VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN"

Transkripsi

1 VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada sektor pertambangan batubara dan pertambangan lainnya di dalam rangka mengantisipasi rencana pemerintah mengembangkan sebagai pusat produksi dan pengolahan pertambangan nasional. Besaran dampak yang akan dihitung mencakup antara lain (1) perubahan nilai tambah faktor produksi, (2) perubahan pendapatan Rumahtangga, dan (3) penambahan pendapatan sektor produksi. Analisis dilakukan pada tingkat nasional maupun regional ( dan non ) Perubahan Nilai Tambah Faktor Produksi Besarnya dampak kebijakan kenaikan investasi sebesar 10 persen pada sektor pertambangan batubara terhadap nilai tambah faktor produksi ditampilkan pada Tabel 18. Berdasarkan data pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa dengan adanya kebijakan kenaikan investasi sebesar 10 persen di sektor pertambangan batubara, maka total nilai tambah Faktor Produksi dalam perekonomian nasional akan bertambah sebesar Rp miliar atau naik sebesar persen. Pendapatan Faktor Produksi di bertambah sebesar Rp miliar atau naik sebesar persen, dan di non sebesar Rp miliar atau naik sebesar persen. Bila dilihat sebarannya, adanya kenaikan investasi sektor pertambangan di ternyata tambahan pendapatan Faktor Produksi banyak terjadi di non- (79.53 persen).

2 132 Tabel 18. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan Batubara Sebesar 10 persen terhadap Penambahan Pendapatan di Faktor Produksi Faktor Produksi Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (Persen) Peran terhadap Nasional (Persen) Nilai (Juta rupiah) Non Kenaikan (Persen) Peran terhadap Nasional (%) Pertanian Produksi, Operator Alat angkutan dan buruh kasar Tata Usaha, Penjualan, Jasajasa Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi Tenaga Kerja Kapital Total Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah) Pada perekonomian, kenaikan pendapatan tertinggi terjadi pada tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, dan buruh kasar yaitu sekitar 0,0206 persen. Fenomena tersebut terjadi juga di non-, tambahan pendapatan tertinggi terjadi pada tenaga kerja produksi, operator alat angkut dan pekerja kasar, yaitu sekitar 0,0076 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertambangan batubara dan pertambangan lainnya banyak membutuhkan jasa dari jenis tenaga kerja ini. Bila kita amati secara khusus pada faktor produksi tenaga kerja, jenis tenaga kerja produksi, operator alat angkutan dan buruh kasar juga memperoleh bagian terbesar dari distribusi total kenaikan nilai tambah faktor produksi. Namun demikian distribusi pendapatan terbesar lebih banyak dirasakan dari tenaga kerja produksi, operator alat angkut dan pekerja kasar yang ada diluar. Ini mengindikasikan bahwa sektor pertambangan batubara dan pertambangan lainnya lebih menyerap tenaga kerja jenis ini yang berasal dari luar wilayah.

3 133 Begitu juga halnya dengan pendapatan modal, sebagian besar dari distribusi total kenaikan nilai tambah faktor modal yaitu sekitar 74,57 persen akan diterima oleh modal yang berasal dari luar, dan sisanya persen ada di luar. Hal ini berarti bahwa peningkatan investasi sebesar 10 persen di sektor pertambangan tambahan pendapatan faktor produksi banyak mengalir ke luar wilayah Perubahan Pendapatan Rumahtangga Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa faktor produksi dimiliki oleh Rumahtangga, sehingga pendapatannya harus dibagi diantara golongan Rumahtangga. Tabel 19 menunjukkan besarnya dampak kebijakan kenaikan investasi sebesar 10 persen pada sektor pertambangan batubara dan pertambangan lainnya, ternyata mampu meningkatkan pendapatan rumahtangga nasional sebesar Rp miliar atau meningkat sebesar persen. Pendapatan rumahtangga di bertambah sebesar Rp miliar atau naik sebesar persen dan pendapatan rumahtangga di non bertambah sebesar Rp miliar. Tabel 19. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan Batubara Sebesar 10 persen terhadap Penambahan Pendapatan Rumahtangga Wilayah Desa Kota Golongan Pendapatan Rumahtangga Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (Persen) Peran terhadap Nasional (Persen) Nilai (Juta rupiah) Non Kenaikan (Persen) Peran terhadap Nasional (Persen) Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Total Runah Tangga Desa Total Rumahtangga Kota Total Rumahtangga Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah)

4 134 Bila dilihat dampaknya secara spasial (desa-kota), terlihat bahwa dampak dari kebijakan kenaikan investasi sebesar 10 persen pada sektor pertambangan batubara terbesar dampaknya terjadi di perkotaan, baik di wilayah maupun non. Sedangkan bila dilihat berdasarkan kelompok rumahtangga, pada perekonomian pertumbuhan tertinggi terjadi pada rumahtangga pendapatan tinggi kota (0.0136) dan di non- terjadi pada rumahtangga berpendapatan sedang (0.0057) Perubahan Pendapatan Sektor Produksi Kebijakan kenaikan investasi sebesar 10 persen pada sektor pertambangan batubara dan pertambangan lainnya di berdampak pada peningkatan pendapatan di sektor produksi secara nasional sebesar Rp miliar. Pendapatan sektor produksi di bertambah sebesar Rp miliar atau meningkat sebesar dan pendapatan faktor produksi non- meningkat sebesar Rp miliar atau persen Bila diamati pertumbuhan menurut sektor ekonomi, pada perekonomian, sektor yang pertumbuhannya paling tinggi adalah bangunan ( persen) dan terendah ada di sektor industri alas kaki. Sedangkan dalam perekonomian non- adalah sektor industri mesin listrik dan perlengkapannya ( persen) dan terendah terjadi di sektor bangunan ( persen). Secara lengkap bagaimana dampak dari tambahan pendapatan di setiap sektor ekonomi baik yang terjadi di wilayah maupun non- dapat dilihat pada Tabel 20.

5 135 Tabel 20. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan Batubara Sebesar 10 persen terhadap Penambahan Sektor Produksi No Sektor Produksi Nilai (juta rupiah) Kenaikan (persen) Distribusi (persen) Nilai (juta rupiah) Non Kenaikan (persen) Distribusi (persen) 1 Padi Tanaman Bahan Makanan Lainnya 3 Tanaman Perkebunan Peternakan Dan Hasil Hasilnya 5 Kehutanan Perikanan Pertambangan Minyak, Gas Dan Panas Bumi 8 Pertambangan Batubara Dan Tambang Lainnya 9 Pengilangan Minyak Bumi Indutri Kelapa Sawit Industri Pengolahan Hasil Laut 12 Industri Makanan Dan Minuman 13 Industri Tekstil Dan Produk Tekstil 14 Industri Alas Kaki Industri Barang Kayu, Rotan Dan Bambu 16 Industri Pulp Dan Kertas Industri Karet Dan Barang Dari Karet 18 Industri Petrokimia Industri Semen Industri Dasar Besi Dan Baja Dan Logam Dasar Bukan Besi 21 Industri Barang Dari Logam 22 Industri Mesin Listrik Dan Peralatan Listrik 23 Industri Alat Anggkutan Dan Perbaikannya 24 Industri Lainnya Listrik, Gas Dan Air Bersih 26 Bangunan Perdagangan Hotel Dan Restoran Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Komunikasi Lembaga Keuangan Pemerintahan Umum Dan Pertahanan Jasa-Jasa Lainya Total Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah)

6 136 Apabila diperhatikan distribusi dari total kenaikan pendapatan sektor, terlihat bahwa sektor produksi di luar rata-rata memperoleh bagian lebih besar dibandingkan dengan bagian pendapatan yang diterima oleh sektor yang ada di, terkecuali sektor kehutanan, sektor industri pengolahan kayu dan sektor konstruksi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya kenaikan investasi di sektor pertambangan di sebesar 10 persen dampaknya pada sektor produksi banyak terjadi atau mengalir ke luar wilayah Perubahan Penyerapan Tenaga Kerja Kebijakan kenaikan investasi sebesar 10 persen pada sektor pertambangan batubara dan pertambangan lainnya berdampak pada penyerapan tenaga kerja secara nasional sebesar orang. Pada perekonomian mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 905 orang atau meningkat sebesar persen, dan di luar terserap sebanyak orang atau meningkat sebesar Kondisi ini memberikan gambaran bahwa adanya peningkatan investasi di dampak penyerapan tenaga kerjanya banyak terjadi di luar wilayah. Hal ini bisa terjadi karena dalam penambahan barang-barang modal untuk kegiatan pertambangan di sebagian besar berasal dari luar wilayah, sehingga sektor ekonomi penyedia barang modal tersebut ekonominya tumbuh dan pada akhirnya juga terjadi penyerapan tenaga kerja pada daerah tersebut. Pada perekonomian, penyerapan tenaga kerja tertinggi ada di sektor konstruksi, yaitu sebesar 387 orang atau meningkat sebesar persen. Sektor lainnya yang juga daya serap tenaga kerjanya cukup tinggi adalah sektor perdagangan, yaitu sebesar 162 orang atau meningkat sebesar persen. Secara keseluruhan, dampak dari adanya kenaikan investasi sebesar 10 persen terhadap penyerapan tenaga kerja tidak terlalu besar dan hanya terjadi di beberapa sektor saja.

7 137 Tabel 21. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan Sebesar 10 persen terhadap Penyerapan Tenaga Kerja No Sektor Produksi T. Kerja (orang) Kenaikan (persen) Distribusi (persen) T. Kerja (orang) Non Kenaikan (persen) Distribusi (persen) 1 Padi Tanamana Bahan Makanan Lainnya 3 Tanaman Perkebunan Peternakan Dan Hasil Hasilnya 5 Kehutanan Perikanan Pertambangan Minyak, Gas Dan Panas Bumi 8 Pertambangan Batubara Dan Tambang Lainnya 9 Pengilangan Minyak Bumi 10 Indutri Kelapa Sawit Industri Pengolahan Hasil Laut 12 Industri Makanan Dan Minuman 13 Industri Tekstil Dan Produk Tekstil 14 Industri Alas Kaki Industri Barang Kayu, Rotan Dan Bambu 16 Industri Pulp Dan Kertas Industri Karet Dan Barang Dari Karet 18 Industri Petrokimia Industri Semen Industri Dasar Besi Dan Baja Dan Logam Dasar Bukan Besi 21 Industri Barang Dari Logam 22 Industri Mesin Listrik Dan Peralatan Listrik 23 Industri Alat Anggkutan Dan Perbaikannya 24 Industri Lainnya Listrik, Gas Dan Air Bersih 26 Bangunan Perdagangan Hotel Dan Restoran Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Komunikasi Lembaga Keuangan Pemerintahan Umum Dan Pertahanan Jasa-Jasa Lainya Total Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah).

8 138 Sebaliknya, Pada perekonomian non-, daya serap tenaga kerja nya cukup besar dan sebarannya relatif lebih baik bila dibandingkan dengan. Sektor yang paling tinggi daya serap tenaga kerjanya adalah sektor perdagangan, yaitu sebesar 970 orang atau meningkat sebesar persen Analisis Jalur Struktural Menurut Defourney dan Thorbecke (1984), analisis jalur dapat digunakan untuk mengidentifikasi seluruh transmisi yang mungkin terjadi akibat pengaruh suatu kebijakan yang dikeluarkan di dalam perekonomian. Dengan menggunakan metode ini ke dalam suatu kerangka Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), dipercaya dapat membantu pengambil kebijakan di dalam menentukan transmisi atau jalur penting yang ditimbulkan akibat pengaruh dari kebijakan yang dikenakan dalam suatu sistem makro ekonomi. Transmisi dalam bab ini akan dilihat dari dua aspek yakni dari sisi kenaikan investasi dan output sektor pertambangan batubara dan tambang lainnya di Transmisi Jalur Peningkatan Investasi terhadap Pembentukan Output Sektor Pertambangan di Tabel 22 memperlihatkan pengaruh investasi barang modal di sektor pertambangan batubara terhadap output dari sektor pertambangan batubara itu sendiri. Dari berbagai jenis barang modal seperti mesin-mesin, alat transportasi, bangunan, dan barang modal lainnya (baik yang berasal dari maupun dari luar ), terlihat bahwa barang modal dari industri lainnya yang berasal dari dalam pulau memberikan pengaruh global paling besar bila dibandingkan dengan barang modal lainnya (16.4 persen). Artinya, bila investasi barang modal tersebut dinaikkan sebesar 1 rupiah, maka akan memberikan nilai tambah terhadap output sebesar rupiah,. dan bila diperhatikan lebih lanjut, jalur antara industri lainnya di pulau dengan

9 139 sektor pertambangan batubara mempunyai persentase TI/GI pada jalur tersebut sebesar 89.5 persen, menandakan bahwa jalur langsung antara investasi barang modal lainnya dengan output sektor tambang batubara telah menjelaskan 89,5 persen dari ke seluruhan jalur yang terjadi. Tabel 22. Analisis Jalur Investasi Barang Modal terhadap Pembentukan Ouput Pertambangan di Pulau Destinasi Jalur Wilayah Jalur Pengaruh Global (GI) Pengaruh Langsung (DI) Path Multiplier Pengaruh Total (TI) TI/GI (persen) Kum TI/GI (persen) (1) (2) (3) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Sektor Pertambangan Batubara dan Lainnya di Pulau Non S49-S S51-S S51-S105-S S51-S106-S S108-S106- S33 S109-S106- S33 S110-S S110-S94-S S110-S106- S33 S110-S111- S Sumber: IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah) Keterangan : S = Sektor Produksi S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di ;S51 = Sektor Konstruksi di ; S49 = Sektor industri lainnya di ;S105 = Sektor industri semen diluar ; S106 = Sektor industri logam dasar diluar ; S108 = Sektor industri mesin listrik diluar ; S110 = Sektor industri lainnya diluar ; S111 = Sektor LGA diluar ; S113 = Sektor industri angkutan diluar ; S94 = Sektor pertambangan dan lainnya di luar Berdasarkan dari Tabel 22, investasi barang modal konstruksi yang berasal dari dalam mempunyai pengaruh global terbesar berikutnya, yaitu sebesar 0.052, diikuti oleh industri lainnya yang berasal dari luar dengan pengaruh global sebesar Adapun peralatan transportasi yang berasal dari luar pulau memberikan pengaruh global terkecil, yaitu sebesar

10 140 Berdasarkan Gambar 15 dapat dilihat bahwa terdapat 3 jenis barang modal asal pulau luar dengan transmisi yang terjadi mempunyai tingkat signifikansi yang cukup besar, yaitu industri listrik, industri transportasi dan industri lainnya. Sedangkan jenis barang modal asal pulau yang mempunyai nilai signifikasnsi terbesar, yaitu konstruksi, alat transportasi dan industri lainnya. S108 GI: S51 GI: S105 S109 GI: S106 S33 S49 GI: 0.01 S110 GI: S94 S111 Non Sumber: IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah) Keterangan : S = Sektor Produksi; S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di ;S51 = Sektor Konstruksi di ; S49 = Sektor industri lainnya di ;S105 = Sektor industri semen diluar ; S106 = Sektor industri logam dasar diluar ; S108 = Sektor industri mesin listrik diluar ; S110 = Sektor industri lainnya diluar ; S111 = Sektor LGA diluar ; S113 = Sektor industri angkutan diluar ; S94 = Sektor pertambangan dan lainnya di luar Gambar 15. Analisis Jalur Investasi Barang Modal Interregional terhadap Sektor Pertambangan Batubara di Pulau Analisis berikutnya yang ingin diketahui adalah seberapa besar pengaruh dari investasi barang modal interregional dan intraregional ke sektor pertambangan sektor batubara dan tambang lainnya di Pulau terhadap

11 141 institusi baik rumahtangga maupun perusahaan yang ada di pulau maupun yang ada di luar pulau. Tabel 23. Analisis Jalur Investasi Sektor Pertambangan di Pulau Terhadap Pendapatan Institusi di dan Non Destinasi Jalur Wilayah Jalur Pengaruh Global (GI) Pengaruh Langsung (DI) Path Multiplier Pengaruh Total (TI) TI/GI (persen) Kum TI/GI (persen) (1) (2) (3) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Sektor Pertambangan Batubara dan Lainnya di Pulau Non Kalima ntan S49-S33- FP17-I25 S49-S33- FP17-I86 S51-S33- FP17-I25 S51-S33- FP17-I86 S110-S33- FP17-I25 S110-S33- FP17-I Sumber: IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah Keterangan : S = Sektor Produksi ; FP = Faktor Produksi ; I = Institusi S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di ; FP17 = Kapital; S45 = Sektor industri logam dasar di ; FP6 = TK Produksi dibayar di kota di ; S51 = Sektor Konstruksi di ; FP10 = TK Tata Usaha/Penjualan dibayar di kota di ; S43 = Sektor industri kimia di ; FP14= TK Profesional dibayar di kota di ; S49 = Sektor industri lainnya di ; I25 = Perusahaan di ; I86 = Perusahaan di luar ; S110 = Sektor industri lainnya diluar ; I23 = RT Gol Menengah di Kota di ; I24 = RT Gol Atas di Kota di Berdasarkan Tabel 23 terlihat bahwa simulasi kebijakan yang dikenakan pada sektor tambang batubara memberikan pengaruh terbesar terhadap perusahaan baik di maupun di luar dibandingkan dengan pengaruh yang ditransmisikan ke Rumahtangga. Hal ini sesuai dengan karekteristik sektor pertambangan batubara yang lebih berpihak ke pemilik kapital sehingga pendapatan yang diterima oleh perusahaan jauh lebih tinggi dibanding yang diterima oleh Rumahtangga.

12 142 Non S49 GI: S110 GI: S33 FP17 I25 S51 GI: S49 GI: S110 GI: S33 FP17 S51 GI: I86 Sumber: IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah Keterangan : S = Sektor Produksi ; FP = Faktor Produksi ; I = Institusi S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di ; FP17 = Kapital; S45 = Sektor industri logam dasar di ; FP6 = TK Produksi dibayar di kota di ; S51 = Sektor Konstruksi di ; FP10 = TK Tata Usaha/Penjualan dibayar di kota di ; S43 = Sektor industri kimia di ; FP14= TK Profesional dibayar di kota di ; S49 = Sektor industri lainnya di ; I25 = Perusahaan di ; I86 = Perusahaan di luar ; S110 = Sektor industri lainnya diluar ; I23 = RT Gol Menengah di Kota di ; I24 = RT Gol Atas di Kota di Gambar 16. Analisis Jalur Investasi Barang Modal Interregional dan Intraregional Sektor Pertambangan terhadap Pendapatan Institusi Rumahtangga yang menerima pendapatan yang terdeteksi SPA adalah golongan Rumahtangga menengah dan golongan tinggi kota di, sedangkan Rumahtangga diluar hampir tidak menikmati karena dengan adanya investasi ini lebih banyak diserap oleh perusahaan-perusahaan

13 143 yang ada di luar. Rumahtangga golongan menengah di kota di, dengan pengaruh global sebesar 0.024, ditransmisikan melalui sektor pertambangan batubara dan tambang lainnya yang ditransmisikan kembali melalui tenaga kerja penjualan dan tata usaha dibayar di kota di. Sedangkan Rumahtangga golongan atas di kota di, dengan pengaruh global sebesar 0.044, ditransmisikan melalui sektor pertambangan batubara dan tambang lainnya yang ditransmisikan kembali melalui tenaga kerja profesional dibayar di kota di. Dengan demikian, dapat disimpulkan investasi barang modal sektor batubara dan tambang lainnya di Pulau terhadap pendapatan institusi di dan diluar lebih berdampak ke peningkatan pendapatan perusahaan baik di maupun diluar dan kepada peningkatan Rumahtangga golongan atas dan menengah di kota di itu sendiri Spilover Effect Akibat dari Investasi Barang Modal di Sektor Pertambangan Batubara dan tambang Lainnya di Spillover effect pada dasarnya hendak menggambarkan dampak dari kemajuan (guncangan output) suatu sektor produksi tertentu atau sekelompok sektor produksi di suatu wilayah terhadap sektor-sektor produksi di wilayah lain, baik secara individu maupun secara keseluruhan. Spillover effect ini dapat dianalisis melalui efek multiplier interregional, teristimewa melalui dekomposisi multiplier interregional (Rum Alim, 2006). Dekomposisi multiplier interregional pada dasarnya hendak menjelaskan tentang pengaruh berantai dari guncangan output (injeksi) pada salah satu sektor produksi pada suatu wilayah terhadap perekonomian keseluruhan wilayah yang diamati. Efek guncangan output ini dapat berlangsung pada blok neracanya

14 144 sendiri, kemudian ke blok neraca lain dan akhirnya kembali ke blok neracanya sendiri. Dalam kaitan ini, dekomposisi multiplier interregional terdiri atas: (1) Own effect (M r1 ) menunjukkan efek guncangan output dalam region yang sama, (2) interregional open-loop multiplier effect (M r2 ) menunjukan efek guncangan output interregional yaitu efek guncangan output dari satu region ke region lainnya, dan (3) closed-loop multiplier effect within region (M r3 ) menunjukkan efek guncangan output yang kembali pada blok neraca semula. Dekomposisi dalam konsep interregional secara keseluruhan menggambarkan efek total multiplier yang terjadi melalui Own Effects, Open Loop Effects, dan Closed Loop Effects, sedangkan efek total multiplier interregional (Mtot Interreg) terjadi melalui Open Loop Effects, dan Closed Loop Effects, dan efek total multiplier intra region (Mtot Intra Reg) terjadi melaui Own Effects dan Closed Loop Effects. Berdasarkan Tabel 24, terlihat bahwa koefisien multiplier Mtot Intra Reg sebesar 0,0489, MTot Inter Reg sebesar , dan Efek Total sebesar Koefisien-koefisien tersebut menyatakan bahwa apabila terdapat guncangan investasi di sektor pertambangan batubara dan lainnya di sebesar satu unit rupiah memberikan Efek Total pada pendapatan di sektor tersebut sebesar unit rupiah yang terdistribusikan dari investasi di wilayah sendiri di (intraregional) sebesar unit rupiah dan yang berasal dari investasi luar (interregional) sebesar unit rupiah.

15 145 Tabel 24. Efek Total dari Investasi Sektor Pertambangan Batubara dan Tambang Lainnya di Awal Guncangan Output Non Industri Lainnya Efek Shock Investasi terhadap Sektor Pertambangan Own Effect Open Loop Effect Close Loop Effect Multiplier Konstruksi MTot Intra Regional Industri Alat Angkutan Total Mtot Intra Regional Industri Mesin Industri Alat Angkutan MTot Inter Regional Industri Lainnya Total Mtot Inter Regional Efek Total Sumber: IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah) Efek dari intraregional sendiri lebih banyak didistribusikan dari barang modal di sektor industri lainnya, begitu juga dari luar wilayah/interregional juga lebih banyak didistribusikan dari barang modal di sektor industri lainnya. Bedanya di wilayah sendiri (selain industri lainnya), ada yang didistribusikan dari sektor industri alat angkutan dan sektor konstruksi sedangkan di luar wilayah, ada yang didistribusikan dari sektor industri alat angkutan dan sektor mesin yang ada di luar Rangkuman 1. Dampak peningkatan investasi sektor pertambangan di terhadap faktor produksi, ternyata manfaatnya terbesar justru terjadi di luar. Hal ini memberikan indikasi bahwa kepemilikan atas faktor produksi, utamanya kapital banyak dimiliki oleh penduduk di luar 2. Dampak peningkatan investasi sektor pertambangan di terhadap pendadapat rumahtangga, ternyata dampaknya juga banyak di nikmati oleh rumahtangga di Luar. Hal ini juga memberikan indikasi bahwa

16 146 banyak terdapat tenaga kerja di pertambangan yang bukan penduduk, sehingga pendapatannya di transfer ke luar wilayah. 3. Pola yang sama juga pengaruhnya pada sektor produksi, banyaknya input produksi yang tidak disediakan di Kalimanatan membuat peningkatan investasi dampaknya juga lari ke luar wilayah Dampak Kenaikan Ekspor Sektor Pertambangan Bagian ini akan menjelaskan dampak apabila terjadi lonjakan permintaan produk pertambangan batubara dan pertambangan lainnya, baik untuk memenuhi permintaan dunia maupun dalam negeri terhadap perekonomian nasional dan regional. Dalam hal ini diasumsikan bahwa permintaannya (ekspor) produk pertambangan batubara dan pertambangan lainnya naik sebesar 20 persen. Adapun dampaknya terhadap perekonomian yang akan dilihat meliputi antara lain: (1) perubahan nilai tambah faktor produksi dan (2) perubahan pendapatan Rumahtangga Perubahan Nilai Tambah Faktor Produksi Besarnya dampak dari peningkatan ekspor sektor pertambangan batubara sebesar 20 persen terhadap nilai tambah faktor produksi ditampilkan pada Tabel 25. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa adanya kenaikan ekspor sebesar 20 persen di sektor pertambangan batubara dan pertambangan lainnya mampu meningkatkan pendapatan faktor produksi secara nasional sebesar Rp triliun atau meningkat sebesar persen. Faktor Produksi di bertambah sebesar Rp triliun atau meningkat sebesar persen dan di non terjadi tambahan pendapatan Faktor Produksi sebesar Rp triliun atau tumbuh sebesar persen.

17 147 Pada perekonomian, distribusi tambahan pendapatan pada Faktor Produksi ternyata alokasi terbesarnya ada pada faktor produksi kapital, yaitu sebesar 81 persen dari total pendapatan Faktor Produksi yang tercipta di. dan sisanya sebesar 19 persen untuk faktor produksi tenaga kerja. Pada perekonomian non-, kondisinya agak sedikit berbeda, alokasi pendapatan faktor produksi terdistribusi relatif lebih merata. Alokasi untuk faktor produksi kapital sebesar persen dan tenaga kerja sebesar persen. Tabel 25. Dampak Kenaikan Ekspor Pertambangan Batubara Sebesar 20 Persen terhadap Penambahan Pendapatan Faktor Produksi Non Faktor Produksi Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (%) Distribusi (%) Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (%) Distribusi (%) Pertanian Produksi, Operator Alat angkutan dan buruh kasar Tata Usaha, Penjualan, Jasajasa Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi Tenaga Kerja Kapital Total Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah) Pada sisi yang lain, pada perekonomian apabila dilihat dari angka pertumbuhannya tertinggi diterima oleh tenaga kerja kepemimpinan, militer, dan profesional, yaitu sebesar persen. Sedangkan pada perekonomian non terjadi pada tenaga kerja pertanian, yaitu tumbuh sebesar persen..

18 148 Khusus pada faktor produksi tenaga kerja di, distribusi total kenaikan nilai tambah yang tertinggi diterima oleh tenaga kerja produksi operator alat angkutan dan buruh kasar, yaitu sebesar 8.70 persen dengan kenaikan yang juga relatif tinggi yaitu sekitar persen. Ini berarti, tenaga kerja produksi operator alat angkutan dan buruh kasar di lebih banyak memperoleh manfaat dari peningkatan output sektor pertambangan dibandingkan jenis tenaga kerja yang lain. Ini disebabkan oleh nilai dampak pengganda neraca yang diterima jenis tenaga kerja ini dari neraca sektor produksi, secara umum, relatif lebih tinggi dibanding jenis tenaga kerja lainnya. Pada perekonomian non faktor produksi tenaga kerja di non, distribusi total kenaikan nilai tambah yang tertinggi diterima oleh tenaga kerja tata usaha, penjualan dan jasa, yaitu sebesar persen dengan kenaikan yang juga relatif tinggi yaitu sekitar persen Perubahan Pendapatan Rumahtangga Pendapatan faktor produksi diatas selanjutanya didistribusikan ke Rumahtangga atas kepemilikan atas faktor, sehingga pendapatannya harus dibagi diantara golongan Rumahtangga. Tabel 26 menunjukkan besarnya dampak peningkatan ekspor sektor pertambangan batubara dan pertambangan lainnya terhadap pendapatan Rumahtangga di dan non-. Berdasarkan Tabel 26 dapat dilihat bahwa peningkatan ekspor sektor pertambangan batubara di sebesar 20 persen dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga dalam perekonomian nasional sebesar Rp triliun. Pada perekonomian ada tambahan pendapatan rumahtangga sebesar

19 149 Rp tiliun atau meningkat sebesar persen, dan dalam perekonomina non bertambah sebanyak Rp triliun atau meningkat sebesar persen. Pada perekonomian, apabila dilihat dari distribusinya berdasarkan desa-kota, terlihat bahwa, peningkatan pendapatan rumahtangga terbesar terjadi pada rumahtangga kota (64.27 persen). Begitu juga pada perekonomian non-, lebih banyak terdistribusi pada rumahtangga di perkotaan (68.10 persen). Sementara itu, apabila dilihat berdasarkan kelompok pendapatan rumahtangga, di pada wilayah perdesaan banyak terdistribusi pada rumahtangga dengan pendapatan tinggi (23.77 persen) dan pada wilayah perkotaan juga pada rumahtangga dengan pendapatan tinggi (37.53 persen. Sedangkan pada perekonomian non-, untuk wilayah perdesaan pendapatan banyak terdistribusi pada rumahtangga berpendapatan sedang dan wilayah perkotaan pada rumahtangga dengan pendapatan tinggi. Tabel 26. Dampak Peningkatan Ekspor Pertambangan Batubara Sebesar 20 Persen terhadap Penambahan Pendapatan Rumahtangga Wilaya h Golongan Pendapatan Rumahtangga Nilai (Juta rupiah) Kenaikan (Persen) Distribusi (Persen) Nilai (Juta rupiah) Non Kenaikan (Persen) Distribus i (Persen) Rendah Desa Sedang Tinggi Rendah Kota Sedang Tinggi Total Runah Tangga Desa , Total Rumahtangga Kota , Total Rumahtangga , Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah)

20 Transmisi Jalur Akibat Kenaikan Output Sektor Pertambangan Batubara di Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa kenaikan output sektor pertambangan batubara dan lainnya di Pulau (S33) berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan faktor produksi, pendapatan institusi, dan peningkatan output sektor-sektor lainnya baik di Pulau maupun di Luar. Tabel 27. Transmisi Akibat Kenaikan Output di Sektor Pertambangan Batubara dan Lainnya di Pulau Terhadap Peningkatan Pendapatan di dan di Luar Asal Jalur Pengaruh Global (GI) Jalur Pengaruh Langsung (DI) Path Multiplier Pengaruh Total (TI) TI/GI (persen) Kum TI/GI (persen) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Sektor Pertambangan Batubara dan Lainnya di Pulau (S 33) S33-FP S33-S34-FP S33-S60-FP S33-S34-S32- FP S33-FP17-I S33-FP17-I I S33-S34-FP I S33-S95-FP77- I S33-S108- FP77-I S33-S119- FP77-I S33-S95-S93- FP77-I S33-FP17-I S33-FP17-I86- I S33-S34-FP I Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah) Keterangan : S = Sektor Produksi; FP = Faktor Produksi, dan I = Institusi, S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di ; S119 = Sektor jasa perbankan di Luar, FP17 = Faktor produksi kapital di ; I25 = Perusahaan di, FP77 = Faktor produksi kapital di luar; I86 = Perusahaan di luar ; S60 = Sektor jasa lainnya di ; S53 = Sektor hotel dan restoran di

21 151 Peningkatan pendapatan terbesar akibat peningkatan output S33 diterima oleh tiga blok yakni perusahaan di (I25), perusahaan di luar (I86), dan kapital di (FP17). Hal ini bisa dilihat dari besarnya pengaruh global (IG) yang ditimbulkannya (lihat Tabel 27) yakni kenaikan pendapatannya melebihi 25 persen; persen kenaikan untuk penciptaan modal di, persen untuk kenaikan pendapatan perusahaan di luar dan sebesar persen untuk kenaikan pendapatan perusahaan di. Pengaruh yang paling efektif peningkatan pendapatan kapital di Pulau ditransmisikan langsung dari sektor pertambangan batubara dan lainnya di Pulau itu sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh persentase TI/GI pada jalur tersebut (S33-FP17) sebesar persen. Sedangkan pengaruh yang paling efektif peningkatan pendapatan perusahaan di Pulau ditransmisikan pendapatan kapital di Pulau yang ditunjukkan dengan persentase TI/GI pada jalur (S33-FP17-I25) sebesar persen. Sama halnya dengan pendapatan perusahaan di, pengaruh yang paling efektif pada peningkatan pendapatan perusahaan di Pulau luar juga ditransmisikan melalui pendapatan kapital di Pulau yang ditunjukkan dengan persentase TI/GI pada jalur (S33-FP17-I86) sebesar persen. Jika dibandingkan antara peningkatan pendapatan perusahaan yang terjadi, peningkatan pendapatan yang lebih besar justru diterima oleh perusahaan di luar (I86) dibandingkan perusahaan di (I25). Artinya jika ada guncangan output di sektor pertambangan batubara dan lainnya di sebesar 1 unit akan berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan perusahaan di luar sebesar unit dan sebesar unit untuk kenaikan pendapatan perusahaan di. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan guncangan

22 152 pada sektor tersebut lebih dinikmati oleh perusahaan-perusahaan yang ada di luar daripada didalam wilayah regional sendiri. Pada Gambar 17 terdapat tiga jalur yang mempengaruhi kenaikan pendapatan kapital di Pulau (FP17), dimana jalur ini merupakan jalur yang terdeteksi SPA. Empat jalur tersebut adalah kenaikan output sektor pertambangan batubara dan lainnya di Pulau yang ditransmisikan melalui transmisi langsung, melalui sektor jasa lainnya (S60), serta melalui sektor pertambangan migas di (S32) dan sektor industri migas di (S34). Karena modal erat kaitannya dengan pendapatan perusahaan, kenaikan pendapatan kapital di ini (FP17) menyebabkan peningkatan pendapatan perusahaan yang ada di (I25). S33 S34 S32 FP17 GI: I25 GI: S60 S93 I86 GI: S95 FP77 S108 S119 Non Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah) Keterangan : S = Sektor Produksi ; FP = Faktor Produksi ; I = Institusi; S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di ; S119 = Sektor jasa perbankan di Luar ; FP17 = Faktor produksi kapital di ; I25 = Perusahaan di FP77 = Faktor produksi kapital di luar ; I86 = Perusahaan di luar ; S60 = Sektor jasa lainnya di ; S53 = Sektor hotel dan restoran di Gambar 17. Analisis Jalur Peningkatan Ekspor Sektor Pertambangan Batubara di Terhadap Peningkatan Pendapatan Kapital

23 153 Terdapat 2 jalur yang terdeteksi oleh SPA yakni yang ditransmisikan melalui transmisi langsung dan melalui perusahaan di luar. Selain perusahaan di, kenaikan pendapatan kapital di ini (FP17) menyebabkan peningkatan pendapatan perusahaan yang ada di luar (I86). Kenaikan ini ditrasmisikan melalui dua jalur yang terdeteksi SPA yakni yang ditransmisikan melalui transmisi langsung (oleh peningkatan kapital sendiri) dan melalui perusahaan di. Tabel 28. Transmisi Kenaikan Ekspor Sektor Pertambangan Batubara di Pulau Terhadap Penciptaan Kapital di dan Non Asal Jalur Pengaruh Global (GI) Jalur Pengaruh Langsung (DI) Path Multiplier Pengaru h Total (TI) TI/GI (perse n) Kum TI/GI (persen) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Sektor Pertambangan Batubara dan Lainnya di Pulau (S 33) S33-FP S33-S34-FP S33-S60-FP S33-S34-S32- FP S33-S95-FP S33-S104-FP S33-S108-FP S33-S119-FP S33-S121-FP S33-S95-S93- FP77 S33-S104-S93- FP Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah) Keterangan : S = Sektor Produksi ; FP = Faktor Produksi; S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di ; FP17 = Faktor produksi kapital di Kalimantal; S60 = Sektor jasa lainnya di ; S53 = Sektor hotel dan restoran di ; S95 = Sektor industri migas di Luar ; S108 = Sektor mesin dan peralatannya di Luar ; S119 = Sektos jasa perbankan di Luar ; S121 = Sektor jasa lainnya di Luar ; S 93 = Sektor pertambangan migas di Luar ; Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa kenaikan output sektor pertambangan batubara dan lainnya di Pulau (S33) berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan kapital baik di Pulau itu sendiri

24 154 (FP17) maupun di Luar (FP77). Hal ini bisa dilihat dari besarnya pengaruh global yang ditimbulkannya (lihat Tabel 28) yakni kenaikan pendapatan sebesar unit untuk penciptaan modal di dan sebesar untuk di luar. Pengaruh yang paling efektif peningkatan pendapatan kapital di Pulau ditransmisikan langsung dari sektor pertambangan batubara dan lainnya di Pulau itu sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh persentase TI/GI pada jalur tersebut (S33-FP17) sebesar persen. TI/GI menunjukkan kontribusi suatu jalur terhadap keseluruhan transmisi dari sektor asal dan ke tujuan yang sama. S33 S34 S32 FP17 GI: S60 S95 S93 S104 S108 FP77 GI: S119 S121 Non Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah) Keterangan : S = Sektor Produksi ; FP = Faktor Produksi;S33 = Sektor pertambangan dan lainnya di ;FP17 = Faktor produksi kapital di Kalimantal;S60 = Sektor jasa lainnya di ;S53 = Sektor hotel dan restoran di ;S95 = Sektor industri migas di Luar ;S108 = Sektor mesin dan peralatannya di Luar ;S119 = Sektos jasa perbankan di Luar ;S121 = Sektor jasa lainnya di Luar ;S 93 = Sektor pertambangan migas di Luar Gambar 18. Analisis Jalur Kenaikan Ekspor Sektor Pertambangan Batubara di Pulau Terhadap Penciptaan Kapital

25 155 Pada Gambar 16 terdapat tiga jalur yang mempengaruhi kenaikan pendapatan kapital di Pulau (FP17), dimana jalur ini merupakan jalur yang terdeteksi SPA. Tiga jalur tersebut adalah kenaikan investasi sektor industri pertambangan batubara dan lainnya di Pulau yang ditransmisikan melalui transmisi langsung, melalui sektor jasa lainnya (S60), serta melalui sektor pertambangan migas di (S32) dan sektor industri migas di (S34). Tabel 29. Pengaruh Global Akibat Kenaikan Ekspor Sektor Pertambangan Batubara di Pulau Terhadap Peningkatan Pendapatan Rumahtangga. Wilayah Kode Institusi Pengaruh Global (GI) Urutan RT19 RT Gol Bawah Desa RT20 RT Gol Menengah Desa RT21 RT Gol Atas Desa RT22 RT Gol Bawah Kota RT23 RT Gol Menengah Kota RT24 RT Gol Atas Kota RT79 RT Gol Bawah Desa RT80 RT Gol Menengah Desa Luar RT81 RT Gol Atas Desa RT82 RT Gol Bawah Kota RT83 RT Gol Menengah Kota RT84 RT Gol Atas Kota Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah) Sedangkan pengaruh yang paling efektif peningkatan pendapatan kapital di Pulau Luar ditransmisikan oleh sektor jasa perbankan di luar (S119). Peningkatan pendapatan kapital melalui sektor jasa perbankan tersebut dapat dijelaskan bahwa sektor pertambangan batubara dan lainnya di membutuhkan peranan sektor perbankan di luar untuk modal yang digunakan dalam proses produksinya.

26 156 Selain peningkatan pendapatan kapital, dari Tabel 29 menunjukkan bahwa kenaikan ekspor sektor pertambangan batubara di (S33) menyebabkan kenaikan kesejahteraan masyarakat terutama pada Rumahtangga di perkotaan baik di maupun di Luar. Hal ini bisa dilihat dari besarnya pengaruh global yang ditimbulkannya (lihat Tabel 29). Kenaikan pendapatan terbesar diterima oleh Rumahtangga golongan atas kota di luar (0.123), peringkat kedua diterima Rumahtangga golongan menengah kota di luar (0.089), dan peringkat ketiga Rumahtangga golongan atas kota di (0.087). Secara umum dapat dikatakan ada kecenderungan bahwa Rumahtangga kota akan lebih besar terkena dampak kenaikan pendapatan akibat adanya kenaikan ekspor di sektor pertambangan batubara. Tabel 30. Transmisi Jalur Kenaikan Ekspor Sektor Pertambangan di Pulau Terhadap Peningkatan Pendapatan Rumahtangga Asal Jalur Pengaruh Global (GI) Jalur Pengaruh Langsung (DI) Path Multiplier Pengaruh Total (TI) TI/GI (persen) Kum TI/GI (persen) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Sektor Pertambangan Batubara dan Lainnya di Pulau (S 33) S33-FP17- RT84 S33-FP17- RT83-RT84 S33-FP17- RT86-RT84 S33-FP17- RT83 S33-FP17- RT86-RT S33-FP6-RT S33-FP8-RT S33-FP10- RT24 S33-FP12- RT24 S33-FP14- RT24 S33-FP17- RT Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah)

27 157 Pengaruh yang paling efektif peningkatan pendapatan Rumahtangga golongan atas di kota di ditransmisikan melalui dua faktor produksi yakni dari tenaga kerja bukan penerima upah gaji di bagian tata usaha di kota (FP10) dan bukan tenaga kerja di (FP17). Sedangkan pada Rumahtangga golongan atas di kota di luar paling efektif ditransmisikan melalui faktor produksi modal (FP 17). Hal ini terlihat bahwa Rumahtangga di kota di dan luar menerima pendapatan modal lebih banyak dibandingkan Rumahtangga lainnya. FP6 FP8 RT83 GI: FP10 RT24 GI: S33 FP17 RT84 GI: FP12 FP12 RT86 FP17 Non Sumber : IRSAM -Non Updating, 2008 (diolah) Gambar 19. Analisis Jalur Kenaikan Ekspor Pertambangan Batubara di Terhadap Peningkatan Pendapatan

28 Spilover Effect Akibat Kenaikan Ekspor Sektor Pertambangan Batubara di Dengan model IRSAM, dapat diketahui efek intraregional ataupun interregional akibat pengaruh guncangan output di sektor pertambangan batubara dan tambang lainnya dan akibat investasi intra dan interregional terhadap pendapatan sektor batubara dan tambang lainnya. Adapun hasil pengolahan dengan menggunakan IRSAM -Non Updating Tahun 2008 adalah sebagai berikut : Berdasarkan Tabel 31, terdapat koefisien multiplier sebesar untuk Mtot Intra Reg, Mtot InterReg, dan 2,0519 untuk EFEK TOTAL. Koefisien-koefisien tersebut menyatakan bahwa guncangan output pada sektor pertambangan batubara dan lainnya di sebesar satu unit rupiah memberikan EFEK TOTAL pada output seluruh sektor dalam perekonomian sebesar 2,0519 unit rupiah yang terdistribusikan ke dalam wilayah sendiri di (intra region) sebesar 1,4799 unit rupiah dan yang ke luar (interregional) sebesar 0,5720 unit rupiah. Dengan kata lain, EFEK TOTAL dari guncangan output sektor pertambangan batubara dan lainnya di menimbulkan efek multiplier didalam wilayah sendiri (self-generate effect) sebesar 1,4799 unit rupiah dan spill over effects ke luar sebesar 0,5720. Apabila angka-angka ini dipersentasekan, nampak bahwa guncangan output pada sektor sektor pertambangan batubara dan lainnya di menimbulkan efek total di dalam wilayah sendiri (self-generate effect) sebesar persen dan spill over effects sebesar persen dari EFEK TOTAL output.

29 159 Dengan meningkatkan output sektoral, guncangan tersebut akan ditransmisikan ke pendapatan faktorial (tenaga kerja dan kapital) yang merupakan faktor-faktor yang digunakan dalam proses produksinya. Terlihat dari Tabel 31 guncangan output pada sektor pertambangan batubara dan lainnya di sebesar satu unit rupiah memberikan EFEK TOTAL pada pendapatan faktorial sebesar 0,9941 unit rupiah yang terdistribusikan ke dalam wilayah sendiri di (intra region) sebesar 0,8221 unit rupiah dan yang ke luar (interregional) sebesar 0,1720 unit rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa efek total bagi pendapatan faktorial di dalam wilayah sendiri (self-generate effect) jauh lebih besar dibanding spill over effects ke luar yakni sebesar 827 persen ke intraregional dan sebesar 17.3 persen ke interregional. Tabel 31. Efek Total dari Guncangan Output Sektor Pertambangan Batubara dan tambang Lainnya di terhadap Output Sektoral, Pendapatan Institusi, Pendapatan Faktor, dan Total Perekonomian Aktivitas Wilayah I Own effect Efek Terhadap Output Sektor Produksi Efek Terhadap Faktor Produksi Efek Terhada Institusi Efek terhadap Total Perekonomian MTOT Intra Regional MTOT Inter Regional Open Loop Effect Close Loop Effect Multiplier Efek Total MTOT Intra Regional MTOT Inter Regional Efek Total MTOT Intra Regional MTOT Inter Regional Efek Total MTOT Intra Regional MTOT Inter Regional Efek Total Sumber: IRSAM -Non Updating, 2008 diolah

30 160 Institusi merupakan blok sektor dalam perekonomian makro yang menerima pendapatan baik berupa upah gaji ataupun pendapatan modal. Berdasarkan Tabel 31 di atas menyatakan bahwa guncangan output pada sektor pertambangan batubara dan lainnya di sebesar satu rupiah memberikan Efek Total pada pendapatan institusi sebesar unit rupiah yang terdistribusikan ke dalam wilayah (intraregion) sebesar unit rupiah dan yang ke luar (interregional) sebesar unit rupiah. Dari persentase ini nampak bahwa guncangan output pada sektor sektor pertambangan batubara dan lainnya di menimbulkan efek total bagi pendapatan institusi di dalam wilayah sendiri (self-generate effect) hampir sama dengan spillover effects ke luar yakni sebesar 51 persen ke intraregional dan sebesar 49 persen ke interregional. Dengan demikian, secara keseluruhan guncangan output pada sektor pertambangan batubara dan lainnya di sebesar satu unit rupiah memberikan Efek Total pada pendapatan seluruh sektor perekonomian Indonesia ( dan Luar ) sebesar unit rupiah yang terdistribusikan ke dalam wilayah sendiri di (intraregion) sebesar rupiah dan yang ke luar (interregional) sebesar rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa efek total bagi pendapatan seluruh perekonomian di dalam wilayah sendiri (self-generate effect) dua kali lipatnya dibanding spill over effects ke luar yakni sebesar persen ke intraregional dan sebesar persen ke interregional.

31 Rangkuman 1. Penambahan output sektor pertambangan akibat adanya peningkatan ekspor pengaruhnya ternyata banyak dinikmati oleh luar. Pada sisi lain, alokasi tambahan pada faktor produksi juga banyak dinikmati oleh faktor produksi kapital. 2. Begitu juga halnya dengan pendapatan di rumahtangga, akibat adanya tambahan output di sektor pertambangan tambahan pendaptatan Rumahtangga banyak di nikmati oleh penduduk di luar Kalimatan, dan distrubsinya banyak dinikmati oleh rumahtangga di kota Analisis Simulasi Kebijakan Analisis simulasi kebijakan pada bagian ini dimaksudkan untuk mendapatkan alternatif kebijakan pembangunan sektor pertambangan yang dapat dapat memberikan manfaat yang optimal bagi kemajuan pembangunan perekonomian. Adapun hasil yang diharapkan adalah adanya transformasi ekonomi ke arah sektor pertanian dan agroindustri dan juga terjadinya penyeberan pendapatan yang relatif lebih merata pada seluruh kelompok rumahtangga Simulasi Kebijakan Pembangunan Sektor Pertambangan di terhadap Pendapatan Sektor Produksi Kegiatan usaha pertambangan pada hakekatnya adalah eksploitasi terhadap sumber daya mineral, yang pada akhirnya akan terus berkurang dan akan habis mengingat sumber daya mineral tersebut merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan. Dengan demikian, bila suatu ketika kegiatan pertambangan berhenti beroperasi karena telah habisnya cadangan, tentu akan menimbulkan masalah fisik (ecosystem), seperti lahan bekas penambangan, maupun masalah sosial (social

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan 138 BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA 6.1. Infrastruktur dan Kinerja perekonomian Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. Sub bab ini akan membahas tentang analisis hasil terhadap

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1 PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati 1 ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis peran sektor agroindustri dalam perekonomian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis multiplier dan analisis jalur struktural (SPA) mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 trilyun terhadap

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

Keterangan * 2011 ** 2012 *** Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 BPS PROVINSI BENGKULU No. 10/02/17/XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,30 PERSEN, MENINGKAT DIBANDINGKAN TAHUN 2015 Perekonomian Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 133 BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Struktur Perekonomian Kepulauan Bangka Belitung Sebelum Transformasi Untuk mengetahui struktur perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dilakukan analisis struktur

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/

Lebih terperinci

V. MEMBANGUN DATA DASAR

V. MEMBANGUN DATA DASAR V. MEMBANGUN DATA DASAR Sudah dikemukakan sebelumnya, di bagian metodologi bahwa sumber data utama yang digunakan dalam studi ini dalam rangka membangun Model CGE-Investasi Regional (CGE-IR) adalah Tabel

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q. Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013*** 8 6 4 2 5.99 6.29 6.81 6.45 6.52 6.49 6.50 6.29 6.36 6.16 5.81 6.11 6.035.81 3.40 2.69 2.04 2.76 3.37 1.70 1.50 2.82 3.18 1.42 2.61 0-2 (1.42) (1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier (VM ), household induced income multiplier (HM), firm income multiplier (FM), other

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 Abstract

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: a. Sektor ekonomi Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA Triwulan I - 2015 SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengindikasikan kegiatan usaha pada triwulan I-2015 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA No. 18/05/31/Th. XI, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2009 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2009 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA 8.1. Analisis Simulasi Kebijakan Dalam analisis jalur struktural atau SPA sebelumnya telah diungkap bagaimana

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2012 No. 06/05/62/Th.VI, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2012 PDRB Kalimantan Tengah Triwulan I-2012 dibanding Triwulan yang sama tahun 2011 (year on year) mengalami sebesar 6,26

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Mudrajad Kuncoro Juli 2008 Peranan Masing- Masing Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Tahun 1995-2008* No. Cabang Industri Persen

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN Biro Riset LMFEUI Data tahun 2007 memperlihatkan, dengan PDB sekitar Rp 3.957 trilyun, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar, yaitu Rp

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

P U S J A T A N. Muktar Napitupulu 1), Mangara Tambunan 2), Arief Daryanto 3), Rina Oktaviani 4)

P U S J A T A N. Muktar Napitupulu 1), Mangara Tambunan 2), Arief Daryanto 3), Rina Oktaviani 4) DAMPAK INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP PEREKONOMIAN PULAU JAWA-BALI DAN SUMATERA (THE IMPACT OF ROAD INFRASTRUCTURE ON ECONOMICS IN JAVA, BALI AND SUMATERA) Muktar Napitupulu 1), Mangara Tambunan 2), Arief

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011 No. 06/05/62/Th.V, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011 PDRB Kalimantan Tengah Triwulan I-2011 dibanding Triwulan yang sama tahun 2010 (year on year) mengalami pertumbuhan sebesar

Lebih terperinci

V. METODE PENELITIAN

V. METODE PENELITIAN V. METODE PENELITIAN 5.. Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI Sebagaimana telah diungkapkan dalam Bab terdahulu bahwa studi ini akan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antarregional KBI-KTI atau

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

VII. DAMPAK REVITALISASI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAMBI. satu bagian dari triple track strategy yang dijalankan oleh pemerintah saat ini

VII. DAMPAK REVITALISASI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAMBI. satu bagian dari triple track strategy yang dijalankan oleh pemerintah saat ini VII. DAMPAK REVITALISASI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAMBI Pembangunan kembali (revitalisasi) sektor kehutanan merupakan salah satu bagian dari triple track strategy yang dijalankan oleh pemerintah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** (1) (2) (3) (3) (4) (4) (5) (5) (6) (6) (7) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 No.11/02/63/Th XVII, 5 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2012 tumbuh sebesar 5,73 persen, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor konstruksi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/01/Th. XIII, 4 Januari 2010 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR NOVEMBER HARGA GROSIR NAIK 0,73 PERSEN Pada bulan November Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga

Lebih terperinci