BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina, Amerika Serikat, Korea Utara, Korea Selatan, Rusia, dan Jepang. Tujuan utama diselenggarakannya Six Party Talks adalah 1) menuntaskan proses denuklirisasi Korea Utara, 2) Mengakhiri Perang Korea melalui sebuah traktat perdamaian, 3) Membangun mekanisme regional untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran kawasan Asia Timur. 1 Putaran pertama Six Party Talks digelar pada Agustus 2003 dan mekanisme ini berhasil mencapai kesepakatan berupa Joint Statement pada 19 September 2005, dimana Korea Utara bersedia untuk menutup program nuklirnya dan kembali menaati Non Proliferation Treaty ( NPT ) serta mengizinkan monitoring International Atomic Energy Agency ( IAEA ). Walaupun demikian, proses implementasi kesepakatan menemui hambatan dan memicu keluarnya Korea Utara dari perundingan pada tahun Sejak saat itu perundingan terhenti sampai batas waktu yang belum ditentukan. 2 Keterlibatan Jepang dalam negosiasi ini memberikan pengaruh tersendiri dalam proses serta pencapaian-pencapaian Six-Party Talks. Hal ini tak terlepas dari posisi serta kebijakan yang diambil Jepang selama proses negosiasi yang cenderung bersifat keras. Dalam statement-nya pada pertemuan perdana Six-Party Talks di Beijing, perwakilan Jepang Mitoji Yabunaka menyampaikan bahwa Jepang hanya akan memberikan bantuan ekonomi serta normalisasi hubungan dengan Korea Utara 1 Pang Zhingying, The Six Party Process, Regional Security Mechanisms, and China -US Cooperation: Toward a Regional Secuirt Mechanism for New Northeast Asia?, The Brooking Institution, Maret 2009, diakses 1 September 2012, pers/2009/3/northeast% 20asia% 20pa ng/03_northeast_asia_pang.pdf 2 Jayshree Bajoria, The Six-Party Talks on North Korea s Nuclear Program, 8 Maret 2013, diakses 1 September 2013, -party-talks-north-koreasnuclear-progra m/p13593

2 setelah tercapainya penyelesaian terhadap tiga poin utama: pengembangan nuklir, kepemilikan misil atau senjata pemusnah masal, serta kasus penculikan warga negara Jepang oleh Korea Utara. 3 Posisi Jepang tersebut terus dipertahankan selama jalannya perundingan dan menjadi karakter utama kebijaka n Jepang dalam Six-Party Talks. Perspektif Jepang dalam Six-Party Talks merupakan sebuah fenomena negosiasi yang menarik, dimana Jepang mendahulukan kepentingan nasionalnya diatas kepentingan bersama dalam masalah nuklir Korea Utara. Dalam sejarahnya, Jepang merupakan bekas kekuatan militer yang sangat ekspansionis. Perkembangan ekspansionisme Jepang ini akhirnya dapat dibendung setelah kalahnya Jepang dalam Perang Dunia II. Kekalahan Jepang ini membawa konsekuensi pada perubahan struktur politik serta keamanan Jepang. Melalui perubahan konstitusi menjadi konstitusi 1947, Jepang menjadi negara yang pasifis dan tidak lagi aktif secara militer. Pendekatan kebijakan keamanan Jepang pun berubah seiring dengan adanya perubahan fundamental dalam kondisi tersebut. Perubahan Jepang pasca Perang Dunia II melahirkan karakter baru bagi Jepang, dalam segi politik, ekonomi, juga keamanan yang bersifat spesifik. Karakter modern Jepang inilah yang selanjutnya menarik untuk dilihat lebih lanjut untuk menjelaskan posisi serta kebijakan Jepang dalam Six-Party Talks. Lebih lanjut, dalam pembahasannya, skripsi ini bertujuan untuk melihat secara holistik proses pembentukan sikap tersebut dengan pendekatan konsep serta teori yang relevan untuk membahasnya. Kepemilikan senjata nuklir memang menjadi isu yang problematik bagi Jepang, tidak hanya karena pengembangan nuklir memberikan efek deterence tersendiri bagi Jepang, kepemilikan nuklir Korea Utara juga berpotensi mengacaukan balance of power di Asia Timur dan di ranah global. Masalah-masalah ini perlu ditanggapi oleh negara sebagai aktor utama pembuat kebijakan. Salah satu bentuk tanggapan Jepang dalam merespon situasi ini adalah dengan bergabungnya Jepang dalam Six-Party Talks. Dalam pembahasan skripsi ini saya bermaksud untuk m elihat 3 MOFA, Press Conference by Secretary Japan-North Korea Relations Six Party Talks on North Korean Issue, 26 Agustus 2003, diakses 16 Maret 2013,

3 dimensi eksternal yang mempengaruhi posisi, sikap, serta kebijakan Jepang dalam Six-Party Talks. 1.2 Rumusan Masalah Dalam membahas tema skripsi ini, penulis akan mengangkat dua buah rumusan masalah sebagai fokus pembahasan selanjutnya, yaitu: 1. Bagaimana dinamika sikap dan kebijakan luar negeri Jepang dalam Six Party Talks ? 2. Apa saja faktor eksternal yang mempengaruhi sikap dan kebijakan Jepang dalam Six Party Talks? 1.3 Landasan Konseptual Untuk mengelaborasi rum usan masalah yang diajukan, penulis akan menggunakan beberapa konsep serta teori yang dapat menjadi alat bantu dalam melihat keterkaitan antara faktor-faktor eksternal dengan kebijakan luar negeri Jepang dalam Six-Party Talks A. Perspektif Neorealis Perspektif neorealis merupakan sebuah perspektif yang berakar dari realisme klasik dan neoklasik. Pencetus perspektif ini, Kenneth Waltz menekankan konsep anarki internasional sebagai fokus utama neorealisme. Selain itu Waltz juga menganggap perhatian mendasar negara adalah keamanan dan kelangsungan hidup, serta menganggap bahwa masalah utama konflik negara adalah perang, dan bahwa tugas utama hubungan internasional diantara negara-negara berkekuatan besar adalah perdamaian dan keamanan. Walaupun demikian, neorealisme mengabaikan pertimbangan-pertimbangan normatif dalam realisme klasik dan neoklasik dan mencoba menyediakan perspektif yang lebih ilmiah. 4 Dalam bukunya Theory of International Politics, Waltz berupaya untuk menjelaskan tentang sistem politik internasional yang berfokus pada struktur sistem, interaksi antar unit-unit di 4 Robert Jackson & Georg Sorensen, Introduction to International Relations ( New York: Oxford University Press, 1999 ),

4 dalamnya, serta kesinambungan dan perubahan dalam sistem tersebut. 5 Perbedaan mendasar antara neorealisme dengan realisme klasik dan neoklasik adalah tidak adanya bahasan mengenai sifat dasar manusia seperti yang dimunculkan oleh Morgenthau atau Schelling. Dalam neorealisme, aktor-aktor tidaklah begitu penting karena struktur memaksa mereka bereaksi dengan cara-cara tertentu. Dengan kata lain, struktur mampu menentukan tindakan-tindakan aktor. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, dalam neorealisme bentuk dasar hubungan internasional adalah struktur anarki. Negara -negara pada dasarnya memiliki fungsi yang serupa disamping perbedaan budaya, ideologi, konstitusi, atau personal yang berbeda, mereka semua menjalankan tugas-tugas dasar yang sama. Sedangkan perbedaan mendasar antara negara-negara ini terletak pada kapabilitas yang mereka miliki. Lebih lanjut lagi Waltz menjelaskan bahwa unit-unit negara dalam sistem internasional dibedakan oleh besar kec ilnya kapabilitas mereka dalam menjalankan tugas yang serupa, struktur suatu sistem berubah seiring dengan perubahan dalam distribusi kapabilitas antar unit-unit sistem. Waltz juga menyatakan bahwa perimbangan kekuatan di dalam sebuah sistem dapat dicapai, walaupun perang selalu menjadi kemungkinan dalam sistem yang anarkis. Untuk mewujudkan perimbangan kekuatan, Waltz meyakini bahwa sistem bipolar seperti yang terjadi selama Perang Dingin, merupakan sistem lebih stabil dan mampu menyediakan jaminan perdamaian dan keamanan dibanding sistem multipolar. Dua negara dengan kekuatan besar akan tersebut akan bertindak sebagai pemelihara sistem. 6 Proses berjalannya Six Party Talks memberikan gambaran kepada kita tentang bagaimana sistem internasional seperti yang dijelaskan oleh kaum neorealis beroperasi dan mempengaruhi perilaku negara-negara yang terlibat di dalamnya. Jepang sebagai salah satu aktor utama yang terlibat dalam Six Party Talks tidak lepas dari pengaruh mekanisme ini. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan Jepang dalam Six Party Talks merupakan bentuk reaksi terhadap sistem multipolar di wilayah Asia Timur. Dalam pembahasan selanjutnya, penulis akan memaparkan bagaimana sistem internasional di kawasan Asia Timur menjadi basis perilaku dan hubungan nega ra- 5 Kenneth Waltz, Theory of International Politics ( New York: McGraw Hill, 1979 ), 97 6 Waltz, Theory of International Politics, 204

5 negara di dalamnya. Pembahasan tentang sistem internasional di kawasan Asia Timur ini ditujukan untuk menjawab rumusan masalah tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan kebijakan yang dibuat Jepang dalam Six Party Talks. B. External Factors Faktor-faktor eksternal atau global yang mempengaruhi foreign policy meliputi semua aktivitas yang berlangsung diluar batas negara yang secara kausal mempengaruhi pilihan-pilihan yang dimiliki negara. 7 Richard Snyder mengkategorikan external setting sebagai bagian dari faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri. Bentuk dari external setting dapat beragam, misalnya skema aliansi, kawan, lawan, organisasi internasional, aturan - aturan diplomatik, kebijakan-kebijakan negara lain, serta hubungan bilateral dan multilateral. 8 Terkait dengan faktor-faktor eksternal sebagai bagian kausal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri, Rose menyampaikan dua model perilaku negara dalam sistem internasional, yaitu realisme ofensif dan realism e defensif. Kedua model ini bermula dari asumsi bahwa sistem internasional terdiri dari unitunit negara yang bertindak rasional dan memiliki motivasi dalam hal keamanan. Realisme ofensif berasumsi bahwa dalam sistem internasional yang anarkis, keamanan merupakan sebuah kelangkaan sehingga setiap negara akan cenderung untuk mencapainya dengan cara memaksimalkan kemampuan relatif yang mereka miliki. 9 Dalam realisme ofensif, aktor rasional negara akan cenderung untuk mengambil langkah yang akan memicu konflik dengan aktor lainnya. Aktor negara akan memulai dengan motiv defensif, namun struktur dalam sistem internasional akan memaksa mereka untuk berpikir dan bahkan bertindak secara ofensif. 10 Untuk 7 Charles W. Kegley, World Politics: Trend and Transformation 11 th Edition ( Boston: Thompson Wadsworth, 2008 ), 57 8 Richard Snyder, Foreign Policy Decision-Making, ( New York: The Free Press of Glencoe, 1962 ), Gideon Rose, Review: Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy, The Perils of Anarchy: Contemporary Realism and International Security by Michael E. Brown, World Politics, Vol. 51, No. 1 ( Cambridge: Cambridge University Press, ), Rose, Review: Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy,

6 memahami mengapa suatu negara bertindak demikian, realisme ofensif menyarankan untuk menganalisa kapabilitas relatif yang dimiliki negara tersebut dan lingkungan eksternal yang dihadapinya, karena faktor-faktor ini akan diterjemahkan sebagai kebijakan luar negeri. Dalam pembahasan tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi sikap dan kebijakan luar negeri Jepang dalam Six Party Talks, analisa terhadap faktor -faktor eksternal merupakan satu hal yang relevan. Faktor-faktor eksternal mempengaruhi bagaimana negara mempersepsikan dan bereaksi terhadap lingkungan di sekitar nya. Dalam Six Party Talks, Jepang berhadapan langsung dengan Korea Utara, Korea Selatan, Cina, Rusia, serta AS. Interaksi yang terjadi anatara Jepang dengan lima aktor lainnya ini menciptakan sebuah dorong eksternal bagi Jepang untuk melakukan respon berupa sikap serta kebijakan luar negeri. Dalam pembahasan selanjutnya, penulis akan menguraikan apa saja faktor eksternal yang mengiringi sikap serta kebijakan Jepang dalam Six Party Talks, seperti hubungan bilateral dengan aktor lain, adanya relasi aliansi, serta struktur dalam sistem internasional. 1.4 Argumentasi Utama Keterlibatan Jepang dalam Six Party Talks merupakan sebuah bentuk respon Jepang terhadap kondisi internasional yang sedang berlangsung, dalam konteks ini adalah masalah nuklir Korea Utara. Sesuai dengan pandangan neorealisme yang memandang bahwa sistem internasional mampu menentukan perilaku aktor, sikap dan kebijakan luar negeri Jepang terkait isu nuklir Korea Utara ( khususnya dalam kerangka Six Party Talks ) akan mengalami dinamika. Dinamika disini dimaksudkan sebagai perubahan sikap dan kebijakan luar negeri Jepang. Perubahan-perubahan tersebut dapat diketahui dengan mengamati proses berjalannya perundingan Six Party Talks, pencapaian-pencapaian yang berhasil dicapai Jepang, interaksi Jepang dengan aktor-aktor dalam perundingan, reaksi Jepang terhadap sikap dan kebijakan negara lain, serta adanya perubahan posisi dan stance Jepang terhadap kesepakatan. Pengamatan ini akan dilakukan dengan membatasi pengamatan pada level sikap serta kebijakan Jepang dalam Six Party Talks, dengan kata lain pengamatan tidak akan

7 membahas tentang perubahan interest/ kepentingan, karena menurut pengamatan sementara yang telah dilakukan penulis, kepentingan Jepang tidak mengalami perubahan signifikan dari awal hingga akhir putaran Six Party Talks. Jepang memiliki kepentingan yang cenderung stabil, namun sikap dan kebijakan luar negerinya mengalami perubahan. Sesuai dengan pengamatan sementara yang dilakukan penulis melalui pengumpulan sumber-sumber primer dan sekunder menyangkut sikap dan kebijakan luar negeri Jepang dalam Six Party Talks, penulis berpendapat bahwa dinamika memang terjadi pada level sikap dan kebijakan luar negeri. Beberapa kali Jepang mengubah sikap dan kebijakannya sebagai respon terhadap kondisi sistem internasional yang berlangsung saat itu. Secara garis besar sikap dan kebijakan luar negeri Jepang selama Six Party Talks dapat dikategorikan menjadi dua tipe, yaitu: 1. Kooperatif dimana Jepang cenderung comply terhadap kesepakatan-kesepakatan Six Party Talks, dan 2. Keras atau Ofensif dimana Jepang cenderung memilih untuk berselisih dengan kesepatan-kesepakatan Six Party Talks. Ofensif disini juga dimaksudkan sebagai sebuah bentuk sikap dan sifat kebijakan luar negeri Jepang yang menekankan superioritas dan agresifitas Jepang dalam perundingan, sesuai dengan pendapat Taliaferro tentang realisme ofensif, anarchy the absence of a worldwide government or universal sovereignty provides strong incentives for expansion. All states strive to maximize their power relative to other states, because only the most powerful states can guarantee their survival. 11 Selanjutnya Taliaferro juga menambahkan bahwa untuk meningkatkan posisi relatifnya, negara dapat menempuhnya melalui pengembangan senjata, diplom asi unilateral, kebijakan ekonomi luar negeri, maupun ekspansi. Dalam konteks Jepang, metode yang paling mungkin dilakukan adalah melalui jalan diplomatik dan kebijakan ekonom i luar negeri. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Jepang dalam Six Party Talks dapat diidentifikasi melalui beberapa aspek. Aspek -aspek 11 Jeffrey W Taliaferro, Security Seeking under Anarchy: Defensive Realism Revisited, International Security, Vol. 25, No. 3 ( 2001 ): ,

8 tersebut dapat berupa skema aliansi, kawan, lawan, organisasi internasional, aturan - aturan diplomatik, kebijakan-kebijakan negara lain, serta hubungan bilateral dan multilateral. Hubungan bilateral dengan Korea Utara akan menjadi salah satu faktor krusial yang akan menentukan sikap dan kebijakan Jepang dalam Six Party Talks. Hal ini diakibatkan karena secara geografis, Korea Utara sangat dekat dengan Jepang, namun secara politik Korea Utara sangat jauh dari Jepang. Hal ini ditambah dengan ancaman yang ditimbulkan oleh pengembangan nuklir serta masalah bilateral yang belum terselesaikan menjadi penghambat serta ancaman langsung terhadap keamanan dan kedaulatan Jepang. Selain itu sistematika aliansi Jepang dengan AS juga merupakan sebuah faktor penting, mengingat AS merupakan negara dengan kapabilitas besar yang juga terlibat langsung dalam proses Six Party Talks. Sistematika aliansi yang dibangun antara kedua negara pasca Perang Dunia II merupakan salah satu faktor utama penentu kebijakan luar negeri Jepang sampai saat ini. Terakhir, struktur keamanan di wilayah Asia Timur kontemporer juga mampu memberikan dorongan tersendiri bagi Jepang untuk menentukan pilihan-pilihan kebijakan luar negerinya. Munculnya Cina sebagai kekuatan baru dunia serta kuatnya bayang-bayang AS terhadap Jepang dan Korea Selatan juga menjadi faktor yang mempengaruhi pilihan-pilihan kebijakan luar negeri Jepang dalam Six Party Talks. 1.5 Jangkauan Penelitian Jangkauan penelitian skripsi ini akan mencakup dinamika Six-Party Talks dari sudut pandang Jepang dimulai dari putaran pertama Six-Party Talks pada 2003 sampai dengan keluarnya Korea Utara yang menandai berakhirnya Six-Party Talks pada Pembahasan skripsi ini juga akan dibatasi dengan fokus bahasan faktorfaktor eksternal yang mempengaruhi posisi serta kebijakan Jepang dalam Six -Party Talks. 1.6 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian mengenai Dinamika Kebijakan Luar Negeri Jepang dalam Six-Party Talks ini, penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam menggunakan metode kualitatif, penulis akan melakukan penelitian

9 dalam tiga tahapan utama, yaitu: 1. Pengumpulan Data ( Data Collecting ); 2. Pengolahan Data ( Data Analysis ); dan 3. Laporan Penulisan ( Report Writing ). Pertama, pada tahap awal pengumpulan data yang akan dilakukan adalah menetapkan batasan parameter data yang dikumpulkan. Ide dari penulisan kualitatif adalah dengan sengaja menyeleksi informasi yang diperoleh dari data sekunder. Pengumpulan data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini akan memanfaatkan berbagai buku, jurnal, c atatan/diktat kuliah, artikel, maupun terbitanterbitan lainnya baik yang berasal dari media massa baik cetak maupun internet yang relevan sebagai sumber referensi dan acuan bagi penulisan skripsi ini. Selanjutnya adalah tahap pengolahan data ( analisis ). Pada tahap ini, informasi dikelompokkan menjadi kategori dan diformat menjadi sebuah deskripsi, kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk tulisan ilmiah atau laporan penulisan. 1.7 Sistematika Penulisan Skripsi yang berjudul D inamika Kebijakan Luar Negeri Jepang dalam Six- Party Talks ini akan disusun sesuai sistematika berikut: Bab I: Pendahuluan Pada Bab ini akan diuraikan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Landasan konseptual, Hipotesis, Jangkauan Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab II: Dinamika Sikap Jepang dalam Perundingan Six Party Talks Bab ini akan menjelaskan tentang timeline serta proses berjalannya negosiasi Six-Party Talks dari pembentukannya pada tahun 2003 sampai dengan keluarnya Korea Utara pada tahun 2009 yang menandai berakhirnya rangkaian negosiasi ini. Pembahasan akan mengikutsertakan progres serta konsensus-konsensus yang telah dicapai dalam negosiasi. Bab III: Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi Posisi, Sikap, dan Kebijakan Jepang dalam Six-Party Talks Bab ini akan berisi identifikasi faktor eksternal yang menjadi basis posisi dan kebijakan Jepang dalam Six-Party Talks. Selain identifikasi, bab ini juga akan

10 mengelaborasikan hubungan antara faktor-faktor eksternal tersebut dengan realita kebijakan Jepang dalam Six-Party Talks. Bab IV: Penutup Bagian terkakhir dari skripsi ini yaitu Penutup akan mengakhiri skripsi ini dengan memberikan kesimpulan terhadap pembahasan bab-bab sebelumnya.

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses peredaan ketegangan dalam konflik Korea Utara dan Korea Selatan pada rentang waktu 2000-2002. Ketegangan yang terjadi antara Korea Utara

Lebih terperinci

REALISM. Theoretical Intrepretations of World Politics. By Dewi Triwahyuni

REALISM. Theoretical Intrepretations of World Politics. By Dewi Triwahyuni REALISM Theoretical Intrepretations of World Politics By Dewi Triwahyuni Theory in Brief REALISM & NEOREALISM Key Actors View of the individual View of the state View of the international system Beliefs

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967

BAB I PENDAHULUAN. McNally and Company, Chicago, 1967 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi Laut Cina Selatan sebagai jalur perairan utama dalam kebanyakan ekspedisi laut, yang juga berada diantara negara-negara destinasi perdagangan, dan terlebih lagi

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat berlangsungnya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur, Vietnam ikut terlibat dalam Perang Vietnam melawan Amerika Serikat (AS). Blok barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB III SIX PARTY TALKS SEBAGAI SARANA UNTUK MENYELESAIKAN KRISIS NUKLIR KOREA UTARA

BAB III SIX PARTY TALKS SEBAGAI SARANA UNTUK MENYELESAIKAN KRISIS NUKLIR KOREA UTARA BAB III SIX PARTY TALKS SEBAGAI SARANA UNTUK MENYELESAIKAN KRISIS NUKLIR KOREA UTARA Program pengembangan senjata nuklir Korea Utara dinilai mampu mengancam ketentraman dan stabilitas keamanan negara negara

Lebih terperinci

PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA

PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA Oleh: DR. Yanyan Mochamad Yani, Drs., M.A. Akhirnya setelah melalui pasang surut yang penuh ketegangan, masyarakat dunia kini perlu merasa lega. Sementara waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN EXTENDED DETERRENCE AMERIKA SERIKAT TERHADAP KONDISI STABILITAS KEAMANAN SEMENANJUNG KOREA

PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN EXTENDED DETERRENCE AMERIKA SERIKAT TERHADAP KONDISI STABILITAS KEAMANAN SEMENANJUNG KOREA ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2017, 5(4) 1331-1338 ISSN 2477-2623 (online), ISSN 2477-2615 (print), ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2016 PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN EXTENDED DETERRENCE

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL PENDAHULUAN Kajian tentang strategi keamanan juga melandaskan diri pada perkembangan teori-teori keamanan terutama teori-teori yang berkembang pada masa perang dingin

Lebih terperinci

Unipolaritas Damai? Menggugat Justifikasi Dominasi AS

Unipolaritas Damai? Menggugat Justifikasi Dominasi AS Tangguh 0706291426 Dept. Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia 1 Unipolaritas Damai? Menggugat Justifikasi Dominasi AS Review Mata Kuliah Hubungan Luar Negeri dan Keamanan Amerika William

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan

Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan Pengaruh Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) terhadap Isu One China antara Cina dan Taiwan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Cina dan Taiwan adalah dua kawasan yang memiliki latar belakang

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENGAJARAN ( SEJARAH DAN DIPLOMASI BUDAYA CHINA)

SATUAN ACARA PENGAJARAN ( SEJARAH DAN DIPLOMASI BUDAYA CHINA) SATUAN ACARA PENGAJARAN ( SEJARAH DAN DIPLOMASI BUDAYA CHINA) SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2014/2015 Dosen Pengampu : Indrawati, M.A A. Deskripsi Mata kuliah ini dirancang agar mahasiswa dapat mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang dimenangkan oleh tentara Sekutu (dimotori oleh

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang dimenangkan oleh tentara Sekutu (dimotori oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang dimenangkan oleh tentara Sekutu (dimotori oleh Amerika Serikat) telah membuka babak baru dalam sejarah politik Korea. Kemenangan

Lebih terperinci

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni Pengertian Dasar & Jenisnya Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional By Dewi Triwahyuni Definisi : Keamanan (security) secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan mempertahankan diri (survival) dalam

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di dunia. Negara para mullah ini menduduki posisi ke-5 didunia setelah mengalahkan negara

Lebih terperinci

Politik Global dalam Teori dan Praktik

Politik Global dalam Teori dan Praktik Politik Global dalam Teori dan Praktik Oleh: Aleksius Jemadu Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Internasional Runtuhnya Uni Soviet sebagai negara komunis utama pada tahun 1990-an memunculkan corak perkembangan Hubungan Internasional yang khas. Perkembangan pasca-

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan barangkali merupakan salah satu kebijakan pemerintahan Obama yang paling dilematis. Keputusan untuk menarik pasukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. News. Retrieved from

BAB I PENDAHULUAN. News. Retrieved from BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Jepang kalah Perang Dunia II pada tahun 1945 Jepang harus menyerah tanpa syarat kepada pihak sekutu yang dipimpin oleh Amerika. Sejak saat itu banyak sekali campur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian New Zealand merupakan negara persemakmuran dari negara Inggris yang selama Perang Dunia I (PD I) maupun Perang Dunia II (PD II) selalu berada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang selama ini dikenal sebagai negara dengan kemajuan teknologi yang luar biasa pesat jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia. Kemajuan teknologi yang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008 BAB IV PENUTUP A.Kesimpulan Sangat jelas terlihat bahwa Asia Tengah memerankan peran penting dalam strategi China di masa depan. Disamping oleh karena alasan alasan ekonomi, namun juga meluas menjadi aspek

Lebih terperinci

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini. BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan

Lebih terperinci

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA Oleh : ABSTRACT This study aims to identify and describe the action done by UN Security Council related to its role in dealing with the nuclear crisis in North Korea as

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang Bab V KESIMPULAN Dalam analisis politik perdagangan internasional, peran politik dalam negeri sering menjadi pendekatan tunggal untuk memahami motif suatu negara menjajaki perjanjian perdagangan. Jiro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 B. Buzan & O. Waever, Regions and Powers: The Structure of International Security, Cambridge University

BAB I PENDAHULUAN. 1 B. Buzan & O. Waever, Regions and Powers: The Structure of International Security, Cambridge University BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan pemilihan judul Tesis ini akan menjelaskan tentang kompleksitas keamanan di kawasan Asia Timur dan implikasinya terhadap peningkatan kekuatan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas

Lebih terperinci

BAB 3 DAMPAK PENGEMBANGAN NUKLIR KOREA UTARA TERHADAP KOMPLEKSITAS KEAMANAN REGIONAL ASIA TIMUR

BAB 3 DAMPAK PENGEMBANGAN NUKLIR KOREA UTARA TERHADAP KOMPLEKSITAS KEAMANAN REGIONAL ASIA TIMUR BAB 3 DAMPAK PENGEMBANGAN NUKLIR KOREA UTARA TERHADAP KOMPLEKSITAS KEAMANAN REGIONAL ASIA TIMUR 3.1 Respon Jepang Terhadap Pengembangan Senjata Nuklir Korea Utara Setelah Perang Dunia II, Jepang mengalami

Lebih terperinci

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI 1 Introduksi: Isu proliferasi senjata nuklir merupaka salah satu isu yang menonjol dalam globalisasi politik dunia. Pentingnya isu nuklir terlihat dari dibuatnya

Lebih terperinci

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si

Signifikasi Kawasan Asia Pasifik. Yesi Marince, S.Ip., M.Si Signifikasi Kawasan Asia Pasifik Yesi Marince, S.Ip., M.Si A NEW WORLD AND ASIA PACIFIC ORDER Bagaimana Berakhirnya Perang Dingin mempengaruhi kawasan Asia Pasifik? 1. Alasan pelaksanaan containment policy

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhitungkan baik dalam skala regional maupun global (Ganewati

BAB I PENDAHULUAN. diperhitungkan baik dalam skala regional maupun global (Ganewati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah China merupakan salah satu aktor hubungan internasional yang kini memiliki peran penting dalam tatanan global. Pada beberapa tahun terakhir, China telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar negara dengan negara atau negara dengan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. antar negara dengan negara atau negara dengan organisasi. BAB I PENDAHULUAN Problematika dalam Hubungan Internasional menurut penulis adalah hal yang sangat menarik untuk dikaji. Segala kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh sebuah negara pasti akan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Laut Cina Selatan merupakan sengketa laut yang menjadi prioritas utama negara - negara dikawasan Asia Tenggara dan Association of South East Asia Nations (ASEAN) saat

Lebih terperinci

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi BAB V PENUTUP Penelitian ini berawal dari sebuah keputusan berani yang dikeluarkan oleh Presiden Perancis Nicholas Sarkozy pada tahun 2012 terkait penarikan pasukan Perancis dari Afghanistan. Dikatakan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan.

BAB I. PENDAHULUAN. negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan pergaulan masyarakat internasional, kerjasama antar negara dalam rangka mencapai tujuan tujuan tertentu telah banyak dipraktekan. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Analisa penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan jawaban awal yang telah dirumuskan. Penelitian ini menjelaskan alasan Venezeula menggunakan

Lebih terperinci

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan BAB V KESIMPULAN Secara keseluruhan, upaya kelima negara China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Korea Utara dalam meningkatkan kekuatan pertahanannya dilakukan untuk memberikan daya gentar terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekuatan militer merupakan salah satu aspek penting dalam menjaga stabilitas negara. Semua negara termasuk Indonesia membangun kekuatan militernya untuk menjaga keamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme.

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada akhir abad ke 20 hingga awal abad ke 21 telah ditandai dengan adanya suatu proses penyatuan dunia yang menjadi sebuah ruang tanpa batasan tertentu. Proses

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERNASIONAL

HUBUNGAN INTERNASIONAL HUBUNGAN INTERNASIONAL MOH. IKMAL Informasi Akademik : Blog : Mohammadikmal.Wordpress.Com E-mail : Ikmal.uny@gmail.com Deskripsi perkuliahan Mata kuliah hubungan internasional merupakan disiplin ilmu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Eropa Barat membuat suatu kebijakan dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Eropa Barat membuat suatu kebijakan dengan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Skripsi ini akan mengupas mengenai alasan kebijakan luar negeri Uni Eropa memberikan dukungan terhadap Ukraina dalam kasus konflik gerakan separatisme pro-rusia di Ukraina.

Lebih terperinci

ALIANSI JEPANG-AMERIKA SERIKAT DALAM MENGHADAPI PEMBANGUNAN KAPABILITAS MILITER CHINA DAN KOREA UTARA Oleh: Obsatar Sinaga

ALIANSI JEPANG-AMERIKA SERIKAT DALAM MENGHADAPI PEMBANGUNAN KAPABILITAS MILITER CHINA DAN KOREA UTARA Oleh: Obsatar Sinaga ALIANSI JEPANG-AMERIKA SERIKAT DALAM MENGHADAPI PEMBANGUNAN KAPABILITAS MILITER CHINA DAN KOREA UTARA Oleh: Obsatar Sinaga Dosen Jurusan Hubungan Internasional FISIP UNPAD Jl Raya bandung Sumedang Km 21

Lebih terperinci

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL. Oleh. Drs. Asep Setiawan MA

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL. Oleh. Drs. Asep Setiawan MA SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH TEORI HUBUNGAN INTERNASIONAL Oleh Drs. Asep Setiawan MA PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

: Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman : PT. Remaja Rosda Karya

: Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman : PT. Remaja Rosda Karya REVIEW BUKU Judul : Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman Penerbit : PT. Remaja Rosda Karya Bahasa : Inggris Jumlah halaman : 554 Halaman Tahun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini merupakan sarana eksplanasi tentang perilaku organisasi internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan suatu program atau agenda yang diimplementasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan BAB I PENDAHULUAN Pada bab satu ini penulis akan memaparkan mengenai Pendahuluan. Bab ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan penulisan judul, tujuan penulisan,

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang BAB I A. Latar Belakang Keamanan pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi setiap negara. World Trade Organization (WTO) adalah organisasi internasional yang sejak tahun 1995 memiliki peran sentral

Lebih terperinci

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe.

proses sosial itulah terbangun struktur sosial yang mempengaruhi bagaimana China merumuskan politik luar negeri terhadap Zimbabwe. BAB V KESIMPULAN Studi ini menyimpulkan bahwa politik luar negeri Hu Jintao terhadap Zimbabwe merupakan konstruksi sosial yang dapat dipahami melalui konteks struktur sosial yang lebih luas. Khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Aksi penyelundupan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (narkoba) merupakan salah satu bentuk tindak kejahatan transnasional. Amerika Serikat, menurut

Lebih terperinci

Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016

Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016 Andy Rachmianto Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI KORINWAS 12 Mei 2016 SAFETY SAFEGUARDS SECURITY IPTEK NUKLIR Keamanan nuklir mencakup keamanan bahan nuklir

Lebih terperinci

DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN

DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN 2005-2009 (IRAN GOVERNMENT DIPLOMACY TO INTERNATIONAL PRESSURE ON NUCLEAR DEVELOPMENT PROGRAM 2005-2009)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jepang merupakan negara yang unik karena konsep pasifis dan anti militer yang dimilikinya walaupun memiliki potensi besar untuk memiliki militer yang kuat. Keunikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal abad ke-20, perkembangan teknologi telah mendatangkan beragam inovasi baru. Salah satunya adalah pengolahan beberapa unsur kimia menjadi senyawa radioaktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Internasional pada satu dasawarsa terakhir menunjukkan berbagai kecenderungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Internasional pada satu dasawarsa terakhir menunjukkan berbagai kecenderungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Internasional Dewasa ini Hubungan Internasionl merupakan disiplin atau cabang ilmu pengetahuan yang sedang tumbuh dan berkembang. Dinamika Hubungan Internasional pada

Lebih terperinci

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017

AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 AKTOR NEGARA DAN NON NEGARA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Pengantar Hubungan Internasional FISIP UMJ 2017 STATE Miriam Budiardjo: Negara sebagai suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu (dimotori oleh Amerika Serikat) telah membuka babak baru dalam sejarah politik Korea. Kemenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik internasional antar dua negara cukup terdengar akrab di telinga kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih terganggu akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Iran meluncurkan program pengembangan energi nuklir pertamanya pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu Iran dan Amerika Serikat memang

Lebih terperinci

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. New York, 2007, p I. d Hooghe, The Expansion of China s Public Diplomacy System, dalam Wang, J. (ed.

BAB I PENDAHULUAN. New York, 2007, p I. d Hooghe, The Expansion of China s Public Diplomacy System, dalam Wang, J. (ed. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cina merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat dan saat ini dianggap sebagai salah satu kekuatan besar dunia. Dengan semakin besarnya kekuatan Cina di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

BAB IV PERAN IAEA DALAM MENANGGAPI KASUS UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA TAHUN 2006 DAN 2009

BAB IV PERAN IAEA DALAM MENANGGAPI KASUS UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA TAHUN 2006 DAN 2009 BAB IV PERAN IAEA DALAM MENANGGAPI KASUS UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA TAHUN 2006 DAN 2009 Dalam mencipatakan suasana yang damai serta bebas dari ancaman nuklir Korea Utara, IAEA memiliki beberapa fungsi

Lebih terperinci

AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA

AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si. Saran Bacaan: Eugene R. Wittkopf, The Future of American Foreign Policy,, Second Edition (New York: St. Matin s Press, 1992).

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat.

BAB IV KESIMPULAN. mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat. BAB IV KESIMPULAN Terjadinya Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat turut mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat. Salah satunya adalah sikap yang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media dan demokrasi merupakan dua entitas yang saling melengkapi. Media merupakan salah satu produk dari demokrasi. Dalam sejarah berkembangnya demokrasi, salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, (Cambridge: Cambridge University Press, 2003), hlm. 152.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, (Cambridge: Cambridge University Press, 2003), hlm. 152. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Runtuhnya Uni Soviet yang menandai berakhirnya Perang Dingin memberi implikasi yang lebih rumit bagi kondisi hubungan internasional. Ketegangan maupun persaingan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA TRANSFORMASI PERTAHANAN JEPANG PASCA PERANG DINGIN (1990-2007) SEBAGAI BENTUK ADAPTASI JEPANG TERHADAP PERKEMBANGAN KEAMANAN INTERNASIONAL DAN RESPON NEGARA ASIA TENGGARA TERHADAP

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

MI STRATEGI

MI STRATEGI ------...MI STRATEGI KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, buku "Strategi Pertahanan Negara" yang merupakan salah satu dari produk-produk strategis di bidang pertahanan

Lebih terperinci

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA 2008 DAFTAR 151 PEN D A H U l U A N... 1 Latar Belakang Buku Putih.................................. 1 Esensi Buku Putih..............................4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan Jepang menyerah kepada sekutu. sendiri, pemerintahan Jepang yang dibawah Supreme Commander for the Allied

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan Jepang menyerah kepada sekutu. sendiri, pemerintahan Jepang yang dibawah Supreme Commander for the Allied BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa menjelang hingga Perang Dunia II kekuatan militer Jepang telah memperlihatkan kekuatannya dengan dibuktikan menduduki sebagian besar Tiongkok dan Semenanjung

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Nama Sekolah : Program : Ilmu Pengetahuan Sosial Mata Pelajaran : Sejarah Kelas/Semester : XII/2 Standar : 3. Menganalisis Perkembangan Sejarah Dunia sejak sampai dengan Perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin BAB IV KESIMPULAN Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin memiliki implikasi bagi kebijakan luar negeri India. Perubahan tersebut memiliki implikasi bagi India baik pada

Lebih terperinci

KONFLIK DI SEMENANJUNG KOREA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEAMANAN INTERNASIONAL

KONFLIK DI SEMENANJUNG KOREA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEAMANAN INTERNASIONAL KONFLIK DI SEMENANJUNG KOREA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEAMANAN INTERNASIONAL Kelompok 5 Angga Aditama P. (09/280372/SP/23191) Agustina Dwi P. (09/281667/SP/23306) Ravel Adhy P. (10/297026/SP/23915) Fauzia

Lebih terperinci

Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme. Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP

Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme. Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP Pertemuan V : Perspektif Teoritis Regionalisme Diplomasi HI di Kawasan Asia Pasifik Sylvia Octa Putri, S.IP Mengapa teori menjadi penting? Teori adalah pernyataan yang dibuat untuk menjawab pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan. dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan. dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Ketahanan nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Invasi dan pendudukan Vietnam ke Kamboja yang dilakukan pada akhir tahun 1978 merupakan peristiwa yang begitu mengejutkan baik bagi Kamboja sendiri maupun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

S I L A B U S. Jurusan/Program Studi : Ilmu Administrasi Negara : Perbandingan Administrasi Negara Kode : SAN 331 SKS : Teori: 3 Praktek: -

S I L A B U S. Jurusan/Program Studi : Ilmu Administrasi Negara : Perbandingan Administrasi Negara Kode : SAN 331 SKS : Teori: 3 Praktek: - S I L A B U S Fakultas : Ilmu Sosial Jurusan/Program Studi : Ilmu Mata Kuliah : Kode : SAN 331 SKS : Teori: 3 Praktek: - Semester : V Mata Kuliah Prasyarat : - Dosen : Utami Dewi, M.PP I. Deskripsi Mata

Lebih terperinci