IV. METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 100 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tahapan Membangun SAM Provinsi Bali Dalam studi ini analisis data dilakukan dari aspek ekonomi regional dengan menggunakan Model Social Accounting Matrix (SAM) atau analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SAM). Dengan metode ini juga selanjutnya akan dilakukan analisis simulasi kebijakan untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor pertanian dan sektor pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan distribusi pendapatan rumahtangga di Provinsi Bali. Selain mampu menjelaskan perilaku dari seluruh variabel makro (dibagi atas empat blok neraca), model SAM dapat juga menggambarkan berbagai keterkaitan langsung dan tidak langsung antara variabel satu dengan variabel lainnya yang dijabarka n da lam sebuah analisis yang disebut Structural Path Analysis (SPA) da n Decomposition Analysis. Oleh karena pada saat penelitian ini dilaksanakan masih belum tersedia Tabel Social Accounting Matrix (SAM) atau Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SAM) Provinsi Bali, maka langkah awal yang penting untuk dilakukan adalah membangun Tabel SAM Provinsi Bali. Setelah Tabel SAM Provinsi Bali dibangun, baru kemudian dapat dilakukan analisis pengganda dan analisis simulasi dari aspek ekonomi regional. Konstruksi Tabel SAM Provinsi Bali dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, menggunakan data Tabel Input-Output Provinsi Bali dan berbagai data yang bersumber dari SUSENAS, SAKERNAS, SKTIR, dan data indikator ekonomi Provinsi Bali tahun 2007, kemudian dilakukan pengisian sel-sel Tabel SAM Provinsi Bali yang akan di bangun. Kedua, Tabe l SAM yang dihasilkan tidak seimbang, sehingga perlu dilakukan balancing dengan menggunakan metode cross-entropy sehingga dihasilkan Tabel SAM Provinsi Bali tahun 2007 yang

2 101 seimbang (Lampiran 1). Dan ketiga, melakukan pengolahan data sesuai dengan keperluan dalam studi ini. Mengacu pada Kerangka Dasar SAM Indonesia seperti disajikan pada Tabel 3.3. Bab 3, prosen membangun SAM Provinsi Bali dilakukan. Tabe l SAM Provinsi Bali yang dibangun dalam studi ini secara garis besarnya terdiri atas dua neraca, yaitu endo gen da n eksogen. Dalam neraca endo gen terdapa t tiga blok yakni blok faktor produksi, institusi dan aktifitas produksi. Setiap blok akan didisagregasi menjadi beberapa neraca sesuai kerangka SAM Indonesia yang menjadi acuan didalam menyusun Tabel SAM Provinsi Bali. Simplifikasi tahapan penyusuna n Tabel SAM Provinsi Bali dijelaskan pada Gambar 4.1. Kl asifikasi Tabel SAM Provi nsi Bali: 51 x 51 Pengumpulan Data: Data Sekunder Data Tahun 2007, meliputi data : Tabel Input-Output Provinsi Bali Susenas untuk Provinsi Bali Sakernas untuk Provinsi Bali SKTIR untuk Prov insi Bali Survei Industri Provinsi Bali Indikator Ekonomi Provinsi Bali Data terkait lainnya Tabel SAM Provinsi Bali Tahun 2007 Metode Cross- Entrophy Tabel SAM Provinsi Bali Tahun 2007

3 102 Gambar 4.1. Simplifikasi Tahapan Penyus unan Tabel SAM Provinsi Bali Tabun 2007 Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dinyatakan bahwa Tahap Pertama dalam menyusun SAM Provinsi Bali adalah menentukan klasifikasi sektor. Dalam hal ini dibangun Tabel SAM dengan klasifikasi 51 x 51 seperti terlihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Klasifikasi SAM Provinsi Bali Tahun 2007 FaktorProduksi Lainnya SektorProduksi Institusi Uraian Kode Pertanian Penerima upah/gaji 1 Bukan penerima upah/gaji 2 Produksi, operator alat angkut, operator Penerima upah/gaji 3 angkutan dan buruh kasar Bukan penerima upah/gaji 4 Penerima upah/gaji 5 Tata usaha, penjualan, jasa-jasa Bukan penerima upah/gaji 6 Kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, Penerima upah/gaji 7 profesional dan teknisi Bukan penerima upah/gaji 8 BukanTenaga Kerja 9 RT Buruh Tani 10 RT Pengusaha Pertanian 11 RT Gol. Rendah di Desa 12 RT Penerima Pendapatan didesa 13 RT Gol. Atas di Desa 14 RT Gol Rendah di Kota 15 RT Penerima Pendapatan dikota 16 RT Gol. Atas di Kota 17 Perusahaan 18 Pemerintah 19 Tanaman bahan makanan 20 Perkebunan 21 Peternakan 22 Kehutanan 23 Perikanan 24 Pertambangan 25 Industri makanan, minuman dan tembakau 27 Industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit 28 Industri kayu 29 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 30 Industri kimia, brg dr kimia, karet dan plastik 31 Bahan bakar minyak 32 Industri kerajinan dari bahan galian 33 industri karoseri dan alat angkuta 34 Industri barang perhiasan 35 Listrik dan Air minum 36 Bangunan 37 Perdagangan 38 Restoran, rumah makan, warung 39 Hotel bintang 40 Anghutan umum darat dan angkutan darat lainnya 41 Angkutan laut antar pulau/negara 42 Angkutan udara 43 Travel biro 44 Komunikasi, pos, giro 45 Perbankan 46 Jasa Pemerintahan Umum 47 Atraksi budaya 48 Neraca Kapital 49 Pajak Tidak langsung 50 Luar Negeri 51 Tenagakerja

4 103 Berdasarkan Tabel 4.1. dapat dijelaskan komposisi masing- masing neraca sebagai berikut: (1) Neraca Faktor Produksi Neraca Faktor Produksi dikelompokkan menjadi faktor produksi tenaga kerja dan faktor produksi bukan tenaga kerja. Terhadap faktor produksi tenaga kerja dilakukan disagregasi sedangkan terhadap faktor produksi bukan tenaga kerja tidak dilakukan disagregasi. Faktor produksi tenaga kerja dapat dikelompokkan menurut jenis dan status pekerjaan dari tenaga kerja, yakni (1) tenaga kerja yang bekerja disektor pertanian, yang terdiri dari tenaga kerja yang bekerja subsektor perkebunan, perikanan, kehutanan, perburuan dan penangkapan hewan serta usaha-usaha ya ng berhubungan dengan sektor pertanian. Tenaga kerja di sektor ini dapat berupa tenaga kerja yang bekerja sendiri atau pekerja keluarga, atau pekerja yang dibayar, baik yang bekerja sebagai manajer, pengawas atau pun sebagai buruh biasa, (2) tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata, termasuk di dalam klasifikasi tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata adalah tenaga kerja yang bekerja subsektor perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan, komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, baik yang bekerja sendiri (pekerja keluarga) atau pekerja yang dibayar baik sebagai manajer, pengawas atau pun sebagai buruh biasa, (3) tenaga kerja yang bekerja di sektor industri pengolahan, termasuk dalam klasifikasi ini adalah tenaga kerja yang bekerja di semua sektor industri pengolahan, seperti ind ustri tekstil, industri garmen, ind ustri makanan da n minuman dan sebagainya. Tenaga kerja di sektor ini dapat berupa tenaga kerja yang bekerja sendiri (pekerja keluarga), atau pekerja yang dibayar, baik sebagai

5 104 manajer, pengawas atau pun buruh biasa, dan (4) tenaga kerja yang bekerja di sektor lainnya, termasuk dalam klasifikasi ini adalah tenaga kerja yang bekerja selain sektor pertanian, sektor pariwisata dan sektor industri pengolahan, seperti sektor salon kecantikan, sektor olah raga, sektor pengangkutan informal dan sebagainya. Tenaga kerja disektor ini dapat berupa tenaga kerja yang bekerja sendiri atau pekerja keluarga dan pekerja yang dibayar, baik sebagai manajer, pengawas, atau pun seba gai buruh biasa. (2) Neraca Institusi Dalam kerangka SAM, pendapatan faktorial (yaitu pandapatan tenaga kerja dan modal) didistribusikan kepada neraca institusi, yaitu: seperangkat neraca rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah. Semua pendapatan tenaga kerja dalam bentuk upah dan gaji didistribusikan pada golongan rumahtangga, sedangkan pendapatan modal didistribusikan pada golongan rumahtangga sebagai penerimaan modal, pada perusahaan dan pemerintah sebagai laba/keuntungan yang ditahan atau laba/ keuntungan yang tidak didistribusikan. Selain pendapatan dari faktor-faktor produksi, institusi juga menerima pendapatan dalam bentuk transfer dari neraca lainnya. Untuk rumahtangga pendapatan bukan faktor ini terdiri dari transfer antar rumahtangga, transfer dari perusahaan, transfer dari pemerintah, dan transfer langsung dari luar propinsi / negeri. Untuk perusahaan, tipe pendapatan ini diperoleh dari transfer antar perusahaan dan dari luar provins/negeri, yang datanya diperoleh dari SKTIR, Biro Neraca Rumahtangga, BPS Jakarta. Total baris institusi rumahtangga merupakan pendapatan rumahtangga. Dalam penelitian ini rumahtangga di golongkan menjadi lima agar konsisten dengan penggolongan Susenas Dengan

6 105 demikian, total pendapatan masing- masing golongan rumahtangga ini menjadi kajian distribusi pe ndapatan institusional. Di satu sisi rumahtangga memperoleh pendapatan, namun di sisi lain rumahtangga juga melakukan pengeluaran atau konsumsi. Pengeluaran rumahtangga akan barang-barang pangan dan bukan pangan diperoleh dari Susenas Informasi tentang tabungan rumahtangga regional diperoleh SKTIR 2007 Pengeluaran rumahtangga untuk pajak langsung pada pemerintah regional/total diperoleh dari Susenas 2007, dan transfer golongan rumahtangga ke luar propinsi / negeri dianggap sisa (residual). Proses penyesuaian perlu dilakukan terhadap elemen-elemen pengeluaran, agar total kolom sama dengan total baris yang berhubungan. Untuk institusi pe rusahaan, pe ngeluaran perusahaan atas komoditas atau sektor, pajak langsung dari perusahaan ke pemerintah, keuntungan yang tidak dibagikan dan pembayaran perusahaan ke luar negeri diperoleh dari Survey Perusahaan Industri 2007, Biro Industri, Badan Pusat Statistik Jakarta. Untuk institusi pemerintah, pengeluaran pemerintah berisikan pengeluaran rutin, pengeluaran untuk investasi atau tujuan konsumsi kapital, dan pengeluaran pemerintah langsung ke masyarakat dalam bentuk Inpres- Inpres. Dengan spesifikasi ini, diharapkan semua jenis pengeluaran pemerintah (pusat dan daerah) sudah ditangkap oleh SAM Bali ini, dan simulasi kebijakan penge luaran pemerintah dalam sebuah kerangka general equilibrium dapat dilakukan secara lebih fleksibel dan benar. Pengeluaran pemerintah rutin yang diperoleh dari Biro Keuangan Pemda Bali, jenis-jenis kegiatannya dipilah-pilah menurut sektor-sektor produksi.

7 106 Pengeluaran pemerintah untuk investasi (Infrastruktur ekonomi, infrastruktur sosial dan pelayanan umum), diperoleh dengan memilah- milah jenis kegiatan setiap proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menurut sektor-sektor produksi. Hal sama juga dilakukan untuk pengeluaran pemerintah dalam bentuk proyek-proyek Inpres. Dimasukannya institusi wisatawan dalam SAM Bali ini adalah untuk menangkap karakteristik perekonomian Bali yang menonjol sektor pariwisatanya. Pola pengeluaran wisatawan untuk sektor-sektor ekonomi menggunakan hasil penelitian Kantor Badan Pusat Statistik Bali yang bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana tahun 2002, yang dianggap lebih menyebar dari pada pola pengeluaran survey Dinas Pariwisata Bali tahun Dengan mengetahui total pengeluaran wisatawan (perkalian antara jumlah kunjungan wisatawan dengan lama tinggal wisatawan dan pengeluaran wisatawan per orang per hari), maka dapat dihitung total pengeluaran wisatawan yang ditangkap oleh sektor-sektor ekonomi yang menjadi pendapatan sektor-sektor yang be rsangkutan. (3) Neraca Sektor Produksi Neraca aktivitas produksi atau sektor produksi yang merupakan salah satu neraca penting SAM Bali Tahun 2007 bersumber dari transaksi antara sektor Tabe l I-O Provinsi Bali Tahun Namun agregasi sektor-sektor tabel transaksi harus dilakuka n agar ko nsisten de ngan sektor-sektor pada neraca aktivitas penyesuaian elemen-elemen transaksi agar tercapai keseimbangan total baris dengan total kolom yang berhubungan.

8 107 (4) Neraca lainnya Neraca ini meliputi marjin perdagangan dan pengangkutan, pajak tidak langsung neto, ekspor dan impor, dan investasi swasta diperoleh langsung dari Tabel I O Bali Tahun Elemen-elemen penerimaan pemerintah, pinjaman luar negeri pemerintah dan swasta diperiksa dari APBD dan APBN serta laporan- laporan Bappeda Bali. Walaupun impor merupakan neraca residual, maka diharapkan tidak jauh berbeda dengan impor kompetitif pada tabel I-O Bali Tahun Penerimaan dari neraca kapital datang dari tabungan rumahtangga regional, tabungan perusahaan, dan tabungan pemerintah. Karena semua isian- isian tersedia, maka penerimaan total dari neraca kapital swasta dapat ditentukan secara mudah. Pengeluaran dari neraca swasta disalurkan melalui investasi swasta sektoral dan pinjaman swasta luar propinsi/negeri. Tahapan kedua adalah melakukan pengumpulan data dan mengisi sel-sel transakti Tabel SAM mengacu pada Tabel SAM Indonesia. Secara garis besar selsel transaksi yang akan diisi dapat dilihat Tabel 3.3 pada Bab 3. Sumber data utama dalam membangun SAM bali adalah Tabel I-O Provinsi Bali tahun Sel SAM Bali dimulai dengan memasukkan Tabel I-O Provinsi Bali ke dalam matriks permintaan antara. Transaksi- transaksi lain yang membutuhka n infor masi dari Tabel I-O Provinsi Bali Tahun 2007 adalah matriks: (1) kebutuhan institusi terhadap barang dan jasa (permintaan domestik), (2) distribusi pendapatan dari faktor produksi, (3) penyusutan barang modal, (4) jumlah formasi kapital, (5) penerimaan pemerintah dari pajak tak langsung, (6) impor barang dan jasa dari luar negeri, dan (7) ekspor barang dan jasa ke luar negeri. Adapun untuk matriks-

9 108 matriks lainnya, sumber informasi lain dibutuhkan. Jadi ide dasar dalam mengisi sel-sel SAM Bali adalah mengembangkan Tabel I-O Provinsi Bali. Perincian matriks yang membutuhkan data tambahan untuk melengkapi data utama adalah sebagai berikut. Matriks konsumsi rumahtangga dan institusi lain terhadap barang dan jasa, dijabarkan dengan menggunakan informasi dari Tabe l I-O Provinsi Bali Tahun 2007 dan pengeluaran konsumsi penduduk Bali tahun penjabaran matriks distribusi pendapatan dari faktor (tenaga kerja), membutuhkan informasi dari Tabe l I-O Bali Tahun 2007, Penduduk Bali Tahun 2007, Persentase penduduk asli Bali menurut lapa ngan usaha tahun 2007 dan indikator kesejahteraan rakyat Bali tahun Sementara untuk mengisi sel matriks transfer payment menggunakan informasi dari Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumahtangga (SKTIR) tahun 2007, SAM Indonesia 2004 dan Susenas tahun Selanjutnya statistik keuangan Bali 2006/2007 dibutuhkan untuk mengisi matriks transaksi sebagai berikut: (1) ransfer luar negeri ke pemerintah, diperoleh dari bagian penerimaan pembangunan dari luar negeri, (2) matriks subsidi pemerintah ke rumahtangga, diperoleh dari sebagian dana sosial pemerintah daerah, dan (3) tabungan pemerintah, diperoleh dari selisih antara pendapatan dan realisasi total pengeluaran pemerintah daerah. Menempatkan neraca pemerintah (G) sebagai faktor endogen dalam Tabel SAM Provins i Bali. Setelah seluruh sel Tabel SAM Provinsi Bali diisi akan menghasilkan Tabel SAM Provinsi Bali yang tidak seimbang (unbalanced). Oleh karenanya perlu dilakuka n tahapa n selanjutnya.

10 109 Pendeka tan Cross Entrophy (CE) dengan menggunakan program GAMS digunakan. Metode CE merupakan perluasan dari metode RAS, dimana metode CE lebih fleksibel dan unggul untuk mengestimasi SAM ketika data scattered (tersebar) dan tidak konsisten. Sementara itu metode RAS mengasumsikan bahwa estimasi dimulai dari suatu SAM terdahulu yang konsisten dan hanya mengetahui tentang total baris dan kolom. Kerangka CE mengacu pada rentang informasi terdahulu yang lebih luas untuk digunakan secara efisien dalam estimasi (Robinson et al., 1998). Mengacu pada pemikiran tersebut, maka dalam rangka mendisagregasi SAM pada kondisi sebelum dan setelah krisis ekonomi di Indonesia akan digunakan metode CE. Ada dua pendekatan yang digunakan dalam penerapan model CE, yaitu pendekatan deterministik dan stokastik. Pendekatan deterministik digunakan apabila terdapat ketergantungan yang bersifat fungsional antara satu variabel dengan variabel lainnya. Pendekatan stokastik digunakan apabila terdapat ketergantungan yang bersifat random antara satu variabel dengan variabel lainnya (Robinson et al., 1998; Robinson dan El-Said, 2000). Karena dalam penelitian ini estimasi SAM hanya dilakukan pada tahun tertentu dan ketergantungan antara satu variabel dengan variabel lainnya yang akan didisagregasi bersifat fungsional, maka metode CE dengan pendekatan deterministik yang akan digunakan. Langkah pertama mengestimasi SAM menggunakan metode CE dengan pendekatan deterministik adalah mendefinisikan matriks T sebagai suatu matriks transaksi SAM, dimana tij adalah aliran pengeluaran dari neraca kolom j ke naraca baris i yang memenuhi kondisi:

11 110 y i t ij t ji (4.1) j j Pada suatu SAM, setiap jumlah baris ( yi ) harus sama de ngan jumlah kolom ( y * j ), dimana koe fisien matriks A dapat dibentuk dari setiap sel pada matriks T dibagi denga n jumlah kolomnya. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Aij tij y j.(4.2) Kullback dan Leibler (1951) mengaplikasikan ukuran jarak cross-entropy antara dua distribusi probabilitas dalam mengestimasi SAM. Hal ini dilakukan untuk memperoleh satu set koe fisien matrik yang baru (A) dengan cara meminimumkan jarak cross-entropy antara koefisien matriks yang baru dengan koefisien matriks sebelumnya ( A). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Aij min I Aij ln A i j A ij Dengan kendala: Aij ln A ij Aij ln A. (4.3) j j j A ij y * j yi* (4.4) j A ji 1 dan 0 Aji 1 (4.5) Setelah dilakukan balancing menggunakan metode cross-entrophy dengan bantuan program GAMS diperoleh Tabel SAM Provinsi Bali Tahun 2007 yang

12 111 seimbang (balance) sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel SAM Provinsi Bali Tahun 2007 inilah yang kemudian dianalisis untuk menjawab permasalahan da n tujuan pe nelitian yang akan dicapa i. 4.2.Metode Analisis Kerangka SAM dapat digunakan sebagai kerangka data yang menjelaskan mengenai (BPS, 1995 dan 1999): Pertama, kinerja pembangunan ekonomi suatu negara, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), konsumsi, tabungan dan lainnya. Kinerja perekonomian antara lain ditunjukkan dari nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor ekonomi (T13 pada Tabel 3.3) yang memberikan gambaran mengenai besarnya PDB nasional atas dasar harga faktor pada tahun tertentu. Bila ditambah dengan pajak tidak langsung akan menghasilkan PDB atas dasar harga konstan. Kinerja perekonomian nasional lainnya yang dapat ditunjukkan oleh kerangka SAM adalah: (1) distribusi PDB menurut sektor-sektor ekonomi (supply side), (2) distribusi PDB menurut penge luaran (demand side), (3) struktur input antara (intermediate input) yang dapat dirinci menjadi sumberdaya domestik dan impor, (4) investasi dan tabungan masyarakat, (5) hutang dan piutang negara, dan (6) keboc oran nasional, yaitu besarnya pe nerimaan negara yang menga lir ke luar negeri. Kedua, distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang dirinci menurut faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal. Distribusi pendapatan faktorial dalam kerangka SAM ditunjukkan oleh baris neraca pertama pada kerangka umum SAM. Seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3 bahwa T13

13 112 menunjukkan alokasi nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi ke faktor- faktor produksi, yaitu sebagai balas jasa dari penggunaan faktor- faktor produksi tersebut, misalnya upah dan gaji sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenga kerja. Sementara itu balas jasa bagi penggunaan faktor produksi kapital antara lain keuntungan, dividen, bunga dan sewa rumah. Bila ditambah dengan neraca X1 yang menunjukkan pendapatan faktor produksi yang diterima dari luar negeri, maka total kedua penerimaan ini menunj ukka n distribusi pendapatan faktorial. Ketiga, distribusi pendapatan rumahtangga yang dirinci menurut berbagai golongan pendapatan. Distribusi pendapatan rumahtangga dalam kerangka SAM ditunjukkan oleh baris neraca kedua pada kerangka umum SAM. Seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3 bahwa neraca T21 menunjukkan alokasi pendapatan faktor produksi yang diterima oleh berbagai institusi, salah satu institusi dalam kerangka SAM adalah rumahtangga. Dengan kata lain, neraca ini merupakan pemetaan dari neraca X1 menjadi neraca T21, yaitu pemetaan dari pendapatan faktorial menurut sektor-sektor ekonomi menjadi pendapatan institusi (rumahtangga), menurut faktor-faktor produksi. Sementara itu neraca T22 menunjukkan pembayaran transfer antara institusi, misalnya pemberian subsidi dari pemerintah kepada rumahtangga atau pemberian subsidi dari perusahaan kepada rumahtangga atau pembayaran transfer dari rumahtangga ke rumahtangga lainnya. Sedangkan neraca X2 menunjukk an penerimaan ketiga institusi dari luar negeri. Jumlah ketiga neraca T21, T22 dan X2 yang berhubungan dengan rumahtangga menggambarkan pendapatan rumahtangga.

14 113 Keempat, pola pengeluaran rumahtangga (household expenditure pattern). Pola pengeluaran menurut golongan rumahtangga dalam kerangka SAM dapat dilihat pada neraca ko lom masing- masing golongan rumahtangga. Pada rincian ini dapat diperoleh informasi mengenai pola pengeluaran rumahtangga menurut berbagai komoditas, baik komoditas domestik maupun komoditas impor. Dari informasi ini dapat juga diperlihatkan besarnya tabungan masing- masing golongan rumahtangga. Dan kelima, distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka yang bekerja termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang mereka peroleh sebagai balas jasa tenaga kerja yang mereka sumbangkan. Masalah ketenagakerjaan dalam kerangka SAM terutama dijelaskan oleh submatriks T13, yaitu submatriks alokasi nilai tambah menurut sektor-sektor ekonomi. Sebagaimana dipahami bahwa nilai tambah yang d iciptakan oleh sektorsektor ekonomi tersebut salah satunya merupakan sumbangan dari faktor produksi tenaga kerja be rupa upa h da n gaji. Bila upa h da n gaji ini da ri setiap tenaga kerja pada masing- masing sektor ekonomi dijumlahkan, maka diperoleh alokasi nilai tambah faktor produksi tenaga kerja menurut sektor. Dengan demikian, dari submatriks ini dapat diperoleh informasi mengenai jumlah tenagakerja yang bekerja pada masing- masing sektor ekonomi termasuk besarnya tingkat upah yang mereka peroleh. Informasi- informasi ini akan dianalisis sehingga akan memberika n masuka n mengenai ko ndisi sos ial masyarakat, yaitu distribusi tenaga kerja dan tingkat upah dan gaji menurut sektor-sektor ekonomi yang dianalisis. Walaupun penggunaan SAM cukup luas, dalam studi ini analisis dibatasi untuk mengetahui: Pertama, peranan sektor pertanian dan sektor pariwisata

15 114 terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu kinerja perekonomian dari aspek distribusi PDRB Provinsi Bali dari sisi penawaran da n permintaan, dan struktur input antara yang dirinci menurut sumberdaya domestik dan impor. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keunggulan sektor pertanian dan sektor pariwisata di Provinsi Bali dari aspek penawaran dan permintaan. Sektor pertanian dan sektor pariwisata dengan kontribusi yang tinggi adalah sektor pertanian dan sektor pariwisata yang lebih banyak menggunakan sumberdaya domestik atau sumberdaya impor. Kedua, untuk mengetahui peranan sektor pertanian dan sektor pariwisata terhadap kesempatan kerja, analisis lebih difokuskan untuk memperoleh informasi tentang jumlah tenaga kerja yang bekerja pada masing- masing sektor. Ketiga, untuk memperoleh gambaran yang luas tentang peranan sektor pertanian dan sektor pariwisata terhadap distribusi pendapatan, oleh karenanya analisis distribusi pendapatan rumahtangga dan analisis distribusi pendapatan faktorial dilakukan Analisis Pengga nda SAM Seperti telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, analisis pengganda di dalam model SAM dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu: pengganda neraca dan pengganda harga tetap (Isard et al., 1998). Nilai pengganda neraca menunjukkan besarnya keterkaitan antar sektor dalam perekonomian. Setiap unsur dalam matriks pengganda neraca dapat diinterpretasikan sebagai total perubahan pendapatan langsung maupun tidak langsung dalam baris imbas pendapatan oleh injeksi unit pendapatan eksogen ke dalam neraca kolom (Bautista, 2000). Dalam studi ini analisis pengganda yang digunakan adalah analisis pengganda rata-rata (Ma) dengan fokus utama adalah analisis pengganda sektor

16 115 pertanian dan sektor pariwisata. Ada tujuh jenis pengganda yang akan dianalisis dalam studi ini, yaitu: pengganda output, pengganda nilai tambah, pengganda antar sektor, pengganda pendapatan rumahtangga, pengganda pendapatan pihak swasta, pengganda pendapatan pemerintah dan pengganda faktorial. 1. Pengganda output Nilai pengganda output menunjukkan efek total terhadap output dalam perekonomian secara keseluruhan akibat adanya peningkatan permintaan output pada sektor ke-i dalam blok produksi, dimana nilai pengganda ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada blok sektor produksi sepanjang kolom sektor ke-i. Nilai pengganda ini diperoleh dari penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca di blok sektor produksi sepanjang kolom sektor ke-i. 2. Pengganda nilai tambah Nilai pengganda nilai tambah menunjukkan efek total terhadap nilai tambah dalam perekonomian akibat adanya peningkatan pendapatan pada sektor ke-i dalam blok produksi. Nilai tambah ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur- unsur yang termasuk da lam blok faktor produksi. 3. Pengganda keterkaitan antara sektor Nilai pengganda ini menunjukkan efek total terhadap sektor ke-j dalam perekonomian akibat adanya peningkatan pendapatan pada sektor ke-i. Nilai pengganda ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca sepanjang kolom sektor ke-j.

17 Pengganda pendapatan rumahtangga Nilai pengganda pendapatan rumahtanga menunjukkan efek total terhadap pendapatan rumahtangga akibat adanya peningkatan pendapatan pada sektor ke-i. Nilai pengganda ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur yang termasuk dalam kelompok rumahtangga sepanjang kolom sektor ke-i. 5. Pengganda pendapatan pihak swasta Nilai pengganda pendapatan ini menunjukkan efek total terhadap pendapatan pihak swasta akibat adanya peningkatan pendapatan pada sektor ke-i. Nilai pengganda ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur yang termasuk dalam kelompok swasta sepanjang kolom sektor ke-i. 6. Pengganda pendapatan pemerintah Nilai pengganda pendapatan ini menunjukkan efek total terhadap pendapatan pemerintah dimana nilai pengganda ini diperoleh dari penjumlahan koefisien matriks pengganda neraca pada kelompok pemerintah (kolom sektor ke-i). 7. Pengganda faktorial Nilai pengganda ini menunjukkan efek total terhadap peneriman blok faktor produksi (terdiri dari tenaga kerja dan modal). Nilai pengganda ini diperoleh dengan menjumlahkan koefisien matriks pengganda neraca pada unsur-unsur yang termasuk dalam blok faktor produksi. Untuk memperoleh gambaran yang lebih dalam da ri hasil analisis pengganda, dalam studi ini juga dilakukan analisis dekomposisi pengganda. Sebagaimana telah dipaparkan pada Bab 3, dikenal ada tiga analisis dekomposisi

18 117 pengganda, yaitu: transfer multiplier, open loop multiplier, dan close loop multiplier. Pengganda transfer yang menunjukkan pengaruh dari satu blok neraca pada dirinya sendiri. pengganda open loop atau cross effect yang menunjukk an pengaruh langsung dari satu blok ke blok lain. Pengganda closed loop menunjukkan pengaruh dari satu blok ke blok lain, kemudian kembali pada blok semula. Untuk memperoleh bagaimana interaksi suatu sektor dengan sektor lainnya dalam kerangka SAM analisis jalur structural (Structural Path Analysis, SPA) juga dilakukan dalam penelitian ini. Dalam SPA, masing- masing elemen pada multiplier SAM dapat didekomposisi kedalam pengaruh langsung, pengaruh total dan pengaruh global. SPA adalah sebuah metode yang dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh jaringan yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor pada sektor lainnya dalam suatu sistem sosial ekonomi. Pengaruh dari suatu sektor ke sektor lainnya tersebut dapat melalui sebuah jalur dasar (elementary path) atau sirkuit (circuit) sebagaimana telah dijelaskan pada Bab Analisis Simulasi Analisis simulasi dimaksudka n untuk mengetahui bagaimana dampak stimulus ekonomi sektor pertanian dan sektor pariwisata terhadap output, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan rumahtangga. Dari analisis ini akan diperoleh alternatif-alternatif kebijakan pembangunan ekonomi regional yang bermuara pada output, penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan. Dalam simulasi, stimulus ekonomi berdampak pada blok neraca sektor produksi (aktivitas) dan blok neraca institusi. Pada blok neraca sektor produksi,

19 118 dampak stimulus ekonomi adalah terhadap output sektor-sektor produksi dan pada blok neraca institusi adalah pada pendapatan rumahtangga yang berpenghasilan rendah. Kenaikan output sektor-sektor produksi dapat bersumber dari kenaikan permintaan (ekspor). Dengan demikian, stimulus ekonomi yang diberikan kepada sektor produksi mempunyai makna bahwa: kenaikan output sektor produksi yang berasal dari luar sistem tanpa menyebutkan sumber kenaikan secara spesifik. Jumlah stimulus ekonomi sebesar 100 milyar rupiah merupakan jumlah pembentuka n moda l tetap (Investasi) yang dituangka n da lam APBD Provinsi Bali. Untuk keperluan membandingkan dampak stimulus ekonomi (investasi) maka besaran stimulus ekonomi pada sektor atau sub-sektor pertanian dan pariwisata diberlakukan secara proporsional, dengan skenario sebagai berikut: Skenario 1 : Stimulus ekonomi (investasi) pada sektor pertanian sebesar Rp 100 milyar yang dialokasikan secara proporsional ke masing- masing subsektor pertanian. Skenario 2 : Stimulus ekonomi (investasi) pada sektor pariwisata sebesar Rp 100 milyar yang dialokasikan secara proporsional ke masingmasing s ub-sektor pariwisata. Skenario 3 : Stimulus ekonomi (investasi) pada sektor pertanian sebesar Rp 50 milyar yang dialokasikan secara proporsional ke masing- masing subsektor pertanian, dan stimulus ekonomi (investasi) pada sektor pariwisata sebesar Rp 50 milyar yang dialokasikan secara proporsional ke masing- masing sub-sektor pariwisata.

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. Sub bab ini akan membahas tentang analisis hasil terhadap

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan 138 BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA 6.1. Infrastruktur dan Kinerja perekonomian Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1 PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati 1 ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis peran sektor agroindustri dalam perekonomian

Lebih terperinci

V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR V. PROSEDUR PENYUSUNAN INPUT-OUTPUT WILAYAH SENDIRI DAN ANTAR WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Penyusunan I-O antar wilayah Kalimantan Timur wilayah Utara dan Selatan dilatar belakangi oleh pemikiran

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan, penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan Juli 2004. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang

Lebih terperinci

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian

Lebih terperinci

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH 7.1. Nilai Tambah Nilai Tambah Bruto (NTB) yang biasa disebut juga Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003

IV. METODE PENELITIAN Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi 4.1.1. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 23 Studi ini menggunakan data SNSE Indonesia tahun 23 yang dicirikan dengan

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2004. Lokasi penelitian adalah provinsi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

V. METODE PENELITIAN

V. METODE PENELITIAN V. METODE PENELITIAN 5.. Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI Sebagaimana telah diungkapkan dalam Bab terdahulu bahwa studi ini akan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antarregional KBI-KTI atau

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada bagian tinauan pustaka serta mengacu pada tuuan penelitian, kerangka pemikiran

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 Abstract

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 21 III KERANGKA PEMIKIRAN 31 Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan,

Lebih terperinci

VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA

VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA 6.1. Output Sektoral Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri berupa stimulus ekonomi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis multiplier dan analisis jalur struktural (SPA) mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 trilyun terhadap

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA Dampak Transfer Payment (Achmad Zaini) 15 DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA (The Impact of Transfer Payment on Income of Farmers Household

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

V. MEMBANGUN DATA DASAR

V. MEMBANGUN DATA DASAR V. MEMBANGUN DATA DASAR Sudah dikemukakan sebelumnya, di bagian metodologi bahwa sumber data utama yang digunakan dalam studi ini dalam rangka membangun Model CGE-Investasi Regional (CGE-IR) adalah Tabel

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pembangunan Pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas seluruh bidang kehidupan manusia yang meliputi tiga aspek penting yaitu : (1) peningkatan standar hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORETIS

III. KERANGKA TEORETIS III. KERANGKA TEORETIS 3.1. Kerangka Pe mikiran Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada Bab 1 dan Bab 2 dapat dinyatakan bahwa studi yang membahas tentang pembangunan ekonomi yang melihat peranan

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 28 Perekonomian Indonesia tahun 28 tumbuh 6,6%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 27 (6,28%). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang dan Masalah

1.1. Latar Belakang dan Masalah 1.1. Latar Belakang dan Masalah Secara agregat, perekonomian suatu negara atau wilayah dapat dibagi ke dalam sektor-sektor pertanian, industri dan jasa-jasa. Masing-masing sektor ini memiliki peranan penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

KAJIAN STRUKTUR EKONOMI KABUPATEN BEKASI

KAJIAN STRUKTUR EKONOMI KABUPATEN BEKASI KAJIAN STRUKTUR EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 YUHKA SUNDAYA, 2 INA HELENA AGUSTINA 1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No. 1 Bandung, 40116

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN 2010 No. 46/11/51/Th. IV, 5 Nopember PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN PDRB Provinsi Bali I meningkat sebesar 2,65 persen dibanding triwulan sebelumnya (q-to-q). Peningkatan terjadi di hampir semua

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2012 No. 06/05/62/Th.VI, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2012 PDRB Kalimantan Tengah Triwulan I-2012 dibanding Triwulan yang sama tahun 2011 (year on year) mengalami sebesar 6,26

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.24/05/33/Th.IV, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2010 PDRB Jawa Tengah pada triwulan I tahun 2010 meningkat sebesar 6,5 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat memiliki 25 kabupaten/kota. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 10.

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB II METODOLOGI Dalam penyusunan publikasi Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lamandau dipakai konsep dan definisi yang selama ini digunakan oleh BPS di seluruh Indonesia. Konsep dan definisi tersebut

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya. Pembangunan manusia seutuhnya selama ini, telah diimplementasikan pemerintah melalui pelaksanaan program pembangunan

Lebih terperinci