GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR"

Transkripsi

1 GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir, Hasil SNSE Kabupaten Indragiri Hilir, kinerja ekonomi, kinerja sosial dan neraca daerah terintegrasi. Klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Klasifikasi yang digunakan dalam SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 dibagi dalam 2 klasifikasi yaitu : a. Klasifikasi agregat berukuran 9 x 9 b. Klasifikasi agregat berukuran 56 x 56 Pada Tabel 5 dan Tabel 6 dapat dilihat klasifikasi SNSE dan klasifikasi sektor produksi pada Tabel SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Faktor Produksi Institusi Sektor Produksi Neraca Eksogen J U M L A H Tabel 5. Klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Tenaga Kerja 1 Modal 2 Buruh Tani 3 Pertanian Petani memiliki lahan Ha 4 Rumah Tangga Institusi Lainnya 42 sektor Bukan Pertanian Petani memiliki lahan > 1.00 Ha 5 Rumah Tangga Desa Golongan Bawah 6 Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah 7 8 Rumah Tangga Kota Golongan Atas 9 Perusahaan 10 Pemerintah Kapital 54 Pajak Tidak Langsung minus subsidi 55 The Rest of The World 56

2 Tabel 6. Klasifikasi Sektor Produksi pada SNSE Kabupaten Inhil Tahun 2005 Sektor Produksi Kode Sektor Produksi Kode Padi 12 Barang Tambang & Galian 33 Jagung 13 Industri Makanan 34 Ketela Pohon 14 Industri Pakaian Jadi 35 Umbi-umbian 15 Industri alat-alat Pertanian 36 Kacang-Kacangan 16 Industri Kayu 37 Kedelai 17 Industri lainnya 38 Industri Kelapa Skala Besar Sayur-Sayuran 18 (Swasta) 39 Industri Kelapa Skala Rumah Tangga 40 Buah-buahan 19 Bahan Makanan Lainnya 20 Listrik dan Air Bersih 41 Karet 21 Bangunan 42 Kelapa 22 Perdagangan 43 Kelapa Sawit 23 Restoran & Hotel 44 Kopi 24 Angkutan Jalan Raya 45 Hasil Perkebunan Lainnya 25 Angkutan Laut 46 Ternak dan Hasil-hasilnya 26 Penunjang Angkutan 47 Unggas dan Hasil-hasilnya 27 Komunikasi 48 Kayu 28 Bank dan Lembaga Keuangan 49 Jasa Perusahaan & Sewa Hasil Hutan Lainnya 29 Bangunan 50 Ikan Laut dan Hasilnya 30 Pemerintahan Umum 51 Ikan Darat dan Hasilnya 31 Jasa Sosial Kemasyarakatan 52 Udang 32 Jasa Perorangan & Rumah tangga 53 Pada dasarnya SNSE Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005, baik yang berukuran 9 x 9 maupun 56 x 56 diklasifikasikan menjadi empat klasifikasi utama, yaitu: (1) Neraca faktor produksi; (2) Neraca institusi; (3) Neraca sektor produksi ; dan (4) Neraca eksogen (sisa). Neraca Faktor Produksi Klasifikasi neraca faktor produksi pada SNSE Kabupaten Indragiri Hilir dibedakan atas tenaga kerja dan modal. (a) Tenaga kerja Faktor produksi tenaga kerja dikelompokan menjadi tenaga kerja pertanian dan tenaga kerja bukan pertanian. Tenaga kerja pertanian adalah tenaga kerja yang bergerak di sektor pertanian, termasuk didalamnya subsektor perkebunan, 88

3 tanaman pangan, peternakan, perikanan, kehutanan dan usaha-usaha yang berhubungan dengan sektor pertanian (jasa pertanian). Tenaga kerja bukan pertanian adalah tenaga kerja yang bergerak diluar sektor pertanian. Kelompok ini mencakup seluruh tenaga kerja yang bergerak disemua sektor non pertanian atau tidak berhubungan dengan sektor pertanian (jasa non pertanian). (b) Modal Faktor produksi modal dikelompokkan menjadi modal usaha yang tidak berbadan hukum dan modal usaha yang berbadan hukum. Modal usaha tidak berbadan hukum adalah modal usaha yang diinvestasikan pada usaha-usaha yang tidak berbadan hukum. Pada umumnya usaha-usaha yang tidak berbadan hukum merupakan usaha rumah tangga skala kecil yang dimiliki oleh perorangan. Modal usaha berbadan hukum adalah modal usaha yang diinvestasikan pada usaha-usaha yang berbadan hukum. Pada umumnya usaha-usaha yang berbadan hukum merupakan usaha skala menengah dan besar yang pengelolaannya sudah menuntut profesionalisme. Modal usaha berbadan hukum dapat berupa modal swasta dalam negeri, pemerintah dan modal asing. Neraca Institusi Neraca institusi diklasifikasikan menjadi tiga jenis institusi yaitu: rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. (a) Rumah Tangga Rumah tangga yang dimaksud dalam kegiatan ini adalah rumah tangga yang berdomisili di Kabupaten Indragiri Hilir. Pengertian rumah tangga dalam kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir merupakan konsep rumah tangga yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik, yaitu sekelompok orang yang tinggal dalam satu atau makan dari satu dapur. Rumah tangga dalam konsep ini dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu rumah tangga pertanian dan rumah tangga bukan pertanian. Rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang aktivitas ekonomi anggota rumah tangganya bergerak disektor pertanian, termasuk didalamnya 89

4 subsektor perkebunan, tanaman pangan, peternakan, perikanan, kehutanan dan usaha-usaha yang berhubungan dengan sektor pertanian (jasa pertanian). Rumah tangga pertanian selanjutnya dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu rumah tangga buruh tani, rumah tangga pengusaha pertanian dengan luas lahan ha dan rumah tangga pengusaha pertanian dengan luas lahan di atas 1.00 ha. Rumah tangga bukan pertanian adalah rumah tangga yang aktivitas ekonomi anggota rumah tangganya bergerak diluar sektor pertanian atau tidak berhubungan dengan sektor pertanian (jasa non pertanian). Rumah tangga bukan pertanian selanjutnya dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu rumah tangga desa golongan bawah, rumah tangga desa golongan atas, rumah tangga kota golongan bawah dan rumah tangga kota golongan atas. Rumah tangga desa golongan bawah adalah rumah tangga yang pendapatannya terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja di sektor bukan pertanian, rumah tangga tersebut berdomisili di desa. Termasuk dalam golongan rumah tangga ini adalah rumah tangga yang memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari bekerja sebagai pedagang keliling, warteg, tenaga tata-usaha golongan rendah, pekerja bebas sektor angkutan, pekerja bebas sektor angkutan, pekerja bebas sektor jasa perorangan, pekerja kasar atau yang sejenis. Rumah tangga desa golongan atas adalah rumah tangga yang pendapatan terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja di sektor bukan pertanian, rumah tangga tersebut berdomisili di desa. Termasuk dalam golongan rumah tangga ini adalah rumah tangga yang memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari bekerja sebagai manajer, profesional, militer, dosen/guru besar, pekerja tata usaha dan penjualan golongan atas, atau yang sejenis. Rumah tangga kota golongan bawah adalah rumah tangga yang pendapatannya terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja di sektor bukan pertanian, rumah tangga tersebut berdomisili di kota. Termasuk dalam golongan rumah tangga ini adalah rumah tangga yang memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari bekerja sebagai pedagang keliling, warteg, tenaga tata-usaha golongan rendah, pekerja bebas sektor angkutan, pekerja bebas sektor angkutan, pekerja bebas sektor jasa perorangan, pekerja kasar atau yang sejenis. 90

5 Rumah tangga kota golongan atas adalah rumah tangga yang pendapatan terbesar diterima dari hasil balas jasa bekerja di sektor bukan pertanian, rumah tangga tersebut berdomisili di kota. Termasuk dalam golongan rumah tangga ini adalah rumah tangga yang memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari bekerja sebagai manajer, profesional, militer, dosen/guru besar, pekerja tata usaha dan penjualan golongan atas, atau yang sejenis. Anggota rumah tangga adalah mereka yang bertempat-tinggal dan menjadi tanggungan rumah tangga bersangkutan. Anggota rumah tangga yang telah berdomisili di wilayah lain lebih dari enam bulan dianggap bukan lagi menjadi anggota rumah tangga tersebut. Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diterima oleh rumah tangga bersangkutan, baik yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari balas jasa faktor produksi tenaga kerja (upah dan gaji, keuntungan, bonus dan lain-lain), balas jasa kapital (bunga, deviden, bagi hasil, dan lain-lain) dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain (transfer). (b) Perusahaan Perusahaan yang dimaksud dalam kegiatan SNSE Kabupaten Indragiri Hilir 2005 adalah perusahaan swasta yang menjalankan operasi bisnis atau kegiatan ekonominya di wilayah Kabupaten Indragiri Hilir. Perusahan tersebut dapat bergerak di bidang pertanian dan bukan pertanian. (c) Pemerintah Pemerintah yang dimaksud dalam kegiatan SNSE Kabupaten Indragiri Hilir adalah Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir. Neraca Sektor Produksi Klasifikasi sektor produksi dalam kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir 2005 merupakan replikasi klasifikasi lapangan usaha yang terdapat pada tabel Input-Output Kabupaten Indragiri Hilir tahun Seperti yang terdapat pada Tabel I-O Kabupaten Indragiri Hilir, neraca sektor produksi terdiri atas: (1) permintaan antara; dan (2) permintaan akhir. Neraca permintaan antara terdiri dari 91

6 atas (1) permintaan antara atas PDRB yang sama; (2) permintaan antara atas PDRB yang berbeda. Sedangkan neraca permintaan akhir terdiri atas: (1) Neraca permintaan institusi; (2) marjin perdagangan; (3) subsidi; (4) neraca kapital swasta; dan (5) neraca ekspor. Proposi permintaan akhir institusi total diambil dari Tabel I-O dan permintaan akhir rumah tangga menurut jenis/golongan yang dibagi berdasarkan data Susenas. Sedangkan permintaan akhir pemerintah dibagi berdasarkan data anggaran pendapatan dan pengeluaran pemerintah daerah. Data neraca kapital swasta dan ekspor diambil dari Tabel I-O, sedangkan marjin perdagangan dan subsidi diperoleh dari perhitungan. Neraca Eksogen Klasifikasi neraca eksogen dalam kegiatan SNSE Kabupaten Indragiri Hilir meliputi neraca kapital, pajak tidak langsung dan neraca luar negeri (the rest of the world). Hasil SNSE Kabupaten INHIL Tahun 2005 Hasil SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 diperlihatkan pada matriks SNSE ukuran 9 x 9 (seperti pada Tabel 7) sebagai hasil agregasi dari matrik 56 x 56. Pada tabel 7 terlihat bahwa total nilai output yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi sebesar Rp juta yang terdiri dari output domestik sebesar Rp juta dan nilai impor sebesar Rp juta. Dari total output domestik tersebut nilai tambah yang dihasilkan di daerah ini berjumlah sekitar Rp juta, atau sekitar persen dari total output domestik. Nilai tambah ini dapat dihitung dari dua sisi yakni dari sisi supply yang merupakan penjumlahan balas jasa faktor produksi tenaga kerja sebesar Rp juta, modal (termasuk penyusutan) sebesar Rp juta, dan pajak tak langsung sebesar Rp Perhitungan nilai tambah juga dapat dihitung dari sisi permintaan yang merupakan akumulasi dari pemintaan konsusmsi rumah tangga sebesar Rp juta, permintaan konsumsi pemerintah sebesar Rp juta, Investasi sebesar Rp juta, Ekspor sebesar Rp. Rp juta dikurang impor yang jumlahnya sebesar Rp juta. 92

7 Besarnya nilai tambah faktor produksi tenaga kerja yang keluar wilayah berjumlah sebesar Rp juta. Sedangkan besarnya pendapatan modal adalah yang keluar wilayah adalah Rp juta. Sebaliknya terdapat balas jasa faktor produksi tenaga kerja yang berasal dari luar wilayah yang memberi tambahan tenaga kerja rumah tangga dalam wilayah yang jumlahnya sebesar Rp juta dan pendapatan modal yang berasal dari luar jumlahnya sekitar Rp juta. Pendapatan dari seluruh rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir diperkirakan sebesar Rp juta selama tahun 2005, yang bersumber dari pendapatan tenaga kerja sebesar Rp juta, dari pendapatan modal sebesar Rp juta dan sisanya berasal dari transfer berbagai institusi sebesar Rp juta. Rata-rata pendapatan pada kelompok rumah tangga pendapatan tinggi diperkotaan mencapai Rp juta per rumah tangga per tahun, sedangkan pendapatan rumah tangga paling kecil pada kelompok rumah tangga pendapatan rendah di pedesaan dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp juta per rumah tangga per tahun. Selanjutnya total pendapatan institusi perusahaan diperkirakan sebesar Rp juta. Sedangkan penerimaan pemerintah diperkirakan sebesar Rp juta. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7. 93

8 Tabel 7. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 (9 x 9) (Rp Juta) I. Faktor Produksi I. Faktor Produksi II. Institusi III. IV. V. VII. Tenaga Kerja Modal Rumah tangga Perusahaan Pemerintah Sektor Produksi Neraca Kapital Pajak Tak Langsung minus subsidi The Rest of The world Tenaga Kerja Modal Jumlah Rumah tangga II. Institusi Perusahaan Pemerintah III. Sektor Produksi IV. Neraca Kapital V. Pajak Tak Langsung minus subsidi VII. The Rest of The World , J u m l a h

9 Tabel 8. Arti Kerangka Sistem Neraca Sosial Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 (9 x 9) I. Faktor Produksi II. Institusi I. Faktor Produksi II. Institusi Tenaga Kerja 1 Modal 2 Rumah tangga 3 Perusahaan 4 Pemerintah 5 III. Sektor Produksi 6 IV. Neraca Kapital 7 V. Pajak Tak Langsung minus subsidi 8 VII. The Rest of The World 9 J u m l a h Tenaga Kerja Alokasi pendapatan faktor produksi tenaga kerja ke rumah tangga Pendapatan faktor produksi tenaga kerja ke luar negeri Pengeluaran faktor produksi tenaga kerja Modal Rumah tangga Perusahaan Pemerintah Alokasi pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ke rumah tangga Alokasi pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ke perusahaan Alokasi pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ke pemerintah Pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ke luar negeri Pengeluaran faktor produksi bukan tenaga kerja Transfer antar rumah tangga Pajak langsung dari rumah tangga Pengeluaran rumah tangga Tabungan rumah tangga Transfer dari rumah tangga ke luar negeri Jumlah pengeluaran rumah tangga Transfer perusahaan ke rumah tangga Transfer antar perusahaan Pajak langsung dari perusahaan Tabungan perusahaan Transfer dari perusahaan ke luar negeri Jumlah pengeluaran perusahaan Transfer pemerintah ke rumah tangga Transfer pemerintah ke perusahaan Transfer antar pemerintah Tabungan pemerintah Transfer dari pemerintah ke luar negeri Jumlah pengeluaran pemerintah 95

10 Lanjutan Tabel 8 I. Faktor Produksi III. IV. V. VII. Sektor Produksi Tenaga Kerja 1 Alokasi nilai tambah ke faktor produksi tenaga kerja Modal 2 Alokasi nilai tambah ke faktor produksi bukan tenaga kerja Neraca Kapital Pajak Tak Langsung minus subsidi The Rest of The world Pendapatan faktor produksi tenaga kerja dari luar negeri Pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja dari luar negeri II. Institusi Rumah tangga 3 Transfer dari luar negeri ke rumah tangga Perusahaan 4 Transfer dari luar negeri ke perusahaan Jumlah Penerimaan faktor produksi tenaga kerja Penerimaan faktor produksi bukan tenaga kerja Penerimaan rumah tangga Penerimaan perusahaan Pemerintah 5 Penerimaan pemerintah dari pajak tak langsung Transfer dari luar negeri ke pemerintah Penerimaan pemerintah III. Sektor Produksi 6 Input antara Investasi barang modal domestic Ekspor barang dan jasa Penerimaan produksi atas dasar harga produsen IV. Neraca Kapital 7 Hutang luar negeri Pembelanjaan akumulasi bruto V. Pajak Tak Langsung minus subsidi 8 Pajak tak langsung minus subsidi VII. The Rest of The World 9 Jumlah impor Piutang luar negeri Jumlah pajak tak langsung J u m l a h Jumlah input bruto atas dasar harga produsen Pengeluaran akumulasi bruto Jumlah pajak tak langsung Jumlah pengeluaran transaksi berjalan dan modal 96

11 Kinerja Ekonomi Kabupaten Indragiri Hilir Indikator-indikator kinerja ekonomi yang diturunkan dari kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 diantaranya adalah struktur dan pertumbuhan PDRB dan nilai tambah faktor produksi. Struktur dan Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Dari segi struktur perekonomian, Kabupaten Indragiri Hilir dicirikan oleh tiga sektor utama sebagai motor penggerak (engine power) roda perekonomian yakni masing-masing sektor pertanian, sektor industri dan sektor pedagangan. Dari ke tiga sektor tersebut, tercatat hingga tahun 2005, sektor pertanian memberi kontribusi sekitar persen, kemudian disusul oleh sektor industri persen dan sektor perdagangan dengan kontribusi sekitar persen. Dari total nilai tambah pertanian, subsektor perkebunan memberi kontribusi sekitar persen, sub sektor kehutanan berkontribusi sebesar persen, sedangkan tanaman pangan hanya memberi kontribusi sekitar persen. Selanjutnya dari total nilai tambah sektor industri tercatat subsektor industri kelapa memberi kontribusi sekitar persen, kemudian subsektor industri kayu memberi kontribusi sekitar 4.78 persen. Struktur PDRB Kabupaten INHIL 2005 Pertanian 49.57% Pertambangan dan Penggalian 0.63% Industri 16.56% Listrik, Gas dan Air Minum 0.09% Jasa-Jasa 9.52% Keuangan & Jasa Perusahaan 1.61% Angkutan & Komunikasi 2.98% Bangunan 4.03% Perdagangan, Restoran & Hotel 15.01% Gambar 8. Struktur PDRB Kabupaten Indragiri Hilir, Berdasarkan Klasifikasi 9 Sektor, Tahun 2005 Selanjutnya, dengan mengkonversi struktur PDRB Kabupaten Indragiri Hilir, menurut harga berlaku selama tiga tahun terakhir, tampak bahwa secara 97

12 total PDRB harga berlaku daerah ini mengalami pertumbuhan sebesar persen per tahun. Meskipun indikator pertumbuhan PDRB harga berlaku, tidak dapat mencerminkan secara langsung tentang peningkatan kapasitas produksi di masing-masing sektor, karena bisa jadi pertumbuhan tersebut disebabkan oleh peningkatan harga dan bukan dari peningkatan produksi. Akan tetapi tentunya indikator tetap menjadi penting untuk melihat sektor-sektor mana yang memiliki peningkatan daya saing. Berdasarkan indikator pertumbuhan PDRB harga berlaku ini, tampak bahwa sektor industri, mengalami pertumbuhan paling besar yakni mencapai persen. Pertumbuhan sektor industri ini, terutama bersumber dari pertumbuhan sub-sektor industri kelapa, karena berdasarkan dari hasil I-O 2005, sub sektor industri kelapa ini memberi kontribusi sekitar persen terhadap nilai tambah total sektor industri. Tabel 9. No Pertumbuhan PDRB Harga Berlaku Kabupaten Indragiri Hilir, Berdasarkan Klasifikasi 11 Sektor, Tahun Sektor Perkembangan Nilai Tambah Bruto (Harga Berlaku) Pertumbuhan (%) 1 Pertanian a. Tanaman Pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi dan Bangunan 136, Perdagangan Restoran dan Hotel 23, Angkutan a. Angkutan jalan raya b. Angkutan Laut c. Penunjang angkutan Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa a. Pemerintahan Umum b. Jasa Lainnya Jumlah Sumber : BPS Inhil Tahun 2006, diolah 98

13 Dari Tabel 9 diatas dapat juga dilihat bahwa selain sektor industri yang mengalami pertumbuhan tinggi, sub sektor perikanan, penunjang angkutan dan peternakan juga mengalami pertumbuhan tinggi. Selanjutnya sektor yang mengalami kemerosotan adalah sub sektor tanaman pangan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air minum, restoran dan hotel, komunikasi serta sektor keuangan dan jasa perusahaan. Nilai Tambah Faktor Produksi Dari kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, juga diperlihatkan nilai tambah faktor produksi yang terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, pendapatan kapital (masih termasuk penyusutan), surplus usaha dan pajak tak langsung netto. Hasil nilai tambah faktor produksi dari kerangka SNSE adalah imbalan jasa faktor produksi tenaga kerja berjumlah Rp juta atau sekitar persen dari total nilai semua faktor produksi. Dari total nilai tambah faktor produksi tenaga kerja ini, tercatat subsektor perkebunan yang memberi kontribusi paling tinggi yakni sekitar persen, disusul sub sektor pemerintahan umum. Selanjutnya untuk komponen surplus usaha, tercatat nilai tambah ini berkontribusi sekitar Rp juta atau sekitar persen. Sektor yang menghasilkan surplus usaha paling besar adalah sektor industri yakni sekitar persen dari total nilai tambah surplus usaha, kemudian disusul oleh sektor perdagangan dengan kontribusi sebesar persen. Sedangkan untuk nilai tambah yang bersumber dari modal dan pajak tak langsung masing-masing adalah Rp juta dan Rp juta atau masing-masing berkontribusi sekitar 6.01 persen dan 4.85 persen terhadap total nilai tambah. Untuk nilai tambah faktor produksi modal tercatat sektor industri memberi kontribusi paling tinggi yakni sekitar persen, kemudian disusul sektor perdagangan dengan kontribusi sekitar persen. Dalam kerangka SNSE ini tercatat pula sektor industri memberi kontribusi terbesar dalam menciptakan pajak tak langsung yakni sekitar persen, kemudian disusul oleh sub sektor perkebunan dengan kontribusi sekitar persen. 99

14 Tabel 10. Nilai Tambah Faktor Produksi Berdasarkan Klasifikasi 11 Sektor, Kabupaten Indragiri Hilir, Tahun 2005 No. Sektor Upah dan Gaji Struktur Nilai Tambah (Rp. Juta) Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Netto Nilai Tambah Bruto 1 Pertanian a. Tanaman Pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan dan Penggalian 3 Industri a. Industri kelapa b. Industri kayu c.industri makanan, pakaian, alat pertanian dan lainnya 4 Listrik, Gas dan Air Minum 5 Konstruksi dan Bangunan 6 Perdagangan Restoran dan Hotel Angkutan a. Angkutan jalan raya b. Angkutan Laut c. Penunjang angkut Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan 11 Jasa-Jasa a. Pemerintahan Umum b. Jasa Lainnya Jumlah Sumber : SNSE Indragiri Hilir Tahun 2005, diolah Berdasarkan gambaran imbalan jasa masing-masing faktor produksi pada setiap sektor produksi di Kabupaten Indragiri Hilir, seperti yang telah dijelaskan, maka diperoleh gambaran bahwa sektor pertanian, khususnya sub-sektor perkebunan merupakan sub-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja dan memberi imbalan upah dan gaji yang paling besar terhadap total tenaga kerja di daerah ini. Selanjutnya sektor industri dan perdagang merupakan sektor yang paling besar menggunakan modal. Kedua sektor ini juga merupakan sektor yang menghasilkan surplus usaha paling besar. Selanjutnya sektor industri dan 100

15 subsektor perkebunan merupakan sektor penghasil pajak tak langsung paling besar. Kinerja Sosial Kabupaten Indragiri Hilir Berbagai kinerja sosial yang dapat digambarkan dalam kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, diantaranya adalah distribusi pendapatan tenaga kerja, pendapatan kapital, penerimaan transfer berdasarkan kelompok rumah tangga, distribusi pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposible income) dan pendapatan per kapita, pola pengeluaran menurut kelompok rumah tangga, distribusi upah dan gaji menurut sektor usaha dan beberapa indikator kinerja sosial lainnya. Berbagai indikator kinerja sosial tersebut akan diuraikan lebih terperinci, namun pada bagian awal digambarkan klasifikasi rumah tangga yang digunakan dalam kerangka SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 sebagai berikut. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2005, dihuni oleh sekitar jiwa penduduk, yang tersebar pada 17 kecamatan dengan 192 desa. Tercatat Kecamatan Tembilahan yang merupakan ibukota kabupaten memiliki jumlah penduduk paling besar yakni sebanyak jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak rumah tangga. Sedangkan wilayah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Kemuning dengan jumlah penduduk hanya sekitar jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak rumah tangga. 101

16 Tabel 11, Perkembangan Jumlah Rumah Tangga, Penduduk Desa/Kelurahan Perkecamatan Pada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 No Kecamatan Jumlah Rumah Tangga Penduduk Desa/Kelurahan 1 Keritang Kemuning R e t e h E n o k Tanah Merah Kuala Indragiri Tembilahan Tembilahan Hulu Tempuling Batang Tuaka Gaung Anak Serka Gaung M a n d a h Kateman Pelangiran Teluk Belengkong Pulau Burung Kab. Indragiri Hilir Sumber : Indragiri Dalam Angka, 2005 Total jumlah rumah tangga yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 berjumlah sebanyak rumah tangga. Dari jumlah tersebut tercatat sebanyak rumah tangga atau sekitar persen yang dikategorikan sebagai rumah tangga miskin (Balitbang Provinsi Riau, 2006). Secara absolut jumlah rumah tangga miskin paling banyak terdapat di Kecamatan Tempuling dan Kecamatan Gaung, akan tetapi secara relatif, konsentrasi rumah tangga miskin paling besar di Kecamatan Kemuning dan Kecamatan Batang Tuaka. 102

17 Distribusi Upah dan Gaji Menurut Sektor dan Produktivitas Tenaga kerja Sektoral Berdasarkan kerangka analisis SNSE Kabupaten Indragilir Hilir Tahun 2005, maka distribusi upah dan gaji tenaga kerja menurut sektor usaha menunjukkan bahwa distribusi upah dan gaji paling besar di sektor pertanian, kemudian diikuti sektor jasa-jasa dan sektor industri. Total upah dan gaji yang merupakan imbalan tenaga kerja pertanian mencapai Rp juta atau sekitar persen dari total upah dan gaji. Meskipun alokasi upah dan gaji paling besar masuk ke sektor ini, akan tetapi tercatat sektor ini pula yang memiliki produktivitas tenaga kerja paling rendah yakni hanya Rp juta per tenaga kerja, bisa jadi rendahnya produktivtas tenaga kerja sektor pertanian terkait dengan rendahnya nilai tukar hasil pertanian dan banyaknya tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya di sektor ini yakni mencapai persen. Selanjutnya distribusi upah dan gaji paling kecil ke sektor listrik, gas dan air minum, hal ini terkait rendahnya tenaga kerja yang bekerja di sektor ini. Tabel 12. No. Distribusi Upah dan Gaji Tenaga Kerja Menurut Sektor Usaha Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Sektor Jumlah TK (Orang) Upah & Gaji (Rp. Juta) Produktivitas TK (Rp. Juta/Org) 1 Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri , Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi dan Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keuangan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Jumlah Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah Selanjutnya pada Tabel 12 diatas terlihat pula bahwa, tingkat produktivitas tenaga kerja paling besar di sektor keuangan dan jasa perusahaan, kemudian disusul sektor konstruksi bangunan dan sektor jasa-jasa. Sektor yang memiliki 103

18 jumlah tenaga kerja yang cukup besar dengan produktivitas tenaga kerja yang relatif tinggi pula adalah sektor jasa-jasa dan sektor industri. Distribusi Pendapatan TK Menurut Rumah Tangga Kerangka analisis SNSE Inhil Tahun 2005 juga menunjukkan distribusi pendapatan tenaga kerja menurut klasifikasi rumah tangga yang terbagi dalam tujuh kategori. Berdasarkan data susenas yang introduksi dalam kerangka SNSE Inhil 2005, dimana proporsi tenaga kerja berdasarkan klasifikasi rumah tangga tersebut, terbesar pada kelompok rumah tangga petani yang memiliki lahan diatas 1 Ha, sedangkan proporsi tenaga kerja paling sedikit dari rumah tangga kota golongan rendah. Berdasarkan tabel analisis yang diperoleh dari kerangka SNSE, maka distribusi pendapatan tenaga kerja paling besar di kelompok rumah tangga golongan atas di perkotaan dengan proporsi mencapai persen dari total pendapatan tenaga kerja, kemudian disusul kelompok rumah tangga non pertanian golongan atas di perdesaan dengan proporsi mencapai persen dari total pendapatan tenaga kerja. Tabel 13 Distribusi Pendapatan Tenaga Kerja Menurut Kelompok Rumah Tangga di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 No. Sektor Pendapatan (Rp.Juta/TK) Jumlah TK Pendapatan TK Ekuivalen (Org) (Rp. Juta) TK 1 Buruh Tani Petani memiliki lahan Ha 3 Petani memiliki lahan > 1.00 Ha 4 Rumah Tangga Desa Golongan Bawah 5 Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah 7 Rumah Tangga Kota Golongan Atas Jumlah Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah Selanjutnya, pada Tabel 13 diatas terlihat pula pendapatan ekuivalen tenaga kerja menurut klasifikasi rumah tangga, terlihat bahwa tenaga kerja yang berasal dari rumah tangga golongan atas di perkotaan memiliki pendapatan ekuivalen tenaga kerja paling tinggi yakni mencapai Rp juta per tenaga kerja, 104

19 kemudian disusul tenaga kerja yang berasal dari rumah tangga golongan atas di perdesaan. Sedangkan pendapatan ekuivalen tenaga kerja paling rendah adalah tenaga kerja yang berasal dari rumah tangga buruh tani dan rumah tangga pertanian yang memiliki lahan kurang dari satu hektar. Distribusi Pendapatan Rumah Tangga (disposible income) Disposible Income rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga setelah dikurang pajak. Disposible income ini berasal dari berbagai sumber seperti, dari pendapatan tenaga kerja, pendapatan modal, dan transfer dari berbagai institusi. Pendapatan ini merupakan penerimaan rumah tangga yang bisa dibelanjakan. Kerangka SNSE Kabupaten Indragilir Hilir tahun 2005 menggambarkan bahwa secara total sumber pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposible income) rumah tangga paling besar berasal dari imbalan jasa faktor produksi modal dengan proporsi mencapai persen. Proporsi imbalan jasa modal ini paling besar pada kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi di perkotaan dan rumah tangga pertanian yang memiliki lahan diatas satu hektar. Sedangkan sumber dari transfer berbagai institusi berkontribusi paling kecil terhadap total pendapatan rumah tangga yakni secara total rumah tangga hanya sekitar 3.73 persen, dimana transfer institusi ini paling besar pada kelompok rumah tangga buruh tani dan rumah tangga yang memiliki lahan kurang dari satu hektar. Tabel 14. Distribusi Pendapatan Menurut Kelompok Rumah Tangga di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Jumlah Sumber Pendapatan (Rp. Juta) Total Pendapatan No. Sektor RT (Unit) Pendapatan TK Pendapatan Modal Transfer institusi RT (Rp. Juta) 1 Buruh Tani Petani memiliki lahan Ha Petani memiliki lahan > 1.00 Ha Rumah Tangga Desa Golongan Bawah Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah Rumah Tangga Kota Golongan Atas Jumlah Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah 105

20 Tabel 14 diatas menunjukkan bahwa kelompok rumah tangga yang memperoleh proporsi pendapatan paling besar adalah kelompok rumah tangga pertanian yang memiliki lahan diatas satu hektar dengan total pendapatan sebesar Rp juta, kemudian kelompok rumah tangga non pertanian golongan atas di perkotaan yang jumlahnya mencapai Rp juta. Sedangkan yang terkecil adalah kelompok rumah tanggga non pertanian golongan bawah di pedesaan yang besarnya hanya sekitar Rp juta. Tingginya total pendapatan pada kelompok rumah tangga golongan atas di perkotaan terkait dengan produktivitas faktor produksinya yang tinggi sehingga menghasilkan pendapatan rata-rata per rumah tangga yang tinggi yakni mencapai Rp juta per rumah tangga per tahun. Selanjutnya akumulasi pendapatan yang tinggi pada kelompok rumah tangga pertanian dengan lahan diatas satu hektar terkait dengan banyaknya rumah tangga yang tergolong kategori rumah tangga ini, yakni mencapai sekitar dari total rumah tangga dan yang terkecil adalah kelompok rumah tangga non pertanian golongan bawah di perdesaan yang jumlahnya sekitar 2.39 persen dari total rumah tangga. Transfer Antar Institusi Kerangka analisis SNSE Indragiri Hilir tahun 2005 juga memperlihatkan transfer antar institusi. Transfer antar institusi ini terdiri dari transfer antar rumah tangga, transfer perusahaan dan pemerintah ke rumah tangga, serta transfer rumah tangga dan perusahaan ke pemerintah. Hasil analisis pada kerangka SNSE menunjukkan bahwa rumah tangga memperoleh total transfer sebesar Rp juta. Rumah tangga yang paling besar memperoleh transfer adalah kelompok rumah tangga buruh tani, kemudian rumah tangga pertanian yang memiliki lahan diatas satu hektar. Transfer pemerintah ke rumah tangga paling besar juga pada kedua kelompok rumah tangga tersebut. 106

21 No A Tabel 15. Sumber Transfer Institusi di Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 Sektor Transfer Ke Rumah Tangga Jumlah RT Sumber Transfer (Rp. Juta) RT Perusahaan Pemerintah Total Transfer RT 1 Buruh Tani Petani memiliki lahan 0,00 1,00 Ha Petani memiliki lahan > 1,00 Ha Rumah Tangga Desa Golongan Bawah Rumah Tangga Desa Golongan Atas Rumah Tangga Kota Golongan Bawah Rumah Tangga Kota Golongan Atas Jumlah B Transfer ke Perusahaan C Transfer ke Pemerintah Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah Pada tabel diatas terlihat pula bahwa transfer yang diterima pemerintah yang besarnya berjumlah Rp juta. Transfer ini bersumber dari pajak langsung yang dibayarkan rumah tangga sebesar Rp juta dan pajak langsung yang dibayarkan perusahaan sebesar Rp juta, sedangkan transfer antar pemerintah berjumlah sebesar Rp juta, nilai ini tidak lain adalah transfer pemerintah pusat atau propinsi ke daerah dalam bentuk dana perimbangan. Dari ketiga sumber transfer pemerintah ini jika ditambahkan dengan pendapatan pemerintah dari pendapatan lain-lain yang pada tahun 2005 mencapai Rp juta, maka secara total diperoleh nilai yang jumlahnya sama dengan nilai pendapatan dalam APBD tahun 2005 yakni sebesar Rp juta Neraca Daerah Terintegrasi Kerangka analisis SNSE selain dapat menunjukkan kinerja ekonomi dan kinerja sosial seperti yang telah digambarkan, analisis dapat juga dilakukan dengan mengubah bentuk matriksnya menjadi beberapa neraca umum yang terintegrasi. Neraca pokok yang dapat ditampilkan dalam kerangka analisis SNSE terdiri dari : a. Neraca produksi b. Neraca pendapatan dan pengeluaran institusi 107

22 c. Neraca kapital d. Neraca luar negeri (luar daerah) Dalam pembahasan neraca terintegrasi pengeluaran dan pendapatan di masing-masing neraca disajikan pada sisi kiri dan kanan neraca. Gambaran mengenai masing-masing neraca terintegrasi SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 dibahas satu persatu sebagai berikut. Neraca Produksi Neraca produksi yang diagregasi dari SNSE Inhil 2005 menggambarkan produksi (output) yang dihasilkan daerah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa secara total pendapatan dan pengeluaran di Kabupaten Indragiri Hilir sebesar Rp juta. Komponen pengeluaran terdiri dari (1) pembelian input antara sebesar Rp juta, (2) upah dan gaji termasuk upah dan gaji yang ditransfer keluar wilayah yang jumlahnya sebesar Rp juta, (3) surplus dan penyusutan sebesar Rp juta dan komponen pajak tak langsung yang berjumlah sebesar Rp juta Tabel 16. Neraca Produksi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 No. Pengeluaran Nilai No. Pendapatan Nilai 1 Pembelian input Penjualan input antara antara 2 Upah dan Gaji Penjualan barang konsumsi 3 Surplus Usaha, Penjualan barang dsb modal 4 Pajak Tidak Ekspor Langsung (Netto) 5 Dikurangi impor Total Total Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah Selanjutnya dari sisi pendapatan, komponen neraca produksi terdiri dari (1) penjualan input antara sebesar Rp juta, (2) penjualan barang konsumsi, yang merupakan penjumlahan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah dengan nilai sebesar Rp juta, (3) penjualan barang modal sebesar Rp juta (4) ekspor dari berbagai sektor produksi yang 108

23 jumlahnya sebesar Rp juta dan (5) impor dengan nilai sebesar Rp Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Institusi Neraca pendapatan dan pengeluaran institusi menggambarkan besarnya pendapatan dan pengeluaran secara agregat dari seluruh institusi yang terdiri rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Komponen dari pengeluaran institusi terdiri dari (1) nilai konsumsi dari seluruh rumah tangga, (2) nilai konsumsi pemerintah, (3) jumlah tabungan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah, dan (4) pendapatan faktor produksi tenaga kerja dan faktor produksi modal yang ditransfer keluar wilayah. Total nilai pengeluaran seluruh institusi di daerah ini adalah sebesar Rp juta. Untuk jelasnya, nilai masing-masing komponen dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Neraca Pendapatan dan pengeluaran Institusi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 No. Pengeluaran Nilai No. Pendapatan Nilai 1 Konsumsi Rumah Tangga Upah dan Gaji Konsumsi Pemerintah Pendapatan Kapital (termasuk penyusutan) Tabungan Pajak tidak langsung Pendapatan Faktor Produksi ke Luar Negeri Pendapatan Faktor Produksi dari LN Total Total Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah Selanjutnya komponen pendapatan institusi terdiri dari (1) upah dan gaji, (2) pendapatan kapital (termasuk penyusutan), (3) pajak tidak langsung (4) pendapatan faktor produksi yang berasal dari luar wilayah baik faktor produksi tenaga kerja maupun pendapatan dari faktor produksi modal. Berdasarkan neraca ini, maka pendapatan institusi paling besar dari pendapatan modal yakni sebesar Rp Neraca Kapital Neraca kapital menggambarkan perbandingan besarnya investasi dan piutang sebagai sisi pengeluaran untuk dalam neraca kapital dengan tabungan dan pinjaman luar wilayah sebagai sisi pendapatan. Berdasarkan neraca kapital dari 109

24 SNSE Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005, tergambar bahwa investasi di daerah ini berjumlah sebesar Rp juta dan piutang sebesar Rp juta, nilai piutang ini berasal dari selisih penerimaan dan pengeluaran transaksi berjalan dan transaksi modal luar negeri. Total pengeluaran neraca kapital sebesar Rp juta. Pembiayaan sisi pengeluaran dari neraca kapital ini tidak menggunakan dana pinjaman luar negeri, tetapi diperoleh dari tabungan institusi, terutama tabungan perusahaan dan tabungan rumah tangga. Total tabungan institusi diperkirakan sebesar Rp juta, yang komponen terbesarnya berasal dari tabungan perusahaan yakni sekitar Rp juta dan tabungan rumah tangga sebesar Rp juta. Dalam neraca kapital ini ditunjukkan bahwa tidak ada tabungan pemerintah, bahkan pemerintah mengalami defisit anggaran pada tahun 2005 sebesar Rp juta. Tabel 18. Neraca Kapital Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 No. Pengeluaran Nilai No. Pendapatan Nilai 1 Investasi Tabungan Piutang a. Tabungan Masyarakat b. Tabungan Perusahaan c. Tabungan pemerintah Pinjaman luar negeri (Netto) 0.00 Total Total Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah Pada neraca diatas, terlihat bahwa jumlah tabungan rumah tangga merupakan komponen kedua terbesar dari total tabungan institusi. Dari tabungan rumah tangga tersebut paling besar berasal dari rumah tangga kota non pertanian golongan atas dengan kontribusi sekitar persen dari total tabungan rumah tangga, kemudian komponen terbesar berikutnya adalah berasal dari rumah tangga pertanian yang memiliki lahan diatas satu hektar dengan jumlah tabungan sekitar persen dari total tabungan rumah tangga dan rumah tangga non pertanian golongan atas di desa dengan jumlah tabungan sekitar persen dari total tabungan rumah tangga. Neraca Luar Negeri Neraca luar negeri dalam kerangka SNSE Inhil tahun 2005 menggambarkan besarnya transaksi ekonomi luar negeri dengan berbagai pelaku ekonomi dalam 110

25 wilayah Kabupaten Inhil tahun Berdasarkan arah dari arus uang, maka yang menjadi komponen pengeluaran neraca luar negeri ini adalah nilai ekspor, transfer dari luar, penerimaan faktor produksi dari luar, dan piutang. Sedangkan dari komponen pendapatan terdiri dari nilai impor, transfer ke luar, pembayaran faktor produksi ke luar, dan hutang. Tabel 19. Neraca Produksi Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2005 No. Pengeluaran Nilai No. Pendapatan Nilai 1 Ekspor Impor Transfer dari luar Transfer ke luar Penerimaan Faktor Produksi 3 Pembayaran faktor produksi ke luar dari luar Piutang Hutang Total Total Sumber : SNSE Inhil Tahun 2005, diolah Tabel 19 neraca luar negeri menunjukkan bahwa, besarnya transaksi luar negeri dengan pelaku ekonomi dalam wilayah Kabupaten Inhil tahun 2005 diperkirakan berjumlah sebesar Rp juta. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa besarnya ekspor dari berbagai sektor di daerah ini berjumlah sebesar Rp juta sedangkan impornya berkisar Rp juta. Penerimaan faktor produksi dari luar sebesar Rp juta yang merupakan balas jasa tenaga kerja daerah yang bekerja di luar wilayah (seperti upah TKI), dan balas jasa yang diterima daerah dari adanya kegiatan investasi di luar wilayah. Sedangkan pembayaran faktor produksi ke luar berjumlah sekitar Rp juta yang merupakan pembayaran faktor produksi tenaga kerja dan faktor produksi modal ke luar wilayah. 111

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan merupakan proses perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik dan lebih merata serta dalam jangka panjang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya. Pembangunan manusia seutuhnya selama ini, telah diimplementasikan pemerintah melalui pelaksanaan program pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 No. 28/05/72/Thn XVII, 05 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Perekonomian Sulawesi Tengah triwulan I-2014 mengalami kontraksi 4,57 persen jika dibandingkan dengan triwulan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012 No. 27/05/72/Thn XV, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam bab landasan teori ini di bahas tentang teori Produk Domestik Regional Bruto, PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah dan inflasi. Penyajian materi tersebut

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.24/05/33/Th.IV, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2010 PDRB Jawa Tengah pada triwulan I tahun 2010 meningkat sebesar 6,5 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL. Minggu 3

PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL. Minggu 3 PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL Minggu 3 Pendahuluan Pendapatan nasional adalah total produksi barang/jasa yang dihasilkan oleh masyarakat di suatu negara. Istilah yang umum digunakan adalah GDP/GNP atau

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 38/08/61/Th. XIII, 5 Agustus 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II TAHUN 2010 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan II-2010 menurun

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan implementasi serta bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak akan lepas dari peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Pendapatan Pendapatan merupakan jumlah dari seluruh uang yang diterima seorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang. dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat.

DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang. dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat. BAB II METODOLOGI P DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat. Penggunaan PDRB tersebut secara garis besar ada dua macam yaitu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

ESI TENGAH. sedangkan PDRB triliun. konstruksi minus. dan. relatif kecil yaitu. konsumsi rumah modal tetap. minus 5,62 persen.

ESI TENGAH. sedangkan PDRB triliun. konstruksi minus. dan. relatif kecil yaitu. konsumsi rumah modal tetap. minus 5,62 persen. No. N 28/05/72/Th. XVI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAW ESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto Tabel 9.1 : PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2007 2010 (Rp. 000) 1. PERTANIAN 193.934.273 226.878.977 250.222.051 272176842 a. Tanaman bahan makanan 104.047.799 121.733.346 134.387.261

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/08/72/Th. XIV, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 27/05/61/Th. XVII, 5 Mei PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I- EKONOMI KALIMANTAN BARAT TUMBUH 4,69 PERSEN Perekonomian Kalimantan Barat yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/11/34/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 30/08/31/Th.IX, 15 AGUSTUS 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 34/08/34/Th. XIII, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2011 SEBESAR -3,89 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 24/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun 2014, yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, mengalami

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 23/05/61/Th. XIII, 10 Mei 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I TAHUN 2010 Kinerja perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan I-2010 dibandingkan triwulan IV-2009,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06 /11/33/Th.I, 15 Nopember 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN III TH 2007 TUMBUH 0,7 PERSEN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No. 47/08/72/Thn XVII, 05 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci