BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE"

Transkripsi

1 BAB IV EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE IV.1. Evaluasi Jenis-jenis Biaya yang Terdapat dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penulis melakukan evaluasi proses pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23/26 dengan menggunakan laporan keuangan yang terdiri dari laporan laba rugi dan neraca perusahaan. Dalam kedua laporan tersebut, disajikan seluruh biaya-biaya dan pos-pos yang dapat digunakan dalam proses evaluasi. Dalam evaluasi tersebut, akan dilihat apakah pos-pos yang ada, telah diklasifikasikan dengan baik dan benar atau belum. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh penulis dalam mengevaluasi proses pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23/26 : 1) Merinci setiap pos-pos biaya yang terdapat laporan laba rugi fiskal perusahaan. Tujuannya adalah untuk mengklasifikasikan kembali isi setiap pos biaya, karena isi semua pos biaya tidak semuanya termasuk dalam objek PPh Pasal 23/26, oleh karena itu penulis menelusuri dalam buku besar perusahaan. 2) Mengevaluasi biaya-biaya yang merupakan objek PPh pasal 23/26 untuk menghitung besarnya PPh yang terutang. Penulis membuat dan mengklasifikasikan setiap biaya yang termasuk ke dalam objek PPh Pasal 23/26. 3) Setelah itu, penulis menentukan tarif untuk setiap jenis biaya (beban) tersebut yang dipotong atau dipungut PPh sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 56

2 4) Membuat kertas kerja untuk setiap masalah yang ditemukan untuk membandingkan PPh terutang Pasal 23/26 yang telah dipotong/ dipungut (pada SSP) dengan PPh Pasal 23/26 yang seharusnya terutang (yang telah dihitung ulang oleh penulis melalui laporan laba rugi/ buku besar perusahaan). 5) Mengecek bukti pemotongan dan Surat Setoran Pajak atas PPh Pasal 23/26. 6) Melakukan pegecekan tanggal penyetoran pada SSP PPh Pasal 23/26 dan dibandingkan dengan bukti pemotongan untuk mengetahui apakah pajak yang terutang pada suatu masa pajak telah disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. 7) Melakukan pengecekan tanggal bukti pelaporan PPh Pasal 23/26 pada SPT Masa PPh Pasal 23/26 dengan bukti pemotongannya untuk mengetahui apakah perusahaan telah melakukan penyetoran tepat waktu, yaitu sebelum tanggal 20 bulan berikutnya. Pengelompokan yang benar akan mempermudah proses evaluasi masalah. Secara umum pengklasifikasian biaya pada PT Federal International Finance sudah cukup baik. Pada perusahaan ini terdapat 2 biaya yang di dalamnya teridentifikasi objek PPh Pasal 23/26 yaitu biaya (beban) usaha dan beban keuangan dan beban lain-lain. 57

3 Tabel 4.1. Biaya-Biaya dalam Laporan Laba Rugi Biaya-biaya Jumlah Identifikasi Beban Usaha : Insentif penyalur kendaraan X Gaji, upah dan kesejahteraan X Iklan dan promosi Komunikasi Sewa Penyusutan X Perlengkapan kantor Jasa tenaga ahli Perjalanan X Perbaikan dan pemeliharaan Pajak dan perijinan X Pelatihan X Listrik, air dan gas X Asuransi X Representasi dan jamuan X Sumbangan dan kontribusi X Lain-Lain X Jumlah Beban Usaha X Beban Bunga dan Keuangan: Bunga hutang obligasi Bunga pinjaman bank Bunga pinjamaan pembiayaan with recourse X Beban provisi dan administrasi bank amortisasi biaya emisi obligasi

4 Kerugian/ (Keuntungan) - selisih kursbersih Jumlah Beban Bunga dan Keuangan Pendapatan (Beban) Lainlain Bersih : Penerimaan kembali piutang yang telah dihapusbukukan X Selisih lebih penerimaan pembayaran dari konsumen X Keuntungan dari penjualan aktiva tetap dan bersih X Kerugian penjualan dan penyisihan penurunan nilai pasar agunan yang ( ) X diambil alih Lain-lain X Jumlah Pendapatan (Beban) Lain- Lain - Bersih ( ) Keterangan: = termasuk dalam objek PPh Pasal 23/26 X = tidak termasuk objek PPh Pasal 23/26 59

5 Setelah penulis melakukan wawancara dengan divisi accounting and tax pada PT FIF, ada beberapa informasi yang didapat. Dalam akun-akun yang tertera dalam laporan laba rugi, tidak semua akun merupakan objek pajak PPh Pasal 23/26. Bila akun tersebut termasuk dalam objek PPh Pasal 23/26, jumlah biaya yang terdapat di dalamnya belum tentu seluruhnya merupakan objek PPh Pasal 23/26. Maka harus diidentifikasi terlebih dahulu, biaya apa saja yang termasuk ke dalam PPh Pasal 23/26 dalam akun tersebut. Dalam hal ini penulis melakukan penelusuran ke dalam general ledger (buku besar) untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci atas sejumlah transaksi yang dikenakan PPh Pasal 23/26. Informasi yang penulis dapatkan adalah : 1) Pada akun beban perbaikan dan pemeliharaan, penulis menemukan objek PPh Pasal 23 sebagai berikut : Biaya yang tertera dalam laporan laba rugi : Biaya yang bukan merupakan objek PPh Pasal 23/26 : ( ) Biaya di laporan laba rugi yang teridentifikasi sebagai objek PPh Pasal 23 : Jumlah sebesar mempunyai rincian sebagai berikut : Tabel 4.2. Jasa-jasa yang terdapat dalam akun perbaikan dan pemeliharaan Jenis Jasa Jumlah biaya Jasa instalasi/pemasangan mesin dan jasa instalasi/pemasangan peralatan Jasa instalasi/pemasangan listrik/ air/gas/tv kabel Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan mesin dan peralatan Jasa perawatan/pemeliharaan perbaikan bangunan Jasa pembasmian hama dan pembersihan

6 Jasa perencanaan konstruksi Jasa pengawasan konstruksi Jumlah jasa dalam akun perbaikan dan pemeliharaan ) Dalam akun beban jasa tenaga ahli, tidak semuanya merupakan objek PPh Pasal 23. Ada sebagian dari biaya tersebut dikenakan pemotongan atas PPh Pasal 21. Biaya yang tertera dalam laporan laba rugi : Biaya yang bukan merupakan objek PPh Pasal 23/26 : ( ) Biaya di laporan laba rugi yang teridentifikasi sebagai objek PPh Pasal 23 : Pada akun beban jasa tenaga ahli, penulis mengidentifikasi adanya objek PPh Pasal 23/26 yaitu : Tabel 4.3. Jasa-jasa yang terdapat dalam akun jasa tenaga ahli Jenis Jasa Jumlah biaya Jasa Profesi Jasa Aktuaris Jasa Penilai Jasa Konsultan, kecuali konsultan konstruksi Jumlah Jasa Tenaga Ahli ) Untuk menunjang kegiatan operasional kantor, perusahaan menggunakan jasa pemanfaatan informasi di bidang teknologi termasuk jasa internet dan jasa telekomunikasi yang bukan umum yang terdapat dalam akun beban komunikasi masing-masing sebesar : 61

7 Jasa pemanfaatan teknologi informasi termasuk jasa internet : Jasa telekomunikasi yang bukan umum : Jumlah biaya dalam akun beban komunikasi yang tidak termasuk ke dalam objek PPh Pasal 23 : Jumlah dalam akun beban komunikasi : ) Perusahaan juga menggunakan jasa perancang iklan/logo tiap bulan selama tahun Jumlahnya sebesar Rp ,- dalam setahun yang terdapat akun beban iklan. Jasa-jasa lain yang digunakan oleh perusahaan yang teridentifikasi sebagai objek pajak PPh Pasal 23/26 adalah sebagai berikut : Tabel 4.4 Jasa-Jasa Lainnya yang terkait PPh Pasal 23 Jenis Jasa Jumlah biaya Jasa pelaksanaan konstruksi Jasa sehubungan dengan software komputer Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga Jasa teknik dan jasa manajemen Jasa-Jasa lain yang tidak disebutkan Tabel 4.5 Objek PPh Pasal 23/26 yang teridentifikasi dalam laporan laba rugi Jenis Objek PPh Pasal 23/26 Jumlah Biaya Bunga, tidak termasuk bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi (Pasal 23) Bunga/Diskonto obligasi - 62

8 Royalti Hadiah dan Penghargaan Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta Bunga, tidak termasuk bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi (Pasal 26) Selanjutnya penulis melakukan evaluasi terhadap objek pajak yang telah teridentifikasi tersebut dan menemukan beberapa masalah berkaitan dengan proses pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23/26. IV.2. Evaluasi Proses Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23/26 Pada PT. Federal International Finance Setelah penulis melakukan evaluasi, ditemukan adanya beberapa masalah berkaitan dengan proses pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23/26 pada PT Federal International Finance. Masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Adanya biaya-biaya yang tidak dipotong PPh Pasal 23 Penulis melakukan evaluasi terhadap jasa-jasa tersebut di atas dan menemukan adanya biaya-biaya yang sebenarnya merupakan objek PPh Pasal 23/26, namun perusahaan belum melakukan pemotongan terhadap objek pajak tersebut. Penulis menghitung ulang jasa-jasa apa yang belum dikenakan PPh Pasal 23/26 dan menelusuri biaya apa saja yang belum dipotong oleh perusahaan melalui bukti potong dan buku besar perusahaan. Biaya-biaya tersebut adalah : 63

9 a. Biaya jasa instal aplikasi software Perusahaan menggunakan jasa penginstalan aplikasi perpajakan untuk mempermudah kegiatan operasional kantor khususnya di bidang akuntansi dan perpajakan. Atas jasa tersebut baru sebagian saja yang dipotong, ada sejumlah transaksi sejenis yang tidak dikenakan PPh Pasal 23/26. Jumlah biaya jasa instal aplikasi software yang tertera di laporan laba rugi (buku besar) dalam akun perlengkapan kantor sebesar Rp ,-.Penulis melakukan penghitungan ulang untuk menghitung jumlah PPh Pasal 23 yang seharusnya disetor oleh perusahaan dan menemukan adanya selisih jumlah PPh Pasal 23 tersebut. b. Biaya pemasangan jaringan komputer Perusahaan menggunakan jasa untuk pemasangan jaringan komputer LAN (Local Area Networking) yang termasuk ke dalam jasa telekomunikasi yang bukan umum. Namun perusahaan tidak mengetahui bahwa biaya tersebut seharusnya dipotong PPh Pasal 23, oleh karena itu perusahaan tidak melakukan pemotongan atas jasa tersebut dan masih harus menyetorkan PPh Pasal 23 ke negara sebesar Rp ,- c. Biaya penggunaan internet Untuk keperluan komunikasi dan pengiriman data dari kantor cabang ke kantor pusat atau sebaliknya, perusahaan menggunakan jasa provider internet. Namun perusahaan tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa tersebut tiap bulannya, sehingga 64

10 jumlah PPh Pasal 23 yang seharusnya terutang tidak sesuai dengan yang dibayarkan. Hanya bulan-bulan tertentu yang dilakukan pemotongan secara penuh, dan bulan tertentu lainnya hanya dipotong sebagian. d. Biaya perancangan spanduk brosur, dan pamflet. Untuk keperluan seminar, dan promosi produk, perusahaan menggunakan jasa perancangan spanduk, brosur dan pamflet. Namun perusahaan belum melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas biaya ini sebesar Rp ,-. e. Biaya perbaikan mesin fotokopi dan biaya reparasi AC Perusahaan menggunakan jasa servis perbaikan mesin fotokopi dan reparasi AC yang termasuk ke dalam jenis jasa perawatan/pemeliharaan/ perbaikan mesin tetapi perusahaan belum melakukan pemotongan atas kedua biaya tersebut. 65

11 Tabel 4.6. Perhitungan besarnya biaya yang belum dipotong PPh Pasal 23 oleh perusahaan Jenis PPh Pasal 23 Jumlah Biaya atas Jasa Perkiraan Penghasilan Neto Tarif PPh Pasal 23 PPh Terutang PPh Pasal 23 yang telah disetor oleh perusahaan Selisih PPh yang belum disetorkan ke negara Sanksi pajak (2%) PPh atas Jenis Biaya Jasa telekomunikasi yang bukan umum % 15% Biaya pemasangan jaringan komputer Jasa perancangan iklan atau logo % 15% Biaya perancangan spanduk, brosur dan pamflet Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin/peralatan % 15% Biaya perbaikan mesin fotokopi dan reparasi AC 66

12 Tabel 4.7 Penghitungan Biaya Jasa Penggunaan Internet yang Belum Dilakukan Pemotongan PPh Pasal 23 Bulan yang belum dilakukan pemotongan Jumlah Biaya atas Jasa Perkiraan Penghasilan Netto Tarif PPh Pasal 23 Jumlah PPh yang seharusnya terutang Jumlah PPh yang Telah Disetorkan oleh Perusahaan pada Bulan yg Dilakukan pemotongan sebagian Selisih (Jumlah PPh yang Belum Disetorkan oleh Perusahaan) Sanksi Pajak (2%) Maret % 15% April % 15% September % 15% November % 15% Jumlah % 15%

13 Tabel 4.8. Perhitungan Biaya instal aplikasi komputer yang belum dipotong PPh Pasal 23 Tabel 1 Jenis Biaya Jenis PPh Pasal 23 Jumlah Biaya Perkiraan Tarif PPh Penghasilan Neto Pasal 23 PPh Terutang Biaya instal aplikasi software Jasa sehubungan software komputer % 15% Tabel 2 PPh yang seharusnya terutang PPh yang disetorkan oleh perusahaan Selisih Sanksi Pajak (2%)

14 Menurut Pajak Penghasilan dan KEP-170/PJ/2002, penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23/26 adalah penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21, yang diperoleh oleh Wajib Pajak dalam negeri dan/atau BUT ( Pasal 23 ) dan Wajib Pajak dalam negeri (Pasal 26). Selain itu menurut undang-undang pajak penghasilan nomor 17 tahun 2000, bila terdapat kekurangan pembayaran PPh Pasal 23/26 yang terutang, maka wajib pajak tersebut dikenakan sanksi pajak sebesar 2% per bulan, selama-lamanya 24 bulan terhitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keterangan Kurang Bayar Tambahan. Adanya biaya-biaya yang belum dipotong oleh perusahaan dikarenakan kealpaan perusahaan dan kurang teliti dan memahami apakah objek pajak tersebut termasuk ke dalam PPh Pasal 23 atau tidak. Perusahaan juga alpa dalam memotong biaya penggunaan internet tiap bulannya. Permasalahan tersebut di atas mengakibatkan pajak yang harus disetor ke negara kurang bayar, yaitu jumlah pajak disetor ke negara menjadi lebih kecil daripada jumlah pajak yang seharusnya terutang. Karena hal tersebut negara mengalami kerugian dan perusahaan juga dikenakan sanksi pajak sebesar 2% per bulan, paling lambat 24 bulan terhitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. 69

15 Seharusnya perusahaan lebih teliti dalam menentukan apakah objek pajak tersebut dikenakan PPh Pasal 23/26 atau tidak dengan mengacu ke peraturan perpajakan yang ada. Peraturan perpajakan yang dapat dijadikan pedoman adalah undang-undang pajak penghasilan nomor 17 tahun 2000 dan KEP-170/PJ/ Adanya kesalahan dalam pengenaan tarif. a. PT Federal International Finance menggunakan jasa konsultan dari pihak luar perusahaan. Atas jasa tersebut, perusahaan diharuskan mengenakan tarif PPh Pasal 23 sebesar 7,5% atas penghasilan bruto [(50% x penghasilan bruto) x 15%] atau (perkiraan penghasilan neto berdasarkan KEP-170/PJ/2002 x 15%). Namun perusahaan telah mengenakan tarif sebesar 20% x penghasilan bruto, yaitu tarif PPh Pasal 26 atas jasa konsultan. Hal ini terjadi dalam bulan Februari. Berdasarkan ketentuan Pajak Penghasilan Pasal 23, Subjek Pajak yang ditunjuk menjadi Wajib Pajak dari PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap yang memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Sedangkan berdasarkan ketentuan Pajak Penghasilan Pasal 26, Subjek Pajak yang ditetapkan sebagai wajib pajak PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai penghasilan di Indonesia. Dalam hal ini perusahaan telah salah menetapkan bahwa subjek pajak tersebut adalah wajib pajak luar negeri yang dikenakan PPh Pasal 26, padahal sebenarnya 70

16 wajib pajak tersebut adalah wajib pajak dalam negeri, yaitu yang dikenakan PPh Pasal 23 bukan PPh Pasal 26. Masalah tersebut timbul karena wajib pajak tersebut tidak menyerahkan Surat Keterangan Domisili Pembayar Pajak sehingga perusahaan mengenakan PPh Pasal 26 pada wajib pajak tersebut. Padahal seharusnya perusahaan mengenakan PPh Pasal 23. Akibat yang timbul dari permasalahan tersebut adalah perusahaan mengalami kerugian karena pajak yang terutang oleh perusahaan lebih besar daripada yang seharusnya. Sebaiknya, apabila terjadi transaksi dengan Wajib Pajak Luar Negeri, perusahaan harus meminta Surat Keterangan Domisili Pembayar Pajak sehingga tidak salah mengklasifikasikan apakah wajib pajak tersebut, wajib pajak luar negeri atau dalam negeri. b. Pada bulan Oktober 2006, perusahaan melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas suatu jasa yang disebut Jasa Lain-Lain sebesar Rp ,- Setelah penulis melakukan evaluasi, diketahui bahwa perusahaan telah menggunakan jasa tukang untuk memperbaiki gedung yang rusak dan membersihkan ruangan dimana jenis jasa tersebut termasuk ke dalam jasa perbaikan dan pemeliharaan gedung tetapi perusahaan menentukan bahwa jasa tersebut termasuk ke dalam jasa lain-lain dan dikenakan tarif sebesar [(10% x penghasilan bruto) x 15%] atau sebesar 1,5% atas penghasilan bruto. 71

17 Jasa tukang untuk memperbaiki gedung yang rusak dan membersihkan ruangan untuk keperluan perusahaan yang seperti disebutkan di atas, termasuk ke dalam jasa perbaikan dan pemeliharaan gedung dengan tarif [(40% x penghasilan bruto) x 15%) atau 6% x penghasilan bruto. Setelah penulis evaluasi, sesuai dengan, jenis jasa lain-lain tersebut adalah jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan yang memiliki tarif 1,5% x penghasilan bruto. Hal ini terjadi karena perusahaan kurang paham dalam menentukan suatu transaksi tersebut harus dikelompokan ke dalam jenis pajak PPh Pasal 23 yang mana. Akibatnya terjadi kesalahan dalam menentukan tarif PPh Pasal 23. Karena kesalahan dalam menentukan tarif tersebut, maka terjadi kekurangan pembayaran PPh Pasal 23. Hal ini menyebabkan perusahaan harus membayar kekurangan jumlah pajak tersebut. Selain itu,perusahaan juga dikenakan sanksi dari kantor pajak sebesar 2% perbulan paling lama 24 bulan. Sebaiknya dalam menentukan suatu transaksi termasuk ke dalam objek pajak penghasilan yang mana, perusahaan berpedoman kepada peraturan perpajakan dalam hal ini KEP-170/PJ/2002. Dalam peraturan tersebut tergambar dengan jelas pengelompokkan pajak beserta tarifnya. Jika perusahaan melakukan hal tersebut maka kesalahan seperti di atas tidak perlu terjadi dan perusahaan dapat terhindar dari sanksi perpajakan. 72

18 Tabel 4.9. Penghitungan besarnya PPh Pasal 23 yang salah tarif Jenis Jasa Jasa Konsultan bulan Februari Jumlah Biaya Perkiraan Penghasilan Neto Pasal 26 Tarif PPh Pasal 23 PPh Yang Telah Dipotong PPh Yang Seharusnya Dipotong Kelebihan Pembayaran Pajak % 20% 15% Tabel Penghitungan besarnya jasa perbaikan dan pemeliharaan gedung yang salah tarif Sebelum evaluasi Setelah evaluasi Jenis Jasa Jumlah Biaya Perkiraan Penghasilan Netto Tarif PPh Pasal 23 PPh Pasal 23 yang telah disetor perusahaan PPh yang seharusnya terutang Jasa Lain-Lain % 15% Jasa Perbaikan dan Pemeliharaan bangunan % 15% Selisih Sanksi Pajak 2%

19 3. Adanya pelaporan PPh Pasal 23/26 yang melewati tanggal jatuh tempo. Dalam hal evaluasi penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23/26, penulis menggunakan dokumen pendukung yaitu Surat Setoran Pajak dan Surat Pemberitahuan Masa ( SPT Masa ) tahun yang bersangkutan, yaitu tahun Setelah penulis melakukan pengecekan ditemukan bahwa perusahaan beberapa kali terlambat dalam hal melaporkan besarnya jumlah PPh Pasal 23/26 yang terutang. Pada bulan Mei, September dan Oktober perusahaan telat menyampaikan SPT yaitu pada tanggal 24 Juni, 23 Oktober dan 24 November tahun Sesuai undang-undang nomor 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan, wajib pajak diharuskan melunasi kewajiban penyetoran PPh Pasal 23/26 paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan dalam hal pelaporan wajib pajak diharuskan melunasi kewajiban tersebut paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Jika jatuh pada hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Permasalahan yang terjadi berkaitan dengan keterlambatan dalam pelaporan ini disebabkan oleh tanggal pelaporan yang berdekatan dengan hari libur nasional dan pihak perusahaan tidak bisa mengatasi hal ini. Akibat perusahaan telat dalam melaporkan besarnya jumlah PPh yang terutang (telat menyampaikan SPT), maka perusahaan dikenakan sanksi berupa denda administrasi sebesar Rp ,-. Sebaiknya divisi accounting and tax di PT Federal International Finance dapat mengantisipasi bila tanggal jatuh tempo perusahaan 74

20 berdekatan dengan hari libur nasional. Lebih baik lagi bila, perusahaan dapat sesegera meungkin untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23/26 ke Kantor Pajak dan tidak menunda-nundanya, karena hal itu dapat merugikan perusahaan dengan dikenakannya sanksi berupa denda administrasi. 75

21 Tabel Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 23/26 selama tahun 2006 Bulan Jumlah PPh Pasal 23 terutang Jumlah PPh Pasal 26 Terutang Tanggal Penyetoran Tanggal Pelaporan Keterangan Januari Februari 19 Februari Februari Maret 19 Maret Maret April 18 April April Mei 20 Mei Mei Juni 24 Juni Telat Lapor Juni Juli 18 Juli Juli Agustus 19 Agustus Agustus September 20 September September Oktober 23 Oktober Telat Lapor Oktober November 24 Novermber Telat Lapor November Desember 19 Desember Desember Januari 19 Januari 76

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi atas pemotongan, penyetoran, dan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi atas pemotongan, penyetoran, dan BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 SIMPULAN Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi atas pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 pada PT Bank CNT tbk dan peraturan perpajakan yang mendasarinya,

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN (STUDI KASUS: PERUM PERURI)

ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN (STUDI KASUS: PERUM PERURI) ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN 2010-2012 (STUDI KASUS: PERUM PERURI) Anggraini Larasati, Hanggoro Pamungkas Universitas Bina

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 PT. AMK merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ekspor impor barang. Kewajiban perpajakan PT.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Daftar Pajak Penghasilan Pasal 23 yang Dipotong PT.PLN (Persero) Area Garut Periode Tahun 2010

BAB IV ANALISIS. Daftar Pajak Penghasilan Pasal 23 yang Dipotong PT.PLN (Persero) Area Garut Periode Tahun 2010 BAB IV ANALISIS 4.1 Pelaksanaan Perhitungan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas Jasa Teknik pada PT PLN (Persero) Area Garut Sebelum membahas lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

Subjek Pajak PPh Pasal 23

Subjek Pajak PPh Pasal 23 DASAR HUKUM PPh 23 PP 94 tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh Dalam tahun Berjalan PMK 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa lain SE-35/PJ./2010 tentang Pengertian Sewa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO)

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) Nikhen Hendra Damayanti, Hery Gunawan Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Penghitungan Pajak yang Dilakukan oleh PT Semar Jaya Indah Tahun 2015 PT. Semar Jaya Indah salah satu klien Badan Usaha Kantor Konsultan Pajak Darriono Prajetno. PT. Semar Jaya Indah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi pada PT QN Pada prinsipnya terdapat perbedaan perhitungan penghasilan dan beban menurut Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan peraturan

Lebih terperinci

MAKALAH PERPAJAKAN. Disusun Oleh : Florentina Rosalia Marseli UNIVERSITAS SRIWIJAYA

MAKALAH PERPAJAKAN. Disusun Oleh : Florentina Rosalia Marseli UNIVERSITAS SRIWIJAYA MAKALAH PERPAJAKAN Disusun Oleh : Florentina Rosalia Marseli UNIVERSITAS SRIWIJAYA Tahun 2016-2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di Indonesia maupun di berbagai negara lainnya, pasti memiliki kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA Wilianto Taufik, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No.9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2013: 1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23 PADA PT RAZAAQI SELARAS PERSADA DI JAKARTA SELATAN TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23 PADA PT RAZAAQI SELARAS PERSADA DI JAKARTA SELATAN TAHUN 2013 EVALUASI PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23 PADA PT RAZAAQI SELARAS PERSADA DI JAKARTA SELATAN TAHUN 2013 Stella Febriyani Irsan Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi SKB CV. MMC Sehubungan dengan PP Nomor 46 Tahun 2013 CV. MMC merupakan perusahaan dalam bidang jasa konsultan bisnis yang berdiri pada tahun 2005. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT Multi Indocitra Tbk

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT Multi Indocitra Tbk BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT Multi Indocitra Tbk Penerapan perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT Multi Indocitra Tbk, tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk

BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK. TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk BAB IV REKONSILIASI KEUANGAN FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PT. KERAMIKA INDONESIA ASSOSIASI. Tbk IV.1 Laba Rugi Secara Komersial Keuntungan (laba) atau kerugian adalah salah satu tolak ukur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laporan Laba Rugi Fiskal Dalam Menentukan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Pada PT. XYZ PT. XYZ menyajikan informasi yang menyangkut hasil kegiatan operasinya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perhitungan Laba Rugi Secara Komersial Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

PPh Pasal 21 yang harus dipotong 8,556,000 6,300,000 37,970,000 3,366,000

PPh Pasal 21 yang harus dipotong 8,556,000 6,300,000 37,970,000 3,366,000 NAMA DENI SUGENG RANTUNG AGUS Mulai bekerja Jan-22 40,909 39,630 40,087 Status K/0 K/2 K/3 TK Gaji 96,000,000 84,000,000 216,000,000 60,000,000 THR 8,000,000 7,000,000 18,000,000 5,000,000 PPh Pasal 21

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak

BAB 4 PEMBAHASAN. atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak BAB 4 PEMBAHASAN Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak dipersoalkan apakah badan tersebut mengalami

Lebih terperinci

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto Lampiran I Perturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-42/PJ/2008 Tanggal : 20 Oktober 2008 Lembar ke-1 untuk : Wajib Pajak Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-3 untuk : Pemotong Pajak

Lebih terperinci

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b.

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) 10a. 10b. 77 DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN h SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN h ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN

Lebih terperinci

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk

EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI. Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT SNI Dalam rangka pemanfaatan Undang undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisiensi perusahaan pada PT SNI, penulis akan menguraikan

Lebih terperinci

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perencanaan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Meminimalkan Beban Pajak pada PT. Malta Printindo. Perencanaan pajak yang dilakukan oleh perusahaan tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Penghasilan 1. Defenisi Pajak Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 16 BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 yang berbunyi : "Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI

BAB IV PEMBAHASAN. IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI BAB IV PEMBAHASAN IV.I Analisis Rekonsiliasi Laporan Laba Rugi Pada PT.NRI Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan laba menurut standar akuntansi keuangan menurut ketentuan peraturan perpajakan.

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT

BAB IV. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT. EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT EVALUASI PERHITUNGAN PPh BADAN PADA MPT Setelah dievaluasi biaya dan penghasilan dalam laporan laba rugi komersial terdapat perbedaan pengakuan biaya dan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Perbedaan antara Laba Komersial dan Laba Fiskal. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha diwajibkan untuk menyusun

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Perbedaan antara Laba Komersial dan Laba Fiskal. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha diwajibkan untuk menyusun BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perbedaan antara Laba Komersial dan Laba Fiskal Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan setiap akhir periode, dan laporan keuangan

Lebih terperinci

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 Pajak Penghasilan Pasal 23 Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Sub Topik 1. UU No. 36 Tahun 2008-Pasal 23 2. Pemotong

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah Iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli Dibawah ini adalah beberapa pengertian pajak menurut para ahli, diantaranya: 1. Menurut P.J.A Adriani (2005), Pajak adalah Iuran kepada Negara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. memiliki pengenaan pajak pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang penjelasaannya. telah diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008.

BAB IV PEMBAHASAN. memiliki pengenaan pajak pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang penjelasaannya. telah diatur dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008. BAB IV PEMBAHASAN Sesuai dengan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pada perusahaan ini memiliki pengenaan pajak pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 yang penjelasaannya telah diatur dalam UU PPh

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Evaluasi Pada Laporan Laba Rugi PT Rysban Jaya Agung Dalam menghitung laporan laba rugi perusahaan, terdapat perbedaan antara laporan laba rugi berdasarkan peraturan yang sesuai

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 Marina Rachmat Kurniawan Lukas Tarigan Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN

BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN Α. KETENTUAN UMUM Di Indonesia, pajak dipungut berdasarkan pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa semua

Lebih terperinci

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen).

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen). DAFTAR TARIF WAJIB POTONG PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 BAGI BENDAHARA PENGELUARAN 1 Keterangan SSP untuk Pemotong PPh Pasal 21 - Diisi Identitas dan NPWP Bendahara NO. URAIAN Golongan PPh MAP Kode

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU.

BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU. BAB IV EVALUASI ATAS PERENCANAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (STUDI KASUS PADA PT BANK MAJU) IV.1 Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal pada PT Bank MAJU. Hal paling utama dalam melaksanakan perencanaan pajak

Lebih terperinci

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga, royalty, sewa dan penghasilan lain atas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan Menurut Undang-Undang no. 28 th. 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN FORMULIR 1771 KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Tax Planning Pada PT. XYZ Penerapan pajak yang dilakukan oleh PT. XYZ tidak dapat dipisahkan dengan upayaupaya yang dilakukan pihak manajemen untuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS

BAB IV PEMBAHASAN. Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Evaluasi Pendapatan dan Beban pada Laporan Laba Rugi PT MMS Perbedaan antara perlakuan akuntansi dan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban akan mengakibatkan perbedaan laba

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN PAJAK Pengertian Pajak menurut Waluyo dan Ilyas adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran wajib kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang kepada wajib

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Beban dan Pendapatan Perusahaan Langkah pertama yang dilakukan penulis adalah dengan melakukan koreksi fiskal atas laporan laba rugi perusahaan sesuai dengan undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS. Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. DS Pada prinsipnya terdapat perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan. Hal

Lebih terperinci

PPh Pasal 26. Pengantar

PPh Pasal 26. Pengantar PPh Pasal 26 Pengantar PPh Pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak LN (baik orang pribadi maupun badan) selain bentuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan perbandingan Pajak Pertambahan Nilai sebelum dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan penelusuran atas laporan laba rugi, neraca,

Lebih terperinci

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 41 P5.1 Teori Pajak Penghasilan 23, 25, 26 & Pasal 4 ayat 2 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi 1. Pendapatan Menurut Akuntansi Suatu perusahaan didirikan untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Tax Planning pada PT. Makro Rekat Sekawan Dalam implementasi tax planning pada PT. Makro Rekat Sekawan strategi yang digunakan untuk penghematan pajak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

KUESIONER Responden yang terhormat, Dalam usaha pengumpulan data yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi, maka penulis sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i meluangkan waktu untuk menyampaikan

Lebih terperinci

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK

BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK BAB IV PERBANDINGAN LABA BERSIH MENURUT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN PENGHASILAN KENA PAJAK SEBELUM PAJAK PENGHASILAN PASAL 25/29 MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PERENCANAAN PAJAK

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk BAB IV PEMBAHASAN Dalam rangka pemanfaatan Undang-Undang Perpajakan secara optimal untuk meningkatkan efisien PT.KBI, penulis akan menguraikan perencanaan pajak yang berhubungan dengan kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV BAB IV BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV BAB IV BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d.

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d. 1771 - III/$ LAMPIRAN - III KREDIT PAJAK DALAM NEGERI NO. NAMA DAN NPWP OBJEK PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PEMOTONG / PEMUNGUT PAJAK JENIS PENGHASILAN / TRANSAKSI PAJAK PENGHASILAN BUKTI PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN 1771 PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN)

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY

BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY BAB IV EVALUASI PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT NANO INFORMATION TECHNOLOGY Pada bab ini penulis akan mengevaluasi atas keadaan perpajakan seperti yang telah diuraikan dalam Bab 3. Evaluasi

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO.

BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO. BAB IV EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PAJAK TERHADAP OPTIMALISASI BEBAN PAJAK PT ARTHA DAYA COALINDO. IV.1. Evaluasi Pelaksanaan dan Perencanaan Pajak PT Artha Daya Coalindo Perbedaan antara perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 72 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kesiapan Wajib Pajak saat dilakukan Pemeriksaan Pajak 1. Kelengkapan dokumen umum, dokumen perpajakan dan dokumen pembukuan. Kelengkapan dokumen umum, dokumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Definisi Pajak Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli antara lain : a. Menurut Rochmat Soemitro (Suandy,2008:2) : Pajak

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA X PADA 1771/$ PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

Lebih terperinci

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008 Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008 AGENDA Pengantar Definisi Obyek PPh 23 Pemugut PPh 23 Perhitungan PPh 23 atas jasa, sewa, bunga. SPT PPh 23 Jurnal pembayaran jasa, penerimaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (PERSERO) JASA MANAJEMEN KONSTRUKSI area Semarang

BAB IV PEMBAHASAN. (PERSERO) JASA MANAJEMEN KONSTRUKSI area Semarang BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan pasal 23 menurut PT. PLN (PERSERO) JASA MANAJEMEN KONSTRUKSI area Semarang Pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan (PPH) pasal 23 yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kebijakan Perusahaan Dalam Menghitung Penyusutan. 1. Dasar Penyusutan Masing Masing Aktiva dan Metode Penyusutan Yang Digunakan Oleh Perusahaan Setiap aktiva yang

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO)

BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO) BAB IV EVALUASI ATAS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT. JASA RAHARJA (PERSERO) Perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, L 1 KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 466/KMK.04/2000 TENTANG PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI DAN PENGGANTIAN ATAU IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN BAB 4 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bagian ini penulis akan mengamati kasus yang penulis dapatkan selama menjalankan Praktek Kerja Lapangan di KKP Anton dan Rekan yaitu tentang pemeriksaan pajak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Selain mendapat imbalan atas jasa pelaksanaan konstruksi yang diberikan, PT

Lebih terperinci

UU No 7 Tahun 1983 PMK 184/PMK.03/2007 Perd Pe irj r e j n e No .PER 31/PJ 31/P /2009 Diubah dengan PER 57/PJ/2009. Perd Pe irj r e j n e No

UU No 7 Tahun 1983 PMK 184/PMK.03/2007 Perd Pe irj r e j n e No .PER 31/PJ 31/P /2009 Diubah dengan PER 57/PJ/2009. Perd Pe irj r e j n e No 1 2 UU No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang No 36 Tahun 2008 PMK 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dimana pendapatan terbesar berasal dari Pajak dengan presentase 74,6 % dalam APBN terakhir tahun 2016 (www.kemenkeu.go.id).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berkaitan dengan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berkaitan dengan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Pajak merupakan sumber penerimaan negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 81 BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 PENGERTIAN Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Rerangka Teori dan Literatur II.1.1 II.1.1.1 Bank Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA NEGARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK-PAJAK NEGARA 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang 1) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui.

BAB IV PEMBAHASAN. maksud agar perkembangan usaha pada akhir periode tertentu dapat diketahui. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Penyajian Data Agar penyajian data dapat diketahui setiap kurun waktu (periode akuntansi) tertentu perusahaan perlu menyusun laporan keuangan. Penyusunan laporan keuangan adlah tahap

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 & 3 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Secara Umum

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Secara Umum BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Secara Umum Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi negara dalam menjalankan pemerintahan. Pemungutan pajak sudah sejak lama ada, dari

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT. LJF

BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT. LJF BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL PADA PT. LJF IV.1. Evaluasi atas 4 ayat 2 Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Panghasilan menyebutkan bahwa atas penghasilan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum Pajak mempunyai peran sangat penting bagi negara, baik sebagai sumber penerimaan dalam negeri maupun sebagai penyelaras kegiatan ekonomi pada masa yang akan datang,

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO

BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO BAB IV PERENCANAAN PAJAK DALAM RANGKA MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT PRIMA SINDO IV.I Analisis Biaya Pada Laporan Laba Rugi PT. PRIMA SINDO Di dalam prakteknya, ada perbedaan perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Teknik dan Prosedur Pemeriksaan Laporan Keuangan yang disiapkan oleh PT. Dipta Adimulia adalah pencatatan komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ.

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ. L1 BIAYA "ENTERTAINMENT" DAN SEJENISNYA (SERI PPh UMUM 18) Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE - 27/PJ.22/1986, Tgl. 14-06-1986 Lampiran: 86PJ22_SE27.htm DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

A. Dasar Hukum. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.65755/PP/M.VIIIA/12/2015. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23. Tahun Pajak : 2008

A. Dasar Hukum. Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.65755/PP/M.VIIIA/12/2015. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23. Tahun Pajak : 2008 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.65755/PP/M.VIIIA/12/2015 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23 Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa nilai sengketa terbukti dalam sengketa banding ini adalah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT) BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisa, pembahasan, dan evaluasi yang dilakukan oleh penulis untuk Tahun 2008, 2009, dan 2010 atas laporan keuangan, Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

Lebih terperinci

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA

BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA BAB IV REKONSILIASI FISKAL UNTUK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. MANDIRI CIPTA IV. 1 Penerapan Akuntansi dalam Perhitungan Laba Kena Pajak dan Pajak yang Terutang Laba adalah selisih

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan PT IO merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang wajib menjalankan kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan analisa dan penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS MELDA NOVITA Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon jeruk raya No.27, (021) 53696969, meldasinagas@gmail.com YUNITA ANWAR Universitas Bina Nusantara,

Lebih terperinci

LEMBAR ISIAN HASIL PEMERIKSAAN PROGRAM PENGKAJIAN PENGISIAN SPT WAJIB PAJAK BADAN. 6. Status Badan : (a) Pusat (b) Pusat (c) BUT

LEMBAR ISIAN HASIL PEMERIKSAAN PROGRAM PENGKAJIAN PENGISIAN SPT WAJIB PAJAK BADAN. 6. Status Badan : (a) Pusat (b) Pusat (c) BUT DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Lampiran 1 SE Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-12/PJ.7/1995 Tanggal : 26 Juni 1995 LEMBAR ISIAN HASIL PEMERIKSAAN PROGRAM PENGKAJIAN PENGISIAN SPT WAJIB

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN D. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771 SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN.

BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. BAB III PEMBAHASAN TENTANG PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 ATAS WAJIB PAJAK BADAN. 3.1 Teori Tentang Pajak 3.1.1 Definisi Pajak Secara umum pajak dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengantar Perpajakan II.1.1. Pengertian Dan Fungsi Pajak Definisi pajak menurut Soemitro. R yang dikutip Mardiasmo (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

Lebih terperinci