TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN"

Transkripsi

1 TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: Cahaya Bulan Syafitri Nasution NIM: Pembimbing Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph.D., Sp. Ort (K) FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

2 Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonsia Tahun 2017 Cahaya Bulan Syafitri Nasution Tingkat Keparahan Maloklusi dan Kebutuhan Ortodonti Berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) pada Murid SMA Negeri 18 Medan x + 47 halaman Maloklusi merupakan ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal yang mengakibatkan hambatan pada diri penderitanya. Masalah ini telah menjadi perhatian besar sehingga para ortodontis menciptakan skala penilaian maloklusi salah satunya adalah Index of Complexity, Outcome and Need (ICON). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti di SMAN 18 Medan berdasarkan ICON. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Total sampel sebanyak 68 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Penelitian ini dilakukan dengan pencetakan gigi rahang atas dan rahang bawah serta dilakukan pengambilan foto intraoral pada subjek. Kemudian model gigi dan hasil foto dianalisis agar diperoleh hasil penilaian berdasarkan ICON. Hasil penelitian diperoleh persentase tingkat keparahan maloklusi untuk kategori sangat ringan (50,0%), ringan (32,4%), sedang (2,9%), parah (11,8%), dan sangat parah (2,9%). Dimana tingkat keparahan pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki yaitu perempuan (20,6%) dan laki-laki (14,7%). Persentase tingkat kebutuhan perawatan diperoleh hasil untuk kategori tidak butuh perawatan sebesar (75,0%) dan butuh perawatan sebesar (25,0%) dimana tingkat kebutuhan pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki yaitu perempuan (29,4%) dan laki-laki (20,6%). Berdasarkan hasil uji chi-square Pearson diperoleh adanya hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan

3 ortodonti dengan nilai p = 0,000 < 0,05. Sehingga disimpulkan bahwa tingkat keparahan maloklusi mempengaruhi tingkat kebutuhan perawatan ortodonti. Daftar rujukan: 34 ( )

4 TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: Cahaya Bulan Syafitri Nasution NIM: Pembimbing Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph.D., Sp. Ort (K) FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

5 PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji Medan, 14 November 2017 Pembimbing: Tanda tangan Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph.D., Sp. Ort (K) NIP

6 `TIM PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji Pada tanggal 14 November 2017 TIM PENGUJI KETUA ANGGOTA : Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph.D., Sp. Ort (K) : 1. Siti Bahirrah, drg., Sp. Ort (K) 2. Mimi Marina Lubis, drg., Sp. Ort

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Tingkat Keparahan Maloklusi dan Kebutuhan Ortodonti berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) pada Murid SMA Negeri 18 Medan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi. Tak lupa pula penulis hadiahkan shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta ayahanda Abdul Haris Nst dan ibunda Salbiah, kepada paman dan bibik Japar dan Efrida, kepada abang dan kakak Alamsyah, Maya, Riswandi, Linni, dan Amir, kepada adik Efrida, Wanda, Agung, dan Ulfa serta keponakan tercinta Baginda, Dini dan Alparid yang telah mendoakan serta memberikan cinta dan kasih sayang, kesabaran, perhatian, bantuan, motivasi, pengorbanan dan juga materil yang tak ternilai kepada penulis. Pada proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp.RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi. 2. Erna Sulistiyawati, drg., Sp.Ort (K) selaku Ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi. 3. Aditya Rachmawati, drg., Sp.Ort sebagai koordinator skripsi di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. iv

8 4. Prof. H. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph.D., Sp. Ort (K) sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 5. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort (K) dan Mimi Marina Lubis, drg., Sp.Ort sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulis. 6. Fitri Yunita Batubara, drg., MDSc sebagai dosen pembimbing akademik atas motivasi dan bantuannya kepada penulis selama masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi. 7. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi terutama kakak Emy dan abang Tulus atas bantuan dan motivasinya. 8. Kepala sekolah, guru, pegawai dan murid SMA Negeri 18 Medan atas izin, waktu dan kesediannya yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 9. Sahabat-sahabat penulis yaitu Masithoh, Ana, Intan, Dewi, Ulini, Ovila, Tika, Uswatun, Nofri, Miska, Larissa dan teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ortodonsia terutama Vanny serta yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan selama pengerjaan skripsi yang selalu ada membantu dan memberikan semangat. Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi, khususnya di Departemen Ortodonsia. Medan, 14 November 2017 Penulis, Cahaya Bulan Syafitri Nasution NIM : v

9 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iv vi viii ix x BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi Ideal Oklusi Normal Maloklusi Etiologi Maloklusi Klasifikasi Maloklusi Oklusal Indeks Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD) Swedish Medical Board Index (SMBI) Dental Aesthetic Index (DAI) Index of Orthodontic Treatment and Need (IOTN) Dental Health Component (DHC) Aesthetic Component (AC) vi

10 2.3.5 Index of Complexity Outcome and Need (ICON) Kerangka Teori Kerangka Konsep BAB 3 Metodologi Penelitian 3.1 Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi Penelitian Sampel Penelitian Variabel Penelitian Definisi Operasional Alat dan Bahan Penelitian Prosedur Penelitian Pengolahan Data Analisis Data Etika Penelitian BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 5 PEMBAHASAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

11 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Komponen DAI, bobot hitung, dan bobot akhir Kategori kebutuhan perawatan DAI Dental Health Component dari IOTN Metode penskoran ICON dan komponennya Skor keparahan maloklusi dengan indeks ICON Skor penilaian tingkat keberhasilan perawatan dengan indeks ICON Defenisi operasional Jumlah dan persentase tingkat keparahan maloklusi berdasarkan ICON 35 9 Jumlah dan persentase tingkat keparahan maloklusi menurut jenis kelamin berdasarkan ICON Jumlah dan persentase tingkat kebutuhan berdasarkan ICON Jumlah dan persentase tingkat kebutuhan perawatan menurut jenis kelamin berdasarkan ICON Hubungan tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti viii

12 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 Skala Aesthetic Component (AC) dari IOTN A. Crowded, B. Diastema Crossbite. A. Crossbite anterior, B. Crossbite posterior Relasi Vertikal Anterior. A. Openbite, B. Deepbite, C. Overbite Alat yang dipakai dalam penelitian Bahan yang dipakai dalam penelitian Pengukuran panjang lengkung rahang menurut Lundstorm Metode pengukuran Lundstorm Pengukuran overbite Penilaian relasi antero-posterior segmen bukal ix

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian 2 Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian 3 Surat pernyataan persetujuan subjek penelitian (informed consent) 4 Data hasil perhitungan sampel penelitian 5 Data hasil (AC) dari sampel penelitian 6 Hasil statistik 7 Surat Ethical Clearence 8 Surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan Medan 9 Surat izin penelitian dari SMA Negeri 18 Medan x

14 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu bentuk ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau hubungan rahang yang menyimpang dari normal. Maloklusi telah terbukti mempengaruhi kesehatan mulut, meningkatkan prevalensi karies gigi, menyebabkan gangguan temporomandibular dan mempengaruhi estetik dan penampilan wajah seseorang. 1 Masalah maloklusi dan pengaruhnya terhadap fungsi mulut dan estetika wajah telah menjadi perhatian besar di bidang kesehatan. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) maloklusi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut dengan peringkat ketiga, setelah penyakit periodontal diperingkat kedua dan karies gigi diperingkat pertama. 2 Prevalensi maloklusi di seluruh dunia dilaporkan jumlahnya bervariasi yaitu berkisar antara 11% sampai 93% yang terdiri dari maloklusi ringan sampai berat. 1 Persentase paling tinggi adalah sebesar 93%, yang dilakukan oleh Silva pada tahun 2001 di Amerika Latin yang dikutip dari penelitian Herwanda dkk di Banda Aceh. 3 Persentase paling rendah adalah 8,8% yang diteliti oleh Sridharan di India tahun ,4 Prevalensi maloklusi di Indonesia masih sangat tinggi sekitar 80% dari jumlah penduduk, dan merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang cukup besar. 5 Berdasarkan laporan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013, sebanyak 14 provinsi mengalami masalah gigi dan mulut sebesar 25,9%. 5,6 Berdasarkan hal tersebut para ortodontis telah menciptakan skala penilaian maloklusi untuk menilai derajat keparahan dan kebutuhan perawatan dengan lebih tepat. 7 Berdasarkan metode untuk mengukur dan menentukan keparahan maloklusi dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif dapat menggambarkan ciri oklusal dan mengklasifikasikan gambaran pada gigi, namun tidak memberikan informasi tentang kebutuhan dan hasil perawatan sedangkan metode kuantitatif dapat mengukur tingkat keparahan maloklusi yang

15 2 dinilai dalam skala atau proporsi. 7,8 Metode ini memprioritaskan kebutuhan akan perawatan dan penggunaannya meminimalkan subjektivitas yang terkait dengan penilaian diagnosis, hasil dan kompleksitas perawatan ortodontik. 8 Contoh penilaian maloklusi secara kualitatif adalah Angle, Stallard, Mc Call, Sclare, dan WHO/FDI sedangkan contoh penilaian maloklusi secara kuantitatif adalah Handicapping Labiolingual Deviation Index (HLDI), Swedish Medical Board Index (SMBI), Dental Aesthetic Index (DAI), Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN), dan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON). 7,8,9 Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) dikembangkan oleh Charles Daniels dan Stephen Richmond dari Universitas Cardiff merupakan indeks multifungsional yang menyediakan metode penilaian tunggal untuk menilai keparahan maloklusi, kebutuhan dan keberhasilan perawatan ortodonti. 10,11 ICON merupakan suatu indeks yang unik di mana skor estetik merupakan bagian integral dari evaluasi kebutuhan perawatan. 11 Tingginya validitas ICON telah dilaporkan dan beberapa penelitian telah mendokumentasikan reliabilitasnya baik. ICON lebih mudah dan lebih efisien untuk digunakan daripada indeks yang penilaiannya terpisah dalam penilaian aspek perawatan ortodontik. 10 Oleh karena itu, ICON memberikan suatu nilai yang lebih dibandingkan dengan indeks kebutuhan perawatan yang lain. 11 Tingkat keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti dengan menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) menurut penelitian yang dilakukan oleh Elfleda Angelina Aikins dkk pada remaja berusia tahun di Rivers State, Nigeria tahun 2011 didapatkan sekitar 38,1% membutuhkan perawatan ortodontik dengan nilai ICON rata-rata (39,7 ± 25.3). Kebutuhan perawatan ortodontik lebih tinggi pada laki-laki (43,5%) dibandingkan perempuan (32,9%). Untuk tingkat keparahan maloklusi pada kategori sangat ringan/ tidak ada sebesar 42,6%, kategori ringan sebesar 28,3%, kategori sedang sebesar 7,5%, kategori parah sebesar 10,3% dan kategori sangat parah sebesar 11,3%. Tingkat keparahan pada laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan perempuan, dimana laki-laki (15,1%) dan perempuan (7,7%). 12 Penelitian lain yang dilakukan oleh Asef Karim dkk, pada remaja di pulau Haida Gwaii, Kanada tahun 2015 didapatkan sebesar 43,7%

16 3 membutuhkan perawatan ortodontik, 31% memiliki keparahan maloklusi yang perlu pengobatan (16% kategori sangat parah, 8% kategori parah, dan 7% sedang). Lakilaki memiliki nilai ICON yang lebih tinggi dari perempuan, dimana laki-laki (46,1 ± 26,6) dan perempuan (41,5 ± 25,9). Laki-laki juga memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan yaitu laki-laki 19% dan perempuan 13%. 13 Antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan berhubungan satu sama lain dimana ketika tingkat keparahan maloklusi tinggi maka kebutuhan akan perawatan juga tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elfleda Angelina Aikins dkk tahun Mereka memperoleh hasil yang signifikan antara tingkat keparahan dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti. 12 Penelitian mengenai tingkat keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) di Indonesia masih tergolong sedikit sehingga membuat peneliti tertarik untuk mengevaluasi tingkat keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat keparahan maloklusi berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan? 2. Bagaimana tingkat keparahan maloklusi berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan menurut jenis kelamin? 3. Bagaimana tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan? 4. Bagaimana tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan menurut jenis kelamin?

17 4 5. Apakah terdapat hubungan tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum tujuan melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) Tujuan Khusus Tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan. 2. Untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan menurut jenis kelamin. 3. Untuk mengetahui tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan. 4. Untuk mengetahui tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan menurut jenis kelamin.. 5. Untuk mengetahui hubungan tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan. 1.4 Hipotesis Penelitian Ada hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti.

18 5 1.5 Manfaat penelitian Manfaat Teoritis 1. Mengetahui tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) sehingga dapat menjadi salah satu sumber penelitian epidemiologis. 2. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan atau kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya di bidang ilmu ortodonsia bahwa tingkat keparahan maloklusi berhubungan dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti. 3. Data dari hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dasar untuk penelitian dan dapat meningkatkan kinerja perawatan ortodonti yang lebih optimal di kemudian hari untuk para ortodontis. 4. Dapat menambah wawasan dan keilmuan peneliti Manfaat Praktis 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi instansi pendidikan khususnya Departemen Ortodonsia bahwa maloklusi dapat dinilai kebutuhan perawatannya dengan indeks ICON, sehingga alternatif perawatan yang diberikan para ortodontis lebih optimal. 2. Memberikan kontribusi kepada masyarakat tentang pentingnya memperbaiki maloklusi, karena maloklusi yang tidak dirawat dapat mengakibatkan beberapa gangguan atau hambatan terhadap fungsi rongga mulut. 3. Memberikan informasi kepada siswa serta pihak sekolah mengenai hubungan keparahan maloklusi dengan kebutuhan perawatan ortodontik. Sehingga bagi beberapa siswa yang tergolong maloklusi parah dapat memilih perawatan ortodontik untuk alternatif perawatannya. 4. Dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

19 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi didefinisikan sebagai kontak interkuspal antara gigi geligi rahang atas dan rahang bawah dalam segala posisi dan pergerakan mandibula. Oklusi dikontrol oleh komponen neuromuskular dan sistem mastikasi, yaitu gigi, struktur periodontal, rahang atas dan rahang bawah, sendi temporomandibular, otot dan ligamen. Dalam studi epidemiologi, terminologi dari oklusi mencakup semua variasi oklusal diantaranya oklusi ideal, oklusi normal dan maloklusi Oklusi Ideal Konsep ini dimulai dari hasil penelitian Angle (1899). Angle mengadakan penelitian mengenai oklusi statis pada posisi interkuspal, dia mendefinisikan hubungan ideal dari gigi-gigi molar pertama atas dan bawah tetap pada bidang sagital. 15 Oklusi ideal merupakan sebuah konsep hipotesis atau teoritis berdasarkan anatomi gigi dan jarang ditemukan di alam. Konsep ini diterapkan pada kondisi ketika basis skeletal rahang atas dan rahang bawah memiliki ukuran yang relatif sesuai terhadap satu sama lain dan gigi harus dalam hubungan yang benar pada posisi istirahat. Houston dkk, menyebutkan beberapa konsep oklusi ideal pada gigi permanen, yaitu sebagai berikut: Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal dan bukolingual yang ideal dan hubungan aproksimal gigi yang benar pada setiap area kontak interdental. 2. Hubungan antar lengkung yang sedemikian rupa sehingga gigi geligi rahang bawah berkontak dengan gigi geligi rahang atas (kecuali gigi insisivus sentralis). 3. Ketika gigi geligi berada pada posisi interkuspal maksimum, mandibula harus berada pada posisi relasi sentrik, yaitu kedua kondilus mandibula berada pada

20 7 posisi yang simetris dan terletak paling retrusi/posterior dalam fossa glenoidalis. 4. Hubungan fungsional pada pergerakan mandibula harus ideal. Khususnya ketika pergerakan lateral, harus ada kontak oklusal pada sisi kerja dengan tidak ada kontak oklusal pada sisi kontralateral, serta pada oklusi protrusi, kontak terjadi pada gigi insisivus, tetapi tidak pada gigi molar. Roth (1976) memperkenalkan kriteria oklusi fungsional yang ideal. Konsep ini ditujukan terutama untuk mendapatkan efisiensi pengunyahan maksimal yang konsisten dengan beban traumatik minimal yang mengenai gigi-gigi dan jaringan pendukung serta otot dan aparatus pengunyahan skeletal. Kriteria tersebut antara lain: Pada posisi interkuspal maksimal (oklusi sentrik), kondil mandibula harus berada pada posisi paling superior dan paling retrusi dalam fosa kondilar. Ini berdampak bahwa posisi interkuspal adalah sama dengan posisi kontak retrusi. 2. Pada saat menutup ke oklusi sentrik, stres yang mengenai gigi-gigi posterior harus diarahkan sepanjang sumbu panjang gigi. 3. Gigi-gigi posterior harus berkontak setara dan merata, tanpa kontak pada gigigigi anterior, pada oklusi sentrik. 4. Harus ada overjet dan overbite minimal, tetapi cukup besar untuk membuat gigi-gigi posterior saling tidak berkontak pada gerak lateral dari mandibula, keluar dari oklusi sentrik. 5. Harus ada halangan minimal dari gigi-gigi terhadap gerak mandibula seperti dibatasi oleh sendi temporomandibula Oklusi Normal Angle (1899) merupakan orang pertama yang menjelaskan definisi oklusi normal. Oklusi normal menurut Angle adalah ketika gigi molar rahang atas dan rahang bawah berada dalam suatu hubungan di mana puncak cusp mesiobukal molar rahang atas berada pada groove bukal molar rahang bawah, serta gigi tersusun rapi

21 8 dan teratur mengikuti garis kurva oklusi. Sedangkan menurut Houston dkk, oklusi normal adalah oklusi ideal yang mengalami penyimpangan yang masih dapat diterima dan tidak menimbulkan masalah estetik dan fungsional. 14 Andrews (1972) menyebutkan enam kunci oklusi normal yang berasal dari hasil penelitian yang dilakukannya terhadap 120 subjek model studi dari pasien tanpa perawatan ortodontik dengan oklusi normal. Dia memperkirakan bahwa jika satu atau beberapa ciri ini tidak tepat, hubungan oklusal dari gigi geligi tidaklah normal. Kunci Andrew ini berhubungan terutama dengan oklusi statik tetapi ciri-ciri yang didefenisikan tidak mencakup klasifikasi Angle. Ketetapan tersebut disebut sebagai "enam kunci oklusi normal" yaitu sebagai berikut: 14,15 1. Hubungan yang tepat dari gigi-gigi molar pertama tetap pada bidang sagital. 2. Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal. 3. Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital. 4. Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual. 5. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing lengkung gigi, tanpa celah maupun berjejal-jejal. 6. Bidang oklusal yang datar. Penelitian oleh Roth (1981) menambahkan beberapa kunci fungsional untuk kunci oklusi normal yang sebelumnya terdiri dari enam kunci oklusi normal oleh Andrew, yaitu sebagai berikut : Relasi sentrik dan oklusi sentrik harus bertepatan. 2. Pada protrusi, gigi insisivus tidak diikutsertakan dengan gigi posterior, pedoman menggunakan ujung gigi insisivus bawah melewati kontur palatal gigi insisivus atas. 3. Pada ekstrusi lateral mandibula, gigi kaninus menunjukkan sisi kerja sementara seluruh gigi lainnya pada sisi tersebut dan sisi berlawanan tidak diikutsertakan. 4. Ketika gigi dalam oklusi sentrik, harus terdapat kontak bilateral pada bagian bukal.

22 9 2.2 Maloklusi WHO (1987), telah memasukkan maloklusi dibawah judul Handicapping Dento Facial Anomali, didefinisikan sebagai sebuah anomali yang menyebabkan cacat atau yang menghambat fungsi, dan memerlukan pengobatan "jika cacat atau cacat fungsional tersebut cenderung menjadi hambatan bagi pasien secara fisik ataupun emosional". Proffit (1986) menjelaskan bahwa maloklusi mungkin terkait dengan satu atau lebih hal berikut: Gigi berjejal pada lengkung rahang terlihat bahwa gigi menempati posisi yang menyimpang dari kurva lengkung rahang yang mungkin menyebabkan gigi bersinggungan, berpindah, berputar, infra-oklusi, supra oklusi dan berubah. 2. Malrelasi lengkung rahang dalam hubungan terhadap oklusi normal yang dapat terjadi secara anteroposterior, vertikal atau transversal. Maloklusi adalah penyimpangan dari oklusi ideal yang dianggap estetisnya tidak memuaskan sehingga menyiratkan ketidakseimbangan kondisi dalam ukuran relatif dan posisi gigi, tulang wajah dan jaringan lunak (bibir, pipi, dan lidah). Penting untuk tidak menyamakan kepemilikan maloklusi dengan kebutuhan untuk perawatan, melainkan harus dinilai menurut kesehatan gigi, estetika atau kriteria fungsional yaitu mengunyah, berbicara, bernapas dan menelan Etiologi Maloklusi Etiologi dari maloklusi bersifat multifaktorial. Menurut Proffit dkk, etiologi maloklusi meliputi: 14 a) Faktor genetik i) Pengurangan evolusi dari rahang dan ukuran gigi menyebabkan rahang dan ukuran gigi mengalami perbedaan. ii) Sindrom genetik iii) Perkembangan embriologik yang cacat iv) Campuran dan keturunan

23 10 b) Faktor lingkungan i) Setiap tekanan yang sebentar atau kekuatan melebihi 4-6 jam / hari pada gigigeligi misalnya tekanan dari sekitar jaringan lunak dan kebiasaan mengisap jempol. ii) Trauma iii) Anomali perkembangan postnatal Klasifikasi Maloklusi Klasifikasi ini berdasarkan pada klasifikasi Edward Angle (1988). Ini adalah klasifikasi dari hubungan anteroposterior lengkung gigi-gigi atas dan bawah, dan tidak melibatkan hubungan lateral serta vertikal, gigi berjejal, dan malposisi lokal dari gigi. Klasifikasi Angle tersebut antara lain: 15 a. Klas I Angle Merupakan hubungan ideal yang bisa ditolerir, dimana cusp mesiobukal dari molar pertama atas permanen beroklusi dengan groove mesiobukal dari molar pertama bawah permanen. 7 Jika gigi insisivus berada pada inklinasi yang tepat, overjet insisal adalah sebesar 3 mm. 15 b. Klas II Angle Pada hubungan Klas II, lengkung gigi bawah terletak lebih posterior daripada lengkung gigi atas dibandingkan dengan hubungan Klas I. 15 Dilihat dari hubungan molar, cusp mesiobukal dari molar pertama bawah permanen beroklusi lebih ke distal dari molar pertama atas permanen. 7 Karena itulah, keadaan ini kadang disebut sebagai hubungan postnormal. 7,15 Ada dua tipe hubungan Klas II yang umum dijumpai, dan karena itu, Klas II umumnya dikelompokkan menjadi dua divisi, yaitu: Klas II Angle divisi 1 Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II dengan gigi-gigi insisivus sentralis atas proklinasi, dan overjet insisal lebih besar. Gigi-gigi insisivus lateralis atas juga proklinasi.

24 11 2. Klas II Angle divisi 2 Lengkung gigi mempunyai hubungan Klas II, dengan gigi-gigi insisivus sentralis atas yang proklinasi dan memiliki overbite insisal yang besar. Gigi-gigi insisivus lateralis atas bisa proklinasi atau retroklinasi. c. Klas III Angle Pada hubungan Klas III, lengkung gigi bawah terletak lebih anterior terhadap lengkung gigi atas. Dilihat dari hubungan molar, cusp mesiobukal dari molar pertama bawah permanen beroklusi lebih ke mesial dari molar pertama atas permanen. 7 Hubungan ini disebut juga sebagai hubungan prenormal. 7, Oklusal Indeks Oklusal Indeks awalnya digunakan sebagai alat epidemiologi untuk menentukan peringkat atau mengklasifikasikan oklusi. Sejumlah besar oklusal indeks mulai muncul pada tahun 1950-an dan 1960-an untuk membantu studi epidemiologi. 9,11 Keparahan atau penyimpangan yang luas dari oklusi normal atau ideal dapat di ukur dengan menggunakan oklusal indeks. 10 Oklusal indeks harus dapat dipercaya dan valid. 9,11 Validitas berarti indeks tersebut mampu mengukur tuntutan pasien untuk dilakukan penilaian. Indeks tersebut harus dapat mengidentifikasi orang-orang yang tidak membutuhkan perawatan (spesifisitas) dan mereka yang membutuhkan perawatan (sensitivitas). Sebuah indeks harus cepat dan mudah digunakan, dapat diterima dengan norma-norma budaya, dan dapat disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia. 11 Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah mengusulkan persyaratan untuk indeks yang ideal diantaranya: 9,16 - Klasifikasi dinyatakan dengan skala terbatas dengan batas atas dan bawah yang pasti - Memiliki sensitivitas yang tinggi - Skor harus sesuai dengan tahapan klinis penyakit - Dapat diandalkan - Harus akurat untuk modifikasi pengumpulan data

25 12 - Indeks harus sederhana untuk memungkinkan mempelajari populasi yang banyak dengan biaya, waktu, dan tenaga yang semestinya - Pemeriksaan yang dilakukan harus dapat dilakukan dengan cepat - Syarat yang dipakai minimal untuk menilai keberhasilannya - Terpercaya - Valid - Diterima oleh para profesional dan masyarakat Oklusal indeks berguna untuk penelitian, pemeriksaan, manajemen praktik, dan menjamin kualitas dalam ortodontik. 17 Dr William Shaw dan rekan kerja membagi indeks oklusal dalam lima kategori yang berbeda. Antara lain indeks diagnostik, indeks epidemiologi, indeks kebutuhan perawatan ortodontik, indeks hasil perawatan, dan indeks kompleksitas perawatan ortodontik. 9,11 Indeks kebutuhan perawatan ortodontik adalah salah satu bentuk oklusal indeks yang digunakan untuk memprioritaskan kebutuhan untuk perawatan. Penggunaannya meminimalkan subjektivitas yang berhubungan dengan diagnosis, hasil dan kompleksitas penilaian perawatan ortodontik. Indeks kebutuhan perawatan ortodontik mengidentifikasi pasien yang membutuhkan perawatan ortodontik dan mereka yang memprioritaskan kebutuhan perawatan. 11 Beberapa indeks kebutuhan perawatan ortodontik telah diperkenalkan untuk mengukur maloklusi tersebut, diantaranya Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD), Swedish Medical Board Index (SMBI), Dental Aesthetic index (DAI), Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) dan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON). 9, Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD) Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD) merupakan salah satu indeks yang pertama kali digunakan di Amerika Serikat untuk mengidentifikasi mereka dengan rintangan maloklusi yang dikembangkan oleh Dr Harry L. Draker. Indeks HLD menyeleksi penyimpangan oklusi ideal dan kemudian diberi skor dan bobot. Bentuk asli dari indeks HLD ini bukan merupakan indeks yang dapat diandalkan untuk menilai kebutuhan perawatan ortodontik. Hal ini karena tidak

26 13 mencatat hilangnya gigi, gigi impaksi, jarak antara gigi, dan diskrepansi transversal seperti penyimpangan midline dan crossbite Swedish Medical Board Index (SMBI) Bentuk asli dari indeks ini dikembangkan memiliki 4 kategori kebutuhan (kelas 1 sampai 4). Kemudian, Linder-Aronson dan rekan kerja merevisi indeks ini dan menambahkan kategori kelima yaitu kelas 0 yang menggambarkan subjek yang tidak perlu perawatan. Revisi indeks ini sangat mirip dengan DHC dari IOTN. Namun, DHC pada IOTN dinilai dari 1 sampai 5. SMBI ini menjadi pertimbangan, berdasarkan pandangan subjektif dan keinginan pasien ketika memutuskan kebutuhan perawatan. SMBI menunjukkan rendahnya tingkat reproduksi, terutama ketika indeks ini digunakan oleh non-profesional Dental Aesthetic Index (DAI) Dental Aesthetic Index (DAI) diperkenalkan oleh Cons pada tahun DAI adalah salah satu indeks yang dapat digunakan oleh ahli ortodontik untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan ortodontik. 8 WHO telah mengelompokkan DAI sebagai indeks internasional, yang mengidentifikasi sifat oklusal dan secara matematis memperoleh satu skor tunggal yang menggabungkan aspek fisik dan estetika oklusi, termasuk persepsi pasien. 8,10 Skor ini mencerminkan tingkat keparahan maloklusi yang dibagi dalam empat kategori yang kemudian digunakan untuk menentukan kebutuhan perawatan ortodontik. 8 Tabel 1. Komponen DAI, bobot hitung, dan bobot akhir 11 DAI Komponen Gigi hilang yang terlihat: insisivus, kaninus, dan premolar pada lengkung maksila dan mandibula Penilaian crowding pada segment insisivus (0,1 atau 2): 0 = tidak ada crowding, 1 = crowding pada 1segmen, 2 = crowding pada 2 segmen Penilaian spacing pada segment insisivus (0,1 atau 2): 0 = tidak ada spacing, 1 = spacing pada 1 segmen, 2 = spacing pada 2 segmen Bobot Hitung Bobot (dibulatkan)

27 14 4 Diastema (mm) Penyimpangan yang parah pada anterior maksila, (mm) Penyimpangan yang parah pada anterior mandibula, (mm) Overjet anterior maksila, (mm) Overjet anterior mandibula, (mm) Openbite anterior vertikal, (mm) Hubungan anteroposterior molar, kedua sisi kiri dan kanan dinilai. (0 = normal, 1 = ½ cusp mesial atau distal, 2 = satu cusp penuh atau lebih dari mesial dan distal) 11 Konstan Total Skor DAI Skor DAI = (penilaian komponen x bobot) + konstan Tabel 2. Kategori kebutuhan perawatan DAI 8,11 Skor DAI Keparahan Maloklusi Kategori Kebutuhan =< 25 Ringan Tidak perlu perawatan/ kebutuhan perawatan sedikit Sedang Pilihan perawatan Parah Sangat diinginkan perawatan >= 36 Sangat parah Harus dirawat/ perawatan wajib Beberapa keuntungan yang diperoleh untuk penggunaan indeks ini antara lain, pasien memperoleh kepuasan dari perbaikan estetika dan fungsi karena DAI sangat memperhitungkan persepsi pasien, DAI efektif untuk penggunaan secara prospektif dalam mengidentifikasi kebutuhan akan perawatan ortodontik secara kuantitatif, bisa digunakan langsung di mulut pasien, dan dapat digunakan untuk menilai standar perawatan. 8 Walaupun demikian ada kemungkinan keterbatasan dengan menggunakan DAI seperti, indeks ini tidak mengidentifikasi kasus dengan deep bite, bukal crossbite, open bite, dan mid line, DAI diperuntukkan untuk gigi permanen sehingga tidak bisa digunakan pada masa gigi bercampur, pengukuran DAI dilakukan dengan menggunakan alat pengukur milimeter sehingga kesalahan kecil dalam akurasi bisa dibesar-besarkan, DAI juga tidak memperhitungkan kehilangan molar. 8,10,11

28 Index of Orthodontic Treatment and Need (IOTN) Index of Orthodontic Treatment and Need (IOTN) pertama kali berkembang di Inggris oleh Brook dan Shaw untuk menilai maloklusi. 18 Tujuan dari indeks ini adalah untuk membantu menentukan kemungkinan dampak maloklusi pada kesehatan gigi individu dan kesejahteraan psikososial. 7 IOTN terdiri dari dua komponen yaitu komponen kesehatan gigi (Dental Health Component/ DHC) yang memperlihatkan kebutuhan ortodontik secara objektif dan komponen estetis (Aesthetic Component/ AC) yang menunjukkan kebutuhan perawatan pasien secara subjektif Dental Health Component (DHC) Dental Health Component (DHC) sebagai indikator oklusal, yang menunjukkan pandangan klinisi pada kebutuhan perawatan ortodontik. Pada indeks ini penilaian penyimpangan maloklusi dibagi menjadi 5 kelas mulai dari kelas 1 'tidak membutuhkan perawatan' dan kelas 5 'sangat membutuhkan perawatan'. 8,18 Sebuah kelas dialokasikan sesuai dengan tingkat keparahan yang terburuk ciri oklusalnya dan menjelaskan prioritas untuk perawatan. Untuk membantu mengidentifikasi fitur oklusal terburuk, ada lima ciri oklusal yang digunakan yang disingkat dengan MOCDO yaitu sebagai berikut: 7,19 1. Missing teeth/ Gigi yang hilang (termasuk kehilangan karena kongenital, erupsi secara ektopik dan gigi impaksi) 2. Overjet (termasuk overjet terbalik) 3. Crossbite 4. Displacement of contact points/ Pemindahan titik kontak. 5. Overbite (termasuk open bite)

29 16 Tabel 3. Dental Health Component dari IOTN 7,8,19 Kelas 5 5i 5h 5a 5m 5p 5s Kelas 4 4h 4a 4b 4m 4c 4l 4d 4e 4f 4t 4x Kelas 3 3a 3b 3c 3d 3e 3f Sangat membutuhkan perawatan Gigi terpendam (kecuali molar tiga) yang disebabkan karena gigi berjejal,pergeseran titik kontak gigi, gigi supernumerary, gigi desidui yang persisten dan penyebab patologi lainnya. Daerah hipodontia yang luas dengan implikasi restorasi (lebih dari 1 gigi pada setiap kuadran) yang membutuhkan perawatan ortodonti prerestorasi. Overjet > 9 mm Reverse overjet > 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan dan bicara. Cacat akibat celah bibir dan palatum. Gigi desidui yang terpendam. Membutuhkan perawatan Daerah hipodontia yang tidak begitu luas yang membutuhkan perawatan pre-restorasi ortodonti atau penutupan ruang untuk meniadakan kebutuhan perawatan prostetik. Overjet > 6 mm tetapi 9 mm Reverse overjet > 3,5 mm tanpa kesulitan pengunyahan atau bicara. Reverse overjet > 1 mm tetapi 3,5 mm dengan kesulitan pengunyahan/ bicara. Crossbite anterior atau posterior > 2 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal. Crossbite lingual posterior tanpa kontak fungsional oklusal pada salah satu atau kedua segmen bukal. Pergeseran titik kontak gigi yang parah > 4 mm Openbite anterior atau lateral yang ekstrim > 4 mm Komplit overbite dengan trauma gingiva atau palatal. Gigi erupsi sebagian, miring atau terpendam terhadap gigi yang berdekatan. Gigi supernumerary. Kebutuhan perawatan sedang/ borderline Overjet > 3,5 mm tetapi 6 mm disertai bibir yang tidak kompeten. Reverse overjet > 1 mm tetapi 3,5 mm Crossbite anterior atau posterior > 1 mm tetapi 2 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal. Pergeseran titik kontak gigi > 2 mm tetapi 4 mm Openbite anterior atau lateral > 2 mm tetapi 4 mm Komplit overbite tanpa trauma gingiva atau palatal.

30 17 Kelas 2 2a 2b 2c 2d 2e 2f 2g Kelas 1 Kebutuhan perawatan ringan Overjet > 3,5 mm tetapi 6 mm disertai bibir yang kompeten. Reverse overjet > 0 mm tetapi 1 mm Crossbite anterior atau posterior 1 mm diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal. Pergeseran titik kontak gigi > 1 mm, tetapi 2 mm Openbite anterior atau posterior >1 mm, tetapi 2 mm Overbite 3,5 mm tanpa kontak gingiva. Pre-normal atau post-normal oklusi dengan atau tanpa anomali. Tidak perlu perawatan Maloklusi yang sangat ringan, termasuk pergeseran kontak poin < 1mm Aesthetic Component (AC) Aesthetic Component (AC) dikembangkan dalam upaya untuk menilai cacat estetika yang ditimbulkan oleh maloklusi yang mungkin berdampak pada psikososial pasien. 7 Terdiri dari 10 skala foto warna untuk menilai cacat estetis yang ditimbulkan oleh maloklusi hingga dampak psikososial pada pasien yang dinilai dari skor 1 sampai 10. Penilaian dilihat dari aspek anterior dan skor yang sesuai ditentukan dengan memilih foto yang diduga menimbulkan cacat estetis yang setara. Foto pertama merupakan susunan gigi yang paling menarik dan foto ke 10 mewakili susunan gigi yang paling buruk. Skor tersebut mencerminkan penurunan estetika. Skor yang dikategorikan sesuai dengan kebutuhan untuk perawatan yaitu: 20 Skor 1-4 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan Skor 5-7 : perawatan sedang Skor 8-10 : sangat memerlukan perawatan Gambar 1. Skala Aesthetic Component (AC) dari IOTN 8,19,20

31 Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) merupakan indeks terpadu yang dikembangkan oleh Charles Daniels dan Stephen Richmond dari Universitas Cardiff dengan menggunakan alat ukur yang sama untuk menilai keparahan, kebutuhan, dan keberhasilan perawatan. 8,21 Indeks ini didasarkan oleh pendapat dari sekumpulan juri panel internasional yang terdiri dari 97 praktisi ortodontis spesialis dari delapan negara Eropa (Jerman, Yunani, Hungaria, Italia, Belanda, Norwegia, Spanyol, Inggris) dan Amerika Serikat. 10,12 Dalam penelitian ini, dilakukan penilaian tingkat kebutuhan secara subjektif dari 240 model studi sebelum perawatan dan mencatat tingkat keberhasilan perawatan 98 model studi sebelum dan sesudah perawatan. 8,10 ICON adalah indeks multifungsional yang menyediakan metode penilaian tunggal untuk menilai keparahan maloklusi, kebutuhan dan keberhasilan perawatan ortodonti. 10,11 ICON telah terbukti menjadi indeks yang dapat dipercaya dan valid untuk menilai keparahan, kebutuhan dan keberhasilan perawatan ortodontik, memiliki sensitivitas yang relatif tinggi (mampu mendeteksi kebutuhan perawatan pada individu) dan spesifisitas (kemampuan untuk mengidentifikasi dengan benar orangorang yang tidak membutuhkan perawatan). 10,11,21 Indeks ini memiliki lima komponen yang kesemuanya dinilai sesuai metode penilaian ICON. 18 Lima komponen tersebut yaitu: Aesthetic Component (AC) yang mirip dengan Aesthetic Component (AC) dari IOTN, berjejal/ diastema rahang atas, adanya crossbite, hubungan vertikal anterior (open bite dan overbite), dan susunan gigi di segmen bukal dalam hubungan antero-posterior. 7,21 1. Aesthetic Component (AC) Untuk menilai estetika gigi, digunakan Aesthetic Component (AC) dari IOTN. Kemudian dibandingkan dan dipilih yang paling mendekati dengan keadaan gigigeligi yang ada pada 10 foto skala ilustrasi. Lalu diberi skor sesuai dengan skor yang ada pada foto tersebut. Skala tersebut antara 1, untuk estetik yang baik, sampai 10, untuk komponen estetik yang terburuk. Begitu skor itu diperoleh, kemudian dikalikan dengan bobot 7. 19,22

32 19 2. Berjejal /Diastema Rahang Atas Komponen ini didapat dari selisih lingkar lengkung/ panjang lengkung mesial gigi terakhir pada kedua sisi dikurangi dengan diskrepansi jumlah lebar mesiodistal gigi. 19,22 Pada masa peralihan gigi, lebar rata-rata kaninus dan premolar dapat digunakan sebagai estimasi penilaian gigi berjejal yang potensial. Disarankan ratarata 7 mm untuk premolar dan kaninus bawah, serta 8 mm untuk kaninus atas. Estimasi ini akurat untuk metode ini. 19,23 Gigi yang tidak erupsi di defenisikan sebagai gigi impaksi dan dimasukkan kedalam skor maksimum untuk gigi berjejal. Sebuah gigi yang tidak erupsi dimasukkan kedalam impaksi gigi jika mengikuti kondisi berikut yaitu, jika kondisi gigi adalah erupsi ektopik atau impaksi melawan gigi yang berdekatan (tidak termasuk molar tiga tetapi termasuk gigi berlebih/ supernumerary teeth). Kondisi lain adalah ketika ruangan yang tersedia kurang dari 4 mm diantara kontak poin dari gigi permanen yang berdekatan. 23 Setelah skor diperoleh kemudian dikalikan dengan bobot 5. 19,23 A B Gambar 2. A. crowded 24 ; B. Diastema Crossbite Gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah pada model dioklusikan, kemudian dilihat ada tidaknya crossbite. Skor yang diberikan bila dijumpai adanya crossbite adalah 1 dan 0 bila tidak. 19,22 Pada segmen anterior, crossbite didefinisikan dengan gigi insisivus atau kaninus rahang atas pada saat oklusi dalam keadaan edge to edge atau linguoversi. Pada segmen posterior, relasi transversal menunjukkan adanya

33 20 gigitan tonjol pada segmen bukal atau gigitan terbalik. 23 Pada kondisi keduanya skor yang diperoleh kemudian dikalikan dengan bobot A B Gambar 3. Crossbite A. crossbite anterior 26 ; B. crossbite posterior Relasi Vertikal Anterior Disini yang dilihat adalah adanya gigitan terbuka (open bite) dan gigitan dalam (deep bite). Jika kedua sifat ini hadir hanya skor tertinggi yang dihitung. 19,22 Overbite positif diukur pada bagian terdalam dari overbite pada gigi insisivus. Open bite dapat diukur dengan penggaris mm biasa mulai dari pertengahan tepi insisal yang paling menyimpang dari gigi atas. 23 Skor yang diperoleh kemudian dikalikan dengan bobot A B C Gambar 4. Relasi Vertikal Anterior A. open bite 28 ; B. deep bite 29 ; C. overbite Relasi Anteroposterior Segmen Bukal Penilaian termasuk pada gigi kaninus, premolar dan molar. 19,23 Gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah pada model dioklusikan dan dilihat bagaimana relasi anteroposterior pada sisi kanan dan kiri, kemudian skor kedua sisi tersebut lalu dijumlahkan. 22 Skor yang diperoleh kemudian dikalikan dengan bobot 3. 19,23

34 21 Tabel 4. Metode penskoran ICON dan komponennya 19,23 No 1 2 Kompon en Penilaian estetis Berjejal rahang atas Diastema rahang atas 3 Crossbite 4 5 Open bite insisivus Overbite insisivus Relasi anteroposterior segmen bukal Skor Bobot Skor 1 sampai 10 7 < 2 mm 2,1-5 mm 5,1-9 mm < 2 mm 2,1-5 mm 5,1-9 mm Tidak ada Crossbite Ada Crossbite Edge to edge < 1 mm 1,1-2 mm Menutupi < 1/3 gigi insisivus Relasi cusp ke embrasur (Klas I,II dan III) Menutupi 1/3 2/3 gigi insisivus Relasi cusp yang lain kecuali cusp to cusp Menutupi > 2/3 gigi insisivus Relasi cusp to cusp 9,1-13 mm 13,1-17 mm > 17 mm atau gigi impa -ksi > 9 mm 5 2,1-4 mm Menutupi semua > 4 mm Kemudian setelah itu bobot skor tersebut dijumlahkan untuk menghasilkan skor akhir ICON. Pada model studi sebelum perawatan, skor yang didapatkan dari penjumlahan tersebut mencerminkan kebutuhan perawatan dan juga tingkat keparahan maloklusi. 19 Skor 43 menunjukkan kebutuhan perawatan, dan skor < 43 menunjukkan tidak dibutuhkan perawatan. 31 Untuk skor penilaian tingkat keparahan maloklusi adalah sebagai berikut: 11, Tabel 5. Skor keparahan maloklusi dengan indeks ICON 11,12 Tingkat kompleksitas Skor Sangat Ringan/ Tidak Ada <29 Ringan Sedang Parah Sangat Parah > 77

35 22 Sedangkan untuk penilaian keberhasilan perawatan diperoleh dari model studi setelah perawatan. 11,29 Angka yang didapatkan dari penjumlahan tersebut digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui tingkat keberhasilan. Caranya adalah dengan mengurangi skor yang diperoleh dari perhitungan pada model studi sebelum perawatan dengan empat kali skor yang didapatkan dari perhitungan pada model studi setelah perawatan. 19,22 7, 11 Atau dengan menggunakan rumus berikut: Tingkat keberhasilan = skor sebelum perawatan - (4 X skor sesudah perawatan) Tabel 6. Skor penilaian tingkat keberhasilan perawatan dengan indeks ICON 11,31 Tingkat keberhasilan Skor Greatly improved >-1 Subtantially improved -25 sampai 1 Moderately improved -53 sampai -26 Minimally improved -85 sampai -54 Not improved or worse <-85 Secara keseluruhan ICON mudah digunakan, penilaian ciri-ciri yang relatif sedikit, dapat digunakan pada pasien atau model studi tanpa modifikasi protokol, indeks ini juga berkorelasi dengan pendapat pasien dari segi estetis, fungsi, cara bicara dan kebutuhan perawatan. 11 Tetapi serupa dengan indeks kebutuhan perawatan ortodontik lainnya ada kemungkinan keterbatasan dengan menggunakan ICON seperti, indeks tersebut belum memperoleh penerimaan luas dan sangat berbobot untuk penilaian estetis yang bergantung pada opini subjektif dari dokter sehingga menyebabkan kurangnya penilaian secara objektif, ICON tidak memberikan pertimbangan apapun untuk temuan sefalometrik, penilaian hanya dilakukan pada gigi berjejal sementara rotasi tidak dipertimbangkan, analisis ruang total juga tidak dipertimbangkan. 32,33

36 KERANGKA TEORI Ortodonti Oklusi Malokusi (Angle) Acuan perawatan Maloklusi Oklusi Ideal Oklusi Normal Klas I Klas II Klas III Oklusal Indeks Klas II Divisi 1 Klas II Divisi 2 Indeks Diagnostik Indeks Epidemiologi Indeks Kebutuhan Ortodonti Indeks Keberhasilan Ortodonti Indeks Keparahan Maloklusi HLD SMBI DAI IOTN ICON DHC AC

37 KERANGKA KONSEP Murid \\ SMA Negeri 18 Medan - Tingkat keparahan maloklusi - Tingkat kebutuhan perawatan ortodonti

38 25 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional untuk mengevaluasi tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) pada murid SMA Negeri 18 Medan. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 18 Medan Jl. Wahidin No. 15 A, Pandau Hulu I, Medan Kota. Sekolah ini menjadi pilihan untuk penelitian karena merupakan salah satu lingkar dalam sekolah menengah atas kota Medan. Alasan lain adalah karena di sekolah ini belum pernah dilakukan penelitian sehingga hasil penelitian ini akan memberikan informasi baru bagi pihak sekolah. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September Oktober Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah seluruh murid SMA Negeri 18 Medan yang masih terdaftar saat penelitian berlangsung. 3.4 Sampel Penelitian Sampel diambil dengan menggunakan rumus besar sampel, yaitu uji hipotesis untuk proporsi tunggal pada satu sampel yaitu sebagai berikut: + β 2 ( - Po) 2 Keterangan : n : Besar sampel minimum

39 26 β Po : Deviat baku normal untuk = 5% Z = 1,96 : Deviat baku normal untuk β = 10% Zβ= 1,282 : Proporsi pada penelitian sebelumnya (hasil penelitian Karim A, dkk tahun 2015 sebesar 43,7 = 0,437) P : Proporsi variabel yang diharapkan sebesar 23,7 = 0,237 P Po : selisisih proporsi 20% Sehingga: 2 + 1,282 ( )2 Berdasarkan perhitungan jumlah sampel minimum untuk penelitian ini adalah 57,5 dan digenapkan menjadi 68 orang. Yaitu 34 orang laki-laki dan 34 orang perempuan. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria Inklusi : 1. Murid yang terdaftar dan masih aktif di SMA Negeri 18 Medan dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. 2. Berusia 15 tahun 3. Gigi permanen telah erupsi seluruhnya kecuali M3 4. Tidak pernah atau tidak sedang melakukan perawatan ortodonti 5. Tidak pernah dan tidak sedang mengalami trauma di daerah wajah Kriteria Eksklusi : 1. Sampel menolak berpartisipasi dalam penelitian 2. Murid yang tidak kooperatif

40 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah: a. Variabel bebas: murid SMA Negeri 18 Medan. b. Variabel terikat: tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan penilaian ICON (Aesthetic Component, berjejal/ diastema rahang atas, crossbite, openbite atau overbite anterior, relasi anteroposterior segmen bukal). c. Variabel terkendali: usia, jenis kelamin, dan keterampilan operator. 3.6 Definisi operasional: Tabel 7. Defenisi Operasional No. Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur 1 Murid SMA Negeri 18 Medan 2 Tingkat keparahan maloklusi 3 Tingkat kebutuhan perawatan ortodonti 4 Penilaian ICON Murid yang terdaftar dan masih aktif di sekolah SMA Negeri 18 Medan saat penelitian berlangsung. Penilaian secara objektif terhadap keadaan maloklusi berdasarkan derajat keparahan menurut ICON. Derajat keparahan maloklusi menurut ICON: Sangat Ringan/ Tidak ada : <29 Ringan : Sedang : Parah : Sangat Parah : >77 Penilaian secara objektif terhadap keadaan maloklusi berdasarkan derajat kebutuhan menurut ICON. Derajat kebutuhan perawatan menurut ICON adalah skor sama dengan atau >43 menunjukkan kebutuhan akan perawatan dan skor <43 menunjukkan tidak dibutuhkan perawatan. Penilaian akan tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarka lima komponen berikut: Aesthetic Component, berjejal dan diastema rahang atas, adanya crossbite, relasi vertikal anterior (openbite dan over bite), dan relasi antero-posterior segment bukal. Kuesioner Kuesioner Kuesioner Visual Skala Ukur Kategorik Kategorik Kategorik Kategorik

41 28 5 Aesthetic Component Salah satu komponen dari ICON yang terdiri dari 10 jenis foto berwarna yang disusun berdasarkan tingkat foto dengan susunan gigi yang paling baik sampai susunan gigi yang paling buruk. Skor 1 merupakan foto dengan susunan gigi yang paling baik dan skor 10 merupakan tingkat susunan gigi yang paling buruk. Visual Kategorik 6 Berjejal rahang atas (crowded) Maloklusi berupa ketidakteraturan susunan gigi geligi rahang atas yang disebabkan jumlah lebar mesiodistal gigi yang lebih besar dari panjang lengkung rahang. Jangka Numerik 7 Diastema rahang atas Maloklusi berupa adanya celah pada susunan gigi geligi rahang atas yang disebabkan jumlah lebar mesiodistal gigi yang lebih kecil dari panjang lengkung rahang. Jangka Numerik 8 Crossbite Suatu keadaan oklusi di mana satu atau lebih gigi geligi anterior atau posterior rahang atas berada dalam keadaan tonjol lawan tonjol atau lebih ke lingual dari gigi geligi rahang bawah. 9 Openbite anterior 10 Over bite anterior 11 Relasi anteroposterior segmen bukal Suatu keadaan oklusi di mana gigi insisivus atas tidak beroklusi dengan gigi insisivus bawah (gigitan terbuka). Jarak vertikal antara insisal gigi insisivus atas dengan gigi insisivus bawah. Hubungan antero-posterior dari cusp gigi kaninus, premolar dan molar atas dengan gigi kaninus, premolar dan molar bawah. 12 Usia Usia kronologis berdasarkan tanggal lahir 13 Jenis kelamin Mempunyai ciri fisik laki-laki dan perempuan yang dilihat dari kartu siswa. 14 Keterampilan operator Kemampuan operator dalam melaksanakan penelitian. Visual Jangka Jangka Visual Kuesioner Kuesioner Visual Kategorik Numerik Numerik Kategorik Kategorik Kategorik Kategorik 3.7 Alat dan Bahan Penelitian Alat yang dingunakan pada penelitian ini adalah:

42 29 a. Sarung tangan b. Masker c. Sendok cetak rahang atas dan rahang bawah d. Rubber bowl e. Rubber base f. Spatula g. Pulpen h. Pensil i. Penghapus j. Penggaris besi dengan ketelitian 0,5 mm k. Kalkulator l. Jangka kedua ujung runcing m. Kamera digital n. Cheek retractor a b c d e f g h i j k l m n Gambar 5. Alat yang digunakan pada penelitian. a) Sarung tangan, b) Masker, c) Sendok cetak, d) Rubber bowl, e) Rubber base, f) Spatula, g) Pulpen, h) Pensil, i) Penghapus, j) Penggaris, k) Kalkulator, l) Jangka, m) Kamera digital, n) Cheek retractor

43 30 Bahan yang dingunakan pada penelitian ini adalah: a. Alginate b. Gyps Stone c. Plaster of Paris d. Air e. Dental wax f. Model studi g. Lembaran penilaian ICON a b c d e f g Gambar 6. Bahan yang digunakan dalam penelitian. a) Alginate, b) Dental Stone, c) Plaster of paris, d) Air, e) Dental wax, f) Model studi, g) lembar penilaian ICON 3.8 Prosedur Penelitian 1. Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan. 2. Peneliti datang ke SMA Negeri 18 Medan untuk meminta izin dan membuat jadwal penelitian kepada kepala sekolah agar dapat melakukan penelitian. 3. Peneliti menyebarkan kuisioner kepada responden untuk dilakukan pemilihan sampel penelitian yang diambil dengan teknik Purposive Sampling.

44 31 4. Lembar penjelasan dan lembar persetujuan diberikan kepada sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel yang dikerjakan dalam satu hari adalah minimal 10 orang. 5. Menginstruksikan subjek untuk melakukan gigitan wax mengikuti arahan peneliti untuk memperoleh oklusi sentrik subjek yang akan menjadi acuan bagi peneliti. 6. Melakukan pencetakan rahang atas dan rahang bawah pada subjek. 7. Mengisi hasil cetakan rahang atas dan rahang bawah dengan dental stone. 8. Model gigi yang telah mengeras ditanam dalam rubber base dengan plaster of paris sampai mengeras. 9. Pengambilan data AC - Pemasangan cheek retractor pada mulut subjek dan kemudian dilakukan pengambilan foto intra oral dengan kamera digital untuk mendapatkan data AC. 10. Menganalisis hasil foto dan model gigi dari subjek sesuai dengan acuan penilaian dan pengukuran ICON. Tahap tahap analisis adalah sebagai berikut: a. Komponen estetik dinilai dengan menyesuaikan hasil foto dengan 10 derajat estetik foto ilustrasi AC dari IOTN. b. Berjejal atau diastema rahang atas diukur dengan cara mengurangi panjang lengkung rahang atas dengan lebar mesiodistal gigi 16 sampai 26 dengan menggunakan jangka yang kedua ujungnya runcing dan penggaris besi dengan ketelitian 0,5 mm. Panjang lengkung rahang atas diukur dengan metode Lundstorm. Metode Lundstorm yaitu pengukuran dibagi menjadi menjadi enam segmen, kemudian dijumlahkan (Gambar 7). Setelah mendapatkan ukuran panjang lengkung gigi dan panjang lengkung rahang, penilaian dilakukan dengan cara mengurangi ukuran panjang lengkung rahang dengan panjang lengkung gigi. Jika hasilnya negatif berarti kekurangan ruangan (crowded), dan jika hasilnya positif berarti kelebihan ruangan (diastema). 34

45 32 Gambar 7. Pengukuran panjang lengkung rahang menururt Lundstrom: A..Rahang atas,b. Rahang bawah. 34 Gambar 8. Metode Pengukuran Lundstorm c. Crossbite diamati dengan mengoklusikan model studi rahang atas dan bawah, dinilai apakah ada satu atau beberapa gigi anterior dan posterior rahang atas yang letaknya tonjol lawan tonjol atau lebih ke lingual. d. Openbite anterior diukur secara vertikal pada insisal gigi insisivus atas dan bawah dengan menggunakan penggaris biasa. e. Overbite anterior diukur dengan cara menilai penutupan gigi insisivus atas terhadap gigi insisivus bawah (< 1/3 menutupi gigi insisivus, 1/3-2/3 menutupi gigi insisivus, > 2/3 menutupi gigi insisivus, atau menutupi semua gigi insisivus sentralis).

46 33 Gambar 9. Pengukuran overbite f. Relasi anteroposterior segmen bukal diukur dengan cara menilai hubungan anteroposterior gigi kaninus, premolar dan molar (relasi cusp ke embrasur, relasi cusp yang lain, atau relasi cusp to cusp). a b Gambar 10. Penilaian relasi anteroposterior segmen bukal a) Relasi cusp to embrasur b) Relasi cusp to cusp g. Mencatat dan memasukkan skor pada masing-masing komponen ICON ke lembar penilaian ICON. h. Skor kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing komponen yang terdapat pada lembar penilaian ICON. i. Menjumlahkan skor total dari kelima komponen ICON setelah dikalikan dengan bobot.

47 34 j. Mencatat skor total pada lembar penilaian ICON kemudian dilakukan klasifikasi tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti (dinilai skor total model studi sebelum perawatan). 3.9 Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dan ditabulasi dengan bantuan program komputer Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti. Data yang diperoleh adalah data kategorik, dan kemudian disajikan dalam bentuk frekuensi dan persentase Etika Penelitian Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup : 1. Lembar persetujuan (informed consent) Peneliti memberikan lembar penjelasan yang berisi prosedur penelitian serta manfaatnya dan lembar persetujuan kepada responden. 2. Ethical Clearance Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etik yang bersifat internasional dan nasional. 3. Kerahasiaan (Confidentiality) Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, serta ditampilkan dalam bentuk data kelompok, bukan data pribadi subjek.

48 35 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 18 Medan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti menggunakan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan. Pengambilan sampel diambil dengan mengunakan teknik Purposive Sampling dan diperoleh 68 orang sampel, yang terdiri dari 34 orang laki-laki dan 34 orang perempuan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengukuran dilakukan pada model studi dengan mengacu pada penilaian dan pengukuran komponen ICON. Skor dari tiap komponen ICON kemudian dijumlahkan dan didapatkan skor akhir yang akan dikategorikan kedalam tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti. Berdasarkan hasil pencatatan dan pengamatan pada subjek penelitian, dilakukan uji statistik chi square untuk mengetahui bagaimana tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan ICON di SMA Negeri 18 Medan serta untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan ICON di SMA Negeri 18 Medan dalam bentuk frekuensi dan persentase. Tabel 8. Jumlah dan persentase tingkat keparahan maloklusi berdasarkan ICON Skor ICON Tingkat Keparahan Frekuensi (n) Persentase (%) <29 Sangat ringan/ Tidak ada 34 50, Ringan 22 32, Sedang 2 2, Parah 8 11,8 >77 Sangat parah 2 2,9 Total

49 36 Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat keparahan maloklusi pada kategori sangat ringan/ tidak ada adalah yang paling banyak pada keseluruhan kasus, yaitu sebanyak 34 murid (50,0%). Diikuti kategori ringan sebanyak 22 murid (32,4%), kategori sedang sebanyak 2 murid (2,9%), kategori parah sebanyak 8 murid (11,8%), dan kategori yang paling sedikit adalah kategori sangat parah sebanyak 2 murid (2,9%). Tabel 9. Jumlah dan persentase tingkat keparahan maloklusi menurut jenis kelamin berdasarkan ICON Skor ICON Tingkat keparahan maloklusi Laki-laki Perempuan Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase (n) (%) (n) (%) 19 55, ,1 <29 Sangat ringan/ Tidak ada Ringan 10 29, , Sedang 0,0 2 5, Parah 4 11,8 4 11,8 >77 Sangat parah 1 2,9 1 2,9 Total Pearson chi-square test p = 0,618 > 0,05 Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat keparahan maloklusi lebih tinggi pada perempuan (20,6%) dibandingkan laki-laki (14,7%) untuk kategori sedang, parah, dan sangat parah. Namun, baik perempuan maupun laki-laki, mayoritas dengan tingkat keparahan sangat ringan dimana perempuan (44,1%) dan laki-laki (55,9%). Hal ini diduga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat keparahan maloklusi. Untuk menguji apakah terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan tingkat keparahan maloklusi, maka digunakan uji chi-square Pearson yang menunjukkan nilai p = 0,618 > 0,05, maka disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat keparahan maloklusi.

50 37 Tabel 10. Jumlah dan persentase tingkat kebutuhan perawatan berdasarkan ICON Skor ICON Tingkat kebutuhan perawatan Frekuensi (n) Persentase (%) < 43 Tidak butuh perawatan 51 75,0 43 Butuh perawatan 17 25,0 Total Tabel 10 menunjukkan bahwa sampel yang tidak membutuhkan perawatan ortodonti lebih banyak daripada yang membutuhkan perawatan, yaitu 51 murid (75,0%) tidak membutuhkan perawatan dan 17 murid (25,0%) butuh perawatan. Tabel 11. Jumlah dan persentase tingkat kebutuhan perawatan menurut jenis kelamin berdasarkan ICON Skor ICON Tingkat kebutuhan perawatan Laki-laki Perempuan Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase (n) (%) (n) (%) 27 79, ,6 < 43 Tidak butuh perawatan 43 Butuh perawatan 7 20, ,4 Total Pearson chi-square test p = 0,401 > 0,05 Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan perawatan lebih tinggi pada perempuan (29,4%) daripada laki-laki (20,6%). Namun, baik perempuan maupun lakilaki, mayoritas tidak membutuhkan perawatan dimana perempuan (70,6%) dan lakilaki (79,4%). Hal ini diduga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kebutuhan perawatan. Untuk menguji apakah terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kebutuhan perawatan, maka digunakan uji chi-square Pearson dan diperolah nilai p = 0,401 > 0,05, maka disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kebutuhan perawatan.

51 38 Tabel 12. Hubungan tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti Tingkat kebutuhan perawatan Total Tidak butuh Butuh Sangat ringan (n) (%) 100,0%,0% 100% Ringan (n) (%) 77,3% 22,7% 100% Tingkat Sedang (n) keparahan (%),0% 100,0% 100% maloklusi Parah (n) (%),0% 100,0% 100% Sangat parah (n) (%),0% 100,0% 100% Total (n) (%) 75,0% 25,0% 100% Pearson chi-square test p = 0,000 < 0,05 Keterangan : n = frekuensi % = persentase Tabel 12 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti. Dimana ketika tingkat keparahannya tergolong kategori sangat ringan dan ringan maka tingkat kebutuhan perawatannya adalah kategori tidak butuh perawatan (75,0%) dan ketika tingkat keparahannya tergolong kategori sedang, parah dan sangat parah maka tingkat kebutuhan perawatannya adalah kategori butuh perawatan (25,0%). Sehingga ketika seseorang skor keparahan maloklusi nya ringan dan sangat ringan cenderung tidak butuh perawatan dan ketika seseorang skor keparahan maloklusi nya sedang, parah dan sangat parah cenderung butuh perawatan. Untuk menguji apakah terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan perawatan ortodonti, maka digunakan uji chi-square Pearson dan diperoleh nilai p = 0,000 < 0,05, maka disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti.

52 77. 11,12 Pada tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat keparahan maloklusi pada kategori 39 BAB 5 PEMBAHASAN Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) merupakan indeks multifungsional yang menyediakan metode penilaian tunggal untuk menilai keparahan maloklusi, kebutuhan dan keberhasilan perawatan ortodonti. 10,11 ICON telah terbukti menjadi indeks yang dapat dipercaya dan valid untuk menilai keparahan maloklusi, kebutuhan dan keberhasilan perawatan ortodontik, serta memiliki sensitivitas dan spesifitas yang relatif tinggi. 10,11,21 Untuk penilaian pada indeks ini pengukuran dilakukan pada model studi dengan mengacu pada penilaian dan pengukuran komponen ICON. Skor dari tiap komponen ICON kemudian dijumlahkan dan didapatkan skor akhir yang akan dikategorikan kedalam tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan. 19 Penilaian tingkat keparahan maloklusi dibagi dalam lima kategori tingkatan keparahan yaitu dimulai dari tingkat keparahan sangat ringan/ tidak ada sampai tingkat keparahan sangat parah. Skor untuk kategori sangat ringan/ tidak ada adalah bila skor akhir model studi sebelum perawatan < 29. Skor untuk kategori ringan adalah bila skor akhir model studi sebelum perawatan Skor untuk kategori sedang adalah bila skor akhir model studi sebelum perawatan Skor untuk kategori parah adalah bila skor akhir model studi sebelum perawatan dan skor untuk kategori sangat parah adalah bila skor akhir model studi sebelum perawatan > sangat ringan/ tidak ada adalah yang paling banyak pada keseluruhan kasus, yaitu sebanyak 34 murid (50,0%). Diikuti kategori ringan sebanyak 22 murid (32,4%), kategori sedang sebanyak 2 murid (2,9%), kategori parah sebanyak 8 murid (11,8%), dan kategori yang paling sedikit adalah kategori sangat parah sebanyak 2 murid (2,9%). Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana pada penelitian yang dilakukan oleh oleh Elfleda Angelina Aikins dkk pada remaja berusia tahun di

53 13%. 13 Peneliti dalam penelitian ini juga mengamati tingkat kebutuhan perawatan 40 Rivers State, Nigeria tahun 2011 didapatkan tingkat keparahan maloklusi kategori sangat ringan/ tidak ada sebesar 42,6%, kategori ringan sebesar 28,3%, kategori sedang sebesar 7,5%, kategori parah sebesar 10,3% dan kategori sangat parah sebesar 11,3%. 12 Selain itu penelitian lain yang dilakukan oleh Asef Karim dkk, pada remaja di pulau Haida Gwaii, Kanada tahun 2015 didapatkan sebesar 31% memiliki keparahan maloklusi yang perlu pengobatan (16% kategori sangat parah, 8% kategori parah, dan 7% kategori sedang). 13 Pada tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat keparahan maloklusi lebih tinggi pada perempuan (20,6%) dibandingkan laki-laki (14,7%) untuk kategori sedang, parah, dan sangat parah. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Elfleda Angelina dkk di Rivers State, Nigeria tahun 2011 dimana tingkat keparahan yang mereka peroleh adalah pada laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan perempuan, yaitu laki-laki (15,1%) dan perempuan (7,7%). 12 Penelitian lain yang dilakukan oleh Asef Karim dkk di pulau Haida Gwaii, Kanada tahun 2015 juga menunjukkan hasil yang berbeda dimana tingkat keparahan yang mereka peroleh juga lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan yaitu laki-laki 19% dan perempuan ortodonti. Penilaian tingkat kebutuhan perawatan ditentukan dari skor akhir pengukuran model studi sebelum perawatan. Skor 43 menunjukkan kebutuhan perawatan, dan skor < 43 menunjukkan tidak dibutuhkan perawatan. 31 Tingkat kebutuhan perawatan menurut ICON pada tabel 10 diperoleh sebesar 25,0% yang membutuhkan perawatan. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, dimana pada penelitian yang dilakukan oleh Elfleda dkk tahun 2011 diperoleh 38,1% yang membutuhkan perawatan dengan nilai ICON rata-rata (39,7 ± 25.3) dan penelitian oleh Asef dkk tahun 2015 diperoleh 43,7% yang membutuhkan perawatan. 12,13 Pada tabel 11 terlihat bahwa kebutuhan perawatan ortodontik pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, dimana pada perempuan (29,4%) dan laki-laki (20,6%). Hasil tersebut juga berbeda dari penelitian sebelumnya, dimana pada penelitian yang

54 41 dilakukan oleh Elfleda dkk tahun 2011 didapatkan hasil lebih tinggi pada laki-laki (43,5%) dibandingkan perempuan (32,9%). 12 Perbedaan hasil penelitian kemungkinan disebabkan oleh jumlah sampel yang berbeda. Jumlah sampel untuk penelitian ini adalah 68 orang murid SMA Negeri 18 Medan, yang terdiri dari 34 murid laki-laki dan 34 murid perempuan. Sedangkan dalam penelitian Elfleda Angelina Aikins dkk, di River State, Nigeria tahun 2011 jumlah sampelnya sebanyak 612 orang murid yang terdiri dari 299 murid laki-laki serta 313 murid perempuan, dan jumlah sampel pada penelitian Asef Karim dkk, di Haida Gwaii, Kanada tahun 2015 adalah sebanyak 215 orang murid yang terdiri dari 90 murid laki-laki dan 125 murid perempuan. 12,13 Selain tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti dalam penelitian ini juga diamati hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti. Pada tabel 12 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti. Dimana ketika tingkat keparahannya tergolong kategori sangat ringan dan ringan maka tingkat kebutuhan perawatannya adalah kategori tidak butuh perawatan (75,0%) dan ketika tingkat keparahannya tergolong kategori sedang, parah dan sangat parah maka tingkat kebutuhan perawatannya adalah kategori butuh perawatan (25,0%). Adanya hubungan yang signifikan tersebut dapat dibuktikan dengan uji chi-square Pearson yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti (p=0,000 < 0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Elfleda dkk di River State, Nigeria tahun Hasil yang mereka peroleh juga terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti. Semakin tinggi tingkat keparahan maloklusi maka semakin tinggi kebutuhan akan perawatan ortodonti. 12

55 42 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of Complexity Outcome and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan dapat disimpulkan bahwa : 1. Tingkat keparahan maloklusi pada kategori sangat ringan/ tidak ada adalah yang paling banyak persentasenya, yaitu sebanyak 34 murid (50,0%). Diikuti kategori ringan sebanyak 22 murid (32,4%), kategori sedang sebanyak 2 murid (2,9%), kategori parah sebanyak 8 murid (11,8%), dan kategori yang paling sedikit adalah kategori sangat parah sebanyak 2 murid (2,9%). 2. Berdasarkan jenis kelamin, tingkat keparahan maloklusi lebih tinggi pada perempuan (20,6%) dibandingkan laki-laki (14,7%) untuk kategori sedang, parah, dan sangat parah. Namun, baik perempuan maupun laki-laki, mayoritas dengan tingkat keparahan sangat ringan dimana perempuan (44,1%) dan laki-laki (55,9%). Hal ini diduga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat keparahan maloklusi. Hasil ini dibuktikan dengan uji chisquare Pearson yang menunjukkan nilai p = 0,618 > 0,05. Maka disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat keparahan maloklusi. 3. Tingkat kebutuhan perawatan didapatkan kategori tidak membutuhkan perawatan ortodonti lebih tinggi daripada yang membutuhkan perawatan, yaitu 51 murid (75,0%) tidak membutuhkan perawatan dan 17 murid (25,0%) butuh perawatan. 4. Berdasarkan jenis kelamin, tingkat kebutuhan perawatan pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki dimana pada perempuan (29,4%) dan laki-laki (20,6%). Namun, baik perempuan maupun laki-laki, mayoritas tidak membutuhkan perawatan dimana perempuan (70,6%) dan laki-laki (79,4%). Hal ini diduga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kebutuhan

56 43 perawatan. Hasil ini dibuktikan dengan uji chi-square Pearson dan diperolah nilai p = 0,401 > 0,05, maka disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kebutuhan perawatan. 5. Antara tingkat keparahan maloklusi dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti didapatkan adanya hubungan yang signifikan. Dimana ketika tingkat keparahannya tergolong kategori sangat ringan dan ringan maka tingkat kebutuhan perawatannya adalah kategori tidak butuh perawatan (75,0%) dan ketika tingkat keparahannya tergolong kategori sedang, parah dan sangat parah maka tingkat kebutuhan perawatannya adalah kategori butuh perawatan (25,0%). Hasil ini dibuktikan dengan uji chi-square Pearson dengan nilai (p = 0,000 < 0,05). Maka disimpulkan semakin tinggi keparahan maloklusi maka semakin tinggi kebutuhan akan perawatan dan sebaliknya semakin rendah keparahan maloklusi maka semakin rendah kebutuhan akan perawatan ortodonti. 6.2 Saran 1. Kepada siswa/i agar memperhatikan dan memelihara kesehatan gigi dan mulut yang efektif agar tercapai kesehatan gigi dan mulut yang optimal. 2. Kepada pihak sekolah perlu meningkatkan upaya untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut melalui pemberian pendidikan cara menjaga kesehatan gigi dan mulut. 3. Data-data yang ditampilkan pada penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dasar untuk penelitian-penelitian yang akan datang.dan dapat membantu para ortodontis dalam meningkatkan kinerja perawatan ortodonti yang lebih optimal di kemudian hari. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan populasi siswa SMA se kota Medan untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti pada murid SMA Kota Medan.

57 44 DAFTAR PUSTAKA 1. Shrestha BK, Yadav R, Basel P. Prevalence of malocclusion among High School students in Kathmandu Valley. Orthodontic Journal of Nepal 2012; 2: Bittencourt MAV, Machado AW. An Overview Of The Prevalence Of Malocclusion In 6 to 10-Year-Old Children In Brazil. Dental Press J Orthod. 2010;15: Herwanda, Arifin R, Lindawati. Pengetahuan remaja usia tahun di SMAN 4 kota Banda Aceh terhadap efek samping pemakaian alat ortodonti cekat. J Syiah Kuala Dent Soc 2016; 1: Sridharan K, Udupa V, Srinivas H, Kumar S, Sandbhor S. Prevalence of class II malocclusion in Tumkur population. J of Dent Sciences and Research 2011;2: Laguhi VA, Anindita PS, Gunawan PN. Gambaran maloklusi dengan menggunakan HMAR pada pasien di rumah sakit gigi dan mulut Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal e-gigi 2014; 2: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Laporan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Nasional Jakarta. 2013: Mitchell L. Introduction to Orthodontics. 4 th ed. United Kingdom: Oxford University Press; 2013; Agarwal A, Mathur R. An Overview of Orthodontic Indices. Journal of Dentistry 2012; 3: Gupta A, Shrestha RM. A Review of Orthodontic Indices. Orthodontic Journal of Nepal 2014; 4: Utomi IL, Onyeaso CO. Relationship between two indices in the assesment of orthodontic treatment complexity and need. British Journal of Medicine & Medical Research 2015; 7:

58 Naretto S. eds. Principles in contemporary orthodontics. InTech 2011: Aikins EA, dkk. Orthodontic Treatment Need and Complexity among Nigerian Adolescents in Rivers State, Nigeria. International Journal of Dentistry 2011: Karim A, Aleksejuniene J, Yen EHK, Brondani M, Kazanjian A. Orthodontic treatment need of adolescents in the island community of Haida Gwaii, Canada. International Journal of Indigenous Health 2015; 10: Hassan R, Rahimah Ak. Occlusion, malocclusion and method of measurement- an overview. Archives of Orofacial Sciences 2007; 2: Foster TD. Buku ajar ortodonsia. Ed III.Alih bahasa. Yuwono L. Jakarta: EGC, 1997: Houston WJB, et al. A textbook of orthodontics. 2nd ed., Great Britain: Redwood Books., 1992: Onyeaso CO. Relationshis between index of complexity, outcome and need and dental aesthetic index in the assessment of orthodontic treatment complexity and need of Nigerian adolescents. Pesq Bras Odontoped Clin Integr, Joao Pessoa 2008; 8: Padisar P, Mohammadi Z, Nasseh R, Marami A. The use of orthodontic treatment need index (IOTN) in reffered Iranian population. Res J Biol Sci 2009; 4: Chaitra K, et all. Orthodontic Treatment: Need and Demand in North Karnataka School Children. Journal of Clinical and Diagnostic Research 2014; 8: Aikins EA, Costa OO, Onyeaso CO, Isiekwe MC. Self perception of malocclusion among Nigerian adolescents using the aesthetic component of the IOTN. The Open Dentistry Journal 2012; 6: Torkan S, et all. An analitical study on an orthodontic index of complexity, outcome and need (ICON). J Dent Shirez Univ Med Sci 2015; 16:

59 Hariyanti RSJ, Triwardhani A, Rusdiana E. Gambaran tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan menggunakan index of complexity, outcome and need (ICON) di RSGM-P FKG Unair. Orthodontic Dental Journal 2011; 2: Daniels C, Richmond S. The development of the index of complexity, outcome and need (ICON). Journal of Orthodontics 2000; 27: Patel P, et all. Class II with ectopic canines in upper arch and severe crowding in lower arch treated by segmented arch technique- A case report. International Journal of Advanced Research 2016; 4: Chang KJ, Chang TW, Feng SW. An Interdisciplinary Approach for Diastema Closure In the Anterior Maxilla: A Clinical Report. Journal of Prosthodontics and Implantology 2013; 2: Neeraj M, Siddharth M. Early Correction Of Anterior Crossbite - A Report Of Two Cases. Journal of Dental Herald 2015; 2: Aditya GK, Suparwitri S, Soekarsono H. Cross Bite Posterior Unilateral Menggunakan Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg. MKGK 2015; 1: Shrestha BK. Orthodontic Treatment of Anterior Dental Open Bite with Drawbridge Effect: A Case Report. Orthodontic Journal of Nepal 2013; 3: Pavithra AS, Roopa S. A Clinical Insight of Deep-Bite and Its Management. International Journal of Health Sciences & Research 2013; 3: Wijaya H, Jenie I, Halim H. Biomechanics Strategies for Space Closure in Deep Overbite. Journal of Dentistry Indonesia 2012; 19: King GJ, Spiekerman CF, Greenlee GM, Huang GJ. Randomized clinical trial of interceptive and comprehensive orthodontics. JDR Clinical Research Supplement 2012; 91: Sagarkar RA, Sagarkar RM, Naragond A, Prashanth R, Prameswaran VN. Assessment of malocclusal traits using the index of complexity, outcome and need (ICON) index in orthodontic patients reporting to a private practice. International Journal of Public Health Dentistry 2011; 2: 1.

60 Clijmans M, et all. Judging orthodontic treatment complexity. Dental Press Journal of Orthodontics 2016; 21: Elih, Latif DS. Analysis model for orthodontics treatment. Dalam: (Proceeding Bandung Dentistry). Arlette Setiawan. Scientific Seminar short lecture and Hands On Conventional Vs Digitalized Dentistry, Bandung, 2016: 332.

61 LAMPIRAN 1 DEPARTEMEN ORTODONSIA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN KUESIONER Nomor : Tanggal :... Pemeriksa :... I. Data responden Nama :... Umur :... Kelas :... Jenis Kelamin : L/ P Alamat :......

62 II. Penilaian estetis (AC dari IOTN) * di isi oleh peneliti Skor 1-4 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan Skor 5-7 : perawatan sedang Skor 8-10 : sangat memerlukan perawatan HASIL :

63 III. Pemeriksaan kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Index of No Complexity, Outcome, and Need (di isi oleh peneliti) Komponen Skor Skor x bobot 1 2 Penilaian estetis Berjejal rahang atas Diastema rahang atas 3 Crossbite 4 5 Open bite insisivus Overbite insisivus Relasi anteroposterior segmen bukal < 2 mm 2,1-5 mm < 2 mm 2,1-5 mm Tidak ada Crossbite Edge to edge Menutupi < 1/3 gigi insisivus Relasi cusp ke embrasur (Klas I,II dan III) Ada Crossbite < 1 mm Menutupi 1/3 2/3 gigi insisivus Relasi cusp yang lain kecuali cuspto cusp Skor 1 sampai ,1-9 mm 5,1-9 mm > 17 mm atau gigi impaksi 1,1-2 mm Menutupi > 2/3 insisivus Relasi cusp to cusp 9,1-13 mm > 9 mm 2,1-4 mm Menutupi semua Bobot 13,1-17 mm > 4 mm HASIL : KETERANGAN : - Skor 43 : butuh perawatan - Skor < 43 : tidak butuh perawatan

64 IV. Pemeriksaan keparahan maloklusi berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (di isi oleh peneliti) Tingkat keparahan Skor Sangat Ringan/ Tidak Ada <29 Ringan Sedang Parah Sangat Parah > 77 HASIL :

65 LAMPIRAN 2 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Perkenalkan adik-adik, nama saya Cahaya Bulan Syafitri Nasution. Saya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Saya akan melakukan penelitian yang berjudul TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi dan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti di SMA Negeri 18 Medan berdasarkan salah satu indeks ortodonti yang digunakan yaitu ICON Indeks. Manfaat yang diperoleh adalah sebagai data untuk mengetahui tingkat keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada murid SMA Negeri 18 Medan, dan untuk calon subjek adalah memberikan informasi kepada murid mengenai hubungan keparahan maloklusi dengan kebutuhan perawatan ortodontik, sehingga bagi beberapa siswa yang tergolong maloklusi parah dapat memilih perawatan ortodontik untuk alternatif perawatannya. Pada waktu penelitian, adik-adik akan dipasangkan cheek retractor (alat pembuka mulut yang terbuat dari bahan plastik) untuk memperlihatkan keadaan gigi, kemudian difoto menggunakan kamera. Lalu peneliti akan melakukan pencetakan gigi adik-adik selama ± 20 menit. Pencetakan gigi akan menggunakan sendok cetak sesuai ukuran adik-adik, bahan cetak yang sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi, serta sendok pengaduk untuk pengadukan. Adik-adik diminta untuk duduk dengan posisi tegak dan membuka mulut. Peneliti akan memasukkan sendok cetak berisi bahan cetak kedalam mulut adik-adik dan adik-adik diminta untuk mengatupkan mulut selama ± 3 menit. Bahan cetak yang telah mengeras akan dikeluarkan dari mulut adik-adik dan dihasilkan cetakan rahang atas/ bawah.

66 Peneliti mengajak adik-adik untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini membutuhkan 68 sampel subjek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi yaitu murid yang terdaftar dan masih aktif di SMA Negeri 18 Medan dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian, berusia 15 tahun, gigi permanen telah erupsi seluruhnya kecuali M3, tidak pernah atau tidak sedang melakukan perawatan ortodonti, dan tidak pernah/ tidak sedang mengalami trauma di daerah wajah. Pada penelitian ini peneliti memberitahu akan ada sedikit rasa ketidaknyamanan yang mungkin akan muncul seperti perasaan mual dan tidak nyaman selama sendok cetak berada di dalam mulut. Apabila adik-adik merasakan rasa mual selama pencetakan, peneliti akan meminta adik-adik untuk menundukkan kepala kearah lantai guna mengurangi rasa mual tersebut. Bila rasa mual terus berlanjut, proses pencetakan akan dihentikan sementara waktu sampai rasa mual tersebut hilang dan akan dilanjutkan kembali bila adik-adik masih sanggup untuk dilakukan pencetakan. Sebagai subjek penelitian, adik-adik berkewajiban mengikuti aturan dan petunjuk seperti yang tertulis diatas. Untuk penelitian ini, subjek penelitian tidak akan dibebankan oleh biaya apapun. Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subjek penelitian akan dijamin penuh kerahasiaannya. Hanya dokter peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat datanya. Hasil penelitian akan dipublikasikasikan tanpa identitas subjek penelitian. Peneliti juga akan memberikan sedikit souvenir berupa buku, pulpen dan correction pen sebagai ucapan terimakasih karena adik-adik bersedia mengikuti penelitian ini. Penelitian ini bersifat sukarela. Adik-adik bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan. Bila adik-adik memutuskan untuk ikut serta dalam penelitian, adik-adik juga bebas untuk mengundurkan diri/ berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau sanksi apapun. Tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan dokter gigi bila adik-adik tidak berpartisipasi dalam penelitian ini. Adikadik juga akan tetap mendapatkan pelayanan kesehatan standar rutin sesuai standar prosedur pelayanan. Apabila adik-adik setuju untuk mengikuti penelitian ini, maka adik-adik diminta untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah diberikan.

67 Bila merasa belum jelas, atau jika selama menjalankan penelitian ini terjadi keluhan, maka adik-adik dapat bertanya lebih lanjut kepada peneliti: Nama : Cahaya Bulan Syafitri Nasution Alamat : Jl. DR. Picauly No. 20 Medan No. HP : Demikian informasi ini saya sampaikan. Terima kasih saya ucapkan kepada adik-adik yang telah ikut berpartisipasi pada penelitian ini. Keikutsertaan adik-adik dalam penelitian ini akan menyumbangkan sesuatu ilmu yang berguna bagi ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran gigi. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan adik-adik bersedia mengisi lembar persetujuan (informed concern) yang telah dipersiapkan. Mahasiswa Peneliti, (Cahaya Bulan Syafitri Nasution)

68 LAMPIRAN 3 LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONCERN) Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :... Umur :... Kelas :... Jenis Kelamin : L/P No. Telp/ Hp :... Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang penelitian Tingkat Keparahan Maloklusi dan Kebutuhan Ortodonti berdasarkan Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON) di SMA Negeri 18 Medan. Maka dengan ini saya sukarela dan tanpa paksaan bersedia untuk menjadi sampel penelitian dan tidak akan menyatakan keberatan maupun tuntutan di kemudian hari. Demikian pernyataan ini saya berikan dalam keadaan sehat/ sadar dan tanpa paksaan apapun dari pihak manapun juga. Saksi Medan, April 2017 Subjek Penelitian,.... ( ) ( )

69 LAMPIRAN 4 DATA HASIL PENELITIAN TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN Usia Skor Penilaian ICON Total (Thn) Skor No Nama Jenis Kelamin AC dari IOTN ( x 7) Berjejal/ Diastema RA ( x 5 ) Ada/ Tidak Crossbite ( x 5 ) Relasi Vertikal Anterior ( x 4 ) Relasi anteroposterior segmen bukal ( x 3 ) Kategori Keparahan Maloklusi Kategori Kebutuhan Ortodonti 1 Triana Valentina Aritonang Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 2 Nadia Damian Manalu Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 3 Sariyanti Theresia Saragih Perempuan Ringan Tidak Butuh 4 Veronika Valencia Rumahorba Perempuan Parah Butuh 5 Julita Febrina Manalu Perempuan Ringan Tidak Butuh 6 Novlin Tasya Perempuan Ringan Tidak Butuh 7 Rosia Laura Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada 8 Theresia Sembiring Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh Tidak Butuh

70 9 Said Hambali Takhir Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 10 Raja Akbar Susanto Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 11 Putri Panggabean Perempuan Ringan Tidak Butuh 12 Laura Br Simanjuntak Perempuan Ringan Butuh 13 Egi Fandi M Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 14 Yosia N.A. Pangaribun Laki-laki Ringan Tidak Butuh 15 Kartini Br Sirait Perempuan Parah Butuh 16 Abdul Majid Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 17 Wina J Situmorang Perempuan Parah Butuh 18 Nabila Aisyah Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 19 Emia Handayani K Perempuan Ringan Butuh 20 Irene A Sitanggang Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 21 Cindy Yanti E Siahaan Perempuan Sedang Butuh 22 M. Rizky Ramadhan Sirait Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh

71 23 Jesika S Br Nainggolan Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 24 Khairiyah Hasana Lubis Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 25 Juwita Affrianti Sihotang Perempuan Ringan Tidak Butuh 26 Fitri Syarifah Ainun Perempuan Ringan Butuh 27 Angelina Sitompul Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 28 Muhammad Raihan Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 29 Martha E Aritonang Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 30 Johanes Siburian Laki-laki Ringan Tidak Butuh 31 Adi Putra S Laki-laki Parah Butuh 32 Ari Irawan Laki-laki Parah Butuh perawatan 33 M. fahmi Lubis Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 34 Erdy Panggabean Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 35 Mega febrianti Perempuan Ringan Tidak Butuh 36 Brian Tri Huga Laki-laki Ringan Tidak Butuh

72 37 Fanny Solia Ginting Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 38 Felix Immanuel Laki-laki Parah Butuh 39 Dessy Triana Perempuan Sangat Parah Butuh 40 Dara Amelia Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 41 Nabila Rezeki Hasanah Perempuan Parah Butuh 42 Yunita Sihombing Perempuan Ringan Tidak Butuh 43 Milka Turnip Perempuan Ringan Tidak Butuh 44 Anggi Lestari Srg Perempuan Ringan Butuh 45 M. Erlangga Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 46 Raja BS Laki-laki Ringan Tidak Butuh 47 Ari Ardiansyah Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 48 Angela Fortuna Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 49 Alda Marsya Ayudira Perempuan Sangat ringan/ Tidak Butuh Tidak ada 50 Caroline Ambarita Perempuan Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh

73 51 Tasya Natalia Perempuan Ringan Tidak Butuh 52 Umar Rahman Laki-laki Ringan Tidak Butuh 53 Riki Nurhuda Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 54 Reza Mahendra Laki-laki Ringan Butuh 55 Wahyu Syaputra Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 56 M. Ali Hanafiah Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 57 Barato Naklie Laki-laki Sangat Parah Butuh 58 Abdul Gani Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 59 Celvin Panggabean Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 60 M. Rizki Maulana Laki-laki Parah Butuh 61 Khoiril Aulia Harahap Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 62 Josua Fransco Halawa Laki-laki Ringan Tidak Butuh 63 Yosua Pasaribu Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 64 Andrew Natanael N Laki-laki Ringan Tidak Butuh

74 65 Julius Purba Laki-laki Ringan Tidak Butuh 66 Winston Pakpahan Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 67 Chalvin Silaban Laki-laki Sangat ringan/ Tidak ada Tidak Butuh 68 Abet Gohag Laki-laki Ringan Butuh

75 LAMPIRAN 5 DATA HASIL PENELITIAN AESTHETIC COMPONENT (AC) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN

76

77

78

79

80

81

82

83 LAMPIRAN 6 HASIL PERHITUNGAN STATISTIK TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME, AND NEED (ICON) PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN Tingkat Keparahan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Sangat Ringan Ringan Sedang Parah Sangat Parah Total Jenis Kelamin Jenis Kelamin * Tingkat Keparahan Crosstabulation Tingkat Keparahan Sangat Ringan Ringan Sedang Parah Sangat Parah Total Laki-Laki Count % within Jenis Kelamin 55.9% 29.4%.0% 11.8% 2.9% 100.0% Perempuan Count % within Jenis Kelamin 44.1% 35.3% 5.9% 11.8% 2.9% 100.0% Total Count % within Jenis Kelamin 50.0% 32.4% 2.9% 11.8% 2.9% 100.0%

84 Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square a Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 68 a. 6 cells (60.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Tingkat Kebutuhan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tidak Butuh Butuh Total Jenis Kelamin * Tingkat Kebutuhan Crosstabulation Tingkat Kebutuhan Tidak Butuh Butuh Total Jenis Kelamin Laki-Laki Count % within Jenis Kelamin 79.4% 20.6% 100.0% Perempuan Count % within Jenis Kelamin 70.6% 29.4% 100.0% Total Count % within Jenis Kelamin 75.0% 25.0% 100.0%

85 Value Chi-Square Tests df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square.706 a Continuity Correction b Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 68 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b. Computed only for a 2x2 table Tingkat Keparahan * Tingkat Kebutuhan Crosstabulation Tingkat Kebutuhan Tidak Butuh Butuh Total Tingkat Keparahan Sangat Ringan Count % within Tingkat Keparahan 100.0%.0% 100.0% Ringan Count % within Tingkat Keparahan 77.3% 22.7% 100.0% Sedang Count % within Tingkat Keparahan.0% 100.0% 100.0% Parah Count % within Tingkat Keparahan.0% 100.0% 100.0% Sangat Parah Count % within Tingkat Keparahan.0% 100.0% 100.0% Total Count % within Tingkat Keparahan 75.0% 25.0% 100.0% Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2- sided) Pearson Chi-Square a Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 68 a. 5 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is.50.

86 LAMPIRAN 7 SURAT ETHICAL CLEARENCE

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA yaitu: 5 a. Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Oklusi Oklusi didefinisikan sebagai kontak interkuspal antara gigi geligi rahang atas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estetika wajah adalah suatu konsep yang berhubungan dengan kecantikan atau wajah yang menarik dan telah menjadi salah satu hal penting di dalam kehidupan modern. Faktor-faktor

Lebih terperinci

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI CEKAT MENGGUNAKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME AND NEED

TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI CEKAT MENGGUNAKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME AND NEED TINGKAT KEPARAHAN MALOKLUSI DAN KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI CEKAT MENGGUNAKAN INDEX OF COMPLEXITY, OUTCOME AND NEED (ICON) DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG - USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Menurut Angle, maloklusi merupakan oklusi yang menyimpang dari bidang oklusal gigi normal (cit. Martin RK dkk.,). 10 Menurut Cairns dkk.,, maloklusi terjadi saat

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau

BAB I PENDAHULUAN. Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodontik berasal dari bahasa Yunani orthos yang berarti normal atau benar dan dontos yang berarti gigi. Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi dan memperbaiki

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Nama : Vanny Anandita Gayatri Aulia

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi. syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: Nama : Vanny Anandita Gayatri Aulia PERBEDAAN TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTIK BERDASARKAN INDEX OF COMPLEXITY OUTCOME AND NEED DAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA MURID SMA NEGERI 18 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susunan gigi yang tidak teratur dan keadaan oklusi yang tidak sesuai dengan keadaan normaltentunya merupakan suatu bentuk masalah kesehatan gigi dan mulut. 1,2,3 Data

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Maloklusi a. Definisi Oklusi merupakan hubungan gigi rahang atas dan rahang bawah saat berkontak fungsional selama aktivitas mandibula (Newman, 1998). Oklusi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan.

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, jenis penelitian ini adalah penelitian observational analitik. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi dalam

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2012). Perawatan ortodontik mempunyai riwayat yang panjang, anjuran tertulis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2012). Perawatan ortodontik mempunyai riwayat yang panjang, anjuran tertulis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodontik adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari pertumbuhan, perkembangan, variasi wajah, rahang dan gigi serta perawatan perbaikannya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU

PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU PREVALENSI MALOKLUSI BERDASARKAN RELASI SKELETAL PADA KASUS PENCABUTAN DAN NON-PENCABUTAN DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi dapat didefinisikan sebagai suatu ketidaksesuaian dari hubungan gigi atau rahang yang menyimpang dari normal. 1 Maloklusi merupakan sebuah penyimpangan

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maloklusi atau kelainan oklusi adalah oklusi yang menyimpang dari keadaan normal (Graber dan Swain, 1985). Edward Angle (sit. Bhalajhi 2004) mengenalkan klasifikasi maloklusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari berbagai macam penyebab dan salah satunya karena hasil dari suatu. pertumbuhan dan perkembangan yang abnormal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi adalah suatu kondisi yang tidak dapat diwakilkan oleh suatu keadaan yang tunggal tetapi merupakan jumlah atau kumpulan dari sifat oklusi yang multifaktorial.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Dentokraniofasial Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi berperan penting dalam pada proses pengunyahan, berbicara dan estetis. Berbagai penyakit maupun kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi rongga

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: QUAH PERNG TATT NIM:

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: QUAH PERNG TATT NIM: Distribusi Maloklusi Skeletal Klas I, II dan III Berdasarkan Index of Orthodontic Treatment Need Pada Pasien Periode Gigi Permanen Yang Dirawat di Klinik PPDGS Ortodonti RSGMP FKG USU SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro

Lebih terperinci

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan PERAWATAN ORTODONTI Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan Empat Fase Perawatan Preventif

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN DENTAL HEALTH COMPONENT PADA SISWA SMAN 8 MEDAN

TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN DENTAL HEALTH COMPONENT PADA SISWA SMAN 8 MEDAN TINGKAT KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONTI BERDASARKAN DENTAL HEALTH COMPONENT PADA SISWA SMAN 8 MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh:

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

EVALUASI KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI PIRANTI CEKAT PADA TAHUN DENGAN MENGGUNAKAN PEER ASSESMENT RATING INDEX

EVALUASI KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI PIRANTI CEKAT PADA TAHUN DENGAN MENGGUNAKAN PEER ASSESMENT RATING INDEX EVALUASI KEBERHASILAN PERAWATAN ORTODONTI PIRANTI CEKAT PADA TAHUN 2006 2011 DENGAN MENGGUNAKAN PEER ASSESMENT RATING INDEX SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :...

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Lampiran 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/ WALI OBJEK PENELITIAN Kepada Yth, Ibu/ Sdri :... Orang tua/ Wali Ananda :... Alamat :... Bersama ini saya yang bernama, Nama : Zilda Fahnia NIM : 110600132

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Oklusi merupakan fenomena kompleks yang melibatkan gigi, jaringan periodontal, rahang, sendi temporomandibula, otot dan sistem saraf. Oklusi mempunyai dua aspek,

Lebih terperinci

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN

PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS PADA MURID SEKOLAH DASAR RAS DEUTRO-MELAYU DI KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kesehatan gigi, estetik dan fungsional individu.1,2 Perawatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maloklusi merupakan suatu keadaan kedudukan gigi geligi yang menyimpang dari oklusi normal.1 Masalah maloklusi ini mendapat perhatian yang besar dari praktisi dan dokter

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode

BAB 3 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode case control, karena sampel tidak menerima perlakuan dan pengukuran dilakukan dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maloklusi merupakan penyimpangan hubungan rahang atas dan rahang bawah dari bentuk standar normal. Keadaan tersebut terjadi akibat adanya malrelasi antara pertumbuhan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penampilan fisik yang baik terutama penampilan gigi-geligi adalah salah satu aspek penting terhadap kepercayaan diri seseorang. Gigi-geligi teratur dan senyum indah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS MOYERS DAN TANAKA-JOHNSTON PADA MURID SEKOLAH DASAR SUKU BATAK DI KOTA MEDAN SKRIPSI

PERBANDINGAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS MOYERS DAN TANAKA-JOHNSTON PADA MURID SEKOLAH DASAR SUKU BATAK DI KOTA MEDAN SKRIPSI PERBANDINGAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS MOYERS DAN TANAKA-JOHNSTON PADA MURID SEKOLAH DASAR SUKU BATAK DI KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka. Perawatan ortodontik cekat Perawatan ortodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat pada elemen gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan teknik untuk mencegah, mengintervensi dan mengoreksi keberadaan maloklusi dan kondisi

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

PREVALENSI PREMATURE LOSS GIGI MOLAR DESIDUI PADA PASIEN ORTODONSIA DI RSGMP FKG USU TAHUN

PREVALENSI PREMATURE LOSS GIGI MOLAR DESIDUI PADA PASIEN ORTODONSIA DI RSGMP FKG USU TAHUN PREVALENSI PREMATURE LOSS GIGI MOLAR DESIDUI PADA PASIEN ORTODONSIA DI RSGMP FKG USU TAHUN 2010-2014 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA CROUZON SKRIPSI

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA CROUZON SKRIPSI GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA CROUZON SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : ALI AKBAR

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONSI BERDASARKAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA SISWA KELAS II DI SMP NEGERI 2 BITUNG

KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONSI BERDASARKAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA SISWA KELAS II DI SMP NEGERI 2 BITUNG Jurnal e-gigi (eg), Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember 2014 KEBUTUHAN PERAWATAN ORTODONSI BERDASARKAN INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED PADA SISWA KELAS II DI SMP NEGERI 2 BITUNG 1 Monica A. V. Rumampuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Definisi simetri adalah persamaan salah satu sisi dari suatu objek baik dalam segi bentuk, ukuran, dan sebagainya dengan sisi yang berada di belakang median plate.

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penampilan fisik mempunyai peranan yang besar dalam interaksi sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penampilan fisik mempunyai peranan yang besar dalam interaksi sosial. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan fisik mempunyai peranan yang besar dalam interaksi sosial. Orang yang berpenampilan menarik mempunyai banyak keuntungan sosial karena penampilan fisiknya.

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID

GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID GAMBARAN KLINIS DAN PERAWATAN ANOMALI ORTODONTI PADA PENDERITA SINDROMA WAJAH ADENOID YANG DISEBABKAN OLEH HIPERTROPI JARINGAN ADENOID SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASIMETRI SEPERTIGA WAJAH BAWAH DAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI RSGMP FKG USU

HUBUNGAN ASIMETRI SEPERTIGA WAJAH BAWAH DAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI RSGMP FKG USU HUBUNGAN ASIMETRI SEPERTIGA WAJAH BAWAH DAN ASIMETRI LENGKUNG GIGI PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONTI RSGMP FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UKURAN GIGI DAN DIMENSI LENGKUNG ANTARA GIGI TANPA BERJEJAL DENGAN GIGI BERJEJAL

PERBANDINGAN UKURAN GIGI DAN DIMENSI LENGKUNG ANTARA GIGI TANPA BERJEJAL DENGAN GIGI BERJEJAL PERBANDINGAN UKURAN GIGI DAN DIMENSI LENGKUNG ANTARA GIGI TANPA BERJEJAL DENGAN GIGI BERJEJAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang normal. Penatalaksanaan perawatan ortodontik sering dihadapkan kepada permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila

BAB I PENDAHULUAN. Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oklusi secara sederhana didefinisikan sebagai hubungan gigi-geligi maksila dan mandibula. Pada kenyataannya, oklusi gigi merupakan hubungan yang kompleks karena melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

PERUBAHAN LEBAR DAN PANJANG LENGKUNG GIGI PADA KASUS NON-EKSTRAKSI MALOKLUSI KLAS I ANGLE DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU

PERUBAHAN LEBAR DAN PANJANG LENGKUNG GIGI PADA KASUS NON-EKSTRAKSI MALOKLUSI KLAS I ANGLE DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU PERUBAHAN LEBAR DAN PANJANG LENGKUNG GIGI PADA KASUS NON-EKSTRAKSI MALOKLUSI KLAS I ANGLE DI KLINIK PPDGS ORTODONTI FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

Hubungan Status Gizi Dengan Gigi Berjejal. Pada Murid SMP Sutomo 2 Medan

Hubungan Status Gizi Dengan Gigi Berjejal. Pada Murid SMP Sutomo 2 Medan Hubungan Status Gizi Dengan Gigi Berjejal Pada Murid SMP Sutomo 2 Medan SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : Dency Oktasafitri NIM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, studi. 7 Analisis model studi digunakan untuk mengukur derajat maloklusi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ortodonti adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

GAMBARAN KEBIASAAN BURUK DAN MALOKLUSI MURID SMP NEGERI 1 TANJUNG MORAWA

GAMBARAN KEBIASAAN BURUK DAN MALOKLUSI MURID SMP NEGERI 1 TANJUNG MORAWA GAMBARAN KEBIASAAN BURUK DAN MALOKLUSI MURID SMP NEGERI 1 TANJUNG MORAWA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: JESSICA R IMELDA NIM:

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

Gambaran tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) di RSGM-P FKG Unair

Gambaran tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) di RSGM-P FKG Unair Research Report Gambaran tingkat keparahan maloklusi dan keberhasilan perawatan menggunakan Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) di RSGM-P FKG Unair (Severity assessment and treatment outcome of

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEHILANGAN GIGI PADA LANSIA DI PANTI JOMPO ABDI/DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEHILANGAN GIGI PADA LANSIA DI PANTI JOMPO ABDI/DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010 HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEHILANGAN GIGI PADA LANSIA DI PANTI JOMPO ABDI/DHARMA ASIH BINJAI TAHUN 2010 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 6 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA Ortodonti adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi, wajah, dan kepala. Berdasarkan American Board of Orthodontics (ABO), Ortodonti adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU

PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU PERBEDAAN PROFIL LATERAL WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTRO-MELAYU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodonti merupakan perawatan yang bertujuan untuk mengarahkan dan mengoreksi struktur dentofasial yang sedang tumbuh kembang ataupun yang telah dewasa, termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Skeletal Maloklusi Klas I Maloklusi dibagi dalam tiga golongan yaitu dental displasia, skeleto dental displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU

HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU HUBUNGAN PENILAIAN KLINIS TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PEMAKAI GIGI TIRUAN PENUH DI RSGMP FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

BERBAGAI TEKNIK PERAWATAN ORTODONTI PADA KANINUS IMPAKSI

BERBAGAI TEKNIK PERAWATAN ORTODONTI PADA KANINUS IMPAKSI BERBAGAI TEKNIK PERAWATAN ORTODONTI PADA KANINUS IMPAKSI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : ELLYSA GAN NIM : 060600073 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN PROFIL JARINGAN LUNAK WAJAH MENURUT ANALISIS RICKETTS PADA MAHASISWA SUKU BATAK FKG DAN FT USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2

PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 PERAWATAN MALOKLUSI KELAS I ANGLE TIPE 2 MAKALAH Oleh : Yuliawati Zenab, drg.,sp.ort NIP.19580704 199403 2 001 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010 Bandung, Maret 2010 Disetujui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyimpangan dari oklusi normal yang dikenal dengan nama maloklusi merupakan masalah pada gigi yang dapat mempengaruhi estetik, gangguan fungsi pengunyahan, penelanan,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan crosssectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas skeletal

Lebih terperinci

PERAWATAN MALOKLUSI KLAS III DENGAN PESAWAT TWIN BLOCK

PERAWATAN MALOKLUSI KLAS III DENGAN PESAWAT TWIN BLOCK PERAWATAN MALOKLUSI KLAS III DENGAN PESAWAT TWIN BLOCK SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : MAULINA JUWITA NIM : 050600141 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menumbuhkan kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan susunan yang rapi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menumbuhkan kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan susunan yang rapi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan fisik termasuk gigi merupakan aspek yang sangat penting untuk menumbuhkan kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan susunan yang rapi dan senyum yang menawan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Maloklusi merupakan penyimpangan baik dari segi estetis dan/atau fungsional dari oklusi ideal. 10 Maloklusi bukan merupakan penyakit, tapi sebuah disabiliti yang berpotensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ortodonti adalah kajian tentang variasi pertumbuhan dan perkembangan dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi (Grist,

Lebih terperinci

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN SKRIPSI Ditujukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maloklusi merupakan salah satu masalah di bidang kedokteran gigi. Maloklusi adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari hubungan antara gigi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ukuran lebar mesiodistal gigi bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya, antara satu populasi dengan populasi lainnya. 1 Adanya variasi ukuran lebar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

NEED DAN DEMAND SERTA AKIBAT DARI MALOKLUSI PADA SISWA SMU NEGERI 1 BINJAI

NEED DAN DEMAND SERTA AKIBAT DARI MALOKLUSI PADA SISWA SMU NEGERI 1 BINJAI NEED DAN DEMAND SERTA AKIBAT DARI MALOKLUSI PADA SISWA SMU NEGERI 1 BINJAI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : CHANDRA SUSANTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang

BAB I PENDAHULUAN. permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oklusi adalah berkontaknya permukaan oklusal gigi geligi rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sampel yang di peroleh sebanyak 24 sampel dari cetakan pada saat lepas bracket. 0 Ideal 2 8,33 2 8,33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sampel yang di peroleh sebanyak 24 sampel dari cetakan pada saat lepas bracket. 0 Ideal 2 8,33 2 8,33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang prevalensi terjadinya relaps setelah perawatan dengan alat ortodontik cekat telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL

PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL 0 PREVALENSI GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA LANSIA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KEBIASAAN BURUK, DAN DUKUNGAN OKLUSAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

GAMBARAN TIPE SENYUM BERDASARKAN FOTOMETRI PADA MAHASISWA INDIA TAMIL MALAYSIA FKG USU

GAMBARAN TIPE SENYUM BERDASARKAN FOTOMETRI PADA MAHASISWA INDIA TAMIL MALAYSIA FKG USU GAMBARAN TIPE SENYUM BERDASARKAN FOTOMETRI PADA MAHASISWA INDIA TAMIL MALAYSIA FKG USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: OCTAVINA

Lebih terperinci