PENGARUH URBAN COMPACTNESS TERHADAP TINGKAT EMISI KARBON PADA SEKTOR TRANSPORTASI BERBASIS RUMAH TANGGA DI KOTA SURABAYA
|
|
- Herman Tanuwidjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGARUH URBAN COMPACTNESS TERHADAP TINGKAT EMISI KARBON PADA SEKTOR TRANSPORTASI BERBASIS RUMAH TANGGA DI KOTA SURABAYA K.D.M. Erli Handayeni, Eko Budi Santoso Abstrak Sektor transportasi di Kota Surabaya menyumbang 5,48 juta ton per tahun emisi karbon atau sekitar 96% dari total emisi udara. Sementara, dalam Rencana Aksi Daerah (RAD) Jawa Timur menetapkan target penurunan emisi sebesar 5,22% atau setara dengan 6,2 juta ton CO2 eq pada tahun 2020 di bidang energi dan transportasi. Oleh karena itu diperlukan strategi penurunan emisi karbon, salah satunya melalui strategi penataan guna lahan yang dapat mengurangi jarak perjalanan yang tidak perlu. Dekat jauhnya jarak perjalanan dipengaruhi oleh pola ruang kota yang direpresentasikan melalui pola penggunaan lahan. Pola ruang kota yang acak (sprawl) menyebabkan jarak perjalanan yang panjang dari pinggiran kota (sub-urban) menuju pusat kota, sebaliknya pola ruang yang kompak (compact city) dipandang sebagai alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan kendaraan bermotor. Melalui analisis Cluster, pada kajian ini dihasilkan tiga (3) kategori kekompakan ruang, yaitu compact, sedang dan sprawl. Melalui teknik analisis ANOVA diperoleh bahwa secara signifikan terdapat perbedaan rata-rata produksi emisi CO 2 menurut kategori kekompakan ruang dengan nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,019. Artinya, perbedaan tingkat kekompakan ruang mempengaruhi tingkat produksi emisi CO 2, khususnya pada sektor transportasi rumah tangga di Kota Surabaya. Kata kunci: kekompakan ruang kota, emisi karbon, transportasi 1. PENDAHULUAN Dampak dari pemanasan global mulai dirasakan di Indonesia. Pemanasan global merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gasgas rumah kaca di atmosfer. Hasil kajian IPCC (2007) menunjukkan bahwa 11 dari 12 tahun terpanas sejak tahun 1850 terjadi dalam waktu kurun 12 tahun terakhir (RAN, 2007). Laporan IPCC juga menyatakan bahwa kegiatan manusia ikut berperan dalam pemanasan global sejak pertengahan abad ke-20. Pemanasan global akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21 apabila tidak ada upaya penanggulangannya. Kegiatan manusia yang dapat meningkatkan konsentrasi gas-gas rumah kaca dapat dilihat dari empat sektor utama (IPPC, 2006) yaitu sektor energi, IPPU (Industrial Processes and Product Use), AFOLU (Agriculture, Forestry and Other Land Use), dan sampah. Pada sektor energi salah satunya dapat dilihat dari tingkat penggunaan energi pada sektor transportasi. Kegiatan manusia melalui sektor transportasi berperan besar dalam menyumbang emisi gas rumah kaca di udara. Sektor transportasi berkontribusi 20,7% dari total emisi CO 2 di Indonesia (Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap-ICCSR, 2010). Data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa total konsumsi energi di sektor transportasi terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 konsumsi energi untuk transportasi sebesar 140 juta sbm, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 179 juta sbm (Emisi Gas Rumah Kaca dalam Angka, 2009). Secara 1
2 nasional, emisi CO 2 yang dihasilkan dari sektor transportasi juga meningkat yaitu dari 58 juta ton pada tahun 2000 menjadi 73 juta ton pada tahun Kontribusi emisi CO 2 terbesar berasal dari konsumsi premium dan turunannya (pertamax, pertamax plus dan super TT), dan solar. Perkiraan emisi karbon pada sektor transportasi terus meningkat dan konsentrasi peningkatan emisi CO 2 ini berada di Pulau Jawa. Kegiatan transportasi selain memiliki dampak terhadap peningkatan emisi karbon di udara, juga merupakan kontributor terbesar terhadap polusi udara di wilayah perkotaan. Berdasarkan hasil kajian dari Kementerian Lingkungan Hidup (2005) menunjukkan bahwa penggunaan kendaraan bermotor merupakan sumber utama penyebab polusi udara di kotakota besar di Jawa seperti Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya (Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap-ICCSR, 2010). Proyeksi emisi CO 2 dari kendaraan bermotor ini dapat mencapai 180 juta ton pada tahun 2030 dengan asumsi tanpa adanya intervensi apapun (business as usual-bua). Kota Surabaya juga menunjukkan adanya fenomena peningkatan polusi udara serta emisi karbon dari sektor transportasi. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah kendaraan bermotor dengan tingkat pertumbuhan mencapai 5% setiap tahunnya (Surabaya dalam Angka, 2010). Penggunaan kendaraan bermotor yang semakin meningkat akhirnya akan mempengaruhi tingkat penggunaan energi di sektor transportasi. Menurut Cervero, 1998 (dalam Jabareen, 2006) bahwa bentukan kota (urban form) yang merupakan pola spasial/keruangan kota dapat mempengaruhi perilaku perjalanan yang menggunakan kendaraan bermotor. Penggunaan kendaraan bermotor semakin tinggi akibat pola spasial kota yang semakin terdispersi (menyebar acak). Sehingga pola spasial ini pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat penggunaan energi untuk transportasi. Penelitian di dunia juga menunjukkan bahwa konsentrasi spasial kota/kawasan dapat mempengaruhi tingkat konsumsi energi pada sektor transportasi dan sektor residensial. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Erling Holden dan Norland (2005) menyebutkan bahwa adanya perbedaan pola keruangan kawasan menyebabkan perbedaan pola konsumsi energi pada sektor transportasi. Perbedaan pola konsumsi energi ini akan berdampak pada perbedaan emisi karbon yang dihasilkan di masing-masing kawasan. Kota Surabaya dengan pola keruangan yang semakin merembet ke arah pinggiran kota (sprawling) memiliki dampak terhadap pemborosan energi khususnya pada sektor transportasi. Adanya Rencana Aksi Daerah (RAD) Jawa Timur yang menargetkan penurunan emisi karbon di sektor energi dan transportasi sebesar 5,22% atau ,9 ton CO 2 eq membawa konsekuensi perlunya peran aktif Kota Surabaya dalam mendukung upaya mitigasi karbon ini. Salah satu strategi yang dikedepankan dalam RAD ini adalah mengurangi kebutuhan akan perjalanan terutama daerah perkotaan (trip demand management) melalui penatagunaan lahan yang mampu mengurangi perjalanan dan jarak perjalanan yang tidak perlu. Oleh karena itu diperlukan strategi penataan guna lahan untuk mengurangi penggunaan energi dan produksi emisi di sektor transportasi. Penataan guna lahan melalui pola ruang kota yang kompak (compact city) dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi/bermotor (Jabareen, 2006). Pola ruang kota yang kompak mengedepankan aksesibilitas tinggi dan ramah bagi pengguna kendaraan non motorized sehingga mengurangi tingkat penggunaan energi dan produksi emisi karbon di sektor transportasi. Penelitian yang dihasilkan oleh Mahriyar (2010) menunjukkan bahwa perbedaan pola kekompakan ruang di Kota Surabaya mempengaruhi perbedaan rata-rata jarak perjalanan dan pemilihan moda. Temuan ini menarik untuk dikaji bagaimana perbedaan tingkat kekompakan ruang kota terhadap tingkat konsumsi energi untuk transportasi. Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pola ruang kota terhadap konsumsi energi dan produksi emisi karbon di sektor transportasi masih jarang dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk memahami bagaimana perbedaan pola kekompakan ruang Kota Surabaya mempengaruhi tingkat konsumsi energi dan produksi emisi karbon sehingga dapat dikembangkan upaya mitigasi karbon, khususnya pada sektor transportasi untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca di Jawa Timur. 2
3 2. KETERKAITAN COMPACTNESS DENGAN KONSUMSI ENERGI DAN EMISI KARBON Istilah kekompakan (compactness) didefinisikan secara berbeda-beda menurut level/unit yang diamati (level kota, metropolitan, negara, atau skala neighborhood dan sebagainya). Tidak ada isitilah kompak (compact) yang definitif. Umumnya, istilah ini dikaitkan dengan karakteristik yang dilihat berdasarkan kepadatan populasi (Neuman, 2005). Gordon dan Richardson (1997) mendefinisikan kekompakan (compactness) sebagai pembangunan kepadatan tinggi atau monosentris. Kemudian, Ewing (1997) mendefinisikan sebagai konsentrasi dari tenaga kerja dan perumahan, maupun penggunaan lahan bercampur. Sementara, Anderson et al. (1996) mendefinisikan keduanya baik berupa bentukan kota yang monosentris dan polisentris sebagai bentuk yang kompak (compact). Penelitian yang pernah dilakukan oleh Mahriyar (2010) dan Kurniadi (2007) mendefinisikan ruang yang kompak dari segi dimensi/aspek kepadatan, fungsi campuran dan intensifikasi. Berdasarkan definisi dari berbagai sumber, maka dapat ditentukan ukuran kekompakan ruang (urban compactness) berdasarkan indikator kepadatan dan fungsi campuran. Indikator kepadatan dapat dilihat dari ukuran kepadatan penduduk dan kepadatan area terbangun. Sementara, indikator fungsi campuran dapat dilihat dari keragaman fungsi guna lahan berdasarkan tingkat ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan. Konfigurasi ruang kota yang berbeda menunjukkan pola konsumsi energi untuk transportasi yang berbeda pula. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bouwman, 2000 (dalam Neuman, 2005) menunjukkan perbedaan tipologi kepadatan kota berpengaruh terhadap perbedaan rata-rata konsumsi energi perorangan untuk transportasi. Hal ini dapat dilihat seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Perbedaan Rata-rata Konsumsi Energi untuk Transportasi menurut Tipologi Kepadatan di Belanda Sumber: Bouwman, 2000 dalam Neuman, 2005 Penelitian yang sejenis dilakukan juga oleh Kenworthy dan Newman (1990) mengenai keterkaitan bentuk kota (urban form) terhadap konsumsi energi di 32 kota besar di Eropa, Australia dan Amerika. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa adanya korelasi yang signifikan antara permintaan terhadap bahan bakar minyak (BBM) dengan ukuran kepadatan populasi yang berbeda. Konsumsi energi merupakan fungsi dari emisi gas rumah kaca (CO 2) yang merupakan bagian dari sektor energi baik pada industri, transportasi, residensial maupun komersial (IPCC, 2006). Sektor energi ini merupakan penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca, khususnya CO 2. Perhitungan emisi sektor transportasi dihitung berdasarkan emisi CO 2 dari data jumlah kendaraan dan rata-rata konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Pada dasarnya penghitungan emisi GRK menggunakan rumus dasar sebagai berikut: Emisi CO 2 = Ci x EFi Dimana Ci = konsumsi bahan bakar jenis i; dan EFi = faktor emisi CO2 bahan bakar jenis i 3
4 Faktor emisi ditentukan berdasarkan penelitian dan sangat spesifik untuk setiap bahan atau produk. Oleh karena belum ada faktor emisi yang spesifik untuk Indonesia, maka digunakan faktor emisi yang sudah ditentukan oleh IPCC. 3. METODE ANALISIS Metode analisis yang digunakan pada kajian ini adalah metode pengujian hipotesa atas perbedaan kekompakan ruang kota berpengaruh terhadap perbedaan produksi emisi karbon pada sektor transportasi. Pengujian hipotesis ini sifatnya komparatif dan asosiatif (Sugiyono, 2013). Pengujian komparatif merupakan dugaan ada tidaknya perbedaan secara signifikan produksi emisi karbon menurut kelompok urban compactness. Pengujian hipotesis komparatif menggunakan teknik analisis ANOVA (Analysis of Variances) yang akan menguji apakah terdapat perbedaan rata-rata emisi karbon menurut kategori/kelompok tingkat kekompakan ruang. Penentuan kategori/kelompok tingkat kekompakan ruang (urban compactness) di masing-masing kecamatan di Kota Surabaya menggunakan teknik analisis Cluster berdasarkan variabel kekompakan ruang (urban compactness), yaitu kepadatan penduduk, mixed use entropy index, serta jumlah fasilitas pendidikan dan kesehatan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara survey primer dan sekunder. Survey primer dilakukan dengan cara home-based interview mengenai pola transportasi dan penggunaan energinya. Home-based interview ini didasarkan pada sejumlah responden rumah tangga sebagai sampel dari populasi Kota Surabaya. Ukuran sampel ditentukan berdasarkan rumus Slovin (Sevilla et. al., 1960) sebagai berikut: n = N/(1+Nα 2 ) n = / (1+( *0,05^2)) ~ 400 dimana n adalah jumlah sampel; N adalah jumlah populasi rumah tangga di Kota Surabaya pada Tahun 2012; dan alpha adalah batas toleransi kesalahan (5 %). Berdasarkan ukuran sampel yang sudah ditentukan, maka teknik sampling yang digunakan adalah teknik Cluster Sampling. Teknik ini digunakan karena obyek yang diteliti sangat luas, yaitu penduduk Kota Surabaya. Teknik sampling ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap menentukan sampel daerah/area yaitu kelurahan pada setiap kecamatan, dan berikutnya menentukan sampel rumah tangga di dalam kelurahan tersebut secara random. Ukuran sampel pada kajian ini sejumlah 432 rumah tangga. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas mengenai beberapa hasil kajian yang sudah diperoleh melalui metode analisis yang digunakan. Pembahasan ini dibagi menjadi bagian utama yaitu mengenai 1) pola kekompakan ruang (urban compactness) di Kota Surabaya, 2) karakteristik konsumsi energi dan tingkat emisi karbon pada sektor transportasi berbasis rumah tangga di Kota Surabaya, 3) pengaruh pola kekompakan ruang (urban compactness) terhadap tingkat emisi karbon pada sektor transportasi di Kota Surabaya. A. Pola Kekompakan Ruang (Urban compactness) di Kota Surabaya Pola kekompakan ruang kawasan (urban compactness) di Kota Surabaya diukur berdasarkan tiga variabel utama, yaitu kepadatan penduduk; keberagaman guna lahan (mixed use entropy index); dan jumlah fasilitas pendidikan serta kesehatan. Ruang kawasan yang semakin kompak (compact) menunjukkan tingkat kepadatan yang semakin tinggi, tingkat penggunaan lahan yang semakin beragam (mixed uses) dan menawarkan fasilitas kota yang semakin lengkap. Perbandingan karakteristik ketiga variabel tersebut pada 31 kecamatan di Kota Surabaya dapat dilihat seperti pada gambar 1, gambar 2 dan gambar 3 berikut. 4
5 Gambar 1 Perbandingan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kota Surabaya Gambar 2 Perbandingan Mixed Use Entropy Index menurut Kecamatan di Kota Surabaya Gambar 2 Perbandingan Rasio Jumlah Fasilitas per Jumlah Penduduk menurut Kecamatan di Kota Surabaya Kepadatan penduduk menjadi salah satu variabel yang diukur dari perbandingan jumlah penduduk suatu kawasan/kecamatan dengan total luas wilayahnya. Kepadatan penduduk tertinggi di Kota Surabaya terdapat di Kecamatan Simokerto (Surabaya Pusat), sedangkan 5
6 kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Lakarsantri (Surabaya Barat). Pada kondisi eksisting pemusatan penduduk terjadi di wilayah Surabaya Pusat. Ukuran keberagaman guna lahan dihitung berdasarkan index keberagaman guna lahan (mixed use entropy index) yang dihitung dengan persamaan: ln Pi * (ln Pi /ln n) dimana Pi adalah proporsi penggunaan lahan jenis i terhadap total luas penggunaan lahan; n adalah jumlah kategori/jenis penggunaan lahan. Nilai index keberagaman guna lahan ini berkisar antara 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Nilai index yang semakin mendekati 1 artinya semakin beragam jenis penggunaan lahan suatu kawasan/kecamatan, dan sebaliknya. Hasil pengukuran index keberagaman di Kota Surabaya menunjukkan bahwa Kecamatan Simokerto memiliki index keberagaman paling kecil sebesar 0,03 yang artinya jenis penggunaan lahan yang ada masih jauh dari kategori beragam atau cenderung single uses. Sedangkan Kecamatan Bulak memiliki index paling besar dengan nilai 0,72 artinya semakin beragam jenis penggunaan lahan yang ada di kecamatan tersebut. Kelengkapan fasilitas suatu kawasan diukur dari rasio jumlah fasilitas terhadap jumlah penduduk yang ada di kawasan/kecamatan tersebut. Pada tabel di bawah ini dijelaskan jumlah fasilitas dan rasionya di masing-masing kecamatan di Kota Surabaya. Secara keseluruhan, rasio fasilitas terbesar terdapat di Kecamatan Tambaksari. Sementara Kecamatan Asemrowo dan Benowo merupakan kecamatan dengan rasio fasilitas yang sangat rendah. Berdasarkan beberapa variabel pengukur tingat kekompakan ruang kecamatan (urban compactness) maka dapat ditentukan kategori kekompakan ruang kawasan melalui metode analisis Cluster. Metode Cluster yang digunakan adalah dengan metode K-Means Cluster dengan menentukan jumlah cluster yang terbentuk. Melalui metode ini diperoleh 3 cluster yang optimal melalui iterasi sebanyak dua kali. Pada cluster yang terbentuk dihasilkan nilai estimasi cluster menurut variabel ukuran urban compactness seperti pada tabel 2 berikut. Nilai estimasi cluster ini dapat dijadikan dasar untuk menentukan tipologi cluster. Tabel 2 Nilai Cluster menurut Variabel Urban compactness Cluster Zscore: Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha) Zscore: Land Use Mix Entropy Index Zscore: Jumlah Rasio Fasilitas Sumber: hasil pengolahan dengan SPPS 17. Pada tabel 2, nilai cluster di masing-masing variabel urban compactness menunjukkan tipologi cluster. Pada cluster 1, nilai cluster memiliki tanda positif pada seluruh variabel yang berarti bahwa variabel urban compactness di cluster 1 memiliki karakteristik diatas rata-rata nilai cluster. Hal ini menunjukkan bahwa pada cluster 1 memiliki tingkat kepadatan, tingkat keberagaman guna lahan dan rasio fasilitas yang tinggi dibandingkan dengan cluster lainnya. Cluster 1 dapat ditipologikan sebagai cluster dengan tingkat kekompakan ruang yang tinggi (cenderung compact). Pada cluster 2, nilai cluster pada variabel kepadatan penduduk dan rasio fasilitas menunjukkan nilai yang positif yang artinya berada diatas rata-rata. Namun, variabel keberagaman guna lahan menunjukkan nilai yang negatif, artinya berada dibawah rata-rata. Cluster 2 dapat ditipologikan sebagai cluster dengan tingkat kekompakan sedang. Berbeda dengan cluster 3, nilai cluster pada variabel kepadatan penduduk dan rasio fasilitas bertanda negatif yang artinya nilainya berada dibawah rata-rata cluster, meskipun nilai keberagaman guna lahannya menunjukkan tanda positif. Cluster 3 dapat ditipologikan sebagai cluster dengan tingkat kekompakan ruang yang rendah (cenderung sprawl). Tipologi dan anggota cluster dapat dilihat seperti pada tabel 3 6
7 dan gambar 4 berikut. Pada tabel 3 dan gambar 4 dapat diketahui bahwa sebagian besar kawasan di Kota Surabaya masih menunjukkan pola ruang yang cenderung sprawl (penyebaran yang acak). Tabel 3 Tipologi dan Anggota Cluster Urban Compactness di Kota Surabaya No. Cluster Tipologi Cluster Anggota Cluster (Kecamatan) 1 Cluster 1 Tingkat kekompakan tinggi (cenderung compact) Tegalsari, Genteng, Bubutan, Simokerto, Wonocolo 2 Cluster 2 Tingkat kekompakan sedang Semampir, Krembangan, Kenjeran, Tambaksari, Gubeng, Sawahan, 3 Cluster 3 Tingkat kekompakan rendah (cenderung sprawl) Sumber: hasil analisis, 2014 Wonokromo Pabean Cantikan, Bulak, Rungkut, Tenggilis Mejoyo, Gunung Anyar, Sukolilo, Mulyorejo, Karangpilang, Dukuh Pakis, Wiyung, Gayungan, Jambangan, Tandes, Sukomanunggal, Asemrowo, Benowo, Pakal, Lakarsantri, Sambikerep Gambar 4 Tipologi Cluster Urban Compactness B. Karakteristik Konsumsi Energi dan Tingkat Emisi Karbon Pada Sektor Transportasi berbasis Rumah Tangga di Kota Surabaya Konsumsi energi pada sektor transportasi yang dihitung pada penelitian ini adalah konsumsi bahan bakar minyak (BBM) untuk kegiatan transportasi oleh satu rumah tangga. Konsumsi BBM ini termasuk konsumsi untuk seluruh pergerakan yang dilakukan oleh anggota keluarga, baik untuk maksud pergerakan bekerja, bersekolah, berbelanja serta maksud lainnya. Sebagian besar jenis BBM yang digunakan oleh rumah tangga adalah bensin. Jenis BBM yang digunakan ini menentukan tingkat emisi karbon yang dihasilkan. 7
8 Pada tabel 4 berikut menunjukkan rata-rata konsumsi bensin per bulan per rumah tangga menurut kecamatan. Pada tabel tersebut menunjukkan rata-rata konsumsi energi per bulan terbesar terdapat di Kecamatan Gayungan, sementara konsumsi terendah terdapat di Kecamatan Bulak. Tabel 4 Rata-rata Konsumsi Energi dan Emisi CO 2 Pada Sektor Transportasi berbasis Rumah Tangga di Kota Surabaya Sumber: hasil analisis, 2014 Tinggi rendahnya tingkat konsumsi BBM ini akan mempengaruhi tingkat produksi emisi di masing-masing kecamatan. Pada tabel 4.3 ditunjukkan rata-rata produksi emisi CO 2 per bulan per tumah tangga berdasarkan jumlah konsumsi energi per bulan. Perhitungan emisi CO 2 dari konsumsi BBM ini dihasilkan dari perhitungan: emisi GRK = jumlah konsumsi x faktor emisi (bensin) dimana faktor emisi bensin ditentukan berdasarkan standar IPCC (2006) sebesar kg/tj. Pada tabel 4.3 dihasilkan perhitungan estimasi produksi emisi CO 2 pada sektor transportasi di masing-masing kecamatan dengan mengalikan jumlah rumah tangga di masing-masing kecamatan. Pada tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa emisi CO 2 terbesar tedapat di Kecamatan Sawahan, sedangkan emisi terkecil terdapat di Kecamatan Bulak. Kecenderungan emisi CO 2 yang besar terdapat di daerah Surabaya Selatan dan Barat. Sementara kecenderungan emisi CO 2 yang lebih kecil terdapat di daerah Surabaya Pusat dan Utara. C. Pengaruh Pola Kekompakan Ruang Kawasan (Urban compactness) dengan Tingkat Emisi Karbon Pada Sektor Transportasi di Kota Surabaya Metode yang digunakan untuk menganalisis bagaimana pengaruh perbedaan tingkat urban compactness terhadap tingkat emisi karbon pada sektor transportasi adalah metode ANOVA (Analysis of Variance). Metode ini mensyaratkan adanya normalitas data dan homogenitas varians. Untuk menguji homogenitas varians menggunakan Uji Statistik Levene melalui hipotesa: H0 (hipotesa awal) : varians ketiga kategori/kelompok sama (homogen) H1 (hipotesa alternatif) : varians ketiga kategori/kelompok berbeda Melalui pengolahan data dengan perangkat lunak SPSS 17 dihasilkan bahwa nilai Statistik Levene adalah 2,156 dengan nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,135. Artinya pada tingkat kepercayaan 95%, probabilitas 0,135 lebih dari 0,05 yang berarti hipotesa awal (H0) diterima. Berdasarkan Uji Statistik Levene ini, maka syarat homogenitas varians sudah dipenuhi sehingga output dari hasil ANOVA dapat digunakan/valid. Melalui ANOVA diuji perbedaan tingkat emisi CO 2 menurut tiga kategori/kelompok Urban Compactness. Untuk mengambil kesimpulan atas hasil ANOVA, maka dilakukan pengujian hipotesa sebagai berikut: 8
9 H0 (hipotesa awal) : rata-rata emisi CO 2 pada ketiga kategori/kelompok Urban Compactness adalah sama H1 (hipotesa alternatif) : rata rata-rata emisi CO 2 pada ketiga kategori/kelompok Urban Compactness adalah berbeda Dengan perhitungan nilai Uji F sebesar 4,957 dan nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,019 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa awal (H0) ditolak karena nilai probabilitas yang kurang dari 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Artinya, rata-rata emisi CO 2 pada ketiga kategori/kelompok urban compactness adalah berbeda. Perbedaan tingkat urban compactness mempengaruhi perbedaan produksi emisi CO 2 pada sektor transportasi di Kota Surabaya. Tabel berikut menunjukkan hasil pengolahan dengan metode ANOVA melalui SPSS 17. Total Emisi CO 2 (ton) Tabel 4 Hasil Pengujian ANOVA Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups 1.281E Total 1.702E8 30 Sumber: pengolahan dengan SPSS 17. Hasil pengujian ANOVA menunjukkan secara signifikan bahwa adanya pengaruh perbedaan Urban Compactness terhadap perbedaan produksi emisi CO2 pada sektor transportasi di Kota Surabaya. Pada tabel 4 menunjukkan perbedaan rata-rata tingkat emisi CO2 per rumah tangga menurut kategori/kelompok urban compactness. Pada kategori kekompakan ruang yang tinggi dan sedang menunjukkan rata-rata tingkat emisi CO2 per rumah tangga yang lebih kecil dibandingkan dengan kategori kekompakan ruang yang rendah. Hal ini disebabkan oleh rata-rata panjang perjalanan per rumah tangga pada kategori kekompakan ruang tinggi dan sedang lebih pendek dibandingkan dengan rata-rata perjalanan per rumah tangga pada kategori kekompakan ruang yang rendah. Hal ini menjadi indikasi awal bahwa pola keruangan (spasial) kawasan mempengaruhi pola perjalanan dan konsumsi terhadap energi pada sektor transportasi, yang pada akhirnya akan berdampak pada tinggi rendahnya produksi emisi CO 2 yang dihasilkan dari konsumsi energi tersebut. 5. Kesimpulan Sektor transportasi di Kota Surabaya menyumbang emisi karbon yang sangat besar (96% emisi di udara). Pada tahun 2020 ditargetkan penurunan emisi di bidang energi dan transportasi sebesar 5,22% atau setara dengan 6,2 juta ton CO 2 dalam Rencana Aksi Daerah (RAD) Jawa Timur. Hal ini perlu pengembangan strategi penurunan emisi karbon yang bersifat avoid melalui strategi penataan guna lahan yang dapat mengurangi jarak perjalanan yang tidak perlu. Dekat jauhnya jarak perjalanan dipengaruhi oleh pola ruang kota yang direpresentasikan melalui pola penggunaan lahan. Pola ruang kota yang acak (sprawl) dapat menyebabkan jarak perjalanan yang panjang dari pinggiran kota (sub-urban) menuju pusat kota. Melalui kajian ini diketahui sebagian besar wilayah kecamatan (20 kecamatan) di Kota Surabaya masuk kedalam kategori tingkat kekompakan ruang yang rendah (cenderung sprawl). Kecamatan-kecamatan tersebut memiliki karakteristik dengan tingkat kepadatan penduduk dan rasio fasilitas yang rendah, meskipun jenis penggunaan lahannya cenderung menunjukkan penggunaan lahan yang beragam (mixed uses). Kecamatan yang termasuk kedalam kategori kekompakan ruang yang tinggi (cenderung compact) dan sedang memiliki rata-rata konsumsi BBM dan produksi emisi CO 2 yang lebih rendah dibandingkan dengan kecamatan yang termasuk kedalam kategori tingkat kekompakan ruang yang rendah. Secara signifikan diketahui adanya perbedaan rata-rata produksi emisi CO 2 menurut kategori kekompakan ruang. Artinya, perbedaan tingkat kekompakan ruang mempengaruhi tingkat 9
10 produksi emisi CO 2, khususnya pada sektor transportasi rumah tangga di Kota Surabaya. Oleh karena itu, upaya mitigasi karbon di Kota Surabaya khususnya pada sektor transportasi di masyarakat dapat dikembangkan melalui upaya pengorganisasian penggunaan lahan yang kompak (compact) dengan mengarahkan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, jenis penggunaan lahan yang beragam (mixed uses), serta rasio fasilitas yang tinggi. Akibatnya, konsumsi energi transportasi dengan kendaraan pribadi akan semakin kecil dan produksi emisi CO 2 dapat diturunkan. UCAPAN TERIMA KASIH Paper ini ditulis sebagai bagian dari kegiatan penelitian yang didanai oleh LPPM ITS melalui skema Penelitian Pemula dengan dana BOPTN Penulis pun mengucapkan terimakasih atas dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak terkait. DAFTAR PUSTAKA Anderson, W. P., Kanaroglou, P. S. and Miller, E. J. (1996) Urban form, energy and the environment: a review of issues, evidence and policy,urban Studies, 33(1), pp Ewing, R. (1997) Is Los Angeles-style sprawl desirable?. Journal of the American Planning Association, 63(1), pp Gordon, P. and Richardson, H. W. (1997) Are compact cities a desirable planning goal? Journal of the American Planning Association, 63(1), pp Holden, E. and Norland. (2005). Three Challenges for the Compact City as a Sustainable Urban Form: Household Consumption of Energi and Transport in Eight Residential Areas in the Greater Oslo Region, Urban Studies, vol. 42, no. 12, pp Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap. (2010). Synthesis Report, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap. (2010). Summary Report Transportation Sector, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Intergovernmental Panel on Climate Change. (2006). IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme. Japan: IGES (Institute for Global Environmental Strategies). Jabareen, Yosef R. (2006). Sustainable Urban Forms : Their Typologies, Models, and Concepts. Journal of Planning Education and Research, pp Kementerian Negara Lingkungan Hidup. (2009). Emisi Gas Rumah Kaca dalam Angka. Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup. (2004). Bumi Makin Panas: Ancaman Perubahan Iklim di Indonesia. Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup. (2009). Emisi Gas Rumah Kaca dalam Angka. Jakarta: Urusan Data dan Informasi Lingkungan Kurniawan, Ivan. (2007). Pola Spasial Urban Compaction di Wilayah Metropolitan Bandung. Bandung: Tugas Akhir Departemen Teknik Planologi-ITB Mahriyar, Zia M. (2010). Perumusan Konsep Pendayagunaan Urban Compactness di Kota Surabaya. Surabaya: Tugas Akhir Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota- ITS National Action Plan For Climate Change Adaptation (RAN-API). (2012). Synthesis Report, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Neuman, M. (2005) The Compact City Fallacy, Journal of Planning Education and Research, Vol.25, pp Newman, P. and Kenworthy, J. (1989). Gasoline consumption and cities: a comparison of US cities with a global survey, Journal of the American Planning Association, 55:1, Peraturan Gubernur Nomor 67 Tahun 2012 Tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Jawa Timur 10
11 Rencana Aksi Nasional dalam Menghadapi Perubahan Iklim (RAN-PI). (2007). Laporan yang disusun oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup Sevilla, Consuelo G. et. al (2007). Research Methods. Rex Printing Company. Quezon City. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D, Bandung: Penerbit Alfabeta 11
KONSEP COMPACT CITY SEBAGAI SALAH SATU KONSEP INOVATIF PERENCANAAN TATA RUANG DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PEMBANGUNAN KOTA DI SURABAYA
KONSEP COMPACT CITY SEBAGAI SALAH SATU KONSEP INOVATIF PERENCANAAN TATA RUANG DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN PEMBANGUNAN KOTA DI SURABAYA Ardy Maulidy Navastara 1*, Muhd. Zia Mahriyar 2, Cihe Aprilia
Lebih terperinciBAD V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pengelompokkan Kecamatan berdasarkan nilai skor faktor dinilai cukup
BAD V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan basil analisa data dan pembahasan, serta melihat tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM INDUSTRI KOTA SURABAYA DAN TINJAUAN KEPUSTAKAAN PENCEMARAN ATMOSFER
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1-1 1.2. Maksud, Tujuan, Dan Sasaran... 1-1 1.3. Lokasi Pekerjaan... 1-2 1.4. Lingkup Pekerjaan... 1-2 1.5. Peraturan Perundangan... 1-2 1.6. Sistematika Pembahasan...
Lebih terperinciIdentifikasi Panjang Perjalanan Siswa Sekolah Dasar di Kota Surabaya
E47 Identifikasi Panjang Siswa Sekolah Dasar di Kota Surabaya Ayu Tarviana Dewi, Ketut Dewi Martha Erli Handayeni Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Lebih terperinciPENGARUH PERKEMBANGAN PERUMAHAN TERHADAP EMISI KARBON DIOKSIDA DI KOTA SURABAYA
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 PENGARUH PERKEMBANGAN PERUMAHAN TERHADAP EMISI KARBON DIOKSIDA DI KOTA SURABAYA Ummi Fadlilah Kurniawati, Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciBUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012
Tabel DE-1. Luas Wilayah, Jumlah, Pertumbuhan dan menurut Kecamatan No. KECAMATAN Luas (Km2) Jumlah Tahun 2012 Pertumbuhan 2012 2012 1 SUKOMANUNGGAL 9.23 104,564 6.42 11,329 2 TANDES 11.07 97,124 3.36
Lebih terperinciPENGARUH PERKEMBANGAN PERMUKIMAN TERHADAP EMISI CO 2 DI KOTA SURABAYA
PENGARUH PERKEMBANGAN PERMUKIMAN TERHADAP EMISI CO 2 DI KOTA SURABAYA Oleh: Ummi Fadlilah Kurniawati 3608100027 Dosen Pembimbing: Rulli Pratiwi Setiawan,S.T.,M.Sc. BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Surabaya
Lebih terperinciKEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN PERWAKILAN KANTOR PERTANAHAN KOTA SURABAYA DI PROVINSI
Lebih terperinciPersebaran Spasial Produksi Emisi Karbon Dioksida (CO 2 ) dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Perkotaan Gresik Bagian Timur
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-11 Persebaran Spasial Produksi Emisi Karbon Dioksida (CO 2 ) dari Penggunaan Lahan Permukiman di Kawasan Perkotaan Gresik Bagian
Lebih terperinciBanyaknya Industri dan Pekerja menurut Sub Sektor Number of Industries and Workers by Sub Sectors
Tabel : 06.01.01 Banyaknya Industri dan Pekerja menurut Sub Sektor Number of and Workers by Sub Sectors 2005-2011 Industri Kimia Agro Industri Logam Mesin dan Hasil Hutan/ Elektronika dan Aneka/ Tahun/
Lebih terperinciPersentase guru SD adalah perbandingan antara jumlah
Kenyataan saat ini masyarakat sudah mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap upaya peningkatan sumber daya manusia. Variabel-variabel pendidikan yang digunakan antara lain : 1. Persentase guru Taman
Lebih terperinci,076,137, ,977,912,386 1,416,054,050,351 1,010,861,076, ,424,923,013 1,526,285,999, ,231,948,775 7.
vi PEMERINTAH KOTA SURABAYA RINGKASAN ANGGARAN DAN MENURUT DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2013 LAMPIRAN II NOMOR TANGGAL : PERATURAN : 8 : 28 Oktober 2013 TIDAK LANGSUNG LANGSUNG JUMLAH TIDAK LANGSUNG LANGSUNG
Lebih terperinci2009/ / /2012 (1) (2) (3) (4) 01. Sekolah/ Schools. 02. Kelas/ Classes
Tabel : 04.01.16 4. SOSIAL BUDAYA / CULTURE SOCIAL Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid, Ruang Belajar dan Guru pada Madrasah Tsanawiyah*) Number of School, Classes, Pupils, Classrooms and Teachers on Madrasah
Lebih terperinciRuang Jenis & Status/ Sekolah/ Belajar/ Kelas/ Guru/ Murid/ Levels and Status Schools Classrooms Class Teachers Pupils (1) (2) (3) (4) (5) (6)
Tabel : 04.01.01 4. SOSIAL BUDAYA / CULTURE SOCIAL Banyaknya Sekolah, Ruang Belajar, Kelas, Guru dan Murid menurut Jenis dan Status Sekolah Number of Schools, Classrooms, Classes, Teachers and Pupils by
Lebih terperinciTabel : Banyaknya Industri dan Pekerja menurut Sub Sektor Number of Industries and Workers by Sub Sectors (1) (2) (3)
Tabel : 06.01.01Banyaknya Industri dan Pekerja menurut Sub Sektor Number of and Workers by Sub Sectors 2004-2010 Tahun/ Year Industri Kimia Agro Industri Logam Mesin dan Hasil Hutan/ Elektronika dan Aneka
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 90 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS BINA PENGELOLAAN SEKOLAH PADA DINAS
Lebih terperinciTENTANG WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 73 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEMADAM KEBAKARAN SURABAYA I, SURABAYA II, SURABAYA III, SURABAYA IV DAN SURABAYA
Lebih terperinciTENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS BINA PENGELOLAAN SEKOLAH PADA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS BINA PENGELOLAAN SEKOLAH PADA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,
WALIKOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEMADAM KEBAKARAN SURABAYA I, SURABAYA II, SURABAYA III, SURABAYA IV DAN SURABAYA
Lebih terperinciSTUDI DEMAND AND SUPPLY BUS SEKOLAH RUTE DUKUH MENANGGAL - SMA KOMPLEKS SURABAYA
Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan III 2015 STUDI DEMAND AND SUPPLY BUS SEKOLAH RUTE DUKUH MENANGGAL - SMA KOMPLEKS SURABAYA Ratih Sekartadji 1, Hera Widyastuti 2, Wahju Herijanto 3 Jurusan Teknik
Lebih terperinciRuang Jenis & Status/ Sekolah/ Belajar/ Kelas/ Guru/ Murid/ Levels and Status Schools Classrooms Class Teachers Pupils (1) (2) (3) (4) (5) (6)
Tabel : 04.01.01 4. SOSIAL BUDAYA / CULTURE SOCIAL Banyaknya Sekolah, Ruang Belajar, Kelas, Guru dan Murid menurut Jenis dan Status Sekolah Number of Schools, Classrooms, Classes, Teachers and Pupils by
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG Gianina Qurrata Dinora 1), Joni Hermana 1 dan Rahmat Boedisantoso 1 1) Teknik Lingkungan,
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI KECAMATAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciKEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : /104/ /2014 TENTANG
SALINAN KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : 188.45/104/436.1.2/2014 TENTANG SATUAN PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA (SATLAK PB) DAN SATUAN TUGAS SATUAN PELAKSANA PENANGGULANGAN BENCANA (SATGAS SATLAK PB)
Lebih terperinciPOLA SPATIAL PERSEBARAN PUSAT PERBELANJAAN MODERN DI SURABAYA BERDASARKAN PROBABILITAS KUNJUNGAN
POLA SPATIAL PERSEBARAN PUSAT PERBELANJAAN MODERN DI SURABAYA BERDASARKAN PROBABILITAS KUNJUNGAN Achmad Miftahur Rozak 3609 100 052 Pembimbing Putu Gde Ariastita ST. MT Program Studi Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Keterangan Tinggal Sementara dengan menggunakan model End User Computing. 1. Identifikasi permasalahan, tujuan dan manfaat
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan untuk melakukan penelitian sehingga mampu menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian dengan
Lebih terperinciBUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012
Tabel DS-1. Penduduk Laki-laki Berusia 5-24 Tahun Menurut Golongan Umur dan Status No. Umur Tidak Sekolah SD SLTP SLTA Diploma Universitas 1 5-6 - 67,293-2 7-12 - 146,464-3 13-15 - - 70,214 4 16-18 70,170
Lebih terperinciJenis Industri/Type of Industries Sub-District
Tabel : 06.01.09 Banyaknya Industri Besar dan Sedang menurut Golongan Industri per Kecamatan Number of Large and Medium Scale Industries by Industrial Categories by Sub District 2011 Sub-District 10 12
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
91 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur dan merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya mempunyai kedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pusat kota masih menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi penduduk dalam melakukan aktivitas sehari-harinya. Pusat kota menjadi pusat aktivitas penduduk di
Lebih terperinciPemodelan Kasus Tindak Pidana di Kota Surabaya dengan Pendekatan Regresi Spasial
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) D-135 Pemodelan Kasus Tindak Pidana di Kota Surabaya dengan Pendekatan Regresi Spasial Defi Mustika Sari, Dwi Endah Kusrini,
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2005 TENTANG PENGGANTIAN PEMBAYARAN REKENING TELEPON BAGI UNIT SATUAN KERJA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,
Lebih terperinci1,526 1, ,024 Sumber : Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kota Surabaya Source : Scout Associations, Branch of Surabaya City
Tabel : 04.01.31 Banyaknya Gugus Depan dan Anggota Pramuka per Kecamatan Number of Local Scout Organization and Scout Members by Sub District 2011 Gugus Kecamatan/ Depan/ Sumber - Didik/Source of Trainer
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 188.45/130/436.2/2016 TENTANG TIM PENYUSUN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PERANGKAT DAERAH KOTA SURABAYA TAHUN 2016-2021 WALIKOTA
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PELAYANAN PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN
Lebih terperinci8, ,403 Sumber : Kantor BAPEMAS dan KB Kota Surabaya Source : National Family Planning Coordinating Board Office of Surabaya City
Tabel : 03.03.01 Banyaknya Paguyuban dan Petugas Keluarga Berencana per Kecamatan Number of Family Planning Association and Workers per Sub District Paguyuban KB Pengawas PLKB/ PLKB/KK Kecamatan/ Family
Lebih terperinciArrowiyah Pembimbing: Dr. Sutikno S.Si M.Si. Seminar Tugas Akhir SS091324
Arrowiyah 1307 100 070 Pembimbing: Dr. Sutikno S.Si M.Si Seminar Tugas Akhir SS091324 1 Pendahuluan Tinjauan Pustaka Metodologi Penelitian Analisis dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran Daftar Pustaka Seminar
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciRendra Suprobo aji
Rendra Suprobo aji 3605100009 Kota Surabaya merupakan kota Metropolis dengan jumlah penduduk 2.830.466 jiwa serta memiliki luas wilayah sebesar 32.637,75 Ha (BPS-Surabaya Dalam Angka, 2008) Pertumbuhan
Lebih terperinciBanyaknya Gugus Depan dan Anggota Pramuka per Kecamatan Number of Local Scout Organization and Scout Members by Sub District ###
Tabel : 04.01.31 Banyaknya Gugus Depan dan Anggota Pramuka per Kecamatan Number of Local Scout Organization and Scout Members by Sub District ### Gugus Kecamatan/ Depan/ Sumber - Didik/Source of Trainer
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciKONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :
KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN Disusun Oleh : Arianty Prasetiaty, S.Kom, M.S.E (Kasubid Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa Bidang Inventarisasi
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PELAYANAN PAJAK DAERAH PADA DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN KOTA SURABAYA
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Yonnet Hellian Kresna 1, *), Rachmat Boedisantoso 2)
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan Penelitian tentang Motif Pemirsa Surabaya dalam Menonton Serial Komedi OK-JEK di NET TV, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa motif yang mendorong sebagian
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-251 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur terhadap Emisi CO 2 melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun
Lebih terperinciKajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun,
Lebih terperinciPEMODELAN KASUS TINDAK PIDANA DI KOTA SURABAYA DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL 1 Defi Mustika Sari, 2 Dwi Endah Kusrini dan 3 Suhartono
1 PEMODELAN KASUS TINDAK PIDANA DI KOTA SURABAYA DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL 1 Defi Mustika Sari, 2 Dwi Endah Kusrini dan 3 Suhartono Jurusan Statistika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciPERAN DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI PEMERINTAH KOTA SURABAYA (Studi Kasus Di Kecamatan Tambaksari Surabaya)
PERAN DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN DI PEMERINTAH KOTA SURABAYA (Studi Kasus Di Kecamatan Tambaksari Surabaya) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai syarat memperoleh Gelar
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KOTA SURABAYA WALIKOTA
Lebih terperinciSIDANG TUGAS AKHIR. Oleh : Herry Purnama Sandy ( )
SIDANG TUGAS AKHIR Oleh : Herry Purnama Sandy (2507 100 110) Dosen Pembimbing 1 : Dr. Maria Anityasari, ST.,ME. Dosen Pembimbing 2 : Dr. Ir. Sri Gunani Partiwi, MT. Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 71 TAHUN 2006
1 WALIKOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 71 TAHUN 2006 TENTANG PENGGANTIAN PEMBAYARAN REKENING TELEPON BAGI UNIT SATUAN KERJA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,
Lebih terperinciTENTANG TIM PUSAT PELAYANAN TERPADU PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 188.45/262 /436.1.2/2014 TENTANG TIM PUSAT PELAYANAN TERPADU PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan
Lebih terperinciRencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR PERMUKIMAN DI KOTA MALANG
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR PERMUKIMAN DI KOTA MALANG Asri Hayyu Rinpropadebi 1), Joni Hermana 1 dan Rachmat Boedisantoso 1 1) Teknik Lingkungan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya (Sitorus, 2004). Suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya (Sitorus, 2004). Suatu pandangan yang mencoba
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG
1 SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PENGGANTIAN PEMBAYARAN REKENING TELEPON BAGI UNIT KERJA/SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA
Lebih terperinciOleh: Renandia Tegar Asririzky. Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD.
Studi Carbon Footprint (CO 2 ) dari Kegiatan Permukiman di Kota Surabaya BagianTengah (Pusat dan Selatan) Oleh: Renandia Tegar Asririzky 3306 100 079 Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD.
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 24 Januari 2015
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON BESERTA PEMETAANNYA DARI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR UNTUK MEMASAK DI KABUPATEN SUMENEP, JAWA TIMUR Nurfakhrina Ramadhani Ardedah 1, *), Rachmat Boedisantoso
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR : 1845/184/432/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 1845/48/432/2017 TENTANG TIM PUSAT PELAYANAN
Lebih terperinciEMISI KENDARAAN PADA RUAS JALAN PROVINSI DI JAWA BARAT
EMISI KENDARAAN PADA RUAS JALAN PROVINSI DI JAWA BARAT Yudi Sekaryadi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sekolah Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan Jln. Merdeka No. 30, Bandung Tlp. 022-4202351,
Lebih terperinciOleh : Fanial Farida Dosen Pembimbing : Santi Wulan Purnami, M.Si. Ph.D
Analisis Korespondensi Pengguna Jenis Alat Kontrasepsi Peserta KB Aktif dan KB Baru Terhadap Kecamatan di Kota Surabaya Oleh : Fanial Farida 1311030064 Dosen Pembimbing : Santi Wulan Purnami, M.Si. Ph.D
Lebih terperinciKenaikan jumlah lansia: 1990 ke tahun 2000 = 34,5% 2000 ke tahun 2010 = 32,8%
Kota yang baik adalah kota yang dapat mengakomodir kebutuhan penghuninya termasuk kebutuhan masyarakat lansia, dalam hal taman bagi lansia. Taman lansia sangat diperlukan dalam sebuah perkotaan karena
Lebih terperinciBAB IV. BASELINE ANALISIS
BAB IV. BASELINE ANALISIS 4.1 Analisis Emisi Dan Intensitas Energi Analisis intensitas emisi gas CO 2 (CO 2 /GDP) dan intensitas energi (E/GDP) akan dilakukan dengan menggunakan tahun 1990 sebagai baseline.
Lebih terperinciTENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEMUNGUTAN PAJAK PADA DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 82 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEMUNGUTAN PAJAK PADA DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN KOTA SURABAYA WALIKOTA
Lebih terperinciTENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, menempatkan manusia sebagai subjek utama yang mengambil. hidup sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Demikian juga sebaliknya, lingkungan dapat dipengaruhi oleh aktivitas dan perilaku manusia. Kehidupan
Lebih terperinciJumlah rumah tangga usaha pertanian di Kota Surabaya Tahun 2013 sebanyak rumah tangga
.3578 Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kota Surabaya Tahun 2013 sebanyak 8.002 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kota Surabaya Tahun 2013 sebanyak 6 Perusahaan Jumlah perusahaan
Lebih terperinciREKAPITULASI REALISASI ANGGARAN BELANJA DAERAH MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PROGRAM DAN KEGIATAN
PEMERINTAH KOTA SURABAYA REKAPITULASI REALISASI ANGGARAN BELANJA DAERAH MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 0 Anggaran 6 = ++ 0 = ++ = 0-6 URUSAN WAJIB 0
Lebih terperinciSimokerto Surabaya Utara Krembangan
Tabel : 03.03.01Banyaknya Paguyuban dan Petugas Keluarga Berencana per Kecamatan Number of Family Planning Association and Workers per Sub District Paguyuban KBPengawas PLKB PLKB/KK Kecamatan/ Family Supervisor
Lebih terperinciGambaran umum Surabaya Barat
Gambaran umum Surabaya Barat Terbagi atas 3 unit pengembangan, 7 Kecamatan. Kecamatan yang terdapat di Surabaya Barat meliputi : UP 10 : Kecamatan Lakarsantri UP 11 : KecamatanTandes, Asemrowo, dan Benowo
Lebih terperinciInventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca Pada Sektor Pertanian Dan Peternakan Di Kota Surabaya
D53 Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca Pada Sektor Pertanian Dan Peternakan Di Kota Surabaya Manggar C. Lintangrino, dan Rachmat Boedisantoso Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Lebih terperinciKebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan
Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kementerian PPN/Bappenas Dalam kasus perubahan iklim, kota menjadi penyebab, sekaligus penanggung
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di sektor transportasi, peningkatan mobilisasi dengan kendaraan pribadi menimbulkan peningkatan penggunaan kendaraan yang tidak terkendali sedangkan penambahan ruas
Lebih terperinci2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c
No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciyang bervariasi. Dengan demikian penduduk cenderung menggunakan transportasi publik dibandingkan kendaraan pribadi. 2. Pemerintah selayaknya
yang bervariasi. Dengan demikian penduduk cenderung menggunakan transportasi publik dibandingkan kendaraan pribadi. 2. Pemerintah selayaknya menerapkan kebijakan rayonisasi untuk pendaftaran sekolah baik
Lebih terperinciSTUDI PERENCANAAN KEBUTUHAN TRANSFORMATOR dan PROTEKSINYA di GARDU INDUK 150 kv/120 MVA BUDURAN II/SEDATI. Arif Kurniadhi ( )
STUDI PERENCANAAN KEBUTUHAN TRANSFORMATOR dan PROTEKSINYA di GARDU INDUK 150 kv/120 MVA BUDURAN II/SEDATI Arif Kurniadhi (2209 105 025) Dosen Pembimbing : Ir. Syariffudin Mahmudsyah, M. Eng Ir. Teguh Yuwono
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN A. DESKRIPSI SUBYEK DAN LOKASI PENELITIAN
BAB III HASIL PENELITIAN A. DESKRIPSI SUBYEK DAN LOKASI PENELITIAN 1. Deskripsi Subyek Penelitian Dalam penelitian ini, yang akan menjadi sampel penelitian adalah seorang remaja yang berdomisili di lima
Lebih terperinciKEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam Forum Diskusi Nasional Menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan dan Berketahanan
Lebih terperinciKECAMATAN KELURAHAN JUMLAH SEMAMPIR WONOKUSUMO 7,664 TAMBAK SARI KAPASMADYA BARU. REKAPITULASI BELUM REKAM ektp PERKELURAHAN
NO KECAMATAN KELURAHAN JUMLAH 1 SEMAMPIR WONOKUSUMO 7,664 2 TAMBAK SARI KAPASMADYA BARU 1 / 60 6,661 3 KENJERAN SIDOTOPO WETAN 5,683 4 TAMBAK SARI PLOSO 5,205 5 GUBENG 2 / 60 MOJO 5,195 6 SUKOMANUNGGAL
Lebih terperinciPerancangan Sistem Distribusi LPG 3Kg di Kota Surabaya Dengan Mempertimbangkan Pertumbuhan Demand
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 Perancangan Sistem Distribusi LPG 3Kg di Kota Surabaya Dengan Mempertimbangkan Pertumbuhan Demand Muchlis, Stefanus Eko Wiratno Jurusan Teknik
Lebih terperinciPERMUKIMAN DI KOTA SURABAYA BAGIAN TENGAH (PUSAT DAN SELATAN) STUDY OF CARBON FOOTPRINT (CO 2 ) FROM THE
STUDI CARBON FOOTPRINT (CO 2 ) DARI KEGIATAN PERMUKIMAN DI KOTA SURABAYA BAGIAN TENGAH (PUSAT DAN SELATAN) STUDY OF CARBON FOOTPRINT (CO 2 ) FROM THE SETTLEMENT ACTIVITIES IN THE MIDDLE OF SURABAYA (CENTRAL
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANYA DARI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DI KABUPATEN SIDOARJO
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANYA DARI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DI KABUPATEN SIDOARJO Veny Rachmawati 1), Rachmat Boedisantoso 2) dan Joni Hermana 3) 1,2,3) Environmental
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun
Lebih terperinciBAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah
BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota senantiasa mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Pada perkembangannya, kota dapat mengalami perubahan baik dalam segi fungsi maupun spasial. Transformasi
Lebih terperinciADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II GAMBARAN UMUM. merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah. II-1
BAB II GAMBARAN UMUM 7. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 7.1. Batas Wilayah Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta,
Lebih terperinciPola Distribusi Hujan Kota Surabaya
Volume 14, Nomor 1, Pebruari 16 Pola Distribusi Hujan Kota Surabaya S. Kamilia Aziz, Ismail Sa ud Program Studi Diploma Teknik Sipil FTSP ITS Email: kamiliaharis@gmail.com Abstract Surabaya city experienced
Lebih terperinciBAB II TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN
BAB II TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN A. KEPENDUDUKAN Pada tahun 2004 penduduk Kota Surabaya mencapai 2.692.488 jiwa dan terus meningkat hingga mencapai angka 2.932.318 jiwa pada tahun 2009 (grafik 2.1).
Lebih terperinciPENENTUAN RUTE ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN PENGGUNAAN LAHAN DI SURABAYA BARAT
PENENTUAN RUTE ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN PENGGUNAAN LAHAN DI SURABAYA BARAT STUDI KASUS: JOYOBOYO-MANUKAN KAMIS, 7 JULI 2011 RIZKY FARANDY, 3607100053 OUTLINE PENDAHULUAN KAJIAN TEORI METODOLOGI PENELITIAN
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...
Lebih terperincidisertakan, maka penduduk sering makmur. Jika emisi Rulli Pratiwi Setiawan Paper ini mengkaji urban. Gresik, Kabupaten urban peri-urban, permukiman,
PERBANDINGAN EMISI KARBON DIOKSIDA DARI PENGGUNAAN LAHAN PERMUKIMAN DI KAWASAN URBAN DAN PERI-URBAN DI WILAYAH GERBANGKERTOSUSILA Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, FTSP - ITS
Lebih terperinciBanyaknya Pasar, Pedagang dan Luas Pasar Menurut Jenisnya *) Number of Markets, Merchants and Marked Areas by Type of Markets *)
Tabel : 07.01.01 Banyaknya Pasar, Pedagang dan Luas Pasar Menurut Jenisnya *) Number of Markets, Merchants and Marked Areas by Type of Markets *) 2006 - Rincian/Discriptions 2006 2007 2008 2009 **) 1.
Lebih terperinciPENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR
PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR Qorry Nugrahayu 1), Rachmat Boedisantoso 2) dan Joni Hermana 3) 1,2,3)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Posisi Energi Fosil Utama di Indonesia ( Dept ESDM, 2005 )
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor energi memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan karena segala aktivitas manusia membutuhkan pasokan energi, baik secara langsung maupun
Lebih terperinciWanita Tuna Susila Number of Localized Prostitution Complex, Pimpsand Prostitutes Localized Mucikari/ Wanita Tunasusila
Tabel : 04.04.01 Banyaknya Lokalisasi, Mucikari dan Wanita Tuna Susila Number of Localized Prostitution Complex, Pimpsand Prostitutes 1999 Lokalisasi/ T a h u n/ Localized Mucikari/ Wanita Tunasusila Y
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan saat ini semakin meningkat. Salah satu masalah lingkungan global yang dihadapi banyak negara adalah terjadinya pulau bahang kota (urban heat island)
Lebih terperinci