5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model Ekonomi Keseimbangan Umum/Computable General Equilibrium (CGE) dari INDOWISATA yang berinduk pada INDOMINI sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pertumbuhan kepariwisataan dimaksud adalah peningkatan pengeluaran wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, investasi di bidang kepariwisataan serta pengeluaran pemerintah untuk promosi pariwisata. Pengeluaran ini merupakan bagian dari permintaan akhir. Penelitian ini menerapkan dua skenario utama dari sejumlah kebijakan yang sedang diupayakan pemerintah untuk bisa diimplementasikan. Skenario pertama dimodelkan dengan menurunkan tarif bea masuk hingga 0 persen pada semua komoditas impor kecuali padi dan gula yang masuk dalam kategori Sensitive List (SL) dan High Sensitive List (HSL). Kebijakan tersebut dilakukan akibat adanya kesepakatan pemerintah Indonesia untuk menerapkan pengurangan tarif impor secara bersama-sama dengan negara-negara mitra dagang, baik sebagai anggota AFTA, ACFTA, APEC maupun WTO. Skenario tersebut mengasumsikan bahwa pemerintah akan mengurangi tarif impor tetapi tidak pada ekspor, karena adanya ketergantungan pada pendapatan dari sektor eksternal dan agar semua jenis perpajakan dalam perekonomian domestik tetap terjaga. Pada skenario kedua diasumsikan terjadi pertumbuhan permintaan dari kegiatan kepariwisataan di Indonesia sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Pengeluaran yang dilakukan oleh wisatawan dari kegiatannya di Indonesia diperkirakan sekitar 15 persen per tahun seperti yang terlihat pada Tabel 16. Namun, dalam menghadapi berbagai krisis global dan pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia serta peningkatan harga komoditas dunia, perkiraan ini mungkin terlalu optimis. Disamping itu, kondisi keamanan dalam negeri yang masih sering terjadi gangguan dan teror juga dapat memengaruhi kunjungan wisatawan ke

2 80 Indonesia. Oleh karena itu, peningkatan permintaan oleh wisatawan sebesar 10 persen mungkin lebih masuk akal untuk disimulasikan. Tabel 16 Pertumbuhan permintaan pariwisata, Uraian Rata-rata Pariwisata 12,59 18,35 33,03 1,12 16,27 Wisatawan Nusantara 17,78 12,30 22,61 8,88 15,39 Wisatawan Mancanegara -4,79 25,51 59,78-26,42 13,52 Investasi Pariwisata 22,86 26,28 28,11 18,81 24,02 Promosi Pariwisata 6,56 12,11 37,91 11,22 16,95 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b (diolah). Kedua skenario utama tersebut kemudian digabungkan dengan dua simulasi kebijakan makroekonomi lainnya. Pertama, diasumsikan bahwa pemerintah lebih pro-bisnis serta agar terjadi keseimbangan secara eksternal. Skenario ini dilakukan melalui penghapusan tarif impor seperti pada skenario pertama yang digabungkan dengan melakukan penghapusan distorsi pada pasar domestik yang digambarkan dengan menurunkan pajak tidak langsung sebesar 10 persen pada komoditas domestik (lihat Sugiyarto et al., 2003 dan Pendit, 2006). Namun dalam konteks tersebut, pemerintah akan terbebani karena masih adanya ketergantungan pada pendapatan dari tarif impor dan pajak tak langsung. Pendapatan dari tarif impor dan pajak tak langsung masing-masing menyumbang sekitar 2,67 persen dan 7,82 persen dari total penerimaan pajak dalam APBN 2010 sebagaimana terlihat pada Tabel 17. Akan tetapi dengan melihat perkembangan hubungan internasional yang semakin maju kearah liberal dan global mengharuskan pemerintah untuk menurunkan tarif impor dan pajak tak langsung lainnya dalam rangka meningkatkan daya saing komoditas domestik di pasar dunia. Konsekuensinya penerimaan pajak tidak langsung akan menjadi turun. Tabel 17 Total penerimaan Pajak, Bea Masuk dan Pajak Tak Langsung dalam APBN Indonesia, Uraian APBN (triliun rupiah) Penerimaan Perpajakan 347,03 409,20 490,99 658,70 725,84 729,17 Bea Masuk 14,92 12,14 16,70 22,76 19,16 19,50 Share (%) 4,30 2,97 3,40 3,46 2,64 2,67 Pajak Tak Langsung 33,26 37,77 44,68 51,25 49,49 57,03 Share (%) 9,58 9,23 9,10 7,78 6,82 7,82 Sumber : Kementerian Keuangan RI, 2010 (diolah).

3 81 Simulasi kedua dari kebijakan makroekonomi lainnya adalah dengan mengasumsikan terjadinya peningkatan efisiensi produksi. Hal ini disimulasikan melalui peningkatan efisiensi produksi sebesar 5 persen pada sektor-sektor yang mempunyai kaitan sangat erat dengan pariwisata. Kondisi tersebut dimaksudkan untuk memberikan beberapa kebijakan alternatif lainnya selain pengurangan pajak, karena pajak masih merupakan sumber penerimaan utama pemerintah. Disamping itu, efisiensi produksi juga sangat dianjurkan dalam rangka meningkatkan daya saing komoditas domestik terhadap masuknya komoditaskomoditas impor. Berdasarkan skenario tersebut diperoleh dugaan mengenai dampak yang terjadi pada peubah-peubah ekonomi makro seperti PDB, ketenagakerjaan, inflasi, kinerja eksternal, konsumsi rumah tangga dan konsumsi wisatawan. Disamping itu, disajikan juga dampak yang terjadi pada output dari beberapa industri yang menerima dampak cukup besar. Hasil dari simulasi tersebut dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 4 hingga Lampiran 7. Nilai-nilai hasil simulasi tersebut merupakan perubahan persentase dari data benchmark/baseline (data dasar). Data benchmark tersebut mengacu pada nilai-nilai keseimbangan dari peubah sebelum dilakukan simulasi. Dalam kebanyakan kasus, nilai positif mencerminkan peningkatan dan nilai negatif menunjukkan penurunan. Namun perubahan persentase dalam neraca perdagangan harus ditafsirkan secara hati-hati karena nilainya dapat beralih dari negatif ke positif padahal belum tentu menjadi defisit atau surplus. 5.2 Liberalisasi Perdagangan Liberalisasi perdagangan disimulasikan dengan menurunkan tarif impor hingga 0 persen pada seluruh komoditas impor kecuali padi dan gula. yang terjadi akibat liberalisasi tersebut akan menurunkan harga pada komoditas impor di pasar domestik. Disamping itu, kebijakan tersebut juga akan mengurangi pendapatan pemerintah yang berasal dari pajak. Perekonomian domestik yang kondisinya sebagai price taker akan berakibat pada meningkatnya permintaan produk-produk impor sehingga ketersediaan produk-produk tersebut dalam perekonomian domestik mengalami peningkatan. Di sisi lain, permintaan barang

4 82 produksi dalam negeri di pasar domestik menjadi berkurang karena harganya menjadi relatif lebih mahal. Kondisi ini akan mendorong produsen domestik untuk menurunkan volume produksinya akibat adanya penurunan permintaan domestik baik untuk input antara maupun permintaan akhir. Meskipun harga dari beberapa komoditas tersebut menurun di pasar internasional namun peningkatan permintaan ekspor yang terjadi tidak cukup signifikan. Perubahan harga tersebut akan mempunyai dampak yang lebih kuat pada peningkatan permintaan terhadap produk impor dibandingkan peningkatan permintaan ekspor sehingga kondisi tersebut mengakibatkan neraca perdagangan menjadi semakin tertekan. Hal ini berdampak pada penurunan PDB yang diiringi dengan menurunnya jumlah tenaga kerja, baik untuk sektor formal (pekerja dibayar) maupun informal/pekerja keluarga (tidak dibayar). Lampiran 4 berisi ringkasan dari dampak terjadinya penghapusan tarif impor terhadap peubah-peubah utama yang terkait. tersebut diukur dengan perubahan persentase dari data benchmark. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa penghapusan bea masuk akan meningkatkan volume impor dan perdagangan luar negeri, sehingga meningkatkan ketersediaan produk dalam perekonomian domestik. Namun PDB (produk domestik bruto) mengalami penurunan sebesar 0,061 persen yang diikuti oleh penurunan penggunaan tenaga kerja seperti terlihat pada Tabel 18. Tabel 18 penghapusan tarif impor seluruh komoditas kecuali padi dan gula Uraian dari penghapusan tarif impor A. Indikator Makroekonomi 1. PDB (riil) -0, Tenaga Kerja a. Tenaga Kerja Dibayar -0,0742 b. Tenaga Kerja tidak Dibayar -0, Indeks Harga Konsumen -0,0049 B. Perdagangan Luar Negeri 1. Ekspor Barang Riil 0, Impor Riil 0, Neraca Perdagangan -0,0012 C. Distribusi dan Kesejahteraan 1. Total Penyerapan Domestik 1, Konsumsi Riil RT Biasa 0,1067

5 83 PDB yang menurun tersebut disebabkan oleh penurunan output pada sebagian besar industri domestik. Industri yang mengalami penurunan paling besar adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan yang menurun hingga 1,63 persen dan sektor Sayur-sayuran dan Buah-buahan turun sebesar 0,80 persen sebagaimana terlihat pada Tabel 19. Kedua sektor yang mengalami penurunan tersebut diduga karena kalah bersaing dalam harga dari komoditas impor. Seperti diketahui bahwa permintaan kacang kedelai untuk konsumsi domestik yang cukup tinggi tersebut sebagian besar dipenuhi dari luar negeri. Sedangkan industri yang outputnya meningkat paling tinggi adalah sektor Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun yang meningkat sebesar 0,58 persen dan sektor Angkutan Air sebesar 0,28 persen. Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun mencakup Industri Alat Ukur, Fotografi, Optik dan Jam; Industri Barang-barang Perhiasan; Industri Alat-alat Musik; Industri Alat-alat Olahraga; serta Barang-barang Industri Lainnya. Keadaan ini diduga karena sektor tersebut mempunyai kandungan bahan baku impor yang cukup tinggi. Tabel 19 liberalisasi perdagangan terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya meningkat menurun Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun 0,5798 Tanaman Kacang-kacangan -1,6293 Angkutan Air 0,2812 Sayur-sayuran dan Buah-buahan -0,7975 Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya 0,2075 Tanaman Umbi-umbian -0,3787 Angkutan Udara 0,1384 Jagung -0,2889 Jasa Lainnya 0,0966 Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam -0,2864 Penurunan output beberapa industri berdampak pada turunnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penggunaan pekerja informal/keluarga (tidak dibayar) mengalami penurunan yang cukup tajam hingga mencapai 0,19 persen sedangkan pekerja formal (pekerja dibayar) turun sebesar 0,07 persen. Efek samping lainnya dari kebijakan tersebut adalah memburuknya neraca perdagangan yang mengalami penurunan hingga 0,001 persen dimana impor meningkat lebih besar (0,46 persen) dari pada ekspor (0,23 persen). positif dari penghapusan tarif impor tersebut sebagian besar dinikmati oleh konsumen. Kesejahteraan konsumen mengalami peningkatan

6 84 sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan ketersediaan produk dalam perekonomian domestik sebesar 1,02 persen dan peningkatan konsumsi riil rumah tangga biasa sebesar 0,11 persen. Wisatawan yang mengunjungi Indonesia baik domestik maupun asing juga kelihatan lebih sejahtera karena mereka dapat mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tingkat benchmark belanja mereka. Prosedur pemodelan mengasumsikan bahwa tidak ada perubahan dalam pendapatan total (sama dengan total pengeluaran) dari wisatawan. Peningkatan konsumsi oleh wisatawan mungkin lebih tinggi karena harga yang lebih rendah sehingga dapat mendorong mereka untuk mengkonsumsi lebih banyak. Kondisi ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak lagi wisatawan yang berkunjung ke Indonesia (lihat Sugiyarto et.al., 2003). Selain itu, berbagai tinjauan studi lain seperti Yoeti (2008) dan Tantowi (2009), mengemukakan bahwa harga merupakan salah satu faktor yang penting bagi wisatawan ketika mereka memilih tujuan liburan. 5.3 Peningkatan Permintaan Pariwisata Permintaan pariwisata seperti telah disebutkan sebelumnya, meliputi pengeluaran wisatawan, investasi di bidang kepariwisataan dan pengeluaran pemerintah terkait pariwisata yang merupakan bagian dari permintaan akhir. Peningkatan permintaan pariwisata tersebut turut berperan dalam memengaruhi perkembangan sektor-sektor ekonomi sebagaimana yang terdapat pada tabel I-O. -sektor yang mempunyai kaitan erat dengan industri pariwisata dicerminkan berdasarkan Indeks Daya Penyebaran (IDP) dan Indeks Derajat Kepekaan (IDK) seperti yang terlihat pada Tabel 20. yang mempunyai derajat kepekaan tinggi memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke depan (forward linkage) atau daya dorong yang cukup kuat terhadap industri pariwisata dibandingkan dengan sektor lainnya, sedangkan sektor yang mempunyai daya penyebaran tinggi berarti sektor tersebut mempunyai ketergantungan yang cukup besar terhadap industri pariwisata dibandingkan dengan sektor lainnya. Industri pariwisata yang meliputi sektor Hotel, Restoran dan Obyek-obyek Wisata mempunyai daya penyebaran tertinggi terhadap industri pariwisata itu

7 85 sendiri dengan nilai 0,397 yang berarti bahwa kenaikan satu unit output sektor pariwisata akan membutuhkan output industri pariwisata sebagai input sebesar 0,397 unit. yang mempunyai derajat kepekaan tertinggi (backward linkage) terhadap industri pariwisata adalah Tanaman Bahan Makanan Lainnya dengan nilai 0,543 yang berarti bahwa kenaikan satu unit output sektor pariwisata akan membutuhkan output sektor Tanaman Bahan Makanan Lainnya sebesar 0,543 unit. Tabel 20 Indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks derajat kepekaan (IDK) dengan aktivitas pariwisata, 2008 IDK IDP Tanaman Bahan Makanan Lainnya 0,5431 Pariwisata 0,3975 Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan 0,4756 Angkutan Air 0,1116 Pariwisata 0,3975 Bangunan 0,0518 Industri Makanan Lainnya 0,3817 Perdagangan 0,0372 Hasil Tanaman Serat 0,3527 Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik 0,0242 Industri Minuman 0,2204 Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0,0182 Penambangan Batubara dan Bijih Logam 0,2194 Lembaga Keuangan 0,0132 Tanaman Kacang-kacangan 0,2029 Jasa Sosial Kemasyarakatan 0,0112 Industri Tepung, Segala Jenis 0,1781 Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya 0,0105 Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik 0,1646 Jasa Lainnya 0,0102 peningkatan permintaan pariwisata terhadap sektor ekonomi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 21. Permintaan dari kegiatan pariwisata di Indonesia disimulasikan meningkat sebesar 10 persen. Peningkatan permintaan tersebut akan membuat produksi bertambah sehingga output beberapa industri rata-rata mengalami peningkatan. Peningkatan output tertinggi terjadi pada sektor Hotel hingga mencapai 4,6 persen dan diikuti oleh sektor Angkutan Udara sebesar 2,9 persen. Hal ini karena kedua sektor tersebut mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kegiatan pariwisata. Namun masih ada juga sektor yang justru mengalami penurunan outputnya seperti sektor Industri Logam Dasar Bukan Besi yang menurun hingga 0,02 persen. yang mengalami peningkatan terendah dari outputnya adalah Industri Minyak dan Lemak (0,004 persen). Peningkatan permintaan pariwisata sebesar 10 persen tersebut juga akan berpengaruh pada perkembangan sejumlah peubah makroekonomi. Tabel 22

8 86 berisi ringkasan hasil simulasi peningkatan pengeluaran wisatawan. Peningkatan tersebut terutama diakibatkan oleh meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan, sedangkan hasil lengkapnya terdapat pada Lampiran 5. Skenario ini akan membuat produksi bertambah sehingga PDB meningkat sebesar 0,15 persen dari peningkatan konsumsi wisatawan nusantara dan 0,09 persen dari meningkatnya belanja wisatawan mancanegara. Jumlah tenaga kerja juga mengalami peningkatan yang masing-masing sebesar 0,30 persen untuk tenaga kerja formal (dibayar) dan 0,24 persen untuk pekerja keluarga (tidak dibayar) sebagai dampak dari peningkatan belanja wisatawan nusantara. Sementara itu, kenaikan 10 persen pada belanja wisatawan mancanegara juga berakibat pada peningkatan jumlah tenaga kerja yang masing-masing sebesar 0,17 persen untuk pekerja formal dan 0,14 persen untuk pekerja keluarga. Namun, pada saat yang sama terjadi tekanan pada harga domestik dimana indeks harga konsumen mengalami peningkatan sebesar 0,002 persen akibat kenaikan wisatawan nusantara dan 0,001 persen akibat kenaikan wisatawan mancanegara. Tabel 21 peningkatan permintaan pariwisata terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi dan terendah tertinggi terendah Hotel 4, Industri Logam Dasar Bukan Besi -0,02374 Angkutan Udara 2, Industri Minyak dan Lemak 0,00417 Industri Barang Lain yang Belum Penambangan Batubara dan Bijih 1, Digolongkan Dimanapun Logam 0,00718 Jasa Penunjang Angkutan 1, Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi 0,01572 Angkutan Kereta Api 1, Kelapa Sawit 0,03713 Kesejahteraan masyarakat juga mengalami peningkatan yang diindikasikan melalui peningkatan penyerapan dalam negeri dan peningkatan konsumsi rumah tangga riil. Total penyerapan domestik meningkat sebesar 0,553 persen akibat peningkatan konsumsi wisatawan nusantara dan 0,151 persen akibat kenaikan permintaan wisatawan mancanegara. Sementara itu, konsumsi riil rumah tangga biasa meningkat sebesar 0,017 persen akibat peningkatan belanja wisnus dan naik 0,008 persen akibat peningkatan belanja wisman. Kondisi yang sama terjadi pada neraca perdagangan dimana akibat kenaikan permintaan wisatawan sebesar 10 persen maka terjadi kenaikan pada impor riil sebesar 0,75 persen sedangkan

9 87 ekspor barang riil mengalami penurunan sebesar 0,31 persen akibat adanya tekanan harga pada produk domestik sehingga neraca perdagangan menjadi tertekan. Namun adanya kenaikan pada belanja wisman mengakibatkan berkurangnya tekanan pada neraca perdagangan. Tabel 22 peningkatan permintaan oleh wisatawan sebesar 10 persen dari dari dari Uraian Wisnus Wisman Wisatawan A. Indikator Makroekonomi 1. PDB (riil) 0,148 0,086 0, Tenaga Kerja a. Tenaga Kerja Dibayar 0,299 0,169 0,4686 b. Tenaga Kerja tidak Dibayar 0,240 0,144 0, Indeks Harga Konsumen 0,002 0,001 0,0036 B. Perdagangan Luar Negeri 1. Ekspor Barang Riil -0,180-0,128-0, Impor Riil 0,623 0,127 0, Neraca Perdagangan -0,002 0,001-0,0008 C. Distribusi dan Kesejahteraan 1. Total Penyerapan Domestik 0,553 0,151 0, Konsumsi Riil RT Biasa 0,017 0,008 0, Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata Dua simulasi berikutnya mempertimbangkan skenario terjadinya liberalisasi perdagangan (penghapusan tarif impor kecuali padi dan gula ) serta adanya pertumbuhan permintaan kegiatan kepariwisataan di Indonesia. Bagian dari permintaan pariwisata adalah pengeluaran yang dilakukan oleh wisatawan. Pengeluaran wisatawan dari kegiatannya di Indonesia disimulasikan meningkat sebesar 10 persen yang digabungkan dengan simulasi sebelumnya terkait liberalisasi perdagangan. Hasil yang lebih rinci dari simulasi tersebut disajikan pada Lampiran 6 sedangkan ringkasannya terdapat pada Tabel 23. Penghapusan tarif impor akibat liberalisasi perdagangan yang digabung dengan peningkatan permintaan wisatawan baik domestik maupun mancanegara sebesar 10 persen akan membuat produksi bertambah sehingga PDB meningkat sebesar 0,17 persen. Jumlah tenaga kerja juga mengalami peningkatan yang masing-masing sebesar 0,39 persen untuk tenaga kerja formal (dibayar) dan 0,19 persen untuk pekerja keluarga (tidak dibayar) sebagai dampak dari peningkatan

10 88 belanja wisatawan. Harga-harga domestik di tingkat konsumen mengalami penurunan sebesar 0,001 persen. Total permintaan dalam negeri juga mengalami peningkatan sebesar 0,32 persen serta konsumsi rumahtangga riil meningkat sebesar 0,01 persen. Sementara itu, kondisi neraca perdagangan mengalami penurunan akibat peningkatan impor yang cukup tinggi akibat adanya peningkatan permintaan wisatawan. Tabel 23 liberalisasi perdagangan yang diikuti kenaikan permintaan wisatawan 10 persen Liberalisasi perdagangan Uraian dari Wisnus dari Wisman dari Wisatawan A. Indikator Makroekonomi 1. PDB (riil) 0,087 0,025 0, Tenaga Kerja a. Tenaga Kerja Dibayar 0,224 0,094 0,393 b. Tenaga Kerja tidak Dibayar 0,049-0,046 0, Indeks Harga Konsumen -0,003-0,003-0,001 B. Perdagangan Luar Negeri 1. Ekspor Barang Riil 0,046 0,098-0, Impor Riil 1,081 0,584 1, Neraca Perdagangan -0,003-0,000-0,002 C. Distribusi dan Kesejahteraan 1. Total Permintaan Domestik 0,183 0,059 0, Konsumsi Rumahtangga Riil 0,009 0,004 0,012 Tabel 24 liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya meningkat menurun Hotel 4, Tanaman Kacang-kacangan -1,31356 Angkutan Udara 3, Sayur-sayuran dan Buah-buahan -0,41673 Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun 2, Tanaman Umbi-umbian -0,01410 Jasa Penunjang Angkutan 1, Industri Pupuk dan Pestisida -0,01297 Angkutan Kereta Api 1, Industri Dasar Besi dan Baja -0,00562 Peningkatan permintaan sebagai dampak dari penghapusan tarif impor yang digabung dengan peningkatan permintaan pariwisata akan membuat output beberapa industri mengalami peningkatan. Industri yang outputnya mengalami peningkatan tertinggi akibat adanya skenario tersebut adalah sektor Hotel yang mencapai 4,49 persen dan diikuti oleh sektor Angkutan Udara sebesar 3,01

11 89 persen. Hal ini diduga karena kedua sektor tersebut merupakan pendukung utama dari kegiatan kepariwisataan. Meskipun masih banyak juga sektor-sektor yang outputnya justru mengalami penurunan akibat skenario tersebut. Industri yang outputnya mengalami penurunan terbesar adalah sektor Tanaman Kacangkacangan yang turun sebesar 1,3 persen dan diikuti oleh sektor Sayur-sayuran dan Buah-buahan yang turun sebesar 0,42 persen seperti terlihat pada Tabel Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan permintaan Pariwisata disertai Penerapan Beberapa Alternatif Kebijakan Kebijakan alternatif lain yang mungkin bisa diterapkan dalam rangka mengurangi efek negatif adanya liberalisasi perdagangan adalah pemotongan pajak tak langsung dan peningkatan efisiensi produksi. Batas pengenaan tarif pajak adalah sesuatu yang harus ditetapkan dengan hati-hati, di mana globalisasi membuat negara-negara lebih terbuka dan persaingan dalam menarik investasi dapat dipengaruhi oleh pajak di suatu negara. Padahal hingga saat ini, pajak masih merupakan sumber utama penerimaan pemerintah. Alternatif lain yang mungkin adalah melakukan efisiensi produksi Penurunan Pajak Tak Langsung 1. liberalisasi perdagangan disertai penurunan pajak tak langsung Skenario selanjutnya adalah penerapan liberalisasi perdagangan seperti yang telah dibahas sebelumnya disertai penurunan pajak tak langsung pada komoditas domestik sebesar 10 persen. Pengaruh yang ditimbulkan dari skenario tersebut dapat ditelusuri melalui dampak adanya penurunan pajak tak langsung. Dari sisi produksi, kebijakan penurunan pajak tak langsung akan mengurangi harga domestik pada produk dalam negeri, sehingga akan menjadi lebih kompetitif. Kondisi ini, pada gilirannya akan merangsang berkembangnya produksi dalam negeri dan diikuti oleh penciptaan lapangan kerja serta meningkatkan PDB. Peningkatan produksi dalam negeri yang disertai penciptaan lapangan kerja akan meningkatkan pendapatan rumah tangga, yang selanjutnya akan menciptakan permintaan lebih banyak lagi terhadap produk di pasar domestik. Permintaan terhadap produk impor mengalami penurunan akibat adanya penurunan harga pada produk domestik sedangkan ekspor terjadi peningkatan

12 90 karena harga produk domestik tersebut menjadi lebih kompetitif. Hal ini akan lebih menguntungkan bagi produsen dan beban pada kondisi neraca perdagangan semakin berkurang. Namun kebijakan tersebut akan mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak tidak langsung dan menambah defisit anggaran pemerintah. Kebijakan ini memiliki dampak positif terhadap tingkat kesejahteraan seperti terlihat pada peningkatan penyerapan domestik (rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi) serta akan meningkatkan konsumsi rumah tangga riil. Tabel 25 berisi ringkasan dari dampak penurunan ganda (penghapusan tarif impor semua komoditas kecuali padi dan gula disertai penurunan pajak tak langsung sebesar 10 persen) terhadap kinerja makroekonomi, sedangkan hasil yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 7. Skenario penurunan ganda tersebut akan berdampak pada penurunan harga komoditas impor di pasar dalam negeri dan harga produk domestik. Peningkatan permintaan akibat kenaikan pendapatan rumah tangga riil sebagai akibat dari pemotongan pajak tak langsung akan memperbesar peningkatan permintaan impor. Disamping itu, kenaikan permintaan komoditas impor tersebut juga disebabkan oleh penurunan harga produk impor akibat dari kebijakan penghapusan tarif bea masuk. Oleh karena itu maka neraca perdagangan menjadi lebih tertekan, meskipun dampak negatif dari penurunan tarif impor tersebut telah diimbangi dengan efek positif dari pengurangan pajak tak langsung pada ekspor. Tabel 25 liberalisasi perdagangan yang diikuti pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen Uraian pemotongan pajak tak langsung liberalisasi perdagangan dan pemotongan pajak tak langsung A. Indikator Makroekonomi 1. PDB (riil) 0, , Tenaga Kerja a. Tenaga Kerja Dibayar 0, , b. Tenaga Kerja tidak Dibayar 0, , Indeks Harga Konsumen -0, , B. Perdagangan Luar Negeri 1. Ekspor Barang Riil 0, , Impor Riil -0, , Neraca Perdagangan 0, , C. Distribusi dan Kesejahteraan 1. Total Permintaan Domestik 0, , Konsumsi Rumahtangga Riil 0, ,000078

13 91 Ketersediaan produk dalam ekonomi domestik terjadi peningkatan sebesar 0,07 persen sehingga menciptakan permintaan tambahan dan merangsang kegiatan produksi yang mengakibatkan PDB meningkat sebesar 0,03 persen. Kesejahteraan diindikasikan semakin meningkat sebagaimana dapat dilihat dari peningkatan konsumsi rumah tangga riil sebesar 0,00008 persen. Neraca perdagangan masih tertekan. Ekspansi terbesar terjadi pada industri Rokok dan Cengkih yang masih mempunyai tingkat cukai tinggi. Konsumsi rumah tangga riil pada komoditas Rokok mengalami peningkatan tertinggi hingga sebesar 3,2 persen. Wisatawan domestik maupun wisatawan asing lebih beruntung karena dapat membayar harga yang lebih rendah untuk produk dan jasa yang mereka konsumsi di Indonesia. Peningkatan tertinggi konsumsi riil mereka pada komoditas Tanaman Kacang-kacangan meningkat sebesar 2,2 persen diikuti oleh komoditas Rokok sebesar 1,6 persen. liberalisasi perdagangan yang diikuti dengan pemotongan pajak tak langsung tersebut terhadap output industri dalam negeri bervariasi, beberapa diantaranya meningkat cukup tinggi namun sebagian yang lain menurun cukup tajam. Output industri pembuatan Rokok mengalami peningkatan yang paling tinggi hingga mencapai 3,07 persen serta diikuti oleh sektor Cengkih dan Tembakau sebagai pemasok utama industri Rokok. Hal ini karena industri Rokok mempunyai tingkat cukai yang cukup besar. Sedangkan sektor yang mengalami penurunan output paling tajam adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan dan sektor Sayur-sayuran dan Buah-buahan yang turun masing-masing sebesar 1,50 persen dan 0,90 persen. Penurunan tersebut merupakan dampak negatif yang cukup tinggi dari penerapan liberalisasi perdagangan akibat kalah bersaing dengan produk impor sebagaimana terlihat pada Tabel 26. Tabel 26 liberalisasi perdagangan disertai pemotongan pajak tak langsung terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya meningkat menurun Industri Rokok 3, Tanaman Kacang-kacangan -1, Cengkih 2, Sayur-sayuran dan Buah-buahan -0, Tembakau 2, Tanaman Umbi-umbian -0, Hasil Tanaman Serat 1, Jagung -0, Angkutan Air 1, Industri Penggilingan Padi -0,320665

14 92 2. liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata disertai penurunan pajak tak langsung Skenario selanjutnya adalah mempertimbangkan terjadinya liberalisasi perdagangan (penghapusan tarif impor kecuali komoditas padi dan gula) serta adanya pertumbuhan permintaan kegiatan kepariwisataan di Indonesia sebesar 10 persen yang digabungkan dengan kebijakan pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen. Hasil dari simulasi tersebut disajikan secara rinci pada Lampiran 7 yang dirangkum pada Tabel 27. Hasilnya memperlihatkan bahwa pertumbuhan permintaan pariwisata memperkuat efek positif dari liberalisasi perdagangan dan pada saat yang sama mengurangi efek samping. Tingkat PDB dan lapangan kerja mengalami peningkatan, terutama jika dikombinasikan dengan pertumbuhan permintaan pariwisata, liberalisasi perdagangan dan pemotongan pajak tak langsung. Neraca perdagangan yang defisit, tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibanding jika liberalisasi perdagangan dan pemotongan pajak tak langsung tanpa adanya pertumbuhan permintaan pariwisata. Hal ini karena terjadinya peningkatan ekspor jasa akibat pertumbuhan permintaan dari wisatawan mancanegara. Tabel 27 liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen yang diikuti pemotongan pajak tak langsung Liberalisasi perdagangan dan pemotongan pajak Uraian dari Wisnus tak langsung 10 persen dari Wisman dari Wisatawan A. Indikator Makroekonomi 1. PDB (riil) 0, , , Tenaga Kerja a. Tenaga Kerja Dibayar 0, , , b. Tenaga Kerja tidak Dibayar 0, , , Indeks Harga Konsumen -0, , , B. Perdagangan Luar Negeri 1. Ekspor Barang Riil 0, , , Impor Riil 1, , , Neraca Perdagangan -0, , , C. Distribusi dan Kesejahteraan 1. Total Permintaan Domestik 0, , , Konsumsi RT Biasa Riil 0, , , yang terjadi akibat dilakukannya penghapusan tarif impor dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen yang diikuti dengan

15 93 penurunan pajak tak langsung sebesar 10 persen tersebut mengindikasikan adanya dampak yang positif seperti PDB riil meningkat sebesar 0,27 persen yang disertai dengan turunnya tingkat harga domestik sebesar 0,005 persen. Disamping itu, terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja dimana masing-masing sebesar 0,55 persen untuk tenaga kerja formal (dibayar) dan 0,33 persen untuk pekerja keluarga (tidak dibayar). Total permintaan dalam negeri juga mengalami peningkatan sebesar 0,48 persen sedangkan konsumsi rumahtangga riil meningkat 0,14 persen. Sementara itu, kondisi neraca perdagangan mengalami penurunan hingga 0,21 persen akibat peningkatan permintaan komoditas impor yang cukup tinggi (1,15 persen). Permintaan komoditas impor tersebut sebagian besar dilakukan oleh wisatawan nusantara yang berkunjung ke luar negeri yang meningkat hingga sebesar 1,02 persen. Peningkatan PDB riil akibat adanya liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata yang disertai pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen tersebut ternyata didukung oleh peningkatan output dari beberapa industri seperti sektor Hotel dan sektor Angkutan Udara yang masingmasing meningkat sebesar 4,73 persen dan 3,29 persen. Hal ini diduga karena sektor tersebut sangat terkait erat dengan aktivitas pariwisata. Namun beberapa industri masih ada yang mengalami penurunan outputnya. Industri yang outputnya mengalami penurunan paling tinggi adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan dan sektor Sayur-sayuran dan buah-buahan yang masing-masing turun sebesar 1,24 persen dan 0,47 persen sebagaimana terlihat pada Tabel 28. Kedua industri yang termasuk pada sektor pertanian tersebut selalu mengalami tekanan yang paling berat akibat diterapkannya liberalisasi perdagangan. Tabel 28 liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata disertai pemotongan pajak tak langsung terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya meningkat menurun Hotel 4, Tanaman Kacang-kacangan -1, Angkutan Udara 3, Sayur-sayuran dan Buah-buahan -0, Industri Barang Lain yang Belum 2, Jagung -0, Digolongkan Dimanapun Jasa Penunjang Angkutan 1, Tanaman Umbi-umbian -0, Angkutan Air 1, Industri Penggilingan Padi 0,009894

16 Peningkatan Efisiensi Produksi Pengertian efisiensi dalam produksi merupakan perbandingan antara output dan input, berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input tertentu. Jika rasio ouput besar maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan input terbaik dalam memproduksi output. Alokasi kombinasi faktor-faktor produksi dengan tepat dapat meningkatkan efisiensi. Penggunaan faktor primer yang efisien diharapkan dapat meningkatkan produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Penelitian ini mengasumsikan bahwa perusahaan-perusahaan yang mempunyai kaitan erat dengan pariwisata berhasil melakukan efisiensi produksi sebesar 5 persen. Skenarionya adalah penerapan liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata seperti yang telah dibahas sebelumnya disertai peningkatan efisiensi sektor-sektor terkait erat dengan pariwisata sebesar 5 persen. Pengaruh yang ditimbulkan dari skenario tersebut dapat ditelusuri melalui dampak adanya peningkatan efisiensi sektor-sektor terkait erat dengan pariwisata. Dari sisi produksi, kebijakan peningkatan efisiensi produksi akan mengurangi penggunaan input primer baik tenaga kerja maupun kapital untuk menghasilkan satu unit output. Berkurangnya penggunaan input primer tersebut berdampak pada penurunan biaya produksi per unit. Keadaan ini berakibat pada turunnya harga barang-barang yang diproduksi, sehingga akan menjadi lebih kompetitif dan selanjutnya akan meningkatkan PDB. Penurunan harga barang-barang akibat penggunaan faktor produksi secara efisien selanjutnya akan menciptakan permintaan lebih banyak lagi terhadap produk tersebut baik di pasar domestik maupun internasional. Permintaan terhadap produk impor mengalami penurunan akibat adanya penurunan harga pada produk domestik sedangkan ekspor terjadi peningkatan karena harga produk domestik tersebut menjadi lebih kompetitif. Namun kebijakan tersebut akan mengurangi penggunaan tenaga kerja sehingga perlu diwaspadai. Hasil dari simulasi tersebut disajikan secara rinci pada Lampiran 7 yang dirangkum pada Tabel 29. Hasilnya memperlihatkan bahwa pertumbuhan permintaan pariwisata sebesar 10 persen yang disertai peningkatan efisiensi

17 95 produksi sektor-sektor yang berkaitan erat dengan pariwisata sebesar 5 persen akan memperkuat efek positif dari liberalisasi perdagangan dan pada saat yang sama mengurangi efek samping. Tingkat PDB mengalami peningkatan cukup tinggi sedangkan penyerapan tenaga kerja masih mengalami penurunan. Ekspor barang mengalami peningkatan cukup tinggi meskipun masih diimbangi dengan tingginya impor. Tabel 29 liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen diikuti peningkatan efisiensi produksi sektor pariwisata Liberalisasi perdagangan dan peningkatan efisiensi Uraian produksi sektor pariwisata 10 persen dari dari dari Wisnus Wisman Wisatawan A. Indikator Makroekonomi 1. PDB (riil) 0, , , Tenaga Kerja a. Tenaga Kerja Dibayar -0, , , b. Tenaga Kerja tidak Dibayar -0, , , Indeks Harga Konsumen -0, , , B. Perdagangan Luar Negeri 1. Ekspor Barang Riil 1, , , Impor Riil 0, , , Neraca Perdagangan -0, , , C. Distribusi dan Kesejahteraan 1. Total Penyerapan Domestik 1, , , Konsumsi Riil RT Biasa 1, , , yang terjadi akibat liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen yang disertai adanya peningkatan efisiensi sektor-sektor terkait erat dengan pariwisata sebesar 10 persen tersebut memperlihatkan terjadinya dampak yang positif seperti PDB riil meningkat sebesar 0,52 persen yang disertai dengan turunnya tingkat harga domestik sebesar 0,016 persen. Total penyerapan dalam negeri juga mengalami peningkatan sebesar 1,43 persen sedangkan konsumsi riil rumahtangga biasa meningkat 0,99 persen. Kondisi neraca perdagangan mengalami penguatan sebesar 0,0003 persen yang diikuti tingginya volume perdagangan akibat tingginya peningkatan permintaan komoditas impor (0,926 persen) dan permintaan ekspor barang (0,956 persen). Sementara itu, penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan baik tenaga kerja formal (dibayar) maupun tenaga kerja informal/keluarga (tidak dibayar). Hal ini perlu diwaspadai sebagai akibat adanya efisiensi produksi.

18 96 Peningkatan PDB riil akibat skenario tersebut ternyata didukung oleh peningkatan output dari beberapa industri terutama yang mempunyai kaitan erat dengan pariwisata. Industri tersebut adalah sektor Hotel yang meningkat sebesar 6,33 persen dan diikuti oleh sektor Jasa Penunjang Angkutan yang meningkat sebesar 5,63 persen. Namun beberapa industri masih ada yang mengalami penurunan outputnya. Industri yang outputnya mengalami penurunan paling tinggi adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan dan sektor Sayur-sayuran dan buahbuahan yang masing-masing turun sebesar 1,71 persen dan 0,88 persen sebagaimana terlihat pada Tabel 30. Tabel 30 liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata disertai peningkatan efisiensi produksi terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya meningkat menurun Hotel 6, Tanaman Kacang-kacangan -1, Jasa Penunjang Angkutan 5, Sayur-sayuran dan Buah-buahan -0, Angkutan Air 5, Jagung -0, Angkutan Udara 5, Tanaman Umbi-umbian -0, Komunikasi 4, Industri Penggilingan Padi -0, Pada intinya bahwa pemerintah bisa melakukan beberapa kebijakan tersebut, karena itu, untuk memulai liberalisasi perdagngan adalah dengan mengurangi ketergantungan pada tarif impor dan pajak tidak langsung pada tingkat yang memungkinkan, karena pendapatan pemerintah akan berkurang dengan pengurangan bea masuk dan pajak tak langsung sehingga diperlukan penerimaan tambahan seperti dari pertumbuhan permintaan kegiatan kepariwisataan di Indonesia. Pendapatan dari kegiatan kepariwisataan akan memungkinkan penerimaan pemerintah dapat dipertahankan pada tingkat benchmark, sehingga keikutsertaan dalam globalisasi dan liberalisasi tidak akan mengganggu program pengeluaran pemerintah. Hal ini adalah salah satu cara dimana pemerintah, seperti pemerintah Indonesia, dapat menjaga kredibilitasnya dan menghindari masalah fiskal. Kemampuan pemerintah untuk mempertahankan tingkat pengeluaran adalah juga penting dalam konteks deflasi secara keseluruhan, dimana pengeluaran pemerintah dapat membantu untuk mengimbangi penurunan komponen lain dari permintaan agregat, seperti ekspor produk primer.

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu

VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL. Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL 7.1. Neraca Pariwisata Jumlah penerimaan devisa melalui wisman maupun pengeluaran devisa melalui penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri tergantung

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) 2017 ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas. Buku 2 ini menyajikan data yang lebih lengkap dan terperinci mengenai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Model Input-Output Ekonometrika Indonesia dan Aplikasinya Untuk Analisis Dampak Ekonomi dapat diperoleh beberapa

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Model Input Output Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR

Kata Pengantar KATA PENGANTAR 2 Ne r a c asa t e l i tpa r i wi s a t ana s i o na l 201 6 KEMENTERI ANPARI WI SATA Websi t e:ht t p: / / www. kemenpar. go. i d ht t p: / / www. i ndonesi a. t r avel Emai l :pusdat i n@kemenpar. go.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 224 VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Pada bagian ini akan diuraikan secara ringkas kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sebelumnya. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. TM2 MATERI PEMBELAJARAN PENDAHULUAN PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN PANGAN DAN SERAT PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1. Pariwisata dunia akhir-akhir ini mengalami pasang surut karena pengaruh dari

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1. Pariwisata dunia akhir-akhir ini mengalami pasang surut karena pengaruh dari VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 1. Pariwisata dunia akhir-akhir ini mengalami pasang surut karena pengaruh dari berbagai faktor. Demikian juga halnya dengan kinerja pariwisata

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Mengingat sejak bulan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 28 Perekonomian Indonesia tahun 28 tumbuh 6,6%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 27 (6,28%). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2010 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 28/05/35/Th. VIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2010 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2010 sebesar 5,82 persen Perekonomian Jawa Timur pada

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi Pengantar Makro Ekonomi Pengantar Ilmu Ekonomi Makroekonomi Mengkhususkan mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan Bertujuan memahami peristiwa ekonomi dan memperbaiki kebijakan

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah industri yang besar di dunia dan salah satu sektor yang tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/11/34/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Dari pembahasan

Lebih terperinci

Proyeksi pertumbuhan

Proyeksi pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis finansial global yang bermula dari krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2007, dalam waktu yang relatif singkat berubah menjadi krisis ekonomi

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 53/08/35/Th. X, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Semester I Tahun 2012 mencapai 7,20 persen Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Pembangunan nasional tahun 2015-2017 menekankan kepada penguatan sektor domestik yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia, yaitu ketahanan pangan

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 46/08/73/Th. VIII, 5 Agustus 2014 KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan II tahun 2014 yang dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TIMUR *) TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TIMUR *) TRIWULAN II TAHUN 2014 k BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No.041/08/64/Th.XVII, 5 Agustus q-to-q: -0,19 % y-on-y: 1,89 % PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TIMUR *) TRIWULAN II TAHUN Perekonomian Kalimantan Timur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014 No. 68/11/71/Th. VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III/2014 Perekonomian Sulawesi Utara yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada ulan III/2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2003

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2003 No. 12/VII/16 Februari 2004 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2003 PDB INDONESIA TAHUN 2003 TUMBUH 4,10 PERSEN! PDB Indonesia selama tahun 2003 meningkat sebesar 4,10 persen dibandingkan tahun 2002.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan dan tingkat pendidikan) maupun dalam modal fisik, seperti

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan dan tingkat pendidikan) maupun dalam modal fisik, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dihubungkan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang layak. Hasil yang diharapkan berupa peningkatan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA Dr. Slamet Sutomo Deputi Kepala Badan Pusat Statistik Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS-Statistik Statistik Indonesia Forum Kepala Bappeda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan IV Tahun 2012-2013...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Tahun 2012-2013...8 Kontribusi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 27 / VIII / 16 Mei 2005 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PDB INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2005 TUMBUH 2,84 PERSEN PDB Indonesia pada triwulan I tahun 2005 meningkat sebesar 2,84 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2013 No. 27/05/51/Th. VII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2013 Pada Triwulan I-2013, PDRB Bali mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar 0,33 persen dibanding Triwulan IV-2012

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB 1 PE DAHULUA. Infrastructure. 1 Sub Index lainnya adalah T&T Regulatory Framework dan T&T Business Environtment and

BAB 1 PE DAHULUA. Infrastructure. 1 Sub Index lainnya adalah T&T Regulatory Framework dan T&T Business Environtment and BAB 1 PE DAHULUA 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri dari berbagai macam kebudayaan dan karakteristik yang memiliki potensi terhadap pengembangan pariwisata. Kekuatan sektor periwisata Indonesia terletak

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/01/Th. XIII, 4 Januari 2010 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR NOVEMBER HARGA GROSIR NAIK 0,73 PERSEN Pada bulan November Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI USAHA KECIL MENENGAH DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI JAWA TIMUR

V. DESKRIPSI USAHA KECIL MENENGAH DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI JAWA TIMUR V. DESKRIPSI USAHA KECIL MENENGAH DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI JAWA TIMUR 5.1 Profil dan Peranan Strategis UKM dalam Perekonomian Propinsi Jawa Timur Peranan usaha kecil menengah (UKM) di Jawa Timur cukup

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya, pertumbuhan ekonomi dapat dirangsang oleh perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin pertumbuhan, pertumbuhan dipimpin

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2011 No. 11/02/63/Th XV, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2011 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2011 tumbuh sebesar 6,12%, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor jasajasa sebesar

Lebih terperinci