Dinamika Kerjasama Keamanan Selandia Baru - Amerika Serikat sejak Tahun 2000

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Dinamika Kerjasama Keamanan Selandia Baru - Amerika Serikat sejak Tahun 2000"

Transkripsi

1 Dinamika Kerjasama Keamanan Selandia Baru - Amerika Serikat sejak Tahun 2000 Penulis : Darang Sahdana Candra Pembimbing : Evi Fitriani Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Abstrak Kerjasama keamanan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat, yang telah terbentuk sejak akhir Perang Dunia II, menghadapi permasalahan sehingga dihentikan pada akhir periode Perang Dingin. Akan tetapi, sejak tahun 2000, dengan terjadinya berbagai perubahan struktur internasional, berlangsung pendekatan kembali kerjasama keamanan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat. Skripsi ini menganalisis dinamika kerjasama keamanan Selandia Baru-Amerika Serikat sejak tahun 2000 dengan menggunakan kerangka analisis realisme neoklasik dan teori balance of interest. Dalam skripsi ini, ditemukan bahwa perubahan struktur internasional, seperti kebangkitan kembali Cina, serta tanggapan politik domestik Selandia Baru terhadap fenomena-fenomena tersebut merupakan faktor-faktor yang berperan di balik pendekatan kembali kerjasama keamanan Selandia Baru dengan Amerika Serikat. Sebagai negara kecil, Selandia Baru dapat memilih bandwagoning atau distancing dalam menanggapi perubahanan struktur internasional. Kebijakan yang diambil oleh Selandia Baru adalah bandwagoning terhadap Amerika Serikat sekaligus melakukan engagement ke Cina. Kata kunci: Selandia Baru, Amerika Serikat, kerjasama keamanan, realisme neoklasik Abstract New Zealand s security relations with the United States halted when the former s antinuclear policies during late 1980s caused the US to suspend their security commitments. However, changes in international structure affected the once-broken security relations. Since 2000, rapproachment in security cooperation has happened between New Zealand and the US. This undergraduate thesis analyzes the underlying causes of the rapproachment since 2000 by using neoclassical realism s paradigm and balance of interest theory. Based on the analyzed data, this thesis finds that the changes in international structure, including the reemergence of China, as well as the reactions in New Zealand s domestic politics concerning the changes, shape New Zealand s rapproachment to the US. As a small state, New Zealand s respond towards the changes in international structure are bandwagoning or distancing. New Zealand chooses to bandwagon the US as well as engagement with China. Key words: New Zealand, United States, security cooperation, neoclassical realism Pendahuluan Sebelum Perang Dunia II, urusan keamanan dan hubungan internasional Selandia Baru amat bergantung pada Inggris. Namun, ketidakmampuan Inggris untuk menjaga keamanan dan 1

2 melindungi koloninya dari serangan eksternal pada Perang Dunia II, terutama dalam kasus jatuhnya Singapura dan serangan Jepang terhadap Australia, menyebabkan pergeseran pandangan dan kebijakan keamanan Selandia Baru. 1 Selandia Baru, meski tidak meninggalkan pola aliansi dengan Inggris sebagai bagian dari Commonwealth, mulai menaruh fokus pada kerjasama keamanan dengan sekutu sekaligus kekuatan utama di kawasan Pasifik pasca Perang Dunia II, yaitu Amerika Serikat. 2 Di sisi lain, konstelasi kekuatan yang muncul pasca Perang Dunia II membawa tatanan internasional baru berupa Perang Dingin antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dengan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Selandia Baru, sebagai bagian dari Blok Barat, kemudian terlibat dalam berbagai bentuk kerjasama keamanan internasional. Salah satu bentuk kerjasama keamanan yang dapat diidentifikasikan dengan Selandia Baru adalah ANZUS (Australia, New Zealand and United States). ANZUS, yang dibentuk pada tahun 1951, bertujuan memastikan perlindungan AS bagi Australia dan Selandia Baru dari ancaman kebangkitan kembali Jepang, Cina yang agresif, atau bentuk-bentuk lain instabilitas kawasan. 3 Pada masa Perang Dingin, terjadi beberapa peristiwa penting yang mewarnai dinamika kebijakan keamanan Selandia Baru. Negara tersebut untuk pertama kali mengirimkan pasukan ke dua proxy wars, Perang Korea dan Perang Vietnam bukan sebagai sekutu Inggris seperti sebelumnya, melainkan sebagai sekutu Amerika Serikat sejalan dengan prinsip collective defence. 4 Namun, pada dekade 1980an, terutama setelah Partai Buruh menguasai pemerintahan di Selandia Baru, terjadi pergeseran kebijakan keamanan negara tersebut, terutama dalam isu nuklir. Pergeseran ini disebabkan pemerintahan baru Partai Buruh menentang penggunaan dan uji coba nuklir sekaligus mengupayakan independensi politik luar negeri Selandia Baru dari pengaruh Amerika Serikat. 5 Persoalan tersebut kemudian memuncak pada ketika Pemerintah Selandia Baru menolak kapal USS Buchanan milik Amerika Serikat untuk berlabuh karena dianggap memiliki kapabilitas nuklir, yang tidak sesuai dengan undang-undang antinuklir yang baru disahkan pemerintahan Partai 1 W. David McIntyre. Empire and Commonwealth War and Empire, Te Ara The Encyclopedia of New Zealand, diakses dari pada 9 September 2012 pukul WIB. 2 Ibid. 3 Jim Rolfe, New Zealand Security: Alliances and Other Military Relationships, Working Paper Centre for Strategic Studies, Victoria University of Wellington, No. 10/1997, hlm Amy L. Catalinac, Why Why New Zealand Took Itself out of ANZUS: Observing Opposition for Autonomy in Asymmetric Alliances dalam Foreign Policy Analysis, Vol. 6, 2010, hlm Derek Quigley, The Evolution of New Zealand Defence Policy dalam Security Challenges, Vol. 2 No. 3 (Oktober 2006), hlm.42. 2

3 Buruh. 6 Kebijakan antinuklir yang keras di Selandia Baru tersebut pada akhirnya menimbulkan masalah bagi keberlanjutan kerjasama keamanan dengan Amerika Serikat, yang merupakan salah satu negara pengguna utama teknologi nuklir. Implikasi dari kebijakan tersebut adalah penangguhan kewajiban Amerika Serikat untuk melindungi Selandia Baru dalam kerangka ANZUS, yang menurut Amy L. Catalinac dipersepsikan oleh AS sebagai penentangan Selandia Baru terhadap bentuk aliansi Blok Barat secara umum. 7 Akan tetapi, pada dekade awal abad ke-21, kebijakan keamanan Selandia Baru dan hubungannya dengan Amerika Serikat kembali berubah. Pada tahun 1999, kajian di Committee on Foreign Affairs Defence and Trade Parlemen Selandia Baru mengenai defence beyond 2000 menghasilkan debat besar yang berujung pada perubahan kebijakan keamanan negara tersebut. 8 Berdasarkan temuan mereka, pendekatan keamanan yang menjauh dari Amerika Serikat tersebut menurunkan kapabilitas militer Selandia Baru akibat terhentinya berbagai kerjasama keamanan. 9 Kajian tersebut menjadi dasar kebijakan dalam Buku Putih Pertahanan Selandia Baru yang dikeluarkan pada tahun 2010, dengan tujuan utama upaya meningkatkan kapabilitas mliter negara tersebut. Kebijakan keamanan Selandia Baru sejak tahun 2000 cenderung mengarah pada pendekatan kembali ke Amerika Serikat. 10 Selandia Baru antara lain mendukung Amerika Serikat dengan mengirim tim pendukung atau medis pada kasus Somalia, naval interception di Teluk Persia, dan rekonstruksi Afganistan. 11 Dari sudut pandang Amerika Serikat sendiri, peningkatan hubungan dengan Selandia Baru dalam berbagai bidang, termasuk kerjasama keamanan, merupakan salah satu upaya negara tersebut dalam menanggapi perubahan lingkungan strategis di kawasan Asia-Pasifik. Sejak masa Presiden Bush, Amerika Serikat melakukan pergeseran (shift) kebijakan luar negeri dan keamanan negara tersebut ke kawasan Asia-Pasifik. 12 Pergeseran tersebut semakin terlihat pada masa Presiden Obama, antara lain melalui artikel Menteri Luar Negeri Hillary Clinton di Foreign Policy yang berjudul America s Pacific Century. Dalam artikel tersebut, Clinton menyebutkan mengenai pergeseran atau redefinisi lingkungan geostrategis 6 Amy L. Catalinac, Loc.cit. 7 Ibid. 8 David McCraw, The Defence Debate in Australia and New Zealand dalam Defence Studies, Vol. 7, No. 1 (March 2007), hlm Ibid. 10 Sam Bateman, Coming Back to the US Fold: New Zealand Defence and Security Policies, dalam RSIS Commentaries nomor 146/2010 hlm Robert Ayson and Jock Phillips. 'United States and New Zealand - Allies, ', Te Ara - the Encyclopedia of New Zealand, diakses dari pada 19 November 2012 pukul WIB. 12 Bruce Vaughn, The United States and New Zealand: Perspectives on a Pacific Partnership, (Wellington: Fulbright New Zealand, 2012), hlm.17. 3

4 (geostrategic space) Amerika Serikat di kawasan Asia-Pasifik, dengan semakin pentingnya jalur pelayaran serta keamanan di kawasan tersebut. 13 Dinamika kerjasama keamanan antara kedua negara makin terlihat pada tahun 2010, saat Selandia Baru dan Amerika Serikat menandatangani Deklarasi Wellington (Wellington Declaration). Deklarasi tersebut pada intinya berisikan upaya meningkatkan kerjasama keamanan dan pertahanan Selandia Baru-Amerika Serikat, dengan kerangka berbeda dari ANZUS. 14 Peningkatan kerjasama keamanan di antara kedua negara tersebut dilanjutkan dengan sejumlah latihan militer antara kedua negara serta penandatanganan Deklarasi Washington mengenai Kerjasama Pertahanan (Washington Declaration on Defence Cooperation) pada tahun Berbagai dinamika di atas memperlihatkan pendekatan baru dalam kerjasama keamanan antara Selandia Baru dan Amerika Serikat. Pendekatan baru tersebut antara lain ditandai dengan upaya kerjasama keamanan di berbagai bidang tanpa menyinggung kapabilitas dan penggunaan nuklir oleh Amerika Serikat. 16 Format kerjasama keamanan yang diupayakan oleh kedua negara pun berbeda dengan kerangka ANZUS. Pendekatan kembali kerjasama keamanan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat inilah yang menjadi topik utama dalam skripsi ini. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian skripsi ini adalah: Mengapa sejak tahun 2000 terjadi pendekatan kembali kerjasama keamanan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat? Lingkup penelitian difokuskan sejak tahun Batas waktu yang digunakan adalah hingga tahun 2012 sebagai waktu dilakukannya penelitian dalam skripsi ini. Fokus pembahasan dan analisis skripsi ini menggunakan sudut pandang Selandia Baru sebagai upaya melihat kasus ini dari sudut pandang kebijakan negara kecil terhadap negara besar. Tinjauan Teoretis dan Kerangka Analisis: Realisme Neolasikal dan Balance of Interest Untuk membahas dinamika kerjasama keamanan antara satu negara dengan negara lain, terutama dari segi hubungan antara negara kecil dengan negara besar, sebenarnya terdapat 13 Ibid. hlm Sam Bateman, Loc.cit. 15 Robert Ayson dan David Capie, Part of the Pivot? The Washington Declaration and US-NZ Relations, dalam Asia Pacific Bulletin, No. 172, Juli 2012, hlm Dalam Deklarasi Wellington maupun Deklarasi Washington mengenai Kerjasama Pertahanan, konteks kerjasama politik serta militer antara kedua negara sama sekali tidak menyinggung kapabilitas dan penggunaan nuklir Amerika Serikat, yang pada akhir dekade 1980an justru menjadi penyebab penangguhan kerjasama keamanan Amerika Serikat-Selandia Baru dalam kerangka ANZUS. 4

5 beberapa pendekatan yang dapat digunakan. Akan tetapi, dalam konteks hubungan internasional, perspektif realisme merupakan perspektif yang mendominasi kajian keamanan internasional. Perspektif realisme sendiri memiliki beberapa pendekatan di dalamnya, antara lain realisme klasik, neorealisme (yang bercabang menjadi realisme ofensif dan defensif), serta realisme neoklasik. 17 Berbagai pendekatan tersebut memunculkan teori-teori yang dapat digunakan untuk membahas fenomena keamanan internasional, termasuk dalam topik kerjasama keamanan. Teori-teori yang sering digunakan antara lain adalah balance of power, balance of threat, dan balance of interests. Dalam skripsi Yeremia Lalisang, ia menjelaskan bahwa teori balance of power tidak mampu secara signifikan dan komprehensif untuk menjelaskan fenomenafenomena politik internasional apabila dibandingkan dengan dua teori lainnya. 18 Berdasarkan pembahasan Lalisang, teori balance of power yang hanya menggunakan variabel distribusi kapabilitas power kurang memiliki kemampuan penjelasan karena meninggalkan pertanyaan terkait bagaimana outcome kebijakan luar negeri terbentuk, serta bagaimana hubungan outcome dan elemen pembentuk outcome tersebut. 19 Kritik atas teori tersebut menghasilkan pemahaman baru, antara lain teori balance of threat oleh Stephen Walt yang memasukkan variabel lain selain distribusi kapabilitas. 20 Walt memaparkan bahwa negara-negara melakukan balancing terhadap sumber ancaman yang potensial, bukan hanya berdasarkan kapabilitas power. Akan tetapi, kedua teori tersebut dikritik oleh Schweller karena hanya menjelaskan negara yang terancam dan mengabaikan kepentingan lain dari negara. Schweller, melalui kerangka pikir realisme neoklasik, mengajukan teori balance of interest 21 yang menjanjikan pemahaman komprehensif dengan mendasarkan analisis pada ancaman dan kepentingan negara, bukan hanya pada distribusi kapabilitas. Dengan demikian, perspektif yang nampaknya paling cocok untuk menganalisis fenomena dalam skripsi ini adalah realisme neoklasik. Realisme neoklasik memiliki pandangan bahwa perilaku negara sangat dipengaruhi oleh relative power dan struktur 17 Bentuk, asumsi, karakteristik, dan pendekatan yang digunakan oleh masing-masing cabang dari Realisme dibahas Colin Elman, Realism, dalam Paul D. Williams (ed.), Security Studies: An Introduction (New York: Routledge, 2008), hlm Ardhitya Eduard Yeremia Lalisang, Skripsi Faktor Determinan yang Memengaruhi Strategi Keamanan Cina terhadap Amerika Serikat dalam Krisis Politik Militer 2001 dan 2009 (Depok: Universitas Indonesia, 2009). 19 Ibid. hlm Pembahasan mengenai teori balance of threat dalam Stephen M. Walt, Alliance Formation and the Balance of World Power, dalam International Security, Vol.9, No.4 (Spring, 1985). 21 Kerangka teori balance of interest dibangun dalam artikel Randall L. Schweller, Bandwagoning for Profit: Bringing the Revisionist State Back In dalam International Security, Vol. 19, No. 1 (Summer, 1994). 5

6 internasional yang anarki, sama seperti pandangan neorealisme. 22 Namun, perbedaan utama realisme neoklasik dengan neorealisme adalah perspektif tersebut memandang pentingnya mengkaji level domestik, yang menjadi filter antara variabel independen (relative power) dan variabel dependen (kebijakan luar negeri suatu negara) dalam membahas suatu fenomena. Di sisi lain, neorealisme memandang negara sebagai black box sehingga level domestik tidak perlu dibahas. Realisme neoklasik membuka konsep negara sebagai black box tersebut melalui argumen bahwa faktor internal memiliki kontribusi pada pembentukan kebijakan luar negeri. Lebih lanjut lagi, realisme neoklasik memberikan kerangka analisis sebagai berikut dalam membahas suatu fenomena: Gambar 1: Urutan Pembentukan Kebijakan dan Perilaku Negara Sumber: Schweller, Unanswered Threats: A Neoclassical Realist Theory of Underbalancing 23 Berdasarkan kerangka analisis tersebut, perubahan relative power yang terjadi di tataran internasional ataupun regional akan memengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara. Sesuai dengan perspektif realisme, relative power yang dimaksud di sini adalah kapabilitas militer dan politik suatu negara secara relatif dibandingkan dengan negara lain. Lebih lanjut, terdapat konsensus elite politik di level domestik yang memfilter perubahan relative power tersebut sebagai intervening variable sebelum mewujud pada kebijakan luar negeri suatu negara. Hal tersebut mampu menjelaskan suatu fenomena dalam hubungan internasional, terutama dari segi keamanan internasional, secara lebih komprehensif. Konsensus elite (elite consensus) dijelaskan oleh Schweller sebagai bentuk konstruksi masalah (problem construction) subjektif di antara elite politik. Elite politik yang dimaksud adalah pemerintah, lebih khususnya para pembuat kebijakan luar negeri dan/atau keamanan yang memiliki kemampuan untuk memilih serta menjalankan satu bentuk 22 Pembahasan mengenai Realisme Neoklasikal yang komprehensif dapat dilihat dari Steven E. Lobell, Norrin M. Ripsman, dan Jeffrey W. Taliaferro (eds.), Neoclassical Realism, the State, and Foreign Policy (Cambridge: Cambridge University Press, 2009), Gideon Rose, Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy dalam World Politics, Vol. 51, No. 1 (Oct., 1998), Ariel Ilan Roth, A Bold Move Forward for Neoclassical Realism, dalam International Studies Review, Vol. 8, No. 3 (Sep., 2006), dan Randall L. Schweller, Deadly Imbalances Tripolarity and Hitler's Strategy of World Conquest (New York: Colombia University Press, 1998). 23 Randall L. Schweller, Unanswered Threats: A Neoclassical Realist Theory of Underbalancing dalam International Security, Vol. 29, No. 2 (Autumn, 2004), hlm

7 kebijakan yang dianggap sesuai untuk merespons ancaman (hasil dari konstruksi masalah sebelumnya). Namun, konsensus elite tersebut akan melalui rintangan mobilisasi (mobilization hurdle) terlebih dahulu sebelum mewujud dalam kebijakan luar negeri dan/atau keamanan negara tersebut. Yang dimaksud sebagai rintangan mobilisasi adalah kemungkinan pergantian kepemimpinan atau rezim yang sedang berkuasa apabila kebijakan yang diambil mengakibatkan tentangan serius dari oposisi (yang kemudian dapat mengalahkan pemegang kekuasaan). Oleh karena itu, kebijakan luar negeri dan/atau keamanan suatu negara harus memperhitungkan faktor rintangan ini. Dalam negara demokrasi, rintangan tersebut memiliki banyak aktor seperti partai oposisi, kelompok kepentingan, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan kekalahan pemegang kekuasaan dalam pemilu. Teori yang berbasis perspektif realisme neoklasik dan mampu menjelaskan fenomena hubungan antara negara kecil dengan negara besar, berikut dinamika perubahan kebijakan yang terjadi adalah balance of interest. Teori ini dibangun oleh Randall L. Schweller, sebagai kritik terhadap teori balance of power serta balance of threat. Contoh penggunaan teori ini antara lain digunakan dalam buku Tripolarity and Hitler s Strategy of World Conquest. 24 Dalam Bab 3 buku tersebut yang berjudul States Responses to Threats and Opportunities, Schweller menjelaskan mengenai enam strategi utama yang dilakukan oleh negara dalam merespons ancaman serta kesempatan dalam konteks teori balance of interest dengan menggunakan contoh kasus negara-negara pemain utama pada Perang Dunia II. Metode Penelitian: Operasionalisasi Teori Balance of Interest Dalam teori balance of interest, Schweller mengkategorisasi tujuan dan perilaku negara dilihat dari kapabilitas kekuatan dan kepentingan negara tersebut. Menurut kategorisasi tersebut, negara-negara dapat dikelompokkan sesuai dengan kapabilitas kekuatan serta perilaku mereka, dan pengelompokkan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi kebijakan yang dapat diambil oleh suatu negara. Lebih lanjut lagi, Schweller memaparkan kategorisasi negara-negara tersebut dalam sebuah ilustrasi, yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 24 Randall L. Schweller, Deadly Imbalances Tripolarity and Hitler's Strategy of World Conquest, Op. Cit. 7

8 Gambar 2: Spektrum Kategorisasi Negara dalam Teori Balance of Interest 25 Dari gambar 2 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat dua spektrum utama, yaitu n positif dan n negatif, yang menunjukkan status suatu negara (mendukung status quo atau revisionis). Variabel kepentingan negara (n) ditentukan atas dasar seberapa besar negara memandang tindakan revisionis (x) dikurangi dengan seberapa besar negara menjunjung status quo (y). Jadi fungsi x minus y merupakan dasar kategorisasi negara-negara dalam teori balance of interest. Apabila x lebih kecil dari y, maka negara akan cenderung mengarah ke mempertahankan status quo, dan sebaliknya apabila x lebih besar dari y maka negara akan mengarah ke kategori revisionis. Negara-negara yang memiliki kepentingan pro status quo memiliki tujuan selfpreservation dan perlindungan dari nilai-nilai (values) mereka. Negara tipe ini merupakan security-maximizers (fokus pada maksimalisasi keamanan), bukan power-maximizers (fokus pada maksimalisasi kekuatan). Negara tipe ini akan menghindari agresi, ekspansi, serta penggunaan instrumen militer untuk mencapai tujuan tersebut. Sementara itu, negara yang condong ke arah revisionis adalah negara-negara yang lebih menghargai apa yang mereka inginkan dibandingkan apa yang sudah mereka miliki. Negara-negara tipe ini diasumsikan akan mengutamakan kekuatan militer untuk mencapai tujuan (mengubah status quo dan memperluas values mereka). Schweller menggunakan perhitungan kuantitatif (dengan bersumber pada data Correlates of War/COW serta data-data lain) untuk menghitung kapabilitas kekuatan (power) suatu negara sebelum dihubungkan dengan kepentingan (interest) negara tersebut. Dalam buku Deadly Imbalances yang membahas mengenai negara-negara utama pada masa 25 Randall L. Schweller, Bandwagoning for Profit: Bringing the Revisionist State Back In, Loc. Cit. hlm

9 menjelang Perang Dunia II, Schweller menggunakan rumus berikut ini untuk mengukur power suatu negara, seperti yang dapat dilihat di bawah ini. 26 POWER = Critical Mass + Economic Capability + Military Capability Penjelasan lebih lanjut mengenai rumus tersebut adalah sebagai berikut: 1. Critical Mas = kemampuan demografi + teritori (nilai maksimum 100) 2. Economic Capability = Kapabilitas ekonomi yang diukur berdasarkan potensi kemampuan untuk kepentingan militer, yaitu capital goods production dan per capita capital goods production (nilai maksimum 150) 3. Military Capability = Kapabilitas militer, diukur dari kemampuan tempur + kapasitas angkatan laut + anggaran militer (total poin 250) A. Kemampuan tempur = (total jumlah divisi + jumlah tank + pesawat all dalam manpower equivalents) dikali dengan Combat Effectiveness Value (nilai maksimum 100) B. Kapasitas angkatan laut = agregat tonase dari seluruh kapal perang (nilai maksimum 50) C. Anggaran Militer = total anggaran militer suatu negara (nilai maksimum 100) Nilai power dari suatu negara tersebut kemudian disederhanakan dengan poin antara 0-5. Negara dengan poin 0,01 0,25 dikategorikan sebagai small power. Negara dengan poin 0,25 0, 75 dikategorikan sebagai medium power. Negara dengan poin antara 0,76 2,5 dikategorikan sebagai lesser great power. Dan, negara dengan poin 2,6 5 dikategorikan sebagai great power (atau pole karena menjadi kutub dalam struktur polaritas internasional). Pembahasan Fenomena kerjasama keamanan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat menarik untuk dibahas karena menunjukkan dilema hubungan antara negara kecil dengan negara besar. Sebagai negara kecil, secara historis Selandia Baru selalu membutuhkan patron yang dianggap mampu melindungi keamanan negara tersebut. Sejak paruh kedua abad ke-20, Selandia Baru memiliki hubungan kerjasama keamanan dengan Amerika Serikat yang merupakan kekuatan utama di kawasan Pasifik Selatan. Perubahan terjadi saat kebijakan 26 Disimpulkan dari Randall L. Schweller, Deadly Imbalances Tripolarity and Hitler's Strategy of World Conquest, Op. Cit. Appendix 1. 9

10 antinuklir Selandia Baru pada dekade 1980an mengakibatkan penangguhan kerjasama keamanan antara kedua negara. Namun, sejak tahun 2000, dengan terjadinya berbagai perubahan dalam struktur internasional, terjadi pendekatan kembali antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat dalam bidang kerjasama keamanan. Pendekatan kembali tersebut adalah topik yang diteliti dalam skripsi ini. Hasil Penelitian Skripsi ini menggunakan kerangka analisis realisme neoklasik dan teori balance of interest, dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengkategorisasikan Selandia Baru sesuai dengan tipologi yang ditawarkan oleh Schweller. Hasil dari kategori tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif untuk melihat pendekatan di bidang kerjasama keamanan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat. Negara Amerika Serikat Tabel 1: Perhitungan Power antara Ketiga Negara Critical Mass Kapabilitas Ekonomi untuk Perang Kapabilitas Militer Total Selandia Baru 1,63 0,6 0,87 3,1 Poin (Power/100) Cina ,97 309,97 3,09 4,22 0,03 Berdasarkan hasil perhitungan power antara ketiga negara, dapat dilihat bahwa Amerika Serikat dan Cina merupakan negara dengan power yang amat besar, dan secara garis besar dapat dikategorikan sebagai great power. Sementara itu, Selandia Baru memiliki power yang amat kecil dibandingkan dengan kedua negara lainnya sehingga dikategorikan sebagai small power. Kemudian, nilai power masing-masing negara dikonversikan menjadi poin antara 1-5 seperti yang dilakukan oleh Schweller untuk mengkategorikan tipe masing-masing negara. Sesuai dengan pembahasan mengenai dinamika kebijakan dan respons masing-masing negara terhadap perubahan yang terjadi dalam struktur internasional (lihat bab 3, subbab 3.1), Amerika Serikat dengan poin 4,22 (great power atau pole) adalah negara yang pro status quo dan ingin mempertahankan posisinya sebagai negara unipolar. Dengan demikian Amerika Serikat dapat dikategorikan sebagai negara lion. Sementara itu, Selandia Baru sebagai negara dengan poin 0,03 (small power) hanya dapat dikategorikan sebagai lamb atau jackal. Namun, dari pembahasan di bab sebelumnya (lihat naskah skripsi bab 2 untuk studi historis, dan bab 3 buntuk kebijakan-kebijakan 10

11 Selandia Baru sejak tahun 2000), Selandia Baru merupakan negara yang tidak memiliki karakter agresif serta memiliki kepentingan utama untuk mempertahankan negara tersebut, bukan ekspansi. Oleh karena itu, Selandia Baru cenderung pro status quo atau mendukung struktur internasional yang sedang berlaku selama hal tersebut menjamin keamanan dan kedaulatan Selandia Baru. Dari dua pilihan kategori negara yang dapat diberikan ke Selandia Baru, lamb adalah yang paling cocok. Berbeda dengan kedua negara di atas, Cina adalah negara yang sedang bangkit, dan ingin meningkatkan power negara tersebut serta kurang puas dengan keadaannya sekarang. Karakter kebijakan Cina antara lain diperlihatkan dengan adanya sengketa teritorial dengan berbagai negara serta upaya negara tersebut untuk memperluas pengaruhnya di negara-negara kecil Kepulauan Pasifik Selatan. Dengan poin 3,09, Cina adalah great power yang berperilaku condong ke arah revisionis sehingga dapat dikategorikan sebagai negara wolf. Dari analisis di atas, kategori ketiga negara dapat dilihat dengan lebih sederhana pada tabel 4.10 di halaman berikutnya. Tabel 4.10 Kategori Ketiga Negara berdasarkan Teori Balance of Interest Negara Power Poin (Power/100) Kategori Amerika Serikat 418,25 4,22 Lion Selandia Baru 3,56 0,03 Lamb Cina 359,18 3,09 Wolf Dengan telah dipastikannya kategori ketiga negara, analisis yang lebih fokus mengenai kebijakan keamanan yang diambil oleh suatu negara berdasarkan teori balance of interest dapat dilakukan. Bagian selanjutnya merupakan analisis terhadap kebijakan keamanan Selandia Baru terhadap Amerika Serikat dengan mengikuti pola-pola yang disampaikan dalam teori balance of interest. Analisis Kebijakan Keamanan Selandia Baru terhadap Amerika Serikat Dari hasil kategorisasi negara di atas dengan hasil Amerika Serikat sebagai negara lion, Selandia Baru sebagai negara lamb, serta Cina sebagai negara wolf, analisis terhadap kebijakan keamanan Selandia Baru terhadap Amerika Serikat pun dapat dilakukan dengan basis yang lebih kuat. Bagian ini menganalisis kebijakan kerjasama keamanan Selandia Baru sebagai negara lamb terhadap Amerika Serikat sebagai negara lion, dengan dimulai pada kebijakan keamanan Selandia Baru sebelum tahun 2000, dan kemudian mengenai kebijakan keamanan Selandia Baru sejak tahun Faktor kebangkitan kembali Cina sebagai negara 11

12 wolf turut dibahas dalam melihat kebijakan keamanan Selandia Baru sejak tahun 2000 karena signifikansinya di kawasan Asia-Pasifik. Seperti yang telah dipaparkan pada bab 2 skripsi, Selandia Baru sebagai negara small power dengan kategori lamb cenderung lebih sering melakukan kebijakan bandwagoning pada negara great power. Pada awalnya, Selandia Baru melakukan bandwagoning ke negara mantan penjajahnya, yaitu Inggris. Kemudian, ketidakmampuan Inggris melindungi Selandia Baru pada periode Perang Dunia II serta bergesernya pola perimbangan kekuatan dalam struktur internasional menjadi bipolar yang berpusat di Amerika Serikat dan Uni Soviet, mengakibatkan perubahan dalam kebijakan bandwagoning Selandia Baru. Perang Dingin pun menjadi struktur internasional yang baru. Dalam periode Perang Dingin tersebut, Selandia Baru tetap menganggap penting Inggris dari segi politik dan budaya. Namun, dari segi kebijakan keamanan, Selandia Baru, bersama Australia, melakukan bandwagoning ke Amerika Serikat yang antara lain diformalkan dalam kerangka kerjasama keamanan ANZUS. Selandia Baru melakukan bandwagoning tipe contagion, yang disebabkan oleh efek domino bersekutunya negara-negara demokratis ke Amerika Serikat. Sebagai perbandingan, negaranegara Eropa yang bergabung dalam NATO pada masa Perang Dingin juga melakukan hal yang sama, tetapi ditambah alasan untuk melakukan balancing terhadap Uni Soviet. 27 Sementara itu, dari sudut pandang Selandia Baru, kerjasama keamanan dengan Amerika Serikat tersebut bersifat proaktif (lihat tinjauan pustaka di bab1) karena ancaman dari Uni Soviet sebenarnya tidak semendesak seperti di Eropa. Selama melakukan bandwagon terhadap Amerika Serikat di masa Perang Dingin, Selandia Baru bertindak sebagai sekutu yang mendukung berbagai kebijakan keamanan Amerika Serikat, antara lain dengan keikutsertaan negara ini dalam Perang Vietnam. Namun, dinamika politik domestik di Selandia Baru kemudian memengaruhi kebijakan keamanan negara tersebut terhadap Amerika Serikat, yang bergeser dari bandwagoning menjadi distancing. Pada masa pemerintahan Partai Buruh di dekade 1980an, Selandia Baru mengeluarkan kebijakan antinuklir yang menyebabkan penangguhan kerjasama keamanan dengan Amerika Serikat. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan pemerintah Selandia Baru pada masa itu, antara lain menurunnya persepsi ancaman dari Uni Soviet, penentangan publik terhadap kebijakan Selandia Baru periode sebelumnya yang terlibat di Perang Vietnam, hingga keinginan untuk menghemat anggaran. Pergeseran kebijakan dari bandwagoning menjadi distancing yang dilakukan oleh Selandia Baru tersebut sesuai dengan 27 Thomas S. Mowle dan David H. Sacko, The Unipolar World: An Unbalanced Future (New York: Palgrave MacMillan, 2007),hlm

13 karakteristik negara lamb yang tidak ingin terlalu banyak berkorban, dan memilih kebijakan distancing saat negara tersebut tidak terlalu terancam (less-threatened). Kebijakan distancing terhadap Amerika Serikat ini sebenarnya berupaya diubah oleh pemerintahan Partai Nasional pasca berakhirnya Perang Dingin. Namun, struktur internasional yang menempatkan Amerika Serikat sebagai unipolar serta ketiadaan ancaman besar menyebabkan pihak Amerika Serikat sendiri tidak terlalu memperhatikan kebijakan keamanan dengan Selandia Baru dalam periode tersebut. Kebijakan keamanan Selandia Baru terhadap Amerika Serikat kembali berubah sejak tahun 2000, yang merupakan dinamika yang diteliti dalam bab 3 skripsi ini. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perubahan kebijakan keamanan Selandia Baru tersebut. Faktor pertama addalah perubahan struktur internasional, yang antara lain diwarnai dengan unipolaritas Amerika Serikat sebagai negara lion dan tantangan yang muncul dari kebangkitan kembali Cina sebagai negara wolf merupakan faktor eksternal yang berpengaruh pada perubahan kebijakan keamanan Selandia Baru. Selain itu, pengaruh dari berkembangnya isuisu keamanan non-tradisional seperti terorisme turut mengubah kebijakan keamanan Selandia Baru. Faktor lain yang juga turut berpengaruh dalam perubahan kebijakan keamanan Selandia Baru adalah tanggapan politik domestik dari partai yang sedang menguasai pemerintahan. Dalam subbab di naskah skripsi dapat dilihat pembahasan mengenai dinamika yang terjadi pada masa pemerintahan Partai Buruh di Selandia Baru. Pada awal masa pemerintahan Partai Buruh, hubungan dengan Amerika Serikat belum menjadi hal yang diperjuangkan. Namun, setelah peristiwa 9/11 dan Bom Bali I, perhatian pemerintah Selandia Baru pada ancaman keamanan non-tradisional berupa terorisme mendekatkan kembali negara tersebut dengan Amerika Serikat yang melancarkan perang melawan terorisme. Upaya pendekatan kembali dengan Amerika Serikat juga dilakukan oleh pemerintahan Partai Buruh dengan mengirimkan pasukan bantuan dalam invasi AS ke Afganistan, serta mengirimkan tim rekonstruksi untuk mendukung upaya normalisasi setelah perang usai. Namun, kebijakan antinuklir, yang telah menjadi kebijakan bipartisan, tetap menjadi ganjalan dalam perbaikan hubungan antara kedua negara. Kemenangan tipis Partai Buruh pada pemilu 2005 menambah tekanan untuk perbaikan hubungan dengan AS. Perbaikan hubungan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat yang dilakukan pada masa pemerintahan Partai Buruh tersebut kemudian semakin meningkat setelah Partai Nasional memenangi pemilu Pada masa pemerintahan Partai Nasional ini, Selandia 13

14 Baru melakukan bandwagoning ke Amerika Serikat dalam upaya meningkatkan kapabilitas militer serta keamanan negara tersebut, yang cenderung menurun pada masa dilakukannya distancing ke AS. Deklarasi Wellington dan Deklarasi Washington merupakan dua dokumen resmi yang menunjukkan kembalinya Selandia Baru pada kerangka kerjasama keamanan dengan Amerika Serikat. Kerangka kerjasama keamanan tersebut berbeda dengan ANZUS, antara lain karena masih adanya ganjalan dari kebijakan antinuklir Selandia Baru. Namun, mendekatnya kembali Selandia Baru pada AS tersebut secara garis besar telah mengembalikan kebijakan bandwagoning Selandia Baru pada AS. Terdapat beberapa hal yang menarik untuk dibahas dalam kasus perubahan kebijakan keamanan Selandia Baru terhadap Amerika Serikat menurut analisis balance of interest. Sesuai dengan asumsi kebijakan yang dilakukan oleh negara kategori lamb, Selandia Baru menjalankan upaya low cost dalam menghindari dan mengalihkan ancaman. Akan tetapi, kebijakan yang dilakukan oleh Selandia Baru tidak serta-merta hanya melakukan bandwagoning ke AS dalam menghadapi kebangkitan kembali Cina sebagai negara wolf yang revisionis. Kebijakan Cina di kawasan Pasifik yang dapat mengancam keamanan Selandia Baru turut direspons dengan melakukan kebijakan kebijakan engagement pada Cina melalui kerjasama FTA bilateral, serta kerjasama multilateral dengan Cina seperti dalam APEC, ARF, EAS, dan sebagainya. Kebijakan bandwagoning sekaligus engagement tersebut merupakan upaya low cost untuk menjaga hubungan dengan AS, negara besar great power kategori lion, sembari tetap mengajak Cina sebagai sumber ancaman potensial untuk bekerjasama. Selain itu peran dari faktor eksternal, yaitu adanya kepentingan dari Amerika Serikat dan juga pengaruh Australia, sebagai sekutu Selandia Baru sekaligus sekutu Amerika Serikat, juga turut berperan dalam pendekatan kembali kerjasama keamanan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat. Adanya kepentingan dari AS untuk mendekat ke Selandia Baru berdasarkan kebijakan Pivot Asia, serta peran Australia untuk membantu pendekatan hubungan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat merupakan faktor pendukung perubahan kebijakan keamanan Selandia Baru terhadap Amerika Serikat. Pada akhirnya, perubahan kebijakan keamanan Selandia Baru dalam bentuk pendekatan kembali dengan Amerika Serikat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Kerangka analisis realisme neoklasikal dan teori balance of interest memberikan gambaran untuk menganalisis dinamika Selandia Baru sebagai negara kecil dalam menanggapi berbagai faktor tersebut. 14

15 Kesimpulan Berdasarkan data-data dan teori yang digunakan dalam skripsi ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadinya pendekatan kembali Selandia Baru dengan Amerika Serikat di bidang kerjasama keamanan adalah respons terhadap perubahan struktur internasional dan juga karena adanya dorongan dari politik domestik negara Selandia Baru. Terdapat pula faktor eksternal lain yaitu tekanan Australia, yang merupakan tetangga dekat Selandia Baru sekaligus sekutu Amerika Serikat. Sebagaimana yang telah diuraikan dalam bab 2, kerjasama keamanan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat, yang paling terlihat dalam bentuk ANZUS, awalnya dimulai sebagai tanggapan atas perubahan struktur internasional pasca Perang Dunia II. Hubungan kerjasama keamanan, yang dapat dinillai sebagai perilaku bandwagoning Selandia Baru terhadap Amerika Serikat, tersebut mengalami masalah pada dekade 1980an, yang diakibatkan oleh kebijakan antinuklir yang dikeluarkan oleh pemerintahan Partai Buruh di Selandia Baru. Penangguhan kerjasama keamanan antara kedua negara, yang dilanjutkan dengan posisi Selandia Baru yang kuat dalam isu antinuklir membuat Selandia Baru menjalani kebijakan distancing terhadap Amerika Serikat. Kebijakan distancing tersebut tetap bertahan meski pada dekade 1990an pemerintahan Partai Nasional berupaya mendekat kembali ke Amerika Serikat. Penyebabnya, struktur internasional yang telah berganti menyebabkan Amerika Serikat melihat kurangnya signifikansi upaya tersebut. Akan tetapi, sejak tahun 2000, faktor eksternal berupa perubahan struktur internasional turut memengaruhi kerjasama keamanan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat. Berkembangnya isu terorisme dan munculnya fenomena kebangkitan kembali Cina ditanggapi Selandia Baru dengan upaya mendekat kembali ke Amerika Serikat. Terdapat perbedaan tanggapan dari politik domestik Selandia Baru saat dikuasai oleh pemerintahan Partai Buruh dan saat dikuasai oleh pemerintahan Partai Nasional dalam menanggapi perubahan struktur internasional tersebut. Seperti yang terlihat di bagian 3.2, pemerintahan Partai Buruh lebih reluctant dalam upaya mendekat dengan Amerika Serikat, sementara pemerintahan Partai Nasional lebih proaktif. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan persepsi dan fokus elit politik kedua partai dalam memandang kerjasama keamanan dengan Amerika Serikat. Secara tradisional, seperti terlihat dalam studi historis di bab 2, Partai Nasional cenderung mendukung kedekatan Selandia Baru ke Amerika Serikat atas dasar keuntungan militer dan keamanan. Di sisi lain, meski memperhatikan isu terorisme serta keamanan nontradisional dalam platform kebijakannya, Partai Buruh tidak menjadikan militer serta 15

16 keamanan sebagai platform utama kebijakan partai tersebut sehingga upaya untuk mendekat dengan AS tidak seserius dibandingkan Partai Nasional. Selain itu, terdapat pula dua faktor eksternal yang turut memengaruhi pendekatan kembali kerjasama keamanan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat, yaitu adanya kepentingan AS sendiri untuk mendekat, dan juga pengaruh dari Australia. Dalam konteks kepentingan AS, pada pembahasan masa kepemimpinan Partai Nasional di akhir bab 3 skripsi ini, dapat dilihat bahwa AS melaksanakan kebijakan Pivot Asia untuk mendekati negaranegara di kawasan Asia-Pasifik, termasuk Selandia Baru, dalam rangka menanggapi kebangkitan kembali Cina. Sementara itu, Australia sebagai sekutu AS juga turut memengaruhi Selandia Baru agar mendekat kembali dengan AS. Dalam analisis di bab 4, terlihat bahwa perubahan kebijakan keamanan Selandia Baru terhadap Amerika Serikat tersebut secara garis besar sesuai dengan teori balance of interest. Pada analisis pertama, dilakukan kategorisasi tiga negara, yaitu Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Cina, dengan pendekatan kuantitatif berdasarkan indikator power dari Schweller. Analisis kuantitatif tersebut menghasilkan nilai power ketiga negara, yang kemudian dihubungkan dengan interest masing-masing negara. Amerika Serikat, dengan poin 4,22 (great power atau pole), serta memiliki karakteristik kebijakan yang pro status quo, merupakan negara tipe lion. Sementara, Selandia Baru sebagai negara dengan poin 0,03 (small power) serta cenderung pro status quo merupakan negara tipe lamb. Berbeda dengan kedua negara di atas, Cina, dengan poin 3,09 adalah great power yang berperilaku condong ke arah revisionis sehingga dapat dikategorikan sebagai negara wolf. Hasil dari analisis kuantitatif tersebut menunjukkan bahwa Selandia Baru merupakan negara kecil yang berada dalam lingkungan negara-negara besar. Berdasarkan kategorisasi negara-negara di atas, dan analisis terhadap kebijakan keamanan Selandia Baru sebagai dengan kategori negara lamb, ditemukan sejumlah hal. Selandia Baru sebagai negara dengan kategori lamb memang cenderung melakukan upaya low cost dalam menghindari dan mengalihkan ancaman. Namun, kebijakan yang dilakukan oleh Selandia Baru tidak serta-merta hanya melakukan bandwagoning ke AS dalam menghadapi kebangkitan kembali Cina sebagai negara wolf yang revisionis. Kebijakan Cina di kawasan Pasifik yang dapat mengancam keamanan Selandia Baru turut direspons dengan melakukan kebijakan kebijakan engagement pada Cina melalui kerjasama FTA bilateral, serta kerjasama multilateral dengan Cina seperti dalam APEC, ARF, EAS, dan sebagainya. Kebijakan bandwagoning sekaligus engagement tersebut merupakan upaya low cost untuk menjaga 16

17 hubungan dengan AS, negara besar great power kategori lion, sembari tetap mengajak Cina sebagai sumber ancaman potensial untuk bekerjasama. Satu hal yang menarik, engagement dalam kerangka teori balance of interest seharusnya dilakukan oleh negara dengan kategori dove. Namun, dari hasil analisis skripsi ini, Selandia Baru yang menurut perhitungan kuantitatif berkategori lamb melakukan kebijakan engagement terhadap Cina. Hal tersebut menunjukkan adanya deviasi kebijakan yang dilakukan oleh Selandia Baru apabila dihubungkan dengan teori balance of interest. Sebagai kesimpulan, pendekatan kembali kerjasama keamanan antara Selandia Baru dengan Amerika Serikat disebabkan oleh perubahan relative power dalam struktur internasional, serta tanggapannya dari politik domestik Selandia Baru. Meski dalam intensitas dan fokus yang berbeda, pemerintah Partai Buruh dan Partai Nasional menanggapi sejumlah perubahan relative power di level internasional dan regional, seperti kebangkitan kembali Cina, melalui kebijakan bandwagoning terhadap AS. Adanya kebijakan Pivot Asia dari Amerika Serikat, serta pengaruh dari Australia juga merupakan faktor pendukung kebijakan yang diambil Selandia Baru dalam kasus ini. Di sisi lain, Selandia Baru juga melakukan kebijakan engagement dengan Cina, yang nampaknya tidak sesuai dengan teori balance of interest Schweller mengenai perilaku kerjasama keamanan. Dalam tipologinya, Schweller tidak memperhitungkan kemungkinan negara tipe lamb untuk melakukan kebijakan engagement dalam merespons negara revisionis seperti Cina. Hasil analisis dinamika kebijakan keamanan Selandia Baru terhadap Amerika Serikat ini menunjukkan bahwa teori balance of interest Schweller memiliki kekurangan dalam memprediksikan perilaku negara kecil, yang dalam kasus ini mampu melakukan kebijakan engagement. Rekomendasi Skripsi ini membahas mengenai dinamika hubungan keamanan antara negara kecil dengan negara besar, yaitu hubungan keamanan Selandia Baru-Amerika Serikat. Dalam skripsi ini, dapat dilihat bahwa negara kecil dapat bertindak independen dari negara besar, seperti saat dilakukannya kebijakan antinuklir Selandia Baru yang mengubah perilaku negara tersebut dari bandwagoning ke distancing terhadap Amerika Serikat. Namun, negara kecil juga tidak terlepas dari dinamika perubahan struktur internasional, seperti terlihat dari berbagai faktor eksternal yang membuat Selandia Baru mengubah kembali kebijakan keamanannya dengan mendekat pada Amerika Serikat. 17

18 Faktor menarik lain yang ditemukan dalam skripsi ini adalah adanya peranan perbedaan tanggapan dari partai politik yang menguasai pemerintahan terhadap kebijakan keamanan Selandia Baru. Adanya peranan Australia juga menarik untuk diteliti lebih lanjut. Studi mengenai hubungan antara negara kecil dengan negara besar ini tentu masih harus dilengkapi dengan studi-studi lebih lanjut. Alangkah baiknya apabila studi tersebut juga dikaitkan dengan konteks hubungan Indonesia dengan negara-negara lain, baik dalam konteks Indonesia sebagai negara besar yang berhubungan dengan negara kecil ataupun Indonesia sebagai negara menengah (middle power) yang berhubungan dengan negara besar. Daftar Referensi Ayson, Robert dan David Capie. (2012). Part of the Pivot? The Washington Declaration and US-NZ Relations. Asia Pacific Bulletin, No. 172, 1-2. Ayson, Robert dan Jock Phillips. (2012). United States and New Zealand - Allies, November Te Ara - the Encyclopedia of New Zealand. Bateman, Sam. (2010). Coming Back to the US Fold: New Zealand Defence and Security Policies. RSIS Commentaries, No. 146/2010, 1-2. Catalinac, Amy L. (2010). Why Why New Zealand Took Itself out of ANZUS: Observing Opposition for Autonomy in Asymmetric Alliances. Foreign Policy Analysis, Vol. 6, Elman, Colin. (2008). Realism. Dalam Paul D. Williams (ed.). Security Studies: An Introduction (hlm ). London: Routledge. Lalisang, Ardhitya Eduard Yeremia. (2009). Faktor Determinan yang Memengaruhi Strategi Keamanan Cina terhadap Amerika Serikat dalam Krisis Politik Militer 2001 dan Skripsi Sarjana Sosial. Depok: Universitas Indonesia. Lobell, Steven E., Norrin M. Ripsman, dan Jeffrey W. Taliaferro (eds.). (2009). Neoclassical Realism, the State, and Foreign Policy. Cambridge: Cambridge University Press. McIntyre, W. David. (2012). Empire and Commonwealth War and Empire. Te Ara The Encyclopedia of New Zealand. 9 Sepetember Mowle, Thomas S. dan David H. Sacko. (2007). The Unipolar World: An Unbalanced Future. New York: Palgrave MacMillan. Rolfe, Jim. (1997). New Zealand Security: Alliances and Other Military Relationships. Working Paper Centre for Strategic Studies, Victoria University of Wellington, No. 10/1997. Schweller, Randall L. (1994). Bandwagoning for Profit: Bringing the Revisionist State Back In. International Security, Vol. 19, No. 1, (1998). Deadly Imbalances Tripolarity and Hitler's Strategy of World Conquest. New York: Colombia University Press. 18

19 . (1993). Tripolarity and the Second World War. International Studies Quarterly, Vol. 37, No. 1, (2004). Unanswered Threats: A Neoclassical Realist Theory of Underbalancing. International Security, Vol. 29, No. 2, Quigley, Derek, (2006). The Evolution of New Zealand Defence Policy. Security Challenges, Vol. 2 No. 3, Vaughn, Bruce. The United States and New Zealand: Perspectives on a Pacific Partnership. Wellington: Fulbright New Zealand Walt, Stephen M. (1985). Alliance Formation and the Balance of World Power. International Security, Vol.9, No.4,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

RESUME. bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah. barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea, RESUME Australia adalah sebuah negara yang terdapat di belahan bumi bagian selatan yang juga merupakan benua terkecil di dunia. Di sebelah barat Australia berbatasan dengan Indonesia dan Papua New Guinea,

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi BAB V PENUTUP Penelitian ini berawal dari sebuah keputusan berani yang dikeluarkan oleh Presiden Perancis Nicholas Sarkozy pada tahun 2012 terkait penarikan pasukan Perancis dari Afghanistan. Dikatakan

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Laut Cina Selatan sebagai jalur perairan utama dalam kebanyakan ekspedisi laut, yang juga berada diantara negara-negara destinasi perdagangan, dan terlebih lagi

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Perang Dunia Pertama terjadi, tren utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua terjadi Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian New Zealand merupakan negara persemakmuran dari negara Inggris yang selama Perang Dunia I (PD I) maupun Perang Dunia II (PD II) selalu berada di

Lebih terperinci

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan barangkali merupakan salah satu kebijakan pemerintahan Obama yang paling dilematis. Keputusan untuk menarik pasukan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF) www.appf.org.pe LATAR BELAKANG APPF dibentuk atas gagasan Yasuhiro Nakasone (Mantan Perdana Menteri Jepang dan Anggota Parlemen Jepang) dan beberapa orang diplomat

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Analisa penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan jawaban awal yang telah dirumuskan. Penelitian ini menjelaskan alasan Venezeula menggunakan

Lebih terperinci

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si Signifikasi Kawasan Asia Pasifik Yesi Marince, S.Ip., M.Si A NEW WORLD AND ASIA PACIFIC ORDER Bagaimana Berakhirnya Perang Dingin mempengaruhi kawasan Asia Pasifik? 1. Alasan pelaksanaan containment policy

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL PENDAHULUAN Kajian tentang strategi keamanan juga melandaskan diri pada perkembangan teori-teori keamanan terutama teori-teori yang berkembang pada masa perang dingin

Lebih terperinci

KELUARNYA NEW ZEALAND SEBAGAI KEANGGOTAAN ANZUS 1985

KELUARNYA NEW ZEALAND SEBAGAI KEANGGOTAAN ANZUS 1985 KELUARNYA NEW ZEALAND SEBAGAI KEANGGOTAAN ANZUS 1985 Made Selly Dwi Suryanti 0921105002 Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana E-mail : Sally.smansa@gmail.com

Lebih terperinci

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi,

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan berbagai aspek yang telah dinilai oleh pembuat kebijakan di Montenegro untuk bergabung dalam NATO, terdapat polemik internal dan eksternal yang diakibatkan oleh kebijakan

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer

BAB V KESIMPULAN. baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer BAB V KESIMPULAN Perjalanan sejarah strategi kekuatan militer China telah memasuki babak baru dengan adanya terobosan Kebijakan Pembangunan Pangkalan Militer China di Djibouti, Afrika pada Tahun 2016.

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Parlemen selama 30 tahun. Kakek John Malcolm Fraser berasal dari Nova Scotia.

BAB VI KESIMPULAN. Parlemen selama 30 tahun. Kakek John Malcolm Fraser berasal dari Nova Scotia. BAB VI KESIMPULAN Malcolm Fraser dilahirkan 21 mei 1930, dari keluarga petani dan peternak domba yang kaya, kakeknya Sir Simon Fraser adalah salah seorang pertama-tama dipilih sebagai senator mewakili

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sejarah Korea yang pernah berada di bawah kolonial kekuasaan Jepang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat berlangsungnya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur, Vietnam ikut terlibat dalam Perang Vietnam melawan Amerika Serikat (AS). Blok barat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia BAB V KESIMPULAN Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 B. Buzan & O. Waever, Regions and Powers: The Structure of International Security, Cambridge University

BAB I PENDAHULUAN. 1 B. Buzan & O. Waever, Regions and Powers: The Structure of International Security, Cambridge University BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan pemilihan judul Tesis ini akan menjelaskan tentang kompleksitas keamanan di kawasan Asia Timur dan implikasinya terhadap peningkatan kekuatan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME 1 1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME Dalam sejarahnya, manusia memang sudah ditakdirkan untuk berkompetisi demi bertahan hidup. Namun terkadang kompetisi yang dijalankan manusia itu tidaklah sehat dan menjurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat Kesimpulan Amerika Serikat saat ini adalah negara yang sedang mengalami kemunduran. Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat relatif; karena disaat kemampuan ekonomi dan

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

REALISM. Theoretical Intrepretations of World Politics. By Dewi Triwahyuni

REALISM. Theoretical Intrepretations of World Politics. By Dewi Triwahyuni REALISM Theoretical Intrepretations of World Politics By Dewi Triwahyuni Theory in Brief REALISM & NEOREALISM Key Actors View of the individual View of the state View of the international system Beliefs

Lebih terperinci

NATIONAL INSECURITY ; THREATS AND VULNERABILITIES (Ketidakamanan Nasional : Ancaman-Ancaman dan Kemudahan-Kemudahan (peluang) Untuk Diserang)

NATIONAL INSECURITY ; THREATS AND VULNERABILITIES (Ketidakamanan Nasional : Ancaman-Ancaman dan Kemudahan-Kemudahan (peluang) Untuk Diserang) NATIONAL INSECURITY ; THREATS AND VULNERABILITIES (Ketidakamanan Nasional : Ancaman-Ancaman dan Kemudahan-Kemudahan (peluang) Untuk Diserang) Ketidakamanan (insecurity) merupakan perpaduan dari threats

Lebih terperinci

Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku

Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku Indonesian Perspective, Vol. 2, No. 1 (Januari-Juni 2017): 77-81 Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku Tonny Dian Effendi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara-negara dalam melakukan hubungan-hubungan yang sesuai kaidah hukum internasional tidak terlepas dari sengketa. Seperti halnya manusia sebagai makhluk individu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tanggal 26 Juli 1945, diumumkanlah Deklarasi Potsdam untuk Jepang, yang ditandatangani oleh ketiga pemimpin pemerintahan negara Sekutu yaitu Amerika Serikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Invasi dan pendudukan Vietnam ke Kamboja yang dilakukan pada akhir tahun 1978 merupakan peristiwa yang begitu mengejutkan baik bagi Kamboja sendiri maupun

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni

BAB VI KESIMPULAN. Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni BAB VI KESIMPULAN Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni sejak tahun 1961 hingga 1963, akan tetapi Kennedy tetap mampu membuat kebijakan-kebijakan penting yang memiliki dampak

Lebih terperinci

BAB IV REAKSI RUSIA TERHADAP HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT- UZBEKISTAN. Sebagaimana telah diketahui berdasarkan bab sebelumnya, bahwa bahkan

BAB IV REAKSI RUSIA TERHADAP HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT- UZBEKISTAN. Sebagaimana telah diketahui berdasarkan bab sebelumnya, bahwa bahkan BAB IV REAKSI RUSIA TERHADAP HUBUNGAN AMERIKA SERIKAT- UZBEKISTAN Bab IV ini akan membahas mengenai reaksi Rusia sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi kegagalan Amerika Serikat dalam melancarkan ambisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Orde Baru memegang kekuasaan politik di Indonesia sudah banyak terjadi perombakan-perombakan baik dalam tatanan politik dalam negeri maupun politik luar negeri.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Chauvel, Richard H. Budaya dan Politik Australia, terj.oleh Harlinah, Sujinah,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992.

DAFTAR PUSTAKA. Chauvel, Richard H. Budaya dan Politik Australia, terj.oleh Harlinah, Sujinah,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992. DAFTAR PUSTAKA Buku: Chauvel, Richard H. Budaya dan Politik Australia, terj.oleh Harlinah, Sujinah,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992. Firth, Stewart. Australian in International Politics: Introduction

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan Sekutu memutus jalur suplai dari udara maupun laut mengakibatkan pertahanan Jerman-Italia dapat dikalahkan di Afrika Utara. Sehingga kemenangan

Lebih terperinci

BAB 20: SEJARAH PERANG DINGIN

BAB 20: SEJARAH PERANG DINGIN www.bimbinganalumniui.com 1. Perang Dingin a. Perang terbuka antara Blok Barat dan Blok Timur b. Ketegangan antara Blok Barat dalam masa ideologi c. Persaingan militer antara Amerika Uni di Timur Tengah

Lebih terperinci

Lingkungan Strategis XXI

Lingkungan Strategis XXI Lingkungan Strategis XXI Balance of Power ARMS Trade Strategic Environment Force Deployment RMA Unipolar Moment-Concert of Power Differentiation of Distribution of Power Imperial Overstretch Limit of Innovation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perang merupakan suatu konflik dua pihak atau lebih dan dapat melalui kontak langsung maupun secara tidak langsung, biasanya perang merupakan suatu hal yang

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - SEJARAH BAB 1. Perang Dunia IIlatihan soal 1.2

SMP kelas 9 - SEJARAH BAB 1. Perang Dunia IIlatihan soal 1.2 1. Negara-negara yang tergabung dalam blok fasis adalah... Jerman, Jepang, dan Italia Jerman, Jepang, dan Inggris Jepang, Italia, dan Uni Soviet Jerman, Hungaria, dan Amerika Serikat SMP kelas 9 - SEJARAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan BAB V KESIMPULAN Dari penjelasan pada Bab III dan Bab IV mengenai implementasi serta evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan bahwa kebijakan tersebut gagal. Pada

Lebih terperinci

Unipolaritas Damai? Menggugat Justifikasi Dominasi AS

Unipolaritas Damai? Menggugat Justifikasi Dominasi AS Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia 1 Unipolaritas Damai? Menggugat Justifikasi Dominasi AS Review Mata Kuliah Hubungan Luar Negeri dan Keamanan Amerika William

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

KONTROVERSI KEBANGKITAN CINA DALAM DUNIA INTERNASIONAL: DEFENSIF ATAU OFENSIF?

KONTROVERSI KEBANGKITAN CINA DALAM DUNIA INTERNASIONAL: DEFENSIF ATAU OFENSIF? Makalah Akhir Individu untuk Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional 1 Binar Sari Suryandari 1006664685 KONTROVERSI KEBANGKITAN CINA DALAM DUNIA INTERNASIONAL: DEFENSIF ATAU OFENSIF? DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

ENVIRONMENT CHANGE, SECURITY & CONFLICT

ENVIRONMENT CHANGE, SECURITY & CONFLICT ENVIRONMENT CHANGE, SECURITY & CONFLICT Isu Lingkungan = Perluasan Konsep Keamanan? By: Dewi Triwahyuni 1 Isu Lingkungan = Perluasan Konsep Keamanan? Sejak 1920an, adanya pergerakan negara totaliter di

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses peredaan ketegangan dalam konflik Korea Utara dan Korea Selatan pada rentang waktu 2000-2002. Ketegangan yang terjadi antara Korea Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan BAB I PENDAHULUAN Pada bab satu ini penulis akan memaparkan mengenai Pendahuluan. Bab ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan penulisan judul, tujuan penulisan,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur.

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur. BAB. V KESIMPULAN Dunia yang terkungkung dalam persaingan kekuatan membuat negaranegara semakin aktif untuk meningkatkan persenjataan demi menjaga keamanan nasionalnya. Beberapa tahun silam, Ukraina mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

2015 KETERLIBATAN AUSTRALIA DALAM PERANG VIETNAM

2015 KETERLIBATAN AUSTRALIA DALAM PERANG VIETNAM BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Setelah Perang Dunia ke II (PD II) berakhir, negara-negara di kawasan Asia Tenggara mulai dihadapkan pada dua kondisi yang berbeda. Kondisi pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

SEJARAH PEPERANGAN ABAD MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

SEJARAH PEPERANGAN ABAD MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2011 SEJARAH PEAN ABAD MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI Perang 30 Tahun & Perang Napoleon Perang Dunia I & Perang Dunia II Perang Dingin & Perang Global Melawan Terorisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

Hubungan Aliansi Rusia-Iran dan Upaya Mencapai Hegemoni Rusia

Hubungan Aliansi Rusia-Iran dan Upaya Mencapai Hegemoni Rusia Hubungan Aliansi Rusia-Iran dan Upaya Mencapai Hegemoni Rusia Lebih dari dua abad lamanya Negara Rusia tidak pernah jauh dari pusat perpolitikan Iran, baik itu sebagai musuh politik dan terkadang menjadi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam suatu negara selalu menjadi salah satu faktor utama kemenangan atau kekalahan suatu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

PERADABAN AMERIKA MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

PERADABAN AMERIKA MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2011 PERADABAN MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI Revolusi Amerika 1776 Perang Sipil di Amerika 1861-1845 Perkembangan Amerika Serikat dan Amerika Latin Amerika Serikat Sebagai

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE FRAMEWORK FOR

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang

BAB V KESIMPULAN. Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang BAB V KESIMPULAN Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dihadapkan pada berbagai perubahan dan pergeseran kekuatan dalam lingkungan strategis global dan regional sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pendekatan monodisipliner sejarah, peristiwa netralnya

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pendekatan monodisipliner sejarah, peristiwa netralnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pendekatan monodisipliner sejarah, peristiwa netralnya Spanyol pada Perang Dunia II tahun 1939-1945 merupakan kejadian tunggal yang tidak dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dengan Uni Soviet, dimana pada saat Perang Dingin terjadi perang ideologi antara

BAB I. Pendahuluan. dengan Uni Soviet, dimana pada saat Perang Dingin terjadi perang ideologi antara BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Republik Rakyat Cina (RRC) merupakan negara yang berada di Asia Timur yang berdiri pada tahun 1949 1. Pada masa perang dingin, Cina bersekutu dengan Uni Soviet,

Lebih terperinci

Embrio Sosiologi Militer di Indonesia

Embrio Sosiologi Militer di Indonesia Pengantar Redaksi Embrio Sosiologi Militer di Indonesia GENEALOGI SOSIOLOGI MILITER Kalau diteliti lebih dalam, setiap sosiolog besar pasti pernah berbicara tentang institusi militer, tak terkecuali Marx,

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

melakukan Revolusi Kuba dan berhasil menjatuhkan rezim diktator Fulgencio merubah orientasi Politik Luar Negeri Kuba lebih terfokus pada isu-isu high

melakukan Revolusi Kuba dan berhasil menjatuhkan rezim diktator Fulgencio merubah orientasi Politik Luar Negeri Kuba lebih terfokus pada isu-isu high BAB V KESIMPULAN Dari keseluruhan uraian skripsi maka dapat diambil kesimpulan yang merupakan gambaran menyeluruh dari hasil pembahasan yang dapat dikemukakan sebagai berikut : Hubungan luar negeri antara

Lebih terperinci

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA 2008 DAFTAR 151 PEN D A H U l U A N... 1 Latar Belakang Buku Putih.................................. 1 Esensi Buku Putih..............................4

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Laut Cina Selatan merupakan sengketa laut yang menjadi prioritas utama negara - negara dikawasan Asia Tenggara dan Association of South East Asia Nations (ASEAN) saat

Lebih terperinci

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN 1 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Setelah berakhirnya perang dunia kedua, muncul dua kekuatan besar di dunia yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat. Kedua negara ini saling bersaing untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II ( ) pada umumnya memiliki sudut pandang Sekutu sentris, dengan kata

BAB I PENDAHULUAN. II ( ) pada umumnya memiliki sudut pandang Sekutu sentris, dengan kata BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini sumber-sumber literatur tentang sejarah Perang Dunia II (1939-1945) pada umumnya memiliki sudut pandang Sekutu sentris, dengan kata

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung SILABUS. : Pengkajian Strategis dan Pertahanan

Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung SILABUS. : Pengkajian Strategis dan Pertahanan Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung SILABUS Matakuliah : Pengkajian Strategis dan Pertahanan Kode Mata Kuliah : HIN-612324 Jumlah Satuan Kredit Semester

Lebih terperinci

AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA

AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si. Saran Bacaan: Eugene R. Wittkopf, The Future of American Foreign Policy,, Second Edition (New York: St. Matin s Press, 1992).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang patut diperhitungkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang patut diperhitungkan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara yang patut diperhitungkan dalam perekonomian dunia. Jepang dewasa ini menjadi negara yang paling maju di Asia bahkan di

Lebih terperinci

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni Pengertian Dasar & Jenisnya Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional By Dewi Triwahyuni Definisi : Keamanan (security) secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan mempertahankan diri (survival) dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci