6. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 6. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Mengingat sejak bulan Juli 2010 terjadi kenaikan TDL yang berbeda pada tiap kelompok pelanggan listrik, dan awal 2011 khususnya sektor industri kembali mengalami kenaikan TDL walau tanpa persetujuan pemerintah, maka besar shock akan dilakukan sesuai dengan keadaan nyata dengan 4 skenario. Keempat skenario tersebut dianalisis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tabel I-O memiliki keterbatasan untuk mengakomodasi shock yang dilakukan melalui skenario perubahan harga, hal tersebut menjadikan simulasi pada penelitian ini dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui guncangan (shock) penurunan subsidi listrik yang akan berdampak pada kenaikan harga listrik (TDL), dimana dalam model ini subsidi dianggap sebagai pajak negatif. Closure simulasi yang dipakai untuk kenaikan TDL pada pelanggan industri adalah dengan memberikan shock pada peubah eksogen delptxrate (c) atau Ordinary change in rate of domestic tax, untuk komoditi berdaya 1300 VA ke atas. Simulasi kenaikan TDL pada pelanggan rumahtangga dengan memberikan shock pada peubah eksogen f3tax (c,u) atau shifter in power of taxes on Household usage, untuk komoditi listrik berdaya 1300 VA ke atas pada kelompok rumahtangga atas yang berdaya 1300 VA ke atas (HouseHA). Selain shock pada kenaikan TDL akan dilakukan juga simulasi yang diharapkan bisa meminimisasi dampak negatifnya terhadap perekonomian Indonesia. Simulasi kebijakan meminimisasi dampak negatif kenaikan TDL dilakukan pada sektor listrik yaitu dengan kebijakan peningkatan efisiensi. Penelitian hanya mencakup efisiensi pada faktor primer yaitu efisiensi penggunaan tenaga kerja dan modal. Selain itu shock peningkatan efisiensi produksi juga akan dilakukan pada seluruh sektor ekonomi dengan menggunakan shock pada peubah eksogen a1prim (i) atau All primary-factor augmenting technical change. Simulasi kebijakan pemerintah untuk meminimisasi dampak negatif kenaikan TDL melalui penurunan PPN dengan memberikan shock pada peubah eksogen delptxrate (c) atau Ordinary change in rate of domestic tax, untuk seluruh sektor ekonomi.

2 Dampak Kenaikan TDL terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia Kebijakan kenaikan tarif dasar listrik per Juli tahun 2010 hanya diberlakukan untuk pelanggan listrik yang berdaya 1300 VA ke atas sedangkan pelanggan yang berdaya 900 VA ke bawah masih menerima subsidi sehingga tidak mengalami kenaikan TDL. Selain itu terdapat perbedaan tingkat kenaikan TDL pada tiap pelanggan listrik, sehingga penelitian ini menggunakan shock kenaikan TDL pada kelompok rumahtangga atas sebesar 18 persen dan pelanggan industri sebesar 30 persen (skenario 1). Hasil simulasi dalam penelitian ini memperlihatkan adanya dampak negatif yang ditimbulkan oleh kenaikan TDL baik secara makro maupun sektoral. Kondisi ini berlaku dalam jangka pendek dan panjang, berikut akan dibahas dampak kenaikan TDL terhadap ekonomi makro dan sektoral di Indonesia Dampak Kenaikan TDL terhadap Kinerja Ekonomi Makro di Indonesia Hasil simulasi kebijakan kenaikan TDL terhadap kinerja ekonomi makro Indonesia dapat dilihat pada Tabel 18. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan TDL dalam jangka pendek maupun jangka panjang berdampak negatif terhadap peningkatan PDB riil. PDB riil mengalami penurunan sebesar 0,27 persen dalam jangka pendek, demikian pula dalam jangka panjang mengalami penurunan yang jauh lebih besar yaitu sebesar 1,56 persen. Penurunan PDB riil tersebut disebabkan oleh penurunan output disemua sektor ekonomi akibat kenaikan TDL. Dari sisi permintaan agregat besarnya penurunan GDP riil lebih tajam pada jangka panjang karena adanya penurunan ekspor yang sangat besar, yaitu sebesar 3,28 persen. Hal ini disebabkan pada jangka panjang terjadi kenaikan harga ekspor sebesar 0,25 persen. Kenaikan harga tukar tersebut akan menyebabkan kenaikan harga output di pasar internasional meningkat yang berdampak pada menurunnya daya saing produk ekspor Indonesia di luar negeri. Sama halnya dengan volume ekspor, pada jangka pendek maupun jangka panjang terjadi penurunan volume impor masing-masing sebesar 0,21 persen dan 0,54 persen. Penurunan impor tersebut cenderung pada produk antara untuk produksi yang bahan bakunya sebagian besar masih tergantung pada impor.

3 95 Selain itu di Indonesia, sumber utama pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumahtangga sehingga turunnya konsumsi rumahtangga pada jangka pendek maupun jangka panjang juga ikut berperan dalam penurunan PDB riil. Pergeseran kurva agregrat penawaran ke kiri atas juga akan menyebabkan pergeseran ke bawah kurva permintaaan tenaga kerja. Pada jangka pendek, penurunan tenaga kerja yang terjadi adalah sebesar 0,89 persen. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut akan semakin memperburuk kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia. Tabel 18 Dampak kenaikan TDL terhadap peubah-peubah ekonomi makro di Indonesia. DAMPAK (%) DESKRIPSI Peubah Ekonomi Makro Neraca perdagangan/pdb (delb) - -0,89 Indeks deflator PDB sisi pengeluaran (p0gdpexp) 0,07 0,25 Upah nominal (p1lab) 0,09-0,67 Indeks harga investasi (p2tot) 0,06 0,15 Indeks harga konsumen (p3tot) 0,09 0,24 Indeks harga ekspor (p4tot) 0,02 0,25 Upah riil (realwage) -0,91 Indeks volume impor (x0cif_c) -0,21-0,54 PDB riil penggunaan (x0gdpexp) -0,27-1,56 Konsumsi RT (x3tot) -0,44-1,29 Indeks volume ekspor (x4tot) -0,24-3,28 Tenaga kerja (employ) Keterangan : = jangka pendek (short-run) = jangka panjang (long-run) Besarnya inflasi akibat kebijakan kenaikan TDL adalah sebesar 0,09 persen pada jangka pendek dan 0,24 persen pada jangka panjang. Sejalan dengan inflasi nasional tingkat upah nominal tenaga kerja meningkat sebesar 0,09 persen pada jangka pendek. Pada jangka panjang upah nominal tenaga kerjanya mengalami

4 96 penurunan sebesar 0,67 persen. Hal ini terjadi karena permintaan kapital dijangka panjang mengalami penyesuaian sehingga produsen bisa bebas menentukan kapital yang akan digunakan dan dapat menekan upah riil tenaga kerjanya. Kenaikan harga investasi akibat kenaikan TDL pada jangka panjang mencapai 0,15 persen lebih besar dari jangka pendek yang hanya naik sebesar 0,06 persen. Kenaikan harga investasi ini menyebabkan investor kurang tertarik menanamkan modalnya. Padahal penanaman modal yang dilakukan oleh investor menjadi stimulus bagi sektor produksi untuk meningkatkan produksinya. Hasil analisis di atas menunjukan dampak negatif kenaikan TDL terhadap ekonomi makro di Indonesia jauh lebih besar untuk jangka panjang jika tidak diikuti kebijakan lain Dampak Kenaikan TDL terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral di Indonesia Analisis dampak kenaikan TDL terhadap kinerja ekonomi sektoral akan dibedakan menurut 2 kelompok analisis, yaitu (1) dampaknya terhadap output domestik, harga output dan permintaan tenaga sektoral dan (2) dampaknya terhadap konsumsi tiap kelompok rumahtangga sektoral. Analisis terhadap kedua kelompok tersebut akan dilihat dampak secara umum kebijakan kenaikan TDL terhadap masing-masing sektor (komoditas) ditinjau dari pola dan keterkaitan antar sektor Dampak Kenaikan TDL terhadap Output Domestik, Tingkat Harga dan Permintaan Tenaga Kerja Sektoral. Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan tarif dasar listrik (TDL) pada pelanggan listrik yang berdaya 1300 VA ke atas dimana sektor industri meningkat sebesar 30 persen dan kelompok rumahtangga meningkat sebesar 18 persen akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran ke kiri atas, sehingga output akan turun. Dari hasil simulasi menunjukkan kenaikan TDL berdampak pada penurunan output di seluruh sektor ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan output terbesar terjadi pada sektor listrik 1300 VA ke atas, hal ini terjadi karena sektor tersebut terkena dampak langsung kenaikan TDL sehingga permintaan listrik konsumen turun.

5 97 Sektor industri merupakan sektor yang paling rentan terkena dampak kenaikan TDL mengalami penurunan output dalam jangka pendek berkisar antara 0,10 persen (industri kimia) sampai dengan 0,66 persen (industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan industri logam dasar besi, baja dan bukan besi). Dalam jangka panjang sektor industri mengalami penurunan output dengan kisaran yang lebih tinggi dibanding jangka pendek, yaitu 0,34 persen (industri semen) sampai dengan 9,69 persen (industri logam dasar besi, baja, dan bukan besi). Penurunan yang cukup besar di sektor industri logam dasar besi, baja dan bukan besi dalam jangka panjang tersebut disebabkan karena pengaruh penurunan investasi secara agregat sebagai dampak dari kenaikan harga investasi padahal sektor ini termasuk sektor yang padat modal. Sektor listrik yang berdaya 1300 VA ke atas yang terkena kenaikan TDL, pada jangka pendek justru outputnya mengalami penurunan paling besar yaitu sebesar 2,13 persen. Penurunan tersebut disebabkan karena pangsa listrik terhadap sektor listrik itu sendiri cukup besar yaitu sebesar 16,85 persen. Besarnya pangsa listrik yang digunakan sendiri oleh sektor listrik, selain karena digunakan untuk proses produksi juga adanya listrik yang susut/hilang dalam proses transmisi maupun distribusi pelanggan yang cukup besar. Kondisi ini menunjukan bahwa kebijakan pemerintah meningkatkan TDL ternyata tidak positif terhadap kenaikan output sektor listrik tersebut. Kenaikan TDL akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya output. Kenaikan biaya output pada jangka pendek terjadi hampir disemua sektor ekonomi kecuali beberapa sektor seperti pertambangan dan penggalian, industri kimia, listrik berdaya 900 VA ke bawah dan sektor keuangan dan jasa perusahaan yang mengalami penurunan harga output. Sektor industri mengalami kenaikan harga output berkisar antara persen (industri bambu, kayu dan rotan) hingga 1,41 persen (industri semen). Tingginya kenaikan harga output semen, karena kebutuhan listrik untuk produksinya semen sangat tinggi yaitu mencapai 1 persen dari total biaya produksinya. Kenaikan TDL menyebabkan melonjaknya biaya produksi semen karena hampir semua listrik yang digunakan berasal dari PLN. Selain itu tidak adanya impor listrik di Indonesia menyebabkan industri semen tidak bisa

6 98 menghindari peningkatan biaya produksi akibat kenaikan TDL tersebut. Pada jangka panjang hampir seluruh sektor ekonomi mengalami kenaikan harga kecuali sektor pertanian turun persen. Kenaikan harga output akibat kenaikan TDL pada sektor industri berkisar antara 0,05 persen (industri kimia) sampai 1,71 persen (industri semen) pada jangka panjang. Tabel 19 Dampak kenaikan TDL terhadap output, tingkat harga dan permintaan tenaga kerja. SEKTOR OUTPUT (%) HARGA OUTPUT (%) PERMINTAAN TENAGA KERJA (%) Pertanian -0,31-1, ,39 5,91 Tambangali -0,03-1,55-0,02 0,05-0,23-0,51 IndMakMin -0,35-1,41 0,05-1,18 1,19 IndTekstPak -0,66-6,69 0,05 0,67-2,00-6,17 IndBambuKy -0,13-1,02 0,32-0,47-0,73 IndKertas -0,28-2,27 0,03 0,59-0,92-1,98 IndKimia -0,10-1,73-0,02 0,05-0,42-0,79 IndKrtPlstk -0,43-2,11 0,05 0,28-1,20-1,60 IndSemen -0,18-0,34 1,41 1,71-0,60-0,05 IndLgmDsr -0,66-9,69 0,05 0,90-3,75-9,38 IndBrgLgm -0,28-0,90 0,15 0,37-0,78-0,38 IndMesin -0,32-2,55 0,02 0,30-1,03-1,99 Indlainnya -0,64-3,19 0,14 0,75-1,54-2,96 Listrik900-0,06-1,14-0, ,25-0,84 Listrik1300-2,13-4,09 30,26 30,10-7,88-3,80 Gasair -0,40-1,70 0,09 0,83-1,58-1,09 Bangunan -0,02-0,12 0,06 0,13-0,06 0,14 PerdagHR -0,34-1,58 0,05 0,42-1,08-1,02 Angkom -0,48-2,11 0,04 0,20-1,51-0,78 KeuJspersh -0,13-1,49-0,19 0,16-0,57-0,98 JasaLain -0,32-0,68 0,18 0,04-0,47-0,28 Keterangan : = jangka pendek (short-run) = jangka panjang (long-run) Pergeseran kurva penawaran ke kiri atas disamping menurunkan output, juga akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Semakin besar penurunan output, akan semakin besar juga penurunan tenaga kerja. Sejalan

7 99 dengan kenaikan outputnya, pada sektor industri, kenaikan TDL mengakibatkan penurunan permintaan tenaga kerja yang berkisar antara 0,47 persen (industri bambu, kayu dan rotan) sampai 3,75 persen (industri logam dasar besi, baja dan bukan besi) pada jangka pendek. Penurunan permintaan tenaga kerja yang terjadi pada sektor industri rata-rata semakin besar pada jangka panjang, bahkan sektor industri logam dasar besi, baja dan bukan besi merupakan sektor yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja terbesar yaitu 9,38 persen. Sebaliknya pada jangka panjang industri makanan, minuman dan tembakau terjadi kenaikan penyerapan tenaga kerja akibat kenaikan TDL. Hal ini bisa terjadi karena pada jangka panjang stok kapital dan upah riil mengalami penyesuaian akibat kenaikan TDL sehingga turunnya upah riil dan meningkatnya harga investasi mendorong permintaan tenaga kerja. Kenaikan TDL pada sektor listrik yang berdaya 1300 VA ke atas, pada jangka pendek menyebabkan penurunan permintaan tenaga kerja yang sangat tajam pada sektor listrik itu sendiri hingga turun sebesar 7,88 persen, namun pada jangka panjang hanya turun sebesar 3,8 persen. Kebijakan kenaikan TDL berdampak pada penurunan permintaan tenaga kerja pada sektor bangunan sebesar 0,06 persen pada jangka pendek. Namun sebaliknya, pada jangka panjang sektor bangunan yang merupakan satu-satunya sektor yang mengalami kenaikan permintaan tenaga yaitu meningkat sebesar 0,14 persen. Hal ini bisa terjadi karena penurunan output sektor bangunan akibat kenaikan TDL adalah yang terkecil, baik pada jangka pendek maupun jangka panjang yaitu hanya turun 0,02 persen dan 0,12 persen Dampak Kenaikan persektor. TDL terhadap Konsumsi Rumahtangga Kenaikan TDL akan direspon rumahtangga dalam jangka pendek, melalui penurunan konsumsi. Penurunan konsumsi pada keluarga atas yang berdaya listrik 1300 VA ke atas terjadi pada semua sektor, sedangkan pada rumahtangga bawah yang berdaya listrik 900 VA ke bawah masih ada peningkatan konsumsi dibeberapa sektor ekonomi seperti listrik 900 VA ke bawah dan jasa keuangan. Pada jangka pendek maupun panjang penurunan konsumsi rumahtangga atas akibat kenaikan tarif dasar listrik 1300 VA ke atas akan lebih besar dijangka

8 100 panjang. Sebaliknya rumahtangga bawah mengalami peningkatan konsumsi listriknya sebesar 0,06 persen pada jangka pendek. Pada jangka pendek maupun panjang, kenaikan TDL berdampak cukup besar pada penurunan konsumsi semen yang cukup besar di rumahtangga atas maupun rumahtangga bawah. Penurunan konsumsi semen rumahtangga akibat melonjaknya harga semen yang sangat besar karena terkena dampak kenaikan TDL. Tabel 20 Dampak kenaikan TDL terhadap konsumsi rumahtangga persektor KONSUMSI RUMAH TANGGA (%) SEKTOR HouseHB HouseHA HouseHB HouseHA Pertanian -0,13-1,62-0,83-2,31 Tambangali -0,11-1,60-0,88-2,37 IndMakMin -0,14-1,63-0,89-2,37 IndTekstPak -0,18-1,67-1,39-2,87 IndBambuKy -0,14-1,63-1,15-2,63 IndKertas -0,16-1,65-1,25-2,74 IndKimia -0,12-1,62-0,86-2,35 IndKrtPlstk -0,18-1,67-1,08-2,56 IndSemen -1,52-2,99-2,51-3,97 IndLgmDsr -0,19-1,68-1,73-3,19 IndBrgLgm -0,25-1,75-1,13-2,61 IndMesin -0,15-1,65-1,09-2,57 Indlainnya -0,23-1,72-1,33-2,81 Listrik900 0,06-0,83 Listrik ,48-24,92 Gasair -0,23-1,72-1,66-3,13 Bangunan -0,20-1,69-0,97-2,45 PerdagHR -0,19-1,68-1,24-2,72 Angkom -0,17-1,67-1,02-2,50 KeuJspersh JasaLain 0,05-1,45-0,99-2,47-0,31-1,80-0,87-2,35 Keterangan : = jangka pendek (short-run) = jangka panjang (long-run) Kenaikan TDL secara agregat akan berdampak negatif pada total pendapatan dan total konsumsi pada tiap kelompok rumahtangga baik pada jangka pendek maupun panjang seperti pada tabel 21. Penurunan konsumsi rumahtangga tersebut selain akibat langsung kenaikan TDL juga karena dampak tak langsung

9 101 kenaikan TDL yang menyebabkan kenaikan harga output terutama industri. Kebijakan kenaikan TDL hanya berlaku untuk rumahtangga atas menyebabkan penurunan total pendapatan maupun total konsumsi rumahtangga atas cenderung lebih tinggi daripada rumahtangga bawah. Sejalan dengan penurunan total pendapatan perkelompok rumahtangga, pada jangka pendek total konsumsi rumahtangga bawah dan rumahtangga atas juga mengalami penurunan masingmasing sebesar 0,16 persen dan sebesar 2,09 persen. Tabel 21 Dampak kenaikan TDL terhadap total pendapatan dan konsumsi rumahtangga KELOMPOK TOTAL PENDAPATAN (%) KONSUMSI RIIL (%) Rumahtangga Bawah -0,14-0,84-0,16-1,01 Rumahtangga Atas -1,63-2,32-2,09-2,93 Keterangan : = jangka pendek (short-run) = jangka panjang (long-run) 6.2 Kebijakan untuk Meminimisasi Dampak Negatif Kenaikan TDL terhadap Perekonomian Indonesia. Kebijakan kenaikan TDL hanya berlaku pada pelanggan listrik 1300 VA ke atas dan ada perbedaan kenaikan TDL pada tiap pelanggannya. Hal itu dibuat pemerintah untuk meminimisasi dampak ekonominya. Walaupun kebijakan kenaikan TDL telah dilakukan berbeda pada tiap kelompok pelanggan, ternyata hasil simulasi di atas menunjukan masih adanya dampak negatif dari kenaikan TDL baik ditingkat makro maupun sektoral dan rumahtangga. Penelitian ini juga akan melihat kebijakan lain yang diharapkan mampu meminimisasi dampak negatif kenaikan TDL terhadap perekonomian Indonesia. Analisis kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif kenaikan TDL terhadap pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini akan dibedakan menjadi 3 kelompok analisis. Kelompok analisis pertama adalah kebijakan melakukan efisiensi produksi pada sektor listrik untuk menghindari kenaikan TDL (skenario 2). Analisis kedua yaitu kebijakan kenaikan TDL yang diikuti

10 102 kebijakan perusahaan yang melakukan efisiensi produksi di seluruh sektor ekonomi (skenario 3) dan kelompok analisis ketiga adalah kenaikan TDL yang diikuti kebijakan pemerintah dengan menurunkan pajak produksi (PPN) pada semua sektor ekonomi (skenario 4). Analisis terhadap keempat skenario kebijakan tersebut selanjutnya akan dianalisis secara umum baik pada tingkat makro maupun sektoral pada kondisi jangka pendek dan jangka panjang Dampak Peningkatan Efisiensi di sektor Listrik. Kenaikan harga minyak mentah dunia mendorong meningkatnya biaya operasional sektor listrik dalam membangkitkan listrik, yang berdampak pada melonjaknya subsidi listrik di APBN. Melonjaknya subsidi listrik akan membebani APBN, sehingga pemerintah mengambil kebijakan kenaikan TDL untuk membatasi subsidi yang harus dikeluarkan. Dari hasil simulasi di atas kenaikan TDL berdampak negatif terhadap kinerja ekonomi makro dan sektoral di Indonesia. Kebijakan kenaikan TDL ini harus melihat semua kepentingan, tidak hanya kepentingan PLN atau kepentingan APBN namun juga harus memperhatikan kepentingan dunia industri nasional dan kepentingan masyarakat luas. Melonjaknya subsidi listrik di Indonesia dimungkinkan adanya ketidakefisiensian dalam proses produksi maupun distribusi listrik. Penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar minyak (BBM) yang harganya semakin tinggi merupakan sumber ketidakefisiensian dalam proses produksi. Share susut energi (losses) listrik hingga 10,13 persen menunjukkan ketidakefisiensian dalam transmisi dan distribusi listrik. Subsidi listrik sebenarnya bisa dibatasi dengan meningkatkan efisiensi produksi di sektor listrik sehingga bisa menekan biaya operasional. Peningkatan efisiensi di sektor listrik maupun kapital yang produktif dalam penggunaan tenaga kerja mampu menurunkan biaya pokok penyediaan listrik (BPP). Penurunan biaya pokok penyediaan listrik akan menyebabkan penurunan harga output listrik sehingga subsidi listrik bisa dibatasi tanpa merugikan PLN maupun masyarakat. Kebijakan efisiensi di sektor listrik cukup efektif untuk menghindari kenaikan TDL tanpa membebani APBN.

11 Dampak Peningkatan Efisiensi di Sektor Listrik terhadap Kinerja Ekonomi Makro di Indonesia. Hasil penelitian dengan meningkatkan efisiensi produksi pada sektor listrik sebesar 10 persen berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia terlihat di tabel 22. Pada jangka panjang maupun jangka pendek peningkatan efisiensi di sektor listrik berdampak pada peningkatan PDB riil masing-masing sebesar 0,34 persen dan 0,57 persen. Peningkatan PDB riil ini didorong peningkatan output pada seluruh sektor ekonomi dan peningkatan total konsumsi rumahtangga. Peningkatan output akan mendorong permintaan tenaga meningkat, sehingga kebijakan tersebut pada jangka pendek akan meningkatkan total penyerapan tenaga kerja mencapai 0,64 persen. Tabel 22 Dampak peningkatan efisiensi di sektor listrik terhadap peubahpeubah ekonomi makro di Indonesia DAMPAK (%) DESKRIPSI Peubah Ekonomi Makro Neraca perdagangan/pdb (delb) Tenaga kerja (employ) 0,64 Indeks deflator PDB sisi pengeluaran (p0gdpexp) -0,10-0,10 Upah nominal (p1lab) -0,13 0,17 Indeks harga investasi (p2tot) -0,04-0,03 Indeks harga konsumen (p3tot) -0,13-0,11 Indeks harga ekspor (p4tot) -0,06 Upah riil (realwage) 0,29 Indeks volume impor (x0cif_c) 0,42 0,30 PDB riil penggunaan (x0gdpexp) 0,34 0,57 Konsumsi RT (x3tot) 0,79 0,68-0,10 0,82 Indeks volume ekspor (x4tot) Keterangan : = jangka pendek (short-run) = jangka panjang (long-run) Dampak peningkatan efisisiensi di sektor listrik pada jangka panjang semakin besar terlihat dari peningkatan PDB riilnya hingga 0,57 persen akibat peningkatan volume ekspornya sebesar 0,82 persen. Peningkatan volume

12 104 ekspor ini disebabkan adanya penurunan harga ekspor sehingga harga output mampu bersaing di pasar internasional. Penurunan harga investasi akan mendorong penanaman modal pada sektor ekonomi sehingga perekonomian akan berputar dimana upah riilnya meningkat hingga 0,29 persen pada jangka panjang Dampak Peningkatan Efisiensi di Sektor Listrik terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral di Indonesia. Peningkatan efisiensi di sektor listrik sebesar 10 persen mendorong kenaikan output di seluruh sektor ekonomi, dimana peningkatan output terbesar terjadi pada sektor listrik itu sendiri karena penurunan harganya meningkatkan permintaan akan listrik semakin tinggi. Efisiensi pada sektor listrik menyebabkan harga listrik 900 VA ke bawah turun hingga 11,58 persen dan listrik 1300 VA ke atas turun 24,97 persen. Turunnya harga listrik mampu menekan biaya produksi sektor-sektor pengguna listrik, sehingga harga output tiap sektornya menurun sehingga permintaan output sektoral meningkat. Peningkatan output sektoral akan diikuti dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja sektoral. Sebaliknya efisiensi di sektor listrik menyebabkan penurunan penyerapan tenaga kerja pada sektor listrik 1300 VA ke atas hingga 23,86 persen pada jangka pendek. Pada listrik 900 VA ke bawah penurunan penyerapan tenaga kerjanya jauh lebih sedikit yaitu sebesar 4,97 persen. Peningkatan efisiensi di sektor listrik mampu menurunkan harga outputnya dan berdampak positif pada kinerja ekonomi sektoral. Sebaliknya jika terjadi kebijakan kenaikan tarif dasar listrik akan berdampak negatif terhadap kinerja ekonomi sektoral karena adanya keterkaitan antar sektor ekonominya. Jika sektor listrik meningkatkan efisiensi sebesar 10 persen akan mampu menurunkan harga listrik sebesar 24,97 persen sehingga subsidi listrik bisa dibatasi dan tidak terlalu membebani APBN. Dengan peningkatan efisiensi di sektor listrik maka kebijakan kenaikan TDL yang berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia bisa dihindari. Kebijakan efisiensi akan berdampak positif dalam meningkatkan output sehingga mendorong penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor kecuali sektor listrik itu sendiri.

13 105 Tabel 23 Dampak peningkatan efisiensi di sektor listrik terhadap output, tingkat harga dan permintaan tenaga kerja OUTPUT (%) HARGA OUTPUT (%) SEKTOR PERMINTAAN TENAGA KERJA (%) Pertanian 0,47 0,58 2,09-1,18 Tambangali 0,05 0,47 0,04-0,34 0,21 IndMakMin 0,45 0,61-1,51-0,05 IndTekstPak 0,60 1,88-0,03-0,16 1,84 1,74 IndBambuKy 0,13 0,32 0,03-0,07 0,47 0,25 IndKertas 0,26 0,68-0,14 0,86 0,61 IndKimia 0,12 0,60 0,04-0,52 0,36 IndKrtPlstk 0,42 0,66-0,03-0,07 1,17 0,53 IndSemen 0,16 0,09-1,14-0,36 0,54 0,02 IndLgmDsr 0,51 2,32-0,04-0,20 3,04 2,23 IndBrgLgm 0,27 0,26-0,12-0,08 0,76 0,13 IndMesin 0,31 0,74-0,07 0,98 0,59 Indlainnya 0,58 0,89-0,08-0,17 1,41 0,83 Listrik900 9,65 5,82-11,58-6,96-4,97-4,83 Listrik1300 2,91 1,24-24,97-6,36-23,86-8,95 Gasair 0,45 0,66 0,16-0,17 1,84 0,51 Bangunan 0,03 0,04-0,04-0,03 0,08-0,02 PerdagHR 0,40 0,61 0,03-0,12 1,29 0,47 Angkom 0,51 0,71-0,02-0,05 1,59 0,37 KeuJspersh 0,16 0,58 0,30-0,04 0,73 0,45 JasaLain 0,41 0,30-0,16-0,59 0,20 Keterangan : = jangka pendek (short-run) = jangka panjang (long-run) Dampak Peningkatan Efisiensi di Sektor Listrik terhadap Total Pendapatan dan Konsumsi Rumahtangga. Pada jangka pendek, kenaikan TDL yang diikuti efisiensi di sektor listrik berdampak positif pada total pendapatan dan total konsumsi di setiap kelompok rumahtangga. Peningkatan total konsumsi rumahtangga bawah maupun rumahtangga atas masing-masing sebesar 0,66 persen dan 1,58 persen pada jangka pendek. Peningkatan konsumsi rumahtangga akibat penurunan harga output terutama sektor listrik karena adanya efisiensi. Pada jangka panjang peningkatan total konsumsi rumahtangga atas semakin kecil yaitu meningkat hanya 0,65 persen.

14 106 Tabel 24 Dampak peningkatan efisiensi di sektor listrik terhadap total pendapatan dan konsumsi rumahtangga KELOMPOK TOTAL PENDAPATAN (%) KONSUMSI RIIL (%) Rumahtangga Bawah 0,55 0,57 0,66 0,69 Rumahtangga Atas 1,31 0,54 1,58 0, Dampak Kenaikan TDL diikuti Peningkatan Efisiensi di Seluruh Sektor. Kebijakan kenaikan TDL pada tahun 2010, pada sektor industri sebesar 6-15 persen hanya berlaku untuk industri yang sudah lama berdiri sedangkan industri baru dikenakan kenaikan TDL hingga 30 persen. Namun awal tahun 2011 sektor industri mengalami penyesuaian kenaikan TDL sehingga kenaikan TDL pada tiap sektor industri sama yaitu sebesar persen. Sektor industri yang sebagian besar tergantung dengan listrik PLN, untuk tetap berproduksi harus melakukan efisiensi yang mampu menekan membengkaknya biaya produksi akibat kenaikan TDL. Efisiensi yang dilakukan industri di seluruh sektor ekonomi pada penelitian ini hanya meliputi efisiensi faktor primer yaitu penggunaan tenaga kerja dan kapital dalam proses produksi. Efisiensi tenaga kerja bisa dilakukan dengan pengurangan tenaga kerja yang tidak produktif maupun peningkatan keahlian tenaga kerja yang akan digunakan. Pemerintah juga bisa berperan dalam efisiensi disemua sektor ekonomi dengan pemberian insentif berupa menyediaan fasilitas training tenaga kerja sehingga industri semakin mudah melakukan efisiensi produksi Dampak Kenaikan TDL yang diikuti Peningkatan Efisiensi di Seluruh Sektor terhadap Kinerja Ekonomi Makro di Indonesia. Hasil simulasi dampak kenaikan TDL yang diikuti efisiensi produksi terhadap kinerja ekonomi makro Indonesia dapat dilihat pada Tabel 25. Dimana efisiensi produksi pada semua sektor ekonomi yang ditujukan untuk mengurangi dampak kenaikan TDL berdampak positif dalam meningkatkan

15 107 PDB riil sebesar 1,55 persen pada jangka pendek. Pada jangka panjang efisiensi berdampak lebih baik yaitu meningkatkan PDB riilnya hingga mencapai 5,12 persen. Peningkatan PDB riil tersebut disebabkan oleh peningkatan output hampir disemua sektor ekonomi akibat adanya kenaikan efisiensi produksi di seluruh sektor ekonomi. Kenaikan PDB riil pada jangka pendek didorong oleh lonjakan ekspor riil dan peningkatan total konsumsi rumahtangga masing-masing sebesar 1,47 persen dan 1,99 persen. Pada jangka panjang peningkatan PDB riil juga karena lonjakan pada volume ekspor yang mencapai 5,62 persen dan kenaikan total konsumsi rumahtangga yang melonjak hingga 6,31 persen. Tabel 25 Dampak kenaikan TDL diikuti peningkatan efisiensi di seluruh sektor terhadap peubah-peubah ekonomi makro di Indonesia DAMPAK (%) DESKRIPSI Peubah Ekonomi Makro Neraca perdagangan/pdb (delb) Tenaga kerja (employ) 1,72-0,36-0,20 1,82 Indeks harga investasi (p2tot) -1,05-0,15 Indeks harga konsumen (p3tot) -0,14-0,06-0,25 Upah riil (realwage) 1,96 Indeks volume impor (x0cif_c) 0,40 1,34 PDB riil penggunaan (x0gdpexp) 1,55 5,12 Konsumsi RT (x3tot) 1,99 6,31 Indeks volume ekspor (x4tot) 1,47 5,62 Indeks deflator PDB sisi pengeluaran (p0gdpexp) Upah nominal (p1lab) Indeks harga ekspor (p4tot) Keterangan : = jangka pendek (short-run) = jangka panjang (long-run)

16 108 Kenaikan volume ekspor pada jangka pendek maupun panjang disebabkan penurunan harga ekspor sehingga meningkatkan daya saing produk ekspor dipasar internasional. Sama halnya dengan volume ekspor, pada jangka pendek maupun jangka panjang volume impor mengalami peningkatan sebesar 0,4 persen dan 1,34 persen. Peningkatan volume impor tersebut cenderung karena adanya peningkatan output sektor industri yang memproduksi barang yang bahan bakunya sebagian besar masih tergantung pada barang impor. Pada jangka panjang, tingginya kenaikan total konsumsi rumahtangga disebabkan adanya peningkatan upah riil tenaga kerja sebesar 1,96 persen akibat adanya efisiensi tenaga kerja sehingga hanya tenaga kerja yang produktif yang tetap bekerja. Kenaikan TDL yang diikuti efisiensi produksi, dalam jangka pendek menunjukan peningkatan permintaan tenaga kerja sebesar 1,72 persen. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan efisiensi produksi mampu memperbaiki kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia yang tidak semakin menurun akibat kenaikan TDL. Oleh karena itu pemerintah selaku pembuat kebijakan kenaikan TDL selayaknya membuat kebijakan lain untuk mendukung efisiensi di seluruh sektor ekonomi sehingga dampak negatif kenaikan TDL terhadap perekonomian Indonesia bisa segera diminimisasi. Selain dampak positif di atas, kebijakan efisiensi produksi yang dilakukan semua sektor ekonomi sebesar 1 persen mampu merendam inflasi akibat kenaikan TDL pada jangka pendek. Pada jangka panjang terjadi penurunan indeks harga konsumen sebesar 0,14 persen akibat penurunan harga outputnya di seluruh sektor Dampak Kenaikan TDL diikuti Peningkatan Efisiensi di Seluruh Sektor terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral di Indonesia. Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan TDL berdampak pada penurunan output seluruh sektor, sehingga dilakukan simulasi kenaikan TDL yang diikuti dengan efisiensi produksi di seluruh sektor ekonomi dengan harapan kebijakan ini mampu meningkatkan kembali outputnya (skenario 3). Pada jangka pendek, hasil simulasi menunjukan kenaikan output di seluruh sektor kecuali sektor listrik 1300 yang sedikit turun sebesar 0,66 persen. Sektor pertanian mengalami kenaikan output tertinggi yaitu sebesar 3,46 persen dan diikuti industri makanan, minuman dan tembakau yang meningkat sebesar 2,67 persen pada jangka pendek. Peningkatan output yang cukup tinggi ini terjadi karena kedua

17 109 sektor tersebut merupakan sektor yang padat karya (labour intensive) sehingga peluang tenaga kerja tidak produktif semakin besar. Kebijakan efisiensi tenaga kerja dan kapital pada industri semen hanya mampu meningkatkan outputnya sebesar 0,15 persen, karena industri ini penggunaan listriknya sangat besar sehingga biaya produksinya melonjak dan kebijakan efisiensi hanya mampu meningkatkan sedikit outputnya. Hal yang sama juga terjadi pada sektor bangunan yang hanya mengalami peningkatan output sebesar 0,11 persen setelah ada kebijakan kenaikan TDL yang diikuti efisiensi produksi di seluruh sektor ekonomi. Tabel 26 Dampak kenaikan TDL diikuti peningkatan efisiensi di seluruh sektor terhadap output, tingkat harga dan permintaan tenaga kerja SEKTOR OUTPUT (%) HARGA OUTPUT (%) PERMINTAAN TENAGA KERJA (%) Pertanian 3,46 10,96-0,23-0,64 10,82-7,32 Tambangali 1,23 5,18-0,19-0,75 1,42 1,57 IndMakMin 2,67 9,49-0,11-0,47 5,57 1,83 IndTekstPak 0,83 0,29 0,02 0,31-0,55-2,00 IndBambuKy 1,01 2,09-0,22-0,15 0,37 IndKertas 0,94 2,30 0,20-0,22 0,59 IndKimia 1,41 7,60-0,04-0,50 1,76 4,13 IndKrtPlstk 1,07 2,93-0,05-0,09 0,17 0,64 IndSemen 0,15 0,28-0,20 1,13-2,80-1,40 IndLgmDsr 0,44-2,99-0,02 0,31-3,22-4,73 IndBrgLgm 0,83 1,04-0,32 0,06-0,50-1,21 IndMesin 1,13 2,87-0,02 0,38 0,48 Indlainnya 0,71 1,45 0,09 0,46-0,71-0,14 Listrik900 1,38 6,13 0,81-0,59 1,47 4,31 Listrik1300-0,66 1,40 31,45 29,36-6,22-0,34 Gasair 1,28 5,15 0,72 0,23 1,08 2,58 Bangunan 0,11 0,36-1,37-0,20-2,27-1,23 PerdagHR 1,23 4,24 0,12-0,70 1,81 Angkom 1,65 4,84-0,06-0,14 2,00 0,52 KeuJspersh 1,26 4,81 0,15-0,40 1,11 2,52 JasaLain 1,20 2,51-0,37 0,21 0,28 0,50 Keterangan : = jangka pendek (short-run) = jangka panjang (long-run)

18 110 Pada jangka panjang kebijakan kenaikan TDL yang diikuti efisiensi produksi di seluruh sektor ekonomi mampu meningkatkan outputnya jauh lebih besar kecuali industri logam dasar besi, baja dan bukan besi yang sedikit mengalami penurunan output akibat dampak kenaikan TDL yang sangat besar pada sektor ini. Sektor pertanian yang konsumsi listriknya sedikit sehingga dampak kenaikan TDLnya juga kecil dengan adanya efisiensi mampu meningkatkan outputnya hingga 10,96 persen pada jangka panjang. Seperti di jangka pendek, industri makanan minuman yang memiliki peningkatan output terbesar kedua akibat kenaikan TDL yang diikuti efisiensi produksi. Industri semen yang produksinya sangat tergantung listrik PLN mengalami kenaikan output hanya sebesar 0,28 persen pada jangka panjang. Pada jangka panjang kenaikan TDL yang diikuti efisisen di seluruh sektor menyebabkan peningkatan output yang jauh lebih besar. Efisiensi di seluruh sektor ekonomi bertujuan untuk mengurangi biaya produksi akibat kenaikan TDL sehingga harga outputnya tidak mengalami kenaikan yang sangat besar. Pada jangka pendek maupun panjang kenaikan TDL yang diikuti efisiensi produksi berhasil mengurangi kenaikan harga output hampir di seluruh sektor kecuali sektor listrik. Sektor listrik berdaya 1300 VA ke atas pada jangka pendek mengalami penurunan output sebesar 0,66 persen dan kenaikan harganya mencapai 31,45 persen. Hal ini bisa terjadi karena sektor listrik terkena dampak langsung dari kenaikan TDL sehingga kebijakan efisiensi produksi yang hanya 1 persen tidak mampu menekan harganya. efisiensi produksi di industri semen mampu menekan harganya akibat kenaikan TDL hingga turun 0,20 persen pada jangka pendek. Namun pada jangka panjang harga semen masih meningkat sebesar 1,13 persen karena adanya peningkatan upah tenaga kerja sebesar 1,82 persen. Kenaikan TDL yang diikuti efisiensi produksi berdampak terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja di beberapa sektor baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Pada jangka pendek terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar pada sektor pertanian dan industri makanan, minuman dan tembakau masing-masing sebesar 10,82 persen dan 5,57 persen. Peningkatan ini terjadi karena kedua sektor ini menggunakan tenaga

19 111 kerja dengan jumlah besar sehingga kenaikan outputnya mampu memperluas penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Sebaliknya industri semen dan industri logam dasar besi, baja dan bukan besi merupakan sektor yang padat modal sehingga efisiensi belum mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerjanya Dampak Kenaikan TDL diikuti Efisiensi di Seluruh Sektor terhadap Total Pendapatan dan Konsumsi Rumahtangga. Kenaikan TDL yang diikuti efisiensi di seluruh sektor ekonomi ternyata berdampak positif pada total pendapatan dan total konsumsi di setiap kelompok rumahtangga baik pada jangka pendek maupun panjang seperti terlihat pada tabel 27. Peningkatan konsumsi rumahtangga terjadi pada rumahtangga bawah maupun rumahtangga atas masing-masing sebesar 2,29 persen dan 0,27 persen pada jangka pendek. Peningkatan konsumsi rumahtangga tersebut akibat penurunan harga output di seluruh sektor karena efisiensi di seluruh sektor ekonomi. Pada jangka panjang peningkatan total konsumsi rumahtangga semakin besar sejalan dengan peningkatan total pendapatannya. Hasil penelitian menunjukan kebijakan kenaikan TDL yang diikuti efisiensi produksi pada seluruh sektor ekonomi lebih dinikmati rumahtangga bawah karena pada kelompok rumahtangga ini tidak terkena dampak langsung kenaikan TDL. Tabel 27 Dampak kenaikan TDL diikuti peningkatan efisiensi di seluruh sektor terhadap total pendapatan dan konsumsi rumahtangga KELOMPOK TOTAL PENDAPATAN (%) KONSUMSI RIIL (%) Rumahtangga Bawah 2,23 6,40 2,29 6,62 Rumahtangga Atas 0,66 4,76 0,27 4,50 Keterangan : = jangka pendek (short-run) = jangka panjang (long-run) Dampak Kenaikan TDL diikuti Penurunan PPN di seluruh Sektor terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia. Kenaikan TDL berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia seperti penurunan PDB riil, penurunan penyerapan tenaga kerja dan adanya

20 112 inflasi. Penurunan PDB riil tersebut disebabkan adanya penurunan output hampir di setiap sektor ekonomi akibat dampak kenaikan TDL yang meningkatkan biaya produksinya. Pemerintah bisa meminimisasi dampak negatif kenaikan TDL tersebut dengan membuat kebijakan lain seperti penurunan pajak produksi (PPN) di seluruh sektor ekonomi atau di sektor tertentu. Penurunan PPN di seluruh sektor akan dijadikan shock dalam penelitian ini untuk mengurangi meningkatnya biaya produksi akibat kenaikan TDL sehingga diharapkan dapat meningkatkan PDB riil Dampak Kenaikan TDL diikuti Penurunan PPN di Seluruh Sektor terhadap Kinerja Ekonomi Makro di Indonesia. Pada jangka pendek maupun jangka panjang, dampak kenaikan TDL yang diikuti penurunan PPN di seluruh sektor (skenario 4) mampu meningkatkan PDB riilnya. Peningkatan PDB riil tersebut disebabkan oleh peningkatan output hampir disemua sektor ekonomi akibat adanya penurunan PPN di seluruh sektor ekonomi yang mampu menekan meningkatnya biaya produksi akibat kenaikan TDL. Pada jangka pendek kenaikan PDB riil sebesar 1,43 persen didorong oleh lonjakan ekspor riil dan peningkatan total konsumsi rumahtangga masing-masing sebesar 1,46 persen dan 1,86 persen. Pada jangka panjang peningkatan PDB riil yang sangat tinggi hingga 10,98 persen karena lonjakan pada volume ekspor yang mencapai 16,06 persen dan kenaikan total konsumsi rumahtangga yang melonjak hinga 11,81 persen. Tingginya PDB riil akibat kebijakan penurunan PPN pada jangka panjang mengindikasikan bahwa kebijakan tersebut akan direspon lebih baik dimasa depan. Kenaikan volume ekspor pada jangka panjang disebabkan penurunan harga ekspor sehingga meningkatkan daya saing produk yang ekspor dipasar internasional. Begitu juga volume impor mengalami peningkatan karena adanya peningkatan konsumsi rumahtangga dan peningkatan output sektor industri yang memproduksi barang dimana bahan bakunya sebagian besar masih tergantung pada barang impor. Pada jangka panjang, tingginya kenaikan total konsumsi rumahtangga disebabkan adanya peningkatan upah riil tenaga kerja sebesar 5,47 persen akibat adanya penyesuaian upah tenaga kerjanya yang semakin meningkat walaupun indeks harga konsumennya menurun.

21 113 Tabel 28 Dampak kenaikan TDL diikuti penurunan PPN di seluruh sektor terhadap peubah-peubah ekonomi makro di Indonesia. DESKRIPSI Peubah Ekonomi Makro DAMPAK (%) Neraca perdagangan/pdb (delb) 0,03 Tenaga kerja (employ) 4,58-0,18-0,62 0,07 4,97-0,58-0,56 Indeks harga konsumen (p3tot) 0,07-0,47 Indeks harga ekspor (p4tot) 0,02-0,71 Upah riil (realwage) 5,47 Indeks volume impor (x0cif_c) 0,54 3,20 PDB riil penggunaan (x0gdpexp) 1,43 10,98 Konsumsi RT (x3tot) 1,86 11,81 Indeks volume ekspor (x4tot) 1,46 16,06 Indeks deflator PDB sisi pengeluaran (p0gdpexp) Upah nominal (p1lab) Indeks harga investasi (p2tot) Keterangan : = jangka pendek (short-run) = jangka panjang (long-run) Kenaikan TDL yang diikuti penurunan PPN pada seluruh sektor berdampak pada peningkatan permintaan tenaga kerja sebesar 4,58 persen pada jangka pendek. Kebijakan penurunan PPN mampu menekan harga output sesuai dayabeli konsumen sehingga permintaan outputnya meningkat. Peningkatan output pada seluruh sektor akibat penurunan PPN tersebut mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan pemerintah menurunkan PPN sebesar 1 persen pada seluruh sektor ekonomi mampu memperbaiki perekonomian baik pada PDB riil maupun kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia. Dampak inflasi akibat kenaikan TDL pada jangka pendek dapat diminimisasi dengan kebijakan penurunan PPN bahkan pada jangka panjang indeks harga konsumennya menurun sebesar 0,47 persen.

22 Dampak Kenaikan TDL yang diikuti Penurunan PPN di Seluruh Sektor terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral. Kebijakan kenaikan TDL yang diikuti dengan kebijakan penurunan pajak produksi di seluruh sektor ekonomi sebesar 1 persen (skenario 4). Hasil simulasi tersebut menunjukan pada jangka pendek maupun jangka panjang terjadi peningkatan output di seluruh sektor. Pola peningkatan output sektoral yang terjadi akibat dampak kenaikan TDL yang diikuti diikuti penurunan PPN ternyata sejalan dengan kenaikan TDL yang diikuti kebijakan efisiensi. Sektor pertanian dan industri makanan minuman, dan tembakau juga merupakan sektor yang kenaikan outputnya terbesar. Pada jangka pendek peningkatan output pada industri makanan, minuman dan tembakau mencapai 4,37 persen, dan pada jangka panjang kenaikan outputnya semakin besar hingga 21,98 persen. Tingginya peningkatan output industri makanan, minuman dan tembakau karena penurunan PPN pada sektor tersebut mampu menekan biaya produksinya yang meningkat akibat kenaikan TDL. Pada jangka pendek terjadi sedikit penurunan harga pada beberapa sektor ekonomi, namun pada jangka panjang hampir semua sektor ekonomi mengalami penurunan harga yang cukup besar. Pada jangka pendek maupun jangka panjang sektor listrik 1300 VA ke atas harganya masih mengalami peningkatan yang sangat besar karena dampak langsung dari kenaikan TDL pada sektor tersebut. Kebijakan penurunan PPN sebesar 1 persen pada seluruh sektor ekonomi hanya mengurangi sedikit kenaikan harga output pada jangka pendek sehingga perlu kebijakan lain seperti efisiensi produksi. Industri semen baik jangka pendek maupun jangka panjang harganya masih meningkat namun peningkatannya jauh lebih kecil. Kenaikan TDL akan menyebabkan kenaikan biaya produksi sehingga berdampak pada penurunan output dan kenaikan harga, juga akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Semakin besar penurunan output, akan semakin besar juga penurunan tenaga kerja. Pada sektor industri, kenaikan TDL yang diikuti penurunan PPN sebesar 1 persen mengakibatkan peningkatan permintaan tenaga kerja yang berkisar antara 0,02 persen (industri semen) sampai 14,87 persen (industri makanan, minuman dan tembakau) pada jangka

23 115 pendek. Peningkatan permintaan tenaga kerja yang terjadi pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau juga terjadi pada jangka panjang namun cenderung lebih kecil. Hal ini terjadi juga pada sektor lain yang padat karya karena penurunan PPN ini bisa direspon langsung oleh sektor-sektor tersebut dengan peningkatan outputnya. Industri logam dasar besi, baja dan bukan besi merespon kebijakan penurunan PPN tersebut dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja jauh lebih besar di jangka panjang. Hal ini terjadi karena sektor tersebut padat modal sehingga perlu penyesuaian modal untuk meningkatkan outputnya. Tabel 29 Dampak kenaikan TDL diikuti penurunan PPN di seluruh sektor terhadap output, tingkat harga dan permintaan tenaga kerja persektor SEKTOR OUTPUT (%) HARGA OUTPUT (%) PERMINTAAN TENAGA KERJA (%) Pertanian 3,80 20,98-0,19-0,90 16,93-25,66 Tambangali 0,30 9, ,88 2,02 2,01 IndMakMin 4,37 21,98-0,31-1,19 14,87 2,29 IndTekstPak 0,55 9,27 0,05-0,31 1,67 5,37 IndBambuKy 0,36 4,83 0,10-0,69 1,28 2,83 IndKertas 0,36 6,93 0,21-0,45 1,20 4,94 IndKimia 0,90 16,38-1,00 4,03 9,27 IndKrtPlstk 1,14 8,99-0,07-0,73 3,18 5,29 IndSemen 0,82 0,96 0,64 0,02-1,08 IndLgmDsr 0,06 9,25-0,69 0,33 6,83 IndBrgLgm 0,49 2,66-0,10-0,15 1,35-0,82 IndMesin 0,98 10, ,65 3,16 6,09 Indlainnya 0,42 6,43 0,17-0,13 1,01 4,76 Listrik900 0,77 11,95 1,54-1,37 3,09 9,71 Listrik1300-0,99 6,83 33,50 28,40-3,80 4,70 Gasair 0,72 10,14 1,48 0,11 2,94 5,75 Bangunan 0,09 0,74-0,78-0,69 0,24-0,91 PerdagHR 0,82 8,97 0,45-0,31 2,65 4,97 Angkom 1,57 10,40-0,06-0,38 4,93 0,95 KeuJspersh 0,52 9,62 0,77-0,50 2,32 6,01 JasaLain 1,32 4,65-0,57 0,66 1,92 1,85 Keterangan : = jangka pendek (short-run) = jangka panjang (long-run)

24 Dampak Kenaikan TDL Diikuti Penurunan PPN di Seluruh Sektor terhadap Total Pendapatan dan Konsumsi Rumahtangga. Pada jangka pendek, kenaikan TDL yang diikuti penurunan PPN berdampak pada penurunan harga output hampir di seluruh sektor ekonomi. Kebijakan tersebut direspon kedua kelompok rumahtangga dengan peningkatan konsumsi pada sektor yang mengalami penurunan harga. Pada jangka pendek, total konsumsi rumahtangga bawah meningkat sebesar 2,18 persen. Peningkatan total konsumsi rumahtangga atas akibat kenaikan TDL yang diikuti penurunan PPN hanya 0,53 persen. Pada jangka panjang, peningkatan total konsumsi rumahtangga bawah dan rumahtangga atas semakin besar masing-masing mencapai 12,46 persen dan 9,86 persen. Peningkatan total konsumsi rumahtangga yang sangat besar ini didorong adanya kenaikan upah riil hingga 5,47 persen di jangka panjang. Tabel 30 Dampak kenaikan TDL diikuti penurunan PPN di seluruh sektor terhadap total pendapatan dan konsumsi rumahtangga. KELOMPOK TOTAL PENDAPATAN (%) KONSUMSI RIIL (%) Rumahtangga Bawah 2,18 11,54 2,17 12,14 Rumahtangga Atas 0,53 9,75 0,05 9,86 Keterangan : = jangka pendek (short-run) = jangka panjang (long-run)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Listrik merupakan salah satu sumber daya energi dan mempunyai sifat sebagai barang publik yang mendekati kategori barang privat yang disediakan pemerintah (publicly provided

Lebih terperinci

4. KONSTRUKSI DATA DASAR

4. KONSTRUKSI DATA DASAR 4. KONSTRUKSI DATA DASAR Sumber data utama yang digunakan untuk membangun data dasar (data base) pada model CGE INDOTDL adalah Tabel I-O Indonesia tahun 2008. Model CGE INDOTDL merupakan model CGE yang

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan instansi terkait maupun hasil-hasil penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN

VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN Peningkatan produktivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN P r o s i d i n g 24 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN M. Rizal Taufikurahman (1) (1) Program Studi Agribisnis Universitas Trilogi Jakarta

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

2. KERANGKA TEORI. Tinjauan Teori Teori Dasar Subsidi

2. KERANGKA TEORI. Tinjauan Teori Teori Dasar Subsidi 2. KERANGKA TEORI 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Teori Dasar Subsidi Menurut Pindyck (2003), subsidi merupakan pembayaran yang mengurangi harga pembeli di bawah harga penjual dan dapat disebut sebagai pajak

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal berikut ini. 1. Faktor-faktor penyebab deindustrialisasi dari sisi

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi (suprime mortgage) di AS secara tiba-tiba berkembang menjadi krisis

BAB I PENDAHULUAN. tinggi (suprime mortgage) di AS secara tiba-tiba berkembang menjadi krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian dunia saat ini dihadapkan pada suatu perubahan drastis yang tak terbayangkan sebelumnya. Krisis kredit macet perumahan beresiko tinggi (suprime mortgage)

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL. Minggu 3

PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL. Minggu 3 PENGUKURAN PENDAPATAN NASIONAL Minggu 3 Pendahuluan Pendapatan nasional adalah total produksi barang/jasa yang dihasilkan oleh masyarakat di suatu negara. Istilah yang umum digunakan adalah GDP/GNP atau

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Di era globalisasi ini, industri menjadi penopang dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Berbagai

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara bersamaan perubahan-perubahan makroekonomi maupun perekonomian secara sektoral dan regional, serta

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

5. GAMBARAN UMUM KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA

5. GAMBARAN UMUM KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA 5. GAMBARAN UMUM KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi Pengantar Makro Ekonomi Pengantar Ilmu Ekonomi Makroekonomi Mengkhususkan mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan Bertujuan memahami peristiwa ekonomi dan memperbaiki kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang tidak berbeda jauh dengan negara sedang berkembang lainnya. Karakteristik perekonomian tersebut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan estimasi yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji Impulse Response Function menunjukkan variabel nilai

Lebih terperinci

Sesi 13: Permintaan dan Penawaran Agregat: Analisis Jangka Panjang C H A N D R A T. P U T R A F A K U L T A S E K O N O M I UI

Sesi 13: Permintaan dan Penawaran Agregat: Analisis Jangka Panjang C H A N D R A T. P U T R A F A K U L T A S E K O N O M I UI Sesi 13: Permintaan dan Penawaran Agregat: Analisis Jangka Panjang C H A N D R A T. P U T R A F A K U L T A S E K O N O M I UI Outline 1. Short-run vs. Long-run 2. Keseimbangan AD-AS Jangka Panjang 3.

Lebih terperinci

Kenaikan TDL Konferensi Pers. Jakarta, 29 Juni 2010

Kenaikan TDL Konferensi Pers. Jakarta, 29 Juni 2010 Mengukur Dampak Ekonomi Kenaikan TDL 2010 Konferensi Pers ReforMiner Institute Jakarta, 29 Juni 2010 Untuk keterangan lebih lanjut dapat mengubungi: Komaidi (0815 531 33252) Pri Agung Rakhmanto (0812 8111

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini tidak lain

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini tidak lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini tidak lain bertujuan untuk mempercepat dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, hal ini diwujudkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

Proyeksi pertumbuhan

Proyeksi pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis finansial global yang bermula dari krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2007, dalam waktu yang relatif singkat berubah menjadi krisis ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri MARET 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Maret 2017 Pertumbuhan Ekonomi Nasional Pertumbuhan ekonomi nasional, yang diukur berdasarkan PDB harga konstan 2010, pada triwulan IV

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Permintaan Agregat & Penawaran Agregat

Permintaan Agregat & Penawaran Agregat Permintaan Agregat & Penawaran Agregat Permintaan Agregat Permintaan Agregat adalah, jumlah dari keseluruhan barang dan jasa yang diminta oleh seluruh pelaku ekonomi pada berbagai tingkat harga. Permintaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan instansi terkait maupun hasil-hasil penelitian

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Mudrajad Kuncoro Juli 2008 Peranan Masing- Masing Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Tahun 1995-2008* No. Cabang Industri Persen

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2008 Sebagai dampak dari krisis keuangan global, kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 08/02/Th.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN IV TAHUN Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan IV- secara triwulanan (q-to-q) mencapaai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan I-9 Secara tahunan (yoy) perekonomian Indonesia triwulan I-9 tumbuh 4,37%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (5,18%). Sementara secara triwulanan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL

BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL BAB V ANALISIS PERILAKU MODEL Pada bagian analisis kebijakan, terlebih dahulu akan dilakukan analisis pada model dasar, dan kemudian dilanjutkan dengan analisis penerapan skenario kebijakan yang telah

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013*** 8 6 4 2 5.99 6.29 6.81 6.45 6.52 6.49 6.50 6.29 6.36 6.16 5.81 6.11 6.035.81 3.40 2.69 2.04 2.76 3.37 1.70 1.50 2.82 3.18 1.42 2.61 0-2 (1.42) (1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II 2010

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL

PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL Dr. MOHAMMAD ABDUL MUKHYI, SE., MM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA Indikator terjadinya alokasi yang efisien nilai output nasional seberapa efisien sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di suatu negara. Fluktuasi harga minyak mentah dunia mempengaruhi suatu negara

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO. Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO 5.1. Struktur Industri Agro Komparasi sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand diawali dengan meneliti persentase

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan 138 BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA 6.1. Infrastruktur dan Kinerja perekonomian Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci