KAJIAN MAKNA SEMIOTIK DAN NILAI BUDAYA PADA BANGUNAN MASJID CHENG HOO DI PALEMBANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN MAKNA SEMIOTIK DAN NILAI BUDAYA PADA BANGUNAN MASJID CHENG HOO DI PALEMBANG"

Transkripsi

1 KAJIAN MAKNA SEMIOTIK DAN NILAI BUDAYA PADA BANGUNAN MASJID CHENG HOO DI PALEMBANG 郑豪清真寺文化价值观与符号研究 (Zhèng háo qīngzhēnsì wénhuà jiàzhíguān yǔ fúhào yánjiū) SKRIPSI SARJANA Oleh : NAMA : TRI SURATNO NIM : PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA MEDAN 2016

2 Lembar Pengesahan KAJIAN MAKNA SEMIOTIK DAN NILAI BUDAYA PADA BANGUNAN MASJID CHENG HOO DI PALEMBANG 郑豪清真寺文化价值观与符号研究 (Zhèng háo qīngzhēnsì wénhuà jiàzhíguān yǔ fúhào yánjiū) PROPOSAL SKRIPSI SARJANA Nama : TRI SURATNO NIM : Disetujui oleh Pembimbing I, Pembimbing II, Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. NIP T. Kasa Rullah, S.S., MTCSOL PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA MEDAN 2016

3 ABSTRACT This bachelor thesis titled "Study of Values and Semiotics Culture On the Cheng Hoo Mosque Building in Palembang." The purpose of this study is to solve the problem formulation as follows: (1) What are the meaning of semiotic that can be examined and understood in each element of the building or ornament in the Mosque Cheng Hoo Palembang? and (2) what cultural values that are located on each element of the mosque building Cheng Hoo Palembang. To study the problems of semiotic meaning the authors use semiotic theory of culture by Sander Pierce. As for knowing the value of cultural authors use the theory of cultural values. The methods and techniques used in this research is a descriptive method and qualitative method, the technique is based on the documentation, informant interviews, literature studies, field studies or observations and analyzing or sorting data. The results obtained from this research is: (1) on the study of meaning cultural semiotics contained in the Mosque building of Cheng Hoo Palembang are as follows: (i) the mosque function as a place of worship as well as a social and cultural activities, (ii) the dome as identity of Islamic buildings which acculturative, (iii) the symbol of the moon and the stars as an update and Islamic unity, (iv) octagonal star as a symbol of the philosophy Buddhism and Islam, (v) the tower resembles pagoda as a sign of "Hablum Minallah and Hablum Minannas", (vi) the red color symbol of the spirit, the green color symbol of the wealthy and the gold color symbol of luck, (vii) the drum as a form of cultural assimilation between China and Islam, (viii) pillar of the mosque as a symbol of luck because there are eight, (ix) roof Limas as the characteristic of the tribe Palembang, (x) gate as the entrance to the peace of the soul, (xi) the meaning of the door as the main road and symbol of the empire China (xii) the name board of the mosque refers to Admiral Cheng Hoo. (2) From the analysis of cultural values was in the Mosque building of Cheng Hoo Palembang is: (i) the spiritual value, (ii) the value of cultural identity, (iii) the aesthetic value, (iv) the value of humanity, and (v) social value. Keywords: semiotics, mosque, cultural meanings, cultural values i

4 ABSTRAK Skripsi ini berjudul Kajian Nilai Dan Semiotik Budaya Pada Bangunan Masjid Cheng Hoo Di Palembang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelesaikan rumusan masalah sebagai berikut: (1) Apa saja makna semiotik yang dapat dikaji dan dipahami pada setiap unsur bangunan atau ornamen di Masjid Cheng Hoo Palembang? dan (2) Apa saja nilai budaya yang terdapat pada setiap unsur bangunan Masjid Cheng Hoo Palembang. Untuk mengkaji permasalahan makna semiotik penulis memakai teori semiotik budaya oleh Sander Pierce. Sedangkan untuk mengetahui nilai budaya yang ada penulis memakai teori nilai budaya. Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif dan metode kualitatif, dengan berdasar kepada teknik dokumentasi, wawancara informan, studi kepustakaan, studi lapangan atau observasi dan menganalisis atau memilah data. Hasil temuan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) dari kajian makna semiotik budaya yang terdapat dalam bangunan Masjid Cheng Hoo Palembang ini yaitu sebagai berikut: (i) masjid berfungsi sebagai tempat ibadah serta tempat kegiatan sosial dan kebudayaan, (ii) kubah sebagai identitas bangunan Islam yang akulturatif, (iii) simbol bulan dan bintang sebagai pembaruan dan persatuan islam, (iv) bintang segi delapan sebagai simbol filosofi agama Buddha dan Islam, (v) menara menyerupai pagoda sebagai tanda Hablum Minallah dan Hablum Minannas, (vi) warna merah simbol semangat, warna hijau simbol makmur dan warna emas simbol keberuntungan, (vii) bedug sebagai bentuk asimilasi budaya antara Cina dan islam, (viii) tiang masjid sebagai simbol keberuntungan karena berjumlah delapan, (ix) atap limas sebagai ciri khas suku Palembang, (x) gerbang sebagai pintu masuk ketenangan jiwa, (xi) makna pintu sebagai jalan utama dan lambang kekaisaran Cina (xii) tulisan nama masjid merujuk kepada laksamana Cheng Hoo. (2) Dari analisis nilai budaya yang ada dalam bangunan Masjid Cheng Hoo Palembang ini adalah: (i) nilai spiritual, (ii) nilai identitas budaya, (iii) nilai estetika, (iv) nilai kemanusiaan, dan (v) nilai sosial. Kata kunci: semiotik, masjid, makna budaya, nilai budaya ii

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhana Wataala atas segala limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses akademik atau belajar secara formal di Departemen Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Penulis juga mengucapkan Shalawat beriring salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, yang telah menuntun penulis dengan Islam dan iman. Adapun tujuan dari tulisan dalam bentuk skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu di Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul Kajian Nilai Dan Semiotik Budaya Pada Bangunan Masjid Cheng Hoo Di Palembang. Dalam skripsi ini penulis mengkaji makna semiotik dan nilai budaya yang terdapat pada bangunan Masjid Cheng Hoo yang berada kawasan Jakabaring kota Palembang. Sebuah hal yang sangat luar biasa sampai akhirnya tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam penyelesaian skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak yang telah memberikan semangat, waktu, bimbingan, arahan dan doa kepada penulis. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Rektor Universitas Sumatera Utara yang baru terpilih, yaitu Bapak Prof. Dr Runtung Sitepu SH, M.Hum. atas sebuah kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis berstatus mahasiswa Program Studi Sastra Cina, Universitas Sumatera Utara berkesempatan untuk menyelesaikan Studi S-1 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dengan baik. iii

6 2. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang baru terpilih, yaitu Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, M.S. atas kesempatan dan waktu yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Studi S-1 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dengan baik. 3. Ketua Departemen Program Studi Sastra Cina, Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. yang telah dengan baik dan tulus dalam mendidik dan memberikan pengarahan kepada penulis dari masa perkuliahan sampai saat ini. 4. Sekretaris Departemen Program Studi Sastra Cina, Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si. yang telah memberikan bimbingan dan masukan serta nasehat yang luar biasa kepada penulis mulai dari masa perkuliahan sampai saat ini. 5. Dosen pembimbing I, Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. yang telah dengan sabar dalam membimbing, menasehati serta memberikan dukungan dalam pengerjaan tugas akhir kepada penulis sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan sesuai harapan. 6. Dosen pembimbing II, Laoshi T. Kasarullah Adha, S.S, MTCSOL., yang telah dengan sabar membantu penulis dalam mengerjakan tugas akhir terjemahan bahasa Mandarin serta memberikan bimbingan, masukan dan semangat luar biasa kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 7. Kedua Orang tua saya yang sangat luar biasa, Almarhum Ayah Suhariyadi dan Ibu Rosdiana Zein, yang telah membesarkan, mendidik, mendoakan, menasehati dan menyekolahkan saya sampai jenjang yang tinggi khususnya di tingkat strata satu ini. Semua yang telah Ayah dan Ibu berikan tidak mampu saya balas dengan apapun. Hanya skripsi inilah yang bisa saya berikan sebagai tanggung jawab dan bakti anak kepada orang tuanya. Tak lupa juga Kakak-kakakku tersayang Winni Ayu Utami dan Dwi Ajeng Setiati dan Abang Iparku Nazmi Nasution serta seluruh Keluarga Besar Ramli di Medan dan Banyuwangi juga Keluarga Besar Zein di Medan yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa kepada saya. 8. Seluruh dosen dan staf pegawai Program Studi Sastra Cina, Laoshi Julina, Laoshi Mei Hua, Laoshi Ali Sumardjo, Laoshi Vivi, Laoshi Sheyra, Laoshi Sheyla, Laoshi Intan, Laoshi Caca, Kak Endang selaku administrasi dan adik PKL Edo yang telah baik melayani dan membantu segala urusan akademik serta seluruh dosen dan staf pegawai Program Sastra Cina lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. iv

7 9. Seluruh teman-teman seperjuangan stambuk 2012 Program Studi Sastra Cina yang telah banyak memberikan semangat dan dukungan serta senantiasa menemani selama 4 tahun masa perkuliahan yang penuh dengan suka cita dan canda tawa, Taufiq, Seltica, Fiqhi Nadiah, Rozalina, Alex, Andre, Lamhot, Afrah, Ayu, Icut, Devinta, Doin, Emy, Faeny, Nova, Febriyati, Hesti, Indri, Ira, Ivan, Janet, Jenyfer, Juliana, Windy, Lara, Lili, Manur, Margareth, Panji, Putri Sirait, Putri Sumityu, Dina, Rianly, Riska, Shella, Darwis, Sri Dila, Sri Ramayuna, Sugar, Mira, Oka, Via, Winona, Yoan, Yolanda, Yosanti, Yuni, Yulia dan Erni. Dan adik-adik junior dari stambuk 2013, 2014 dan Pihak Tanoto Foundation yang telah membantu saya memberikan bantuan beasiswa dari awal kuliah sampai selesai saat ini. Saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Sukanto Tanoto dan Ibu Tinah Binge Tanoto serta Kak Vika Puspita, Bapak Tonny Candra, Kak Kristin dan Kak Nicky. Kemudian teman-teman dari Tanoto Scholars Association Medan yaitu Andi, Nike, Jackson, Merry, Lili, Wella, Syahrul, Novrian, Suryani, Bang Simon dan yang lainnya yang tidak bias disebutkan satu persatu. 11. Abangda Rudiansyah, S.S. dan Kakak Elysa Afrilliani yang telah banyak membantu, membimbing, menasehati dan mengoreksi skripsi saya dengan baik sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan tepat waktu. 12. Teman-teman SD, SMP dan SMA yang ada di kota Medan. Kemudian, Dokter Hendra Gunawan, Bang Ricky dan Bang Kiki yang selalu memberikan semangat kepada saya untuk mengerjakan skripsi ini. Teman-teman dari ikatan Jaka Dara Medan, Duta Mahasiswa, Duta Koperasi, Komunitas Traveler dan Klub Photografi Medan yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, terimakasih atas semua doa dan dukungan kalian. 13. Koko Deddy Huang yang telah membantu saya menemani perjalanan penelitian skripsi di Palembang, Bang Rudi serta Keluarga Kak Dea saya mengucapkan terimakasih banyak atas bantuan kalian semua sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancer. 14. Informan yang telah berkenan untuk di wawancarai serta memberikan waktu dan kesempatan juga pengetahuan kepada penulis, yaitu Bapak Haji Ahmad Afandi selaku Dewan Pimpinan Wilayah PITI Sumatera Selatan dan Pendiri Masjid Cheng Hoo Palembang. Kemudian, Ibu Merry Effendi selaku administrasi Masjid Cheng Hoo yang telah menerima saya sebagai tamu dan bersedia diwawancarai. Ibu Cahyo Sulistya Ningsih yang bekerja di Museum Sriwijaya sebagai ahli sejarah dan memberikan saya v

8 buku kisah kehidupan Cheng Hoo. Koko Mulyadi sebagai penjaga Rumah Kapitan di Palembang dan mengetahui sejarah bangunan Palembang dan Cina. Dan terakhir, Bapak Burhan S.Ag, M.si yang bekerja di kementerian agama kota Medan dan mengetahui makna simbolis bangunan dan pengetahuan mengenai budaya Cina di Indonesia serta semua informan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih banyak atas semua informasi, masukan yang membangun serta kerjasamany. Tanpa bantuan anda semua saya tidak mungkin dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Penulis berharap agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, selain itu dapat menjadi sumbangan atau referensi untuk ilmu pengetahuan, khususnya di bidang Sastra Cina. Oleh sebab itu, kepada semua pihak penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, demi perbaikan skripsi ini. Medan, 15 Desember 2016 Penulis, TRI SURATNO NIM vi

9 DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i iii vii ix x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Batasan Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kajian Semiotik Nilai Budaya Bangunan Masjid Laksamana Cheng Hoo Landasan Teori Teori Semiotik Budaya Teori Nilai Budaya Tinjauan Pustaka Penelitian Terdahulu BAB III METODE PENELITIAN Metode Penelitian Deskriptif Metode Penelitian Kualitatif Data dan Sumber Data Data Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Dokumentasi Wawancara Studi Kepustakaan Studi Lapangan Teknik Analisis Data vii

10 BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA PALEMBANG, BIOGRAFI LAKSAMANA CHENG HOO, RUMAH TAHFIZ, KEGIATAN PITI DAN MASJID CHENG HOO PALEMBANG Gambaran Umum Kota Palembang Letak Geografis Demografi Masyarakat Sumber Daya Kehidupan Sosial Biografi Laksamana Cheng Hoo Rumah Tahfiz Atau TPA Tujuan Rumah Tahfiz Rumah Tahfiz Masjid Cheng Hoo Palembang Kegiatan PITI Sumatera Selatan Masjid Cheng Hoo Palembang Lokasi Sejarah BAB V KAJIAN SEMIOTIK TERHADAP MAKNA DAN NILAI BUDAYA 5.1 Makna Budaya Fungsi dan Makna Masjid Makna Kubah Makna Bulan dan Bintang Makna Bintang Segi Delapan Makna Menara di Kedua Sisi Masjid Makna Warna Makna Bedug Makna Tiang Masjid Makna Atap Limas Makna Gerbang Menyerupai Klenteng Makna Pintu Makna Tulisan Nama Masjid Nilai Budaya Nilai Spiritual Nilai Identitas Budaya Nilai Estetika Nilai Kemanusiaan Nilai Sosial BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 88 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 92 Daftar Informan. 92 Daftar Pertanyaan. 93 viii

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 : Masjid Niujie di Beijing, Cina Gambar 1.2 : Pintu Masuk Utama Masjid Gambar 1.3: Masjid Dongguan di Qinghai, Cina Gambar 1.4 : Gerbang Masuk Masjid Gambar 1.5 : Ruang Utama Ibadah Masjid Dongguan Gambar 1.6 : Bangunan Masjid Jami Tan Kok Liong Gambar 1.7 : Masjid Cheng Hoo Surabaya Gambar 1.8 : Masjid Cheng Hoo Palembang Gambar 1.9 : Gerbang Masuk Masjid Cheng Hoo Palembang Gambar 1.10 : Papan yang bertuliskan aksara Mandarin Masjid Gambar 1.11 : Ayat-ayat Al-Qur an terdapat dinding masjid Cheng Hoo Gambar 1.12 : Simbol Segi Delapan Terdapat di di Tiap Sudut dan Lantai Bangunan Gambar 4.1 : Peta Kota Palembang Gambar 4.2 : Laksamana Cheng Hoo Gambar 4.3 : Rumah Tahfiz (Taman Pendidikan Al-Qur an) Gambar 5.1 : Kubah berwarna hijau pada masjid Cheng Hoo Gambar 5.2 : Simbol Bulan dan Bintang di Atas Kubah Masjid Gambar 5.3 : Simbol Bintang Segi Delapan di Lantai Masjid Gambar 5.4 : Menara di Kedua Sisi Bangunan Utama Masjid Gambar 5.5 : Bedug di Halaman Masjid Gambar 5.6 : Tiang Masjid tampak dari atas, depan dan belakang Gambar 5.7 : Atap Limas di Masjid Gambar 5.8 : Gerbang masuk Masjid Cheng Hoo Gambar 5.9 : Pintu Masuk Masjid Gambar 5.10 : Papan Nama Masjid di Gerbang Masuk ix

12 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 : Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2015 Tabel 4.2 : Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut Tahun 2014 Tabel 4.3 : Laju pertumbuhan Ekonomi Kota Palembang Tahun x

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keanekaragaman bangsa Indonesia dilatarbelakangi oleh jumlah suku bangsa dan etnis di Indonesia yang sangat banyak dan setiap suku bangsa tersebut mempunyai ciri atau karakter tersendiri, baik dalam aspek sosial, budaya maupun agama atau keyakinan. Menurut sensus Badan Pusat Statistik Tahun 2010, jumlah suku bangsa di Indonesia lebih dari 300 kelompok etnis, atau lebih tepatnya mencapai suku bangsa. Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia adalah etnis kedua dengan jumlah populasi terbesar setelah etnis Jawa. Masyarakat keturunan Tionghoa tersebar di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa dan daerah - daerah lain seperti Sumatera Utara, Bangka-Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (Budiman, 1982 : 14). Dari populasi dengan jumlah yang cukup besar, masyarakat keturunan Tionghoa dan masyarakat pribumi saling membaur dalam memperkenalkan seni, kebudayaan dan sistem religi. Ternyata dengan adanya pembauran tersebut sudah banyak masyarakat keturunan Tionghoa yang telah menganut kepercayaan Islam dengan menjadi seorang mualaf 1. 1 Mualaf berasal dari bahasa Arab أل فه أي ص يره أل ي فا). ) yang berarti menjadikannya jinak. Sedangkan bahasa Arab lainnya ( ق لوب هم ال مؤل ف ) artinya orang yang hatinya dijinakan. Istilah ini digunakan untuk orang yang sedang dijinakkan hatinya oleh islam agar membela atau masuk islam (Hendropuspito, 1983 : 79). 1

14 Lipman (1997 : 62) mengatakan, Islam pertama kali diperkenalkan di Cina sejak Masehi oleh sahabat Nabi Muhammad (SAW) Sa ad bin Abi Waqqas, Sayid, Wahab bin Abu Kabcha dan Wahab bin Abu Kabcha (Wahab abi Kabcha) mungkin telah menjadi putra Al- Harth bin Abdul Uzza (juga dikenal sebagai Abu Kabsha) melalui jalur perdagangan dan pertukaran diplomatik. Sa ad bin Abi Waqqas bersama dengan tiga sahabat, yaitu Suhayla Aburaja, Uwais al- Qarani, dan Hassan ibnu Tsabit kembali ke Cina dari Arab Saudi pada 637 Masehi melalui rute Yunan Manipur Chittagong. Mereka dikirim sebagai utusan resmi untuk Kaisar Gaozong (Dinasti Tang) selama pemerintahan Khalifah Utsman. Berdasarkan penjelasan sebelumnya terdapat informasi yang menjelaskan bahwa muslim Tionghoa sudah ada sejak Islam masuk ke daratan Cina, khususnya di Provinsi Yunan yang mayoritas beragama Islam. Adapun di Indonesia sendiri, etnis muslim Tionghoa ini juga banyak terdapat di beberapa daerah di Indonesia, seperti kota Bandung, Palembang, dll. Ada yang mengatakan mereka memeluk islam karena perkawinan dengan penduduk pribumi, ada juga yang mengatakan karena penyebaran ajaran yang dulu dilakukan oleh Laksamana Cheng Hoo (Lipman, 1997 : 65). Sebelum islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Buddha. Dengan masuknya islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Buddha hilang. Ajaran Islam mulai masuk ke Indonesia sekitar abad penyebaran awal Islam di nusantara 2

15 dilakukan pedagang-pedagang Arab, Cina, India dan Persia. Setelah itu, proses penyebaran Islam dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Islam nusantara melalui perkawinan, perdagangan dan peperangan (Tigor, 2004 : 30). Masjid merupakan tempat umat Islam beribadah khususnya salat dan terutama dilakukan secara bersama-sama (berjamaah). Selain menjadi tempat ibadah, masjid adalah juga sebagai pusat peradaban Islam, seperti musyawarah, iktikaf (berzikir), tausiyah (ceramah agama), sampai juga tempat belajar agama, strategi perang di jalan Allah, dan lain-lainnya. Selain masjid, tempat umat Islam bersembahyang lainnya adalah musala (surau atau langgar). Perbedaan antara masjid dengan surau terutama adalah dari segi jumlah jemaah yang dapat ditampung serta kepengurusannya. Masjid dapat memuat jemaah yang relatif besar sekitar 40 atau lebih, dan biasanya memikiki badan kepengurusan yang disbut dengan nazir, serta masjid digunakan setiap hari Jumat untk melaksanakan shalat Jumat. Di sisi lain, surau adalah bangunan yang lebih kecil dari masjid, dan biasanya hanya dapat menampung jumlah jemaah kurang dari 40, meskipun memikiki kepengurusan namun tidak sekompleks kepengurusan masjid, dan biasanya tidak dijadikan sebagai tempat ibadah salat Jumat. Dalam konteks peradaban Islam, masjid merupakan bangunan yang bukan sekedar tempat bersujud, persucian, tempat salat, dan bertayamum, namun masjid juga merupakan tempat melaksanakan segala aktivitas kaum muslim yang bersangkut paut dengan ketaatan terhadap Tuhan. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam tersebar banyak masjid mulai dari pedesaan hingga kota-kota besar. Tuntutan kebutuhan pada masa sekarang ini menyebabkan semakin banyak terlihat bangunan masjid dengan segala kelengkapannya, dengan bentuk, gaya, 3

16 corak, dan penampilannya berdasarkan kurun waktu, daerah, lingkungan kehidupan, adat istiadat dan kebiasaan, serta latar belakang dari yang membangun (Rochym, 1995 : 76). Masjid tidak hanya memiliki fungsi untuk masyarakat, tetapi juga sebagai identitas atau landmark suatu daerah. Masjid yang memiliki gaya bangunan yang unik dan menarik akan menambah rasa penasaran jemaah untuk datang sekaligus menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Banyak masjid 2 di Indonesia yang tetap mempertahankan bentuk asalnya yang menyerupai candi Hindu/Budha bahkan pagoda Asia Timur. Pada perkembangan selanjutnya arsitektur masjid lebih banyak mengadopsi bentuk dari Timur Tengah, seperti atap kubah bawang dan juga dari Cina seperti gerbang menyerupai klenteng atau vihara (Rochym, 1995 : 92). Masjid bergaya Cina saat ini sudah banyak ditemui khususnya di Indonesia Secara kultural bangunan yang mengadopsi gaya Cina khususnya masjid, sebagian ada yang mengikuti konsep kosmologi Cina yang disebut feng sui (geomansi) dan sebagian lagi tidak. Penggunaan warna-warna khusus, simbol dan arah mata angin dalam arsitektur tradisional Cina mencerminkan kepercayaan dalam ciri khususnya yang terkandung di dalam arsitektural itu sendiri (Tigor, 2004 : 82). Selain itu, ornamen bergaya Cina seperti gerbang, menara, atap dan sebagainya sering kita jumpai di dalam masjid bergaya Cina. Ornamen itu sendiri juga mempunyai makna khusus yang dapat dikaitkan dengan ilmu feng sui atau filosofi ajaran Buddha. 2 Di dalam skripsi ini, digunakan penulisan masjid seperti terurai di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang ditulis oleh tim penulis dan penerbit Balai Pustaka, Jakarta. Di dalam kamus ini penulisan bisa dengan masjid dan bisa juga dengan mesjid. Kedua penulisan tersebut benar dan tidak salah. Kata ini adalah unsur serapan dan sekaligus transliterasi dari kata masjid ( ) dalam bahasa Arab. 4

17 Dalam konteks perkembangan Islam di seluruh dunia dan arsitektur masjid di kalangan masyarakat Tionghoa Islam, salah satu bangunan masjid yang terkenal adalah masjid Niujie di Provinsi Beijing, Cina. Masjid ini dibangun pada 996 Masehi selama Dinasti Liao ( ) sekaligus menjadi masjid terbesar dan tertua di Beijing, ibukota Cina. Masjid ini mengalami tiga kali renovasi yaitu pada tahun 1955, 1979 dan Arsitekturnya merupakan campuran dari Islam dan budaya Han Cina. Dari luar tampak fondasi atap, gerbang dan warna yang menonjol dari gaya Cina namun jika diperhatikan di pintu masuk utama terukir kaligrafi Arab khas Islam. Masjid ini juga menjadi inspirasi dari pembangunan masjid Cheng Hoo di Surabaya. Gambar 1.1: Masjid Niujie di Beijing, Cina (Sumber: Gambar 1.2 : Pintu Masuk Utama Masjid (Sumber : 5

18 Pada jaman Dinasti Ming ( ) Beijing sebuah kota di bagian utara Cina, menjadi pusat pemerintahan, sudah ramai dan banyak penduduk muslim. Nama masjid biasanya diambil dari nama pendirinya, kota dimana berada atau hal-hal yang menonjol dari bentuk, dekorasi maupun warnanya. Masjid ini tidak mengambil nama berdasarkan salah satu faktor tersebut, namun memakai nama jalan dimana masjid berada, yaitu jalan Niu Jie yang artinya Jalan Lembu Jantan. Salah satu hal yang unik dari masjid ini dibanding masjid lain di Cina adalah tata letaknya yang mengacu pada konsep tradisional Cina. Elemen elemen utama dari kompleks yaitu gerbang, ruang sembahyang utama dan minaret berada pada satu garis sumbu timur barat, mengikuti tradisi setempat (Sumalyo, 2000 : 465). Selain itu, salah satu masjid terkenal lainnya yang ada di Cina namun di lokasi berbeda yaitu masjid Dongguan di Provinsi Qinghai (bagian Cina barat laut). Masjid ini dibangun pada tahun 1379 selama Dinasti Ming ( ) dan merupakan masjid terbesar di Qinghai. Bangunan masjid ini memiliki skala besar dan menggabungkan seni arsitektur tradisional Cina dengan bentuk arsitektur Islam. Pintu gerbang masjid menyerupai gapura yang elegan dengan nama masjid di atasnya. Dalam gerbang ada lima lengkungan tinggi 10 meter dan lebar 21 meter. Dua menara setinggi 8 meter berdiri di sisi kiri dan kanan bangunan utama dirancang untuk imam memanggil jemaah untuk beribadah (azan). Sekarang masjid ini berfungsi sebagai pusat pendidikan dan lembaga pendidikan tinggi untuk Islamisme. 6

19 Gambar 1.3: Masjid Dongguan di Qinghai, Cina Gambar 1.4 : Gerbang Masuk Masjid (Sumber : (Sumber : www. ) Gambar 1.5 : Ruang Utama Ibadah Masjid Dongguan (Sumber : Di Indonesia, ada beberapa masid dengan gaya bangunan Cina yang dibangun oleh masyarakat Tionghoa yang menganut agama Islam. Masyarakat tersebut memiliki persatuan komunitas yang dinamakan PITI, yaitu sebuah organisasi Tionghoa muslim di Indonesia yang didirikan di Jakarta pada tanggal 14 April Program PITI adalah menyampaikan dakwah Islam khususnya kepada masyarakat Tionghoa dan pembinaan dalam bentuk bimbingan agama. Pembina Iman Tauhid Islam atau biasa disebut Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) mempunyai khittah perjuangan yaitu mempersatukan muslim Tionghoa secara utuh, mempererat dan saling mendukung antara muslim Tionghoa dengan kaum muslimin di Indonesia maupun dunia internasional secara global, memperkenalkan agama Islam dengan benar dan utuh kepada masyarakat keturunan Tionghoa secara proporsional. Demi mewujudkan cita-cita tersebut, salah satu sarana yang dibangun oleh PITI yaitu masjid. Namun, masjid yang dibangun oleh PITI kebanyakan memiliki ornamen berciri khas Cina dipadukan dengan etnik. Hal ini dikarenakan PITI terinspirasi akan jasa laksamana Cheng 7

20 Hoo yang pernah mengunjungi Indonesia dan menyebarkan ajaran islam. Untuk menghormati jejak laksamana tersebut, PITI membangun masjid dengan ornamen cina sebagai tanda Cheng Hoo adalah orang Tionghoa dan menamakan nama masjid dengan Masjid Al-Islam Muhammad Cheng Hoo. Kantor persatuan atau pusat PITI terletak di pondok pesantren (Ponpes) At-taibin, pondok Rajeng, kecamatan Cibinong, kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Ketua yang menjabat saat ini adalah Kiai Haji (K.H.) Tan Kok Liong, nama versi Cina Anton Medan dan nama lengkapnya sebagai seorang muslim adalah K.H. Muhammad Ramdhan Effendi. Anton Medan berasal dari Tebing Tinggi dan mantan narapidana kelas kakap. Kini, ia membangun sebuah masjid dengan gaya bangunan seperti klenteng, yaitu masjid Jami Tan Kok Liong. Masjid Jami Tan Kok Liong mulai dibangun pada tahun Tidak seperti bangunan masjid yang ada di Indonesia pada umumnya, masjid ini berbentuk mirip seperti klenteng karena masjid ini mengadopsi desain istana-istana raja-raja di Tiongkok zaman dahulu. Masjid ini terdiri dari 3 lantai. Lantai dasar digunakan sebagai kantor, lantai 1 digunakan sebagai ruang salat. Lantai 2 dan lantai 3 dibiarkan kosong karena di negara Cina, beberapa lantai atas di istana sengaja dikosongkan. 8

21 Gambar 1.6: Bangunan Masjid Jami Tan Kok Liong (Sumber: Selain masjid tersebut, salah satu masjid terkenal yang lainnya di Indonesia dengan gaya bangunan bertipe Cina adalah Masjid Muhammad Cheng Hoo di Surabaya. Masjid Cheng Hoo Surabaya adalah masjid pertama di Indonesia yang dibangun dengan gaya dan ornamen Cina. Bentuk bangunan masjid Cheng Hoo Surabaya juga mirip dengan masjid Niujie di Beijing mulai dari atap, pintu dan ornamen lainnya. Kemudian disusul pula oleh bangunan dengan gaya sejenis dan juga dinamakan dengan masjid Cheng Hoo. Di antaranya terdapat di beberapa kota seperti: Palembang (Sumatera Selatan), Pasuruan (Jawa Timur), Selaganggang (Purbalingga), dan Batam (Kepulauan Riau). Di antara masjid Cheng Hoo lainnya, masjid Cheng Hoo di Palembang merupakan masjid dengan gaya bangunan Cina yang paling besar di Indonesia serta memiliki ciri khas etnik atau lokal di dalamnya. Gambar 1.7 : Masjid Cheng Hoo Surabaya (sumber : Masjid Cheng Hoo Surabaya ini terletak di Jalan Gading, Kecamatan Genteng, Surabaya. Lokasinya sekitar 1 kilometer dari sebelah utara Balaikota Surabaya. Masjid ini selesai dibangun pada 13 Oktober 2002 dan berdiri di atas lahan seluas 21 x 11 m2 dan luas bangunan utama 11x9 9

22 m2. Masjid yang didominasi warna merah, kuning, hijau dengan ornamen bernuansa Cina lama memiliki 8 sisi di bagian atas bangunan utama. Gambar 1.8 : Masjid Cheng Hoo Palembang (Dokumentasi: Tri Suratno, 2016) Jika dibandingkan antara masjid Cheng Hoo Surabaya dengan masjid Cheng Hoo Palembang, tentu saja sangat berbeda terutama dari segi ukuran dan tipologi bangunan. Masjid Cheng Hoo di Palembang tidak mengacu pada bentuk klenteng seutuhnya namun masih memiliki ornamen khas Cina yang tidak dimiliki oleh masjid Cheng Hoo Surabaya yaitu menara yang seperti pagoda. Kemudian, ciri khas Palembang atap Limas dan rumah Tahfiz juga menjadi kelebihan yang dimiliki oleh masjid ini. Masjid Cheng Hoo Palembang memiliki bangunan utama berukuran 20 x 20 meter, di atas tanah seluas m 2 yang merupakan hibah dari Gubernur Provinsi Sumatera Selatan, Bapak Ir. Syarial Oesman, MM. Selain itu, masjid ini memiliki dua menara di kanan dan kiri dimana lantai dasar masing-masing menara merupakan tempat wudhu berukuran 4 x 4 m dan memiliki lima tingkat atap dengan tinggi 17 m yang memiliki makna khusus. Kemudian, jumlah pilar masjid, simbol dan artefak lainnya di kawasan masjid juga memiliki nilai dan makna budaya tersendiri yang diambil dari filosofi atau gagasan budaya Buddha dan Islam. Untuk mengkaji hal tersebut, penulis akan menggunakan teori Semiotik Sander pierce dan teori Nilai Budaya yang akan dibahas pada Bab berikutnya. 10

23 Peletakan batu pertama untuk pendirian masjid Cheng Hoo Palembang ini dilakukan pada bulan September tahun Kemudian, pada hari jumat tanggal 22 Agustus 2008, masjid Cheng Hoo mulai digunakan untuk salat jumat yang pertama kali dan dihadiri sekitar 1500 jemaah termasuk walikota Palembang. Di tahun 2015 lalu, bertepatan dengan ulang tahun kota Palembang sebanyak 600 orang datang ke masjid Cheng Hoo Palembang untuk meresmikan batu pertama yang dihadiri oleh Wakil Presiden Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla dan Gubernur Sumatera Selatan ke-13 Ir. H. Syarial Oesman M.M. Tak lupa juga Ketua PITI se-indonesia, ketua dan anggota PITI Sumatera Selatan serta para biksu, masyarakat Palembang, dll. Masjid Al-Islam Muhammad Cheng Hoo Palembang dibangun oleh yayasan organisasi PITI Sumatera Selatan yang berjumlah 12 orang termasuk salah satunya Bapak H. Ahmad Afandi selaku ketua atau Dewan Pimpinan Wilayah PITI Sumatera Selatan. Adapun 11 anggota PITI yang lainnya yaitu Ahmad Herry Djohan, Ir. H. Karim Hasan, Drs. Herwansyah, M.Ag, H.Herryanto, H. Muhammad Siddik, Djunaidi, H.Hendra Kurniawan SE, M. Obrin Saleh, H.Ekik Salim SH, Merry Effendi dan H. Sulaiman Khuinadi Kho. Saat melangkah memasuki halaman masjid, dari jauh sudah terlihat menara masjid yang berbentuk pagoda dengan atap bersusun lima menjulang ke atas. Pada puncaknya ada kubah berbentuk lonjong, di atas kubah terpasang lambang bulan bintang dan Asma Allah. Ini menjadi pertanda bangunan tersebut masjid bukan menara pagoda seperti lazimnya tempat peribadatan masyarakat Konghucu. Masjid ini berbeda dengan masjid pada umumnya yang hanya memiliki satu kubah. Atap masjid memakai atap limas dan ada tiga pintu gerbang untuk memasuki halaman masjid, pintu gerbang utama berada di sebelah timur, dua gerbang lainnya ada di sebelah barat dan utara. Bagi jamaah yang datang berjalan kaki lebih memilih masuk dari gerbang sebelah 11

24 barat dan bagi yang membawa kendaraan masuk masjid dari gerbang sebelah utara. Padahal, gerbang utama di sebelah timur. Memandang ke atas atap masjid akan terlihat kubah utama berwarna hijau, seperti kubah masjid layaknya yang ada di Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Di bagian atap pada empat sudutnya ada atap rumah berbentuk limas berwarna hijau yang merupakan salah satu bentuk rumah adat di Palembang. Dua menara yang mengapit bangunan utama tidak menempel dengan bangunan utama desainnya mengambil bentuk pagoda yang menjadi ciri rumah peribadatan di Cina. Dua menara ini yang berada di sebelah utara dan selatan, di lantai dasarnya dimanfaatkan untuk tempat berwudhu. Tempat berwudhu bagi jamaah pria dan wanita terpisah. Fenomena menarik mengenai gaya bangunan Cina pada masjid ini membuat para jamaah tertarik untuk mengunjungi masjid. Masjid ini tidak pernah sepi pengunjung dan setiap jumat usai salat jumat, para anggota PITI yang terdiri dari etnis Tionghoa muslim akan berkumpul dan bermusyawarah dengan masyarakat sekitar. Sesekali ada juga kejadian saat warga Tionghoa asli datang ke masjid ini untuk memeluk islam dan mengucapkan kalimat syahadat. Masjid Cheng Hoo Palembang memiliki persamaan dengan masjid Dongguan yang ada di Cina. Bentuknya masing-masing memiliki bangunan utama yang diapit oleh kedua menara dan gerbang masuk menyerupai klenteng. Persamaan lainnya yaitu warna kubahnya yang berwarna hijau dan warna merah terakota di dalam ruangan masjid. Menurut Ibu Merry selaku administrasi masjid ini, ide rancangan bangunan memang mengambil salah satu contoh masjid yang ada di Cina sedangkan inspirasi membangun didapat saat organisasi PITI Sumatera Selatan mengunjungi masjid Cheng Hoo di Surabaya. 12

25 Gambar 1.9: Gerbang Masuk Masjid Cheng Hoo Palembang Mengadopsi gaya Klenteng/Vihara Cina (Dokumentasi: Tri Suratno, 2016) Bila kembali dibandingkan dengan masjid lainnya seperti masjid Jami Tan Kok Liong, masjid Cheng Hoo memiliki ornamen atau artefak gaya Cina yang tidak menyatu dengan bangunan utama seperti menara pagoda lima tingkat dan gerbang seperti klenteng. Hal ini dikarenakan agar bentuk keaslian masjid tidak hilang seperti pada umumnya dan masyarakat masih mengenal identitas bangunan tersebut. Selain itu, di dalam masjid ini tidak memiliki simbol atau patung hewan, karena dalam ajaran islam patung hewan dianggap sebagai hal yang kurang baik atau makruh. Kelebihan lainnya adalah masjid ini memiliki rumah Tahfiz yang mengajarkan Al-Qur an dan pengetahuan tentang Islam khususnya kepada mualaf Tionghoa. Masjid Tan Kok Liong tidak memiliki ciri khas etnik atau kota Bogor dan beberapa simbol seperti bintang segi delapan, bedug dan kegiatan PITI yang aktif. Selain terdapat keunikan pada gaya bangunannya yang bercorak Cina, masjid ini juga tampak megah dengan warna merah, emas dan hijau yang khas. Tak lupa juga dengan tulisan aksara mandarin yang terdapat pada gerbang masuk masjid Muhammad Cheng Hoo. 13

26 Gambar 1.10: Papan yang bertuliskan aksara Mandarin Masjid Muhammad Cheng Hoo di Palembang (Dokumentasi: Tri Suratno, 2016) Di bagian dalam masjid semua dindingnya berwarna merah. Terdapat juga beberapa ayat yang diambil dari kitab suci Al-Qur an, yang terukir di dinding atas kiri dan kanan masjid. Kemudian, adanya beberapa penyangga berwarna merah khas budaya Cina yang berada di ruangan, pagar pembatas berwarna merah di lantai dua, pilar pilar bangunan yang berjumlah banyak dan simbol segi delapan yang memiliki makna budaya. Lantai dua di dalam masjid tetap dipakai untuk melaksanakan salat dengan menaiki anak tangga yang berada di luar ruangan masjid. Gambar 1.11: Ayat-ayat Al-Qur an terdapat dinding masjid Cheng Hoo Gambar 1.12 : Simbol Segi Delapan Terdapat di di Tiap Sudut dan Lantai Bangunan (Dokumentasi: Tri Suratno, 2016) (Dokumentasi: Tri Suratno, 2016) Setelah penulis memaparkan penjelasan mengenai beberapa masjid di Cina dan Indonesia. Kini, penulis akan menjelaskan alasan memilih masjid Cheng Hoo Palembang sebagai objek penelitian. Alasan tersebut di antaranya yaitu adanya kelebihan yang banyak dimiliki oleh masjid Cheng Hoo Palembang yang sebelumnya telah dibandingkan dengan masjid Cheng Hoo Surabaya dan masjid Tan Kok Liong di Bogor baik dari segi bangunan, ornamen, fasilitas di kawasan masjid maupun kegiatan yang diadakan PITI Sumatera Selatan. 14

27 Selain itu, masjid Cheng Hoo Palembang merupakan kawasan wisata Sumatera Selatan yang banyak dikunjungi wisatawan setiap harinya baik dari domestik dan mancanegara. Namun, tidak banyak orang yang mengetahui akan makna atau nilai budaya yang terkandung di dalam bangunan masjid Cheng Hoo tersebut. Kebanyakan menganggap jika semua artefak, ornamen Cina di dalam masjid hanyalah sebuah hiasan yang dirancang oleh pendirinya. Mendengar hal tersebut, maka penulis kembali memiliki alasan untuk memilih masjid Cheng Hoo Palembang ini sebagai judul skripsi dan mengkaji makna dan nilai budaya di dalamnya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat sekaligus dibaca nantinya oleh masyarakat, pengurus masjid dan khususnya mahasiswa Sastra Cina di Universitas Sumatera Utara. Dari latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya juga fenomena menarik mengenai bangunan bergaya Cina masjid Cheng Hoo Palembang ini. Maka, penulis akan mengkaji dari segi aspek budaya. Bangunan ini tentu saja mencerminkan kebudayaan Cina, namun memiliki fungsi masjid pada umumnya. Apa saja makna dan nilai kebudayaan yang dapat dikaji di dalam gaya bangunan dan ornamen masjid ini. Teori yang penulis gunakan dalam konteks ini adalah teori Semiotik Budaya dan teori Nilai Budaya. 1.2 Batasan Masalah Setiap penulisan sebuah karya ilmiah sering didapati adanya sebuah permasalahan yang bertolak belakang dari adanya masalah yang dihadapi dan perlu segera dipecahkan. Supaya penulisan dan pembahasan skripsi ini berjalan dengan baik serta tidak terjadi kesalapahaman dalam menafsirkannya, maka penulis akan membatasi permasalahan utama yang dipaparkan adalah makna dan nilai budaya pada setiap unsur bangunan. Dalam hal ini penulis memfokuskan 15

28 penelitian pada ornamen atau gaya bangunan seperti atap, pintu, gerbang, simbol, kubah, tiang dan papan nama masjid serta menara pada kedua sisi bangunan masjid utama dan warna-warna yang terdapat pada bangunan masjid Cheng Hoo tersebut. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dan diuraikan pada pendahuluan di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut : 1. Apa saja makna semiotik yang dapat dikaji dan dipahami pada setiap unsur bangunan Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Palembang? 2. Apa saja nilai budaya yang dapat terdapat pada setiap unsur bangunan Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Palembang? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis makna semiotik dari tiap ornamen atau gaya bangunan yang terdapat pada Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Palembang. 2. Untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis nilai budaya yang terdapat di dalam Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Palembang. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis 16

29 Manfaat teoritis penelitian ini adalah menambah dan memberikan informasi, wawasan mengenai makna dan nilai budaya yang terdapat pada gaya bangunan Cina sekaligus simbol yang ada di masjid Cheng Hoo Palembang kepada khalayak umum, masyarakat lokal atau mancanegara yang mengunjungi masjid ini. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat menjadikan skripsi sarjana ini sebagai salah satu sumber informasi/acuan bagi mahasiswa khususnya jurusan sastra Cina mengenai semiotika bangunan bergaya Cina dan juga bagi masyarakat islam di Indonesia untuk membangun masjid-masjid di Indonesia terutama yang bergaya arsitektur Cina. Manfaat praktis lainnya adalah menumbuhkan kesadaran religius yang berbasis kepada keberadaan kebudayaan-kebudayaan yang begitu kaya di seluruh dunia, dalam konteks integrasi umat islam di seluruh dunia. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 17

30 2.1 Pengertian Konsep Konsep adalah suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruff ( Khalidin, 2005 ) mendefinisikan konsep sebagai berikut: (1) suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, (2) suatu pengertian tentang suatu objek, (3) produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda). Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan kompleks, konsep merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu. Dalam proposal skripsi sarjana yang berjudul Kajian Nilai Dan Semiotik Budaya Pada Bangunan Masjid Cheng Hoo Di Palembang. ini, maka perlu dijelaskan konsep-konsep berikut, yang bertujuan sebagai panduan dalam kajian ini. Konsep-konsep tersebut adalah: (1) kajian (2) semiotik (3) nilai budaya (4) bangunan (5) masjid (6) Cheng Hoo Kajian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Suharso dan Ana Retnoningsih (2005), Kata kajian berasal dari kata kaji yang berarti (1) pelajaran ; (2) penyilidikan (tentang sesuatu). Bermula dari pengertian kata dasar yang demikian, kata kajian berarti proses, cara, perbuatan mengkaji; penyelidikan (pelajaran yang mendalam); penelaahan. Istilah kajian atau pengkajian, yang digunakan dalam penulisan ini menyaran pada pengertian penelaahan, penyelidikan. Pengkajian terhadap semiotik budaya berarti penyelidikan, 18

31 atau mengkaji, menelaah, dan menyelidiki struktur bangunan atau simbol. Pada umumnya, penelitian itu disertai oleh analisis. Istilah analisis, menyaran pada pengertian yang mengkaji dan meneliti sisi struktur gaya bangunan itu, makna dan nilai budaya serta mencakup analisis terhadap orang-orang yang terlibat di dalam kerangka eksistensi masjid Cheng Hoo Palembang, yaitu yayasan PITI Sumatera Selatan, serta kegiatan di dalam masjid dan sejarah bangunannya Semiotik Semiotika adalah cabang ilmu yang semula berkembang dalam bidang bahasa. Dalam perkembangannya kemudian semiotika bahkan merasuk pada semua segi kehidupan umat manusia. Sehingga Derrida (Sudrajat, 1995:21) mengikrarkan bahwa tidak ada sesuatupun di dunia ini sepenting bahasa, there is nothing outside language. Bahasa dalam hal ini dibaca sebagai teks atau tanda. Dalam konteks ini tanda memegang peranan sangat penting dalam kehidupan umat manusia sehingga : manusia yang tidak mampu mengenal tanda, tak akan bertahan hidup. Menurut Zoest (1993) semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya; cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda yang lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Semiotik juga lazim digunakan dalam mengkaji fenomena kebudayaan. Semiotik yang khusus mengkaji kebudayaan ini biasa disebut dengan semiotik budaya. Yang dimaksud semiotik budaya di dalam tulisan ini mengacu kepada pendapat Christomy (2005). Menurutnya, kebudayaan itu merupakan sistem tanda. Di dalam kajian semiotik ini, kebudayaan adalah menampilkan bentuk-bentuk representamen. Kemudian budaya ini memiliki makna interpretan 19

32 yaitu berupa istilah, proposisi, dan argumen. Secara semiosis budaya adalah ekspresi dari ideologi, sebagai penjelmaan dari mata rantai pemaknaan. Dengan demikian semiotik budaya adalah studi terhadap makna-makna pada sistem tanda yang terdapat di dalam kebudayaan Nilai Budaya Theodorson dalam Pelly (Saputra, 2011 : 47) mengemukakan nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri. Masalah nilai budaya dan kaitannya dalam pembangunan wilayah berkaitan dengan hampir seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Dengan demikian, jelas sekali bahwa penelitian ini tidak mungkin membicarakan ruang lingkup yang demikian luasnya, hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis untuk melakukan hal itu. Dengan demikian, pembatasan pembatasan dalam penelitian ini perlu dilakukan supaya manfaatnya jelas. Adapun nilai nilai yang akan dibicarakan dalam penelitian ini adalah nilai nilai budaya yang terdapat dalam tiap gaya bangunan Masjid Cheng Hoo di Palembang. Untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman, maka ada baiknya terlebih dahulu dijelaskan apa yang dimaksud dengan nilai budaya itu. Menurut Koentjaraningrat (1987 : 85) nilai budaya terdiri dari konsepsi konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang 20

33 mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara cara, alat alat, dan tujuan tujuan pembuatan yang tersedia Bangunan Bangunan adalah suatu susunan elemen-elemen yang membentuk fungsi untuk mewadahi aktifitas manusia dengan segala komponen yang dibutuhkan dalam aktifitasnya. Ia memiliki bentuk dan dimensi yang dapat menaungi dengan memiliki kekakuan dan kekokohan yang dapat melindungi manusia dan segala aktifitas di dalamnya dari segala gangguan. Karena bangunan berfungsi untuk mewadahi aktifitas manusia maka ia harus mempunyai keadaan yang dibutuhkan oleh manusia yaitu kenyamanan, keamanan, dan efisiensi, serta kebutuhan-kebutuhan manusia yang lain (Soemardjan, 1988 : 101). Berdasarkan definisi tersebut, hampir semua bentuk yang didirikan atau dibangun dapat disebut sebagai bangunan, seperti gedung, rumah, jembatan, jalan, tugu, kios, warung dan banyak lagi contoh yang dapat disebutkan. Namun, dilihat dari arti yang lebih khusus bangunan harus memenuhi syarat-syarat khusus, sehingga ia benar-benar dapat disebut sebagai bangunan. Syarat-syarat itu meliputi fungsi, ukuran dan bentuknya, serta sifatnya. Dalam kenyataannya kita sering melihat yang telah dibangun oleh manusia lebih banyak bangunan dari pada arsitektur. Karena menurut ilmu arsitektur membuat bangunan itu lebih mudah dari pada membuat arsitektur, apalagi arsitektur yang benar-benar mempunyai nilai yang tinggi dan bermutu. Nilai itulah salah satu yang membedakan antara bangunan dan arsitektur. Bangunan ini lebih banyak menjurus pada sifat fungsional. Ia dibangun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ia dimanfaatkan dari segi fungsi fisiknya saja. 21

34 Bangunan sering hanya digunakan untuk tempat-tempat produksi, meskipun tidak selalu demikian. Misalnya pabrik, galangan, bangsal, penjara, tenda, bengkel, gudang, serta masjid sering menggunakan yang disebut bangunan, walau ada juga tempat-tempat itu yang dibangun dengan arsitektur dengan nilai seni tinggi yang tidak kalah menariknya wujud yang lain Masjid Masjid berasal dari kata sajada yang artinya tempat sujud atau tempat menyembah Allah swt. Secara teknis sujud (sujudun) adalah meletakkan kening ke tanah. Secara maknawi, jika kepada Tuhan sujud mengandung arti menyem-bah, jika kepada selain Tuhan, sujud mengandung arti hormat kepada sesuatu yang dipandang besar atau agung. Sedangkan sajadah dari kata sajjadatun menga-ndung arti tempat yang banyak dipergunakan untuk sujud, kemudian mengerucut artinya menjadi selembar kain atau karpet yang dibuat khusus untuk salat orang per orang (Rochym, 1995 : 32). Oleh karena itu karpet masjid yang sangat lebar, meski fungsinya sama tetapi tidak disebut sajadah. Adapun masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan arti khusus. Masjid dalam arti umum adalah semua tempat yang digunakan untuk sujud dinamakan masjid. Setiap muslim boleh melakukan salat di wilayah manapun terkecuali di atas kuburan di tempattempat najis dan tempat yang menurut syariat islam tidak sesuai untuk dijadikan salat. Rasulullah saw bersabda: Aku diberi lima hal yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumku: aku dimenangkan dengan perasaan takut yang menimpa musuhku dengan jarak sebulan perjalanan, bumi dijadikan bagiku sebagai mesjid dan suci, siapa pun dari umatku yang menjumpai waktu shalat maka shalatlah. (HR.Bukhari 323) 22

35 Sedangkan masjid dalam pengertian khusus adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama salat berjamaah. Pengertian ini juga mengerucut menjadi, masjid yang digunakan untuk salat jum at disebut masjid Jami`. Karena salat jum at diikuti oleh orang banyak maka masjid Jami` biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan untuk salat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat umum, dan biasanya tidak terlalu besar atau bahkan kecil sesuai dengan keperluan, disebut Musholla, artinya tempat salat. Di beberapa daerah, musholla terkadang diberi nama langgar atau surau Laksamana Cheng Hoo Pada tahun 1405, delapan puluh tujuh tahun lebih sebelum penjelajahan Columbus, seorang pelaut muslim Cina, laksamana Zheng He atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Cheng Hoo telah lebih dahulu mengarungi lautan dunia dengan jarak tempuh yang lebih panjang dan lebih luas dibanding seorang penjajah Colombus. Kapal yang digunakan Cheng Hoo dengan panjang 400 kaki adalah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kapal Columbus yang panjangnya hanya 85 kaki. Cheng Hoo melakukan penjelajahan dunia sebanyak tujuh kali dari tahun 1405 sampai Kapal-kapal Cheng Hoo mengunjungi Nusantara, Thailand, India, Arabia, dan Afrika Timur. Bahkan ada beberapa spekulasi yang mengatakan bahwa Cheng Hoo juga mencapai benua Amerika, meskipun banyak diragukan ahli lain karena kurang didukung bukti-bukti sejarah yang meyakinkan. Penjelajahan Cheng Hoo bukanlah suatu upaya untuk melakukan penaklukan atau penjajahan terhadap bangsa-bangsa lain oleh bangsa Cina. Perjalanan Cheng Hoo lebih merupakan upaya untuk mengenal bangsa-bangsa lain dan menjalin kerjasama perdagangan dan 23

36 ekonomi. Cheng Hoo membawa hadiah kepada bangsa lain seperti emas, perak, porselin, dan sutera. Laksamana Cheng Hoo sebagai seorang muslim telah banyak mengadakan kegiatan agama islam baik di negerinya sendiri maupun orang lain selama dalam perjalanan mengemban misi perdamaian dan persahabatan. Sebagai laksamana yang menganut agama Islam, Cheng Hoo mengambil inisiatif untuk menyebarkan agama islam di negara-negara yang dikunjunginya. Dalam hal ini, peran Cheng Hoo sangat besar bagi perkembangan dan penyebaran islam, tidak terkecuali di Indonesia yang daerahnya sudah dikunjungi selama 7 kali pelayarannya (Groeneveldt, 1960 : 21). Kunjungan muhibah Cheng Hoo ke Indonesia terjadi pada enam abad yang lalu, namun kisahnya masih segar dan menarik di kalangan masyarakat Indonesia. Cerita-cerita yang tersiar dari mulut ke mulut, generasi ke generasi mencerminkan rasa hormat penduduk setempat sehubungan dengan jasa Cheng Hoo dalam memajukan persahabatan antar bangsa Indonesia dengan bangsa Tionghoa. Di Indonesia banyak sekali peninggalan Cheng Hoo sehingga menjadi legenda yang realistis. Beberapa bukti persinggahan Cheng Hoo di Nusantara yaitu ketika singgah di Kerajaan Samudra Pasai, ia memberikan peninggalan berupa lonceng raksasa bernama Cakradonya. Sekarang lonceng ini di gantung dan diletakkan pada bagian paling depan dari museum Banda Aceh. Kemudian, saat Cheng Hoo berlayar ke Palembang ia membebaskan Kerajaan Sriwijaya dari perompak Cina sehingga masyarakat membangun masjid Cheng Hoo sebagai peringatan akan jasanya. Kemudian Cheng Hoo juga pernah berlabuh di Muara Jati dan menghadiahi beberapa cindera mata khas Cina kepada Sultan Cirebon. Salah satu peninggalannya sebuah piring yang bertuliskan ayat kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon. 24

37 Setiap kali berlayar, banyak awak kapal dari armada Cheng Hoo beragama Islam yang turut serta. Sebelum melaut, mereka melaksanakan salat jamaah. Beberapa tokoh muslim yang pernah ikut adalah Ma Huan, Guo Chongli, Fei Xin, Hassan, Sha'ban, dan Pu Heri. Ma Huan dan Guo Chongli yang fasih berbahasa Arab dan Persia, bertugas sebagai penerjemah Sedangkan Hassan yang juga pimpinan masjid Tang Shi di Xian (Provinsi Shan Xi), berperan mempererat hubungan diplomasi Cina dengan negara islam. Hassan juga bertugas memimpin kegiatankegiatan keagamaan dalam rombongan ekspedisi, misalnya dalam melaksanakan penguburan jenazah di laut atau memimpin salat hajat ketika armadanya diserang badai. Kemakmuran masjid juga tak pernah dilupakan Cheng Ho. Tahun 1413 dia merenovasi masjid Qinging (timur laut Kabupaten Xian). Tahun 1430 masjid San San di Nanjing yang rusak karena terbakar mendapat bantuan langsung dari kaisar. Beberapa sejarawan meyakini bahwa petualang sejati ini sudah menunaikan ibadah haji. Memang tak ada catatan sejarah yang membuktikan itu, tapi pelaksanaan haji kemungkinan dilakukan saat ekspedisi terakhir ( ) dan saat itu rombongannya memang singgah di Jeddah. Selama hidupnya Cheng Hoo memang sering mengutarakan hasrat untuk pergi haji sebagaimana kakek dan ayahnya. Obsesi ini bahkan terbawa sampai menjelang ajalnya. Sampaisampai ia mengutus Ma Huan pergi ke Mekah agar melukiskan Ka'bah untuknya. Muslim pemberani ini pun meninggal pada tahun 1433 di Calicut (India) dalam pelayaran terakhirnya. Untuk mengenang jasa dan kehebatannya dalam berlayar, setiap tahun kelahirannya di Cina mereka mengenang laksamana Cheng Hoo dengan upacara tertentu. Sama halnya dengan di Indonesia, beberapa daerah mendirikan masjid, klenteng/vihara dan lain-lain guna mengenang jasa dari laksamana Cheng Hoo yang pernah singgah ke Nusantara dalam misi kebudayaan dan persahabatan tersebut. 25

38 2.2 Landasan Teori Teori menurut F.M Kerlinger (Rakhmat, 2004 : 6) merupakan himpunan konstruk (konsep), definisi, dan preposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Peran teori dalam sebuah penelitian diumpakan sebagai pemandu seseorang dalam meneliti. Teori juga dinyatakan sebagai sebuah set dari proposisi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena. Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mencermati lebih jauh mengenai teori (Rakhmat, 2004 : 8) yakni: 1. Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri dari konstrak (construct) yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas. 2. Teori menjelaskan hubungan antar variable atau antar konstrak sehingga pandangan yang sistematik dari fenomena fenomena yang diterangkan oleh variable dengan jelas kelihatan. 3. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu berhubungan dengan variable yang lain. Suatu kajian atau analisis sudah sewajarnya memakai landasan teori tertentu, supaya penulis mudah menentukan langkah dan arah analisis. Pembahasan yang utama dalam penulisan ini adalah tentang Kajian Nilai Dan Semiotik Budaya Pada Bangunan Masjid Cheng Hoo Di Palembang melalui teori Semiotik Budaya dan teori Nilai Budaya. Penulis memilih teori 26

39 Semiotik karena di dalam kajian Semiotik penulis dapat mengetahui dan menganalisis garis besar suatu tanda atau gaya bangunan. Sedangkan teori nilai budaya karena penulis dapat memahami suatu makna tersirat yang ada dalam tiap simbol khusus Teori Semiotik Budaya Semiotik (semiotika) berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut dianggap mewakili sesuatu objek secara representatif. Istilah semiotik sering digunakan dengan bersama dengan istilah semiologi. Istilah pertama merujuk pada sebuah disiplin sedangkan istilah kedua merujuk pada ilmu tentangnya. Baik semiotik atau semiologi sering digunakan bersamasama, tergantung di mana istilah itu populer (Endraswara, 2008:64). Lebih jauh lagi, menurut Sudjiman (1992:5) semiotik adalah studi tanda dan segala yang berhubungan denganya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya Semiotik dapat menjelaskan persoalan yang berkaitan dengan lambang, penggunaan lambang, pemaknaan pesan dan cara penyampaiannya. Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkaitan dengan sebuah tanda dan simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengetahui cara memaknai sebuah bangunan. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki ketika tandatanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia. Teori semiotik mengarahkan perhatiannya pada tanda, yakni sesuatu yang mewakili sesuatu. Secara lebih khusus kita dapat mengatakanbahwa sesuatu yang diwakili itu adalah 27

40 pengalaman manusia, baik pengalaman fisik maupun pengalaman mental. Pengalaman ada yang bersifat langsung dan tidak langsung. Pengalaman tak langsung dialami melalui tanda. Dalam sejarah perkembangan teori semiotik ini, maka muncullah berbagai pakar di bidangnya masing-masing. Selain Saussure, terdapat pula pakar lain yaitu: Pierce. Kemudian ada pula Roland Barthes, Michael Riffaterre, Malinowski, Halliday, Ruqaiyah, Endaswara, Yasraf Amir Piliang, van Zoet, Panuti Sudjiman, Littlejohn, dan masih banyak lagi yang lainnya. Terlepas dari berbagai paham dalam perkembangan teori semiotik ini, maka dalam konteks penilian terhadap makna dan nilai budaya Masjid Cheng Hoo di Palembang, penulis menggunakan teori semiotik yang dikemukakan oleh Sander Pierce, terutama untuk kajian budaya. Selanjutnya oleh beberapa pakar semiotik, teori ini disebut dengan semiotik kebudayaan. Bagi Pierce, tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu. Dalam teori semiotik ada yang disebut proses semiosis, yakni proses pemaknaan dan penafsiran atas benda atau perilaku berdasarkan pengalaman budaya seseorang. Dalam melihat kebudayaan sebagai signifying order, kita dapat membedakan empat faktor yang berkaitan satu sama lain dan perlu diperhatikan, yaitu: (1) jenis tanda (ikon, indeks, lambang), (2) jenis sistem tanda (bahasa, musik, gerakan tubuh, dan lukisan), (3) jenis teks (percakapan, grafik, lagu/lirik, komik, dan lukisan), dan (4) jenis konteks situasi yang mempengaruhi makna tanda (psikologis, sosial, historis, dan kultural). Semiotik dan hubungannya terhadap budaya sangat erat. Dalam hal ini kajian budaya tersebut dilihat dari tanda atau semiotik terhadap suatu hal. Pada semiotik strukturalis perannya sangatlah jelas dalam kajian budaya. Pada Pierce, semiotik lebih diarahkan pada pemahaman 28

41 tentang bagaimana kognisi manusia memahami apa yang berada di sekitarnya, baik lingkungan sosial, alam, maupun jagat raya. Dalam lingkungan sosial yang berkaitan dengan budaya, semua kegiatan atau aktifitas merupakan sebuah tanda atau identitas mereka. Seperti yang kita ketahui, kebudayaan merupakan sesuatu yang cakupannya sangat besar, dimulai dari lingkungan sosial, lingkungan alam, tingkah laku, maupun kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan oleh seseorang. Kita melihat penggunaan semiotik untuk memahami kebudayaan manusia, sebagai teori tentang tingkah laku manusia (human behavior). Jika dalam suatu lingkungan terdapat bendabenda sebagai tanda mereka suatu kumpulan masyarakat, maka dapat disimpulkan kegiatan apa yang dilakukan sebagai masyarakat kebudayaan itu. Dalam tulisan ini, di lingkungan tersebut terdapat rumah tahfiz, bedug, Al-Qur an. Kubah, bangunan gaya kelenteng, menara, gerbang, ukiran khas Cina, ayat-ayat suci Al-Qur an di dinding bangunan, dan seterusnya, maka dapat kita lihat dan tafsirkan bahwa lingkungan ini adalah pusat pendidikan dan ibadah agama Islam, yang juga diekspresikan dengan gaya budaya Tionghoa. Dalam konteks penelitian ini penulis menggunakan teori semiotik oleh Barthes. Penulis mengkaji makna-makna pada tiap gaya bangunan, yang mencakup: (a) bangunan masjid (b) menara lima tingkat; (c) atap; (d) pintu; (e) simbol segi empat; (f) bedug, (g) warna pada bangunan (h) gerbang; (i) kubah (j) pagar dan lain-lainnya sebagai pendukung struktural bangunan masjid. Dalam kajian ini, penulis perlu mengkaji fenomena budaya (khususnya keberadaan Masjid Cheng Hoo di Palembang) dengan perspektif semiotik. Seperti diketahui bahwa semiotik adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna. 29

42 2.2.2 Teori Nilai Budaya Dalam konteks menganalisis nilai-nilai budaya yang terkandung dalam bangunan Masjid Cheng Hoo di Palembang, penulis menggunakan teori nilai budaya seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Menurutnya nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi dan misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi. Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu: 1. Simbol-simbol, slogan (moto) atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas), 2. Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat simbol atau tersebut, 3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat) (Koentjaraningrat, 1987:85). 2.3 Tinjauan Pustaka Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2008:1731 ) tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dsb). Sedangkan pustaka adalah kitab, buku, primbon. Dalam menyelesaikan penelitian ini,dibutuhkan kepustakaan yang relevan karena hasil dari suatu karya ilmiah harus bisa dipertanggung jawabkan dan harus memiliki data yang kuat dan memiliki hubungan dengan yang diteliti Penelitian Terdahulu 30

43 Ada beberapa sumber pustaka atau hasil penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang analisis semiotik atau makna gaya tipe bangunan Tionghoa baik di kota Medan atau tempattempat lainnya. Adapun beberapa tinjauan pustaka yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut: (1) Rudiansyah menulis skripsi sarjana pada FIB USU berjudul Makna dan Tipologi Rumah Tjong A Fie di Kota Medan, Dalam penelitiannya memaparkan makna simbolis pada elemen rumah tinggal Tjong A Fie di kota Medan. Skripsi sarjana ini penulis gunakan menjadi bahan pustaka penulis dalam mengkaji makna bangunan Masjid Jami Tan Kok Liong. (2) Elysa Afrilliani juga menulis sebuah skripsi sarjana, sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi pada Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (FIB USU). Skripsi tersebut berjudul Analisis Semiotik Budaya Terhadap Bangunan Masjid Jami Tan Kok Liong Di Bogor, Dalam penelitiannya memaparkan bentuk dan makna simbolik di tiap ornament masjid. Skripsi sarjana ini penulis gunakan sebagai bahan acuan dalam menulis teori yang digunakan untuk mengkaji gaya bangunan Masjid Cheng Hoo di Palembang. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Deskriptif Dalam pemecahan masalah suatu penelitian diperlukan penyelidikan yang hati-hati, teratur dan terus-menerus, sedangkan untuk mengetahui bagaimana seharusnya langkah penelitian harus dilakukan dengan menggunakan metode penelitian. Metode penelitian adalah suatu teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan atau mencatat data, baik berupa 31

44 data primer maupun data sekunder yang digunakan untuk keperluan menyusun suatu karya ilmiah dan kemudian menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan terdapat suatu kebenaran data-data yang akan diperoleh. Untuk lebih jelasnya ada beberapa pengertian metode penelitian menurut para ahli. Sugiyono (2005: 2) mengatakan Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Sedangkan pengertian menurut I Made Wirartha (2006:68) metode penelitian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan atau mempersoalkan cara-cara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis sampai menyusun laporannya) berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah. Berdasarkan rumusan tujuan sebelumnya, penelitian ini termasuk Metode penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun laporan tugas akhir ini menggunakan metode deskriptif, yaitu yang mengungkapkan gambaran masalah yang terjadi pada saat penelitian ini berlangsung. Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best, 1982:119). Penelitian deskriptif ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Dengan penelitian metode deskriptif, memungkinkan peneliti untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal. Di samping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian dimana pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadan dan 32

45 kejadian sekarang. Mereka melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya. 3.2 Metode Penelitian Kualitatif Pendekatan dalam penelitian ini yaitu kualitatif. Dengan pendekatan ini, data dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk kata-kata. Data dalam penelitian ini yaitu foto-foto ornamen Cina yang terdapat pada Masjid Cheng Hoo di Palembang. Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu mengumpulkan data sekunder dengan metode simak. Penelitian ini menggunakan teknik memotret tampilan dan mencatat secara runtut. Menurut Sukmadinata (2005) dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif, dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka. 3.3 Data dan Sumber Data Data Menurut Mulyanto (2009:15) data didefinisikan sebagai representasi dunia nyata mewakili suatu objek seperti manusia, hewan, peristiwa, konsep, keadaan dan sebagainya yang direkam dalam bentuk angka, huruf, simbol, teks, gambar, bunyi atau kombinasinya. Dengan kata lain, data merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian dan kesatuan yang 33

46 nyata. Data merupakan material atau bahan baku yang belum mempunyai makna atau belum berpengaruh langsung kepada pengguna sehingga perlu diolah untuk dihasilkan sesuatu yang lebih bermakna Sumber Data Sumber data penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah berasal dari narasumber atau yang diwawancarai, yaitu sebagai berikut: Sumber Data Primer : 1. Bapak H. Ahmad Afandi Profesi : Ketua/Dewan Pimpinan Wilayah PITI Sumatera Selatan, Pendiri Masjid Cheng Hoo Palembang dan Pengusaha. Sumber Data Primer : 2. Ibu Merry Effendi Profesi : Administrasi dari Yayasan Masjid Cheng Hoo Palembang Sedangkan sumber data sekunder dari penelitian ini adalah buku-buku, jurnal, artikel, skripsi dan data pendukung lainnya yang berkaitan dengan ornamen khas negara Cina. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Data diperoleh melalui skripsi, tesis, buku sejarah dan kebudayaan Cina, internet, brosur dan artikel, yang kemudian dipilah-pilih. Secara metodologi dikenal beberapa macam teknik pengumpulan data, diantaranya studi dokumentasi, kepustakaan, observasi lapangan, dan 34

47 wawancara. Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan (Abdurrahmat, 2005:104) Dokumentasi Studi dokumentasi adalah langkah-langkah dan cara pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari buku, jurnal, skripsi dan juga mengambil foto serta merekam pembicaraan dengan narasumber. Dalam hal ini penulis menghimpun data-data yang terkumpul kemudian di jabarkan dengan memberikan analisisanalisis untuk kemudian diambil kesimpulan akhir. Dalam konteks merekam dan juga mengambil foto pada objek penelitian, yaitu masjid Cheng Hoo Palembang penulis menggunakan camera DSLR Canon 550D dan Handphone Andorid Samsung Galaxy Tab Wawancara Menurut Koentjaraningrat ( 1993 : ) wawancara terbagi kedalam dua golongan besar, (1) Wawancara berencana dan (2) Wawancara tak berencana. Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara berencana untuk mendapatkan informasi dari beberapa narasumber mengenai Masjid Cheng Hoo di Palembang. Penulis mempersiapkan tape recorder, camera dan daftar pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa. Adapun narasumber tersebut bernama Bapak Haji Ahmad Affandi. Beliau adalah seorang ketua pimpinan wilayah PITI Sumatera Selatan sekaligus pendiri masjid Cheng Hoo Palembang. Beliau banyak mengetahui tentang sejarah berdirinya masjid Cheng Hoo tersebut kemudian makna dan nilai budaya yang ada di tiap gaya bangunan masjid. Beberapa informan lainnya yang juga menjadi pelengkap demi terselesaikannya penelitian ini adalah Ibu Merry Effendi selaku administrasi dari yayasan masjid 35

48 Cheng Hoo Palembang, kemudian Ibu Cahyo Sulistia Ningsih, koko Mulyadi dan koko Deddy Huang Studi Kepustakaan Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaan terhadap buku-buku, literature, catatan dan laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti (Nazir, 1988:111). Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam istilah oleh para ahli, diantaranya yang dikenal adalah: kajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis, dan tinjuan teoritis. Dalam pengumpulan data penulis melakukan beberapa tahapan, yaitu mencari buku, skripsi, jurnal, makalah, artikel, informasi data mengenai ornamen Cina dan mengumpulkannya. Kemudian, mengklasifikasikan berdasarkan bentuk, makna dan fungsinya Studi Lapangan Studi lapangan atau observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan atau peninjauan secara cermat dan langsung di lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti dengan berpedoman kepada objek penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan. Adapun lokasi observasi dilaksanakan di Masjid Cheng Hoo Palembang, tepatnya di Jl. Pangeran Ratu Jakabaring Perumahan Top Rt. 062/rw.017 Kel.15 Ulu Palembang. 3.5 Teknik Analisis Data Dalam proses analisis data penelitian, peneliti melakukan beberapa tahapan sebagai 36

49 berikut : a. Mengklasifikasi Menentukan terlebih dahulu objek yang akan dijadikan data penelitian. Pilihan jatuh pada Masjid Muhammad Cheng Hoo di Palembang. b. Mengelompokkan Dari Masjid Muhammad Cheng Hoo di Palembang ditentukan hal-hal apa saja yang akan dibahas. c. Menganalisis Makna Sesuai Rumusan Masalah Mengumpulkan, mengklasifikasikan, atau mengelompokkan data sesuai bentuk atau strukturnya. d. Menganalisis Nilai Budaya Menganalisis makna budaya dan nilai budaya yang terkandung pada tiap gaya bangunan Masjid Cheng Hoo di Palembang. e. Kesimpulan Menarik kesimpulan makna budaya dan nilai budaya yang diekspresikan pada Masjid Cheng Hoo di Kota Palembang. 37

50 BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA PALEMBANG, BIOGRAFI LAKSAMANA CHENG HOO, RUMAH TAHFIZ, KEGIATAN PITI DAN MASJID CHENG HOO PALEMBANG Pada Bab IV ini penulis mendeskripsikan empat aspek yang saling berkaitan yaitu: (1) gambaran umum kota Palembang sebagai tempat berdirinya masjid Cheng Hoo bersama rumah Tahfiz dan TPA (Tempat Pembacaan Al-Qur an) (2) biografi Laksamana Cheng Hoo, yang pada bahagian ini menjelaskan sejarah masa kecil Cheng Hoo sampai menjadi seorang Laksamana muslim dan peran apa saja yang dilakukannya di Indonesia serta kota Palembang sehingga masyarakat sampai saat ini tetap mengenangnya dan mendirikan tempat ibadah seperti vihara dan masjid dengan nama Laksamana Cheng Hoo (3) rumah Tahfiz dan TPA (Tempat Pembacaan Al- Qur an), dan (4) masjid Cheng Hoo. Keempat hal ini saling terkait dan saling menguatkan dalam konteks mengkaji makna dan nilai budaya yang melekat pada bangunan masjid Cheng Hoo di Palembang. 4.1 Gambaran Umum Kota Palembang Letak Geografis Kota Palembang merupakan kota tertua di Indonesia setidaknya berumur 1382 tahun jika berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti Kedudukan Bukit. Menurut Prasasti yang terukir pada tahun 16 Juni 682 tersebut, saat itu penguasa Sriwijaya mendirikan kampung di daerah yang sekarang dikenal sebagai kota Palembang. Menurut topografinya, kota ini dikelilingi oleh air bahkan terendam oleh air. Air tersebut bersumber baik dari sungai, rawa 38

51 maupun air hujan. Bahkan, saat ini kota Palembang masih terdapat 52,24 % tanah yang yang tergenang oleh air (data Statistik 1990). Kemungkinan karena kondisi inilah maka nenek moyang orang-orang kota ini menamakan kota Pa-lembang dalam bahasa melayu Pa atau Pe berarti kata tunjuk suatu tempat atau keadaan; sedangkan lembang atau lembeng artinya tanah yang rendah, lembah akar yang membengkak karena lama terendam air, sedangkan menurut bahasa melayu lembang atau lembeng adalah genangan air. Jadi, Palembang adalah suatu tempat yang digenangi oleh air. Secara geografis, Palembang terletak pada 2 o 52 sampai 3 o 5 Lintang Selatan dan 104 o 37 sampai 104 o 52 Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan air laut. Luas wilayah Kota Palembang sebesar 400,61 km 2 yang secara administrasi terbagi atas 16 kecamatan dan 107 kelurahan. Letak kota Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera. Selain itu, di kota Palembang juga terdapat sungai Musi, yang dilintasi jembatan Ampera yang berfungsi sebagai sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah. Topografi tanah kota Palembang relatif datar dan rendah. Hanya sebagian kecil wilayah kota yang tanahnya terletak pada tempat yang agak tinggi, yaitu pada bagian utara kota. Sebagian besar tanah adalah daerah berawa sehingga pada saat musim hujan daerah tersebut tergenang. Ketinggian rata-rata antara 0-20 mdpl. Kota Palembang merupakan Ibu Kota Provinsi Sumatera Selatan dengan batas wilayah sebagai berikut : (a) Sebelah Utara; dengan Desa Pangkalan Benteng, Desa Gasing dan Desa Kenten, Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin. 39

52 (b) Sebelah Selatan; dengan Desa Bakung Kecamatan Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir dan Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim. (c) Sebelah Barat; dengan Desa Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin. (d) Sebelah Timur; dengan Balai Makmur Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin. Gambar 4.1 : Peta Kota Palembang Sumber: ( Kota Palembang terdiri dari 16 kecamatan dengan jumlah penduduk jiwa. Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu kecamatan Sukarami (98,56 km 2 ), sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu kecamatan Ilir Barat II (6,5 km 2 ). Kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di kecamatan Ilir Timur I ( jiwa/km 2 ), sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu kecamatan Gandus (899 jiwa/km 2 ) Demografi Masyarakat Jumlah Penduduk Kota Palembang berdasarkan Badan Pusat Statistik dan catatan sipil kependudukan kota Palembang di Januari 2015 sebanyak yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, sedangkan jumlah penduduk pertengahan tahun 2010 berdasarkan hasil SP 2010 dari Badan Statistik berjumlah dengan laju pertumbuhan penduduk berdasarkan SP 2010 terhadap jumlah penduduk tahun 2012 sebesar 1.70%. Terhadap 40

53 jumlah penduduk tersebut masih tampak bahwa penyebaran penduduk kota Palembang masih bertumpu di Kecamatan Ilir Timur II, Kecamatan Seberang Ulu I dan Kecamatan Sukarami. Tingginya penduduk di tiga kecamatan ini karena di kecamatan tersebut merupakan sentra industri dan sentra pendidikan serta dipengaruhi perbatasan dengan kabupaten lain atau daerah pinggiran kota, rincian jumlah penduduk kota Palembang per kecamatan dapat di lihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.1: Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun Kecamatan Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin (Jiwa) Laki-laki Perempuan Jumlah Ilir Barat II Gandus Seberang Ulu I Kertapati Seberang Ulu II Plaju Ilir Barat I Bukit Kecil Ilir Timur I Kemuning Ilir Timur II Kalidoni Sako Sematang Borang Sukarami Alang-alang Lebar TOTAL (Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Palembang, 2015) 41

54 Mayoritas penduduk Palembang kebanyakan adalah etnis Melayu, dan menggunakan bahasa Melayu yang telah disesuaikan dengan dialek setempat yang kini dikenal sebagai bahasa Palembang. Namun, para pendatang seringkali menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari, seperti bahasa Komering, Rawas, dan Lahat. Pendatang dari luar Sumatera Selatan terkadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari dalam keluarga atau komunitas kedaerahan. Namun untuk berkomunikasi dengan warga Palembang lain, penduduk umumnya menggunakan bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Selain penduduk asli, di Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga keturunan, seperti dari K, Minangkabau, Madura, Bugis, dan Banjar. Warga keturunan yang banyak tinggal di Palembang adalah Tionghoa, Arab dan India. Kota Palembang memiliki beberapa wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu komunitas seperti Kampung Kapitan yang merupakan wilayah komunitas Tionghoa dan Kampung Al Munawwar yang merupakan wilayah komunitas Arab. Agama mayoritas di Palembang adalah Islam. Selain itu terdapat pula penganut Katholik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Untuk lebih jelasnya berikut rincian jumlah penduduk menurut agama yang dianut dapat di lihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.2 : Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut Tahun Kecamatan Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut Islam Protestan Katolik Hindu Budha Ilir Barat II Gandus Seberang Ulu I Kertapati Seberang Ulu II Plaju Ilir Barat I

55 Bukit Kecil Ilir Timur I Kemuning Ilir Timur II Kalidoni Sako Sematang Borang Sukarami Alang-alang Lebar TOTAL ( Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Palembang, 2014) Sumber Daya Kondisi perekonomian kota Palembang di tahun 2011 bisa dikatakan mulai stabil seiring dengan membaiknya perekonomian secara global di sepanjang tahun Namun demikian bukan berarti krisis tidak mampu berpengaruh terhadap perekonomian Pemerintah kota Palembang. Beberapa sektor yang menonjol diantaranya adalah sektor pertanian, sektor perikanan dan sektor migas. Tabel 4.3 : Laju pertumbuhan Ekonomi Kota Palembang Tahun Sektor Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran

56 7. Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Perikanan (Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palembang 2012) Sektor pertanian memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian Sumatera Selatan. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB tahun 2010 mencapai 16,85% dengan nominal nilai output sebesar 26,85 trilyun rupiah (ADHK). Cakupan kegiatan pertanian yang ada di provinsi Sumatera Selatan ini terdiri atas beberapa jenis kegiatan. Sehingga untuk dapat menampilkan data lebih rinci, sektor pertanian dikelompokkan dalam beberapa sub sektor yaitu Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan dan Perikanan. Pada tahun 2010 rata-rata produksi padi (padi sawah dan padi ladang) perhektar diprovinsi Sumatera Selatan Mencapai 42,53 kuintal per ha, meningkat sebesar 41,87 kuintal per ha tahun Ditahun 2010 rata-rata produksi padi sawah mencapai 44,06 kuintal per ha, sedangkan rata-rata produksi padi ladang mencapai 29,21 kuintal per ha. Jika dibandingkan pada tahun 2009 sebesar 26,68 kuintal per ha, pada tahun 2010 meningkat sebesar 29,05% atau mencapai ton. Demikian juga pada tahun 2010 padi sawah meningakat mencapai ton. Kenaikannya sebesar 3,23% dibanding tahun lalu. Sumatera Selatan memiliki potensi perikanan yang cukup besar. Hal ini terlihat dari besarnya produksi perikanan. Kondisi alam dengan mengalirnya sungai besar seperti sungai Musi serta daerah perairan laut yang cukup luas merupakan faktor penunjang kelangsungan produksi ikan. Disamping bergantung pada kondisi alam, produksi ikan juga diperoleh dari perkembangan budidaya perikanan. Produksi perikanan menunjukan peningkatan seperti selama kurun waktu Jumlah produksi perikanan tahun 2009 sebesar ,2 ton meningkat menjadi ton ditahun

57 Selain itu, jika dilihat dari peranan sektor migas, pendapatan perkapita penduduk kota Palembang pada tahun 2011 bertambah sebesar Rp ,00. Sedangkan berdasarkan harga berlaku dengan migas pendapatan perkapita penduduk kota Palembang pada tahun 2011 sebesar Rp ,00 atau meningkat sebesar Rp ,00 dari tahun sebelumnya Kehidupan Sosial Suku Palembang atau biasa disebut orang Palembang adalah salah satu masyarakat adat yang menempati kota Palembang provinsi Sumatera Selatan. Suku Palembang memenuhi lebih dari setengah penduduk kota Palembang. Suku Palembang dalam kehidupan mereka terdiri dari 2 kelompok yang membedakan strata sosial mereka, yaitu: (1) Kelompok Wong Jeroo, adalah keturunan bangsawan/hartawan dan stausnya berada setingkat di bawah orang-orang istana dari Kerajaan Palembang, pada masa lalu yang berpusat di Palembang, (2) Kelompok Wong Jabo, adalah rakyat biasa. Ada pendapat yang mengatakan bahwa pada awalnya suku Palembang adalah merupakan hasil dari asimilasi beberapa suku bangsa Arab, Cina dan Melayu, yang bermigrasi ke wilayah Palembang ini pada berabad-abad yang lalu dan hidup berdampingan sekian lama dan terjadi perkawinan campur selama berabad-abad. Dari ketiga suku bangsa ini lah lahir suatu etnik yang disebut suku Palembang yang memiliki budaya dan adatistiadat tersendiri (Notowidagdo, 1977 : 13). 45

58 Namun, beberapa dari masyarakat Palembang lainnya justru menolak hal tersebut, dan mengatakan bahwa suku Palembang adalah suatu komunitas adat tersendiri, dan sebagai penghuni pertama wilayah Palembang jauh sebelum kehadiran bangsa Arab, Cina dan Melayu. Mungkin saja terjadi perkawinan campur antara suku Palembang dengan beberapa suku bangsa pendatang tersebut, tetapi justru beberapa suku bangsa pendatang tersebut lah yang ikut masuk ke dalam budaya dan adat-istiadat suku Palembang. Suku Palembang dalam kesehariannya berbicara dalam bahasa Palembang, yang dikategorikan sebagai bahasa Melayu, yang sering disebut sebagai bahasa Melayu Palembang. Bahasa Palembang ini mirip dengan bahasa Melayu Riau dan bahasa Melayu Malaysia, hanya saja memakai dialek "o". Bahasa Melayu Palembang ini memiliki dua dialeg bahasa, yaitu Baso Palembang Alus dan Baso Palembang Sari-Sari. Kebanyakan masyarakat suku Palembang, suka tinggal di rumah yang dibangun di atas permukaan air. Rumah orang Palembang yang paling populer adalah rumah Limas yang berbentuk rumah panggung dan dibangun di atas air di pinggiran sungai Musi. Orang Palembang termasuk ahli dalam membuat beberapa jenis makanan, beberapa makanan asli buatan orang Palembang yang telah dikenal di Indonesia, adalah pempek, lenggang dan tekwan. Masyarakat suku Palembang, memiliki tradisi yang telah dijalankan selama beberapa abad sebagai pedagang, sebagian kecil menjajakan dagangannya di atas permukaan air sungai Musi dengan menggunakan perahu. Selain menjadi pedagang, orang Palembang juga banyak yang berhasil menduduki sektor penting di pemerintahan Sumatera Selatan, dan juga 46

59 tidak sedikit yang berhasil di perantauan dalam segala bidang, termasuk menjadi pejabat pemerintahan Indonesia dan beberapa sukses bekerja di sektor swasta dan lain-lain. 4.2 Biografi Laksamana Cheng Hoo Tokoh Cheng Hoo atau Zheng He dalam ejaan pinyin bahasa mandarin, merupakan sosok yang sangat menarik dalam sejarah. Tokoh ini sangat terkenal dalam sejarah hubungan antara Cina pada masa kuno dengan negara-negara di wilayah Laut Cina Selatan atau Nanyang menurut sebutan dalam kitab-kitab klasik Cina. Ia adalah seorang pelaut yang handal, dan telah mengadakan pelayaran ke beberapa wilayah di luar Cina sebanyak tujuh kali (Utomo, 2008 : 20). Dari ketujuh pelayaran itu, Cheng Hoo lima kali singgah di Indonesia. Wilayah yang dikunjunginya adalah Jawa (enam kali), Samudera Pasai (sekarang Lhok Seumawe, lima kali) Lambri (Lamuri, Aceh, tujuh kali) dan Palembang (empat kali). Sejarah Resmi Dinasti Ming buku 304 Ming Shih (Utomo, 2008 : 3) mengatakan Cheng Hoo (Zheng He Zhuan) tokoh sejarah yang terkenal itu lahir pada tahun 1371 Masehi (Tahun Hong Wu ke 4) di desa He Dai, Kabupaten Kunyang, Provinsi Yunan dari marga Ma, suku Hui 3 yang mayoritas beragam Islam. Cheng Hoo dilahirkan sebagai putera kedua dari Ma Hazhi (Haji Ma) yang beragama Islam. Ia bersaudara lima orang, dengan seorang saudara lakilaki dan empat orang perempuan. 3 Di Cina terdapat lebih dari 140 juta penduduk dari 10 suku bangsa yang beagama Islam. Termasuk etnis Huizu, Uygur, Kirgiz, Tajik, Uzbek, Tatar dan lain sebagainya. Penduduk Islam tinggal merata di seluruh Cina. Termasuk provinsi Gansu, Qinghai, Xinjiang, Ningxia dan wilayah otonomi Yunan. Suku di Cina yang pertama kali memeluk agama Islam adalah suku Hui Chi. (Tien, 1979 : 72). 47

60 Gambar 4.2 : Laksamana Cheng Hoo Sumber: ( Pada tahun kelahirannya, Kaisar Ming pertama sedang mengerahkan seluruh daya dan usaha untuk mempersatukan kembali Cina di bawah kekuasaan Ming setelah Dinasti Yuan atau Mongol ( Masehi) runtuh. Walaupun Ming telah menguasai keadaan, belum seluruh daratan Cina berhasil ditaklukkan, dan Yunan termasuk salah satu daerah yang dengan gigih ingin terus mempertahankan kemerdekaannya dan tidak bersedia tunduk kepada pemerintahan pusat di Peiping. Pada tahun 1382 Masehi ketika Cheng Hoo berusia 11 tahun, tentara Ming berhasil menaklukkan Yunan. Pada tahun itu juga ayah Cheng Hoo jatuh sakit dan meninggal dunia, dan karenanya keluarga itu menghadapi masa-masa yang sangat sulit. Pada tahun 1383 Masehi, Cheng Hoo melarikan diri ke ibukota Beijing yang pada masa itu masih bernama Peiping. Di ibukota ia mengabdi kepada putera keempat Kaisar Ming sebagai seorang kasim 4 (orang kebiri). Dalam usianya yang ke-20 (1391), ia mengabdi pada putera mahkota Yen, yaitu Zhu Di (putra keempat Kaisar Hung-Wu) sebagai seorang kasim (orang kebiri). Pada tahun 1403 Zhu Di ditabalkan menjadi Kaisar Ch eng-tsu (Yung-lo). Ma Ho (nama sebelum Cheng Hoo) termasuk orang yang berpendidikan, ia mempelajari pengetahuan seni-perang, dan ia membedakan dirinya sendiri dalam penumpasan pemberontakan di Yunan. Karena prestasinya itu, pada tahun 1404 ia 4 Kasim atau orang kebiri adalah laki-laki yang telah kehilangan kesuburannya karena buah zakarnya telah dibuang (dengan sengaja atau karena kecelakaan) atau karena sebab-sebab lain dan tidak berfungsi. Selama beribu-ribu tahun orang kasim melakukan berbagai fungsi di berbagai kebudayaan seperti pelayan istana atau pelayan rumah tangga yang sejenis, penyanyi laki-laki dengan suara tinggi, petugas-petugas keagamaan khusus, pejabat pemerintah, komandan militer, dan pengawal kaum perempuan. 48

61 mendapat perhatian Kaisar sehingga memberikan julukan Cheng, dan ia diangkat sebagai Laksamana Besar yang bertugas membawahi para Laksamana. Cheng Hoo mengabdi dengan setia kepada tuannya dan ketika Zhu Di mengibarkan panji-panji peperangan, ia turut dalam berbagai pertempuran dan berjasa besar. Karena jasanya itu ia kemudian dihadiahi pangkat T ai-chien (San-pao T ai-chien = Kasim Agung San-pao). Raja Yen berhasil mengalahkan musuh-musuhnya dan naik tahta di Kaisar Ming dengan menggunakan gelar Zhu Di. Beberapa tahun setelah bertahta, ia kemudian memutuskan untuk mengirim ekspedisi laut terbesar yang pernah dilancarkan sepanjang sejarah Cina. Menurut Kaisar, pemimpin ekspedisi tersebut haruslah seorang yang dapat dipercaya dan berbakat menjadi panglima, karena ia akan membawahi puluhan ribu orang pelaut serta ratusan kapal besar dan kecil. Kaisar kemudian menunjuk Cheng Hoo untuk memikul tugas berat itu. Ternyata pilihan Kaisar tidak keliru, karena terbukti sebagai hasil ekspedisi pelayaran pertama para utusan dari luar negeri berduyun-duyun mengunjungi Cina. Mereka berasal dari negaranegara yang pernah dikunjungi Cheng Hoo dan armadanya. Karena keberhasilannya itu Kaisar menyerahkan pimpinan tertinggi atas enam pelayaran berikutnya kepada Cheng Hoo. Nama Cheng Hoo dan nama Kaisar Cina tersebut harum di kalangan puluhan negara asing sampai jauh di luar perbatasan Cina (Utomo, 2008 : 6-7). Mengenai alasan di balik titah Kaisar tersebut, paling tidak ada beberapa faktor sebagai latar belakang mengapa pelayaran itu perlu dilakukan. Salah satunya adalah ketika itu Dinasti Ming sebagai penguasa pribumi Han yang baru saja berdiri dan berhasil meruntuhkan Dinasti Mongol (Yuan, Masehi), perlu memamerkan keperkasaan (show of force) dan 49

62 kemegahan Kaisar Cina di kerajaan-kerajaan luar Cina. Ia juga berniat untuk mencari jejak seorang pemberontak yang diduga lari ke selatan. Kedatangan Cheng Hoo ke beberapa tempat di nusantara, seperti Ko-erh-hsi (Gresik), Chang-ku (Canggu), Chung-chia-lo (Hujung galuh), Man-che-po-I (Majapahit), P o-lin-pang (Palembang), Nan-p o-li (Lambri, Banda Aceh), Na-ku-erh (Nakur), Li-tai (Lide), dan Su-menta-la (Samudra) pada tahun sesungguhnya merupakan misi kebudayaan utusan Kaisar Cina, bukan misi kapal meriam yang merupakan unjuk kekuatan. Bahkan di Palembang turut membantu menumpas perompak Tionghoa yang bernama Ch en Tsu-i. Hubungan khusus antara Cina dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara baik mengenai perdagangan maupun persahabatan (politik dan agama) banyak diberitakan dalam sumber Tionghoa (Groeneveldt, 1960 : 115). Pada tahun 1379 ada hubungan antara Cina dengan kerajaan di bagian timur Sumatera yang disebut San Fo-ch I, suatu nama yang diidentifikasikan dengan Palembang. Tentang lawatan Laksamana Cheng Hoo ke San Fo-ch I juga diceritakan dalam Ming Shih. Disebutkan bahwa pada tahun 1405 Palembang ada di bawah kekuasaan Chao-wa (Jawa atau Majapahit), tetapi Kaisar Cina memerintahkan Melaka untuk mengakui kekuasaan Palembang (Mills, 1970 : 52). Palembang sebagai kota dagang dan bekas ibukota Sriwijaya telah tenggelam dan tunduk kepada kekuasaan Majapahit setelah ekspedisi Tumasik tahun (Wolters, 1970 : 76-77). Meskipun Majapahit telah menundukkan Palembang, tetapi tidak memperhatikan daerah yang telah ditaklukkannya. Akibatnya, di Palembang terjadi kekacauan dan sempat menjadi sarang perompak yang dipimpin oleh Liang Tau-ming (Groeneveldt, 1960 :71). 50

63 mengatakan : Ming Shih buku 324 pada tahun Masehi (dalam Groeneveldt, 1960 : 71) Ketika San Fo Ji (San-fu-ch i) mengalami kejatuhan, seluruh kerajaan menjadi kacau dan Chao-wa (Majapahit) tidak menghiraukan daerah taklukannya. Karena itulah Palembang dikuasai oleh seseorang dari Nan-hai (Canton) yang bernama Liang Tau-ming, Ia datang ke Palembang dengan membawa beberapa ratus orang yang berasal dari Fukien dan Canton Sejak tahun 1397 Palembang tidak dikuasai perompak Tionghoa yang datang dari Nanhai (Canton). Kemudian pada tahun 1407, Palembang berhasil dibebaskan oleh armada Ming yang dipimpin oleh Cheng Hoo (Groeneveldt, 1960 :74). Menurut penuturan Ma Huan, Cheng Hoo singgah di Palembang untuk pertama kalinya dalam pelayarannya yang pertama ( ) dengan tujuan untuk menangkap seorang perompak Ch en Tsu-i beserta pengikutnya yang menyingkir dari Provinsi Fujian. Perintah Kaisar Ming pertama itu didasarkan pada laporan dari seorang Tionghoa lain yang tinggal di Palembang bernama Shih Chin Ch ing. Ch en Tsu-i sangat kaya dan kekayaannya itu didapat dari pekerjaannya sebagai perompak yang menyerang kapal-kapal pembawa harta yang lewat perairan dekat Palembang. Cheng Hoo dan pasukannya berhasil menangkap Ch en Tsu-i dan membawanya kembali ke Cina. Ia kemudian dihukum mati dihadapan Kaisar. Setelah Chen Tsu-i dihukum, sebagai tanda terima kasih Kaisar menghadiahi Shih Chin-ch ing dengan mengangkatnya sebagai gubernur di Palembang (Mills, 1970 : 100). Pada ekspedisi kedua tahun Cheng Hoo disertai oleh Wang Ching-hung dan Hou Hsien. Pada ekspedisi kedua ini jelas disebut nama tempat atau negeri yang dilawat, tetapi Palembang tidak disebut. Pada ekspedisi ketiga tahun itu tidak disebut mengunjungi Palembang dan baru pada ekspedisinya yang keempat tahun Cheng Hoo melawat 51

64 Palembang lagi setelah mengunjungi Champa, Kelantan, Pahang, Jawa, kemudian San Fo-ch i (Palembang) dan terus ke Melaka, Aru, Samudra, Lambri, Ceylon, Kayal, Kepulauan Maladeva dan Hormuz. Pada ekspedisi keempat inilah Ma Huan pertama kalinya bertugas sebagai juru bicara, penerjemah dan pembuat laporan (Mills, 1970 : 13). Pada ekspedisi kelima Cheng Hoo yang disertai Ma Huan sempat melawat ke Palembang setelah Champa, Pahang, Jawa dan seterusnya. Pada ekspedisi Cheng Hoo yang keenam ( ), armadanya tidak mengunjungi Palembang. Berita ekspedisi yang ketujuh ( ) disebutkan jumlah orang dari berbagai pekerjaan meliputi dan lebih dari 100 kapal besar sempat melawat ke Palembang lagi dan dikabarkan juga berlayar ke Mekkah. Dari buku Ying-yai Sheng-lan karya Ma Huan (Utomo, 2008 : 20) mengatakan jelas sekali dari tujuh kali ekspedisi Laksamana Besar Cheng Hoo lawatannya ke Palembang dilakukan sebanyak empat kali, yaitu pada ekspedisi pertama, keempat, kelima dan ketujuh. Agaknya Palembang dianggap sebagai tempat yang penting, dan mungkin sudah banyak dihuni oleh komunitas Tionghoa. Berita Tionghoa abad ke-7 Masehi sudah menyebutkan adanya hubungan dagang, politik dan agama dengan Kaisar Cina. Dengan kehadiran orang-orang Tionghoa diantaranya dari Kuang Tung (Guangdong), Chang (Chou), Ch uan (Chou), dan dari daratan Cina selatan seperti daerah sekitar Yunan tempat asal Laksamana Cheng Hoo dan Ma Huan yang sudah banyak pemeluk agama Islam, maka orang-orang Tionghoa yang datang dan kemudian bermukim di Palembang mungkin sebagian merupakan komunitas muslim Tionghoa. Cheng Hoo memang seorang muslim, tetapi dalam kaitannya dengan misi kebudayaan yang diembannya dia tidak khusus menyebarkan agama Islam. Sesuai dengan hadist yang 52

65 diriwayatkan oleh Bukhari 5 Muslim tentang da wah : Dari Rasulullah SAW sampaikanlah tentang kebenaran walaupun hanya satu ayat, maka Cheng Hoo dalam perjalanan nya ia berkewajiban menyampaikan tentang Islam kepada penduduk daerah atau kota yang dikunjunginya (Utomo, 2008 : 21). Disamping itu, sebagai seorang muslim ia dan juga anak buahnya berkewajiban menjalin tali silaturahim dengan sesama muslim di nusantara. Pada saat ini sebagian besar masyarakat Tionghoa di Indonesia dan Malaysia, menganggap bahwa Cheng Hoo khusus menyebarkan agama Islam. Padahal tidak demikian faktanya. Misi utama Cheng Hoo adalah kebudayaan, sedangkan penyebaran Islam hanya merupakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Laksamana Cheng Hoo meninggal di usia 62 pada tahun 1433 Masehi di Kozikhode, India di pelayaran terakhirnya. Walaupun sang Laksamana muslim pemberani tersebut telah gugur, namun paham dan ajaran untuk mempersatukan tali silaturahmi Islam tidak terputus, bahkan masyarakat Indonesia membentuk beberapa komunitas islam salah satunya adalah PITI. Demikian populernya di Indonesia, oleh sebagian masyarakat Tionghoa nama Laksamana ini dipakai sebagai nama vihara (kelenteng) di Semarang, yaitu kelenteng Sam Po Kong. Sementara itu, masyarakat Tionghoa yang beragama Islam yang bergabung dalam Pembina Iman Tauhid Indonesia atau Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) dipakai untuk menamakan masjid di Surabaya, Pandaan (Pasuruan), Batam dan di kawasan Jaka Baring (Palembang), yaitu masjid Al-Islam Muhammad Cheng Hoo Sriwijaya. 5 Sebagai intelektual muslim yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari dikenal sebagai pengarang kitab yang produktif. Karya-karyanya tidak hanya dalam disiplin ilmu hadist, tapi juga ilmu-ilmu lain, seperti tafsir, fikih, dan tarikh. Fatwa-fatwanya selalu menjadi pegangan umat Islam sehingga ia menduduki derajat sebagai mujtahid mustaqil (ulama yang pendapatnya independen), tidak terikat pada aturan tertentu, sehingga mempunyai otoritas tersendiri dalam berpendapat dalam hal hukum (Hendropuspito, 1983 : 10). 53

66 4.3 Rumah Tahfiz Atau TPA (Taman Pendidikan Al-Qur an) Tahfiz Al-Qur an terdiri dari dua kata yaitu Tahfiz dan Al-Qur an. Kata Tahfiz berasal dari bahasa Arab masdar ghoir mim dari kata ا ظ ظ ف ح ت - ظ ظ ف ظ ف yang mempunyai arti menghafalkan. Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf (dalam Rochym, 1995 : 140) definisi Tahfiz atau menghafal adalah proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar. Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal. Sedangkan kata Al-Qur an memiliki dua pengertian baik secara Etimologi maupun Terminologi. 1. Pengertian Etimologi (bahasa) Secara bahasa, Al-Qur an berasal dari bahasa Arab, yaitu qaraa yaqrau quraanan yang berarti bacaan. Hal itu dijelaskan sendiri oleh Al-Quran dalam Surah Al-Qiyamah ayat : (١٨) ج ه ن ر م ا عا ٱ ه ن ر م ا ذ إ (١٧) ج ۥ ه ن ر م ج ۥ ه ع م ا ن ف ل ت ن Artinya : Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. (QS. Al-Qiyamaah 17-18) 2. Pengertian Terminologi (istilah) Secara terminology, Al-Qur an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat yang tertulis dalam lembaran-lembaran, yang diriwayatkan secara mutawattir dan membacanya merupakan ibadah. 54

67 Setelah melihat pengertian tahfidz/menghafal dan Al-Qur an diatas dapat disimpulkan bahwa menghafal Al-Qur an adalah suatu proses untuk memelihara, menjaga dan melestarikan kemurnian Al-Qur an yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. diluar kepala agar tidak terjadi perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga dari kelupaan baik secara keseluruhan ataupun sebagiannya. Merenung dan memahami makna makna Al-Qur'an merupakan tingkatan yang paling tinggi, akan tetapi orang yang membaca Kitabullah (dengan) tidak mengetahui artinya bukan berarti (kemudian) dia meninggalkan bacaan Al-Qur'an dan hafalannya. Maka membaca Al- Qur'an itu ibadah, terlepas dari tadabbur (merenungkan maknanya). Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda : "Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur'an maka baginya kebaikan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, lam satu huruf, mim satu huruf." (Shahih HR.Tirmidzi) Dalam rangka penelitian ini, penulis mengkaji Rumah Tahfiz masjid Cheng Hoo sebagai objek penelitian utama yang akan dibahas. Rumah Tahfiz masjid Cheng Hoo yang dibangun oleh Bapak Haji Ahmad Affandi selaku dewan pimpinan wilayah PITI Sumatera Selatan memiliki bentuk dan tujuan dibangunnya Rumah Tahfiz tersebut. Menurut penjelasan beliau, rumah Tahfiz ini mengkhususkan santri yang berasal dari warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang baru memeluk agama islam (mualaf) dan anak-anak. Kegiatan rumah Tahfiz ini lebih terfokus dapat memberikan pengetahuan mengenai islam kepada mualaf Tionghoa serta mengajarkan cara membaca Al-Qur an dengan baik dan benar Tujuan Rumah Tahfiz 55

68 Konsep pendidikan rumah Tahfiz adalah miniatur pesantren yang memfokuskan santri untuk menghafal Al-Qur an. Konsep yang ditemui di masjid Cheng Hoo yaitu semua santri menginap dalam satu rumah atau asrama pendidikan dengan menggunakan satu konsep atau metode yang dikenal Daqu Methode-Methode Daarul Qur an. Dengan konsep seperti ini diharapkan setiap santri mampu belajar mandiri, memiliki kompetensi dan potensi yang berbeda dengan santri yang lainnya terutama mampu menghafalkan Al-Qur an 30 juz. Selain mempelajari Al-Qur an dari sisi tafsir dan hikmahnya, yang tak kalah penting bahkan sangat penting adalah mempelajari bagaimana cara membacanya dengan benar dan tartil. Karena ayat-ayat Al-Qur an senantiasa kita baca dalam setiap kesempatan ibadah yang diperintahkan oleh Allah Swt, terutama pada saat ibadah salat lima waktu, membaca ayat-ayat Al-Qur an secara tartil menjadi kewajiban yang harus ditunaikan. Berdasarkan pentingnya mempelajari membaca Al-Qur an secara benar dan tartil, kemudian kenyataan yang didapati pada saat ini bahwa masih belum banyak yang ikut berkecimpung dalam penyelenggaraan pendidikan Tahsin dan Tahfiz Al-Qur an, karena itu anggota kepengurusan PITI Sumatera Selatan memiliki ide untuk membangun rumah Tahfiz yang berada di areal komplek masjid Cheng Hoo. Sehingga pihak PITI berharap masyarakat akan terbebas dari buta huruf Al-Qur an, dapat membaca Al-Qur an dengan benar-tartil, dan ikut menjaga kelestarian Al-Quran dengan menghafalkannya Rumah Tahfiz Masjid Cheng Hoo Palembang Rumah Tahfiz di kawasan masjid Cheng Hoo ini didirikan oleh bapak Haji Ahmad Affandi selaku ketua dewan pimpinan wilayah PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) 56

69 Sumatera Selatan. Seiring pembangunan dengan masjid Cheng Hoo, ide rumah Tahfiz ini telah terencanakan dan menjadi keunggulan dengan masjid lainnya di Indonesia. Selain mengajarkan pendidikan membaca Al-Qur an dengan benar, rumah Tahfiz ini sekaligus menjadi media bagi orang-orang yang ingin belajar dan mengetahui lebih banyak tentang islam terutama kepada mualaf etnis Tionghoa di Palembang, masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan masjid Cheng Hoo maupun yang tinggal di kota Palembang. Gambar 4.3 : Rumah Tahfiz (Taman Pendidikan Al-Qur an) (Dokumentasi : Tri Suratno, 2016) Aktivitas di rumah Tahfiz ini hanya ada di hari senin sampai jum at usai melaksanakan salat ashar dan salat maghrib. Ustad dan Ustadzah selalu hadir di kegiatan rumah Tahfiz dan memberikan tausiah atau pencerahan juga pengajaran Al-Qur an kepada santri atau masyarakat yang hadir. Rumah ini terkadang menjadi tempat berkumpul anggota PITI Sumatera Selatan untuk membahas organisasi atau kepengurusan PITI. Rumah Tahfiz Al-Qur an ini berada di kawasan masjid Cheng Hoo (tepat di sebelah kanan bangunan utama), terletak di Jalan Pangeran Ratu Jakabaring Perumahan Top Rt.062/rw 017 Kelurahan 15 Ulu Palembang. Lokasi rumah Tahfiz dan masjid Cheng Hoo ini tidak jauh dari pusat kota Palembang, hanya menyebrangi jembatan Ampera dan berlokasi sebelum stadion Gelora Sriwijaya. Rumah Tahfiz ini berdiri di atas lahan seluas meter persegi milik organisasi PITI Sumatera Selatan. 57

70 4.4 Kegiatan PITI Sumatera Selatan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) atau dahulu kala disebut Pembina Iman Tauhid Islam adalah sebuah organisasi islam di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tanggal 14 April 1961 di Jakarta. Ketua umum PITI sekarang adalah Bapak Haji Ramdhan Effendi atau biasa dipanggil Anton Medan atau Tan Kok Liong yang menjabat dari tahun 2012 sampai 2017 dan berlokasi di kota Bogor, Jakarta. Program PITI adalah menyampaikan tentang (dakwah) islam khususnya kepada masyarakat keturunan Tionghoa dan pembinaan dalam bentuk bimbingan kepada muslim Tionghoa dalam menjalankan syariah islam. Selain itu, PITI juga berfungsi sebagai tempat singgah, tempat silahturahmi untuk belajar ilmu agama dan cara beribadah bagi etnis Tionghoa yang tertarik dan ingin memeluk agama Islam serta tempat berbagi pengalaman bagi mereka yang baru masuk Islam. Salah satu sarana yang sangat strategis dan potensial untuk mewudujkan program kerja PITI diantaranya yaitu membangun masjid, pesantren dan lain-lain. Seperti di kota Bogor, masjid bergaya Cina Tan Kok Liong dan pesantren At Taibin adalah gagasan dari Anton Medan selaku ketua PITI yang bertujuan mendidik dan memberikan arahan mengenai islam khususnya kepada etnis Tionghoa muslim dan mantan narapidana di Bogor. PITI Sumatera Selatan yang diketuai oleh Bapak Haji Ahmad Afandi dan 11 anggota lainnya juga memiliki visi dan misi kebudayaan islam. Masjid Cheng Hoo selain berfungsi sebagai tempat salat, juga digunakan sebagai tempat berkumpul PITI untuk membahas organisasi usai salat jum at. Kemudian, Tausiah setelah salat dzuhur yang dibawakan Ustad, pengajian ibuibu warga setempat, pengajian bapak-bapak usai salat subuh, takjil di bulan Ramadhan, Nuzul Al- 58

71 Qur an, Pesantren dan Tahfiz Al-Qur an juga merupakan program PITI Sumatera Selatan lainnya yang selalu dilakukan di hari biasa dan bulan puasa. Namun, mengajarkan ilmu islam kepada mualaf Tionghoa merupakan program utama dari PITI. 4.5 Masjid Cheng Hoo Palembang Masjid Cheng Hoo Palembang merupakan salah satu dari masjid bergaya Cina yang ada di Indonesia. Masjid Cheng Hoo lainnya berada di Surabaya, Pandaan, Batam dan lain-lain. Namun, masjid di Palembang ini merupakan masjid terbesar di Indonesia dengan gaya arsitektur Cina. Masjid Cheng Hoo Palembang ini terletak di bagian Ulu Palembang dan menjadi tempat favorit wisatawan dari luar kota serta mancanegara. Beberapa wisatawan mancanegara yang datang melihat kemegahan masjid ini berasal dari Hongkong, Cina, Malaysia dan Singapura. Bahkan beberapa pelajar dari universitas di Indonesia datang berkunjung ke masjid ini dan melakukan observasi atau penelitian. Masjid Al-Islam Muhammad Cheng Hoo Palembang dibangun oleh yayasan organisasi PITI Sumatera Selatan yang berjumlah 12 orang termasuk salah satunya Bapak H. Ahmad Afandi selaku ketua atau Dewan Pimpinan Wilayah PITI Sumatera Selatan. Adapun 11 anggota PITI yang lainnya yaitu Ahmad Herry Djohan, Ir. H. Karim Hasan, Drs. Herwansyah, M.Ag, H.Herryanto, H. Muhammad Siddik, Djunaidi, H.Hendra Kurniawan SE, M. Obrin Saleh, H.Ekik Salim SH, Merry Effendi dan H. Sulaiman Khuinadi Kho. Rancangan bangunan masjid Cheng Hoo Palembang ini dibuat oleh anggota utama PITI Sumatera Selatan yang berjumlah 12 orang termasuk Bapak Haji Ahmad Afandi sebagai ketua yayasan, kemudian beberapa nasehat masyarakat sekitar dan pemerintah Sumatera Selatan. Masjid ini memiliki dua lantai dan berukuran 20 x 20 meter dibangun di atas tanah seluas

72 m 2. Selain itu, masjid ini memiliki dua menara di kanan dan kiri dimana lantai dasar masingmasing menara merupakan tempat wudhu berukuran 4 x 4 meter dan memiliki lima tingkat atap dengan tinggi 17 meter. Masjid ini memiliki warna yang didominasi oleh warna merah dan emas khas Tiongkok serta hijau khas Arab. Kemudian, pintu masuk utama dan belakang mengadopsi gaya gerbang klenteng yang bertingkat tiga dengan huruf aksara mandarin Laksamana Cheng Hoo. Lantai dasarnya terdapat kantor administrasi yang biasanya digunakan untuk menjamu tamu yang datang dan ruang istirahat penjaga masjid. Kegiatan salat bisa dilakukan di latai satu dan dua, selain itu tausiah, pengajian dan acara penting lainnya juga dilakukan di lantai satu. Kemudian, rumah Tahfiz berada di samping masjid dan terdapat bedug berukuran besar. Saat melangkah memasuki halaman masjid, dari jauh sudah terlihat menara masjid yang berbentuk pagoda dengan atap bersusun lima menjulang ke atas. Pada puncaknya ada kubah berbentuk lonjong, di atas kubah terpasang lambang bulan bintang. Ini menjadi pertanda bangunan tersebut masjid bukan menara pagoda seperti lazimnya tempat peribadatan masyarakat Konghucu. Masjid ini berbeda dengan masjid pada umumnya yang hanya memiliki satu kubah. Memakai atap limas dan ada tiga pintu gerbang untuk memasuki halaman masjid, pintu gerbang utama berada di sebelah timur, dua gerbang lainnya ada di sebelah barat dan utara. Bagi jamaah yang datang berjalan kaki lebih memilih masuk dari gerbang sebelah barat dan bagi yang membawa kendaraan masuk masjid dari gerbang sebelah utara. Padahal, gerbang utama di sebelah timur. Memandang ke atas atap masjid akan terlihat kubah utama berwarna hijau, seperti kubah masjid layaknya yang ada di Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Di bagian 60

73 atap pada empat sudutnya ada atap rumah berbentuk limas berwarna hijau yang merupakan salah satu bentuk rumah adat di Palembang. Dua menara yang mengapit bangunan utama tidak menempel dengan bangunan utama desainnya mengambil bentuk pagoda yang menjadi ciri rumah peribadatan di Cina. Dua menara ini yang berada di sebelah utara dan selatan, di lantai dasarnya dimanfaatkan untuk tempat berwudhu. Tempat berwudhu bagi jamaah pria dan wanita terpisah. Saat menjejakkan kaki untuk masuk ke dalam masjid, ada tiga pintu masuk yang berada di sebelah utara, selatan, dan timur. Layaknya pintu masjid, bagian atasnya dibuat melengkung. Jika masuk melalui pintu utama yang berada di bagian timur, bagian atas pintu tidak melengkuk, berbentuk datar. Di bagian ini terpantul nuansa Cina, nuansa ini dipertegas dengan daun pintu yang dicat hijau dengan motif kotak-kotak seperti ventilasi angin. Pintu ini mengingatkan pada pintu di ruang istana pada kerajaan Tiongkok kuno. Garis lengkung dan lurus berada di dalam ruang masjid warna merah terakota dan terdapat delapan tiang utama dari masjid berlantai dua tersebut. Sementara dinding masjid berwarna krim. Jika kita menengadah ke atas melihat langit - langit masjid, seluruhnya berwarana putih termasuk lengkungan kubah juga berwarna putih. Masjid Cheng Hoo Palembang ini dibentuk dengan perpaduan akulturasi Cina, Timur Tengah atau Arab dan tentunya desain lokal Palembang. Ornamen khas Palembang selain terdapat di atap berbentuk rumah limas, terdapat tanduk kambing di setiap atap yang ada di masjid tersebut. Kemudian, adanya simbol segi empat yang terdapat di dalam masjid baik di pintu masuk dan pintu lainnya. Papan nama yang bertuliskan Masjid Muhammad Cheng Hoo dan bergaya tulisan aksara mandarin terdapat di gerbang masuk utama. Tiga gerbang yang menyatu menyerupai 61

74 gapura klenteng menunjukkan bahwa bangunan itu memiliki makna khusus yang terdapat di aksara mandarin dan gerbang itu sendiri Lokasi Alamat masjid ini berlokasi di Jalan Pangeran Ratu Jakabaring (depan pasar induk Jakabaring Palembang) Perumahan Top Rt.062/rw 017 Kelurahan 15 Ulu Palembang, kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Nomor Telepon : (0711) Sedangkan kantor pusat PITI Sumatera Selatan berada di Jalan Letjen Bambang Utoyo Nomor Informasi untuk menuju lokasi masjid ini, dapat ditempuh selama 20 menit. Karena tidak ada angkutan umum yang mengarah ke masjid, maka harus naik ojek dari Benteng Kuto Besak dan menyeberangi jembatan Ampera. Ketika sudah tiba di daerah Ulu, berkisar 4 kilometer akan ada simpang dua pertama dan kita berbelok ke kanan. Lalu, sekitar 2 kilometer ada gang atau komplek perumahan di sebelah kiri dengan papan gambar masjid Cheng Hoo berdiri di depannya. Masuk ke dalam dan berjalan sekitar 10 menit maka akan tiba di masjid Cheng Hoo. Harga yang dibayarkan ke tukang ojek berkisar Rp Sejarah Bermula saat mengikuti musyawarah kerja nasional Pembina Iman Tauhid Islam (Mukernas) PITI di Surabaya pada tahun 2004, delegasi Sumatra Selatan yang datang ke Surabaya berkesempatan mengunjungi masjid Cheng Hoo Surabaya yang terletak di Jalan Gading. Mengenang peristiwa 10 tahun lalu, ketua dewan pimpinan wilayah PITI Sumatera Selatan Bapak Haji Ahmad Affandi menceritakan, "pulang dari Surabaya, tertanamkan keinginan 62

75 dari anggota PITI Sumatera Selatan untuk membangun masjid Cheng Hoo. Kemudian para pengurus sepakat untuk membangunnya di Palembang. Menurut Bapak Affandi, waktu berkunjung ke masjid Cheng Hoo Surabaya, mereka melihat bangunan masjid itu kecil, kurang besar. Kemudian anggota PITI Sumatera Selatan bertekad untuk membangun masjid Cheng Hoo dengan bentuk yang lebih besar dan luar. Dari pertemuan anggota PITI Sumatera Selatan lalu terkumpul dana awal Rp 175 juta. Kerja selanjutnya adalah mencari lokasi untuk berdirinya masjid tersebut. Saat melakukan audiensi, pengurus PITI dengan Gubernur Sumatera Selatan saat itu Ir. H. Syahrial Oesman M.M, menawarkan tanah yang berada di komplek perumahan Top di Jakabaring yang saat itu sedang dibangun oleh developer Amen Mulia. Sumber dana lainnya yang di dapat untuk pembangunan masjid yaitu bantuan dari pemerintah, dalam hal ini Gubernur provinsi Sumatera Selatan memberikan hibah tanah seluas m 2. Lalu, KH. Muhammad Supri dan Bapak Amin Mulya seorang mualaf Palembang mendonasikan tanah seluas meter. Sumbangan lain untuk pembangunan masjid juga berasal dari masyarakat umum melalui infaq dan sadaqah, para dermawan yang berasal dari berbagai daerah dan sumber lain yang halal serta tidak mengikat. Peletakan batu pertama untuk pendirian masjid Cheng Hoo Palembang ini dilakukan pada bulan September tahun Kemudian, pada hari jumat tanggal 22 Agustus 2008, masjid Cheng Hoo mulai digunakan untuk salat jumat yang pertama kali dan dihadiri sekitar 1500 jemaah termasuk walikota Palembang. Di tahun 2015 lalu, bertepatan dengan ulang tahun kota Palembang sebanyak 600 orang datang ke masjid Cheng Hoo Palembang untuk meresmikan batu pertama yang dihadiri oleh Wakil Presiden Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla dan Gubernur 63

76 Sumatera Selatan ke-13 Ir. H. Syarial Oesman M.M. Tak lupa juga Ketua PITI se-indonesia, ketua dan anggota PITI Sumatera Selatan serta para biksu, masyarakat Palembang, dll. BAB V KAJIAN SEMIOTIK TERHADAP MAKNA DAN NILAI BUDAYA Seperti yang telah diuraikan pada Bab I tulisan ini, yaitu kajian semiotik terhadap makna dan nilai budaya yang terkandung di dalam bangunan masjid Cheng Hoo di kota Palembang, maka pada Bab V ini, penulis mendeskripsikan dua aspek semiotik tersebut. Dalam kajian ini penulis menggunakan teori semiotik Pierce. Bagi Pierce, tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu. Dalam teori semiotik ada yang disebut proses semiosis, yakni proses pemaknaan dan penafsiran atas benda atau perilaku berdasarkan pengalaman budaya seseorang. Dalam melihat kebudayaan sebagai signifying order, kita dapat membedakan empat faktor yang berkaitan satu sama lain dan perlu diperhatikan, yaitu: (1) jenis tanda (ikon, indeks, lambang), 6 6 Kebudayaan suatu masyarakat dibentuk karena adanya suatu kesamaan konsep atau ide dan nilai yang berlaku dalam suatu komunitas. Konsep, ide dan nilai-nilai tersebut sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan 64

77 (2) jenis sistem tanda (bahasa, musik, gerakan tubuh, dan lukisan), (3) jenis teks (percakapan, grafik, lagu/lirik, komik, dan lukisan), dan (4) jenis konteks situasi yang mempengaruhi makna tanda (psikologis, sosial, historis, dan kultural). 5.1 Makna Budaya Fungsi dan Makna Masjid Masjid merupakan simbol keislaman. Ia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat islam, karena masjid adalah bentuk ketundukan umat kepada Allah. Kata masjid terulang dua puluh delapan kali dalam Al-Qur an. Secara bahasa, masjid berasal dari kata sajadasujud artinya patuh; taat; tunduk dengan penuh hormat. Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi, atau bersujud ini adalah bentuk lahiriyah yang paling nyata dari maknamakna tersebut. Itulah sebabnya mengapa bangunan yang dikhususkan untuk salat dinamai masjid atau istilahnya tempat bersujud. Rasulullah saw bersabda: Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri. (HR Bukhari dan Muslim melalui Jabir bin Abdullah) masyarakat dan sering direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol tertentu dalam wujud benda-benda di sekitarnya. Simbol merupakan bentuk ekspresi manusia yang dalam dan selalu muncul dalam setiap kebudayaan. Sejak jaman dahulu simbol selalu mengiringi perkembangan peradaban manusia dan mengindikasikan suatu semangat, ide, maupun nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Simbol menjadi bagian yang penting dalam masyarakat yang mencerminkan konsep, ide, maupun nilai dalam suatu budaya. Sebuah kebudayaan terbentuk dari sistem ide atau kepercayaan, sistem simbol yang ekspresif, serta sistem orientasi nilai (Parson, 1962: 8). Simbol dapat diartikan sebagai obyek, kualitas, peristiwa ataupun hubungan yang berindak sebagai sarana suatu konsepsi, dan konsepsi merupakan makna dari simbol tersebut (Geertz, 1966: 3). Simbol merepresentasikan realitas, obyek, perilaku, maupun konsep-konsep di sekitar realitas manusia. Selainmerepresentasikan realitas, simbol juga merepresentasikan intelektualitas, emosi, dan semangat manusia (Fontana, 2003:8). 65

78 Masjid selain berfungsi sebagai tempat ibadah atau salat, juga berfungsi sebagai wahana yang tepat untuk memberikan pedidikan agama dan umum, rapat-rapat organisasi, dan lain-lain guna membina manusia menjadi insan yang lebih baik, beriman dan bertaqwa. Masjid bukan hanya tempat untuk bersujud semata, melainkan pula sebagai tempat kegiatan sosial dan kebudayaan. Maka, bangunan masjid harus dijaga kesuciannya. Kesucian dimaksud adalah baik secara fisik kerapian tempat maupun persyaratan bagi setiap yang memasuki (Rochym, 1995 : 52). Dari uraian singkat diatas, dapat disimpulkan umat islam tidak mungkin dapat terlepas dan dipisahkan dari masjid. Di dalam kitab suci umat islam, yaitu Al-Qur an beberapa ayatnya mengandung kata masjid, yang juga memiliki makna-makna. Di antaranya adalah sebagai berikut : (1) Surah At-taubah ayat 18 Artinya: Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (2) Surah Al-Baqarah ayat

79 Artinya: Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat. Dalam surah Attaubah ayat 18, konsep mengenai masjid merujuk kepada masjid itu milik Allah, yang dimakmurkan oleh hamba-hamba Allah yang beriman kepada Allah dan hari kemudian (kiamat, dan masa di akhirat). Dimakmurkan ini artinya adalah dijadikan tempat beribadah, tausiyah, mengaji, strategi untuk memajukan kehidupan masyarakat, dan lainnya. Sedangkan pada surah Al-Baqarah ayat 114 adalah ancaman Allah terhadap orang-orang yang menghalang-halangi orang lain yang melakukan ibadah memuji Allah di dalam masjid-nya, dan juga berusaha merobohkan masjid tersebut. Untuk golongan ini, maka Allah memastikan bahwa mereka mendapatkan kehinaan di dunia dan siksaan yang berat di akhirat. Masjid Cheng Hoo di Palembang selain memiliki makna dan fungsi masjid pada umumnya juga memiliki nilai keindahan yang ditampilkan dalam artefak gaya bangunan Cina. Berdasarkan teori semiotik Pierce, gaya bangunan dan tanda di masjid ini mempunyai makna dan nilai budaya yang dianut baik dari segi islam, etnis Tionghoa maupun masyarakat lokal sendiri. Masjid Cheng Hoo telah menjadi daya tarik bagi umat muslim untuk mengetahui jejak agama islam yang sudah lama ada di Cina serta kisah perjalanan Laksamana Cheng Hoo ketika berada di Indonesia. 67

80 5.1.2 Makna Kubah Berdasarkan teori semiotik Pierce, bahwa jenis dari tanda kubah merupakan simbol atau lambang. Sebuah masjid selalu terdapat kubah di puncak atapnya dan menandakan makna tertentu. Masjid Cheng Hoo Palembang ini memiliki kubah di bangunan utama da nada simbol bulan dan bintang diatasnya. Kemudian, ada juga dua kubah berbentuk kerucut di menara kiri dan kanan dan diatasnya terdapat huruf Allah. Gambar 5.1 : Kubah berwarna hijau pada masjid Cheng Hoo (Dokumentasi : Tri Suratno, 2016) Sebagai salah satu komponen arsitektur masjid, kubah memiliki fungsi sebagai penanda arah kiblat dari bagian luar dan menerangi bagian interior masjid. Keberadaan kubah dalam budaya islam juga menjadi simbol kekuasaan dan kebesaran Allah. Sedangkan warna hijau pada kubah masjid Cheng Hoo melambangkan harmonisasi dalam islam. Hampir semua kebudayaan mengenal dan memiliki kubah. Kebudayaan islam mulai menggunakan kubah pada tahun 685 M sampai 691 M yang disebut Kubah Batu (Dome of Rock) di masjid Umar Yerusalem. Interior kubah Batu dihiasi dengan Arabesk, hiasan berbentuk geometris, tanaman rambat dan ornamen kaligrafi. Unsur hiasan sempat menjadi ciri khas arsitektur islam sejak abad ke-7 M. Hingga kini, kaligrafi masih menjadi ornamen yang menghiasi interior bangunan sebuah masjid. 68

81 Sejak saat itulah, para arsitek Islam terus mengembangkan beragam gaya kubah pada masjid yang dibangunnya. Pada abad ke-12 M, di Kairo kubah menjadi semacam lambang arsitektur nasional Mesir dalam struktur masyarakat islam. Dari masa ke masa bentuk kubah pada masjid juga terus berubah mengikuti perkembangan teknologi. Masjid Cheng Hoo Palembang memiliki kubah berbentuk kerucut di menara kiri dan kanan serta mempunyai huruf/lafadz Allah. Hal ini bermakna jika Allah atau Asma Allah dijunjung tinggi sebagai bentuk keyakinan umat islam. Seseorang muslim harus mengakui kebesaran Allah dan Muhammad sebagai utusan Allah. Setiap muslim juga diwajibkan memahami sifat-sifat Allah sebagai Tuhan. Istilah untuk sifat-sifat Allah ini seriang disebut dengan asma ul husna Makna Bulan dan Bintang Pada kubah utama masjid Cheng Hoo Palembang, bagian atasnya terdapat simbol bulan dan bintang yang sudah tidak asing lagi bagi agama islam. Bagi masyarakat muslim, simbol ini merupakan lambang dari agama islam. Sesuai dengan kajian semiotik Pierce, maka jenis simbol ini memiliki suatu makna yang mewakili sesuatu. Bentuk simbol ini adalah artefak bulan dan bintang di atas kubah, selanjutnya dari jenis konteks situasinya, bulan dan bintang ini memiliki makna historis dan kebudayaan, seperti uraian berikut ini. 69

82 Gambar 5.2 : Simbol Bulan dan Bintang di Atas Kubah Masjid (Dokumentasi : Tri Suratno, 2016) Bulan sabit tersebut memiliki makna semangat mengenai agama islam itu, yaitu semangat pembaruan. Sebab, bulan selalu baru, selalu berubah setiap hari. Dari kecil, tipis, membesar, kemudian bulat pada saat purnama, lalu mengecil lagi, dan akhirnya tidak terlihat. Ajaran Islam pun diyakini sebagai ajaran yang memperbarui ajaran agama-agama yang sudah diturunkan sebelumnya. Setelah Islam tidak ada lagi agama baru yang diturunkan oleh Allah, dan tidak ada lagi nabi dan rasul baru yang diutus oleh Allah kepada umat manusia, maka agama islam harus mengandung semangat pembaruan untuk menjamin kesinambungan dan keabadian ajaran Allah di bumi hingga hari kiamat. Semangat pembaruan ini pula yang terkandung di dalam peristiwa hijrah yang dijadikan awal penanggalan kalender Islam. Seperti halnya kubah, lambang bulan sabit dan bintang pun berkembang luas di dunia islam pada masa Turki Usmani. Turki Usmani-lah yang pertama-tama menggunakan bulan sabit dan bintang sebagai simbol atau lambang. Sampai saat ini bendera Turki bergambar bulan sabit dan bintang. Khilafah Turki Utsmani adalah warisan terakhir kejayaan umat islam. Memiliki luas wilayah yang membentang dari ujung barat sampai ujung timur dunia. Wilayahnya mencakup tiga benua besar dunia yaitu Afrika, Eropa dan Asia dengan semua peradaban yang ada di dalamnya. Saat itu, bulan sabit digunakan untuk melambangkan posisi tiga benua itu. Ujung yang satu menunjukkan benua Asia yang ada di Timur, ujung lainnya mewakili Afrika yang ada 70

83 di bagian lain dan di tengahnya adalah Eropa. Sedangkan lambang bintang menunjukkan posisi ibu kota yang kemudian diberi nama Istanbul yang bermakna: kota islam. Wajar jika lambang itu begitu melekat di hati umat dari ujung barat Maroko sampai ujung timur Marauke. Inilah simbol yang pernah dimiliki oleh umat Islam secara bersama, yaitu bulan dan bintang. Lambang ini seolah menjadi lambang resmi umat islam dan selalu muncul di kubahkubah masjid. Jika kita perhatikan, hampir semua kubah masjid di berbagai belahan dunia mempunyai simbol ini Makna Bintang Segi Delapan Dalam beberapa catatan sejarah, bintang segi delapan sering digunakan beberapa budaya di seluruh dunia. Tidak hanya dalam seni budaya, bahkan simbol ini juga digunakan sebagai ikonografi religius dengan makna tersendiri. Beberapa contoh bintang segi delapan terlihat dalam arsitektur kuno, artefak, astrologi, dan di tempat ibadah seperti di masjid dan juga klenteng/vihara. Astrologi yang sudah berkembang sejak periode kuno menjelaskan bintang delapan menggambarkan empat sudut ruang yaitu delapan garis mewakili simbolis utara, selatan, timur dan barat. Setelah melihat simbol yang terpahat di masjid Cheng Hoo Palembang tersebut, kali ini penulis akan memaparkan dua pemahaman mengenai simbol ini baik dalam ajaran buddha dan islam. 71

84 Gambar 5.3 : Simbol Bintang Segi Delapan di Lantai Masjid (Dokumentasi : Tri Suratno, 2016) Dalam ajaran Buddha, simbol bintang segi delapan memiliki nama lain yang disebut simbol Mandala. Simbol ini juga memiliki pengertian dari bahasa Sansekerta Hasta Arya Marga dan Catur Satyani yang artinya delapan penjuru jalan mulia dan empat kebenaran yang hakiki. Kelopak delapan pada simbol ini mempunyai arti yang saling berkaitan yaitu berbuat benar, berkata benar, bermata pencaharian benar, berdaya upaya benar, berusaha benar, bersemedi yang benar, pikiran benar dan pengertian yang benar. Makna lainnya yang terdapat dalam simbol ini adalah empat kebenaran yang tergambar dalam bentuk persegi empat. Arti dari empat kebenaran yang diyakini agama buddha tersebut yaitu : (1) Kesunyataan, artinya jika terlahir sebagai manusia atau hewan pasti selalu ada rasa duka atau derita di dalam hatinya. (2) Asal mula duka, artinya rasa duka atau penderitaan itu pasti ada asal muasalnya. (3) Lenyapnya duka, artinya kita harus menyadari diri sendiri bagaimana cara mengatasi duka tersebut. (4) Jalan menuju lenyapnya duka, artinya rasa duka itu benar-benar telah habis atau istilah lainnya terlepas dari nafsu duniawi. 72

85 Selain memiliki makna tersendiri, ajaran buddha juga meyakini jika simbol bintang segi delapan ini juga berkaitan dengan filosofi bunga teratai dan Candi Borobudur di Yogyakarta. Jika dilihat dari atas, bunga teratai dan Candi Borobudur memang tampak seperti posisi bintang segi delapan. Penjelasan mengenai filosofi dari bunga teratai adalah : (1) Mekar di lumpur, artinya manusia terlahir berlumuran dengan kejahatan dan kegelapan. (2) Mengambang di air, artinya orang yang hidup di dunia hanya akan menjadi penonton saja jika terjadi sesuatu yang ada di dunia. (3) Sudah di permukaan air, artinya orang tersebut mencapai pencerahan dan terbebas dari lumpur yang mana disebutkan tadi adalah kajahatan dan kegelapan. Berbeda dengan pemahaman dalam agama islam, bintang segi delapan dikenal sebagai Rub el Hizb yang direpresentasikan dalam bentuk dua kotak tumpang tindih, dimana simbol ini juga ditemukan pada beberapa emblem dan bendera. Dalam bahasa Arab, Rub artinya 'yang keempat, kuartal', sementara Hizb artinya kelompok atau partai. Pada awalnya simbol ini digunakan dalam Al-Qur an yang dibagi menjadi 60 Hizb atau 60 kelompok dengan panjang kira-kira sama. Simbol ini menentukan setiap seperempat Hizb, sementara Hizb merupakan satu setengah dari juz. Tujuan utama penggunaan simbol ini sebagai sistem pemisah untuk memfasilitasi pembacaan Al-Qur an, tidak lebih. Selain itu, simbol ini juga digunakan sebagai penanda untuk akhir bab dalam kaligrafi Arab dan bermakna bahwa Islam harus didakwahkan dan disebarluaskan ke delapan penjuru mata angin. Beberapa orang mengatakan bahwa bintang segi delapan ini bukanlah berasal dari agama islam karena tidak adanya dahlil yang mendukung dan tidak dikenal pada zaman Rasulullah. 73

86 Namun, simbol ini tetap ada digunakan di dalam masjid meskipun tidak kebanyakan masjid seluruh dunia khususnya di Indonesia Makna Menara Di Kedua Sisi Masjid Gambar 5.4 : Menara di Kedua Sisi Bangunan Utama Masjid (Dokumentasi : Tri Suratno, 2016) Menara (minaret) adalah salah satu unsur arsitektural islam yang dianggap penting pada bangunan masjid. Menara bagi sebuah masjid, memegang fungsi yang sangat penting sejak dahulunya. Kala belum ada pengeras suara, para muazin yang ingin mengumandangkan azan akan naik ke menara untuk memanggil kaum muslim mengerjakan salat lima waktu. Hampir setiap masjid di seluruh dunia ini memiliki menara di salah satu bagian bangunannya. Biasanya berdiri di bagian kanan atau kiri masjid, kehadiran menara yang bertengger kokoh menjulang ke langit itu seakan menambah kemegahan dan keindahan sebuah masjid. Tradisi membangun menara ini diawali ketika Al-Walid I memerintahkan pembangunan bekas bangunan Basilika Santo John menjadi sebuah masjid besar, yang kemudian disebut masjid Agung Damaskus. Pada bekas bangunan Basilika tersebut terdapat dua buah menara. 74

87 Khalifah Al-Walid I tertarik untuk mempertahankan kedua menara tersebut untuk mempertegas wibawa dan kemegahan masjid. Kemudian, ia membangun lagi sebuah menara di sisi utara pelataran masjid (tepat di atas gerbang Al-Firdaus). Menara itu pun saat ini biasa menara Utara masjid Damaskus. Jika kita melihat dua menara yang ada di bangunan masjid Cheng Hoo tentu menjadi hal yang unik apalagi bangunannya bergaya pagoda dan berwarna merah. Menara yang ada di kiri dan kanan tersebut berukuran 4 x 4 meter dan memiliki lima tingkat atap dengan tinggi 17 meter juga berornamen tanduk kambing sebagai ciri khas Palembang. Di lantai dasar menara merupakan tempat wudhu bagi jamaah yang akan melaksanakan salat. Kedua menara di masjid Cheng Hoo ini memiliki makna Hablum Minallah dan Hablum Minannas yang artinya hubungan antara manusia dengan Allah. Kebanyakan orang menganggap jika menara ini hanya sebagai pajangan saja dan tidak memiliki makna, namun Bapak Haji Afandi mengatakan jika menara ini memiliki banyak makna. Pengertian lebih lanjut mengenai makna diatas adalah sebagai berikut : (1) Hablum Minallah, maknanya ialah perjanjian dari Allah yaitu masuk islam atau beriman dengan islam sebagai jaminan keselamatan bagi mereka di dunia dan akhirat atau tunduk kepada pemerintahan muslim dengan jaminan dari pemerintah itu sebagaimana yang diatur oleh Syari'ah dalam perkara hak dan kewajiban orang kafir Dzimmi (yaitu orang kafir yang menjadi warga negara Islam). (2) Hablum Minannas, maknanya ialah perjanjian dari kaum Mukminin dalam bentuk jaminan keamanan bagi orang kafir Dzimmi dengan membayar upeti bagi kaum Mukminin melalui pemerintahnya untuk hidup sebagai warga negara islam dari kalangan minoritas non Muslim. 75

88 Selain itu, menara dengan lima tingkat memiliki makna rukun iman dan islam yang salah satunya yaitu salat lima waktu. Tinggi 17 meter berarti total salat fardhu yang dikerjakan dalam sehari berjumlah 17 rakaat. Gaya bangunan yang dibangun setingkat demi setingkat dari bawah ke atas menyerupai pagoda bermakna tingkat keinginan seseorang yang dibangun setingkat demi setingkat menuju tingkat tertinggi. Dalam pemahaman buddha, pagoda menjadi penggambaran dari jumlah manusia yang semakin sedikit mencapai tingkat pencerahan dan semakin sulit dicapai tingkat demi tingkat. Jumlah jendela pada pagoda adalah simbol dari keinginan manusia yang semakin sedikit apabila tingkat pencerahan semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat pencerahan seorang manusia, maka semakin sedikit keinginannya pada dunia. Tingkat pencerahan yang paling tinggi yang dicapai manusia hanyalah menyisakan satu keinginan saja yaitu keinginan untuk melayani Tuhannya Makna Warna Masjid ini didominasi oleh warna merah, hijau dan emas. Dalam kebudayaan Cina, warna digolongkan ke dalam dua kategori yaitu warna menguntungkan dan tidak menguntungkan. Warna yang melambangkan keberuntungan terdiri dari warna merah, kuning, emas, dan hijau. Sedangkan warna yang melambangkan tidak keberuntungan terdiri dari warna biru, putih, perak, serta warna hitam Warna merah melambangkan bahagia, antusiasme, semangat dan keberuntungan. Warna ini sangat identik dengan perayaan tahun baru China/ Imlek. Warna merah dilarang sama sekali dalam upacara pengebumian karena melambangkan suka cita. 76

89 Warna hijau berkaitan dengan alam umumnya dikaitkan dengan kemakmuran, keharmonisan, dan kesehatan. Warna hijau juga menjadi ciri khas muslim dari Arab yang bermakna kesuburan. Warna emas dianggap sebagai warna yang paling indah. Emas menghasilkan Yin dan Yang, demikian bunyi pepatah kuno Cina. Itu berarti emas adalah pusat dari segala hal. Warna dalam tradisi rakyat Tionghoa itu mewujudkan budaya yang kaya. Misalnya menandakan netralitas dan keberuntungan. Emas adalah warna kekaisaran Cina dan kerap menghiasi istana kerajaan, altar, dan kuil Makna Bedug Bedug senantiasa dikaitkan dengan media memanggil peribadatan. Bedug telah digunakan sejak ribuan tahun lalu, namun mulai dikenal masyarakat Indonesia sejak pertama kali didatangkan dari Cina yang dibawa oleh laksamana Ceng Hoo sebagai hadiah untuk mesjid agung Semarang. Teknik pemasangan tali atau pasak untuk merekatkan selaput getar pada bedug jawa, mirip dengan cara yang digunakan pada bedug di Asia Timur seperti Jepang, Cina atau Korea. Bukti ini terlihat dari penampilan arca terakota yang ditemukan di situs Trowulan. Arcaarca prajurit berwajah Mongoloid itu tampak menabuh tabang-tabang, sejenis genderang yang terpengaruh budaya Timur Tengah. Kemungkinan itulah instrumen musik yang dimainkan orang-orang Cina muslim di ibukota Majapahit. Gambar 5.5 : Bedug di Halaman Masjid 77

90 (Dokumentasi : Tri Suratno, 2016) Budaya Cina banyak menggunakan bedug sampai saat ini terutama di kuil agama buddha. Maka, jelas bedug ini tidak dapat diidentikkan dengan bagian budaya islam karena bedug dapat dimaknai sebagai bentuk asimilasi budaya terhadap islam dan tidak bisa dikatakan sebagai ciri islam yang telah ada. Bedug di dalam budaya islam, berfungsi untuk memberi tahu umat islam tentang waktu salat kemudian akan dilanjutkan dengan kumandang adzan. Sedangkan di klenteng atau vihara, bedug berfungsi sebagai penanda dimulainya ritual sembahyang umat Tionghoa dan juga digunakan saat pertunjukan Barongsai Makna Tiang Masjid Gambar 5.6 : Tiang Masjid tampak dari atas, depan dan belakang (Dokumentasi : Tri Suratno, 2016) 78

91 Masjid Cheng Hoo mempunyai delapan tiang atau pilar bangunan berwarna merah terakota serta ornamen kayu yang tersusun rinci di atas tempat imam salat. Fungsi dari tiangtiang ini tak lain adalah sebagai penyanggah bangunan dan ornamen kayu hanya sebagai penghias. Namun, jumlah dari tiang bangunan masjid memiliki makna yang diambil dari gagasan budaya Cina. Angka delapan di berbagai negara Asia menjadi angka yang dianggap membawa keberuntungan. Dalam budaya Cina, angka delapan dianggap sebagai angka kejayaan, kemakmuran dan keberuntungan. Dengan tulisan 'Ba' dalam bahasa Cina, jika diucapkan terdengar mirip dengan kata 'Fa', yang artinya mendatangkan keberuntungan. Sedangkan warna merah terakota pada tiang hanya sebagai identitas dari warna Cina dan tidak memiliki makna sama sekali (Tjan K, 2010 : 28) Makna Atap Limas Gambar 5.7 : Atap Limas di Masjid (Dokumentasi : Tri Suratno, 2016) Atap merupakan bagian dari bangunan gedung yang letaknya berada dibagian paling atas, sehingga untuk perencanaannya haruslah diperhitungkan secara khusus dari si perencana. Karena dilihat dari penampakannya ataplah yang paling pertama kali terlihat oleh pandangan setiap yang memperhatikannya. Untuk itu dalam merencanakan bentuk atap harus mempunyai daya arstistik. 79

92 Bisa juga dikatakan bahwa atap merupakan mahkota dari suatu bangunan rumah. Atap berfungsi melindungi dari panas, hujan, angin dan lain-lain (Tigor, 2004 : 16). Sekilas jika melihat atap masjid Cheng Hoo ini, banyak orang berpikir jika atap ini mengambil gaya bangunan klenteng padahal aslinya atap ini berasal dari suku Palembang sendiri yang disebut atap limas. Makna atap limas ini sebagai penanda bahwa bangunan tersebut memiliki keindahan dan kemewahan yang ditempati oleh kalangan bangsawan atau golongan priayi di Palembang. Karena struktur pembuatan atap limas sangat sulit, saat ini di Palembang hanya beberapa bangunan saja yang memiliki atap tersebut. Di bagian atas atap limas terdapat ornamen berupa simbar dan tanduk. simbar diartikan sebagai mahkota rumah dengan hiasan bunga melati, yang melambangkan kerukunan dan keagungan. sedangkan tanduk berfungsi sebagai penghias atap, namun jumlah tanduk juga mempunyai arti tersendiri, biasanya disebut tanduk kambing. Jumlah tanduk kambing menunjukkan tingkat sosial atau derajat orang Palembang Makna Gerbang Menyerupai Klenteng Gambar 5.8 : Gerbang masuk Masjid Cheng Hoo (Dokumentasi : Tri Suratno, 2016) Gerbang masuk yang ada di masjid Cheng Hoo Palembang ini meniru gaya pintu klenteng yang biasa disebut sebagai san-men 三门 atau pintu tiga. Formasi bukaan 3 pintu ini 80

93 dulu dipakai pada bangunan resmi kerajaan Cina tapi di tempat ibadah klenteng atau vihara sudah banyak memakai formasi pintu tersebut. Makna dari pintu tengah diperuntukkan bagi para raja atau pejabat tinggi yang berkuasa. Dalam anjuran kebiasaan tradisional Cina ketika memasuki suatu bangunan dengan formasi tiga pintu, maka pengunjung sebaiknya masuk dari pintu kiri dan kemudian keluar dari pintu kanan. Hal ini bermakna suatu pandangan yang menghormati bangunan yang akan dimasuki (Tjan K, 2010 : 52). Gaya bangunan pada gerbang yang terlihat melengkung atau bergelombang (terlihat pada atap gerbang dan pintu utama) mengikuti pemahaman feng shui bangunan yang disebut Aero Elastis. Pengertian Aero Elastis yaitu suatu bangunan yang memiliki suatu kelembutan mengikuti alunan angin dan air. Artinya, siapapun yang memasuki atau melewati bangunan tersebut, ia harus merendah dan tenang bagaikan angin dan air. Kemudian, atap gerbang yang bertingkat memiliki rangkaian makna yang saling berhubungan seperti yang dijelaskan pada simbol mandala. Makna dari gerbang masuk ini memiliki persamaan dengan tujuan seseorang memasuki masjid pada umumnya, yaitu bersikap tenang, rendah diri guna memanjatkan do a dan melaksanakan ibadah yang lancar Makna Pintu 81

94 Gambar 5.9 : Pintu Masuk Masjid (Dokumentasi : Tri Suratno, 2016) Berdasarkan teori semiotik Pierce jenis tanda pintu masjid ini adalah lambang. Pintu berfungsi sebagai Model pintu yang dilengkapi beberapa ventilasi atau kotak kecil ini mengikuti model pintu masuk kekhaisaran khas Cina. Namun, warna pintu yang biasa digunakan kaisar cina tersebut adalah merah sedangkan di masjid ini semua pintunya berwarna hijau. Makna dari pintu ini merupakan jalan utama untuk masuk dan keluar antar ruangan dan juga sebagai representasi sopan dan santun sebagai pengguna ruangan. Warna hijau dari pintu ini berasal dari gagasan budaya Arab yang melambangkan kemakmuran. Simbol yang terdapat pada pintu masuk kembali mengingatkan para jamaah yang datang agar membaca Al-Qur an di dalam masjid. Selain itu, simbol yang terpajang pada pintu ini juga menandakan bahwa Islam harus didakwahkan dan disebarluaskan ke delapan penjuru mata angin di dalam kesadaran para jamaahnya masing-masing Makna Tulisan Nama Masjid Di gerbang masuk utama masjid Cheng Hoo, terdapat papan nama masjid yang ditulis dengan bahasa Indonesia serta aksara mandarin di tengah, kiri dan kanan. Tulisan ini ditulis dengan warna emas yang memiliki makna keberuntungan dan tanda kekaisaran besar Cina. 82

95 Gambar 5.10 : Papan Nama Masjid di Gerbang Masuk (Dokumentasi : Tri Suratno, 2016) Ada satu hal unik lagi yang terdapat di dalam tulisan nama masjid Cheng Hoo Palembang. Jika tulisan mandarin biasanya ditulis dari atas ke bawah, beda hal nya dengan masjid ini dimana tulisan mandarinnya ditulis dari kanan ke kiri. Ternyata, PITI Palembang mengadopsi format penulisan Arab yang biasanya ditulis dari kanan ke kiri dan digunakan ke dalam tulisan aksara mandarin masjid Cheng Hoo. Budaya Arab percaya jika sesuatu yang dimulai dari kanan adalah hal yang sopan dan sudah dilakukan sejak lama, seperti menulis dengan tangan kanan, makan tangan kanan dan lainlain. Namun, gaya tulisan Cina yang biasa ditulis dari atas ke bawah tetap ada di dalam papan tulisan nama tersebut. Hal itu terlihat di kiri dan kanan yang terlihat kecil. Aksara mandarin di kanan diartikan yaitu tanggal dibangunnya masjid Cheng Hoo Palembang dan aksara mandarin di kiri diartikan nama kota Palembang. 5.2 Nilai Budaya Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat yang mengakar pada suatu kebiasaan, 83

96 kepercayaan, simbol-simbol dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Sedangkan kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak (Budiman, 2004 : 10). Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi seperti sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi. Nilai budaya menjadi tingkatan pemahaman yang paling tinggi dan abstrak dalam adat istiadat. Hal ini karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat itu sendiri. Masjid Cheng Hoo di kota Palembang yang memiliki artefak bangunan Cina dan simbol, tentu memiliki nilai kebudayaan yang diyakini masyarakat baik dari masjid itu sendiri maupun aktivitas keagamaan yang diadakan oleh organisasi PITI dan para jamaah di dalamnya. Dari penjelasan sebelumnya, maka menurut penulis nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya yaitu (1) nilai spiritual, (2) nilai identitas budaya, (3) nilai estetika, (4) nilai kemanusiaan, dan (5) nilai sosial Nilai Spiritual 84

97 Nilai spiritual memiliki hubungan dengan sesuatu yang dianggap mempunyai kekuatan sakral suci dan agung. Karena itu termasuk nilai kerohanian, yang terletak dalam hati (bukan arti fisik), hati batiniyah mengatur psikis. Hati adalah hakekat spiritual batiniah, inspirasi, kreativitas dan belas kasih. Mata dan telinga hati merasakan lebih dalam realitas-realitas batiniah yang tersembunyi di balik dunia material yang kompleks. Itulah pengetahuan spiritual. Pemahaman spiritual adalah cahaya Tuhan ke dalam hati, bagaikan lampu yang membantu kita untuk melihat (Eco, 1979 : 61). Bila dilihat tinggi rendahnya nilai-nilai yang ada, nilai spiritual merupakan nilai yang tertinggi dan bersifat mutlak karena bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa (Notowidagdo, 1977 : 13). Dalam kehidupan sosial-budaya keterikatan seseorang dihubungkan dengan pandangan hidup suatu masyarakat atau kehidupan beragama. Setiap orang akan selalu memiliki kekuatan yang melebihi manusia, dalam pandangan orang beragama disebut sebagai Yang Maha Kuasa, Allah, Sang Hyang Widi, Tuhan, God, Dewa, Yang Maha Pencipta, dan sebagainya. Manusia sangat tergantung dan hormat pada kekuatan yang ada di luar dirinya, bahkan memujanya untuk melindungi dirinya dan tunduk terhadap yang memiliki kekuatan tersebut. Masjid Cheng Hoo Palembang ini memiliki nilai-nilai spiritual dalam konteks kebudayaan, baik itu dari pandangan budaya islam maupun budaya Cina. Masjid ini tetap dipandang sebagai manifestasi rumah Allah dan memiliki fungsi pada umumnya seperti melaksanakan ibadah salat, tausiyah, pengajian, musyawarah, dan lain sebagainya. Namun, adanya artefak bangunan bergaya Cina yang memiliki nilai spiritual dalam pandangan islam juga menjadi nilai lebih bagi masyarakat lokal agar penasaran dan mengetahui serta meresapi nilai spiritual tersebut dalam kehidupannya. 85

98 Nilai spiritual akan tampak kepada manusia yang rajin menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-nya, dan juga akan menjadi manusia yang berguna bagi manusia lainnya. Bukan saja berguna untuk orang islam, tetapi keseluruhan umat manusia dan agama lainnya. Semua hal ini menunjukkan bahwa masjid Cheng Hoo di Palembang nilai-nilai spiritual tersendiri yang tertuang di dalam fungsi masjid tapi juga bagi jamaah yang memahami akan nilai tersebut dari simbol di masjid seperti asmaul husna, ayat suci Al-Qur an dan lain-lain. Simbol-simbol seperti ikon, lambang maupun indeks yang terdapat di masjid ini memiliki nilai budaya spiritual. Semua unsur masjid diambil dari segi budaya islam, budaya Cina serta budaya lokal suku Palembang sendiri. Kemudian, aktivitas para jamaah yang ada di masjid, rumah Tahfiz dan acara yang diselenggarakan oleh organisasi PITI Palembang juga menyiratkan implementasi nilai-nilai spiritual. Kepercayaan yang tertanam di dalam diri mereka berpatokan kepada hal atau sesuatu yang dianggap baik dan bermanfaat sesuai dengan ajaran agama islam, kebudayaan Cina, maupun adat lokal sendiri. Dengan demikian, nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalam bangunan masjid ini juga terekspresi dalam aktivitas para jamaah, rumah Tahfiz dan acara yang diselenggarakan oleh PITI untuk masyarakat itu sendiri Nilai Identitas Budaya Nilai identitas budaya terhadap masjid Cheng Hoo Palembang sangat tampak pada gaya bangunannya yang mengadopsi bentuk klenteng dan warna merah pada masjid yang mencolok. Laksamana Cheng Hoo sebagai keturunan Tionghoa tapi beragama muslim membuktikan bahwa perbedaan identitas budaya tidak menjadi penghalang untuk menyebarkan ajaran islam kepada manusia lainnya. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran organisasi PITI di seluruh Indonesia untuk membangun masjid bergaya Cina untuk mengenang laksamana pemberani tersebut. Dalam 86

99 hal ini identitas yang menonjol pada masjid Cheng Hoo adalah identitas Cina. Masjid Cheng Hoo ini tetap memiliki bentuk dan fungsi masjid pada umumnya. Namun, gaya bangunan dan beberapa simbol bernuansa Cina yang ada memiliki makna khusus yang digabungkan dengan makna simbol islam. Hal inilah yang menjadi ciri khas masjid Cheng Hoo berbeda dengan masjid lainnya di Indonesia. Nilai identitas budaya di masjid Cheng Hoo Palembang ini menerapkan tiga sumber gagasan budaya, yang pertama adalah gagasan budaya Cina, yang kedua gagasan peradaban islam dan yang ketiga adalah gagasan budaya lokal suku Palembang. Masjid Cheng Hoo Palembang ini sedikit berbeda dengan masjid Cheng Hoo lainnya dikarenakan memiliki ciri khas lokal pada bangunan serta masjid terbesar bergaya Cina di Indonesia. Dari identitas budaya Cina, terlihat menara masjid di kiri dan kanan berbentuk seperti pagoda dan memiliki makna ganda baik dari islam dan cina yang diterapkan di masjid tersebut. Kemudian, gerbang masuk masjid, warna-warna pada bangunan, pintu, simbol segi empat dan bedug yang juga ada dalam kebudayaan Cina. Kemudian aspek-askpek identitas peradaban islam adalah asma Allah, simbol bulan dan bintang, kubah, ayat-ayat suci Al-Qur an yang ada di dalam masjid dan aspek-aspek lainnya. Sedangkan identitas lokal terdapat pada atap masjid yang bergaya rumah limas dan tanduk kambing di tiap sudutnya. Dengan demikian dalam kajian nilai identitas budaya, terlihat organisasi PITI dan ketua PITI Sumatera Selatan Bapak Haji Ahmad Afandi melakukan akulturasi kebudayaan di sana-sini dalam membangun masjid ini, baik secara artefak, maupun gagasannya budayanya. 87

100 5.2.3 Nilai Estetika Estetika (dalam Kadir, 1975) adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Nilai estetika timbul dari seberapa indah suatu objek yang di lihat oleh kita, estetik berasal dari kata estetika yang berarti salah satu cabang dari filsafat. Jadi, nilai estetik sendiri mempunyai arti nilai dari suatu keindahan yang kita rasakan setelah kita rasakan maka kita pun akan menilai seberapa indah objek tersebut Sebuah bangunan yang indah tidak hanya mengedepankan nilai estetika saja, tetapi juga memiliki nilai moral bagaimana sebuah bangunan sesuai dengan kebudayaan yang bekembang di masyarakat tersebut. Begitu pula dengan nilai estetika dari sebuah bangunan seperti masjid, sebuah bangunan yang baik tidak mengesampingkan estetika, estetika berarti keindahan. Keindahan dalam suatu bangunan juga penting dan layak untuk diwujudkan secara nyata. Unsur filosofi biasanya berkaitan dengan adanya intervensi budaya pada sebuah bangunan seperti adanya simbol, ornamen, dan desain tertentu pada sebuah bangunan sangat erat kaitannya dengan budaya tersebut. Nilai keindahan sebenarnya tidak memiliki ukuran tertentu dan bebas dari segala rumusan. Sama halnya seperti masjid Cheng Hoo Palembang, wujud estetika atau keindahan bangunannya tampak pada keharmonisan yang teraplikasikan dalam berbagai desain dan gaya budaya. Adanya beberapa ornamen seperti menara, gerbang dan atap limas menambah keindahan bangunannya untuk dikagumi. Estetika akan semakin berkembang dan berevolusi seiring dengan perkembangan zaman dan tren yang ada di masyarakat. Hal inilah yang membuat banyak desain atau gaya bangunan berkembang dan berkreasi demi digemari atau disukai oleh masyarakat 88

101 sekitar. Masyarakat kota Palembang maupun turis dari mancanegara mengagumi nilai estetika pada bangunan masjid Cheng Hoo dan pemerintah menjadikannya sebagai salah satu tempat wisata yang digemari di Sumatera Selatan Nilai Kemanusiaan Nilai kemanusiaan selalu menjadi isu yang menarik untuk dibicarakan. Keberadaan nilainilai ini tidak hanya mampu mempengaruhi kelangsungan hidup umat manusia. Namun, nilainilai ini juga mampu melahirkan sesuatu yang selalu hidup dalam setiap pemikiran, kajian, dan tindakan praktis dari masa ke masa. Nilai-nilai kemanusiaan selalu diidamkan oleh setiap umat manusia dalam menciptakan sebuah tatanan teratur, dinamis dan progresif. Dapat disimpulkan jika nilai kemanusiaan adalah suatu hal yang dapat memanusiakan manusia atau bisa dikatakan sebagai nilai yang mengatur dan menjaga kelangsungan hidup umat manusia, sekaligus memulihkan berbagai masalah kemanusiaan yang ada. Nilai manusia tidak hanya untuk menolong dirinya sendiri tetapi juga bisa menolong manusia lainnya dengan memberikan pengajaran yang baik dan benar (Latif, 2009 : 3). Nilai kemanusiaan di masjid Cheng Hoo ini diekspresikan dalam simbol bulan dan bintang sebagai simbol Kekhalifahan Usmani Turki yang menguasai dan menjadi predikat dari tiga benua. Kemudian, konsep hablumninallah wal hablumninannas, yang artinya menjaga hubungan baik dengan Allah dan juga menjaga hubungan baik dengan manusia tertuang di dalam gaya bangunan cina pada menara masjid di kiri dan kanan. Nilai kemanusiaan ini juga dianut dan diaplikasikan oleh kepengurusan PITI kepada semua jamaah yang datang mengikuti kegiatan di masjid seperti tausiyah, pengajian, musyawarah mengenai islam, Al-Qur an dan lain-lain khususnya kepada etnis mualaf Tionghoa. 89

102 Rumah Tahfiz juga berperan andil dalam memiliki nilai kemanusiaan ini. Jadi, nilai kemanusiaan ini tercipta karena adanya keinginan manusia itu sendiri untuk menolong manusia lainnya. Masjid Cheng Hoo selain menjadi tempat ibadah dan tempat belajar, juga menjadi wadah untuk mendengar keluh kesah masyarakat sekitar dan mualaf Tionghoa di Palembang mengenai masalah pribadi atau bersama Nilai Sosial Organisasi PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) mendirikan masjid Cheng Hoo guna menyebarkan dakwah islam di seluruh tanah air juga bertujuan menyatukan semua etnis Tionghoa muslim di seluruh Indonesia dan menjalin silaturahmi antar sesama. Etnis Tionghoa muslim berasumsi masih banyak etnis Tionghoa muslim yang tertutup atau malu bersosialisasi serta etnis Tionghoa yang ingin belajar dan memeluk agama islam. Karena hal itulah, organisasi PITI di tiap daerah masing-masing membangun masjid dan komunitas kecil sebagai sarana dan bentuk nilai sosial untuk masyarakat dan mualaf Tionghoa. Nilai sosial yang tampak pada masjid Cheng Hoo Palembang ini di antaranya adalah adanya kelompok yang terdiri dari masyarakat dan mualaf Tionghoa untuk sama-sama belajar Al-Qur an di rumah Tahfiz masjid Cheng Hoo. Kemudian, adanya kelompok remaja masjid, kelompok ibu-ibu pengajian dan kepengurusan PITI yang saling berinteraksi secara keagamaan, mendalami, menghayati, dan mengimplementasikan ajaran-ajaran agama islam, sesuai dengan panduannya melalui firman Tuhan di dalam Al-Qur an yang kemudian dilengkapi oleh hadist dan juga bimbingan para ustad (ulama). Nilai sosial akan semakin terlihat kuat pada saat penyambutan bulan suci Ramadhan di masjid Cheng Hoo. Menurut Bapak Haji Ahmad Afandi, setiap bulan puasa di masjid Cheng Hoo akan selalu ramai pengunjung terutama mereka yang berasal dari luar kota untuk ikut 90

103 berbuka puasa bersama dan salat taraweh. Kemudian, adanya kegiatan pesantren, nuzul Al- Qur an ataupun tamu dari agama lain yang ingin bersilaturahmi, menggambarkan bentuk nilai sosial yang semakin baik di mata masyarakat Indonesia maupun kota Palembang terhadap eksistensi PITI dan masjid Cheng Hoo. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Setelah diuraikan secara rinci dari Bab I sampai Bab V, maka pada Bab VI penulis memaparkan kesimpulan dari penelitian yang telah ditulis dalam bentuk skripsi ini. Kesimpulan yang dibuat adalah untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada rumusan masalah yang ada di Bab I, yaitu: (1) Apa saja makna budaya yang ada pada setiap ornamen, simbol dan gaya bangunan Cina di masjid Cheng Hoo Palembang? (2) Apa saja nilai-nilai budaya yang dapat dikaji di dalam masjid Cheng Hoo Palembang tersebut. Organisasi PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) yang sebagian besar anggotanya berasal dari etnis Tionghoa muslim, mendirikan bangunan masjid yang terdiri dari akulturasi kebudayaan Tionghoa dan islam. Hal ini bertujuan untuk mengenang jejak Laksamana Cheng Hoo yang datang ke Indonesia dan menyebarkan ajaran/dakwah islam sekaligus filosofi Cina dalam wujud kebudayaan, simbol, artefak dan lain-lain. 91

104 Masjid bergaya Cina pertama di Indonesia yaitu masjid Cheng Hoo Surabaya meniru desain dan gaya bangunan yang ada di Beijing yaitu masjid Niujie. Organisasi PITI berpendapat jika agama dan budaya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Masjid Cheng Hoo yang memiliki filosofi dan kebudayaan Cina menjadi unsur pendukung nilai juga makna yang dapat diresapi oleh jamaah atau masyarakat sedangkan fungsinya tidak terlepas dari fungsi masjid pada umumnya. Rumah Tahfiz yang berada di masjid Cheng Hoo Palembang juga menjadi salah satu kelebihan dibanding masjid Cheng Hoo lainnya di Indonesia. Rumah Tahfiz bertujuan memberikan pendidikan atau pengajaran Al-Qur an yang benar kepada masyarakat khususnya muslim Tionghoa atau mualaf di Palembang dan anak-anak disekitar masjid. Dari penjelasan Bab V, maka dapat ditemukan dan disimpulkan makna budaya di setiap lambang atau gaya bangunan Cina yang terdapat dalam Masjid Cheng Hoo Palembang. Maknamakna tersebut antara lain sebagai berikut: (1) masjid sebagai sarana kesatuan umat islam yang tidak dapat dipisahkan berfungsi sebagai tempat memanjatkan doa atau salat serta sebagai tempat kegiatan sosial dan kebudayaan. (2) makna kubah sebagai identitas bangunan islam berfungsi sebagai penanda arah kiblat dari bagian luar dan menerangi bagian interior masjid. (3) makna bulan dan bintang sebagai semangat pembaruan mengenai agama islam dan simbol persatuan islam di seluruh dunia. (4) makna bintang segi delapan sebagai simbol filosofi jalan kebenaran dalam agama Buddha dan sebagai pembatas atau penanda dalam mengkaji Al-Qur an dalam agama islam. (5) makna menara menyerupai pagoda sebagai tanda rukun iman dan islam atau Hablum Minallah dan Hablum Minannas serta tingkat pencerahan antara manusia dengan Tuhan. (6) makna warna merah berarti semangat dan bahagia, warna hijau berarti harmonis dan makmur dan warna emas berarti keberuntungan dan tanda kekaisaran Cina. (7) makna bedug 92

105 sebagai tanda asimilasi budaya antara Cina dan islam serta sama-sama berfungsi sebagai penanda dimulainya sembahyang atau salat. (8) makna tiang masjid sebagai keberuntungan karena berjumlah delapan dan berfungsi sebagai penyanggah bangunan masjid. (9) makna atap limas sebagai ciri khas dari kebudayaan suku Palembang yang digunakan oleh kaum bangsawan. (10) makna gerbang sebagai pintu masuk ketenangan (11) makna pintu sebagai jalan utama (12) makna tulisan nama masjid merujuk kepada laksamana Cheng Hoo dan aksara mandarin berarti suatu hal yang sopan. Nilai budaya yang terkandung di dalam bangunan masjid Cheng Hoo Palembang ini antara lain sebagai berikut: (1) Nilai spiritual terdapat di fungsi masjid (2) Nilai identitas budaya terdapat di gaya bangunan (3) Nilai estetika terdapat di beberapa ornamen yang menghiasi masjid (4) Nilai kemanusiaan terdapat di simbol bulan dan bintang dan (5) Nilai sosial terdapat di kegiatan atau aktivitas yang diadakan di masjid oleh organisasi PITI. 6.2 Saran Masjid Cheng Hoo Palembang yang berada di kawasan Jakabaring kota Palembang ini memiliki nilai kebudayaan yang tinggi, dimana masjid ini merupakan bangunan dengan akulturasi budaya yang berperan dalam menunjukkan moto bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika artinya walau berbeda-beda tetap satu jua. Dari segi fisik, masjid ini memiliki keunikan berupa struktur gaya bangunan serta ornamen khas Cina yang berpadu dengan khas suku Palembang (atap limas). Berdasarkan kajian dari makna dan nilai yang terkandung dalam simbolis bangunan masjid Cheng Hoo tersebut, maka perlu adanya upaya pelestarian dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 93

106 1. Kebijakan Pemerintah untuk memberikan bantuan dana atau upaya pelestarian bangunan masjid agar tetap terlindungi, semakin cantik dan menambah konstruksi atau fasilitas yang diperlukan di dalam suatu masjid sebagaimana pada umumnya. 2. Kebijakan Masyarakat untuk tetap menjaga kawasan masjid agar selalu bersih dan bebas dari sampah khususnya pada hari jum at usai salat berjemaah karena kebersihan adalah sebagian dari iman, maka kita harus sadar akan prinsip tersebut. Kemudian, masyarakat harus aktif terlibat dalam kegiatan yang diadakan di masjid Cheng Hoo. 3. Kebijakan Dinas Pariwisata kota Palembang agar memberikan kemudahan bagi wisatawan untuk mempermudah akses menuju ke masjid, seperti adanya transportasi bus umum dan lain-lain. Kemudian, perlu dibuatnya papan penunjuk arah atau keterangan menuju masjid. 4. Kebijakan organisasi PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) untuk terus berkarya dalam membangun konstruksi masjid menjadi lebih indah serta tak bosan-bosannya terus mengadakan kegiatan yang bermanfaat bagi para jemaah, mualaf Tionghoa dan anakanak di masjid dan rumah Tahfiz. A. BUKU DAN ARTIKEL DAFTAR PUSTAKA Antoniades, Anthony C Poetics of Architecture Theory of Design. New York: Van Nostrand Reinhold. Best Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Budiman, Kris Jejaring Tanda Tanda. Strukturalisme dan Semiotik dalam Kritik Kebudayaan. Magelang : Indonesia Tera. Christomy, T Peircean dan Kajian Budaya. T. Jakarta: Pusat Penelitian. 94

107 Kemasyarakatan dan Budaya, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Indonesia. Elysa Afrilliani, Analisis Semiotik Budaya Terhadap Bangunan Masjid Jami Tan Kok Liong di Bogor. Medan: Program Studi Sastra Cina FIB USU (Skripsi Sarjana). Eco, Umberto A Theory of Semiotics. Bloomimgton: Indiana University Press. Endraswara, Suwardi Metodologi Penelitian Sastra:Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Presindo. Fathoni, Abdurrahmat Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Garut: Rineka Cipta Groeneveldt, W.P Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled from Chinese Sources. Djakarta: Bhratara. Hendropuspito, O.C Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, 2008, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kadir, Abdul Pengantar Estetika. Yogyakarta: ASRI Khalidin, Thesis: Penggunaan model pembelajaran generatif untuk meningkatkan pemahaman konsep pembiasan pada lensa kelas I SMA. Universitas Pendidikan Indonesia. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I. Jakarta: Balai Pustaka , Pengantar Ilmu Antropologi II. Jakarta: Aksara Baru , Metode Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Latif, Abdul Pendidikan Berbasis Nilai Kemanusiaan. Bandung: Refika Aditama. Lipman, Jonathan Newman Familiar Strangers, a history of Muslims in Northwest China. WA: University of Washington Press. Mills, J.V.G., Ma Huan. Ying-yai Sheng-lan. The Overall Survey of the Ocean s Shore (1433). [translated from the Chinese text edited by Feng Ch eng-chun with introduction, notes and appendices by JVG Mills]. Cambridge: University Press for the Hakluyt Society. 95

108 Mulyanto, Agus Sistem Informasi Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nazir, M Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Notowidagdo, Rohman Adat Upacara Pernikahan Palembang. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Rakhmat, Jalaluddin Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rochym, A., Mesjid dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia. Bandung: Angkasa. Rudiansyah, Makna dan Tipologi Rumah Tjong A Fie di Kota Medan. Medan: Program Studi Sastra Cina FIB USU (Skripsi Sarjana). Salim, Peter Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press. Saputra, Wira Nilai Budaya, Sistem Nilai, dan Orientasi Nilai Budaya. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Soemardjan, Hindro T Pendidikan Arsitektur dan Pembangunan Nasional Sebuah Pendekatan Budaya, dalam Menuju Arsitektur Indonesia. Bandung: Angkasa Sudjiman Serba-serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia Sudrajat, Iwan Sebuah Tinjauan Retrospektif: Dekonstruksi Dalam Arsitektur. Jakarta: Majalah Arsitektur Imarta. Sugiyono Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suharso, Ana Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux. Semarang: Widya Karya. Sukmadinata, Nana Metode Penelitian Pendidikan. Badung: Remaja Rosda Karya. Tien, Ibrahim Perkembangan Islam di Tiongkok. Jakarta: Bulan Bintang. Tigor, Sandi Arsitektur Tiongkok. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Tjan K., Kwa Tong Hay Berkenalan dengan adat dan ajaran Tionghoa. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Utomo, Bambang Budi. 2008, Cheng Ho: Diplomasi Kebudayaannya di Palembang. Palembang: Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sumatera Selatan. Van Zoest, Aart Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan Dengannya. Jakarta: Yayasan Sumber Agung. Wirartha, I Made Metodologi Penetilian Sosial. Yogyakarta: C.V Andi Offset. 96

109 Wolters, O.W., The Fall of Srivijaya in Malay History. Kuala Lumpur: Oxford University Press B. INTERNET

110 LAMPIRAN Daftar Informan 1. Nama : Bapak Haji Ahmad Afandi Pekerjaan / Jabatan : Dewan Pimpinan Wilayah PITI (Perkumpulan Islam Tionghoa Indonesia) Sumatera Selatan, pengusaha sekaligus pendiri masjid Cheng Hoo di kota Palembang. 2. Nama : Ibu Merry Effendi Pekerjaan / Jabatan : Administrasi dari Yayasan Masjid Cheng Hoo Palembang 3. Nama : Ibu Cahyo Sulistya Ningsih, S.sos Pekerjaan / Jabatan : PPKS Museum Sriwijaya (Ahli Sejarah Cheng Hoo) 4. Nama : Koko Deddy Huang Pekerjaan / Jabatan : Karyawan swasta, warga etnis Tionghoa Palembang 5. Nama : Koko Mulyadi (Chua Trong Gi) Pekerjaan / Jabatan : Penjaga Rumah Kapitan di Palembang 6. Nama : Bapak Burhan S.Ag, M.si Pekerjaan / Jabatan : Bekerja di Kementerian Agama Kota Medan sekaligus pengurus Vihara Buddha Ramsi di Deli Tua 98

111 Daftar Pertanyaan 1. Nama pemilik bangunan ini? 2. Kapan bangunan ini dibangun? 3. Bagaimana sejarah bangunan ini? 4. Kegiatan apa saja yang dilakukan di masjid ini? 5. Apa keunikan masjid ini dibanding masjid bergaya Tionghoa lainnya? 6. Apakah setiap ornament arsitektur pada bangunan ini memiliki makna tertentu? 7. Apakah makna atap, pintu, jendela, serta tiang-tiang bangunan? 8. Apa pengaruh bangunan Masjid Cheng Hoo pada masyarakat dan sekitarnya? 9. Bagaimana cara anda agar masjid Cheng Hoo ini lebih dikenal masyarakat? 10. Hubungan antara masjid Cheng Hoo dengan bangunan2 lain disekitar masjid? 11. Hubungan masjid Cheng Hoo Palembang dan Surabaya? 12. Sejarah Laksamana Cheng Hoo? Apakah islam/tidak? 99

112 Daftar Istilah Akulturasi : suatu proses sosial yang muncul saat terjadi penyatuan dua budaya yang berbeda menjadi budaya yang baru tanpa menghilangkan unsur budaya lama. Arabesk : Seni hias Islam yang terbentuk dari motif hias ilmu ukur, tanaman dan abjad Arab. Asimilasi : pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Asma ul Husna : nama-nama, sebutan, gelar Allah yang baik dan agung sesuai dengan sifatsifat-nya. Baso Palembang Alus : bahasa Palembang yang digunakan dalam percakapan oleh orang tua/yang dihormati Baso Palembang Sari-sari : bahasa Palembang yang digunakan sebagai penghubung masyarakat Sumatera bagian Selatan. Feng Sui : ilmu topografi dari Cina yang mempercayai bagaimana manusia dan surga (astronomi), serta bumi (geografi) dapat hidup dalam harmoni kehidupan. Iktikaf : berdiam diri di masjid dengan melaksanakan amalan-amalan tertentu dengan niat karena Allah SWT. Khalifah Utsman : Pemimpin umat Islam yang memerintah dari tahun 644 (umur 69 70) hingga 656 menggantikan Umar bin Khattab di Madinah sekaligus menantu dari Nabi Muhammad SAW. Komering : Bahasa etnik yang dulu digunakan oleh suku Komering di sungai Komering, dekat dengan kota Palembang. Kosmologi : ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta berskala besar. Landmark : sebuah simbol visual yg mengindentifikasikan suatu kota berdasarkan bentuk visual tertentu. Makruh : Suatu perbuatan yang jika dilakukan tidak apa-apa dan bila ditinggalkan berpahala. Nuzul Al-Qur an : Proses turunnya Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW melalui jibril pada tanggal 17 Ramadhan yang sering diperingati jamaah muslim. 100

113 Syahadat : Pengakuan dari seorang non muslim untuk pindah agama Islam dengan mengucapkan ayat dan percaya hanya Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan. Tausiyah : ceramah keagamaan yang berisi pesan-pesan dalam hal kebenaran dan kesabaran. Tayamum: kegiatan umat Islam membersihkan diri untuk tujuan salat, yang biasanya menggunakan air untuk wudhu, tayamum menggunakan debu, karena tak ada air. 101

114 苏 北大学 本科生毕业设计 论文 论文题目 郑豪清真寺文化价值观与意义研究 学 院 人文学院 学 系 中文系 专 业 中文专业 学 号 学 生 姓 名 苏德立 _ 102

115 指导教师姓名 郭余慧 2016 年 12 月 103

116 郑豪清真寺文化价值观与符号研究 摘要 这个毕业论文题目是郑豪清真寺文化价值观与符号研究 本文研究对象是解释研究 对象简介, 郑豪清真寺文化价值意义与符号 本文用 sander pierce 文化符号理论与文 化意义理论 按照访问结果 文献综述, 本文可用定性描述 关键词 : 文化符号 ; 清真寺 ; 文化意义 ; 文化价值 104

117 目录 摘要... 4 第一章引言 1.1 选题背景 研究对象简介... 4 第二章文献综述 2.1 前人研究 成绩与不足 理论意义 实践意义 研究方法... 6 第三章南苏门答腊 3.1 地理

118 3.2 社会生活 郑和的传记 郑豪读古兰经屋 印尼南苏门答腊华人伊斯兰教协会活动 第四章郑豪清真寺符号对文化价值 4.1 文化含义 清真寺作用和意义 月亮和星星意义 星的八角意义 清真寺两侧塔意义 颜色意义 鼓含义 清真寺塔意义 屋顶意义 大门像寺庙意义 清真寺门意义 清真寺名称意义

119 5.1 文化价值观 精神价值 价值观的文化认同 审美价值 人类价值 社会价值 结论 参考文献 致谢 第一章 引言 1.1 选题背景 巨港作为贸易城市和室利佛逝前的首都已下沉, 并且是受权力的满者伯夷后远征单 马锡 1377 年 1397 年 虽然满者伯夷受到巨港, 但不是注意被征服的领域 其结果 107

120 是, 一片混乱的巨港和已成为率领陈祖. 的海盗巢穴 然后在 1407, 巨港被释放由明郑豪率领的一支舰队 郑豪和他的军队设法捕捉陈祖 -i 和把它带回中国 郑豪四次访问巨港, 在印尼的华人社区的大多数认为郑和专门传播伊斯兰教 当郑豪死了, 中国穆斯林社会在印度尼西亚形成 PITI ( 印度尼西亚华人伊斯兰协会 ) 继续特派团程豪的鼓舞 其使命是支持印度尼西亚伊斯兰教, 中国伊斯兰教的传播 他们还建有中国风格的建筑的一座清真寺 其中之一郑豪巨港清真寺 基于上述情况, 作者想要探究的意义和价值什么是在每个 风格的建筑在巨港程豪清真寺建有 PITI( 印尼华人伊斯兰教协会 ) 1.2 研究对象简介 本文就是针对了郑豪清真寺包括 1. 本文解释郑豪清真寺文化价值意义 2. 本文解释郑豪清真寺符号意义 第二章文献综述 2.1 前人研究 曹余露 (2009) 浅谈奥运会后的中国建筑现状 本文就是针对奥运会后国内建筑, 阐述了人们对这种繁荣现状的理性认识, 就如何理解学术理论界的 中国的新建筑运动 的热闹喧嚣, 如何对待建筑手法等问题作了探论, 以促进中国建筑的发展 108

121 杨经浩 (2010) 从中国建筑的现状浅谈建筑设计的发展方向 本文阐述中国建筑, 探论建筑的基本设计理论和设计原则 戴春 王秋婷 (2013) 当代中国建筑设计现状与发展研究 本文通过对中国工程院院士程泰宁先生的访谈, 分析了中国工程院咨询研究项目 当代中国建筑设计现状与发张研究 课题的定位与价值, 指出该课题旨在通过研究当代中国建筑现状的基础上, 对未来发展提出策略思考与建议 Rudiansyah(2014) 印尼棉兰华人民居研究 本文解释张玉辉建筑文化与符号 Elysa(2015) 印尼茂物唐国良清真寺文化意义研究 本文阐述唐国良清真寺文化 与符号意义, 而讲出清真寺活动 2.2 成绩与不足 看着这些前人研究, 本文可见一些前人研究比较大, 有一些在中国节食建筑文化意 义, 而在印尼只有棉兰与茂物 本文想阐述郑豪清真寺文化价值观与符号并解释郑豪清真 寺对一些印尼华人清真寺的特点 希望通过这个研究本文能给苏北大学中文系一点贡献 2.3 理论意义 本文用两个理论,sander pierce 文化符号理论与文化意义理论 通过这个理论, 本文能 够解释郑豪清真寺文化价值观与符号 2.4 实践意义 在实践意义, 本文解释如何研究过程 1 选题研究对象 2 选题那些问题方面 3 研究 分类及收集资料 4 按照郑豪清真寺文化价值分析 109

122 5 写出结论 2.5 研究方法文献研究法对前人的相关文献进行研究研访问法访问华人, 了解华人针对郑豪清真寺文化 装饰文化及象征意义新等方面的研究, 希望能够获得跟本文研究有关的资料 第三章南苏门答腊 3.1 地理 110

123 " 巨 " 在马来语或 pa 意味着词指向的地方或情况 ; 而谷或 lembeng 意思低地, 谷根肿因为长时间淹没了, 而马来人语言 "lembeng" 是一个水坑 所以, 巨港是一个围绕水存在的地方 在地理上, 巨港位于 2 o 52 到南纬 3 o 5 和 104 o 37 到 104 o 52 东经 8 米平均从海平面 面积为 公里, 分为 16 个行政区和 107 村庄巨港市 巨港战略, 因为它走过道路交通连接在苏门答腊岛上的苏门答腊的区域之间的位置 此外, 也有在巨港,Musi 河, Ampera 桥作为一种手段的运输和地区之间的贸易 巨港是与领土边界南苏门答腊省的省会, 如下所示.. (a) 向北 ; 与工事 村庄和村庄顶部着重号 Kecamatan 踏浪卡拉怡东区基地村 (b) 向南 ;Muara Enim 丽晶 Gelumbang 分区与村庄的 Inderalaya 分区百合奥伊利尔 摄 政 (c) 向西 ; 苏卡加迪村小区与蓝山卡拉怡东区 (d) 向东 ; 与富裕怡东小区大厅 I 怡东区 3.2 社会生活 根据中央统计局的统计数字和民间的巨港市的人口在 2015 年 1 月记录了巨港居住城市, 一样 1,580,517 组成的 791,943 男女 788,574, 而今年中期 2010 年基于结果统计机构 SP 2010 年人口总数共计 1,455,284 与基于 SP 2010 对 2012 年的 1.70% 的人口的人口增长率 111

124 绝大多数人是马来人多数民族的巨港与使用马来语 而最多, 宗教在巨港是穆斯林 此外还有天主教 新教 印度教 佛教和儒家思想的拥护者 市民大多来自农业 渔 业 石油和天然气收入的来源 部落的巨港或通常称为基尔肯尼的人是占领南苏门答腊省巨港市的土著人民之一 巨港是部落的婚姻组合之间一些族的阿拉伯文和中文的定居者巨港 巨港在日常中的部落说巨港, 被归类为马来人的语言 巨港语言是类似于廖马来语和马来语马来西亚, 只是穿一种方言的 "o" 巨港马来语语言有两种样式语言" 硫酸钡巨港 Alu" 和 " 硫酸钡巨港纱丽舍利子 巨港, 部落社区最喜欢生活在水面以上的房子 家的巨港最受欢迎的人是利马房子形高跷和建在边上 Musi 河水 3.3 郑和的传记 郑豪 ( 他正传 ) 著名的历史人物都在公元 1371 年 ( 洪武年至 4 年 ) 生于傣族昆阳 他 云南省的, 性马 许村 郑豪第一个儿子是马朝觐, 第二个儿子作为一名穆斯林 他有五个兄弟姐妹 在 20 岁 (1392 年 ), 他曾担任日元王储作为宦官 ( 太监 ), 朱棣 ( 第四个儿子洪武帝 ) 后来, 在 1404, 他得到了皇帝的注意从而昵称 " 诚 ", 和他被任命为海军上将负责监督海军上将 郑豪是一名水手是可靠的并有组织到中国以外的一些地区的邮轮七倍 邮轮的七, 程豪五次访问印度尼西亚 程豪的到来的确是中国皇帝的特使的文化使命, 不是战争使 命并显示实力 事实上, 在巨港帮助平息中国海盗名叫陈祖 -i 112

125 这本书从营涯胜览工作 (Utomo,2008:20) 解释七远征海军上将郑豪到巨港进行了四次, 第一 第四 第五和第七的远征 大概是巨港是视为重要的是, 和也许已经居住着很多华人社区 在这个时候在印度尼西亚和马来西亚, 华人社区的大多数认为那郑豪特别传播伊斯兰教 但不是那么实际上 程豪的首要使命是文化, 而伊斯兰教的传播的义务只是作为一个穆斯林 在 1433 年, 印度享年 62 岁 虽然海军上将已经勇敢穆斯林跌倒, 但理解和团结伊斯兰款待绳不间断, 甚至印度尼西亚社会形成几个伊斯兰社区之一的教义是喜 在印度尼西亚, 名称用作海军上将在三宝垄, 即山姆宝寺寺名 虽然中国社会已命名为 " 伊斯兰默罕默德郑豪斯里维雅 " 的一座清真寺在泗水 巴苏鲁 巴淡岛和巨港的穆斯林清真寺 3.4 郑豪读古兰经屋 Tahfiz ( 古兰经屋 ) 首页是记忆或重复的东西, 无论是通过阅读和正确地听到古兰 经 的手段 看到后感 tahfiz 古兰经记忆 / 以上可以得出结论, 背诵古兰经 是一个过程 来维持, 捍卫和保护这部古兰经 的头外面来防止伪造的纯度和蚀变的意思 郑豪古兰经屋院成立 HajiAhmad Affandi 作为主席的领导南苏门答腊的市政局辖 除了教学教育正确诵读古兰经, 它立刻成为 Tahfiz 家庭媒体对于那些想要学习, 特别是到民族中国信徒在巨港, 住在附近的清真寺 郑豪或生活在巨港市地区的人知道更多关于伊斯兰教的人 这更集中的家园的活动可以提供关于伊斯兰教转换为中文, 以及教你如何阅读古兰经 3.5 印尼南苏门答腊华人伊斯兰教协会活动 113

126 印尼南苏门答腊华人伊斯兰教协会 (PITI) 是印度尼西亚的一个伊斯兰组织, 成立于 1961 年 4 月 14 日在雅加达 PITI 主席现在是 Ramdhan Effendi 先生 PITI 是一个程序, 特别是关于 ( 宣教 ) 伊斯兰教送交中国血统和教练指导中国穆斯林的形式在运行伊斯兰教的人 郑豪清真寺作为一个地方祷告, 也被用作一个聚会场所洽谈 PITI 周五祈祷后的组织 做礼拜后, 一般一些男女集合听 Tausiah, 有时进行读古兰经活动 第四章郑豪清真寺符号对文化价值 4.1 文化含义 清真寺作用和意义 除了作为一个礼拜场所或祈祷的清真寺功能, 它还可以作为车辆提供正确的宗教和 组织的公开会议, 和其他以促进人类变得更好的人, 忠实和投入 清真寺不仅是匍匐自己 114

127 的地方, 也是作为一个地方的社会和文化活动 因此, 清真寺应保持圣洁 圣洁的问题是 身体和的要求整洁任何谁进入 郑胡胡清真寺巨港除了具有意义和一般的清真寺功能也呈现出美的在中国建筑风格的文物价值 根据皮尔斯符号学理论, 建筑在这个清真寺的风格和标志有意义和文化价值都信奉伊斯兰教, 民族中国和当地人民自己的条款 郑厚清真寺已成为吸引穆斯林发现, 长期在中国存在, 以及海军上将郑胡胡的, 而在印尼的旅程伊斯兰教的痕迹 月亮和星星意义 在主城圆顶清真寺厚巨港, 上面有月亮和星星是已经熟悉的伊斯兰教的象征 对于穆斯林社区, 这个符号是伊斯兰教的象征 月牙有伊斯兰教, 这是复兴精神的内涵精神 因此, 月亮永远是新的, 每天总是在变化 从一个小, 薄, 放大, 并在满月的时候球状, 然后再次萎缩, 并最终不可见的 伊斯兰教的教义被认为教 ' 更新 ' 先前已透露宗教教义 这是一个曾经被穆斯林拥在一起, 月亮和星星的象征 这个符号似乎是穆斯林的官 方标志, 总是出现在清真寺的圆顶 如果我们看一下, 在世界各地的清真寺几乎所有的圆 顶有这个标志 星的八角意义 115

128 在一些史料记载 八五角星通常用于世界各地的多元文化 不仅在艺术和文化 甚 至这个符号也被用来作为具有特殊意义的宗教意象 在古建筑可见八角星的一些例子 文 物 占星术 并在礼拜场所如清真寺和寺庙/寺院 在佛教中 符号八角星有一个叫做曼陀罗符号的另一个名字 这个符号也有梵语词 哈斯塔阿里亚玛伽 和 Satyani 象棋 这意味着高尚的路径八个角和四个基本的真理的意 思 上的符号八瓣有是做正确的 发言权 正确的生活 正确的努力无助 试图纠正 沉 思右 右的思想和相互理解的含义 佛陀的教导还认为 八角星符号也与莲花和婆罗浮屠 日惹的理念有关 与此相反的伊斯兰教的理解 被称为蹭 EL Hizb 八角星在两个重叠的盒子 其中符 号也在一些会徽和标志发现的形式表示 在阿拉伯语中 意擦 第四季度 而 Hizb 指基 团或政党 在该符号的开始在古兰经使用被分成 Hizb 60 或 60 组大致相等的长度 该符 号确定 Hizb 的每季度 而 Hizb 是一卷的一半 使用该符号作为隔板系统的主要目的 以 促进可兰经的读出 清真寺两侧塔意义 该塔是在左 右测 4 4 米 设有一个 17 米的屋顶高度五个层次也山羊作为巨港的 标志的华丽角 在塔的底层是沐浴和朝圣者谁也进行祈祷的地方 两塔承厚清真寺已意为 hablumminallah 和 hablumhablum 这意味着人与神之间的 关系 此外 五个级别的信仰和伊斯兰教的重要支柱 其中一塔是每日五次礼拜 身高 116

129 17 米平均总祈祷主命在一天内完成了 17 个周期 从底部到宝塔的顶层风格的建筑建造水 平类似的人谁建造逐级到最高级别的愿望有意义的水平 颜色意义 该清真寺是由红色, 绿色和金色为主 红色象征着快乐, 热情, 激情和运气 绿色是大自然通常与繁荣, 和谐和健康相关的关联 黄金的颜色被认为是最美丽的色彩 黄金阴阳产生有意义的表示中立和运气 黄金是帝制中国的颜色, 往往装饰的皇家宫殿, 神坛庙宇 鼓含义 文化中国正在使用的鼓直到今天特别是在佛教寺庙 很明显, 那么, 这个鼓不能与 伊斯兰文化的一部分发现的, 鼓可以被解释为对伊斯兰教文化同化的一种形式, 不能被看 作是伊斯兰教的特点是一直存在 鼓伊斯兰文化, 服务讲述祈祷的穆斯林时会依次调用祈祷 而在寺庙或修道院, 鼓 作为中国人民的祈祷仪式开始的标志和表演舞狮时也可使用 清真寺塔意义 117

BAB IV ANALISIS AKULTURASI BUDAYA CHINA DAN JAWA TERHADAP MASJID CHENG HOO

BAB IV ANALISIS AKULTURASI BUDAYA CHINA DAN JAWA TERHADAP MASJID CHENG HOO BAB IV ANALISIS AKULTURASI BUDAYA CHINA DAN JAWA TERHADAP MASJID CHENG HOO A. Akulturasi China dan Jawa di Masjid Cheng Hoo Masjid Cheng Hoo Surabaya adalah Masjid bernuansa Muslim Tionghoa yang berlokasi

Lebih terperinci

MASJID CHENG HOO SURABAYA

MASJID CHENG HOO SURABAYA KAJIAN MAKNA BUDAYA DALAM ARSITEKTUR : MASJID CHENG HOO SURABAYA Oleh: INDAH RAHMAWATI 0851010006 SEPTAFIAN ADHE 0851010028 SAVITRI KUSUMA W 0851010059 LUCKY MURDIYONO 0851010093 FAKULTAS TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. masjid yang didirikan di Indonesia. Masjid telah menjadi salah satu bangunan. atau RW, instansi pendidikan, dan instansi pemerintahan.

BAB V PENUTUP. masjid yang didirikan di Indonesia. Masjid telah menjadi salah satu bangunan. atau RW, instansi pendidikan, dan instansi pemerintahan. 53 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Masjid merupakan salah satu bangunan yang penting dalam agama Islam. Selain fungsi utamanya sebagai tempat ibadah, masjid juga digunakan sebagai tempat kegiatan umat Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara Republik Indonesia. Wilayah Jakarta terbagi menjadi 6 wilayah yang termasuk 5 wilayah kota administratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Tionghoa yang datang dan menetap di Indonesia sudah memiliki sejarah yang panjang. Orang Tionghoa sudah mengenal Indonesia sejak abad ke 5 M, dan selama beberapa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 102 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Peran Cheng Ho dalam proses perkembangan agama Islam di Nusantara pada tahun 1405-1433 bisa dikatakan sebagai simbol dari arus baru teori masuknya agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Pada masa Nabi

BAB I PENDAHULUAN. adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Pada masa Nabi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masjid merupakan tempat beribadah umat muslim. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Pada masa Nabi Muhammad SAW, di dalam

Lebih terperinci

KEBERADAAN DAN FUNGSI ALAT MUSIK TRADISIONAL GU ZHENG BAGI MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN

KEBERADAAN DAN FUNGSI ALAT MUSIK TRADISIONAL GU ZHENG BAGI MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN KEBERADAAN DAN FUNGSI ALAT MUSIK TRADISIONAL GU ZHENG BAGI MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN 棉兰华人古筝存在和使用研究 (mián lán huá rén gǔzhēng cúnzài hé shǐyòng yánjiū) SKRIPSI SARJANA Oleh: GUCCI OCTAVIA 100710016

Lebih terperinci

SEJARAH DAN ARSITEKTUR MASJID JAMI PITI MUHAMMAD CHENG HO DI DESA SELAGANGGENG ( )

SEJARAH DAN ARSITEKTUR MASJID JAMI PITI MUHAMMAD CHENG HO DI DESA SELAGANGGENG ( ) SEJARAH DAN ARSITEKTUR MASJID JAMI PITI MUHAMMAD CHENG HO DI DESA SELAGANGGENG (2005-2016) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh : Anik Yosi Susanti

Lebih terperinci

TIPOLOGI DAN MAKNA SIMBOLIS RUMAH TJONG A FIE DI KOTA MEDAN 张阿辉建筑与标志意义 (Zhāng ā huī jiàn zhú yǔ biāo zhì yì yì)

TIPOLOGI DAN MAKNA SIMBOLIS RUMAH TJONG A FIE DI KOTA MEDAN 张阿辉建筑与标志意义 (Zhāng ā huī jiàn zhú yǔ biāo zhì yì yì) TIPOLOGI DAN MAKNA SIMBOLIS RUMAH TJONG A FIE DI KOTA MEDAN 张阿辉建筑与标志意义 (Zhāng ā huī jiàn zhú yǔ biāo zhì yì yì) SKRIPSI SARJANA Oleh : NAMA : RUDIANSYAH NIM : 100710038 PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid Raya Al-Mashun merupakan masjid peninggalan Kesultanan Deli yang dibangun pada tahun 1906 M, pada masa pemerintahan sultan Maamun Al- Rasyid Perkasa Alamsjah.Masjid

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang damai, dimana agama ini mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup jasmani maupun rohani sehingga dimanapun Islam datang selalu

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN. BUDI MURNI 3 高三生对第二语言习得分析 (Gāosān shēng duì dì èr yǔyán

PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN. BUDI MURNI 3 高三生对第二语言习得分析 (Gāosān shēng duì dì èr yǔyán PENGARUH BAHASA INDONESIA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA MANDARIN SISWA KELAS XII SMA BUDI MURNI 3 MEDAN BUDI MURNI 3 高三生对第二语言习得分析 (Gāosān shēng duì dì èr yǔyán xí dé fēnxī) SKRIPSI NAMA : JULIANA NOVA WESLY

Lebih terperinci

REPRESENTASI ETNIS TIONGHOA DALAM NOVEL DIMSUM TERAKHIR. Diajukan Oleh : YOHANNA ILMU KOMUNIKASI

REPRESENTASI ETNIS TIONGHOA DALAM NOVEL DIMSUM TERAKHIR. Diajukan Oleh : YOHANNA ILMU KOMUNIKASI REPRESENTASI ETNIS TIONGHOA DALAM NOVEL DIMSUM TERAKHIR (Studi Analisis Wacana Tentang Representasi Etnis Tionghoa dalam Novel Dimsum Terakhir oleh Clara Ng) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bab ini merupakan uraian simpulan dari skripsi yang berjudul Perkembangan Islam Di Korea Selatan (1950-2006). Simpulan tersebut merujuk pada jawaban permasalahan

Lebih terperinci

NILAI KULTURAL PUJIAN SALAT LIMA WAKTU DALAM MASYARAKAT JAWA DI SONGGON-BANYUWANGI

NILAI KULTURAL PUJIAN SALAT LIMA WAKTU DALAM MASYARAKAT JAWA DI SONGGON-BANYUWANGI NILAI KULTURAL PUJIAN SALAT LIMA WAKTU DALAM MASYARAKAT JAWA DI SONGGON-BANYUWANGI SKRIPSI Oleh: MUHIMATUL AILIYAH NIM 060210402197 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

PEMBERIAN NAMA DIRI ORANG JAWA DI DESA BENDUNGAN SKRIPSI. Oleh Aisa Nur Rohmah NIM

PEMBERIAN NAMA DIRI ORANG JAWA DI DESA BENDUNGAN SKRIPSI. Oleh Aisa Nur Rohmah NIM PEMBERIAN NAMA DIRI ORANG JAWA DI DESA BENDUNGAN SKRIPSI Oleh Aisa Nur Rohmah NIM.060210402079 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peninggalan sejarah Islam diacehsalah satunya kesenian. Kesenian merupakan sesuatu yang diciptakan oleh manusia yang mengandung unsur keindahan yang dapat didengar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maamun Al-Rasyid Perkasa Alamsjah IX yang menjadi Sultan ketika itu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Maamun Al-Rasyid Perkasa Alamsjah IX yang menjadi Sultan ketika itu. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid Raya Al-Mashun didirikan pada tahun 1906, dan selesai pada tahun 1909.Secara keseluruhan biaya pembangunan masjid ditanggung sendiri oleh Sultan Maamun Al-Rasyid

Lebih terperinci

WACANA ARGUMENTASI DALAM RUBRIK OPINI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN PEMANFAATANNYA DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA KRITIS DI SMA SKRIPSI

WACANA ARGUMENTASI DALAM RUBRIK OPINI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN PEMANFAATANNYA DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA KRITIS DI SMA SKRIPSI WACANA ARGUMENTASI DALAM RUBRIK OPINI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN PEMANFAATANNYA DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA KRITIS DI SMA SKRIPSI Oleh Winarti NIM 070210402096 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Latarbelakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Latarbelakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang 1.1.1 Latarbelakang Pengadaan Proyek Indonesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari jajaran ribuan pulau yang mempunyai masyarakat plural dimana memiliki bermacam-macam

Lebih terperinci

PERGESERAN MAKNA UPACARA ADAT MASYARAKAT TIONGHOA DALAM MERAYAKAN ULANG TAHUN KELAHIRAN DI KOTA MEDAN

PERGESERAN MAKNA UPACARA ADAT MASYARAKAT TIONGHOA DALAM MERAYAKAN ULANG TAHUN KELAHIRAN DI KOTA MEDAN PERGESERAN MAKNA UPACARA ADAT MASYARAKAT TIONGHOA DALAM MERAYAKAN ULANG TAHUN KELAHIRAN DI KOTA MEDAN 棉兰华人生日文化分析 (Mian lan huaren shengri wenhua fenxi) SKRIPSI Oleh: SRI JULIANA TJIOE 100710040 PROGRAM

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan

Lebih terperinci

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI OLEH: MASTURI NIM. 3211113120 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key words : acculturation, architecture, Bandung Lautze 2 and Ronghe Mosque ABSTRAK

ABSTRACT. Key words : acculturation, architecture, Bandung Lautze 2 and Ronghe Mosque ABSTRAK ABSTRACT Name Study Program Title : Callin Tjahjana : Chinese Literature : Akulturasi Budaya dalam Arsitektur Bangunan Masjid Lautze 2 dan Masjid Ronghe Bandung This thesis looks into acculturation in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping menjadi salah satu faktor pemersatu bangsa juga memberikan nuansa baru dalam keberislamannya

Lebih terperinci

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam KORELASI ANTARA KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMAAH DENGAN PERILAKU SOSIAL SANTRI PONDOK PESANTREN DAARUN NAJAAH JERAKAH TUGU SEMARANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat, rukun kedua dari agama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat, rukun kedua dari agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan shalat, rukun kedua dari agama Islam, memberikan pengaruh yang kuat terhadap masjid sebagai bentuk arsitektur Islam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan, banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan, banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan, banyak bangunan-bangunan megah yang sengaja dibangun oleh tangan-tangan manusia sebagai wujud berdiamnya

Lebih terperinci

PERANAN SULTHAN MUHAMMAD AL-FATIH DALAM PENAKLUKAN KONSTANTINOPEL

PERANAN SULTHAN MUHAMMAD AL-FATIH DALAM PENAKLUKAN KONSTANTINOPEL PERANAN SULTHAN MUHAMMAD AL-FATIH DALAM PENAKLUKAN KONSTANTINOPEL 1451-1453 SKRIPSI Oleh : DEDDY EKO AFRIYANTO NIM 080210302005 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Lebih terperinci

FUNGSI DAN MAKNA MEDITASI PADA KEBAKTIAN KEAGAMAAN BUDDHA THERAVĀDA BAGI MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN

FUNGSI DAN MAKNA MEDITASI PADA KEBAKTIAN KEAGAMAAN BUDDHA THERAVĀDA BAGI MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN FUNGSI DAN MAKNA MEDITASI PADA KEBAKTIAN KEAGAMAAN BUDDHA THERAVĀDA BAGI MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN 印尼棉兰华裔坐禅分析 (Yìnní mián lán huáyì zuòchán fēnxī) SKRIPSI Oleh: CAMELIA NOVELLA 110710004 PROGRAM

Lebih terperinci

AKTIVITAS JAMA AH MASJID LAUTZE 2 DAN PERKEMBANGAN SOSIAL KEAGAMAAN JAMA AHNYA TAHUN SKRIPSI. oleh SRIWIYANTI

AKTIVITAS JAMA AH MASJID LAUTZE 2 DAN PERKEMBANGAN SOSIAL KEAGAMAAN JAMA AHNYA TAHUN SKRIPSI. oleh SRIWIYANTI AKTIVITAS JAMA AH MASJID LAUTZE 2 DAN PERKEMBANGAN SOSIAL KEAGAMAAN JAMA AHNYA TAHUN 1997 2007 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora pada Jurusan Sejarah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar di seluruh wilayahnya. Berbagai suku bangsa ini ada yang dipandang sebagai penduduk asal Nusantara

Lebih terperinci

DESKRIPSI MAKNA SIMBOL DIAGRAM BA GUA PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH : ADE DANU SUBRATA NIM :

DESKRIPSI MAKNA SIMBOL DIAGRAM BA GUA PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN SKRIPSI OLEH : ADE DANU SUBRATA NIM : DESKRIPSI MAKNA SIMBOL DIAGRAM BA GUA PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI KOTA MEDAN 八卦在棉兰华裔社区的功用 (Bāguà zài mián lán huáyi shèqū de gōngyòng ) SKRIPSI OLEH : ADE DANU SUBRATA NIM : 100710041 PROGRAM STUDI S-1

Lebih terperinci

SEJARAH, PERAN, DAN ARSITEKTUR MASJID BESAR BABUL QUDUS KECAMATAN JATILAWANG KABUPATEN BANYUMAS TAHUN

SEJARAH, PERAN, DAN ARSITEKTUR MASJID BESAR BABUL QUDUS KECAMATAN JATILAWANG KABUPATEN BANYUMAS TAHUN i SEJARAH, PERAN, DAN ARSITEKTUR MASJID BESAR BABUL QUDUS KECAMATAN JATILAWANG KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 1926-2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

KERUNTUHAN KEKHALIFAHAN TURKI UTSMANI TAHUN 1924 SKRIPSI

KERUNTUHAN KEKHALIFAHAN TURKI UTSMANI TAHUN 1924 SKRIPSI KERUNTUHAN KEKHALIFAHAN TURKI UTSMANI TAHUN 1924 SKRIPSI oleh: Winda Desilia Putri NIM 050210302223 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Inkulturasi budaya Indonesia berawal dari masuknya bangsa-bangsa asing ke Indonesia yang awalnya memiliki tujuan untuk berdagang. Dengan masuknya budaya-budaya

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Bukti eksistensi warga muslim Tionghoa di kota Bandung yaitu kita dapat

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Bukti eksistensi warga muslim Tionghoa di kota Bandung yaitu kita dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Bukti eksistensi warga muslim Tionghoa di kota Bandung yaitu kita dapat melihat Masjid Lautze di sekitaran Jalan Tamblong. Bangunan dengan dominan warna berwarna

Lebih terperinci

STRATEGI PROMOSI PARIWISATA GUNA MENINGKATKAN JUMLAH PENGUNJUNG DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi di Pantai Batu Lapis Kalianda Lampung Selatan)

STRATEGI PROMOSI PARIWISATA GUNA MENINGKATKAN JUMLAH PENGUNJUNG DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi di Pantai Batu Lapis Kalianda Lampung Selatan) STRATEGI PROMOSI PARIWISATA GUNA MENINGKATKAN JUMLAH PENGUNJUNG DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi di Pantai Batu Lapis Kalianda Lampung Selatan) Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan arsitektur di Eropa sedikit banyak memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan arsitektur di dunia maupun di Indonesia sendiri. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bangsa memiliki ciri khas arsitektur bangunan yang berbeda-beda, baik arsitektur bangunan kuno maupun arsitektur bangunan modern. Arsitektur bangunan dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia dengan berbagai suku bangsa memiliki kekayaan motif hias yang terdapat pada hasil karya sebagai wujud dari kebudayaan yang melambangkan gagasan tentang

Lebih terperinci

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja SEMINAR HERITAGE IPLBI 207 KASUS STUDI Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja Franciska Tjandra tjandra.fransiska@gmail.com A rsitektur Islam, Jurusan A rsitektur, F akultas Sekolah A rsitektur

Lebih terperinci

WISATA KULINER DAN PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT SEKITAR DESA BAGAN PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KAB. DELI SERDANG. Disusun Oleh: TARI PUTRI

WISATA KULINER DAN PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT SEKITAR DESA BAGAN PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KAB. DELI SERDANG. Disusun Oleh: TARI PUTRI WISATA KULINER DAN PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT SEKITAR DESA BAGAN PERCUT KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KAB. DELI SERDANG Disusun Oleh: TARI PUTRI 130901015 DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional, dengan karakter dan gaya seni masing-masing. kepentingan dan fungsi-fungsi dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. tradisional, dengan karakter dan gaya seni masing-masing. kepentingan dan fungsi-fungsi dalam kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara peringkat keempat penduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India, dan Amerika, Indonesia juga banyak memiliki ragam seni

Lebih terperinci

PENDIRIAN MINIMARKET DI KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG DITINJAU DARI PERDA NO. 6 TAHUN 2010 DAN ETIKA BISNIS ISLAM SKRIPSI.

PENDIRIAN MINIMARKET DI KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG DITINJAU DARI PERDA NO. 6 TAHUN 2010 DAN ETIKA BISNIS ISLAM SKRIPSI. PENDIRIAN MINIMARKET DI KECAMATAN NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG DITINJAU DARI PERDA NO. 6 TAHUN 2010 DAN ETIKA BISNIS ISLAM SKRIPSI Oleh A N D R I A N I NIM. 3221103003 JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KONJUNGSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS X MA HUSNUL RI AYAH SITUBONDO

PENGGUNAAN KONJUNGSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS X MA HUSNUL RI AYAH SITUBONDO PENGGUNAAN KONJUNGSI DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS X MA HUSNUL RI AYAH SITUBONDO SKRIPSI Oleh Ely Hidayati NIM 070210402086 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan

Lebih terperinci

DAMPAK OBYEK WISATA ARUNG JERAM TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA CONDONG KECAMATAN GADING KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN

DAMPAK OBYEK WISATA ARUNG JERAM TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA CONDONG KECAMATAN GADING KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN DAMPAK OBYEK WISATA ARUNG JERAM TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA CONDONG KECAMATAN GADING KABUPATEN PROBOLINGGO TAHUN 1999-2006 SKRIPSI Oleh: HARIS NIM 030210302159 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PURA MANDARA GIRI SEMERU AGUNG (Suatu Kajian Antropologis, Sosiologis, dan Edukatif) SKRIPSI. Oleh. Ari Yogo Prasetya NIM

PURA MANDARA GIRI SEMERU AGUNG (Suatu Kajian Antropologis, Sosiologis, dan Edukatif) SKRIPSI. Oleh. Ari Yogo Prasetya NIM PURA MANDARA GIRI SEMERU AGUNG (Suatu Kajian Antropologis, Sosiologis, dan Edukatif) SKRIPSI Oleh Ari Yogo Prasetya NIM 060210302230 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PERAN GURU SOSIOLOGI DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN SOSIOLOGI DI SMA N 1 SEYEGAN

PERAN GURU SOSIOLOGI DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN SOSIOLOGI DI SMA N 1 SEYEGAN PERAN GURU SOSIOLOGI DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN SOSIOLOGI DI SMA N 1 SEYEGAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH (KJKS) CEMERLANG WELERI KENDAL

ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH (KJKS) CEMERLANG WELERI KENDAL ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH (KJKS) CEMERLANG WELERI KENDAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

POLA INTERAKSI VERBAL DALAM KEGIATAN POSYANDU DI DESA CURAHMALANG KECAMATAN RAMBIPUJI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh. Erni Fadilah NIM

POLA INTERAKSI VERBAL DALAM KEGIATAN POSYANDU DI DESA CURAHMALANG KECAMATAN RAMBIPUJI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh. Erni Fadilah NIM POLA INTERAKSI VERBAL DALAM KEGIATAN POSYANDU DI DESA CURAHMALANG KECAMATAN RAMBIPUJI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh Erni Fadilah NIM 100110201031 JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS JEMBER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI S-1 SASTRA CINA MEDAN 2015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI S-1 SASTRA CINA MEDAN 2015 ANALISIS KONTRASTIF KALIMAT TANYA BAHASA MANDARIN DAN BAHASA JEPANG 汉日语疑问句对比分析 (hàn rì yŭ yí wèn jù duì bĭ fēn xī) Skripsi Sarjana Oleh: Angelika Surya Veronika 100710014 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gbr.1 Peta Jalur Sutra (Silk Road)

BAB I PENDAHULUAN. Gbr.1 Peta Jalur Sutra (Silk Road) BAB I PENDAHULUAN Agama Islam di Indonesia merupakan agama terbesar di dunia dengan jumlah penduduknya sekitar 80%. Dalam teori Arabia, mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia datang langsung dari

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN

BAB III KONSEP PERANCANGAN BAB III KONSEP PERANCANGAN Dalam perancangan pusat Informasi dan kegiatan Muslim Tionghoa Lau Tze ini, banyak hal hal yang telah di jelaskan pada bab bab sebelumnya yang akan diterapkan pada perancangan.

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Bangsa bisa disebut juga dengan suku,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan

TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tinjauan Historis Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan historis. Kata tinjauan dalam bahasa Indonesia berasal

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Diajukan oleh : NOVIANA RAHMAWATI A

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Diajukan oleh : NOVIANA RAHMAWATI A PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INSTRUKSI LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA (PTK bagi Siswa Kelas VIII Semester Genap di SMP IT Nur Hidayah Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha. BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK A. Letak Geografis dan Demografis 1. Geografis Desa Teluk Batil merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sungai Apit

Lebih terperinci

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DI KALANGAN MAHASISWA. (Studi Analisis Etnografi Tentang Identitas Etnis Mahasiswa Etnis Tionghoa dalam

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DI KALANGAN MAHASISWA. (Studi Analisis Etnografi Tentang Identitas Etnis Mahasiswa Etnis Tionghoa dalam KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DI KALANGAN MAHASISWA (Studi Analisis Etnografi Tentang Identitas Etnis Mahasiswa Etnis Tionghoa dalam Kompetensi Komunikasi dengan Mahasiswa Pribumi di Kalangan Mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakutas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Tulungagung

Lebih terperinci

BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA BANGUNAN PAGODA SHWEDAGON DI BERASTAGI 蓝比尼园仰光金塔佛教建筑分析 (Lán bǐ ní yuán yǎng guāng jīn tǎ fójiào jiànzhú fēnxī)

BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA BANGUNAN PAGODA SHWEDAGON DI BERASTAGI 蓝比尼园仰光金塔佛教建筑分析 (Lán bǐ ní yuán yǎng guāng jīn tǎ fójiào jiànzhú fēnxī) BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA BANGUNAN PAGODA SHWEDAGON DI BERASTAGI 蓝比尼园仰光金塔佛教建筑分析 (Lán bǐ ní yuán yǎng guāng jīn tǎ fójiào jiànzhú fēnxī) SKRIPSI SARJANA DISUSUN OLEH: DONNA SITEPU 100710006 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

ALIH KODE DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR KELAS VII MTS AL-KAUTSAR SRONO BANYUWANGI

ALIH KODE DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR KELAS VII MTS AL-KAUTSAR SRONO BANYUWANGI ALIH KODE DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR KELAS VII MTS AL-KAUTSAR SRONO BANYUWANGI SKRIPSI Oleh Nurul Elfatul Faris NIM 070210482010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

INTERFERENSI LEKSIKAL BAHASA ARAB KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH MIMBAR SKRIPSI. Oleh Ahmad Syaifuddin Zuhri NIM

INTERFERENSI LEKSIKAL BAHASA ARAB KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH MIMBAR SKRIPSI. Oleh Ahmad Syaifuddin Zuhri NIM INTERFERENSI LEKSIKAL BAHASA ARAB KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH MIMBAR SKRIPSI Oleh Ahmad Syaifuddin Zuhri NIM 060210402143 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SERAT CARETA SAMA UN: SUNTINGAN TEKS DISERTAI ANALISIS RESEPSI. Oleh MUHAMMAD HASAN NIM

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SERAT CARETA SAMA UN: SUNTINGAN TEKS DISERTAI ANALISIS RESEPSI. Oleh MUHAMMAD HASAN NIM SKRIPSI SERAT CARETA SAMA UN: SUNTINGAN TEKS DISERTAI ANALISIS RESEPSI Oleh MUHAMMAD HASAN NIM 121111077 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB IV PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GAYA KALIGRAFI

BAB IV PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GAYA KALIGRAFI BAB IV PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GAYA KALIGRAFI A. Persamaan Gaya Corak Kaligrafi di Masjid Al- Akbar Surabaya dengan Masjid Syaichuna Kholil Bangkalan Masjid merupakan tempat ibadah umat muslim

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KATA NEGASI Bù ( 不 ) DAN Méi ( 没 ) DALAM KALIMAT BAHASA MANDARIN PADA MAHASISWA SASTRA CINA USU

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KATA NEGASI Bù ( 不 ) DAN Méi ( 没 ) DALAM KALIMAT BAHASA MANDARIN PADA MAHASISWA SASTRA CINA USU ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KATA NEGASI Bù ( 不 ) DAN Méi ( 没 ) DALAM KALIMAT BAHASA MANDARIN PADA MAHASISWA SASTRA CINA USU SKRIPSI T. KASA RULLAH 080710005 PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA

Lebih terperinci

水 熟语句的意义分析 ( Shuǐ shúyǔ jù de yìyì fēnxī) Skripsi Sarjana. Oleh : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI SASTRA CINA MEDAN

水 熟语句的意义分析 ( Shuǐ shúyǔ jù de yìyì fēnxī) Skripsi Sarjana. Oleh : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI SASTRA CINA MEDAN ANALISIS MAKNA KATA SHUǏ (AIR)PADA PERIBAHASA CINA 水 熟语句的意义分析 ( Shuǐ shúyǔ jù de yìyì fēnxī) Skripsi Sarjana Oleh : LILI NUR INDAH SARI NASUTION 110710021 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

Lebih terperinci

INOVASI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA PERILAKU SISWA DI SMP NEGERI 1 DURENAN TRENGGALEK (TAHUN AJARAN ) SKRIPSI

INOVASI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA PERILAKU SISWA DI SMP NEGERI 1 DURENAN TRENGGALEK (TAHUN AJARAN ) SKRIPSI INOVASI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA PERILAKU SISWA DI SMP NEGERI 1 DURENAN TRENGGALEK (TAHUN AJARAN 2015 2016) SKRIPSI OLEH : LIA RAHMAWATI NIM 2811123128 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PELABUHAN NIAGA INTERNASIONAL DI TEGAL

TUGAS AKHIR PELABUHAN NIAGA INTERNASIONAL DI TEGAL TUGAS AKHIR DASAR PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( D P 3 A ) PELABUHAN NIAGA INTERNASIONAL DI TEGAL Diajukan Sebagai Pelengkap dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TEKS SAMBUTAN GUBERNUR JAWA TENGAH PADA ACARA KEDINASAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TEKS SAMBUTAN GUBERNUR JAWA TENGAH PADA ACARA KEDINASAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TEKS SAMBUTAN GUBERNUR JAWA TENGAH PADA ACARA KEDINASAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis merupakan negara yang kaya dibandingkan dengan negara yang lainnya, hal ini dapat dibuktikan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MUSIK KOMPANG DALAM UPACARA MENGANTAR PENGANTIN DI SUNGAI GUNTUNG, KECAMATAN

ANALISIS STRUKTUR MUSIK KOMPANG DALAM UPACARA MENGANTAR PENGANTIN DI SUNGAI GUNTUNG, KECAMATAN ANALISIS STRUKTUR MUSIK KOMPANG DALAM UPACARA MENGANTAR PENGANTIN DI SUNGAI GUNTUNG, KECAMATAN KATEMAN, RIAU OLEH: NAMA :ANDI FARHAN NIM : 100707001 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

MAKNA WARNA BAGI MASYARAKAT TIONGHOA

MAKNA WARNA BAGI MASYARAKAT TIONGHOA MAKNA WARNA BAGI MASYARAKAT TIONGHOA SKRIPSI Oleh: Anita Novyanti Purba 070710004 DEPARTEMEN SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 Abstrak Penelitian ini membahas tentang

Lebih terperinci

PENGARUH GERAKAN WAHABI TERHADAP BERDIRINYA ORGANISASI KEMASYARAKATAN NAHDLATUL ULAMA (NU) TAHUN 1926 SKRIPSI. Oleh: HALIK NIM.

PENGARUH GERAKAN WAHABI TERHADAP BERDIRINYA ORGANISASI KEMASYARAKATAN NAHDLATUL ULAMA (NU) TAHUN 1926 SKRIPSI. Oleh: HALIK NIM. PENGARUH GERAKAN WAHABI TERHADAP BERDIRINYA ORGANISASI KEMASYARAKATAN NAHDLATUL ULAMA (NU) TAHUN 1926 SKRIPSI Oleh: HALIK NIM.060210302105 UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Menara Kudus terletak di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Kota Semarang. Oleh penduduk kota Kudus dan sekitarnya,

Lebih terperinci

PENGARUH METODE ACTIVE LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK PADA SISWA KELAS VIII SMP DAARUL QUR AN COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

PENGARUH METODE ACTIVE LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK PADA SISWA KELAS VIII SMP DAARUL QUR AN COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2011/2012 PENGARUH METODE ACTIVE LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK PADA SISWA KELAS VIII SMP DAARUL QUR AN COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Tugas dan

Lebih terperinci

ARSITEKTUR ISLAM PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA

ARSITEKTUR ISLAM PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA ARSITEKTUR ISLAM PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA DAN KEBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA Dra. Dwi Hartini Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia Ahmad Mansur, Suryanegara

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N RENOVASI BAGAS GODANG DAN SOPO GODANG MENURUT PEWARIS DAN MASYARAKAT Studi Kasus Pada Bagas Godang dan Sopo Godang Di Pidoli Dolok SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Persyaratan Ujian Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut Amos Rapoport arsitektur dibentuk dari latar belakang kebudayaan dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi dua bagian

Lebih terperinci

ANALISIS KOHESI LEKSIKAL SINONIMI PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN SURAH AN-NAHL

ANALISIS KOHESI LEKSIKAL SINONIMI PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN SURAH AN-NAHL ANALISIS KOHESI LEKSIKAL SINONIMI PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN SURAH AN-NAHL SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dikembangkan sejak tahun lalu. Feng Shui ditulis pada periode kekaisaran Huang

BAB I PENDAHULUAN. telah dikembangkan sejak tahun lalu. Feng Shui ditulis pada periode kekaisaran Huang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Feng Shui adalah pengetahuan arsitektural yang berasal dari budaya Tiongkok, dan telah dikembangkan sejak 4.700 tahun lalu. Feng Shui ditulis pada periode kekaisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara TIPOLOGI DAN MAKNA SIMBOLIS RUMAH TJONG A FIE DI KOTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara TIPOLOGI DAN MAKNA SIMBOLIS RUMAH TJONG A FIE DI KOTA MEDAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan Negara Tiongkok dengan Indonesia telah berlangsung lama. Hubungan ini diperkirakan telah berlangsung sejak abad ke-5 M. Menurut berita Tiongkok, diketahui

Lebih terperinci

Bukan masalah siapa yang tercepat dan siapa yang terlambat Tetapi yang terpenting adalah siapa yang berhasil menyelesaikan apa yang dia mulai

Bukan masalah siapa yang tercepat dan siapa yang terlambat Tetapi yang terpenting adalah siapa yang berhasil menyelesaikan apa yang dia mulai Motto Bukan masalah siapa yang tercepat dan siapa yang terlambat Tetapi yang terpenting adalah siapa yang berhasil menyelesaikan apa yang dia mulai v Persembahan Dengan penuh kasih kupersembahkan karya

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON

STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari ah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KATA KETERANGAN DERAJAT HEN DAN TING DALAM KALIMAT BAHASA MANDARIN. 汉语程度副词 很 和 挺 使用分析 ( Hàn yǔ chéng dù fù cí hěn hé tǐng shǐyòng fēnxī )

PENGGUNAAN KATA KETERANGAN DERAJAT HEN DAN TING DALAM KALIMAT BAHASA MANDARIN. 汉语程度副词 很 和 挺 使用分析 ( Hàn yǔ chéng dù fù cí hěn hé tǐng shǐyòng fēnxī ) PENGGUNAAN KATA KETERANGAN DERAJAT HEN DAN TING DALAM KALIMAT BAHASA MANDARIN 汉语程度副词 很 和 挺 使用分析 ( Hàn yǔ chéng dù fù cí hěn hé tǐng shǐyòng fēnxī ) SKRIPSI Oleh : MIRAHAYANI 080710018 PROGRAM STUDI SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diwujudkan dalam berbagai karya relief. Karya relief merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. dan diwujudkan dalam berbagai karya relief. Karya relief merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni merupakan salah satu bentuk kebutuhan dari sekian banyak kebutuhan kebutuhan manusia, sehingga bentuk kesenian selalu tumbuh dan berkembang sejajar dengan

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGAYANG BERPOLIGAMI (Studi kasus : Pada Sepuluh Keluarga Poligami di Kota Medan) Oleh: RIZKI ZULAIKHA PARLINA

INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGAYANG BERPOLIGAMI (Studi kasus : Pada Sepuluh Keluarga Poligami di Kota Medan) Oleh: RIZKI ZULAIKHA PARLINA INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGAYANG BERPOLIGAMI (Studi kasus : Pada Sepuluh Keluarga Poligami di Kota Medan) Oleh: RIZKI ZULAIKHA PARLINA 030901030 Dosen Pembimbing Dosen Pembaca : Drs. P. Anthonius Sitepu

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PERAN PERBANKAN SYARIAH DALAM MENINGKATKAN USAHA MKRO DITINJAU DARI UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR BAHASA INDONESIA UNTUK SMP KELAS VIII TERBITAN ERLANGGA SKRIPSI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR BAHASA INDONESIA UNTUK SMP KELAS VIII TERBITAN ERLANGGA SKRIPSI 86 NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR BAHASA INDONESIA UNTUK SMP KELAS VIII TERBITAN ERLANGGA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN TANDA BACA DALAM KARANGAN DESKRIPSI BAHASA MANDARIN MAHASISWA SASTRA CINA USU OLEH SUCITA ANGGRAINI SIREGAR

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN TANDA BACA DALAM KARANGAN DESKRIPSI BAHASA MANDARIN MAHASISWA SASTRA CINA USU OLEH SUCITA ANGGRAINI SIREGAR ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN TANDA BACA DALAM KARANGAN DESKRIPSI BAHASA MANDARIN MAHASISWA SASTRA CINA USU OLEH SUCITA ANGGRAINI SIREGAR 080710011 DEPARTEMEN SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

苏北大学中文系学生汉语上声习得偏误分析 (sū běi dà xué zhōng wén xì xué shēng hàn yǔ shǎng shēng xí dé piān wù fēn xī) SKRIPSI. Oleh Ivan

苏北大学中文系学生汉语上声习得偏误分析 (sū běi dà xué zhōng wén xì xué shēng hàn yǔ shǎng shēng xí dé piān wù fēn xī) SKRIPSI. Oleh Ivan ANALISIS KESALAHAN PELAFALAN NADA KETIGA ( 上声 shǎng Shēng ) DALAM BAHASA MANDARIN OLEH MAHASISWA SASTRA CINA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA: KAJIAN FONETIK AKUSTIK 苏北大学中文系学生汉语上声习得偏误分析 (sū běi dà xué zhōng

Lebih terperinci

DISHARMONIS PENGHUNI PADA RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI KOTA TEBING TINGGI

DISHARMONIS PENGHUNI PADA RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI KOTA TEBING TINGGI DISHARMONIS PENGHUNI PADA RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI KOTA TEBING TINGGI SKRIPSI Diajukan oleh: ARIS PRASETYO 100901038 DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci