase sel hidup kurang lebih sebesar 4% pada 15 HSK. Sementara penggunaan sukrosa dan glukosa seperti yang telah disebutkan oleh Septiani (28), hanya dapat mempertahankan persentase sel hidup kurang dari 35% pada 15 HSK. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penggunaan maltosa sebagai sumber karbon dalam media kultur lebih baik daripada sukrosa dan glukosa. Maltosa merupakan disakarida yang secara struktur lebih lambat dimetabolisme oleh sel. Sedangkan sukrosa secara struktur lebih mudah dihidrolisis dan glukosa merupakan monosakarida yang dapat langsung digunakan oleh sel untuk memperoleh ATP melalui respirasi, sehingga metabolismenya cepat yang menyebabkan terjadinya keracunan pada sel (Scott & Lyne 1994). Pengujian viabilitas dengan metode pewarnaan menunjukkan hasil yang sama dengan metode pengujian tingkat perkecambahan, yaitu sebesar 95% polen viable. Polen viable mampu mereduksi senyawa TTC yang mengindikasikan keberadaan enzim dehidrogenase yang dibutuhkan untuk respirasi sel. Polen viable ini juga dikategorikan sebagai polen fertil karena mampu membentuk tabung kecambah. Sedangkan polen semi-viable dan unviable dapat disebut sebagai polen steril karena kemampuan metabolisme yang rendah dan tidak mampu membentuk tabung kecambah (Asma 28) Berdasarkan viabilitasnya yang mencapai 95%, polen kelapa sawit dikategorikan cepat berkecambah dengan tingkat perkecambahan yang tinggi. Menurut Franchi et al. (22), lebih dari 4 famili anggota Angiospermae memiliki polen dengan kadar air lebih dari 3% pada saat antesis (pelepasan polen dari antera ke lingkungan). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa polen tersebut secara metabolik lebih aktif dan lebih mudah membentuk tabung polen, namun polen dengan kadar air tinggi lebih sensitif terhadap kelembaban rendah karena lebih mudah kehilangan air (Heslop-Harrison 2).

HASIL. Rasio Panjang Panjang. Varietas

HASIL. Rasio Panjang Panjang. Varietas 14 HASIL Hubungan Morfologi Kuncup Bunga dengan Perkembangan Mikrospora Fase perkembangan mikrospora pada bunga dapat ditandai dengan perubahan morfologi bagian bunga. Pada bunga kedelai, perkembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan 25 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan Sejumlah faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kultur adalah suhu, cahaya, karbondioksida, oksigen, etilen, dan kelembaban

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Bunga tanaman kedelai termasuk bunga sempurna dengan tipe penyerbukan sendiri yang terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup, sehingga kemungkinan kawin silang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan hormon 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis L. (Bl.) dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MIKROSPORA DAN INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK PADA KULTUR ANTERA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) POPI SEPTIANI

PERKEMBANGAN MIKROSPORA DAN INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK PADA KULTUR ANTERA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) POPI SEPTIANI PERKEMBANGAN MIKROSPORA DAN INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK PADA KULTUR ANTERA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) POPI SEPTIANI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Pendahuluan Tanaman haploid ialah tanaman yang mengandung jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gametnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU

PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU Jurnal Biologi XIV (1) : 1-6 ISSN : 1410 5292 PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU THE EFFECT OF STARVATION AND HEAT SHOCK TOWARDS EMBRYOGENESIS OF

Lebih terperinci

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN

INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN INDUCTION OF MICROSPORE EMBRYOGENESIS IN Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden WITH HEAT SHOCK

Lebih terperinci

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO 41 INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO Abstrak Komposisi media mempengaruhi kemampuan antera membentuk kalus dan/atau embrio serta regenerasi tanaman. Pada tanaman Dianthus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan tanaman hortikultura semusim yang mempunyai nilai ekonomi. Cabai rawit memiliki nilai tinggi untuk industri makanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budaya menggunakan tanaman hias dan bunga bagi tujuan kesenangan dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun akhirnya meluas hingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama lima bulan, mulai bulan Januari 2011 sampai Mei 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar 22 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) 2.1.1 Morfologi Brokoli Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar 2.1). Bunga terdiri atas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MIKROSPORA DALAM KULTUR ANTERA DAN VIABILITAS POLEN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) ITA PURNAMASARI

PERKEMBANGAN MIKROSPORA DALAM KULTUR ANTERA DAN VIABILITAS POLEN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) ITA PURNAMASARI PERKEMBANGAN MIKROSPORA DALAM KULTUR ANTERA DAN VIABILITAS POLEN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) ITA PURNAMASARI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word: hormone 2,4-D, microspore, P. amabilis, sporofitik cleavage.

ABSTRACT. Key word: hormone 2,4-D, microspore, P. amabilis, sporofitik cleavage. INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA ANGGREK BULAN (PHALAENOPSIS AMABILIS (L.) BL.) DENGAN PERLAKUAN HORMON 2,4-D Devi Hery Puji Astuti, Drs. H. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D. dan Dwi Kusuma Wahyuni,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Menurut sistem klasifikasi Cronquist (1981), klasifikasi dari anggrek bulan Phalaenopsis amabilis (L.)

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE

PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE DISUSUN OLEH: PREKDI S. BERUTU NIM: 160301034 Mata Kuliah : Teknologi Benih Dosen Pengampu : Risky Ridha, SP., MP PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI TAHAP PERKEMBANGAN KUNCUP BUNGA, MIKROSPORA DAN OVUL Dianthus chinensis L.

STUDI TAHAP PERKEMBANGAN KUNCUP BUNGA, MIKROSPORA DAN OVUL Dianthus chinensis L. 17 STUDI TAHAP PERKEMBANGAN KUNCUP BUNGA, MIKROSPORA DAN OVUL Dianthus chinensis L. Abstrak Stadia perkembangan mikrospora dan ovul yang tepat sangat menentukan keberhasilan mendapat tanaman haploid melalui

Lebih terperinci

ANDROESIUM A. Landasan Teori ANTERA

ANDROESIUM A. Landasan Teori ANTERA ANDROESIUM A. Landasan Teori Benang sari terdiri dari tangkai sari (filamen) dan kepala sari (antera). Di dalam antera terdapat beberapa mikrosporangia. Proses mikrosporogenesis terjadi dalam mikrosporangia.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTER MORFOLOGI MIKROSPORA TEMBAKAU VIRGINIA YANG MENGALAMI CEKAMAN PELAPARAN DAN SUHU TINGGI SECARA IN VITRO

KAJIAN KARAKTER MORFOLOGI MIKROSPORA TEMBAKAU VIRGINIA YANG MENGALAMI CEKAMAN PELAPARAN DAN SUHU TINGGI SECARA IN VITRO KAJIAN KARAKTER MORFOLOGI MIKROSPORA TEMBAKAU VIRGINIA YANG MENGALAMI CEKAMAN PELAPARAN DAN SUHU TINGGI SECARA IN VITRO Baiq Farhatul Wahidah Dosen Pada Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Lebih terperinci

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan 05 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

Lebih terperinci

PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE

PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE Djoko Santosa Fakultas Farmasi UGM ABSTRAK Mikrospora adalah serbuk sari yang masih muda di dalam suatu

Lebih terperinci

RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS ANDROGENESIS BEBERAPA GENOTIPE CABAI DAN TERONG DALAM KULTUR ANTERA PADA MEDIA DUA-LAPIS SANDI YUDA PRATAMA

RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS ANDROGENESIS BEBERAPA GENOTIPE CABAI DAN TERONG DALAM KULTUR ANTERA PADA MEDIA DUA-LAPIS SANDI YUDA PRATAMA RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS ANDROGENESIS BEBERAPA GENOTIPE CABAI DAN TERONG DALAM KULTUR ANTERA PADA MEDIA DUA-LAPIS SANDI YUDA PRATAMA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Pembentukan gametofit jantan (Sumber Fahn, 1991)

Gambar 2.1 Pembentukan gametofit jantan (Sumber Fahn, 1991) II. TELAAH PUSTAKA Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari

Lebih terperinci

RINGKASAN. Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D

RINGKASAN. Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D LAMPIRAN 1 RINGKASAN Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D Devi Hery Puji Astuti, Drs. H. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) 2.1.1 Klasifikasi Cabai Rawit Berikut ini merupakan klasifikasi tanaman cabai rawit menurut Simpson (2006) dan van Steenis (2008). Kingdom

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman yang termasuk dalam famili Gramineae dan genus Oryza (Grist, 1959). Padi dapat tumbuh pada berbagai lokasi dan iklim yang berbeda.

Lebih terperinci

INDUKSI ANDROGENESIS LEUNCA (Solanum nigrum L.) DENGAN PERLAKUAN CEKAMAN SUHU INKUBASI PADA KULTUR ANTERA SISTEM MEDIA DUA LAPIS DINA AGUSTIN

INDUKSI ANDROGENESIS LEUNCA (Solanum nigrum L.) DENGAN PERLAKUAN CEKAMAN SUHU INKUBASI PADA KULTUR ANTERA SISTEM MEDIA DUA LAPIS DINA AGUSTIN INDUKSI ANDROGENESIS LEUNCA (Solanum nigrum L.) DENGAN PERLAKUAN CEKAMAN SUHU INKUBASI PADA KULTUR ANTERA SISTEM MEDIA DUA LAPIS DINA AGUSTIN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul dapat dicirikan

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

Reproduksi Seksual Gymnospermae

Reproduksi Seksual Gymnospermae Reproduksi Seksual Gymnospermae Adi Rahmat 1. Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UPI 2. Program Studi Pendidikan IPA, Sekolah Pascasarjana, UPI 1 Biologi

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah Diusulkan oleh : Miftah Faridzi A34070042 (2007) Vicky Saputra A24050609

Lebih terperinci

Pengembangan Kultur Mikrospora pada Varietas Padi Ladang Lokal Asal Kendari

Pengembangan Kultur Mikrospora pada Varietas Padi Ladang Lokal Asal Kendari Pengembangan Kultur Mikrospora pada Varietas Padi Ladang Lokal Asal Kendari Development of Microspore Culture of Local Upland Rice Varieties from Kendari Suaib * dan Makmur Jaya Arma Program Studi Agronomi,

Lebih terperinci

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi

Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi Pembelahan Sel Muhammad Ridha Alfarabi Istiqlal, SP MSi Tujuan Instruksional Khusus : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan mitosis dan meiosis pada tanaman Sub Pokok Bahasan :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq.) Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil perennial dengan periode regenerasi yang panjang sekitar 20 tahun

Lebih terperinci

RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS EMBRIOGENESIS MIKROSPORA BEBERAPA GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.) PADA SISTEM KULTUR SEBAR-MIKROSPORA HAKIIM BASHAAR

RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS EMBRIOGENESIS MIKROSPORA BEBERAPA GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.) PADA SISTEM KULTUR SEBAR-MIKROSPORA HAKIIM BASHAAR RESPONSIVITAS DAN KAPASITAS EMBRIOGENESIS MIKROSPORA BEBERAPA GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.) PADA SISTEM KULTUR SEBAR-MIKROSPORA HAKIIM BASHAAR DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit disebut dengan nama latin Elaeis guineensis Jacq. Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi Tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophyta, dengan sub division Angiospermae, termasuk ke dalam kelas monocotyledoneae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala viabilitas 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan. Berasal dari genus Oryza, famili Graminae (Poaceae) dan salah satu spesiesnya adalah Oryza

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN PEMBAGIAN KULTUR JARINGAN Kultur organ (kultur meristem, pucuk, embrio) Kultur kalus Kultur suspensi sel Kultur protoplasma Kultur haploid ( kultur anther,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan viabilitas diperlukan untuk menduga keberhasilan proses fertilisasi atau viabilitas suatu polen yang ditunjukkan oleh diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya,

Lebih terperinci

MITOSIS DAN MEIOSIS. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. BIOLOGI KEPERAWATAN 2009

MITOSIS DAN MEIOSIS. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. BIOLOGI KEPERAWATAN 2009 MITOSIS DAN MEIOSIS TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. BIOLOGI KEPERAWATAN 2009 SIKLUS SEL G1(gap 1): periode setelah mitosis, gen-gen aktif berekspresi S (sintesis): fase sintesis DNA (replikasi), kromosom

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang

Lebih terperinci

FISIOLOGI DAN METABOLISME, PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN DAN REPRODUKSI

FISIOLOGI DAN METABOLISME, PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN DAN REPRODUKSI OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA- PT) BIDANG BIOLOGI (TES II) 22 MARET 2017 WAKTU 120 MENIT FISIOLOGI DAN METABOLISME, PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN DAN

Lebih terperinci

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2

Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2 Metabolisme (Katabolisme) Radityo Heru Mahardiko XII IPA 2 Peta Konsep Kofaktor Enzim Apoenzim Reaksi Terang Metabolisme Anabolisme Fotosintesis Reaksi Gelap Katabolisme Polisakarida menjadi Monosakarida

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

DUNIA TUMBUHAN. Plant 1. 1/24

DUNIA TUMBUHAN. Plant 1. 1/24 DUNIA TUMBUHAN CIRI-CIRI TUMBUHAN PENGELOMPOKAN TUMBUHAN A.TUMBUHAN TIDAK BERPEMBULUH B.TUMBUHAN BERPEMBULUH B.1.TIDAK BERBIJI B.2.BERBIJI B.2.1.GYMNOSPERMAE B.2.2.ANGIOSPERMAE Plant 1. 1/24 CIRI-CIRI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang paling dikenal. Walaupun tidak menghasilkan jumlah protein dan kalori setinggi buncis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Vigor Benih Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah (ISTA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.). 2.1.1 Klasifikasi tanaman. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. Klasifikasi tanaman buah srikaya (Radi,1997):

Lebih terperinci

Sesuai Prioritas Nasional

Sesuai Prioritas Nasional Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Peningkatan Effisiensi Pengisian Dan Pembentukan Biji Mendukung Produksi Benih Padi Hibrida id Oleh Dr. Tatiek Kartika Suharsi MS. No Nama Asal Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Hidup Eksplan Jumlah eksplan jelutung yang ditanam sebanyak 125 eksplan yang telah diinisiasi pada media kultur dan diamati selama 11 minggu setelah masa tanam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Kacang Tanah Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto

CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN. Mofit Eko Poerwanto CARA TUMBUHAN MEMPERTAHANKAN DIRI DARI SERANGAN PATOGEN Mofit Eko Poerwanto mofit.eko@upnyk.ac.id Pertahanan tumbuhan Komponen pertahanan: 1. Sifat-sifat struktural yang berfungsi sebagai penghalang fisik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Benih Kedelai Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan hingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat. 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat. Spesies palm tropika ini banyak ditanam di kawasan garis khatulistiwa.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN. Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN RESPIRASI PADA TUMBUHAN Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang diampu oleh Drs.Dahlia, M.Pd Disusun oleh : Kelompok II/Offering A 1. Annas

Lebih terperinci

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis BIOTEKNOLOGI Victoria Henuhili, MSi *)., Jurdik Biologi FMIPA UNY Sub Topik : FUSI PROTOPLAS KULTUR PROTOPLAS Berkembang pada tahun1960, setelah diketemukan cara menghilangkan dinding sel secara enzimatis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) Oleh : Toni Herawan disampaikan pada : Seminar Nasional Bioteknologi Hutan YOGYAKARTA, OKTOBER 2012 PENDAHULUAN Cendana tumbuh dan berkembang secara alami

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Tahap I BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Isolasi dan identifikasi bakteri penambat nitrogen nonsimbiotik Hasil pengukuran sampel tanah yang digunakan pada percobaan 1 meliputi ph tanah, kadar

Lebih terperinci

MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI

MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI TANAMAN KEDELAI {Glycine max (L.) Merrill} Klasifikasi Verdcourt genus Glycine tdr 3 sub genera: Glycine Willd, Bracteata Verde, Soja (Moench) F.J. Herm. Subgenus Soja merupakan

Lebih terperinci

PERBEDAAN SEL HEWAN & TUMBUHAN BAGIAN SEL & ORGANEL SEL TRANSPORT MELALUI MEMBRAN

PERBEDAAN SEL HEWAN & TUMBUHAN BAGIAN SEL & ORGANEL SEL TRANSPORT MELALUI MEMBRAN PERBEDAAN SEL HEWAN & TUMBUHAN BAGIAN SEL & ORGANEL SEL TRANSPORT MELALUI MEMBRAN SEL PROKARIOTIK & EUKARIOTIK SEL HEWAN & SEL TUMBUHAN SEL HEWAN SEL TUMBUHAN Sejarah Penemuan Sel 1500-an Ditemukan lensa

Lebih terperinci

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF

BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF BAB II. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN BENIH SECARA GENERATIF PEMBUNGAAN: Struktur Bunga: Bunga merupakan modifikasi dari tunas vegetatif/batang dengan bagian daun khusus yang berubah fungsi menjadi alat

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.6. Gamet haploid. Gamet diploid. Spora. Hifa

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.6. Gamet haploid. Gamet diploid. Spora. Hifa SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.6 1. Pada metagenesis terjadi pergiliran keturunan antara fase gametofit dan fase sporofit. Fase sporofit adalah fase yang menghasilkan...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh rata-rata tinggi tanaman jagung vareitas bisi-2 pada pengamatan minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-8 disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium pertumbuhan. Air

I. PENDAHULUAN. sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium pertumbuhan. Air I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkecambahan adalah proses awal pertumbuhan individu baru pada tanaman yang diawali dengan munculnya radikel pada testa benih. Perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat

Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat Dasar Selular Reproduksi dan Pewarisan Sifat A. Siklus sel dan siklus hidup organisme B. Prinsip dasar reproduksi dan pewarisan material genetik: mitosis, meiosis dan fertilisasi C.Pola pewarisan sifat:

Lebih terperinci

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b) 45 Pembahasan Penggunaan benih yang bermutu baik merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produksi tanaman bawang merah. Rendahnya produksi tanaman bawang merah khususnya di daerah sentra

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015). IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter

Lebih terperinci

Percobaan 2: Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe

Percobaan 2: Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe 23 hasil rimpang ini selain karena keterbatasan suplai air dari media, juga karena tanaman mulai memasuki akhir fase pertumbuhan vegetatif. Ketersediaan air dalam media mempengaruhi perkembangan luas daun

Lebih terperinci

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan.

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan. Pertemuan : Minggu ke 13 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Perkembangan buah dan biji Sub pokok bahasan : 1. Terbentuknya biji 2. Perkembangan buah 3. Perkecambahan biji 4. Penuaan dan kematian

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor berupa rerata pertambahan tinggi tunas, pertambahan jumlah daun, pertambahan jumlah tunas, pertambahan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA

BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA OLEH: IR. SUPRIYANTA, MP. JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2004 Topik 1 Pendahuluan Dalam bidang biologi, kita mengenal suatu organisme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang diyakni merupakan anggrek terbesar yang pernah ada. Anggrek ini tersebar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Secara umum, pembiakan tanaman terbagi menjadi dua cara yaitu pembiakan generatif dan pembiakan vegetatif. Pembiakan vegetatif merupakan perbanyakan tanaman tanpa melibatkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN XIV. POLIEMBRIONI, APOMIKSIS DAN EMBRIOLOGI EKSPERIMENTAL

POKOK BAHASAN XIV. POLIEMBRIONI, APOMIKSIS DAN EMBRIOLOGI EKSPERIMENTAL POKOK BAHASAN XIV. POLIEMBRIONI, APOMIKSIS DAN EMBRIOLOGI EKSPERIMENTAL Poliembrioni Poliembrioni adalah terdapatnya lebih dari satu embrio dalam satu biji. Orang yang melaporkan pertama kali, terjadinya

Lebih terperinci

Tugas Kelompok. Bentuk tersedia bagi tumbuhan Fungsi Gejala Kahat. Kelompok: N, P, K, Ca, Mg, S, B, Cu, Cl, Fe, Mn, Mo, Zn

Tugas Kelompok. Bentuk tersedia bagi tumbuhan Fungsi Gejala Kahat. Kelompok: N, P, K, Ca, Mg, S, B, Cu, Cl, Fe, Mn, Mo, Zn Unsur Hara Tugas Kelompok Bentuk tersedia bagi tumbuhan Fungsi Gejala Kahat Kelompok: N, P, K, Ca, Mg, S, B, Cu, Cl, Fe, Mn, Mo, Zn Unsur hara Esensial Non esensial Mako Mikro Unsur Hara esensial Syarat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kayu Afrika (Maesopsis eminii) Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun tinggi mencapai 45 m dengan batang bebas cabang 2 per 3 dari tinggi total,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

Lebih terperinci

SIFAT DAN REAKSI MONOSAKARIDA DAN DISAKARIDA

SIFAT DAN REAKSI MONOSAKARIDA DAN DISAKARIDA AARA I SIFAT DAN REAKSI MONOSAKARIDA DAN DISAKARIDA A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan praktikum : Mengidentifikasi jenis sakarida sesuai dengan jenis reaksinya 2. ari, tanggal praktikum : Sabtu, 29 Juni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup

Lebih terperinci

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016 Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016 Definisi & Tujuannya - Pembelahan sel reproduksi sel, pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci