IV. METODE PENELITIAN Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. METODE PENELITIAN Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003"

Transkripsi

1 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 23 Studi ini menggunakan data SNSE Indonesia tahun 23 yang dicirikan dengan adanya beberapa komoditi pertanian yang didisagregasi, dengan tujuan untuk menggambarkan lebih jelas bagaimana peranan sektor pertanian itu terhadap perekonomian Indonesia jika diamati lebih detail dalam aktivitas subsektor (komoditi pertanian). Oleh karena itu SNSE yang digunakan kali ini diberi nama SNSE Komoditi Pertanian. Secara garis besar SNSE komoditi pertanian 23 terdiri dari kelompok neraca (accounts) endogen yang terbagi dalam 3 blok yaitu: blok neraca faktor produksi sejumlah 5 neraca, blok neraca institusi sebanyak 7 neraca, blok neraca sektor produksi sebanyak 27 neraca. Sedangkan neraca eksogen terbagi dalam 5 (lima) neraca yaitu kapital, pajak tidak langsung, pengeluaran pemerintah, subsidi, dan luar negeri atau rest of world (ROW). Selengkapnya struktur SNSE yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 5. Dalam rangka untuk memudahkan dalam pengelompokan sektor perekonomian dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia ini, dikelompokkan dalam 5 (lima) kelompok sektor perekonomian, yang meliputi: (1) sektor pertanian primer, (2) sektor pertambangan, (3) sektor agroindustri, (4) sektor manufaktur, dan (5) sektor jasa. Dalam disertasi ini perlu dijelaskan pengertian dari sektor pertanian dan sektor agroindustri. Sektor pertanian mempunyai pengertian kumpulan sub sektor perekonomian yang terdiri dari

2 73 Tabel 5. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Komoditi Pertanian Indonesia Tahun 23 (44x44) Faktor Produksi Aktifitas Kode Tenaga kerja Pertanian Desa 1 Kota 2 Bukan Pertanian Desa 3 Kota 4 Kapital 5 Pertanian Buruh Tani dan Penggarap Golongan Rendah 6 Pengusaha 7 Pedesaan Pengusaha Golongan Rendah : Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar. Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas 8 Institusi Rumah tangga Bukan Pertanian Pengusaha Golongan Atas : Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas 9 Perkotaan Pengusaha Golongan Rendah : Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar. Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas 1 Sektor Produksi Pengusaha Golongan Atas : Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, 11 teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas Perusahaan 12 Padi 13 Jagung 14 Pertanian tanaman pangan di luar 16 dan Tebu 16 Pertanian Kelapa sawit 17 Pertanian perkebunan di luar 19 dan 2 18 Industri pemotongan ternak 19 Peternakan dan hasil-hasilnya 2 Kehutanan dan perburuan 21 Perikanan 22 Pertambangan Pertambangan batubara, bijih logam, minyak dan gas bumi 23 Pertambangan dan penggalian lainnya 24 Industri makanan, minuman dan tembakau 25 Industri minyak dan lemak 26 Agro industri Industri penggilingan padi 27 Industri tepung segala jenis 28 Industri gula 29 Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit 3

3 74 Tabel 5. Lanjutan Manufaktur Jasa Aktifitas Industri kayu, barang-bnarang dari kayu 31 Industri kertas, percetakan; alat angkutan, barang dari logam & industri lainnya 32 Industri kimia, pupuk, hasil-hasil dari tanah liat & semen, dan ligam dasar 33 Konstruksi/bangunan 34 Listrik, gas dan air minum 35 Perdagangan, hotel dan restoran 36 Pengangkutan dan komunikasi 37 Keuangan, jasa perusahaan, real estate 38 Jasa-jasa 39 Neraca Kapital 4 Pajak Tidak Langsung 41 Pemerintahan 42 Subsidi 43 Luar Negeri 44 Kode aktivitas ekonomi yang pada intinya menghasilkan produk-produk pertanian dalam bentuk bahan baku atau belum diolah. Dalam hal ini terdiri dari sub sektor padi (13), sub sektor jagung (14), subsektor pertanian tanaman pangan lainnya (15), subsektor tebu (16), sub sektor kelapa sawit (17), sub sektor pertanian perkebunan lainnya (18) sub sektor industri pemotongan ternak (19) sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya (2) sub sektor kehutanan dan perburuan (21) sub sektor perikanan (22). Sektor pertambangan terdiri dari sub sektor pertambangan batubara, biji logam, minyak dan gas bumi (23) dan sektor pertambangan dan penggalian lainnya (24). Sektor ini pada intinya adalah sektor yang bergerak di dalam aktivitas ekonomi di bidang tambang, penggalian dan eksplorasi minyak. Sektor agroindustri adalah kumpulan dari aktivitas perekonomian yang pada intinya merupakan proses pengolahan bahan baku yang sebagian atau seluruhnya berasal dari hasil-hasil pertanian, atau dengan kata lain yang memproses bahan mentah yang berasal dari produk pertanian menjadi bahan setengah jadi atau menjadi barang jadi. Agroindustri pada SNSE 23 ini terdiri

4 75 dari subsektor industri makanan, minuman dan tembakau (25), subsektor industri minyak dan lemak (26), subsektor industri penggilingan padi (27), industri tepung segala jenis (28), sub sektor industri gula (29), sub sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit (3), dan sub sektor industri kayu, barang-barang dari kayu (31) Tahapan Penyusunan Sistem Neraca Sosial Ekonomi 23 Pada dasarnya, keseluruhan rancangan (design) sistem matrik. Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) dalam penelitian ini mengikuti design yang sudah terbangun dari SNSE Indonesia yang sudah dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Publikasi SNSE Indonesia pertama kali diterbitkan pada tahun 1975 dan publikasi terakhir yaitu SNSE Indonesia tahun 23. Selanjutnya SNSE Indonesia tahun 23 digunakan sebagai dasar penelitian ini. Namun untuk ketajaman analisis dari penelitian ini dilakukan beberapa modifikasi terutama terhadap klasifikasi dari beberapa neraca dalam kerangka SNSE Indonesia Beberapa perubahan yang dilakukan terhadap klasifikasi neraca-neraca dalam sistem ini, utamanya adalah yang berkaitan dengan: 1. Neraca faktor produksi. Dalam penelitian ini Neraca faktor produksi dibedakan menjadi dua neraca pokok yaitu faktor produksi tenaga kerja dan faktor produksi bukan tenaga kerja. Faktor produksi tenaga kerja dibedakan lagi menjadi yaitu tenaga kerja pertanian dan bukan pertanian yang selanjutnya dibedakan atas desa dan kota. Sementara faktor produksi bukan tenaga kerja dibedakan atas faktor produksi dari lahan yang diusahakan dan faktor produksi bukan dari lahan lainnya atau kapital lainnya.

5 76 2. Rincian neraca institusi menggunakan klasifikasi rumahtangga SNSE Indonesia dengan melakukan agregasi seperti rumahtangga pertanian hanya dirinci menjadi rumahtangga buruh tani dan rumahtangga petani atau pengusaha pertanian. 3. Kegiatan produksi atau sektor diarahkan kepada disagregasi sektor pertanian dan pengelompokan untuk industri yang berbasis pada pertanian atau agro industri. Ada beberapa tahapan dalam menentukan isian dan sumber data yang dibutuhkan dalam menyusun kerangka SNSE ini, antara lain: 1. SNSE Indonesia tahun 23 digunakan sebagai kerangka kerja dalam menyusun SNSE yang akan digunakan dalam penelitian ini. Seperti halnya penyusunan matriks SNSE Indonesia terdahulu, SNSE Indonesia tahun 23 menggunakan tabel I-O Indonesia sebagai dasar (benchmark) untuk menyusun kerangka SNSE. Tabel I-O yang digunakan adalah tabel I-O Indonesia tahun 23 yang di up-date. Dengan demikian maka neraca-neraca yang diturunkan dari kerangka SNSE akan konsisten dengan table I-O. Dengan kata lain, agregat-agregat makro yang diperoleh dari kerangka SNSE Indonesia akan sama dengan yang diperoleh dari tabel I-O Indonesia 23 up-dated. 2. Agregat makro yang terdapat dalam tabel I-O selanjutnya dipasangkan ke dalam isian di masing-masing submatrik dalam SNSE yang diagragasi menjadi matriks 12x12 untuk memperoleh gambaran umum (agregat) perekonomian. Alokasi nilai tambah ke faktor produksi merupakan nilai input primer yang terdapat pada tabel I-O. Demikian pula, isian di masing-masing sub-matriks pada baris di neraca sektor produksi seperti permintaan akhir

6 77 (kuadran III pada tabel I-O), permintaan antara (kuadran I), serta ekspor dan investasi (kuadran III), sehingga total baris pada neraca sektor produksi merupakan total output pada tabel I-O. Demikian pula isian di masing-masing sub-matriks pada kolom sektor produksi bila dijumlahkan adalah merupakan total input suatu perekonomian. 3. Selanjutnya isi sel sub-matriks yang tidak terdapat dalam tabel I-O diperoleh dari berbagai sumber, baik yang diperoleh dari berbagai survey maupun data sekunder dari berbagai instansi maupun hasil penelitian lainnya. Neraca luar negeri diperoleh terutama dari data Balance of Payment (BOP). Untuk isian pada neraca kapital yang berhubungan dengan luar negeri seperti balas jasa faktor produksi non residen baik tenagakerja maupun balas jasa modal antara lain juga bersumber dari data BOP dan survei terkait. Transfer antarinstitusi, khususnya transfer yang berkaitan dengan rumahtangga, sebagaian besar datanya diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumahtangga (SKTIR) serta informasi atau survei lain yang menggali tentang perekonomian rumahtangga. Transfer dalam SNSE dirinci atas penerimaan dan pengeluaran transfer dari atau kepada rumahtangga, perusahaan dan luar negeri. Transfer dari rumahtangga dikeluarkan hanya untuk rumahtnagga dan untuk pemerintah. Transfer dari perusahaan dikeluarkan untuk rumahtangga, perusahaan, pemerintah dan luar negeri. Selanjutnya transfer dari pemerintah hanya dikeluarkan untuk rumahtangga, pemerintah dan luar negeri. Selanjutnya neraca pemerintah berasal dari data yang bersumber dari statistik keuangan pemerintah (APBN). Dari statistik keuangan pemerintah (K1; K2; K3) juga dapat diperoleh

7 78 informasi tentang transfer. Tabungan dalam neraca kapital merupakan residual dari keseluruhan sistem. Hal ini dilakukan karena keterbatasan data mengenai tabungan secara lengkap. Namun demikian, harus tetap memperhatikan pula beberapa sumber yang tersedia seperti tabungan rumahtangga (SKTIR), survey industri untuk laba/keuntungan yang ditahan perusahan, neraca keuangan pemerintah untuk tabungan pemerintah. 4. Selanjutnya dari kerangka matriks SNSE agregat yang sudah terbentuk, dilakukan disagregasi terhadap masing-masing sub-matriks sesuai dengan klasifikasi yang telah ditentukan sebelumnya. Disagregasi dilakukan terhadap antara lain nilai tambah setiap kegiatan sektor menurut klasifikasi tenaga kerja dan modal/kapital serta mengkaitkan dengan institusi penerima balas jasa faktor produksi atau pemilik faktor produksi. Informasi yang berkaitan dengan balas jasa yang diteriima oleh faktor produksi, maupun institusi penerima balas jasa faktor produksi menggunakan berbagai informasi seperti survey industri, survey pertambangan survey konstruksi, SUSENAS, SKTIR dan sebagainya untuk memperkirakan surplus usaha masing-masing sektor atau dari masing-masing institusi rumahtangga, swasta dan pemerintah dan luar negeri Total balas jasa faktor produksi tenaga kerja serta total balas jasa faktor produksi bukan tenaga kerja atau modal yang diduga berdasarkan hasil survey-survei tersebut harus sama dengan total kode 21 (balas jasa faktor produksi tenaga kerja) dan 25 minus 21 untuk faktor produksi bukan tenaga kerja. Disagregasi konsumsi akhir untuk setiap komoditi menurut klasifikai rumahtangga diperkirakan dengan menggunakan informasi dari SUSENAS

8 79 dan SKTIR. Total konsumsi per komoditi pada konsumsi akhir rumahtangga juga harus sama dengan rincian per komoditi pada tabel I-O (isian kode 31) 5. Data cleaning dan error correction. Hal ini dilakukan terhadap kesalahan pendugaan antara lain yang bersifat absolut seperti jumlah jam kerja maksimum yang dapat dilakukan oleh seorang pekerja atau pendapatan serta pengeluaran minimum atau maksimum yang dilakukan oleh seseorang atau rumahtangga. Kesalahan bersifat relatif seperti jumlah jam kerja utama relatif lebih besar dari jam kerja dari pekerjaan tambahan. Serta kesalahan komparatif seperti rumahtangga petani harus memiliki pendatapatan dari pertanian atau pengusaha harus memiliki pendapatan dari usaha. Mengingat isian masing masing sel menggunakan berbagai informasi dengan konsep dan metodologi pengumpulan data yang berbeda maka informasi yang diperoleh menghasilkan tingkat akurasi yang berbeda. Informasi dari survey-survei yang bersifat nasional adalah lebih reliable dibandingkan dengan survey-survei kecil atau study-studi kecil lainnya. Sumber data yang telah terintegrasi dan detail (seperti tabel I-O) lebih kredibel dibandingkan data yang bersifat agregat dan sebagainya. 6. Rekonsiliasi akhir. Setelah semua sel diisi maka penyusunan SNSE pada putaran pertama yang menggunakan informasi yang berbeda dan dari sumber yang berbeda selanjutnya dilakukan rekonsiliasi. Rekonsiliasi dilakukan terhadap masing-masing sel mengingat isian jumlah kolom dan baris suatu neraca, pada putaran pertama, nilainya belum tentu sama. Karena SNSE merupakan matriks bujur sangkar dimana jumlah pengeluaran (baris) harus sama dengan jumlah penerimaan (kolom) di masing-masing neracanya, maka,

9 8 untuk itu, diperlukan adjustment untuk menyamakan total kolom dan baris di masing-masing neraca tersebut. Adjustment dilakukan terhadap sel-sel yang diperkirakan/diduga secara terpisah dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan data dasar yang digunakan serta parameter yang ada dan hubungan antar variabel dalam kerangka SNSE yang digunakan dalam penelitian ini Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang ada kaitannya dengan materi penelitian ini, seperti : 1. Tabel Input-Output Indonesia Tabel SNSE Indonesia PDB Indonesia baik atas dasar harga konstan 1993 maupun atas dasar harga berlaku. 4. PDB Indonesia 2-26 baik atas dasar harga konstan 2 maupun atas dasar harga berlaku. 5. Data Jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja ( ). 6. Data Jumlah Penduduk Indonesia ( ). 7. Data Ekspor-Impor Data Statistik Pertanian tahun Sensus Pertanian tahun Analisis Kuantitatif dalam Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Analisis Angka Pengganda Analisis pengganda (multiplier) di dalam model SAM dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu: pengganda neraca (accounting multiplier) dan pengganda harga tetap (fixed price multiplier). Analisis accounting multiplier

10 81 pada prinsipnya sama dengan multiplier dari Leontief Inverse Matrix yang diuraikan dalam model I-O. Ini berarti semua analisis multiplier yang terungkap pada model I-O seperti own multiplier, other linkage multiplier, dan total multiplier dapat juga diterapkan dalam analisis SAM. Sedangkan analisis fixed price multiplier menjurus pada analisis respon rumahtangga terhadap perubahan neraca eksogen yang memperhitungkan expenditure propensity. Untuk memahami model SAM secara lebih baik, terlebih dahulu disajikan sebuah skema sederhana sebagaimana terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Skema Sederhana Sistem Neraca Sosial Ekonomi Penerimaan Pengeluaran Faktor Sektor Neraca Produksi Institusi Produksi Eksogen Total T 11 T 12 T 13 X 14 Y 1 Faktor Produksi 1 Alokasi nilai tambah ke factor produksi Pendapatan factor produksi dan luar negeri Distribusi pendapatan faktorial T 21 T 22 T 23 X 24 Y 2 Institusi 2 Alokasi pendapatan faktor ke institusi Transfer antarinstitusi Trasfer dari luar negeri Distribusi pendapatan institusional T 31 T 32 T 33 X 34 Y 3 Sektor Produksi 3 Perminaan domestic Permintaan antara Ekspor dan investasi Total output menurut sektor produksi T 41 T 42 T 43 X 44 Y 4 Neraca Eksogen 4 Alokasi pendapatan factor ke luar negeri Tabungan pemerintah, swasta dan rumahtangga Impor dan pajak tidak langsung Trasfer lainnya Total Penerimaan neraca lainnya Berdasarkan skema sederhana model SAM tersebut dapat dirumuskan persamaan matrix umum sebagai berikut:

11 82 Y = T + X (1) dimana, T = T 21 T T T T Matrix transaksi T menunjukkan adanya transaksi antar neraca seperti T 13, T 21, T 32 dan transaksi dalam neraca sendiri yaitu: T 22 dan T 33. Selanjutnya jika besarnya kecenderungan rata-rata pengeluaran, A ij, dianggap sebagai perbandingan antara pengeluaran sector j untuk sektor ke i dengan total pengeluaran ke j (Y j ), maka : A ij = T ij / Y j... (2) Atau dalam bentuk matrix adalah : A = A 21 A 22 A 32 A A Jika persamaan (1) dibagi dengan Y, maka diperoleh : Y/Y = T/Y + X/Y... (3) Selanjutnya persamaan (2) disubsitusikan ke persamaan (3) sehingga kita memperoleh persamaan 7 berikut ini: I = A + X/Y.....(4) I A = X/Y....(5) (I A)Y = X.... (6) Y = (I A) -1 X (7) Jika, M a = (I A) (8) maka, Y = M a X (9) dimana M a adalah accounting multiplier. Pyatt and Round (1985) melakukan dekomposisi terhadap accounting multiplier M a tersebut, dimana hasilnya dalam bentuk multiplikatif :

12 83 M a = M a3 M a2 M a1... (1) atau secara aditif dapat ditulis : M a = I + M a1 - I + (M a2 -I) M a1 + (M a3 - I) M a2 M a1... (11) Secara berurutan matrix M a1, M a2, dan M a3 dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, M a1 disebut sebagai multiplier transfer yang menunjukkan pengaruh dari satu blok neraca pada dirinya sendiri, yang dirumuskan sebagai berikut: M a1 = (I A ) 1...(12) dimana, A o = A A A A sehingga, M a 1 = 1 ( I A ) ( ) 22 1 I A 33 Kedua, M a2 adalah multiplier open loop atau cross effect yang menunjukkan pengaruh langsung dari satu blok ke blok lain. Dalam hal ini M a2 dapat dirumuskan : M a2 = (I + A* + A* 2 )...(13) dimana, A* = (I A ) -1 (A A ) Oleh karena, A* 13 = A 13 A* 21 = (I A 22 ) -1 A 21 A* 32 = (I A 33 ) -1 A 32 maka M a2 dapat ditulis sebagai berikut:

13 84 M a * * * I A 13 A32 A13 * * * = A I A A (14) * * * A32 A21 A32 I Ketiga, M a3 merupakan closed loop yang menunjukkan pengaruh dari satu blok ke blok lain, kemudian kembali pada blok semula. Dalam bentuk matrix M a3 dapat ditulis sebagai berikut : * 1 M a 3 = ( I A3 ) = * * * ( I A A A ) * * * ( I A A A ) ( ) * * * 1 I A A A (15) Dekomposisi account multiplier tidak hanya dilakukan dengan menggunakan pendekatan rata-rata, melainkan juga dengan pendekatan marjinal. Untuk hal ini dibutuhkan sebuah matrix yang disebut marginal expenditure propensities yang dinotasikan dengan C. Matrix C dibentuk berdasarkan asumsi harga konstan (fixed price), sehingga multiplier yang diperoleh dengan cara ini seringkali disebut fixed price multiplier. Pada dasarnya antara matrix C dan matrix A tidak jauh berbeda. Kalau matrix A diperoleh dari rata-rata pengeluaran, sedangkan matrix C diperoleh dari marjinalnya, atau : C = T/ Y...(16) C = C 21 C C C 33 karena Y = T + X, maka : Y = T + X... (17) Y = C T + X

14 85 Y = (I C) -1 X (18) atau, Y = M c X...(19) Dimana Mc disebut fixed price multiplier, yang selanjutnya dapat di dekomposisi ke dalam M c1 (multiplier transfer), M c2 (open loop mutiplier), dan M c3 (closed loop multiplier), sehingga : M c = M c3 M c2 M c1...(2) Bentuk matrix M c3, M c2, M c1 sama seperti pada matrix dekomposisi sebelumnya, hanya saja yang digunakan disini adalah adalah marjinal pengeluaran Structural Path Analysis Structural Path Analysis (SPA) adalah suatu metode analisis yang dapat digunakan untuk dapat melacak interaksi penting yang berasal dari suatu sektor yang spesifik dan berakhir dengan sektor spesifik yang lain di dalam suatu perekonomian. Metode SPA ini juga menunjukkan bagaimana suatu pengaruh ditransmisikan dari suatu sektor ke sektor lainnya melalui suatu konstruksi grapikal pengaruh. Di dalam metode ini setiap unsur dari neraca penggandaan SAM bisa diuraikan ke dalam pengaruh langsung, total dan global. Pengaruh langsung atau Direct Influence (ID) direpresentasikan sebagai bentangan atau jalur awal yang tidak melewati titik yang sama. Di dalam Gambar 5 terlihat jalur awal diukur sepanjang bentangan garis ij, yang menunjukkan petani (sektor j) bisa membeli minyak secara langsung dari produsen minyak (sektor i). Pada kasus ini, jalur awal juga disebut jalur sepanjang I sebab jalur ini hanya mempunyai satu bentangan. Tiap average expenditure propensity, a ji, bisa diinterpretasikan sebagai penyedot (magnitude) dari pengaruh transmisi dari sektor i ke sektor j. Matriks An di dalam model SAM menangkap pengaruh

15 86 langsung jejaring kerja dari jalur awal, oleh karenanya matriks An disebut juga sebagai matriks pengaruh langsung yang diformulasikan sebagai berikut : a yx Chemicals Industry a xi x y Wholescale/retail service sector a xy a xz a zy a jy z Oil producer (energy sector) i j Farmers a vi s a js a vi Refinery v a yx a yv Sumber : Defourney dan Thorbecke (1984) dalam Daryanto (21) Gambar 1. Contoh Kemungkinan Keterkaitan antara Dua Sektor ID (i j) = a ij... (21) Pengaruh langsung bisa diukur sepanjang jalur awal yang mengandung lebih dari satu bentangan. Dalam gambar 2 jalur awal antara i dan j berisikan 2 bentangan (i s j), disebabkan ada 2 bentangan disebut juga dengan jalur sepanjang 2. Petani (j) membeli minyak dari penyedia gas (s) yang menerima minyak dari

16 87 produsen minyak. Hubungan ini secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut : ID (i,s,j) = asi ajs... (22) Pengaruh total atau total influence (IT) adalah jalur awal yang sudah given (i j) merupakan pengaruh yang ditransmisikan dari i ke j meliputi pengaruh langsung (ID) sepanjang jalur dan pengaruh tidak langsung yang timbul dari adjacent circuits kepada jalur tersebut. Transmisi efek tidak langsung sebagai hasil efek umpan balik yang diperoleh sebagai jalur Pengganda (Mp). Pengaruh total (IT) dihitung dapat diperoleh melalui perkalian pengaruh langsung oleh jalur pengganda, Mp, yang ditangkap melalui perluasan pengaruh langsung (ID) sepanjang jalur yang diperkeras melewati efek adjacent circuit arus balik.secara matematis dapat dihitung sebagai berikut : IT(i j)p = ID(i j)mp... (23) Jika IT bergerak sepanjang jalur dengan panjang 3, i x y j pada Gambar 5, selanjutnya : IT (i, x, y, z ) p = a xi a yx a jy [I - a yx (a xy + a zy a xz) ] (24) Dimana di bagian pertama merupakan representasi Pengaruh langsung, ID(i j) p = a xi a yx a jy, dan bagian ke dua merupakan jalur pengganda Mp = [I - a yx (a xy + a zy a xz )] (25) Pada gambar1 terlihat pengaruh total ada pada jalur sepanjang 3 (i x y j), petani membeli input kimia dari sektor jasa retail (y) yang menggunakan input dari industri kimia. Industri kimia membeli input bahan bakar e.g. dari produsen minyak (i). Pengaruh arus balik langsung dan tidak langsung pada kasus kita tergambar oleh bentangan langsung dari y ke x. Pengaruh arus balik langsung dan

17 88 tidak langsung mengindikasikan bahwa sektor jasa retail (y) membeli input secara langsung dari industri kimia (x). Pengaruh arus balik tidak langsung (a zy dan a xz ) mengindikasikan bahwa sektor jasa retail (y) membeli output dari lembaga perusahaan yang bergerak di pengembangan dan penelitian (R&D). (z) yang memperoleh input dari sektor industri kimia (x). Pengaruh global (IG) dari simpul i ke simpul j merupakan ukuran sederhana dari pengaruh total pada pendapatan atau output dari simpul j didorong oleh perubahan i unit output atau pendapatan di simpul i. Pengaruh global bisa dianggap memiliki sama dengan jumlah pengaruh total sepanjang jalur dasar yang menghubungkan simpul idan simpul j. Pengganda harga, tetap (Ma) dapat dipandang sebagai matriks pengaruh global. Dekomposisi dari pengaruh global dapat diekspresikan sebagai berikut : IG(i j) = m aji = IT n P= 1 (i j) p = ID (i j) Mp... (26) dimana : IG(i j) m aji IT (i j) ID(i j) Mp = Pengaruh global dari kolom ke i ke baris kej di dalam matriks SNSE. = Elemen kej,i dari matriks pengganda neraca Ma = Pengaruh total dari i ke j = Pengaruh langsung dari i ke j = Pengganda jalur sepanjang jalur p Pada Gambar 5 terdapat 3 (tiga) jalur utama yang mempunyai asal dari i dan tujuan j yang sama., yaitu (i,x,y,j),(i,s,j) dan (i,v,j). Untuk menyederhanakan, dengan mengacu pada jalur awal dengan notasi 1, dan yang ke dua serta terakhir dengan notasi 2 dan 3., dengan menggunakan persamaan (26), pengaruh global dapat dituliskan lebih lengkap sebagai berikut :

18 89 IG(i j) = IT (i, x, y, j) + IT(i, s, j) + IT(i, v, j) = IT (i j) 1 + IT(i j) 2 +IT(i j) 3 = ID (i j) 1 M 1 + a si a js + (a vi a js )(I - a vy ) -1 = ID (i j) 1 M 1 + ID(i j) 2 + ID(i j) 3 M 3...(27) Structural Path Analysis (SPA) telah terbukti sebagai alat berharga untuk mengidentifikasi keterkaitan penting di dalam model SNSE yang kompleks. Akan tetapi ada suatu problem besar dalam pendekatan ini yaitu banyaknya jalur yang harus diidentifikasi dalam perekonomian secara keseluruhan, dan merupakan suatu hal yang sulit untuk meringkas suatu penemuan (Sonis, Hewings dan Lee, 1994) Aplikasi Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Analisis Struktur Ekonomi Berdasarkan data SNSE dapat dilakukan analisis mengenai struktur ekonomi Indonesia, bagaimana perubahan yang terjadi dilihat dari sisi nilai tambah (value added) masing-masing sektor dan sektor mana yang mempunyai nilai tambah tertinggi dibandingkan dengan sektor lain, dan bagaimana arus perdagangan luar negeri yang terlihat, sektor mana penghasil devisa utama dan sebaliknya sektor mana yang banyak menghabiskan devisa. Disamping itu melalui analisis struktur ekonomi Berdasarkan data SNSE ini, akan terlihat sejauhmana peran tenaga kerja terhadap pembentukan PDB, terutama dalam memberikan nilai tambah dibandingkan dengan kapital (rente) Pengganda Sistem Neraca Sosial Ekonomi Pengganda SNSE pada prinsipnya hampir sama dengan pengganda Input- Output yang terbagi dalam, pengganda terhadap dirinya sendiri (own multiplier),

19 9 pengganda terhadap sektor lain (other sector income multiplier) dan pengaruh terhadap pendapatan rumah tangga (household induced income multiplier). Dalam pengganda SNSE ini akan tergambarkan seberapa besar pengaruh sektor pertanian jika terjadi peningkatan permintaan akhir (final demand) terhadap produk di sektor pertanian. Peningkatan permintaan di sektor pertanian akan mempengaruhi kenaikan produksi semua sektor, termasuk sektor pertanian itu sendiri, yang biasa disebut own multiplier (pengganda terhadap dirinya sendiri). Pengganda SNSE pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan pengganda Input-Output, dikarenakan penghitungan pengganda SNSE tidak hanya pada sektor produksi saja akan tetapi melibatkan semua neraca endogen (faktor produksi dan Institusi). Dalam Peningkatan permintan sektor pertanian, akan terlihat pengaruh ke seluruh neraca endogen, seberapa besar pengaruh peningkatan permintaan sektor pertanian terhadap sektor-sektor yang lain, dan neraca endogen yang lain seperti ke rumah tangga dan tenaga kerja. Perbandingan pengganda SNSE sangat penting dilakukan karena diharapkan bisa menunjukkan arah dan strategi suatu kebijakan dalam pembangunan sektor pertanian. Berdasarkan besaran pengganda SAM ini dapat dipilih sektor mana yang sebaiknya dilakukan penguatan alokasi pendanaan dan dukungan lainnya (diinjeksi) agar dapat memberikan peningkatan total produksi yang paling besar atau pada sektor mana, injeksi (shock) dilakukan agar diperoleh peningkatan pendapatan masyarakat (untuk seluruh jenis rumah tangga) yang paling optimum, dan jika kebijakan yang dipilih adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan, injeksi diarahkan pada sektor yang

20 91 mempunyai besaran pengganda paling tinggi bagi peningkatan pendapatan seluruh kelompok rumah tangga Transfer terhadap Kelompok Rumahtangga Suatu kebijakan dapat diterapkan dengan maksud dan tujuan dapat meningkatkan kesejahteraan kelompok penduduk (rumahtangga) tertentu dengan pertimbangan pada kelompok tersebut terpusat kelompok golongan berpenghasilan rendah. Salah satu simulasi yang akan dilakukan adalah suatu kebijakan berupa transfer secara langsung kepada suatu kelompok rumahtangga. Melalui simulasi ini, diharapkan dapat diketahui seberapa besar respon suatu kelompok rumahtangga terhadap suatu kebijakan tersebut dan bagaimana pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan rumahtangga itu sendiri, dan kaitannya dengan peningkatan produksi dari suatu sektor tertentu maupun terhadap perekonomian secara keseluruhan Analisis Jalur Struktural Analisis Jalur Struktural atau SPA adalah suatu metode analisis yang dapat mengidentifikasi transaksi-transaksi yang terjadi dengan melacak jalur keterkaitan dari suatu sektor asal ke sektor-sektor tujuan. Metode ini menunjukkan bagaimana pengaruh transmisi satu sektor ke sektor lainnya melalui penelusuran jalur struktur perekonomian. Dalam model ini setiap unsur dari pengganda SNSE dapat didekomposisi menjadi pengaruh langsung, total dan global Simulasi Kebijakan Simulasi kebijakan dilakukan melalui kebijakan yang dapat mempengaruhi neraca eksogen di dalam SNSE, yang selanjutnya akan berdampak pada indikator

21 92 perekonomian Indonesia lainnya, seperti tingkat pendapatan, produksi nasional, neraca perdagangan dan lain-lain. Dengan kata lain simulasi kebijakan ditujukan untuk mengetahui seberapa besar dampak dari suatu peningkatan atau penurunan atas suatu permintaan terhadap suatu sektor sebagai akibat perubahan faktor eksogen (misal : pengeluaran pemerintah, tarif, pajak, kenaikan upah dan sebagainya), sehingga terlihat kebijakan seperti apa yang paling optimal dan efektif untuk mencapai sasaran atau target yang ditetapkan. Simulasi ini dilatar belakangi asumsi adanya pertumbuhan di sektor produksi pertanian baik untuk kebutuhan domestik maupun pasar ekspor terkait dengan prediksi meningkatnya harga komoditas pertanian seiring dengan meningkatnya permintaan atas komoditas tersebut, dikaitkan dengan adanya pertumbuhan pendapatan yang pesat di negara-negara Asia khususnya negara Asia dengan sumberdaya tanah dan air yang terbatas dapat mengakibatkan gelombang besar impor makanan dibarengi dengan meningkatnya harga energi dan harga pupuk serta kompetisi antara pangan, pakan ternak dan bio fuel (World Development Report, 28). Skenario kebijakan yang akan disimulasikan dalam model SNSE ditujukan untuk dapat melihat dampak pengaruh dan peranan sektor pertanian seandainya sektor tersebut dalam kondisi meningkat produksinya atau permintaan produksi pertanian dari luar negeri mengalami peningkatan dalam jumlah tertentu dan bagimana dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga, upah tenaga kerja, penyerapan tenaga kerja, total produksi, Produk Domestik Bruto serta bagi perekonomian nasional. Skenario juga dilakukan terhadap sektor agroindustri dan non pertanian dengan tujuan sebagai pembanding terhadap kebijakan di bidang

22 93 pertanian dilihat dari sisi output, distribusi income dan keterkaitan antar sektor. Skenario ini dilakukan dengan asumsi pemerintah dengan berbagai program kebijakan yang dilakukan dapat melakukan peningkatan produksi atau ekspor di sektor tersebut. Adapun skenario-skenario simulasi kebijakan yang akan disimulasikan terdiri dari 9 (sembilan) kebijakan sebagaimana berikut ini: Simulasi 1 : Peningkatan produksi sektor pertanian primer sebesar 1 triliun rupiah dengan peningkatan secara proporsional ke seluruh sub sektor dalam sektor pertanian primer. Simulasi 2 : Peningkatan produksi sektor agroindustri sebesar 1 triliun rupiah dengan peningkatan secara proporsional ke seluruh sub sektor dalam sektor agroindustri. Simulasi 3 : Peningkatan produksi sektor pertanian primer dan agroindustri sebesar 1 triliun yang terbagi secara proporsional ke sektor agroindustri dan sektor pertanian primer Simulasi 4 : Peningkatan produksi sektor non pertanian sebesar 1 triliun rupiah yang terbagi secara proporsional ke sektor non pertanian. Simulasi 5 : Bantuan tunai ke RT buruh tani dan Rumahtangga golongan rendah di desa sebesar 1 triliun secara merata Simulasi 6 : Dukungan terhadap harga gabah sebesar 1 triliun melalui transfer pendapatan untuk menambah keuntungan sektor padi yang kemudian terdistribusi kepada 2 kelompok RT buruh tani dan RT pengusaha tani. Simulasi 7 : Kenaikan ekspor pertanian primer sebesar 1 triliun rupiah

23 94 Simulasi 8 : Kenaikan ekspor pertanian primer dan agroindustri sebesar 1 triliun rupiah Simulasi 9 : Kenaikan ekspor sektor non pertanian 1 triliun rupiah Peningkatan produk pertanian dalam simulasi di atas berbeda dengan peningkatan besaran ekspor, dengan asumsi peningkatan produksi sektor pertanian adalah peningkatan semua subsektor pertanian berdasarkan angka proporsional dari masing-masing subsektor, sedangkan pada ekspor angka diperoleh dari angka proporsional terhadap ekspor dari sub sektor yang bersangkutan. Agar selaras dengan tujuan penelitian ini, dan terhadap data sekunder yang diperoleh tersebut dilakukan pengolahan dengan rekapitulasi, penguraian lebih lanjut untuk memperoleh penajaman interpretasi. Untuk mendapat validitas dan ketepatan pengolahan presisinya tinggi, akan digunakan beberapa perangkat lunak, seperti MATS, Gams, dan Microsoft Office Excel.

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier (VM ), household induced income multiplier (HM), firm income multiplier (FM), other

Lebih terperinci

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan 138 BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA 6.1. Infrastruktur dan Kinerja perekonomian Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1 PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati 1 ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis peran sektor agroindustri dalam perekonomian

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada bagian tinauan pustaka serta mengacu pada tuuan penelitian, kerangka pemikiran

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan, penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA Dampak Transfer Payment (Achmad Zaini) 15 DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA (The Impact of Transfer Payment on Income of Farmers Household

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. Sub bab ini akan membahas tentang analisis hasil terhadap

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERNGK PEMIKIRN 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Peningkatan perekonomian suatu wilayah dapat diidentifikasi sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi dan penurunan tingkat kemiskinan. Sebagian besar

Lebih terperinci

Endah Saptutyningsih Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Abstract

Endah Saptutyningsih Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Abstract Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 241 263 DAMPAK KONTRAKSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA SESUDAH KRISIS (1999)

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 Abstract

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT OLEH: Abdul Kohar Mudzakir Dosen Lab Sosek Perikanan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan Juli 2004. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

V. MEMBANGUN DATA DASAR

V. MEMBANGUN DATA DASAR V. MEMBANGUN DATA DASAR Sudah dikemukakan sebelumnya, di bagian metodologi bahwa sumber data utama yang digunakan dalam studi ini dalam rangka membangun Model CGE-Investasi Regional (CGE-IR) adalah Tabel

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2004. Lokasi penelitian adalah provinsi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Model Input Output Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI JAWA: PENDEKATAN SOCIAL ACCOUNTING MATRIX

KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI JAWA: PENDEKATAN SOCIAL ACCOUNTING MATRIX KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI JAWA: PENDEKATAN SOCIAL ACCOUNTING MATRIX (Economic Sectors Linkages and Income Distribution Analysis in Java: Soocial Accounting Matrix Approach)

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 100 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tahapan Membangun SAM Provinsi Bali Dalam studi ini analisis data dilakukan dari aspek ekonomi regional dengan menggunakan Model Social Accounting Matrix (SAM) atau analisis

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI LAMPUNG

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI LAMPUNG ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI LAMPUNG (Linkage Analysis of The Agroindustry Sector on Economy In Lampung Province) Rendy Oktaliando, Agus Hudoyo, dan Achdiansyah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 21 III KERANGKA PEMIKIRAN 31 Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan,

Lebih terperinci

V. METODE PENELITIAN

V. METODE PENELITIAN V. METODE PENELITIAN 5.. Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI Sebagaimana telah diungkapkan dalam Bab terdahulu bahwa studi ini akan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antarregional KBI-KTI atau

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SUBSIDI HARGA PUPUK TERHADAP OUTPUT SEKTOR PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI JAWA TENGAH

ANALISIS DAMPAK SUBSIDI HARGA PUPUK TERHADAP OUTPUT SEKTOR PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI JAWA TENGAH ANALISIS DAMPAK SUBSIDI HARGA PUPUK TERHADAP OUTPUT SEKTOR PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI JAWA TENGAH (Pendekatan Analisis I-O dan SNSE Jawa Tengah Tahun 2004) Sri Kasiyati Alumni Jurusan

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: M-15 SEKTOR EKONOMI DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN DI PROVINSI JAWA TENGAH (ANALISA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI)

PROSIDING ISSN: M-15 SEKTOR EKONOMI DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN DI PROVINSI JAWA TENGAH (ANALISA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI) M-15 SEKTOR EKONOMI DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN DI PROVINSI JAWA TENGAH (ANALISA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI) Sri Subanti 1), Edy Dwi Kurniati 2), Hartatik 3), Dini Yuniarti 4), Arif Rahman Hakim

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Mengingat sejak bulan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORETIS

III. KERANGKA TEORETIS III. KERANGKA TEORETIS 3.1. Kerangka Pe mikiran Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada Bab 1 dan Bab 2 dapat dinyatakan bahwa studi yang membahas tentang pembangunan ekonomi yang melihat peranan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pikir Penelitian Ekonomi wilayah dalam satu negara merupakan ekonomi terbuka dan interaksi ekonomi antarwilayah berlangsung tanpa hambatan apapun. Dalam kaitan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

4. KONSTRUKSI DATA DASAR

4. KONSTRUKSI DATA DASAR 4. KONSTRUKSI DATA DASAR Sumber data utama yang digunakan untuk membangun data dasar (data base) pada model CGE INDOTDL adalah Tabel I-O Indonesia tahun 2008. Model CGE INDOTDL merupakan model CGE yang

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN STIMULUS FISKAL INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA (PENDEKATAN SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI)*

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN STIMULUS FISKAL INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA (PENDEKATAN SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI)* ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN STIMULUS FISKAL INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA (PENDEKATAN SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI)* Analysis of The Effect of Fiscal Stimulus Policy of Infrastructure to

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis multiplier dan analisis jalur struktural (SPA) mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 trilyun terhadap

Lebih terperinci

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini mencakup perekonomian nasional dengan obyek yang diteliti adalah peranan sektor kehutanan dalam perekonomian nasional dan perubahan struktur

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Perwitasari, H. dkk., Analisis Input-Output... ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Hani Perwitasari dan Pinjung Nawang Sari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H

PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H PENGARUH POLA INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH ATIK MAR ATIS SUHARTINI H 14094006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder seperti tabel I-O Indonesia klasifikasi 175 sektor tahun 2005 dan 2008, Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1

DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1 DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme ANALISIS DAMPAK SUBSIDI PANGAN (RASKIN) TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN RUMAH TANGGA DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci