4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 27 4 HSIL DN PEMHSN 4.1 Karakteristik Surimi Patin Pengaruh Pencucian Daging lumat dan surimi merupakan bahan baku yang sering digunakan pada industri perikanan. Sifat fungsional daging lumat dan surimi merupakan karaktersitik awal yang harus diketahui agar dapat menghasilkan produk pangan yang bermutu baik dan disukai konsumen Karakteristik kimia Karakteristik kimia surimi sangat mempengaruhi mutu produk pangan yang dihasilkannya. Sifat fungsional daging dipengaruhi oleh kandungan air, protein, lemak, protein larut garam dan ph (Damodaran 1985). (a) Nilai ph Nilai ph merupakan parameter yang penting dalam analisis surimi. Hal ini terkait dengan sifat fungsional dari surimi. Mutu daging ikan segar dapat diindikasikan dengan nilai ph yang mendekati netral antara 6,8-7,2. Nilai ph surimi yang diperoleh berkisar antara 6,76 sampai dengan 8,79 pada pencucian dengan NaHCO 3. Pencucian dengan Na 2 HPO 4 menghasilkan surimi dengan ph antara 6,76 sampai dengan 8,25. Nilai ph tertinggi diperoleh pada pencucian satu kali dengan konsentrasi bahan pencuci,7%. Hal ini sangat dimungkinkan karena ph larutan dengan konsentrasi bahan pencuci tertinggi tersebut mencapai 1. Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa pencucian satu kali dengan menggunakan bahan pencuci alkali (3%, 5% dan 7%) menghasilkan surimi dengan ph>8,. Ini terjadi karena daging lumat tidak mengalami pembilasan. erbeda dengan pencucian 2, 3 dan 4 kali yang nilainya lebih rendah dari pencucian satu kali untuk setiap perlakuan konsentrasi bahan pencuci. Hasil pengukuran nilai ph surimi pada penelitian ini disajikan dalam Gambar 5. Jenis pencuci tidak berpengaruh terhadap nilai ph surimi patin (p>,5). Faktor konsentrasi pencuci dan frekuensi pencucian berpengaruh nyata terhadap surimi patin yang dihasilkan (p<,5) (Lampiran 4b). Setiap taraf pencucian memberikan hasil yang berbeda terhadap nilai ph, sedangkan taraf konsentrasi

2 28 5% dan 7% tidak berpengaruh nyata pada nilai ph surimi (Lampiran 4c dan 4d). Pengukuran ph larutan NaHCO 3 Na dan Na 2 HPO 4 pada konsentrasi 5% dan 7% menghasilkan nilai ph yang tidak berbeda yaitu 1. Nilai ph Nilai ph Gambar 5 Histogram nilai ph surimi, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali. Liu et al. (21) melaporkan pembentukan gel pada daging ikan silver carp (Hypophthalmichthys molitrix) terjadi pada ph 5,5-7,5, sedangkan pada ph 8-9 tidak terbentuk gelasi. Peningkatan nilai ph menyebabkan penurunan tingkat gelasi dan kekuatan gel. Titik isoelektrik protein berkisar pada ph 5,5. Kemampuan daging dalam membentuk gel menjadi optimum pada ph tersebut. Pembentukan gel masih baik pada ph dengan kisaran 6,-6,4 (Foegeding et al. 1996). Hasil penelitian Suryanti (29) menunjukkan pembuatan surimi dari patin siam (Pangasius hypopthalmus) menghasilkan ph surimi 7,57, sedangkan daging lumat patin siam dengan pencucian satu kali dalam air dingin dan tanpa pencucian menghasilkan ph surimi 7,25 dan 7,19.

3 29 (b) Kadar air Kadar air merupakan data penting yang harus selalu dicantumkan dalam bahan pangan dan produk pangan karena sangat mempengaruhi mutu dari bahan dan produk pangannya. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi pencucian pada daging lumat patin menghasilkan surimi dengan kadar air yang cenderung meningkat (Gambar 6). Kadar air (% bb) Kadar air (% bb) Gambar 6 Histogram kadar air surimi, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali. Hasil analisis ragam kadar air (% bb) menunjukkan bahwa jenis pencuci, konsentrasi pencuci dan frekuensi pencucian menghasilkan perbedaan yang nyata pada surimi (Lampiran 5a). Konsentrasi bahan pencuci yang memberikan pengaruh yang berbeda adalah antara % dengan 3% dan 5%, sedang yang lainnya tidak berbeda (Lampiran 5b dan 5c). Kadar air daging lumat dan surimi dengan satu dan dua kali pencucian tidak memberikan pengaruh yang berbeda, begitu pun antara surimi dengan tiga dan empat kali pencucian memberikan hasil yang tidak berbeda.

4 3 Pencucian daging ikan berpengaruh terhadap kadar air. Kadar air tertinggi diperoleh pada surimi dengan frekuensi pencucian 4 kali. Chen et al. (1997) melaporkan bahwa pencucian berkali-kali dengan waktu yang lama akan meningkatkan hidrasi daging lumat dan degradasi protein miofibril, yang membuat proses dehidrasi berikutnya menjadi lebih sulit. Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwiningsih (24) menunjukkan kadar air daging marlin sebelum diolah menjadi surimi sebesar 74% dan setelah diolah menjadi surimi kadar airnya sebesar 77,7%. Suryanti (29) melaporkan kadar air daging lumat, daging lumat dengan satu kali pencucian dalam air dingin dan surimi patin siam secara berurutan 77,87%, 81,21% dan 83,5%. (c) Kadar protein Protein merupakan makromolekul yang paling banyak terdapat dalam jaringan daging ikan. Hasil pengamatan penelitian ditunjukkan pada Gambar 7. 1 Kadar protein (% bk) Kadar protein (% bk) Gambar 7 Histogram kadar protein surimi, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali. Hasil analisis ragam kadar protein (% bk) menunjukkan bahwa hanya faktor frekuensi pencucian yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<,5)

5 31 (Lampiran 6a). Perlakuan yang berbeda diberikan antara daging lumat dengan surimi yang dicuci. Perlakuan frekuensi pencucian satu, dua, tiga dan empat tidak menghasilkan perbedaan kadar protein (Lampiran 6b). Penelitian yang dilakukan Suryanti (29) menghasilkan kadar protein daging lumat, daging lumat dengan pencucian satu kali dalam air dingin dan surimi yang besarnya masing-masing 83,81%, 87,25% dan 81,65% (bk). Penelitian Siddaiah et al. (21) menunjukkan kadar protein daging lumat ikan silver carp (Hypophthalmichthys molitrix) sebesar 87,65% (bk), sedangkan Weber et al. (28) melaporkan kadar protein silver catfish (Rhamdia quelen) sebesar 75,98% (bk). (d) Kadar lemak Kadar lemak dalam daging ikan sangat mempengaruhi mutu surimi yang dihasilkan. Proses pencucian yang dilakukan terhadap daging lumat dapat mengurangi kadar lemak surimi yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan seperti disajikan pada Gambar 8. Kadar lemak (% bk) Kadar lemak (% bk) Gambar 8 Histogram kadar lemak surimi, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.

6 32 Penurunan kadar lemak merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan surimi terbaik dalam penelitian ini. Hasil pengamatan menunjukkan kadar lemak surimi patin lebih rendah dari daging lumat. Pencucian dengan air (%) telah dapat menghilangkan lemak yang nilainya tidak jauh berbeda dari pencucian dengan alkali (3%, 5% dan 7%). Hasil penelitian menunjukkan kadar lemak menurun cukup tinggi hanya dengan pencucian air dingin sebanyak satu kali. Hal ini karena karakteristik lemak patin yang berbeda dengan kebanyakan ikan berlemak lainnya, meskipun dalam penelitian ini masih belum dilakukan karakterisasi lemak patin. Hasil analisis ragam kadar lemak (% bk) menunjukkan bahwa jenis pelarut, konsentrasi pencuci dan frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada surimi yang dihasilkan (p<,5) (Lampiran 7a). Konsentrasi yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata adalah antara % dengan 5% dan 7%, serta antara 3% dengan 5%. Frekuensi pencucian menunjukkan bahwa hanya surimi dengan pencucian tiga kali yang tidak berbeda dari surimi dengan dua dan empat kali pencucian. Perlakuan frekuensi pencucian lainnya menunjukkan hasil yang berbeda (Lampiran 7b dab 7c). Penelitian Suryanti (29) yang menggunakan ikan patin siam sebagai bahan baku surimi diperoleh kadar lemak 5,94% (bk). Karayannakidis et al. (27) melaporkan pencucian ikan sardin (Sardina pilchardus) dengan alkali efektif untuk menghilangkan lemak. ledso et al. (2) menyatakan bahwa pada pengolahan surimi dari ikan yang banyak mengandung lemak digunakan natrium bikarbonat (NaHCO 3 ) sebanyak,5% yang berfungsi untuk membantu mengurangi kandungan lemak. enjakul et al. (23b) melaporkan bahwa proses pencucian dapat menghilangkan sebagian lemak dalam daging dan berpengaruh pada kemampuan membentuk gel Karakteristik fisik Sifat fungsional protein yang berperan penting dalam pengolahan daging meliputi sifat emulsi, water holding capacity (WHC) dan kekuatan gel (Fennema 1985). Mao dan Wu (27) menyatakan bahwa atribut warna dan tekstur yaitu kekuatan gel merupakan faktor utama dalam penerimaan produk-produk olahan pangan berbasis surimi. Pada penelitian ini pengamatan dilakukan terhadap kedua

7 33 atribut tersebut dan menjadi parameter penentu untuk menetapkan surimi terbaik dalam penelitian ini. (a) Rendemen Penghitungan rendemen merupakan hal yang perlu dilakukan untuk dapat memperkirakan bahan baku yang dibutuhkan dalam produksi. Penghitungan rendemen dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan jumlah surimi yang dihasilkan dengan berat utuh ikan yang digunakan. Data yang diperoleh dari penghitungan rendemen menunjukkan bahwa frekuensi pencucian berbanding terbalik dengan rendemen yang dihasilkan, yaitu semakin tinggi frekuensi pencucian maka akan semakin rendah rendemen yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena pencucian menyebabkan leaching beberapa komponen dari daging ikan. Siklus pencucian yang meningkat akan meningkatkan jumlah komponen larut air yang leaching. Hasil pengamatan disajikan dalam Gambar 9. 5 Rendemen surimi (%) Rendemen surimi (%) Gambar 9 Histogram rendemen surimi, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.

8 34 Konsentrasi pencuci dan frekuensi pencucian berpengaruh nyata terhadap rendemen surimi (Lampiran 8a). Pencucian dengan konsentrasi pencuci 5% memberikan hasil yang berbeda nyata dengan konsentrasi pencuci 7%, sedangkan perlakuan yang lain tidak berpengaruh nyata. Pada frekuensi pencucian, hampir semua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata, kecuali pencucian satu dan dua kali (p>,5) (Lampiran 8b dan 8c). (b) Derajat putih surimi Warna merupakan salah satu atribut penting yang diamati dalam penelitian ini, karena pada umumnya daging patin memiliki warna yang agak kekuningan. Penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki warna surimi patin menjadi lebih pucat. Hasil pengamatan yang diperoleh disajikan pada Gambar 1. Derajat putih surimi (%) Derajat putih surimi (%) Gambar 1 Histogram derajat putih surimi, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali. Derajat putih surimi yang dihasilkan dari masing-masing perlakukan lebih tinggi dari daging lumatnya. Chen et al. (1997) melaporkan bahwa proses

9 35 pencucian menghilangkan sebagian lemak dan pigmen dalam daging ikan. Derajat putih tertinggi diperoleh dari pencucian 4 kali. Perlakuan pencucian yang diberikan pada daging lumat patin mampu meningkatkan derajat putih surimi yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena pencucian yang dilakukan dapat mengeluarkan darah, lemak dan senyawa lain yang dapat menyebabkan warna yang kurang menarik pada daging patin. Hal ini terlihat dari air sisa pencucian yang berwarna merah dan terdapat banyak buih lemak yang mengapung pada air sisa pencucian. Derajat putih surimi semakin baik dengan siklus pencucian yang meningkat. Hal ini menunjukkan lebih banyak senyawa yang leaching karena pencucian yang berulang. Hasil analisis ragam terhadap warna menunjukkan bahwa jenis pencuci, konsentrasi pencuci dan frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang nyata terhadap derajat putih surimi yang dihasilkan (p<,5) (Lampiran 9a). Semua perlakuan konsentrasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap derajat putih surimi, kecuali pada konsentrasi % dengan 7% dan konsentrasi 3% dengan 5% (Lampiran 9b). Frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang nyata, kecuali antara pencucian tiga kali dengan pencucian satu dan dua kali (Lampiran 9c). Kim et al. (1996) menyatakan bahwa warna surimi dari daging gelap dapat diperbaiki dengan meningkatkan siklus pencucian. Penelitian Santoso et al. (29) menunjukkan hal yang sama. Surimi yang dibuat dari tetelan beku ikan kakap dan ikan layang dengan tiga kali pencucian memiliki derajat putih yang lebih tinggi dari surimi dengan dua kali pencucian. Karayannakidis et al. (27) melakukan pencucian terhadap daging ikan sardin (Sardina pilchardus) dengan kondisi asam dan alkali dan menghasilkan indeks kecerahan dan derajat putih yang lebbih baik. ledso et al. (2) menyatakan bahwa pada pengolahan surimi dari ikan yang banyak mengandung lemak dengan natrium bikarbonat (NaHCO 3 ) sebanyak,5% dapat mengubah warna menjadi lebih baik. Santoso et al. (28) melakukan penelitian pembuatan surimi dari ikan cucut pisang (Carcharinus falciformis) dan ikan pari kelapa (Trygon sephen) yang dibuat dengan pencucian air dingin sebanyak tiga kali. Hasilnya menunjukkan derajat putih warna surimi cucut pisang dan pari kelapa masing-masing 41,1% dan 32,5%.

10 36 (c) Kekuatan gel Ikan dengan kadar lemak tinggi seperti patin umumnya memiliki kemampuan membentuk gel yang rendah. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar lemak adalah dengan melakuan perlakuan pencucian terhadap daging lumat. Hasil penelitian pengaruh pencucian terhadap kekuatan gel disajikan pada Gambar 11. Kekuatan gel (g cm) Kekuatan gel (g cm) Gambar 11 Histogram kekuatan gel kamaboko, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali. Hasil analisis ragam kekuatan gel (p<,5) menunjukkan bahwa jenis pelarut dan frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan gel kamaboko yang dihasilkan (Lampiran 1a). Pada faktor frekuensi pencucian diperoleh data bahwa semua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekuatan gel kamaboko yang dihasilkan, kecuali antara pencucian dua kali dengan pencucian satu dan empat kali (Lampiran 1b). Surimi dari pencucian satu kali dengan air (%) menghasilkan kamaboko dengan kekuatan gel tertinggi yaitu 23,43 g.cm. Kekuatan gel tertinggi menjadi

11 37 dasar penentuan surimi terbaik pada penelitian sehingga pencucian dengan air dingin dan frekuensi pencucian satu kali ditetapkan menjadi perlakuan terbaik. Pencucian empat kali menghasilkan kekuatan gel terendah. Ini menunjukkan bahwa siklus pencucian yang meningkat cenderung menurunkan kekuatan gel. Chen et al. (1997) menyatakan bahwa penambahan siklus pencucian dengan waktu yang lama akan meningkatkan hidrasi daging lumat dan degradasi protein miofibril, yang akhirnya menghambat kemampuan membentuk gel. Santoso et al. (29) melaporkan bahwa kekuatan gel surimi yang dibuat dari tetelan ikan kakap dan ikan layang dengan pencucian air dingin sebanyak dua kali lebih tinggi dari pencucian tiga kali. Liu et al. (21) melaporkan pembentukan gel pada daging ikan silver carp (Hypophthalmichthys molitrix) terjadi pada ph 5,5-7,5. Peningkatan nilai ph menyebabkan penurunan tingkat gelasi dan kekuatan gel. Phatcharat et al. (26) melaporkan bahwa pencucian dengan NaOCl 2 ppm dapat memperbaiki sifat gel surimi bigeye snapper (Priacanthus tayenus). Penelitian lain dilaporkan oleh Karayannakidis et al. (27) yang melakukan pencucian daging ikan sardin (Sardina pilchardus) pada ph 5,5 dan dihasilkan kamaboko dengan mutu gel terbaik. Santoso et al. (28) melaporkan kekuatan gel surimi dari ikan cucut pisang (Carcharinus falciformis) dan pari kelapa (Trygon sephen) dengan pencucian air dingin sebanyak tiga kali adalah 276,24 g.cm dan 339,82 g.cm Karakteristik sensori Penilaian sensori surimi dilakukan terhadap penampakan. Penilaian sensori kamaboko meliputi uji lipat, uji gigit, penampakan, warna, tekstur, aroma, dan rasanya. (a) Penampakan surimi Uji sensori dilakukan dengan menilai penampakan surimi. Skor minimal surimi dengan grade adalah 7 (SN 26). Hasil penelitian menunjukan surimi dari satu kali pencucian dengan air dingin telah memenuhi syarat tersebut. Hasil rata-rata skor sensori untuk penampakan surimi disajikan dalam Gambar 12. Hasil pengamatan sensori terhadap penampakan surimi diperoleh hasil ratarata tertinggi yaitu 7,8 untuk pencucian dengan NaHCO 3 3% dengan dua kali

12 38 pencucian, sedangkan pada pencucian dengan Na 2 HPO 4 skor tertinggi pada pencucian % dengan satu kali pencucian. Skor 7 menunjukkan bahwa surimi yang dihasilkan murni daging tanpa tulang, duri, sisik, dan benda asing namun terdapat sedikit serat (5%). erdasarkan uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11a) dan uji perbandingan berganda diperoleh hasil bahwa hanya perlakuan pencucian dua kali dengan satu dan empat kali yang menghasilkan pengaruh berbeda pada penampakan surimi. Konsentrasi pencuci tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap penampakan surimi (Lampiran11b dan 11c). Skor penampakan Skor penampakan Gambar 12 Histogram skor penampakan surimi, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali. (b) Uji lipat kamaboko Kemampuan membentuk gel surimi menentukan kekuatan gel kamaboko yang dihasilkannya. Kekuatan gel secara sensori dapat dinilai dengan melakukan uji lipat kamaboko. Kamaboko yang dibuat dari surimi hasil pencucian satu kali dengan konsentrasi % (air) memperoleh skor 7,3 yang berarti masih masuk dalam kategori grade berdasarkan SN (26). Hasil uji lipat menunjukkan

13 39 kamaboko dari surimi terbaik hanya sedikit retak bila dilipat 4. Hasil pengamatan sensori terhadap uji lipat kamaboko diperoleh hasil rata-rata terendah dan tertinggi yaitu 4,3 dan 8,3 dan disajikan pada Gambar 13. Skor uji lipat Skor uji lipat Gambar 13 Histogram skor uji lipat kamaboko, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali. erdasarkan uji Kruskal-Wallis (Lampiran 12a) dan uji perbandingan berganda diperoleh hasil bahwa konsentrasi bahan pencuci % menghasilkan skor penampakan yang berbeda dengan konsentrasi yang lainnya. Konsentrasi yang juga memberikan skor berbeda yaitu antara konsentrasi 5% dengan 3% dan 7% serta antara konsentrasi 7% dengan 5% (Lampiran 12b). Hasil uji sensori sejalan dengan pengukuran kekuatan gel kamaboko dimana frekuensi pencucian yang meningkat menghasilkan kamaboko dengan skor uji lipat yang semakin rendah. Hal ini karena frekuensi pencucian yang lebih banyak menyebabkan kekuatan gel yang menurun. Uji lipat terhadap daging lumat menunjukkan hasil yang berbeda dengan surimi hasil pencucian satu, dua, dan tiga kali namun tidak berbeda dengan pencucian empat kali. Pencucian empat kali berbeda dengan pencucian satu, dua dan tiga kali (Lampiran 12c).

14 4 (c) Uji gigit kamaboko Kekuatan gel kamaboko dapat juga dinilai dengan uji gigit. Kamaboko yang dibuat dari surimi hasil pencucian satu kali dengan air dingin memperoleh skor 7,1 yang berarti masih masuk dalam kategori grade berdasarkan SN (26). Pada uji gigit diperoleh hasil bahwa kamaboko dari surimi terbaik memiliki kekenyalan yang agak kuat. Hasil pengamatan penelitian dapat dilihat dari Gambar 14. Skor uji gigit Skor uji gigit Gambar 14 Histogram skor uji gigit kamaboko, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali. Hasil pengamatan sensori terhadap uji gigit kamaboko diperoleh hasil ratarata antara 5, hingga 7,9 yang artinya kamaboko yang dihasilkan memiliki kekenyalan agak lunak sampai agak kuat. erdasarkan uji Kruskal-Wallis (Lampiran 13a) dan uji perbandingan berganda diperoleh hasil bahwa semua faktor memberikan pengaruh berbeda terhadap skor uji gigit kamaboko. Skor uji gigit kamaboko dari surimi yang dicuci dengan konsentrasi 7% tidak berbeda dengan % dan 3%. Hasil yang tidak berbeda juga diperlihatkan antara konsentrasi 3% dan 5% (Lampiran 13b). Skor uji gigit kamaboko dari surimi

15 41 yang dicuci dengan frekuensi pencucian satu kali berbeda dengan pencucian dua dan tiga kali yang berbeda (Lampiran 13c). (d) Penampakan kamaboko Penampakan merupakan atribut pertama yang dinilai konsumen dalam memilih produk. Penilaian penampakan kamaboko meliputi bentuk kamaboko, permukaan, ketebalan serta struktur yang berpori. Hasil pengamatan penelitian dapat dilihat dari Gambar 15. Skor penampakan Skor penampakan Gambar 15 Histogram skor penampakan kamaboko, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali. Hasil pengamatan sensori terhadap penampakan kamaboko diperoleh hasil rata-rata antara 3, hingga 5,6. Skor 3 menunjukkan kamaboko yang dihasilkan memiliki penampakan yang utuh tetapi kurang rapi, permukaan dan ketebalan kurang rata, berpori serta kurang mengkilat. Kamaboko dengan skor tertinggi memiliki spesifikasi utuh, rapi, permukaan rata, ketebalan kurang rata, sedikit berpori, dan agak mengkilat. erdasarkan uji Kruskal-Wallis (Lampiran 14a) dan uji perbandingan berganda diperoleh hasil bahwa semua faktor memberikan pengaruh yang berbeda terhadap penampakan kamaboko. Penampakan kamaboko yang tidak berbeda ditunjukkan antara kamaboko dari daging lumat dan

16 42 kamaboko dari surimi dengan konsentrasi pencuci 3% serta antara konsentrasi 5% dan 7% (Lampiran 14b). Perlakuan frekuensi pencucian yang berbeda ditunjukkan oleh kamaboko dari daging lumat dengan kamaboko dari surimi hasil pencucian satu, dua dan tiga kali. Hasil yang berbeda juga ditunjukkan oleh kamaboko dari surimi dengan pencucian empat kali dengan pencucian satu, dua, dan tiga 3 kali (Lampiran 14c). (e) Warna kamaboko Warna merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam produksi surimi. Jenis ikan yang mengandung lemak tinggi serta komposisi daging merah yang tinggi umumnya tidak dijadikan bahan baku untuk pembuatan surimi. Jika akan digunakan, diperlukan perlakuan untuk memperbaiki warna surimi, misalnya dengan pencucian. Hasil pengamatan terhadap warna kamaboko disajikan pada Gambar 16. Skor warna Skor warna Gambar 16 Histogram skor warna kamaboko, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali. Warna kamaboko dari daging lumat memperoleh skor paling rendah yaitu 1,5. Nilai ini menunjukkan kisaran warna kamaboko yang kuning sampai

17 43 kecoklatan. Skor tertinggi diperoleh dari perlakuan pencucian 3 kali dengan konsentrasi NaHCO 3 3% yaitu 4,9 dengan kisaran warna hampir putih. Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 15a) dan uji perbandingan berganda diperoleh hasil bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna kamaboko. Kamaboko dari surimi dengan konsentrasi pencuci % berbeda dengan konsentrasi 5% dan 7%. Pencucian dengan konsentrasi pencuci 3% dan 5% juga memberikan pengaruh yang berbeda (Lampiran 15b), sedangkan pada faktor frekuensi pencucian, hampir semua perlakuan berpengaruh nyata, kecuali antara pencucian dua dengan tiga kali (Lampiran 15c). (f) Tekstur kamaboko Tekstur merupakan atribut penting pada produk olahan surimi selain warna. Tekstur kamaboko yang dinilai adalah kekenyalan, kekompakan dan kepadatan kamaboko. Tekstur kamaboko hasil pengamatan disajikan pada Gambar 17. Skor tekstur Skor tekstur Gambar 17 Histogram skor tekstur kamaboko, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali. Tekstur kamaboko dari daging lumat memperoleh skor paling rendah yaitu 4,8 (tekstur kamaboko tergolong kenyal, agak kompak dan agak padat). Nilai

18 44 tertinggi adalah 5,9 (NaHCO 3 ) dan 5,8 (Na 2 HPO 4 ) yang berarti kenyal, kompak dan padat. Umumnya daging lumat patin yang diolah menjadi produk gelasi memiliki tekstur yang kurang kenyal, kurang kompak dan tidak padat. Tekstur kamaboko menjadi lebih baik pada surimi yang dicuci, namun pencucian empat kali menghasilkan skor tekstur yang lebih rendah dari pencucian yang lainnya. Hasil uji perbandingan berganda yang dilakukan antar perlakuan konsentrasi dan frekuensi pencucian menunjukkan bahwa hanya perlakuan 3% dan 5% yang berbeda nyata (Lampiran 16a) serta perlakuan empat kali pencucian berbeda dengan pencucian yang lain (Lampiran 16b dan 16c). (g) roma kamaboko Penilaian terhadap aroma dilakukan dengan menilai terciumnya aroma ikan dari kamaboko. Perlakuan pencucian terhadap daging lumat patin berpengaruh terhadap aroma ikan pada kamaboko seperti disajikan pada Gambar 18. Skor aroma Skor aroma Gambar 18 Histogram skor aroma kamaboko, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali. roma ikan pada kamaboko umumnya berkurang dengan adanya proses pencucian. roma ikan paling tercium pada kamaboko yang dibuat dari daging

19 45 lumat. roma kamaboko dari surimi terbaik memperoleh skor 4,6-5,5. Kisaran ini menunjukkan kamaboko yang dihasikan tercium aroma ikan sampai agak kuat. Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 17a) menunjukkan adanya perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap aroma ikan pada kamaboko patin. Hasil uji perbandingan berganda yang dilakukan menunjukkan bahwa hanya pada taraf konsentrasi % dengan 3% serta antara % dengan 5% yang berbeda nyata (Lampiran 17b). Pencucian daging dapat menghilangkan trimetil amin oksida (TMO), selain darah, sarkoplasma, dan enzim (Shimizu et al. 1992). Skor tertinggi penilaian aroma pada penelitian ini diperoleh kamaboko dari daging lumat. Hal ini karena tidak terjadi leaching komponen pembentuk aroma seperti senyawasenyawa nitrogen termasuk di dalamnya asam amino bebas, peptida dengan bobot molekul rendah dan nukleotida. (h) Rasa kamaboko Penilaian rasa meliputi rasa ikan serta rasa gurih pada kamaboko. Hasil pengamatan terhadap aroma ikan pada kamaboko disajikan pada Gambar 19. Skor rasa Skor rasa Gambar 19 Histogram skor rasa kamaboko, : dengan NaHCO 3, : dengan Na 2 HPO 4, : daging lumat, : pencucian 1 kali, : pencucian 2 kali, : pencucian 3 kali dan : pencucian 4 kali.

20 46 Rasa kamaboko dari surimi yang tidak melalui proses pencucian memperoleh skor paling tinggi yaitu 5,5 dan 5,6 untuk pencuci NaHCO 3 dan Na 2 HPO 4. Nilai skor tersebut berarti kamaboko terasa ikan dan agak gurih. Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 18a) menunjukkan adanya perlakuan yang meberikan pengaruh nyata terhadap aroma ikan pada kamaboko patin. Hasil uji perbandingan berganda menunjukkan bahwa tidak ada perlakuan konsentrasi yang berbeda nyata (Lampiran 18b). Hasil yang berbeda ditunjukkan pada frekuensi pencucian dua dan tiga kali yang berbeda dengan daging lumat (Lampiran 18c). 4.2 Karakteristik Surimi Pengaruh Perendaman Filet Tahap perendaman dilakukan dengan tujuan mengetahui pengaruh lama perendaman filet dalam air dingin terhadap karakteristik kimia dan fisik surimi. Perendaman dilakukan terhadap filet daging patin sebelum digiling. Perlakuan ini dilakukan dengan empat taraf lama perendaman yaitu, 1, 2 dan 3 menit pada air dingin (1 C) dengan perbandingan daging dengan air 1:3 (b/v) Karakteristik kimia Karakteristik kimia surimi hasil perendaman filet yang diamati meliputi ph, kadar air, lemak, dan protein. Hasil yang dicantumkan dalam Tabel 3 merupakan nilai rata-rata dari dua kali ulangan. Tabel 3 Hasil analisis kimia surimi pengaruh perendaman filet Frekuensi Lama ph Kadar air Kadar lemak Kadar protein Pencucian Perendaman (% bb) (% bk) (% bk) Tanpa dicuci menit 6,76 77,76 1,99 8,27 1 menit 6,77 78,86 11,16 82,88 2 menit 6,8 78,95 1,86 77,36 3 menit 6,8 79, 11,29 78,48 Dicuci 1 kali menit 6,83 81,14 11,29 78,76 1 menit 6,79 81,52 1,31 83,2 2 menit 6,84 82,5 8,97 76,94 3 menit 6,82 81,54 7,12 76,65 Hasil analisis ragam nilai ph surimi (Lampiran 19) menunjukkan bahwa nilai ph yang berbeda nyata hanya dipengaruhi oleh frekuensi pencucian. Lama perendaman tidak berpengaruh terhadap nilai ph surimi yang dihasilkan. Hal ini

21 47 dimungkinkan karena yang digunakan hanya air tanpa tambahan bahan lain yang bisa mempengaruhi ph air maupun surimi yang dicuci. Nilai ph yang cenderung tidak berubah dengan lama perendaman filet menunjukkan bahwa kondisi daging ikan tidak mengalami perubahan mutu yang berarti. Hal ini terjadi karena suhu perendaman tetap dijaga pada suhu 1 C sehingga mutu daging ikan masih tetap terjaga pada kondisi segar. Pengamatan terhadap kadar air, menunjukkan hasil yang berbeda antara daging lumat dengan surimi yang dilakukan pencucian sebelumnya. erdasarkan analisis ragam, lama perendaman, dan pencucian memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air surimi yang dihasilkan (nilai p<,5) (Lampiran 2a). Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa lama perendaman 2 dan 3 menit berbeda dengan kadar air surimi yang tidak direndam sebelum digiling (Lampiran 2b). Pengamatan kadar lemak menunjukkan penurunan kadarnya pada surimi yang melalui proses pencucian. Perendaman tidak berpengaruh terhadap kadar lemak surimi. Kadar lemak surimi hanya dipengaruhi oleh pencucian (Lampiran 21). Hal ini terjadi karena setelah perendaman dilakukan trimming (pemisahan lemak). Kadar lemak terendah diperoleh surimi dari lama perendaman 3 menit dengan pencucian satu kali. Perendaman filet dengan air dingin yang lebih lama membuat lemak yang menempel di atas permukaan menjadi lebih padat sehingga lebih mudah untuk dipisahkan sebelum filet dilumatkan. Pengamatan kadar protein menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman memberikan pengaruh yang berbeda (Lampiran 22a), yaitu lama perendaman filet 1 menit berbeda dengan lama perendaman yang lainnya (Lampiran 22b). Protein daging lumat lebih tinggi dari surimi. Lama perendaman juga berpengaruh terhadap kadar protein surimi yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa bukan hanya pencucian yang dapat menyebabkan leaching komponen larut air dari daging patin. Perendaman filet juga dapat menyebabkan leaching meskipun tidak sama dengan pencucian Karakteristik fisik Karakteristik fisik surimi yang diamati meliputi warna surimi dan kekuatan gel kamabokonya. Masing-masing dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Hasil yang dicantumkan dalam Tabel 4 merupakan nilai rata-rata dari dua kali ulangan.

22 48 Hasil pengamatana derajat putih surimi hasil perendaman menunjukkan bahwa perendaman filet memberikan pengaruh terhadap derajat putih surimi yang dihasilkan. Perendaman terhadap filet daging menghasilkan derajat putih yang lebih tinggi dari surimi yang tidak dilakukan perendaman filet sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi pada kekuatan gel. Tabel 4 Hasil analisis derajat putih surimi dan kekuatan gel kamaboko Frekuensi Lama Derajat putih surimi Kekuatan gel kamaboko Pencucian Perendaman (%) (g.cm) Tanpa dicuci menit 54,14 19,5 1 menit 58,41 231,35 2 menit 56,48 242,85 3 menit 6,17 26,2 Pencucian 1 kali menit 64,87 223,3 1 menit 66,83 253,75 2 menit 69,13 263,15 3 menit 68,64 278,15 nalisis ragam yang dilakukan terhadap derajat putih (Lampiran 33a) serta kekuatan gel (Lampiran 34a) menunjukkan bahwa perendaman dan frekuensi pencucian memberikan pengaruh yang nyata terhadap surimi (p<,5). Hasil Uji Tukey menunjukkan perendaman menghasilkan nilai derajat putih surimi tanpa perendaman filet dengan surimi yang direndam filetnya terlebih dahulu, baik dengan lama perendaman 1, 2 dan 3 menit (Lampiran 33b). Perendaman 1, 2 dan 3 menit tidak memberikan pengaruh yang nyata pada nilai derajat putih. Pada kekuatan gel, semua perbandingan lama perendaman filet memberikan nilai yang berbeda nyata (Lampiran 34b). 4.3 Karakteristik Pempek Surimi terbaik dari penelitian tahap kedua digunakan sebagai bahan baku pempek. Perlakuan yang menghasikan surimi terbaik adalah dari penelitian tahap perendaman filet yang dilakukan, dipilih perendaman filet 3 menit serta pencucian satu kali untuk dijadikan perlakuan sebelum daging patin digunakan sebagai bahan baku pempek. Perlakuan pada pembuatan pempek adalah formulasi bahan yang terdiri dari surimi patin, tapioka, air dan garam. Pempek yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan kemudian dilakukan pengamatan

23 49 fisik (derajat putih dan kekuatan gel), kimia (kadar air, abu, lemak, dan protein) serta uji sensori (uji pembedaan terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa) Karakteristik kimia Hasil analisis kimia pempek patin menunjukkan bahwa kadar air, protein dan lemak berbanding terbalik dengan jumlah tapioka yang ditambahkan dalam formulasi. Kadar abu berbanding lurus dengan peningkatan jumlah tapioka. Hasil pengamatan kimia pempek disajikan pada Tabel 5 dan merupakan hasil rata-rata tiga kali ulangan. Hasil analisis ragam kadar air (bb) pempek patin (Lampiran 23a) menunjukkan bahwa formulasi memberikan pengaruh yang nyata (p<,5). nalisis kadar abu (bk) mennunjukkan bahwa formulasi tidak berpengaruh nyata (Lampiran 24). Tabel 5 Hasil analisis kimia pempek patin Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Sampel (% bb) (% bk) (% bk) (% bk) Pempek gabus 61,64 3,4 15,71 3,16 Formulasi 1 7,81 2,66 3,68 2,15 Formulasi 2 65,92 3,4 22,79,75 Formulasi 3 63,58 3,56 15,69,84 Formulasi 4 6,22 4,11 15,21,83 Pengamatan yang dilakukan terhadap kadar protein (bk) menunjukkan bahwa formulasi berpengaruh secara nyata (p<,5) (Lampiran 25a). Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa semua formulasi berbeda nyata satu dengan yang lain (Lampiran 25b). Kadar lemak pempek dengan perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hal ini ditunjukkan dengan analisis ragam pada Lampiran 26a. Uji lanjut menunjukkan bahwa kadar lemak pempek dengan perlakuan formulasi 4 berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Namun tidak dengan perlakuan yang lainnya (Lampiran 26b). Penggunaan tapioka dengan jumlah yang lebih banyak menghasilkan kadar air pempek yang lebih rendah. Hal ini terlihat dari kadar air pempek formulasi 1, 2, 3 dan 4 yang semakin rendah secara berturut-turut. Jumlah tapioka yang ditambahkan berpengaruh terhadap jumlah air yang dapat terperangkap dalam

24 5 granula amilosa dan amilopektin sehingga menjadi air terikat dalam molekul amilosa maupun amilopektin. Hal ini menyebabkan jumlah air bebas menurun dan penghitungan kadar air juga ikut berkurang. Kadar lemak dan kadar protein juga menurun dengan penambahan jumlah tapioka yang digunakan. Hal ini terjadi karena komponen utama dalam tapioka adalah karbohidrat sehingga yang akan meningkat adalah kadar karbohidratnya, meskipun pada penelitian ini tidak dilakukan pengamatan kadar karbohidrat pempek patin. Kadar abu meningkat sejalan dengan jumlah penggunaan tapioka yang semakin banyak. Jumlah tapioka yang lebih banyak menghasilkan pempek dengan kadar abu yang lebih tinggi Karakteristik fisik Kekuatan gel pempek meningkat sejalan dengan peningakatan jumlah tapioka yang ditambahkan (Tabel 6). Semakin banyak pati yang ditambahkan, akan meningkatkan kekuatan gel. Tabel 6 Hasil analisis fisik pempek patin Sampel Kekuatan gel (g.cm) Derajat putih (%) Pempek gabus 289,23 73,38 Formulasi 1 213,4 7,6 Formulasi 2 34,64 68,88 Formulasi 3 295, 66,94 Formulasi 4 386,67 7,22 Hasil analisis ragam terhadap derajat putih pempek patin (Lampiran 27a) menunjukkan bahwa formulasi yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>,5). Pengukuran kekuatan gel pempek patin menunjukkan hal yang sebaliknya dengan derajat putih. Formulasi pempek memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekuatan gel (p<,5) (Lampiran 28a). Semua perlakuan formulasi berbeda antara yang satu dengan yang lainnya (Lampiran 28b). Hal ini disebabkan oleh jumlah pati yang ditambahkan pada masing-masing formulasi berbeda. Kekuatan gel pada formulasi 4 lebih tinggi dari pempek yang lain. Formulasi ini menggunakan pati yang paling banyak dari pempek yang lain. Pati merupakan biopolimer yang biasa ditambahkan pada surimi sebagai ingredient untuk memperbaiki sifat fungsionalnya (Lee 22). Dilaporkan oleh

25 51 Chin et al. (1998) bahwa interaksi antara protein dan karbohidrat dapat meningkatkan kemampuan membentuk gel. Tekstur produk olahan surimi dipengaruhi juga dengan sifat fisiko-kimia dan jumlah bahan yang ditambahkan serta interaksinya dengan matriks gel protein (Lee 22). Penambahan tapioka dalam pembuatan pempek berfungsi sebagai pengikat air untuk menghindari penyusutan akibat pemasakan. Tapioka juga membentuk tekstur yang baik dan meningkatkan volume. Peningkatan volume dapat mengurangi jumlah daging ikan yang digunakan sehingga menekan biaya produksi. Penggunaan jumlah tapioka yang semakin banyak dapat membuat pempek semakin padat, kenyal, dan keras. Tekstur yang keras terjadi karena struktur matriks pati menjadi sulit dipecahkan (Pandisurya 1983) Karakteristik sensori Karakteristik sensori pempek yang dinilai meliputi warna, tekstur, aroma, dan rasanya. Warna dan tekstur merupakan atribut pertama yang diperhatikan konsumen dalam memilih pempek ikan. Setelah itu konsumen dicicipi aroma dan rasa ikan baru akan dapat dinilai konsumen. Dari hasil uji pembedaan terhadap pempek patin diperoleh data seperti tersaji pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil uji pembedaan pempek patin Pasangan Sampel Warna Tekstur roma Rasa Sama eda Sama eda Sama eda Sama eda PG PG F1 PG F2 PG F3 PG F4 PG Total Keterangan: PG = pempek gabus; F1 = formulasi 1; F2 = formulasi 2; F3 = formulasi 3; F4 = formulasi 4 Penilaian yang dilakukan panelis terhadap pempek patin menunjukkan bahwa pempek patin memiliki rasa yang hampir mirip dengan pempek gabus dengan tingkat kemiripan 88%. Penilaian terhadap seluruh atribut menunjukkan bahwa formulasi 2 merupakan pempek terbaik. Tingkat kemiripan pempek terbaik dengan pempek kontrol merupakan yang tertinggi yaitu 65%.

26 52 Rosdiana (22) melaporkan pempek dengan jumlah penambahan pati terbanyak menghasilkan warna yang lebih putih dari pempek lainnya. Penilaian tekstur menunjukkan bahwa penambahan tapioka paling sedikit menghasilkan pempek dengan tekstur paling lembut dengan aroma ikan paling kuat. Hasil analisis warna pempek (Lampiran 29a) diketahui bahwa rasio tapioka yang diberikan dalam formulasi pempek memberikan pengaruh yang berbeda nyata antara pempek kontrol dengan pempek perlakuan (p<,5). Uji Dunnet menunjukkan bahwa hanya formulasi 2 yang tidak berbeda secara nyata dengan kontrol sedang pempek dengan rasio yang lainnya berbeda dengan kontrol (Lampiran 29b). Hasil analisis tekstur pempek (Lampiran 3a) diketahui bahwa jumlah tapioka yang diberikan dalam formulasi pempek memberikan pengaruh yang berbeda nyata antara pempek kontrol dengan pempek perlakuan (p<,5). Uji Dunnet (2-arah) menunjukkan bahwa hanya dua perlakuan yang berbeda dengan pempek gabus, yaitu formulasi 3 dan formulasi 4 (Lampiran 3b). Pada pengamatan aroma pempek, diperoleh hasil analisis bahwa formulasi tapioka memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 31a). Uji lanjut menunjukkan bahwa semua perlakuan formulasi berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 31b). Tidak demikian dengan rasa pempek patin. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh terhadap rasa. Panelis menilai bahwa rasa pempek patin sama dengan pempek kontrol.

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar

Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar LAMPIRAN 61 62 Lampiran 1 Lembar penilaian uji organoleptik ikan segar Nama Panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian. Berilah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan frekuensi pencucian daging lumat yang tepat (1 kali pencucian, 2 kali pencucian dan 3 kali pencucian) dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Ikan patin (Pangasius pangasius) termasuk ke dalam famili Pangasidae dan merupakan ikan berkumis air tawar yang tersebar di seluruh Asia Selatan dan Tenggara. Famili

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

PRODUK OLAHAN PANGAN TURUNANNYA DALAM RANGKA PENGUATAN KETAHANAN PANGAN

PRODUK OLAHAN PANGAN TURUNANNYA DALAM RANGKA PENGUATAN KETAHANAN PANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI SURIMI IKAN AIR TAWAR DAN PRODUK OLAHAN PANGAN TURUNANNYA DALAM RANGKA PENGUATAN KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT KABUPATEN BOGOR Oleh : Heru Sumaryanto Joko Santoso Pudji Muljono Chairita

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C

KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C KARAKTERISTIK BAKSO KERING IKAN PATIN (Pangasius sp.) Oleh : David Halomoan Hutabarat C34103013 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pembuatan Gel Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan frekuensi pencucian terbaik pada surimi ikan nila merah. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

31 untuk perhitungan rendeman memiliki berat sebesar gram. Rendemen ikan tubuh layaran dihitung dengan cara persentase perbandingan dari bagian

31 untuk perhitungan rendeman memiliki berat sebesar gram. Rendemen ikan tubuh layaran dihitung dengan cara persentase perbandingan dari bagian 30 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Ikan Layaran (Istiophorus sp.) Penelitian ini menggunakan bahan baku ikan layaran (Istiophorus sp.) yang diperoleh dari TPI Pelabuhan Ratu Kabupaten

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Daging Lumat Ikan layaran yang akan diolah telah dilakukan uji organoleptik terlebih dahulu untuk melihat tingkat kesegarannya. Uji organoleptik merupakan cara pengujian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

Lampiran1. Lembar penilaian (score sheet) organoleptik kamaboko Lembar penilaian uji lipat kamaboko

Lampiran1. Lembar penilaian (score sheet) organoleptik kamaboko Lembar penilaian uji lipat kamaboko 79 Lampiran. Lembar penilaian (score sheet) organoleptik kamaboko Lembar penilaian uji lipat kamaboko Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Jenis contoh : Instruksi : Nyatakan penilaian dengan member tanda

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil.

Lampiran 1 Tahapan Penelitian. Penirisan. 1 ekor karkas ayam segar. Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Serbuk kitosan komersil. LAMPIRAN 59 60 Lampiran Tahapan Penelitian Serbuk kitosan komersil ekor karkas ayam segar Tanpa perlakuan kitosan (Kontrol) Pembuatan larutan kitosan (0,5 %; %;,5%) Pemotongan Proses perendaman Penirisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang dari kelas Bivalvia yang berpotensi dan memiliki nilai ekonomis untuk dikembangkan sebagai sumber protein

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN DAGING LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH SEBAGAI BAHAN BAKU SURIMI UNTUK PRODUK PERIKANAN

PEMANFAATAN DAGING LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH SEBAGAI BAHAN BAKU SURIMI UNTUK PRODUK PERIKANAN Jurnal Akuatika Vol. IV No. 2/ September 2013 (141-148) ISSN 0853-2523 PEMANFAATAN DAGING LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH SEBAGAI BAHAN BAKU SURIMI UNTUK PRODUK PERIKANAN Iis Rostini Staff Pengajar FPIK,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 43 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengujian terhadap bahan baku yaitu limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dan bahan pewarna alami dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan kurisi (Nemipterus nematophorus) merupakan salah satu jenis ikan demersal yang mudah didapatkan di pasar Semarang. Ikan demersal adalah ikan yang hidup di dasar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING PEMPEK Oleh : Nama : Arini Purnamawati Nrp : 133020051 No.Meja : 4 (Empat) Kelompok : B Tanggal Percobaan : 22 April 2016 Asisten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara

Lebih terperinci

Pemanfaatan Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Penambahan Tepung Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) sebagai Bahan Baku Pempek

Pemanfaatan Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Penambahan Tepung Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) sebagai Bahan Baku Pempek FishtecH Jurnal Teknologi Hasil Perikanan ISSN: 232-6936 (Print), (Online, http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/fishtech) Vol. 4, No.2: 158-169, November 215 Pemanfaatan Surimi Ikan Nila (Oreochromis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Uji Organoleptik (Uji skoring) Produk yang Diuji : Baso Kerang Darah Nama Panelis : Tanggal Uji :

Lampiran 1. Kuisioner Uji Organoleptik (Uji skoring) Produk yang Diuji : Baso Kerang Darah Nama Panelis : Tanggal Uji : LAMPIRAN 47 48 Lampiran 1. Kuisioner Uji Organoleptik (Uji skoring) Produk yang Diuji : Baso Kerang Darah Nama Panelis : Tanggal Uji : Spesifikasi Nilai Kode Contoh A B C D 1. Kenampakan Warna cokelat,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia ~akanan Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia ternyata sampai sekarang konsumsi protein kita masih bisa dikatakan kurang, terutama bagi masyarakat yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Karakteristik fisik dan rendemen ikan nila menjadi surimi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Karakteristik fisik dan rendemen ikan nila menjadi surimi 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Daging dan Surimi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Karakteristik daging dan surimi ikan nila meliputi fisik dan kimianya. Sifat fisik meliputi penampakan dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam. penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel 7. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penambahan Pasta Tomat Terhadap Daya Ikat Air Naget Ayam Hasil pengamatan daya ikat air naget ayam dengan tiga perlakuan penambahan pasta tomat, disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 Gambar 2. Biskuit B1 dengan penambahan brokoli dan jambu biji fresh, dan konsentrasi tepung bekatul 3,5%; B2 dengan

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI Oleh : Indah Asriningrum 0333010052 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo

Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo 1.2 Rimin Lasimpala, 2 Asri Silvana aiu 2 Lukman Mile

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Form Uji Ranking dan Mutu Hedonik

LAMPIRAN Lampiran 1. Form Uji Ranking dan Mutu Hedonik LAMPIRAN Lampiran 1. Form Uji Ranking dan Mutu Hedonik Nama : No. Hp: Tgl. Uji : Intruksi Umum : 1. Di hadapan Anda tersedia sampel telur asin yang harus dinilai berdasarkan atribut yang tertera dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.).

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Tugas Akhir Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk

I PENDAHULUAN. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk pangan semakin meningkat, sehingga berdampak pada peningkatan permintaan pangan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAGING SINTETIS DARI PERLAKUAN KONSENTRAT KEDELAI, TEPUNG TERIGU DAN METODE PEMASAKAN

KARAKTERISASI DAGING SINTETIS DARI PERLAKUAN KONSENTRAT KEDELAI, TEPUNG TERIGU DAN METODE PEMASAKAN KARAKTERISASI DAGING SINTETIS DARI PERLAKUAN KONSENTRAT KEDELAI, TEPUNG TERIGU DAN METODE PEMASAKAN Mery Tambaria Damanik Ambarita 1 ', Nyoman Artha 2 ', Paula Andriani 31 ABSTRACT The aim of ratio of

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MENIR SEGAR Pengujian karakteristik dilakukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pengolahan tepung menir pragelatinisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 11 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2012 dan bertempat di beberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kurva standar glukosa untuk pengujian total gula, gula reduksi dan kadar pati

Lampiran 1. Kurva standar glukosa untuk pengujian total gula, gula reduksi dan kadar pati 82 Lampiran 1. Kurva standar glukosa untuk pengujian total gula, gula reduksi dan kadar pati 0.035 Konsentrasi glukosa (mg/ml) 0.030 0.025 0.020 0.015 0.010 0.005 0.000 ŷ = 0,0655x + 0,0038 r = 0,9992

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss 4. PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung 4.1.1. Cooking loss Menurut Kruger et al. (1996), analisa cooking loss bertujuan untuk mengetahui banyaknya padatan dari mi yang terlarut dalam air selama

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PEDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI Penelitian pendahuluan

3 METODOLOGI Penelitian pendahuluan 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari Juni 2011. Bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan dan Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah Indonesia atau sekitar 5.8 juta km² berupa laut.garis pantai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Penelitian, Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci