HASIL. Rasio Panjang Panjang. Varietas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL. Rasio Panjang Panjang. Varietas"

Transkripsi

1 14 HASIL Hubungan Morfologi Kuncup Bunga dengan Perkembangan Mikrospora Fase perkembangan mikrospora pada bunga dapat ditandai dengan perubahan morfologi bagian bunga. Pada bunga kedelai, perkembangan kuncup bunga dapat berdasarkan kepada rasio panjang braktea terhadap panjang kuncup bunga. Hubungan antara rasio panjang braktea terhadap panjang kuncup dengan fase perkembangan mikrosporanya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hubungan rasio panjang braktea terhadap panjang kuncup bunga kedelai dengan fase perkembangan mikrospora Varietas Rasio Panjang Panjang Fase Perkembangan Mikrospora (%) Braktea/Kuncup Kuncup (mm) ITT ITR IDL Polen PTI Sindoro 2/2,5 2,5-3,0 19,3 80,7 0,0 0,0 0,0 2/3,0 3,0-3,5 0,0 72,5 27,5 0,0 0,0 2/3,5 3,5-4,0 0,0 59,0 32,8 8,2 0,0 2/4,0 4,0-5,0 0,0 8,0 60,8 31,2 0,0 2/5,0 5,0-5,5 0,0 0,0 32,9 67,1 0,0 2/6,0 5,5-6,0 0,0 0,0 0,0 49,2 50,8 Slamet 2/2,5 2,5-3,0 31,7 68,3 0,0 0,0 0,0 2/3,0 3,0-3,5 0,0 88,1 11,9 0,0 0,0 2/3,5 3,5-4,0 0,0 75,4 24,6 0,0 0,0 2/4,0 4,0-5,0 0,0 32,6 67,4 0,0 0,0 2/5,0 5,0-5,5 0,0 0,3 8,8 90,8 0,0 2/6,0 5,5-6,0 0,0 0,0 0,0 46,4 53,6 Wilis 2/2,5 2,5-3,0 23,0 77,0 0,0 0,0 0,0 2/3,0 3,0-3,5 0,0 82,3 17,7 0,0 0,0 2/3,5 3,5-4,0 0,0 60,0 40,0 0,0 0,0 2/4,0 4,0-5,0 0,0 6,6 42,5 50,9 0,0 2/5,0 5,0-5,5 0,0 0,0 24,1 75,9 0,0 2/6,0 5,5-6,0 0,0 0,0 0,0 36,3 63,7 ITT: fase berinti tunggal awal-tengah, ITR: fase berinti tunggal akhir, IDL: fase berinti dua awal, PTI: polen tanpa inti. Kuncup bunga dengan rasio panjang braktea terhadap panjang kuncup 2/2,5 (panjang kuncup 2,5-3,0 mm) mengandung mikrospora yang sebagian besar pada fase berinti tunggal akhir dan sebagian kecil pada fase berinti tunggal awaltengah. Sedangkan pada rasio kuncup 2/3-2/3,5 (panjang kuncup 3,0-4,0 mm), sebagian besar mikrospora mempunyai fase berinti tunggal akhir dan sebagian kecil sudah pada fase berinti dua awal. Untuk kuncup dengan rasio 2/4 (panjang kuncup 4,0-5,0 mm), sebagian besar mikrospora pada fase berinti dua awal dan sebagian kecil masih pada fase berinti tunggal akhir. Sedangkan untuk kuncup rasio 2/5 (panjang kuncup 5,0-5,5 mm) umumnya fase mikrospora telah

2 15 berkembang menjadi polen dewasa dengan inti vegetatif lebih besar berbentuk bulat atau sirkuler dan inti generatif yang nampak memanjang. Pada kuncup rasio 2/6 (panjang kuncup 5,5-6,0 mm) untuk ketiga varietas fase mikrosporanya sudah menjadi polen dewasa dan polen tanpa inti. Tahapan dan fase perkembangan mikrospora disajikan pada Gambar 3. A B C D E F Gambar 3 Fase perkembangan mikrospora kedelai. (A) fase berinti tunggal awal-tengah, (B) fase berinti tunggal akhir, (C) fase berinti dua awal (D) fase berinti dua akhir (E) polen dewasa, (F) fase polen tanpa inti. Garis skala = 25µm untuk A- F. Pengaruh Fase Perkembangan Mikrospora Fase perkembangan mikrospora berpengaruh terhadap pembelahan sporofitik dari mikrospora di dalam kultur antera pada media dua lapis NN. Fase perkembangan mikrospora terbaik untuk pembelahan sporofitik pada varietas Wilis dan Sindoro berasal dari kuncup rasio 2/2,5 (Gambar 4A, 4B), sedangkan untuk varietas Slamet fase perkembangan mikrospora terbaik berasal dari rasio kuncup 2/3,5 (Gambar 4C). Pembelahan sporofitik ditandai oleh terbentuknya mikrospora yang mempunyai inti vegetatif dua atau lebih. Mikrospora yang berasal dari kuncup dengan rasio 2/2,5-2/3,5 dapat berkembang menjadi sel berinti tiga vegetatif atau lebih pada umur kultur dua minggu, walaupun sebagian besar dari sel mikrospora tetap mengalami perkembangan gametofitik yaitu mengalami pembelahan secara asimetri dengan dua inti berbeda yang berkembang

3 16 menjadi inti vegetatif dan inti generatif. Perkembangan mikrospora ini tidak berlanjut ke arah polen dewasa dan berkecambah (Lampiran 2, 3, dan 4). (A1) (A2) (B1) (B2) (C1) (C2) Gambar 4 Pengaruh fase perkembangan mikrospora terhadap pembelahan sporofitik di dalam media NN pada varietas Wilis (A), Sindoro (B), Slamet (C). (A1, B1, C1) sel multinukleat; (A2, B2, C2) sel mikrospora dengan dua inti vegetatif, : 2/2,5; : 2/3; : 2/3,5; x : 2/4; * : 2/5; : 2/6). V: inti vegetatif. Fase perkembangan populasi awal mikrospora dapat dilihat pada lampiran 2, 3, 4.

4 17 Pada varietas Wilis sebagian besar sel mikrospora yang berasal dari kuncup bunga dengan rasio 2/3 membelah secara simetri yang menghasilkan dua inti vegetatif pada minggu pertama setelah kultur maupun minggu berikutnya. Namun, persentase sel mikrospora yang berkembang menjadi sel multinukleat dari kuncup dengan rasio 2/3 lebih kecil daripada kuncup dengan rasio 2/2,5. Sel mikrospora yang memiliki dua inti yang berukuran sama juga masih terjadi pada mikrospora yang berasal dari kuncup dengan rasio 2/4, yang terlihat pada minggu kedua setelah kultur. Namun, sel ini tidak mengalami perkembangan lebih lanjut menuju perkembangan sel multinukleat, tetapi mengalami kematian sel yang jumlahnya meningkat pada minggu berikutnya. Untuk kuncup dengan rasio 2/5, sel mikrosporanya berkembang menjadi polen dewasa. Pada kuncup dengan rasio 2/6 untuk ketiga varietas, mikrospora telah berkembang menjadi polen dewasa bahkan sebagian selnya telah kehilangan inti dan sitoplasma sejak awal kultur. Sejak minggu pertama setelah kultur kematian selnya sudah sangat besar dan terus meningkat pada minggu berikutnya. Selain itu pada kuncup rasio 2/6 ternyata tidak ada sel yang mampu berkembang ke arah pembelahan sporofitik. Pengaruh Media Dasar Pengaruh media dasar terhadap pembelahan sporofitik dari mikrospora dapat dilihat dari sel yang mampu membelah secara simetri dengan dua inti vegetatif maupun mempunyai tiga inti vegetatif atau lebih (multinukleat). Pada varietas Slamet media NN memiliki pengaruh lebih baik dibandingkan media MS, SL2, maupun B5 (Gambar 5A). Pembelahan sporofitik tersebut terjadi sejak minggu pertama setelah kultur sampai minggu keempat setelah kultur. Sedangkan untuk pembelahan mikrospora secara asimetri, keempat media mempunyai pengaruh yang relatif sama (Lampiran 5). Pada varietas Sindoro media SL2 mempunyai pengaruh yang lebih baik daripada media lainnya terhadap pembentukkan sel multinukleat dan sel berinti dua vegetatif pada minggu kedua setelah kultur, tetapi pada minggu ketiga, media NN mempunyai pengaruh lebih baik (Gambar 5B). Media dasar MS lebih mendukung perkembangan sel mikrospora yang membelah secara asimetri dibandingkan media NN, B5, dan SL2 (Lampiran 6). Namun, mikrospora tersebut

5 18 tidak berkembang lebih lanjut menjadi polen dewasa dan berkecambah, tetapi mengalami kematian. (A1) (A2) (B1) (B2) (C1) (C2) Gambar 5 Pengaruh media dasar terhadap pembelahan sporofitik mikrospora pada varietas Slamet (A), Sindoro (B), Wilis (C) selama 4 minggu. (A1, B1, C1) sel multinukleat; (A2, B2, C2) sel mikrospora dengan dua inti vegetatif, : NN; : MS; : SL2; : B5. V: inti vegetatif. Fase perkembangan populasi awal mikrospora dapat dilihat pada lampiran 5, 6, 7.

6 19 Pada varietas Wilis, keempat media dasar memiliki pengaruh yang sama terhadap perkembangan mikrospora hingga mencapai tiga inti vegetatif atau lebih. Sedangkan untuk mikrospora yang memiliki dua inti vegetatif media B5 memiliki pengaruh lebih baik dibandingkan media MS, SL2, dan NN (Gambar 5C, Lampiran 7). Pengaruh Suhu Inkubasi Kultur Pengaruh perlakuan suhu inkubasi pada minggu pertama kultur terhadap pembelahan sporofitik mikrospora untuk varietas Wilis disajikan pada Gambar 6. Perlakuan suhu dingin (4-9 o C) menunjukkan pengaruh lebih baik dibandingkan suhu ruang (25-28 o C) maupun suhu panas (30-33 o C) terhadap persentase pembentukan mikrospora yang mengandung dua inti vegetatif atau lebih dari tiga inti vegetatif. Pengaruh suhu dingin terlihat pada minggu kedua setelah kultur. Sedangkan pengaruh perlakuan suhu inkubasi terhadap berbagai perkembangan mikrospora untuk ketiga varietas yang diuji (Wilis, Sindoro, dan Slamet) berturutturut disajikan pada Lampiran 8, 9, 10. Gambar 6 (A1) (A2) Pengaruh suhu inkubasi pada minggu pertama kultur terhadap pembelahan sporofitik mikrospora di media dasar NN pada varietas Wilis. (A1) sel multinukleat; (A2) sel mikrospora dengan dua inti vegetatif pada : suhu ruang (25-28 o C); : suhu dingin (4-9 o C); : suhu panas (30-33 o C). V: inti vegetatif. Fase perkembangan populasi awal mikrospora dapat dilihat pada lampiran 8, 9, 10. Pada perlakuan suhu ruang (25-28 o C), perkembangan mikrospora varietas Wilis yang membelah secara simetri dengan dua inti vegetatif maupun mikrospora dengan tiga inti vegetatif atau lebih hanya terlihat pada minggu pertama kultur dan segera menurun dengan cepat pada minggu berikutnya.

7 20 Pada varietas Sindoro dan Slamet perlakuan suhu inkubasi yang berbeda tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap perkembangan mikrospora yang membelah secara simetri maupun pembentukan sel multinukleat. Sel mikrospora hanya dapat berkembang sampai dua inti vegetatif dengan frekuensi yang kecil dan tidak ada yang berkembang lebih lanjut menjadi sel multinukleat pada semua suhu inkubasi. Perkembangan mikrospora menjadi dua inti vegetatif dijumpai pada perlakuan suhu dingin baik pada varietas Sindoro maupun varietas Slamet (Lampiran 9 dan 10). Pengaruh Sumber Karbon Pada varietas Sindoro, sumber karbon berpengaruh terhadap perkembangan mikrospora terutama terhadap jumlah mikrospora yang membelah simetri dan yang mempunyai tiga inti vegetatif atau lebih (sel multinukleat) (Gambar 7A). Perkembangan ke arah pembelahan sporofitik lebih baik ditunjukkan pada perlakuan sumber karbon maltosa 40 g/l dibanding sukrosa 40 g/l. Perkembangan sel yang mencapai sel multinukleat terjadi pada minggu kedua setelah kultur dan menurun pada minggu berikutnya. Sedangkan mikrospora yang membelah secara simetri terjadi sejak minggu pertama kultur dan mulai menurun pada minggu ketiga setelah kultur. Untuk pembelahan mikrospora secara asimetri, maltosa juga mempunyai pengaruh lebih baik daripada sukrosa (Lampiran 11). Namun sel mikrospora tersebut tidak berkembang lebih lanjut menjadi polen dewasa dan berkecambah. Pada varietas Slamet, sukrosa memiliki pengaruh lebih baik dibandingkan maltosa terhadap jumlah mikrospora yang mempunyai tiga inti vegetatif atau lebih. Perkembangan tersebut terjadi pada minggu pertama kultur dan meningkat pada minggu kedua kultur dan segera menurun pada minggu ketiga setelah kultur. Pada perlakuan sumber karbon maltosa, perkembangan mikrospora yang mencapai tiga inti vegetatif atau lebih masih terjadi pada minggu ketiga setelah kultur (Gambar 7B, Lampiran 12). Pengaruh maltosa lebih baik dibandingkan sukrosa juga dijumpai pada varietas Wilis baik untuk pembelahan mikrospora secara simetri yang mengandung dua inti vegetatif maupun pembentukan mikrospora multinukleat (Gambar 7C, Lampiran 13).

8 21 (A1) (A2) (B1) (B2) Gambar 7 (C1) (C2) Pengaruh sumber karbon terhadap pembelahan sporofitik mikrospora kedelai pada varietas Sindoro (A), Slamet (B), Wilis (C). (A1, B1, C1) sel multinukleat; (A2, B2, C2) sel mikrospora dengan dua inti vegetatif pada, : sumber karbon sukrosa 40 g/l ; : sumber karbon maltosa 40 g/l. V: inti vegetatif. Fase perkembangan populasi awal mikrospora dapat dilihat pada lampiran 11, 12, 13.

9 22 Sumber karbon tidak berpengaruh terhadap pembelahan asimetri mikrospora yang menghasilkan inti vegetatif dan generatif (Lampiran 11, 12, 13). Mikrospora yang membelah asimetri tidak berkembang lebih lanjut menjadi polen dan berkecambah, tetapi mengalami kematian yang ditandai dengan keluarnya inti dan sitoplasma. Pengaruh Perlakuan Kombinasi Dilihat dari persentase mikrospora multinukleat yang terbentuk, perlakuan kombinasi sumber karbon maltosa 40 g/l dengan suhu dingin (4-9 o C) pada minggu pertama inkubasi kultur dengan menggunakan media dasar NN memiliki pengaruh lebih baik dibandingkan kombinasi lainnya (Gambar 8). Pengaruh yang baik ini terlihat sejak minggu pertama kultur dan meningkat pada minggu kedua setelah kultur. Demikian juga pada mikrospora yang membelah secara simetri dengan dua inti vegetatif, perlakuan kombinasi sumber karbon maltosa dengan suhu dingin memiliki pengaruh lebih baik dibanding dengan perlakuan kombinasi yang lain. Pada umur dua minggu beberapa mikrospora telah berkembang menjadi sel multinukleat yang mempunyai 12 inti vegetatif (Gambar 9). Perkembangan mikrospora yang mencapai sel multinukleat ini mengindikasikan telah terjadi pembelokkan proses pembelahan dari jalur gametofitik ke jalur sporofitik. Dilihat dari sel yang membelah secara asimetri kombinasi perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap perkembangan mikrospora. Perkembangan mikrospora tersebut mengalami peningkatan pada minggu pertama kultur dan sebagian berkembang menjadi polen, tetapi sebagian besar sel mikrospora mengalami kematian.

10 23 (A) (B) Gambar 8 Pengaruh perlakuan kombinasi terhadap pembelahan sporofitik mikrospora pada varietas Wilis. (A) sel multinukleat; (B) sel mikrospora dengan dua inti vegetatif pada, : sumber karbon sukrosa dengan suhu ruang; : sumber karbon sukrosa dengan suhu dingin; : sumber karbon maltosa dengan suhu ruang; : sumber karbon maltosa dengan suhu dingin. V: inti vegetatif. Media dasar yang digunakan adalah NN, populasi awal mikrospora 12% fase berinti tunggal awal-tengah, 77% berinti tunggal akhir, 21% berinti dua awal. Gambar 9 Mikrospora varietas Wilis yang telah mencapai multiseluler dengan 12 inti (atas) dan baru 3 inti (bawah) pada umur 2 minggu setelah kultur. Garis skala = 25µm.

HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora

HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora 3 HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora Morfologi malai jantan kelapa sawit dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan ukuran pembukaan spata, posisi spikelet pada malai, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Bunga tanaman kedelai termasuk bunga sempurna dengan tipe penyerbukan sendiri yang terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup, sehingga kemungkinan kawin silang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan hormon 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis L. (Bl.) dan

Lebih terperinci

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA

INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA KEDELAI MELALUI KULTUR ANTERA PADA SISTEM MEDIA DUA LAPIS BUDIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan 25 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan Sejumlah faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kultur adalah suhu, cahaya, karbondioksida, oksigen, etilen, dan kelembaban

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama lima bulan, mulai bulan Januari 2011 sampai Mei 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budaya menggunakan tanaman hias dan bunga bagi tujuan kesenangan dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun akhirnya meluas hingga

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word: hormone 2,4-D, microspore, P. amabilis, sporofitik cleavage.

ABSTRACT. Key word: hormone 2,4-D, microspore, P. amabilis, sporofitik cleavage. INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK MIKROSPORA ANGGREK BULAN (PHALAENOPSIS AMABILIS (L.) BL.) DENGAN PERLAKUAN HORMON 2,4-D Devi Hery Puji Astuti, Drs. H. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D. dan Dwi Kusuma Wahyuni,

Lebih terperinci

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Pendahuluan Tanaman haploid ialah tanaman yang mengandung jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gametnya

Lebih terperinci

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO 41 INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO Abstrak Komposisi media mempengaruhi kemampuan antera membentuk kalus dan/atau embrio serta regenerasi tanaman. Pada tanaman Dianthus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. Selama masa inkubasi, kalus mulai terlihat tumbuh pada minggu ke-5. Data hari tumbuhnya kalus seluruh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. 11 BAHAN DAN METODE I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Babakan, Kecamatan Darmaga, Bogor Jawa Barat. Kebun terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi Padi merupakan tanaman yang termasuk ke dalam genus Oryza Linn. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan, yaitu O. sativa Linn. dan O. glaberrima Steud.

Lebih terperinci

RINGKASAN. Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D

RINGKASAN. Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D LAMPIRAN 1 RINGKASAN Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D Devi Hery Puji Astuti, Drs. H. Hery Purnobasuki, M.Si., Ph.D.

Lebih terperinci

STUDI KULTUR ANTER SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) Oleh YOGO ADHI NUGROHO A

STUDI KULTUR ANTER SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) Oleh YOGO ADHI NUGROHO A STUDI KULTUR ANTER SEMANGKA (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum & Nakai) Oleh YOGO ADHI NUGROHO A 34402023 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH F LTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN

INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN INDUCTION OF MICROSPORE EMBRYOGENESIS IN Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden WITH HEAT SHOCK

Lebih terperinci

PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU

PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU Jurnal Biologi XIV (1) : 1-6 ISSN : 1410 5292 PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU THE EFFECT OF STARVATION AND HEAT SHOCK TOWARDS EMBRYOGENESIS OF

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Bulan November 2011

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Segunung dengan ketinggian 1 100 m dpl (di atas permukaan laut). Penelitian dilakukan pada Februari

Lebih terperinci

Percobaan 2: Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe

Percobaan 2: Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe 23 hasil rimpang ini selain karena keterbatasan suplai air dari media, juga karena tanaman mulai memasuki akhir fase pertumbuhan vegetatif. Ketersediaan air dalam media mempengaruhi perkembangan luas daun

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh rata-rata tinggi tanaman jagung vareitas bisi-2 pada pengamatan minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-8 disajikan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN MODUL II TEKNIK PERSILANGAN BUATAN 2.1 Latar Belakang Keragaman genetik merupakan potensi awal di dalam perbaikan sifat. Salah satu upaya untuk memperluas keragaman genetik ialah melalui persilangan buatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar 22 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) 2.1.1 Morfologi Brokoli Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar 2.1). Bunga terdiri atas

Lebih terperinci

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b) 45 Pembahasan Penggunaan benih yang bermutu baik merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produksi tanaman bawang merah. Rendahnya produksi tanaman bawang merah khususnya di daerah sentra

Lebih terperinci

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.) Oleh : Toni Herawan disampaikan pada : Seminar Nasional Bioteknologi Hutan YOGYAKARTA, OKTOBER 2012 PENDAHULUAN Cendana tumbuh dan berkembang secara alami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I. Induksi Kalus Awalnya percobaan ini menggunakan rancangan percobaan RAL 2 faktorial namun terdapat beberapa perlakuan yang hilang akibat kontaminasi kultur yang cukup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI

MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI TANAMAN KEDELAI {Glycine max (L.) Merrill} Klasifikasi Verdcourt genus Glycine tdr 3 sub genera: Glycine Willd, Bracteata Verde, Soja (Moench) F.J. Herm. Subgenus Soja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan tanaman hortikultura semusim yang mempunyai nilai ekonomi. Cabai rawit memiliki nilai tinggi untuk industri makanan dan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang berguna untuk bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Selain itu, kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai Hasil pengamatan morfologi pada beberapa varietas kedelai yang selanjutnya diuji

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Pembentukan gametofit jantan (Sumber Fahn, 1991)

Gambar 2.1 Pembentukan gametofit jantan (Sumber Fahn, 1991) II. TELAAH PUSTAKA Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari

Lebih terperinci

(Glycine max (L. ) Merr. )

(Glycine max (L. ) Merr. ) PENGARUH VIGOR AWAL BENIH DAN PERLAKUAN "PRIMING" TERHADAP VIABILITAS, PRODUKSI DAN MUTU BENIH KEDELAI (Glycine max (L. ) Merr. ) Oleh Siti Munifah A 29.1252 JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN E'AKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2012 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2013

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada areal pertanaman jeruk pamelo di lahan petani Desa Bantarmara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan ketinggian tempat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) secara faktorial, dengan faktor I varietas kedelai dan faktor II tingkat ketersediaan

Lebih terperinci

PENGERTIAN. tanaman atau bagian tanaman akibat adanya

PENGERTIAN. tanaman atau bagian tanaman akibat adanya PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PENGERTIAN DAN PERANANNYA PENGERTIAN Pertumbuhan (growth) adalah dapat diartikan sebagai : Perubahan secara kuantitatif selama siklus hidup tanaman yang bersifat tak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata

Lebih terperinci

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan 05 MATERI DAN LATIHAN SBMPTN TOP LEVEL - XII SMA BIOLOGI SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup

Lebih terperinci

Tugas Akhir - SB091358

Tugas Akhir - SB091358 Tugas Akhir - SB091358 EFEKTIVITAS META-TOPOLIN DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO STROBERI (Fragaria ananassa var. DORIT) PADA MEDIA MS PADAT DAN KETAHANANNYA DI MEDIA AKLIMATISASI Oleh Silvina Resti

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dimulai dari Maret sampai dengan Mei 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA

BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA BAHAN AJAR DASAR-DASAR GENETIKA OLEH: IR. SUPRIYANTA, MP. JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2004 Topik 1 Pendahuluan Dalam bidang biologi, kita mengenal suatu organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu, Lama Perendaman dan Interaksi (suhu dan lama perendaman) terhadap Daya Kecambah (Persentase Jumlah Kecambah) Biji Ki Hujan (Samanea saman) Berdasarkan

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE

PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE DISUSUN OLEH: PREKDI S. BERUTU NIM: 160301034 Mata Kuliah : Teknologi Benih Dosen Pengampu : Risky Ridha, SP., MP PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN PEMBAGIAN KULTUR JARINGAN Kultur organ (kultur meristem, pucuk, embrio) Kultur kalus Kultur suspensi sel Kultur protoplasma Kultur haploid ( kultur anther,

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS IN VIVO PADA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) DAN PENGARUH ASAM ABSISAT TERHADAP PERKEMBANGAN IN VITRO BAKAL EMBRIO

EMBRIOGENESIS IN VIVO PADA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) DAN PENGARUH ASAM ABSISAT TERHADAP PERKEMBANGAN IN VITRO BAKAL EMBRIO EMBRIOGENESIS IN VIVO PADA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) DAN PENGARUH ASAM ABSISAT TERHADAP PERKEMBANGAN IN VITRO BAKAL EMBRIO Oleh MASDIANA A. Amin NIM : 31193001 INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2000 EMBRIOGENESIS

Lebih terperinci

1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan 1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Pengertian pertumbuhan adalah Proses pertambahan volume dan jumlah sel sehingga ukuran tubuh makhluk hidup tersebut bertambah besar. Pertumbuhan bersifat irreversible

Lebih terperinci

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan IV. Hasil dan pembahasan A. Pertumbuhan tanaman 1. Tinggi Tanaman (cm) Ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anthurium berasal dari bahasa Yunani yaitu anthos yang berarti bunga dan oura yang berarti ekor. Tanaman asli Amerika Selatan ini sekerabat dengan Aglonema dan Keladi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaman Romawi (Stephens, 2009). Brokoli masuk ke Indonesia sekitar 1970-an dan

BAB I PENDAHULUAN. jaman Romawi (Stephens, 2009). Brokoli masuk ke Indonesia sekitar 1970-an dan 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) merupakan salah satu tanaman sayuran dari suku kubis- kubisan atau Brassicaceae yang berasal dari dataran tinggi

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN XIV. POLIEMBRIONI, APOMIKSIS DAN EMBRIOLOGI EKSPERIMENTAL

POKOK BAHASAN XIV. POLIEMBRIONI, APOMIKSIS DAN EMBRIOLOGI EKSPERIMENTAL POKOK BAHASAN XIV. POLIEMBRIONI, APOMIKSIS DAN EMBRIOLOGI EKSPERIMENTAL Poliembrioni Poliembrioni adalah terdapatnya lebih dari satu embrio dalam satu biji. Orang yang melaporkan pertama kali, terjadinya

Lebih terperinci

Tabel Perbedaan Sel Prokariotik dan Sel Eukariotik Perbedaan Sel Prokariotik Sel Eukariotik Ukuran Sel

Tabel Perbedaan Sel Prokariotik dan Sel Eukariotik Perbedaan Sel Prokariotik Sel Eukariotik Ukuran Sel Tabel Perbedaan Sel Prokariotik dan Sel Eukariotik Perbedaan Sel Prokariotik Sel Eukariotik Ukuran Sel Diameter Sel prokariotik 0,2-2.0 µm Diameter Sel prokariotik 10-100 µm Inti Sel Organel terbungkus

Lebih terperinci

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011 Teknologi Kultur Jaringan Tanaman materi kuliah pertemuan ke 9 Isi Materi Kuliah Kultur Kalus Sri Sumarsih Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog:

Lebih terperinci

DUNIA TUMBUHAN. Plant 1. 1/24

DUNIA TUMBUHAN. Plant 1. 1/24 DUNIA TUMBUHAN CIRI-CIRI TUMBUHAN PENGELOMPOKAN TUMBUHAN A.TUMBUHAN TIDAK BERPEMBULUH B.TUMBUHAN BERPEMBULUH B.1.TIDAK BERBIJI B.2.BERBIJI B.2.1.GYMNOSPERMAE B.2.2.ANGIOSPERMAE Plant 1. 1/24 CIRI-CIRI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN Laporan Pratikum Dasar-Dasar Bioteknologi Tanaman Topik 1 PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Arya Widura Ritonga ( A24051682 ) Agronomi dan Hortikultura 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kultur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember Maret 2012,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember Maret 2012, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011- Maret 2012, bertempat di Green house Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN V. GYMNOSPERMAE STRUKTUR OVULUM DAN PERKEMBANGAN GEMETOFIT BETINA

POKOK BAHASAN V. GYMNOSPERMAE STRUKTUR OVULUM DAN PERKEMBANGAN GEMETOFIT BETINA POKOK BAHASAN V. GYMNOSPERMAE STRUKTUR OVULUM DAN PERKEMBANGAN GEMETOFIT BETINA Gymnospermae termasuk tumbuhan berbiji. Berdasarkan pada jaringan yang melindungi bakal biji (ovulum) dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MIKROSPORA DAN INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK PADA KULTUR ANTERA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) POPI SEPTIANI

PERKEMBANGAN MIKROSPORA DAN INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK PADA KULTUR ANTERA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) POPI SEPTIANI PERKEMBANGAN MIKROSPORA DAN INDUKSI PEMBELAHAN SPOROFITIK PADA KULTUR ANTERA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) POPI SEPTIANI DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ginogenesis Ginogenesis pada penelitian dilakukan sebanyak delapan kali (Lampiran 3). Pengaplikasian proses ginogenesis ikan nilem pada penelitian belum berhasil dilakukan

Lebih terperinci

PERSAINGAN TEKI (Cyperus rotundus L.) TERHADAP PRODUKSI TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)

PERSAINGAN TEKI (Cyperus rotundus L.) TERHADAP PRODUKSI TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PERSAINGAN TEKI (Cyperus rotundus L.) TERHADAP PRODUKSI TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Sarjana pada Program

Lebih terperinci

SKRIPSI. Persyaratan Sarjana-1. Disusun Oleh: VINA A FAKULTA

SKRIPSI. Persyaratan Sarjana-1. Disusun Oleh: VINA A FAKULTA PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH (Rootone-F) TERHADAP PERTUMBUHAN AKAR JATI (Tectona grandis) ) DALAM PERBANYAKAN SECARA STEK PUCUK SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajad Sarjana-1

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 15 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman, Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi, Institut Pertanian

Lebih terperinci

ANDROESIUM A. Landasan Teori ANTERA

ANDROESIUM A. Landasan Teori ANTERA ANDROESIUM A. Landasan Teori Benang sari terdiri dari tangkai sari (filamen) dan kepala sari (antera). Di dalam antera terdapat beberapa mikrosporangia. Proses mikrosporogenesis terjadi dalam mikrosporangia.

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN TOMAT TERHADAP FREKUENSI DAN TARAF PEMBERIAN AIR RISZKY DESMARINA A

RESPON TANAMAN TOMAT TERHADAP FREKUENSI DAN TARAF PEMBERIAN AIR RISZKY DESMARINA A RESPON TANAMAN TOMAT TERHADAP FREKUENSI DAN TARAF PEMBERIAN AIR RISZKY DESMARINA A24053423 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RISZKY DESMARINA.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN

ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN ANALISIS PERTUMBUHAN TANAMAN Titik Irawati, SP. MP Retno Dwi Andayani, SP. MP PERTEMUAN KE-1 Kontrak Kuliah dan Pendahuluan MILE STONE Kontrak Kuliah Pendahuluan KONTRAK KULIAH KULIAH Kuliah SELALU menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di Indonesia yang memiliki keunikan berupa rasa manis pada daunnya. Daun stevia ini mengandung sejumlah

Lebih terperinci

Kurva standar HPLC analitik untuk penentuan konsentrasi siklo(tirosil-prolil).

Kurva standar HPLC analitik untuk penentuan konsentrasi siklo(tirosil-prolil). Lampiran 1 Kurva standar HPLC analitik untuk penentuan konsentrasi siklo(tirosil-prolil). Kurva Standar HPLC siklo(tirosil-prolil) Luas area (kromatogram HPLC) 60000000.00 50000000.00 40000000.00 30000000.00

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Menurut sistem klasifikasi Cronquist (1981), klasifikasi dari anggrek bulan Phalaenopsis amabilis (L.)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima Respon awal eksplan leaflet yang ditanam pada media MS dengan picloram 16 µm untuk konsentrasi sukrosa 10,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012). 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting karena mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi. Manfaat yang dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Kompos Kulit Biji Kopi Pengomposan kulit biji kopi dilakukan selama 30 hari, proses pembuatan kompos ini berlangsung secara aerob karena pada saat pembuatan memerlukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup diperhitungkan. Selain memiliki fungsi estetika, bunga juga mendatangkan

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah Diusulkan oleh : Miftah Faridzi A34070042 (2007) Vicky Saputra A24050609

Lebih terperinci

MISKONSEPSI PADA BUKU PELAJARAN BIOLOGI KELAS 3 SLTP POKOK BAHASAN PERKEMBANGBIAKAN TUMBUHAN

MISKONSEPSI PADA BUKU PELAJARAN BIOLOGI KELAS 3 SLTP POKOK BAHASAN PERKEMBANGBIAKAN TUMBUHAN Seminar Nasional Pendidikan, Penelitian, dan Penerapan MIPA. Hotel Sahid Raya, 8 Februari 2005 MISKONSEPSI PADA BUKU PELAJARAN BIOLOGI KELAS 3 SLTP POKOK BAHASAN PERKEMBANGBIAKAN TUMBUHAN Oleh : Budiwati

Lebih terperinci